peritoneal tb

8
©2003 Digitized by USU digital library 1 TUBERKULOSIS PERITONEAL SRI MARYANI SUTADI Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara Pendahuluan : Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan organ genetalia interna (1) Penyakit ini jarang bersiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain (2). Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan (3) Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol(2) Insidensi Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita disbanding pria dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4 (4,5) Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2 % dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal.(5) Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif (6,7) Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju (1). Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selamaperiode 5 tahun (1984-1988) sedangkan dengan cara peritonoskopi(5) Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977.(7) sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995 (8)

Upload: gemilang-khusnurrokhman

Post on 25-Nov-2015

31 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

TB peritoneal

TRANSCRIPT

  • 2003 Digitized by USU digital library 1

    TUBERKULOSIS PERITONEAL

    SRI MARYANI SUTADI

    Fakultas Kedokteran Bagian Ilmu Penyakit Dalam Universitas Sumatera Utara

    Pendahuluan : Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan organ genetalia interna (1) Penyakit ini jarang bersiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan penyebaran masih berlangsung di tempat lain (2). Di Negara yang sedang berkembang tuberculosis peritoneal masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan Negara Barat lainnya walaupun sudah jarang ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya jumlah penderita AIDS dan Imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak terdiagnosa atau terlambat ditegakkan (3) Tidak jarang penyakit ini mempunyai keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites yang tidak terlalu menonjol(2) Insidensi Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita disbanding pria dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4 (4,5) Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2 % dari seluruh Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal.(5) Di Amerika Serikat penyakit ini adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya 5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif (6,7) Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin meningkat dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju (1). Dia Asia dan Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika selatan menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selamaperiode 5 tahun (1984-1988) sedangkan dengan cara peritonoskopi(5) Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit Cipto mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta untuk periode 1975-1977.(7) sedangkan di Medan Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-1995 (8)

  • 2003 Digitized by USU digital library 2

    Patogenese Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara (9) 1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru 2. Melalui dinding usus yang terinfeksi 3. Dari kelenjar limfe mesenterium 4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten Dorman infection)(2) Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organisme intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat (2) Patologi Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa !2,3) 1. Bentuk eksudatif Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum. Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor. 2. Bentuk adhesif Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketan-perlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar. 3. Bentuk campuran Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk adhesif (2) Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan (2,9)

  • 2003 Digitized by USU digital library 3

    Gejala Klinis Gejala klinis bervariasi, pada umumnya keluhan dan gejala timbul perlahan-lahan sampai berbulan-bulan, sering penderita tidak menyadari keadaan ini. Pada penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr.Cipto Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu s/d 2 tahun dengan rata-rata lebih dari 16 minggu (1,2,10) Keluhan terjadi secara perlahan-lahan sampai berbulan-bulan disertai nyeri perut, pembengkakan perut, disusul tidak nafsu makan, batuk dan demam (1,2,10,11,12,13) Pada yang tipe plastik sakit perut lebih terasa dan muncul manisfestasi seperti sub obstruksi (2) Variasi keluhan pasien tuberkulosa peritoneal menurut beberapa penulis adalah sebagai berikut : Tabel 1. Keluhan pasien tuberkulosa peritoneal menurut beberapa penulis (2,4,5)

    Keluhan Sulaiman A 1975-1979 30 pasien

    %

    Sandikci

    135 pasien %

    Manohar dkk 1984-1988 45 pasien

    %

    Sakit perut 57 82 35.9 Pembengkakan perut 50 96 73.1 Batuk 40 - - Demam 30 69 53.9 Keringat malam 26 - - Anoreksia 30 73 46.9 Berat Badan menurun 23 80 44.1 Mencret 20 - - Pada pemeriksaan jasmani gejala yang sering dijumpai adalah asites, demam, pembengkakan perut, nyeri perut, pucat dan kelelahan, tergantung lamanya keluhan. Keadaan umum pasien bisa masih cukup baik sampai keadaan kurus dan kahexia, pada wanita sering dijumpai tuberkulosa peritoneum disertai oleh proses tuberculosis pada ovarium atau tuba, sehingga pada alat genital bisa ditemukan tanda-tanda peradangan yang sering sukar dibedakan dengan kista ovari (1,2) Gejala yang lebih rinci dapat dilihat pada table 2 dibawah ini : Tabel 2 : pemeriksaan jasmani pada 30 penderita peritonitis tuberkulosa di rumah sakit Dr.Cipto mangunkusumo Jakarta tahun 1975-11979 (2,10)

