responsi tb

47
BAB I PENDAHULUAN Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Di Indonesia maupun diberbagai belahan dunia, Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan kedua dijumpai di Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki urutan ketiga dengan penderita 583.000 orang. Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis. Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang mengandung basil berkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam paru-parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru. Menurut WHO (1999), di Indonenia setiap tahun terjadi 583 kasus baru dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya. Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990, jumlah kematian yang disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian kasus 1

Upload: maya-pramita

Post on 03-Jul-2015

191 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Responsi TB

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi yang masih

menjadi masalah kesehatan Masyarakat. Di Indonesia maupun diberbagai belahan

dunia, Penyakit tuberkulosis merupakan penyakit menular yang kejadiannya

paling tinggi dijumpai di India sebanyak 1.5 juta orang, urutan kedua dijumpai di

Cina yang mencapai 2 juta orang dan Indonesia menduduki urutan ketiga dengan

penderita 583.000 orang.

Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan bakteri

berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama Mycobacterium tuberkulosis.

Penularan penyakit ini melalui perantaraan ludah atau dahak penderita yang

mengandung basil berkulosis paru. Pada waktu penderita batuk butir-butir air

ludah beterbangan diudara dan terhisap oleh orang yang sehat dan masuk kedalam

paru-parunya yang kemudian menyebabkan penyakit tuberkulosis paru.

Menurut WHO (1999), di Indonenia setiap tahun terjadi 583 kasus baru

dengan kematian 130 penderita dengan tuberkulosis positif pada dahaknya.

Sedangkan menurut hasil penelitian kusnindar 1990, jumlah kematian yang

disebabkan karena tuberkulosis diperkirakan 105,952 orang pertahun. Kejadian

kasus tuberkulosa paru yang tinggi ini paling banyak terjadi pada kelompok

masyarakat dengan sosio ekonomi lemah.

Terjadinya peningkatan kasus ini disebabkan dipengaruhi oleh daya tahan

tubuh, status gizi dan kebersihan diri individu dan kepadatan hunian lingkungan

tempat tinggal.

Pada tahun 1995 pemerintah telah memberikan anggaran obat bagi

penderita tuberkulosis secara gratis ditingkat Puskesmas, dengan sasaran utama

adalah penderita tuberkulosis dengan ekonomi lemah. Obat tuberkulosis harus

diminum oleh penderita secara rutin selama enam bulan berturut-turut tanpa henti.

Untuk kedisiplinan pasien dalam menjalankan pengobatan juga perlu

diawasi oleh anggota keluarga terdekat yang tinggal serumah, yang setiap saat

dapat mengingatkan penderita untuk minum obat. Apabila pengobatan terputus

tidak sampai enam bulan, penderita sewaktu-waktu akan kambuh kembali

1

Page 2: Responsi TB

penyakitnya dan kuman tuberkulosis menjadi resisten sehingga membutuhkan

biaya besar untuk pengobatannya.

Penyakit tuberkulosis ini dijumpai disemua bagian penjuru dunia.

Dibeberapa negara telah terjadi penurunan angka kesakitan dan kematiannya,

Angka kematian berkisar dari kurang 5 - 100 kematian per 100.000 penduduk

pertahun. Angka kesakitan dan kematian meningkat menurut umur. Di Amerika

Serikat pada tahun 1974 dilaporkan angka insidensi sebesar 14,2 per 100.000

penduduk.

Di Sumatera Utara saat ini diperkiraka ada sekitar 1279 penderita dengan

BTA positif. Dari hasil evaluasi kegiatan Program Pemberantasan Tuberkulosa

paru, kota Medan tahun 1999/2000 ditemukan 359 orang penderita dengan insiden

penderita

2

Page 3: Responsi TB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi TBC

Tuberkulosis adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium

tuberculosis sistemis sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan

lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer.1

2.2 Etiologi

Penyebab dari tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculose, sejenis

kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 mikrometer dan tebal sekitar

0,3-0,6 mikrometer. Yang tergolong dalam kuman M. tuberculosis complex

adalah: 1. M tuberculosae. 2. Varian Asian. 3. Varian African I. 4. Varian African

II. 5. M. bovis. Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.2

2.3 Epidemiologi

Survei prevalensi TBC yang dilakukan di enam propinsi pada tahun 1983-

1993 menunjukkan bahwa prevalensi TBC di Indonesia berkisar antara 0,2 –

0,65%. Sedangkan menurut laporan Penanggulangan TBC Global yang

dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2004, angka insidensi TBC pada tahun 2002

mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya

diperkirakan merupakan kasus baru. Perkiraan prevalensi, insidensi dan kematian

akibat TBC dilakukan berdasarkan analisis dari semua data yang tersedia, seperti

pelaporan kasus, prevalensi infeksi dan penyakit, lama waktu sakit, proporsi kasus

