gonitis tb

49
1 BAB I DATA KASUS 1.1 Identitas Pasien - Nama : Ny. S - Umur : 52 tahun - Alamat : Bantur - Kelamin : Perempuan - Pekerjaan : IRT - Status : Menikah - Pendidikan : SMP - Tanggal MRS : 24-12-2012 - No. Register : 163332 1.2 Anamnesis Keluhan Utama : Lutut kiri mengeluarkan nanah Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang dengan keluhan lutut kiri mengeluarkan nanah. 2 minggu yang lalu pasien mengeluh lutut kiri nyeri dan mulai membengkak. Pasien mengaku tidak dapat meluruskan lutut kirinya. 1 minggu kemudian lutut kiri tampak semakin membengkak, dan kemudian timbul luka dan mengeluarkan cairan

Upload: diana-ayu-ii

Post on 16-Feb-2015

455 views

Category:

Documents


46 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gonitis TB

1

BAB IDATA KASUS

1.1 Identitas Pasien

- Nama : Ny. S

- Umur : 52 tahun

- Alamat : Bantur

- Kelamin : Perempuan

- Pekerjaan : IRT

- Status : Menikah

- Pendidikan : SMP

- Tanggal MRS : 24-12-2012

- No. Register : 163332

1.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Lutut kiri mengeluarkan nanah

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang

dengan keluhan lutut kiri mengeluarkan nanah. 2 minggu yang lalu pasien

mengeluh lutut kiri nyeri dan mulai membengkak. Pasien mengaku tidak

dapat meluruskan lutut kirinya. 1 minggu kemudian lutut kiri tampak

semakin membengkak, dan kemudian timbul luka dan mengeluarkan

cairan seperti nanah. Pasien merasakan keluhan nyeri pada sendi lain,

hanya saja tidak membengkak. Pasien mengaku mengidap penyakit flu

tulang sejak 1 tahun yang lalu dan telah mengkonsumsi obat selama 6

bulan. Pasien tidak batuk dan tidak sesak. Tidak ada riwayat darah tinggi,

sakit gula, sakit jantung, maupun asma yang diderita pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riw. MRS : April 2011 mengidap flu

tulang dan dirawat di RS yang sama.

Page 2: Gonitis TB

2

- Riw. Penyakit Jantung : Disangkal

- Riw. Hipertensi : Disangkal

- Riw. Diabetes Mellitus : Disangkal

- Riw. Asma : Disangkal

- Riw. Sakit Kejang : Disangkal

- Riw. Alergi Obat : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga

- Riw. Penyakit Jantung : Disangkal

- Riw. Hipertensi : Disangkal

- Riw. Diabetes Mellitus : Disangkal

- Riw. Asma : Disangkal

- Riw. Sakit Kejang : Disangkal

- Riw. Alergi Obat : Disangkal

Riwayat Kebiasaan

- Olahraga : Jarang

- Merokok : Disangkal

- Minum Alkohol : Disangkal

Riwayat Pengobatan

Pada bulan April 2011 pasien MRS dengan diagnosis flu tulang.

Selanjutnya pasien rutin mengkonsumsi obat dari dokter selama 6 bulan.

Anamnesis Sistem

1. Kulit

Tidak ada gatal, tidak kering, tidak ada keluhan.

2. Kepala

Pusing (-), rambut kepala tidak rontok, tidak ada luka maupun benjolan.

3. Mata

Penglihatan kabur (-).

4. Hidung

Tidak ada kelainan bentuk.

5. Telinga

Page 3: Gonitis TB

3

Pendengaran baik, tidak berdengung, dan tidak ada cairan yang keluar.

6. Mulut

Tidak ada sariawan dan tidak kering.

7. Tenggorokan

Tidak ada nyeri menelan maupun suara serak.

8. Pernafasan

Tidak ada sesak, tidak ada batuk.

9. Kardiovaskuler

Tidak ada nyeri, tidak berdebar-debar.