    Gejala Persentase

    Pembengkakan perut dan nyeri 51% Asites 43% Hepatomegali 43% Ronchi pada paru (kanan) 33% Pleura effusi 27% Splenomegali 30% Tumor Intra abdomen 20% Fenomena papan catur 13% Limfadenopati 13% Terlibatnya paru & Pleura 63% (atas dasar foto torax)

  • 2003 Digitized by USU digital library 4

    Fenomena papan catur yang selalu dikatakan karakteristik pada penderita peritonitis tuberkulosa ternyata tidak sering dijumpai (13%).(2,10) Diagnosis : Laboratorium : Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan ataupun leukopenia , trombositosis, gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah (LED) yang meningkat, sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negatif(2,10) Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan exudat dengan protein > 3 gr/dl jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adalah limfosit LDH biasanya meningkat(9,11) Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur darah (serosanguinous). Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya kurang dari 5 % yang positif dan dengan kultur cairan ditemukan kurang dari 20% hasilnya positif (13). Ada beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66% kultur BTAnya yang positif dan akan lebih meningkat lagi sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah disetrifugejengan jumlah cairan lebih dari 1 liter. Dan hasil kultur cairan asites ini dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu (3,11) Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya < 1,1 gr/dl namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma neprotik, penyakit pancreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila ditemukan >1,1 gr/dl ini merupakan cairan asites akibat portal hipertensi (13) Perbandingan glukosa cairan asites dengan darah pada tuberculosis peritoneal 0,96.(1) Penurunan PH cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati yang steril, namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang spesifik dan belum merupakan suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh karena keganasan atau spontaneous bacterial peritonitis.(4) Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non invasive adalah pemeriksaan ADA (adenosin deminase actifity), interferon gama (IFN) dan PCR. Dengan kadar ADA > 33 u/l mempunyai Sensitifitas 100%. Spesifitas 95%, dan dengan Cutt off > 33 u/l mengurangi false positif dari sirosis hati atau malignancy (3,7,9) Pada sirosis hati konsentrasi ADA signifikan lebih rendah dari tuberculosis peritoneal (14 10,6 u/l) Hafta A dkk dalam suatu penelitian yang membandingkan konsentrasi ADA terhadap pasien tuberculosis peritoneal , tuberculosis peritoneal bersamaan dengan sirosis hati dan passien-pasien yang hanya sirosis hati. Mereka mendapatkan nilai ADA 131,1 38,1, u/l pada pasien tuberculosis peritoneal, 29 18,6 u/l pada pasien tuberculosis dengan sirosis hati dan 12,9 7 u/l pada pasien yang hanya mempunyai sirosis hati, sedangkan pada pasien dengan konsentrasi protein yang rendah dijumpai Nilai ADA yang sangat rendah sehingga mereka menyimpulkan pada konsentrasi asietas dengan protein yang rendah nilai ADA dapat menjadi falsenegatif (6). Untuk ini pemeriksaan Gama interferon (INF) adalah lebih baik walaupun nilainya dalah sama dengan pemeriksaan ADA, sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya lebih rendah lagi disbanding kedua pemeriksaan tersebut (17,18) Fathy ME melaporkan angka sensitifitas untuk pemeriksaan tuberculosis peritoneal terhadap Gama interferon adalah 90,9 % , ADA : 18,8% dan PCR 36,3% dengan masing-masing spesifitas 100%.(17). Peneliti lain yang meneliti kadar ADA adalah