BTA positif, jumlah pasien yang mendapat pengobatan dan yang tidak mendapat

pengobatan, prevalensi dan insidens HIV, angka kematian dan demografi.4

Saat ini Survei Prevalensi TBC yang didanai GFATM telah dilaksanakan

oleh National Institute for Health Research & Development (NIHRD) bekerja

sama dengan National Tuberculosis Program (NTP), dan sedang dalam proses

penyelesaian. Survei ini mengumpulkan data dan dilakukan pemeriksaan dahak

dari 20.000 rumah tangga di 30 propinsi. Studi ini akan memberikan data terbaru

3

Page 4: Responsi TB

yang dapat digunakan untuk memperbarui estimasi insidensi dan prevalensi,

sehingga diperoleh perkiraan yang lebih akurat mengenai masalah TBC.4

Dari data tahun 1997-2004 terlihat adanya peningkatan pelaporan kasus

sejak tahun 1996. Yang paling dramatis terjadi pada tahun 2001, yaitu tingkat

pelaporan kasus TBC meningkat dari 43 menjadi 81 per 100.000 penduduk, dan

pelaporan kasus BTA positif meningkat dari 25 menjadi 42 per 100.000

penduduk. Sedangkan berdasarkan umur, terlihat angka insidensi TBC secara

perlahan bergerak ke arah kelompok umur tua (dengan puncak pada 55-64 tahun),

meskipun saat ini sebagian besar kasus masih terjadi pada kelompok umur 15-64

tahun.4

Resiko penularan setiap tahun (Annual Risk of Tuberculosis Infection =

ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan berfariasi antara 1-2 %. Pada

daerah dengan ARTI sebesar 1 %, berarti setiap tahun diantara 1000 penduduk, 10

(sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak

akan menjadi penderita TB, hanya 10 % dari yang terinfeksi yang akan menjadi

penderita TBC. Dari keterangan tersebut diatas, dapat diperkirakan bahwa daerah

dengan ARTI 1 %, maka diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 (seratus)

penderita tuberkulosis setiap tahun, dimana 50 % penderita adalah BTA positif.

Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita TBC

adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya karena gizi buruk atau

HIV/AIDS.2

2.4 Faktor Risiko TBC

Faktor risiko menderita TBC dibagi menjadi : 5

1. Faktor Risiko Infeksi TBC

Faktor risiko infeksi TBC terpenting adalah pajanan terhadap orang dewasa

yang infeksius. Selain itu, tempat tinggal di daerah endemis, daerah dengan

prevalensi TBC yang tinggi, kemiskinan, lingkungan yang tidak sehat (tempat

penampungan atau panti perawatan yang penuh sesak, sirkulasi udara yang

tidak baik) juga merupakan faktor risiko infeksi TBC.5-6

2. Faktor Risiko Penyakit TBC

Anak usia ≤ 5 tahun mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi

menjadi sakit TBC karena imunitas selulernya belum berkembang sempurna.

4

Page 5: Responsi TB

Namun risiko ini berkurang seiring pertambahan usia. Bayi < 1 tahun yang

terinfeksi TBC 43%-nya akan menjadi sakit TBC, sedangkan anak usia 1-5

tahun yang menjadi sakit hanya 24%, usia remaja 15%, dan dewasa 5-10%.

Faktor risiko lain adalah pada penderita TBC yang tidak mendapat

pengobatan adekuat, keadaan imunokompromais misalnya malnutrisi, HIV,

keganasan, pengobatan imunosupresi, diabetes melitus, dan gagal ginjal

kronis.6-7

2.5 Patogenesis TBC

Penyakit TBC dapat berkembang pada seseorang melalui dua cara. Yang

pertama dapat terjadi pada seseorang yang telah beberapa tahun terinfeksi TBC

dan telah sembuh sempurna. Ketika kesehatannya menurun karena penyakit lain

seperti AIDS atau diabetes, atau karena penyalahgunaan alkohol maupun

kurangnya kepedulian terhadap kesehatan karena menjadi tuna wisma, infeksi

TBC dapat menjadi penyakit TBC. Pada cara ini, seseorang dapat menjadi sakit

beberapa bulan atau bahkan beberapa tahun setelah mereka menghirup kuman

TBC.6

Cara yang lain terjadi jauh lebih cepat. Terkadang ketika seseorang

pertama kali menghirup kuman TBC, tubuhnya tidak mampu melindungi diri

terhadap penyakit ini. Kuman tersebut kemudian berkembang menjadi penyakit

TBC aktif dalam beberapa minggu.5 Seseorang dengan TBC aktif akan menjadi

sangat infeksius dan dapat menyebarkan TBC ke orang lain. 7

Infeksi M. tuberculosis

Kuman mati ←Fagositosis oleh makrofag alveolus paru

Kuman hidup dan berkembang biak Masa inkubasi

2-12 minggu

Pembentukan fokus primer

Penyebaran limfogen

Penyebaran hematogen

Kompleks primer

Uji tuberkulin (+) ← Terbentuk imunitas spesifik seluler

5

Page 6: Responsi TB

Sakit TBC Infeksi TBC

Komplikasi kompleks primer Imunitas optimal

Komplikasi penyebaran hematogen

Komplikasi penyebaran limfogen

↓ ↓

Meninggal Sembuh → Sakit TBC

Reaktivasi/infeksi

Gambar 1. Patogenesis TBC1

Kuman TBC dalam droplet nuclei yang terhirup dapat mencapai alveolus.