10. Gastrointestinal

Tidak ada mual, muntah, maupun diare, tidak ada nyeri perut.

11. Genitourinaria

Tidak ada keluhan, dalam batas normal.

12. Neurologik

Tidak lumpuh, tidak ada rasa tebal pada kaki maupun kesemutan.

13. Psikiatri

Emosi stabil, tidak mudah marah.

14. Muskuloskeletal

Nyeri sendi (+), nyeri lutut kiri, lutut kiri mengeluarkan nanah, lutut

kiri luka.

15. Ekstremitas

Atas kanan : Nyeri sendi (+)

Atas kiri : Nyeri sendi (+)

Bawah kanan : Nyeri sendi (+)

Bawah kiri : Nyeri lutut kiri (+), luka (+), mengeluarkan nanah

1.3 Pemeriksaan Fisik

Status present (24-12-2012)

1. Keadaan Umum : Tampak lemah

2. Kesadaran : Composmentis, GCS 4 5 6

3. Tanda Vital

- Tensi : 130/70 mmHg

Page 4: Gonitis TB

4

- Nadi : 92 x/menit

- RR : 22 x/menit

- T°ax : 36,9 °C

4. BB : 40 kg, TB : 160 cm, status gizi kesan kurang.

Kulit : cianosis (-), ikterik (-), turgor menurun (-).

Kepala :

- Mata : anemi (-/-), ikterik (-/-), edema palpebra (-/-).

- Wajah : simetris.

- Mulut : stomatitis (-), hiperemi pharing (-), pembesaran tonsil (-).

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar tonsil (-).

Thorax :

- Paru :

o Inspeksi : pergerakan nafas simetris, tipe pernafasan

thorakoabdominal, retraksi costae (-/-).

o Palpasi : teraba massa abnormal (-/-), pembesaran kelenjar

axilla (-/-).

o Perkusi : sonor (+/+), hipersonor (-/-), pekak (-/-).

o Auskultasi : vesikuler (+/+), suara nafas menurun (-/-),

Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-).

Jantung :

o Inspeksi : iktus cordis tak teraba

o Palpasi : thrill (-)

o Perkusi : batas jantung normal

o Auskultasi : denyut jantung reguler

Abdomen :

o Inspeksi : tak tampak pembesaran abdomen.

o Palpasi : shuffle, tidak ada asites, tidak ada defans

muskuler, tidak ada pembesaran hepar maupun lien, tidak ada

pulsasi abnormal.

o Perkusi : timpani.

o Auskultasi : bising usus (+) normal.

Page 5: Gonitis TB

5

Ekstremitas Regio genu sinistra

o Look : deformitas (-), sianosis(-), edema (+), ulkus (+),

hiperemi (+).

o Feel : krepitasi (-), nyeri tekan (+), teraba hangat (+).

o Move : pergerakan pasif terbatas karena nyeri.