  • 2003 Digitized by USU digital library 5

    Bargava. Bargava dkk melakukan penelitian terhadap kadar ADA pada cairan esites dan serum penderita peritoneal tuberculosis. Kadar ADA >36 u/l pada cairan esites dan > 54 u/l pada serum mendukung suatu diagnosis tuberculosis peritoneal. Perbandingan cairan asites dan serum (asscitic / serum ADA ratio) lebih tingggi pada tuberculosis peritoneal dari pada kasus lain seperti sirosis, sirosisdengan spontaneous bacterial peritonitis,Budd chiary dan Ratio > 0,984 menyokong suatu tuberculosis (19) Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125.CA-125 (Canker antigen 125) termasuk tumor associated glycoprotein dan terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa normal, namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan benigna dan maligna, dimana kira-kira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama kehamilan, menstruasi, endometriosis, myoma uteri daan salpingitis, juga kanker primer ginekologi yang lain sepeerti endometrium, tuba falopi, endocervix, pancreas,ginjal,colon juga pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit autoimum, pancreas, sirosis hati, peradangan peritoneum seperti tuberculosis,pericardium dan pleura (20), namun beberapa laporan yang menemukan peningkatan kadar CA-25 pada penderita tuberkulossis peritoneal seperti yang dilaporkan oleh Sinsek H (Turkey 1996). Zain LH (Medan 1996).(8,21) Zain LH di Medan pada tahun 1996 menemukan dari 8 kasus tuberculosis peritoneal dijumpai kadar CA-125 meninggi dengan kadar rata-rata 370,7 u/ml (66,2 907 u/ml) dan menyimpulkan bila dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit yang dominan maka tuberculosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa(8) Bebrapa peneliti menggunakan CA-125 ini untuk melihat respon pengobatan seperti yang dilakukan Mas MR dkk (Turkey, 2000) menemukan CA-125 sama tingginya dengan kanker ovarium dan setelah pemberian anti tuberkulosa kadar serum CA-125 menjadi normal dimana yang sebelumnya kadar rata-rata CA-125, 475,80 5,8 u/ml (Normal < 35 u/ml) setelah 4 bulan pengobatan anti tuberkulosa.(21,22). Akhir-akhir ini Teruya J dkk pada tahun 2000 di Jepang menemukan peningkatan kadar CA 19-9 pada serum dan cairan asites penderita tuberculosis peritoneal dan setelah diobati selama 6 minggu dijumpai penurunan CA19-9 menjadi normal (23) Pemeriksaan Peninjang : Pemeriksaan Ronsen : Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat kelainan usus kecil atau usus besar (2) Ultrasonografi : Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong) menurut Rama & Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam rongga abdomen, masa didaerah ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama (1) Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup dalam menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa (24).

  • 2003 Digitized by USU digital library 6

    CT Scan : Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran yang khas, namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal (25) Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian yang membandingkan tuberculosis peritoneal dengankarsinoma peritoneal dan karsinoma peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis. Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma (26) Peritonoskopi (Laparoskopi) Peritonoskopi / laparoskopi merupakan cara yang relatif aman, mudah dan terbaik untuk mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk mendapat diagnosa pasien-pasien muda dengan simtom sakit perut yang tak jelas penyebabnya (27,28) dan cara ini dapat mendiagnosa tuberculosis peritoneal 85% sampai 95% dan dengan biopsy yang terarah dapat dilakukukan pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya gambaran granuloma sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histology yang lebih penting lagi adalah bila didapat granuloma yang lebih spesifik yaitu jika didapati granuloma dengan pengkejutan (3). Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal : (9) 1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai

    tersebar luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.

    2. Perlengketan yang dapat berpariasi dari ahanya sederhana sampai hebat(luas) diantara alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.

    3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.

    4. Cairan esites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai.

    Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan

    lain yang tersangka mengalami kelainan dengan menggunakanalat biopsy khusus sekaligus cairan dapat dikeluarkan.

    Walupun pada umumnya gambaran peritonoskopi peritonitis tuberculosis dapat dikenal dengan mudah, namun gambaran gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsy harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menyokong suatu peritonitis tuberkulosa.

    Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan peritonoskopi karena secara tehnis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan.