Masuknya kuman TBC ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis

nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TBC di mana sebagian

besar kuman TBC akan hancur. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag

tidak mampu menghancurkan kuman TBC dan kuman akan bereplikasi dalam

makrofag. Kuman TBC dalam makrofag yang terus berkembang biak akan

menyebabkan makrofag mengalami lisis, dan kuman TBC membentuk koloni di

tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TBC di jaringan paru disebut fokus

primer Ghon.5

Dari fokus primer, kuman TBC menyebar melalui saluran limfe menuju

kelenjar limfe regional. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di

saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika

fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang terlibat

adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks

paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar

(limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak kuman TBC masuk sampai terbentuk

kompleks primer secara lengkap disebut masa inkubasi TBC. Masa inkubasi TBC

biasanya berlangsung antara 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12

minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah

103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.5

6

Page 7: Responsi TB

Pada minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik

kuman TBC sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap

tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya

kompleks primer ini, infeksi TBC primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut

ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu

timbulnya respon positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji

tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler

tubuh terhadap TBC telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem

imun yang berfungsi baik, ketika sistem imun seluler berkembang, proliferasi

kuman TBC terhenti. Namun sejumlah kecil kuman TBC dapat tetap hidup dalam

granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TBC baru yang masuk ke

dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya

mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah

mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan

mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya tidak sesempurna

fokus primer di jaringan paru. Kuman TBC dapat tetap hidup dan menetap selama

bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang

terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus

primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis dan pleuritis fokal.

Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan

keluar melalui brokus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).

Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal saat awal

infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat

terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan

hiperinflasi di segmen distal paru. Obstruksi total dapat menyebabkan atelektasis.

Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis dapat merusak dan menimbulkan

erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TBC endobronkial atau

membentuk fistula. Masa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus

sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering

disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.5

7

Page 8: Responsi TB

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat

terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman

menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan

pada penyebaran hematogen, kuman TBC masuk ke dalam sirkulasi darah dan

menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang

menyebabkan TBC disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk

penyebaran hematogenik tersamar (occult hematogenic spread). Melalui cara ini,

kuman TBC menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak

menimbulkan gejala klinis. Kuman TBC kemudian akan mencapai berbagai organ

di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang memiliki

vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks

paru atau lobus atas paru. Di berbagai tempat tersebut, kuman TBC akan

bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler

yang akan membatasi pertumbuhannya.5

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi

pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.

Fokus ini pada umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi

berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial ini disebut sebagai

fokus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun,

fokus Simon ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TBC di organ

terkait, misalnya meningitis, TBC tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogen

generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,

sejumlah besar kuman TBC masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh

tubuh. Hal ini dapat menyebabkan manifestasi klinis penyakit TBC secara akut,

yang disebut TBC diseminata. TBC diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan

setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi

kuman TBC yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis

diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem pejamu (host) dalam mengatasi

infeksi TBC, misalnya pada balita.

8

Page 9: Responsi TB

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic

spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui

cara ini akan mempunyai ukuran lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari

gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut (millet

seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,

yang secara histologik merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic

spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu proses perkijuan menyebar ke

saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TBC akan masuk dan

beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TBC akibat penyebaran tipe ini tidak

dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini dapat

terjadi secara berulang.

2.6 Klasifikasi Tuberkulosis

Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para kinikus, ahli

radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakattentang

keseragaman klasifikasi tuberculosis. Dari sistem lama diketahui beberapa

klasifikasi seperti:7

a. Pembagian secara patologis

- Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)

- Tuberculosis post primer (adult tuberculosis)

b. Pembagian secara aktivitas radiologis tuberculosis paru (Koch

pulmonum) aktif, non aktif dan quiescent (bentuk aktif yang mulai

menyembuh)

c. Pembagian secara radiologis (luas lesi)

- Tuberculosis minimal; terdapat sebgaian kecil infiltrate non kavitas

- Moderately advance tuberculosis; ada kavitas dengan diameter

tidak lebih dari 4cm. Bila bayangannya kasar tidak lebih dari

sepertiga bagian satu paru.

- Far advance tuberculosis; terdapat infiltrat dan kavitas yang

melebihi keadaan paa moderately advance tuberculosis

9

Page 10: Responsi TB

Pada tahun 1974 american thoracic society memberikan klasifikasi baru yang

diambil berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.

a. Kategori 0: tidak pernah terpajan, tidak terinfeksi, riwayat kontak

negative, tes tuberculin negative.

b. Kategori I: terpajan tuberculosis, tapi tidak terbukti ada infekksi.