1.4 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Nilai Normal

Darah Lengkap 24-12-2012

Hb 8,5 g/dl 12 – 16 g/dl

LED 83 mm/jam 0-20 mm/jam

Hitung leukosit 8.160 /cmm 4000 – 11.000 /cmm

Hitung trombosit 494.000 /cmm 150.000 – 450.000 /cmm

Hitung eritrosit 4,02 juta /cmm 3 – 6 juta /cmm

Hematokrit 28,1 % 37 – 47 %

Kimia Darah 24-12-2012

GDS 132 mg/dl < 140 mg/dl

SGOT 11 u/l < 36 u/l

SGPT 7 u/l < 36 u/l

Ureum 17 mg/dl 20-40 mg/dl

Kreatinin 0,56 mg/dl 0,5 - 0,9 mg/dl

Darah Lengkap 25-12-2012

Hb 8,5 g/dl 12 – 16 g/dl

LED 83 mm/jam 0-20 mm/jam

Hitung leukosit 9.940 /cmm 4000 – 11.000 /cmm

Hitung trombosit 451.000 /cmm 150.000 – 450.000 /cmm

Hitung eritrosit 3,92 juta /cmm 3 – 6 juta /cmm

Hematokrit 28,0 % 37 – 47 %

Hitung jenis 0 / 0 / 91 / 6 / 3 1-5 / 0-1 / 50-70 / 20-35 /

Page 6: Gonitis TB

6

3-8

PTT 13,4 detik Kontrol : 12,3 detik

APTT 24,6 detik Kontrol : 19,2 detik

Kimia Darah 25-12-2012

GDP 82 mg/dl 70 – 115 mg/dl

GD2PP 101 mg/dl < 140 mg/dl

SGOT 9 u/l < 36 u/l

SGPT 4 u/l < 36 u/l

Ureum 19 mg/dl 20-40 mg/dl

Kreatinin 0,42 mg/dl 0,5 - 0,9 mg/dl

Pemeriksaan Imunofluorescen 25-12-2012

CEA 81,49 mg/L < 2,5 mg/L

Foto Rontgen 26-12-2012

Interpretasi hasil rontgen thorax AP

Cor : Besar dan bentuk dalam batas normal.

Pulmo : Tampak infiltrat pada paru kanan kiri bawah, paru kiri lapang tengah.

Sinus phrenicocostalis tajam.

Hemidiafragma normal.

Tulang : Lesi litik pada costae.

Kesimpulan

Page 7: Gonitis TB

7

Susp. KP

Interpretasi hasil rontgen skull AP-Lateral

Tulang calvaria baik.

Trabekulasi tulang baik.

Bentuk dan posisi sella baik.

Tak tampak lesi abnormal.

Tak tampak fraktur.

Kesimpulan

Tidak ada kelainan yang tampak dari foto ini

Page 8: Gonitis TB

8

Interpretasi hasil rontgen pelvic AP

Allignment baik.

Trabekulasi tulang baik.

Celah dan permukaan seni baik.

Tak tampak lesi abnormal.

Tak tampak fraktur.

Kesimpulan

Tak ada kelainan yang tampak dari foto ini

Interpretasi hasil rontgen genu AP-Lateral

Allignment baik.

Trabekulasi tulang baik.

Tak tampak lesi abnormal.

Tak tampak fraktur.

Kesimpulan

Tak ada kelainan yang tampak dari foto ini

EKG 29-12-2012

Interpretasi EKG

Irama sinus, gelombang P, Q, R, S, T dalam batas normal.

Kesimpulan

Dalam batas normal

Page 9: Gonitis TB

9

1.5 Ringkasan

Pasien datang ke UGD RSUD Kanjuruhan Kepanjen Malang dengan keluhan

lutut kiri mengeluarkan nanah. 2 minggu yang lalu pasien mengeluh lutut kiri

nyeri dan mulai membengkak. Pasien mengaku tidak dapat meluruskan lutut

kirinya. 1 minggu kemudian lutut kiri tampak semakin membengkak, dan

kemudian timbul luka dan mengeluarkan cairan seperti nanah. Pasien merasakan

keluhan nyeri pada sendi lain, hanya saja tidak membengkak. Pasien mengaku

mengidap penyakit flu tulang sejak 1 tahun yang lalu dan telah mengkonsumsi

obat selama 6 bulan. Pasien tidak batuk dan tidak sesak. Tidak ada riwayat darah

tinggi, sakit gula, sakit jantung, maupun asma yang diderita pasien.

Dari pemeriksaan tanda vital didapatkan tensi 130/70 mmHg, nadi 92

x/menit, RR 22 x/menit, dan T°ax 36,9 °C. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

Ekstremitas Regio genu sinistra

o Look : deformitas (-), sianosis(-), edema (+), ulkus (+), hiperemi (+).

o Feel : krepitasi (-), nyeri tekan (+), teraba hangat (+).

o Move : pergerakan pasif terbatas karena nyeri.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, trombositosis, neutrofilia,

dengan CEA dan LED tinggi. Dari hasil foto rontgen thorax AP didapatkan susp.