  • 2003 Digitized by USU digital library 7

    Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostik (1) Laparatomi Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yangs erring dilakukan, namunsaat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika dengan cara yang lebih sederhana tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah (2,29) Pengobatan : Pada dasarnya pebngobatan sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat seperti streptomisin,INH,Etambutol,Ripamficin dan pirazinamid memberikan hasil yang baik, dan perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih (1,30) Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah endemis dimana terjadi resistensi terhadap Mikobakterium tuberculosis (31,32) Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan terbukti dapat mengurangi insidensi sdakit perut dan sumbatan pada usus (32,33) Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan (1). Prognosis : Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya akan menyembuh dengan pengobatan yang adequate,(1) Kesimpulan : 1. Tuberkulosis peritoneal biasanya merupakan proses kelanjutan tuberkulosa

    ditempat lain 2. Oleh karena itu gejala klinis yang bervariasi dan timbulnya perlahan-lahan sering

    diagnosa terlambat baru diketahui. 3. Dengan pemeriksaan diagnostik, laboratorium dan pemeriksaan penunjang

    lainnya dapat membantu menegakkan diagnosa 4. Dengan pemberian obat anti tuberkulosa yang adekuat biasanya pasien akan

    sembuh.

  • 2003 Digitized by USU digital library 8

    Kepustakaan : 1. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu penyakit

    dalam Jakarta Balai penerbit FKUI, 1996: 403-6 2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N,

    Rani A Buku ajar gartroenterologi hepatologi Jakarta : Infomedika 1990: 456-61 3. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed diagnosis.

    South Med J 1999:92:406-408. 4. Sandikci MU,Colacoglus,ergun Y.Presentation and role of peritonoscopy and

    diagnosis of tuberculous peritonitis. J Gastroenterol hepato 1992;7:298-301 5. Manohar A,SimjeeAE,Haffejee AA,Pettengell E.Symtoms and investigative

    findings in year period.Gut,1990;31:1130-2 6. Marshall JB.Tuberculosis of the gastrointestinal tract and peritoneum,AMJ

    Gastroenterol 1993;88:989-99 7. Sibuea WH,Noer S,Saragih JB,NapitupuluJB.Peritonitis tuberculosa di RS DGI

    Tjikini (abstrak) KOPAPDI IV Medan; 1978:131 8. Zain LH.Peran analisa cairan asites dan serum Ca 125 dalam mendiagnosa TBC

    peritoneum Dalam : Acang N, Nelwan RHH,Syamsuru W ed.Padang : KOPAPDI X,1996:95

    9. Spiro HM. Peritoneal tuberculosis : clinical gastroenterologi 4th ed New York ; Mc Graw hill INC 1993 : 551-2

    10. Sulaiman A. Peritonisis tuberculosa dalam : Hadi S, Thahir G, Daldiyono,Rani A,Akbar N. Endoskopi dalam bidang Gastroentero Hepatologi Jakarta : PEGI 1980:265-70

    11. Small Pm,Seller UM. Abdominal tuberculosis in : Strickland GT ed Hunters tropical medicine and emerging infection disease. 8th Philadelpia : WB Sounders Company 2000 : 503-4

    12. Mc Quid KR,Tuiberculous peritonitis in : Tierny LM,Mc Phee SJ,Papadakis MA. Current medical diagnosis & treatment 38th London Prentice hall Internastional 1999 : 561-62

    13. Lyche KD.Miscelaneous disease of the peritoneum & mesentery in : Grendell Jh,Mc Quaid KR, Friedman sl ed Current diagnosis & treatment Gastroenterologi New York : Prentice Hall international 1996 : 144-5

    14. Lombrana S,Vega dl, Linares et al.Tuberculous peritonitis ; Diagnostic value of ascitic flid PH and lactat. Scandinavian Journal Gastroenterology,1995;30:87-91

    15. Voight,Kalvaria I,Trey C, Berman P. Lombard C, Kirsdi PE, Diagnostic value of ascitites adenosin deaminase in tuberculous peritonitis Lancet 1989; 1:751-4

    16. Hafta A Adenosin deaminase activity in the diagnosis of peritoneal tuberculosis with cirrhosis http://wwwcu.edu.tr/fakulteler/tf/tfd/97-2-9.htm

    17. Fathy EM, EL Salam FA,Lashin AH et al A Comparative study of different procedures for diagnosis of tuberculous ascites : http: member, tripod. Com/ejimunology/prviuous/jan 99/jan99-9.html

    InsidensiPatogenesePatologi