Disini riwayat kontak positif, tes tuberculin negative.

c. Kategori II: terinfeksi tuberculosis, tapi tidak sakit. Tes tuberculin

positif, radiologis dan sputum negative.

d. Kategori III: terinfeksi tuberculosis dan sakit.

Di Indonesia klasifikasi yang paling sering dipakai adalah berdasarkan kelainan

klinis, radiologis dan mikrobiologis: 7

a. Tuberculosis paru

b. Bekas tuberculosis paru

c. Tuberculosis paru tersangka yang terbagi dalam

1. Tuberculosis paru tersangka yang diobati, disini sputum BTA

negative, tetapi tanda-tanda lainnya positif

2. Tuberculosis paru tersangka yang tidak diobati, disini sputum

BTA negatif, tetapi gejala yang lain juga meragukan.

Dalam 2-3 bulan, TB tersangka ini sudah harus diperhatikan apakah termasuk TB

paru (aktif) atau bekas TB paru. Dalam klasifikasi ini perlu dicantumkan:

a. Status bakteriologi

b. Mikroskopik sputum BTA

c. Biakan sputum BTA

d. Status radiologis, kelainan yang relevan untuk tuberculosis paru

e. Status kemoterapi, riwayat pengobatan dengan obat anti tuberculosis

Pada tahun 1991, WHO berdasarkan terapi membagi TB kedalam 4 kategori:

a. Kategori I:

- Kasus baru dengan sputum positif

- Kasus baru dengan bentuk TB berat

b. Kategori II:

- Kasus kambuh

- Kasus gagal dengan sputum BTA positif

10

Page 11: Responsi TB

c. Kategori III:

- Kasus BTA negative dengan kelainan paru yang tidak luas

- Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

d. Kategori IV:

- TB kronik

Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis

1. Tuberkulosis paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA

positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB

positif.

d. 1 atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen

dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif

dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria

diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative

b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberculosis.

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi

pengobatan

Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan 6

1) Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah minum OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

2) Kambuh (relaps) adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah

mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh,

didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

11

Page 12: Responsi TB

3) Pengobatan setelah putus berobat adalah pasien yang telah berobat dan

putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.

4) Gagal (Failure) adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap

positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama

pengobatan.

5) Pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang

memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

6) Lain-lain adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas.

Seperti kasus kronis, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih

positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.7 Gejala Klinis

Pasien dengan tuberculosis datang dengan berbagai macam keluhan, atau

sering juga tanpa keluhan sama sekali. Keluhan yang paling sering diantaranya

adalah:

a. Demam

Demam biasanya subfebril (sumer-sumer) menyerupai demam influenza.

Tetapi kadan-kadang panas badan dapat mencapai 40-410C. serangan demam

pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah

seterusnya, sehingga pasien merasa tidak pernah lepas dari demam ini.

b. Batuk/batuk darah

Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena ada iritasi dari bronkus.

Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Karena

terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru

terjadi setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru-paru, yaitu berminggu-

inggu bahkan berbulan-bulan. Sifat batuk dimulai dai batuk tidak berdahak,

kemudian setelah timbul peradangan terjadi batuk berdahak. Keaaan lanjut adlah

batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebnyakan batuk darah

pada tuberculosis terjadi pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding

bronkus.

c. Sesak nafas

12

Page 13: Responsi TB

Sesak nafas timbul jika inflitrasi sudah mengenai setengah bagian paru-paru ,

yaitu pada stadium penyakit yang sudah lanjut.

13

Page 14: Responsi TB

d. Nyeri dada

Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah

sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadinya gesekan sewaktu

pasien menarik dan menghembuskan nafas, sehingga terasa sangat nyeri.

e. Malaise

Penyakit tuberculosis bersifat radang yang menahu. Gejala malaise sering

ditemukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin kurus, sakit

kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat

dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

2.8 Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik terhadap keadaan umum pasien sering ditemukan,

konjungtiva mata pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau

berat badan menurun. Selanjutnya, pada pemeriksaan fisik pasiensering tidak

menunjukkan suatu kelainan pun, terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah

terinfiltrasi secara asimptomatik. Demikian juga bila fokus penyakit yang terletak

didalam, akan sulit menemukan kelainan pada pemeriksaan fisik, karena hantran

getaran suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru sulit dinilai dengan palpasi,

perkusi, auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, tb paru sulit

dubedakan dengan pneumonia biasa.

Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apek

(puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrate yang agak luas maka, didapatkan

perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronchial. Akan didapatkan juga

suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi bila infiltrate

ini diliputi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi vesicular melemah. Bila

terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi akan menjadi hipersonor atau timpani

dan auskultasi memberikan suara amforik.

Pada tuberculosis paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering

ditemukan atropi dan retraksi otot-otot interkostal. Bagian paru yang sakit akan

menciut dan menarik bagian paru yang lainnya dan mediastinum. Bila

tuberculosis mengenai pleura, sering terjadi efusi pleura. Paru yang sakit terlihat

14

Page 15: Responsi TB

agak tertinggal dalam pernafasan.perkusi ditemukan suara yang sangat pekak, dan

auskultasi memberikan suara nafas yang lemah bahkan sampai tidak terdengar.