KP.

1.6 Diagnosis

Gonitis Tuberculosis Sinistra.

1.7 Rencana Tindakan

- Transfusi PRC 2 kolf

- IVFD RL 20 tpm

- Inj. Ceftazidine 2 x 1 g

- Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

- Puasa sejak jam 24.00

- EKG basal

Page 10: Gonitis TB

10

- Pro debridement

1.8 Laporan Operasi

LAPORAN OPERASI

No. Register : 163332

Nama : Ny. S Alamat : Bantur

Umur : 52 tahun IRNA : Diponegoro

Ahli bedah : dr. Satriyo Aji, Sp.OT

Asisten: Ari

Perawat : Slamet

Tanggal operasi : 29 Desember 2012 Jaringan yang di excisi/incisi : Sinovial

Pukul operasi

Dimulai : 09.45 WIB Dikirim untuk : Pemeriksaan PA

Ya TidakSelesai : 11.30 WIB

Lama operasi : 105 menit

Jenis anastesi : regional

Diagnosa : Gonitis Tuberculosis Sinistra

Prabedah

Diagnose : Gonitis Tuberculosis Sinistra

Pasca bedah

Tindahan : 1. Debridement

Pembedahan 2. Sinovektomi

3. Wiring

Klasifikasi :

Darurat Mayor

Terencana (+) Medium

Rawat jalan Minor

Laporan pembedahan :

o Eksisi abses

o Debridement

o Potong sampel jaringan sinovial

o Pasang wire

o Jahit luka

Page 11: Gonitis TB

11

Instruksi pasca bedah :

o Inj. Ciprofloxacin 2 x 400 mg

o Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

o Kirim jaringan ke PA dan kultur

o Bed rest

o Mobilisasi perlahan

1.9 Status Anestesi

Keterangan Umum

Nama penderita : Ny. S

Umur : 52 thn

Jenis kelamin : Perempuan

Tanggal : 29 Desember 2012

Ahli bedah : dr. Satriyo Aji, Sp.OT

Ahli anestesi : dr. Joni Budi, Sp.An

Assisten bedah : Ari, Slamet

Perawat anestesi : Siti Maimunah

Diagnose pra bedah : Susp. Gonitis Tuberculosis Sinistra

Diagnose pasca bedah : Gonitis Tuberculosis Sinistra

Jenis pembedahan : Debridement

Jenis anastesi : Regional

Keadaan Pra Bedah

Keadaan umum : Gizi kurang

Tekanan darah : 100/80

Nadi : 80x/mnt

Pernapasan : 16x/mnt

Suhu : 36,2°C

Berat badan : 40 Kg

Golongan darah : O

Hb : 11,5 gr%

Lekosit : 9.820 /cmm

Page 12: Gonitis TB

12

PCV : 35,9 %,

Status Fisik : ASA 3 Elektif

Posisi : Supine

Teknik anestesi : Spinal

Pernafasan : Spontan

1.10 Obat Anestesi

1. Metoklopramid 10 mg

2. Buvanest 15 mg

3. Midazolam 1 mg

4. Efedrin HCl 10 mg

5. Efedrin HCl 10 mg

6. Ketorolac 30 mg

RR N TD Waktu

40 220

36 180

32 160

28 160 140

24 140 120

20 120 100

16 100 80

12 80 60

8 60 40

40 20

0 0

Anest/Operasi

O2 2 L/mnt

N2O 2 Lmnt

Halotan ... vol%

Etran ... vol%

11.4511.1510.4510.1509.45

A> O> <O

Page 13: Gonitis TB

13

Eter ... vol%

Infus Transfusi

Keterangan

V sistolik O nadi A->anestesi mulai O-> operasi mulai

ˆ diastolic X nafas <-A anastesi berakhir <-O operasi berakhir

BB pasien = 40 kg

Jumlah cairan didapat Kebutuhan Maintenance Stress operasi

(selama op 105 menit) = 2 cc x kgBB (op. sedang)

= RL 500 cc x 2 flash = 80 cc/jam = 5 x kgBB

= 1000 cc = 200 cc/jam

EBV ABL

= 75 cc x kgBB = 15% EBV

= 3000 cc = 450 cc

Jumlah perdarahan Transfusi Whole blood Gelofusine 1 fl

± 250 cc

Follow up tanggal 30 Desember 2012

S = Nyeri luka

O = KU : cukup, vital sign : T = 100/70 mmHg, N = 85x/mnt, S = 36,7˚C

A = Post debridement a/i gonitis TB hari ke-1

P = IVFD RL 20 tpm

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

Inj. Ciprofloxacin 2 x 400 mg

Follow up tanggal 31 Desember 2012

S = Nyeri luka

O = KU : cukup, vital sign : T = 110/70 mmHg, N = 88x/mnt, S = 36,2˚C

A = Post debridement a/i gonitis TB hari ke-2

P = IVFD RL 20 tpm

Page 14: Gonitis TB

14

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

Inj. Ciprofloxacin 2 x 400 mg

Follow up tanggal 1 Januari 2013

S = Nyeri luka

O = KU : cukup, vital sign : T = 100/70 mmHg, N = 80x/mnt, S = 36,5˚C

A = Post debridement a/i gonitis TB hari ke-3

P = IVFD RL 20 tpm

Inj. Ketorolac 3 x 30 mg

Inj. Ciprofloxacin 2 x 400 mg

1.11 Diskusi Penatalaksanaan

Anestesi untuk tindakan debridement pada pasien ini menggunakan

regional anastesi dengan teknik anastesi spinal.

 Preoperatif

        Pasien dijadwalkan untuk menjalani debridement elektif. Makan minum

distop dimulai sejak jam 24.00. Selama menunggu operasi (dari jam 24.00 –

08.00) pasien diinfus dengan RL. Keadaan pasien tampak cukup, tekanan darah

100/80 mmHg, nadi 80 x/menit, RR 16 x/menit, suhu 36,2˚C.

 Premedikasi

        Sebelum obat anestesi diberikan pasien diberi obat premedikasi yaitu

midazolam 1 mg dan metoklopramid 10 mg.

Induksi

Obat yang diberikan adalah Buvanest (Bupivacaine HCl) dengan dosis 15

mg dengan menggunakan teknik anastesi spinal.

Maintenance

          Selama operasi berlangsung pasien diobservasi tekanan darah, nadi, dan

pernafasannya. Sekitar 30 menit setelah operasi dimulai, tekanan darah pasien

berangsur turun, sehingga diberikan efedrin HCl 10 mg sebanyak 2 kali. Pasien

diberi ketorolac 30 mg 10 menit sebelum operasi selesai.

Recovery

        Setelah operasi selesai dan pasien dalam keadaan sadar, pasien dipindahkan

ke ruang recovery dan diobservasi berdasarkan Aldrete Score. Jika Aldrete Score

Page 15: Gonitis TB

15

≥ 8 dan tanpa ada nilai 0 atau Aldrete Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan

ke bangsal. Pada pasien ini didapatkan Aldrete Score 10, maka pasien bisa

dipindahkan ke bangsal.

Kriteria Penilaian Berdasarkan Aldrete Score

No. Penilaian Nilai

1. Warna

Merah muda

Pucat

Sianotik

2

1

0

2. Pernafasan

Dapat bernafas dalam dan batuk

Dangkal namun pertukaran udara adekuat

Apnea atau obstruksi

2

1

0

3. Sirkulasi

Tensi menyimpang <20% dari normal

Tensi menyimpang 20-50% dari normal

Tensi menyimpang >50% dari normal

2

1

0

4. Kesadaran

Sadar, siaga dan orientasi

Bangun namun cepat kembali tertidur

Tidak berespon

2

1

0

5. Aktivitas

Seluruh ekstremitas dapat digerakkan

Dua ekstremitas dapat digerakkan

Tidak bergerak

2

1

0

Instruksi Pasca Bedah

1. Awasi keadaan umum, tensi, nadi, respirasi, suhu, perdarahan,

setiap 15 menit.