2.9 Pemeriksaan Radiologis

Pada saat ini pemeriksaan dada merupakan hal yang sangat praktis dan

murah untk menemukan lesi pada tuberculosis. Lkasi lesi umumnya ditemukan

pada apeks paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus bawah),

tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau didaerah hilus

menyerupai tumor paru.

Pada awal penyakit, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti

awan, dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diikuti jaringan

ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas, lesi ini

dikenal sebagai tuberkuloma. Ditemukan juga gambaran kavitas bila penyakitnya

sudah lanjut. Pada TB milier ditemukan gambaran bercak-bercak halus yang

umumnya tersebar merata pada lapang paru.

Pada satu foto sering ditemukan gambaran yang bermacam-macam,

biasanya pada penyakit yang sudah lanjut. Gabarannya dapat berupa, infiltrate,

garis-garis fibrosis, kalsifikasi, kavitas (non sklerotik dan sklerotik) maupun

atelektasis dan emfisema.

2.10 Pemeriksaan Laboratorium

2.10.1 Darah Lengkap

Pada saat tuberculosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit

yang meningkat. Jumlah limfosit dibawah normal. Laju endap darah mulai

meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan

jumlah limfosit meninggi. Hasil pemeriksaan darah yang lain juga didapatkan,

anemia ringan dengan gambaran normokromik normositer, gama globulin

meningkat dan kadar natrium darah menurun. 5

2.10.2 Sputum

Pemeriksaan sputum sangat penting karena dapat menemukan kuman TB,

dan diagnosis TBC sudah dapat dipastikan. Disamping itu pemeriksaan sputum

15

Page 16: Responsi TB

juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan.

Dilakukan pemeriksaan dahak Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).

S (Sewaktu): dahak dikumpulkan saat suspek TB dating berkunjung

pertama kali. Pada saat pulang suspek membawa sebuah pot dahak untuk

mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua.

P (Pagi): Dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas

kesehatan.

S (Sewaktu): Dahak dikumpulkan di unit pelayanan kesehatan pada hari

kedua, saat menyerahkan dahak pagi.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain ditemukan 5000 kuman dalam 1

ml sputum. 5

2.11 Diagnosis5

Diagnosis pasti penyakit tuberculosis adalah dengan menemukan kuman

mycobacterium tuberculosis dala sputum atau jaringan paru secara biakaan.

Diagnosis TB paru dapat ditegakkan dengan pemeriksaan fisik dan anamnesis dan

radiologis. WHO tahun 1991 memberikan kriteria pasien tuberculosis paru.

a. Pasien dengan sputum BTA positif:

1. Pasien yang dengan pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis

ditemukan BTA, sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan, atau

2. Satu sputum dengan hasil positif disertai dengan gambaran radiologis

sesuai dengan TB aktif.

3. Satu sediaan sputumnya positif disertai biakan yang positif.

b. Pasien dengan sputum BTA negative

1. Pasien yang pada pemeriksaan sputumnya tidak ditemukan BTA

sedikitnya pada dua kali pemeriksaan tetapi pada gambaran radiologis

mendukung TB

2. Pada pemeriksaan sputum negative, tetapi biakannya positif.

16

Page 17: Responsi TB

Selain TB paru erdapat juga TB ekstra paru, yaitu pasien dengan kelaianan

histologist atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien

dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil mycobacterium

tuberculosae.

2.12 Strategi DOTS6

Sejak tahun 1995 , program pemberantasan tuberkulosis paru di Indonesia telah

dilaksanakan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse

chemotherapy) yang direkomendasi oleh WHO. Penanggulangan dengan strategi

DOTS dapat memberikan tingkat kesembuhan yang tinggi (DepKes RI, 2002).

Strategi DOTS, sesuai rekomendasi WHO, terdiri atas 5 komponen yaitu :

1. Komitmen politis dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan

dana.

2. Diagnosis tuberkulosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

3. Pengobatan dengan panduan Obat Anti Tuberkulosis dengan pengawasan

langsung oleh pengawas menelan obat (PMO).

4. Kesinambungan ketersediaan obat jangka pendek dengan mutu terjamin.

5. Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan

dan evaluasi program penanggulangan tuberculosis.

Pengobatan dengan pengawasan oleh pengawas minum obat (PMO). PMO

mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses kesembuhan penderita.

Kita bisa membayangkan bahwa minum obat saja dengan penyakit biasa kadang-

kadang kita lupa minum obat dengan tepat waktu atau lupa sama sekali dan itu

pun tidak mempunyai efek besar kalau berhenti minum obat. Namun, berbeda

halnya dengan penderita TBC di mana mereka harus menjalani masa pengobatan

sekitar enam bulan. Obat harus diminum sesuai aturannya, baik jumlahnya,

jenisnya maupun waktunya. Dengan kompleksnya masalah ini sehingga tidak

sedikit penderita TB yang drop out, gagal berobat karena mereka bosan. Ada

beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang PMO yaitu :

1. Seseorang yang dikenal, disetujui, baik oleh petugas kesehatan maupun

penderita, selain itu harus dihormati oleh penderita.