2. Posisi : Tidur telentang dengan bantal 1 besok siang.

3. Makan : Sadar baik, mual (-), muntah (-), coba MSS.

4. Infus : RL 80 cc/jam.

5. Obat :

o Sesuai ortopedi

Page 16: Gonitis TB

16

o Inj. Metoclopramide 10 mg k/p

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis Tulang

Mycobacterium tuberculosis telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia

pada tahun 1993, WHO mencanangkan kedaruratan global penyakit TB, karena

pada sebagian besar negara di dunia penyakit TB tidak terkendali, terutama

penderita TB menular.7

Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 9 juta penderita

baru TB dengan kematian 3 juta orang (WHO, treatment of tuberculosis,

guidelines for national programes, 1997). Di negara-negara berkembang,

kematian TB merupakan 25% dari seluruh kematian. Diperkirakan 95% penderita

TB berada di negara berkembang, 75% penderita TB adalah kelompok usia

produktif (15-50 tahun).7

Di Indonesia pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga

(SKRT) menunjukan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor 3

setelah penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran pernafasan pada semua

kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.7

Tahun 1999, WHO memperkirakan setiap tahun terjadi sekitar 583.000 kasus TB

baru dengan kematian karena TB sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan

setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru TB paru BTA

positif.7

Timbulnya TB tulang terjadi pada tahun-tahun terakhir ini, penyakit ini

belum tuntas diberantas. Kondisi ini masih lebih sering terjadi dibandingkan

tumor tulang primer, lesi kemerahan, dan kelainan bentuk yang mengakibatkan

kelumpuhan, yang dahulu sering ditemukan dan kini jarang terlihat.3

Penyebaran secara hematogen dari infeksi tulang dianggap berasal dari paru-paru

dan mungkin terjadi ketika infeksi primer atau dari post primary focci.

Page 17: Gonitis TB

17

Radiografi thorak, menunjukkan penyakit aktif TB sedikitnya 50% dari kasus.

Organisme ini rupanya memiliki masa dormant dan kemudian dapat menjadi aktif

lagi. Bacillus ini berada di dalam spongiosa dari metafisis tulang panjang.

Pengaruh pada Colum vertebral ada dalam 50% kasus. Lesi biasanya tunggal,

walaupun ada juga gambaran multifokal kistik pada tulang. Gambaran ini sering

terjadi pada anak-anak,3

2.1.1 Definisi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis dengan gejala yang bervariasi dan ditandai dengan pembentukan

tuberkel dan nekrosis kaseosa pada jaringan setiap organ yang terinfeksi.6

Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan destruktif yang

disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara hematogen dari fokus jauh,

dan hampir selalu berasal dari paru-paru. Penyebaran basil ini dapat terjadi pada

waktu infeksi primer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anak-

anak.4

2.1.2 Epidemiologi

Tuberkulosis tulang belakang merupakan kejadian yang paling umum dari

tuberkulosis tulang dan itu terjadi sekitar 50% dari semua kasus tuberkulosis

tulang hampir 88% tentang kasus infeksi atau peradangan tulang belakang yang

kronis adalah tuberculous asal. Area predileksi yang utama adalah tulang

belakang, pinggul, lutut, kaki, siku, tangan, dan bahu. Rahang bawah (mandibula)

dan sendi temperomandibular adalah daerah yang paling sedikit kejadiannya.2

Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang,

biasanya di daerah vertebra torakal atau vertebra lumbal, dan jarang terdapat di

darah vertebra servikalis.4

2.1.3 Etiologi

Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium tuberculosis. Kuman ini

dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M. intracellular. Pada

manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama masuknya infeksi pada organ

lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.

Page 18: Gonitis TB

18

2.1.4 Patofisiologi

Beberapa penderita tuberkulosis, osteoarticular merupakan hasil

penyebaran secara hematogen dari suatu infeksi primer fokus jauh. Fokus primer

mungkin terjadi di paru-paru atau di limfonodi mediastinum, mesentry, daerah

cervical, dan ginjal. Infeksi menjangkau sistem tulang melalui saluran vaskuler,

yang biasanya arteri sebagai hasil bacillemia atau kadang-kadang di dalam tulang

belakang (axial skeleton) melalui vena plexus Batson’s. Tuberkulosis tulang dan

sendi dikatakan akan berkembang 2 sampai 3 tahun setelah fokus primer.2

Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat

infeksi timbul osteitis, kaseasi, dan likuifaksi dengan pembentukan pus yang

kemudian dapat mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik,

maka pembentukan tulang baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak

ada sama sekali. Disamping itu periostitis dan sekwester hampir tidak ada. Pada

tuberkulosis tulang ada kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau

diskus intervertebra.4

2.1.5 Gejala Klinis

Pada arthritis tuberkulosis berlangsung lambat, kronik, dan biasanya hanya

mengenai 1 sendi, keluhan biasanya ringan, dan makin lama makin berat disertai

perasaan lelah pada sore dan malam hari, subfebris, dan penurunan berat badan.

Keluhan yang lebih berat seperti panas tinggi, malaise, keringat malam, anoreksia

biasanya bersamaan dengan tuberkulosis milier.5

Pada sendi, mula-mula jarang timbul gambaran yang khas seperti pada

arthritis yang lainnya. Tanda awal berupa bengkak, nyeri, dan keterbatasan

lingkup gerak sendi. Kulit diatas daerah yang terkena teraba panas, kadang-

kadang malah dingin, berwarna merah kebiruan. Bisa terjadi sendi berada dalam

kedudukan fleksi berkelanjutan dan mungkin disertai tenosinovitis.5

Pada anak-anak dapat ditemukan spasme otot pada malam hari (night start).

Mungkin disertai demam, tapi biasanya ringan. Pada kasus yang berat, kelemahan

otot bisa terjadi sedemikian cepatnya menyerupai kelumpuhan.5

Page 19: Gonitis TB

19

Bila pinggul yang terkena, maka terjadi kelemahan tungkai dengan sedikit

rasa tidak enak. Dalam keadan yang lanjut dan berat, pasien sukar menggerakkan

dan mengangkat tungkai pada sendi pinggul yang terkena, disertai rasa sakit yang

sangat mengganggu disekitar paha dan daerah pinggul tersebut.5

Tuberkulosis vertebra (penyakit Pott) biasanya terjadi didaerah thorakolumbal.

Penyakit Pott merupakan 50% dari seluruh kasus tuberkulosis tulang dan sendi.

Pada mulanya seluruh kasus tuberculosis tulang dan sendi. Pada mulanya proses

tejadi di bagian depan diskus intervertebra, menyebabkan penyempitan ruang

diskus, memberi keluhan nyeri punggung yang menahun, kemudian disertai

munculnya kifosis runcing akibat remuknya korpus vertebra yang terkena yang

disebut gibbus. Gangguan neurologis terjadi karena terkenanya spinal cord atau

adanya meningitis.5

2.1.6 Penegakan Diagnosis

Di negara berkembang diagnosis tuberkulosis tulang dan sendi dapat

ditegakkan dengan pemeriksaan klinik dan radiologik.2 Penyakit tuberkulosis

tulang dapat mengenai hampir seluruh tulang, tapi yang paling sering adalah

tuberkulosis pada tulang panjang, tuberkulosis pada tulang belakang, tuberkulosis

pada trokanter mayor, daktilis tuberkulosis, artritis tuberkulosis, koksitis

tuberkulosis, tuberkulosis sendi lutut, tuberkulosis sendi bahu, dan tuberkulosis

sendi siku. Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan melihat tanda dan gejala

yang ada dan melakukan pemeriksaan laboratorium (LED meningkat, test sputum

BTA, test tuberculin), dan pada pemeriksaan radiologis dapat dilakukan foto

toraks PA karena penyakit TB tulang dapat disebabkan karena penyebaran dari

TB paru, jika ada kecurigaan infeksi pada tulang maka dapat dilakukan foto pada

tulang (foto polos posisi AP, lateral dan CT-Scan atau MRI).