2. Seseorang yang tinggal dekat dengan penderita

17

Page 18: Responsi TB

3. Bersedia membantu penderita dengan sukarela

4. Bersedia dilatih dan mendapat penyuluhan bersama-sama dengan

penderita

Menurut Buku Pedoman TB Nasional (2002) ada beberapa tugas seorang

PMO yaitu :

1. Mengawasi penderita TBC secara langsung agar menelan obat anti

tuberkulosis secara teratur sesuai dengan dosis dan waktu yang sudah

ditentukan.

2. Memberi dorongan kepada penderita TBC agar mau menelan obat anti

tuberkulosis secara teratur.

3. Memberikan informasi mengenai penyakit TBC kepada penderita TBC

2.13 Panduan Obat Anti Tuberkulosis6

Pengobatan penderita tuberkulosis paru bertujuan untuk menyembuhkan

penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, mencegah resistensi dan

memutuskan rantai penularan Obat diberikan dalam bentuk kombinasi dari

beberapa jenis, dalam jumlah cukup dan jenis yang tepat selama 6-8 bulan, supaya

semua kuman (termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Pengobatan dilakukan

dengan pengawasan langsung oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO),

untuk menjamin kepatuhan penderita menelan ohat (DepKes RI., 2002).

2.13.1 Jenis dan Dosis Obat6

1. Isoniazid (H), dikenal dengan INH, bersifat bakterisidal, dapat membunuh

90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini

efektif terhadap kuman yang sedang berkembang. Dosis harian yang

dianjurkan 5 mg/kgBB

2. Rifampisin (R), bersifat bakterisidal, dapat membunuh kuman yang tidak

dapat dibunuh oleh Isoniasid. Dosis 10 mg/kgBB.

3. Pirasinamid (Z), bersifat bakterisidal dapat membunuh kuman yang berada

dalam sel dengan suasana asam, dosis harian yang dianjurkan adalah 25

mg/kgBB.

4. Streptomisin (S)

18

Page 19: Responsi TB

Bersifat bakterisidal, dosis yang dianjurkan 15 mg/kgBB

5. Etambutol (E), bersifat sebagai bakteristatik, dosis harian yang dianjurkan

15 mg/kgBB.

Obat TBC diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis, dalam

jumlah cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan, supaya semua kuman

(termasuk kuman persisten) dapat dibunuh. Dosis tahap intensif dan dosis tahap

lanjutan ditelan sebagai obat tunggal, sebaiknya pada saat perut kososng. Apabila

paduan obat yang digunakan tidak adekuat (jenis,dosis dan jangka waktu

pengobatan ), kuman TBC akan berkembang menjadi kuman kebal obat, untuk

menjamin kepatuhan perlu dilakukan pengawasan langsung oleh seorang

pengawas menelan obat (PMO). Tahap pengobatan intensif, penderita mendapat

obat setiap hari dan diawasi langsung untuk menjaga kepatuhan dan mencegah

timbulnya resistensi, bila pengobatan tersebut diberikan secara tepat , biasanya

penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu dan

sebagian besar penderita TBC BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) pada

akhir pengobatan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit,

namun jangka waktu yang lebih lama.

Program nasional penanggulangan TBC di Indonesia menggunakan panduan

OAT :

Kategori I : 2HRZE/4H3R3

Kategori II : 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

Kategori III : 2HRZ/4H3R3

19

Page 20: Responsi TB

Tabel II.1

Panduan Pemberian OAT pada penderita TBC di Indonesia

KATEGORI PADUAN OBAT UNTUK PENDERITA

TUBERKULOSISINTENSIF LANJUT

I 2 HRZE

2 HRZS

4 H3R3

4 HR

6 HE

- TBC Paru Baru BTA (+)

- TBC Paru BTA(-),

Rontgen (+) sakit berat

- TBC Ekstra paru sakit

berat

II 2 HRZES

1 HRZE

5 H3R3E3

5 HRE

- TBC Paru BTA(+),

kambuh

- TBC Paru BTA (+),

gagal

- TBC Paru BTA (+),

penobatan ulang karena

lalai

III 2 HRZ 4 H3R3

4 HR

6 HE

- TBC Paru BTA (-)

Rontgen (+) sakit ringan

- TBC Ekstra paru ringan.

2.14 Pemantauan Dan Hasil Pengobatan Tb

Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan

pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara

mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam

memantau kemajuan pengobatan. Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk

memantau kemajuan pengobatan karena tidak spesifik untuk TB. Untuk

memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua

kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila kedua

spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif,

hasil pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil

pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

20

Page 21: Responsi TB

Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

Dikutip dari Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes RI 2007

21

Page 22: Responsi TB

Tatalaksana Pasien yang Berobat Tidak Teratur

Dikutip dari Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes RI 2007

2.15 Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya

Tabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan

gejala.

Efek Samping Ringan OAT

22

Page 23: Responsi TB

Dikutip dari Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes RI 2007Efek Samping Berat OAT

Dikutip dari Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Depkes RI 2007

Jika seorang pasien dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

Pada UPK Rujukan penanganan kasus-kasus efek samping obat dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

• Bila jenis obat penyebab efek samping itu belum diketahui, maka pemberian

kembali OAT harus dengan cara “drug challenging” dengan menggunakan

obat lepas. Hal ini dimaksudkan untuk menentukan obat mana yang

merupakan penyebab dari efek samping tersebut.

• Efek samping hepatotoksisitas bisa terjadi karena reaksi hipersensitivitas atau

karena kelebihan dosis. Untuk membedakannya, semua OAT dihentikan dulu

kemudian diberi kembali sesuai dengan prinsip dechallenge-rechalenge. Bila

23

Page 24: Responsi TB

dalam proses rechallenge yang dimulai dengan dosis rendah sudah timbul

reaksi, berarti hepatotoksisitas karena reakasi hipersensitivitas.

• Bila jenis obat penyebab dari reaksi efek samping itu telah diketahui, misalnya

pirasinamid atau etambutol atau streptomisin, maka pengobatan TB dapat

diberikan lagi dengan tanpa obat tersebut. Bila mungkin, ganti obat tersebut

dengan obat lain. Lamanya pengobatan mungkin perlu diperpanjang, tapi hal

ini akan menurunkan risiko terjadinya kambuh.

• Kadang-kadang, pada pasien timbul reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid

atau Rifampisin. Kedua obat ini merupakan jenis OAT yang paling ampuh

sehingga merupakan obat utama (paling penting) dalam pengobatan jangka

pendek. Bila pasien dengan reaksi hipersensitivitas terhadap Isoniasid atau

Rifampisin tersebut HIV negatif, mungkin dapat dilakukan desensitisasi.

Namun, jangan lakukan desensitisasi pada pasien TB dengan HIV positif

sebab mempunyai risiko besar terjadi keracunan yang berat.

Bagan Monitoring Hepatotoksisitas pada pengobatan OAT

24

Page 25: Responsi TB

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Dwi Margianti

Umur : 26 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Pegawai Laundry

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status : Menikah

Pendidikan : Tamat SLTA

Alamat : Br. Bayuh Sari, Bukit Unggasan

MRS : 24 April 2011

Tanggal pemeriksaan : 29 April 2011

3.2 ANAMNESIS

Riwayat penyakit sekarang

Keluhan utama: Batuk darah

Penderita mengeluh batuk darah sejak 12 jam sebelum MRS. Batuk darah

sebanyak 2 kali. Yang pertama 12 jam sebelum MRS dengan volume kira-kira 2

sendok makan dan yang kedua yaitu 2 jam sebelum MRS dengan volume kira-kira

setengah gelas air mineral. Darah yang dikeluarkan berwarna merah segar dan

tanpa dahak. Sebelumnya penderita mengalami batuk biasa sejak 1 minggu

sebelum MRS, sering setiap hari dengan dahak kental berwarna keputihan. Batuk

biasanya muncul dan memberat jika aktivitas kerja pasien mulai banyak. Dan

dengan keluhan batuknya ini kadang membuat aktivitas pasien menjadi menurun.

Saat pemeriksaan batuk darah sudah tidak dikeluhkan lagi, pasien hanya

mengeluh batuk biasa seperti sebelumnya.

Awalnya 2-3 hari sebelum keluhan batuk muncul, penderita mengalami

panas badan. Panas dikatakan hanya sumer-sumer dan hilang timbul. Panas turun

25

Page 26: Responsi TB

setelah diberikan obat penurun panas (parasetamol). Setiap episode panas, panas

hanya berlangsung sekitar 2-3 hari.

Penderita juga mengeluh mengalami penurunan berat badan. Penurunan

berat badan dikatakan perlahan-lahan, mencapai hingga lebih dari 5 kg dalam 6

bulan terakhir. Keluhan ini bersamaan dengan nafsu makan yang menurun dan

badan terasa lemas.

Keluhan pilek, hidung tersumbat, sering berkeringat pada malam hari,

sesak napas, dan nyeri dada disangkal.

Riwayat Penyakit Dahulu

Sebelumnya penderita sudah mengalami batuk sejak 6 bulan terakhir.

Batuk awalnya kering, lama kelamaan disertai dahak. Dahak yang keluar

dikatakan dengan konsistensi kental berwarna keputihan. Penderita hanya

memeriksakan dirinya ke puskesmas atau klinik terdekat, dan diberi obat batuk.

Keluhannya membaik tetapi tidak lama setelah itu batuknya muncul lagi.

Riwayat penyakit sistemik lain seperti hipertensi, diabetes mellitus,

asma,alergi dan penyakit jantung disangkal.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Penderita mengatakan bahwa dalam keluarganya tidak ada yang mederita

keluhan batuk darah seperti penderita. Dan tidak ada yang mempunyai riwayat

batuk lama maupun riwayat penyakit TBC. Tidak ditemukan riwayat penyakit

jantung, hipertensi, kencing manis, dan alergi pada anggota keluarga lainnya.

Riwayat Pribadi dan Sosial

Pasien adalah seorang pegawai laundry. Pasien tidak merokok dan tidak

pernah mengkonsumsi minuman keras atau jamu.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK (29 APRIL 2011)

Tanda vital:

Kondisi umum : sedang

Kesadaran : compos mentis

GCS : E4 V5 M6

26

Page 27: Responsi TB

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 88x/menit regular

Respiratory rate : 20 x/menit

Temperatur axila : 37,70C

Berat badan : 45 kg

Tinggi badan : 150 cm

IMT : 20,0 kg/m2

Pemeriksaan Umum:

Mata : konjunctiva pucat -/-; sklera kuning -/-; reflek pupil +/+ isokor;

edema palpebra -/-

THT : faring hiperemi (-), mukosa hidung hiperemi (-), sekret (-)

Leher : JVP + 0 cmH20, pembesaran kelenjar (-)

Thorax : Simetris

Cor

Inspeksi : tidak tampak pulsasi iktus kordis

Palpasi : iktus kordis teraba di ICS V, 1 jari MCL kiri

Perkusi : batas atas jantung ICS II

batas bawah jantung kanan ICS V PSL kanan

batas kiri jantung sulit dievaluasi

Auskultasi : S1,S2 tunggal regular, murmur tidak ada

Pulmo

Inspeksi : simetris (aktif dan pasif), retraksi suprasternal dan

supraclavicular (-)

Palpasi : vokal fremitus N/meningkat

Perkusi : sonor/redup

Auskultasi : vesikuler +/+; ronki -/+; wheezing -/-

Abdomen : distensi (-), bising usus (+) normal,

nyeri tekan ulu hati (-), asites (-), hepar/lien tidak teraba

Ekstremitas : hangat + + edema - -

+ + - -

27

Page 28: Responsi TB

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

24 APRIL 2011

Darah Lengkap

Pemeriksaan Hasil Normal

WBC 11.9 4.10-11.00

RBC 3.99 4-5.20

HGB 11.4 12.0-16.0

MCH 28.8 26.0 – 34.0

MCHC 34.2 31.0-36.0

MCV 83.6 80.0 – 100

HCT 33.3 36.0-46.0

PLT 332 140-440

Neutrofil 8.6 (72.6%) 2.5 – 7.5 (47.0% –

80.0%)

Lymfosit 1.6(13.6%) 1.0 – 4.0 (13.0 –

40.0%)

Monosit 1.5 (13.0%) 0.1-1.2 (2.0-

11.0%)

Eosinofil 0.1 (0.6%) 0.0-0.5(0.0-5.0%)

Kimia darah

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

SGOT 13.00 11,00 - 33,00

SGPT 6.00 11,00 – 50,00

Albumin 2.50 3,40 - 4,80

Analisis Gas Darah

28

Page 29: Responsi TB

Pemeriksaan Hasil Normal

pH 7.47 7.35-7.45

p CO2 37.00 35-45

p O2 68.00 80-100

Hct 36.00 37-49

HCO3- 26.90 22-26

Tco2 28.00 24-30

BE (B) 3.20 -2-2

SO2c 94.0 95%-100%

Thorax foto

Radiologi

Rontgen Thorax AP:

CTR sulit dievaluasi

Infiltrat (+) di lapangan paru kiri, cavitas (+)

Sudut phrenicocostal kanan dan kiri tajam

Diafragma : normal

Tulang-tulang: tampak scoliosis thorakalis dengan konveksi ke kanan

Kesan: TB Paru

Scoliosis thorakalis

Pengecatan BTA

29

Page 30: Responsi TB

Tgl Bahan Hasil

25/4/2011 Sputum I +1

26/4/2011 Sputum II +2

26/4/2011 Sputum III +2

4 DIAGNOSIS KERJA

- TB paru BTA (+) kasus baru

5 PENATALAKSANAAN

- IVFD NS 20 tts/menit

- OAT kategori 1

- Bromhexim syr 3 x CI

- Paracetamol tab 3x 500 mg

Dosis obat Antituberkulosis kombinasi dosis tetap

Fase Intensif Fase Lanjutan

2 bulan 4 bulan

BB (kg) Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu

(RHZE)

150/75/400/275

(RHZ)

150/75/400

(RHZ)

150/150/500

(RH)

150/75

(RH)

150/150

38-54 3 3 3 3 3

- Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE/ 4 RH atau 2 RHZE/ 6 HE

atau 2 RHZE/ 4R3H3

3.6 MONITORING

- Vital sign

- Keluhan

3.7 PROGNOSIS

30

Page 31: Responsi TB

Dubius ad bonam.

31