Pemeriksaan radiologik pada penyakit tuberkulosis dapat dilakukan foto

toraks PA, lateral, dan fluoroskopi, ini dilakukan pada pasien yang dicurigai

adanya infeksi TB paru. Untuk menegakkan diagnosis pada penyakit TB tulang

dapat dilakukan foto polos tulang dan CT-Scan tulang.

a. Tuberkulosis pada Tulang Panjang

Pada tulang panjang, lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang

pada foto rontgen terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau

Page 20: Gonitis TB

20

lonjong. Pada permulaan, batas-batasnya tidak tegas tetapi pada proses yang

sudah kronis batasnya menjadi tegas. Kadang-kadang dengan sklerosis pada

tepinya. Sequestra mengecil dan diserap oleh jaringan granulasi. Dapat

ditemukan reaksi periosteal jika lesi lokal di dalam subkortikal, ini bukan

merupakan bentuk yang menonjol Lesi cepat menyeberangi garis epifiser

dan mengenai epifisis dan selanjutnya mengenai sendi. Proses dapat juga

bermula pada epifisis tulang panjang. Lesi pada diafisis jarang, dan lebih

jarang lagi pada bentuk lesi multiple cystic.3,4

b. Tuberkulosis pada Tulang Belakang

Lesi biasanya pada korpus vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat,

yaitu :

Dekat diskus intervertebra atas atau bawah, disebut tipe marginal, yang

sesuai dengan tipe metafiseal pada tulang panjang.

Di tengah korpus, disebut tipe sentral.

Di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal

Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan korpus

vertebra dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih

vertebra yang berdekatan. Karena bagian depan korpus vertebra paling

banyak mengalami destruksi disertai adanya kolaps, maka korpus vertebra

akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus.4

Abses paravertebral timbul cepat dan paling mudah dilihat di daerah torakal

karena adanya kontras paru-paru. Bila sudah lama akan timbul kalsifikasi

pada abses. Tidak terlihat adanya pembentukan tulang baru pada proses

yang aktif.4

Bila pengobatan berhasil, tanda-tanda penyembuhan pada vertebra yang

terkena dapat dilihat dari :

Densitas tulang yang kembali normal.

Rincian tulang terlihat lebih jelas.

Batas tulang yang menjadi lebih tegas.

Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan

diskus lambat terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang maka proses

selanjutnya adalah seperti pada tipe marginal.

Page 21: Gonitis TB

21

Pada tipe anterior, proses berlangsung di bawah periost dan meluas di

bawah ligamen longitudinal anterior. Kerusakan pada diskus terjadi lambat.4

c. Tuberkulosis pada Trokanter Mayor

Salah satu tulang yang sering terkena tuberkulosis adalah trokanter mayor,

terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Lesi dapat bermula pada tulang

atau bursa. Bila lesi bermula pada bursa, maka erosi pada tulang kadang-

kadang hanya superfisial dan akan sukar dilihat. Baik pada proses yang

dimulai pada tulang maupun bursa, dapat meluas ke sendi panggul.

Gambaran radiologik tuberkulosis pada trokanter mayor sama dengan pada

tulang panjang.3,4

d. Daktilis Tuberkulosis

Kelainan ini disebut juga spina ventosa (lesi pertama menjadi gambaran

radiologi pada anak-anak), menghasilkan gambaran yang khas. Spina

ventosa dalam arti kata sebenarnya adalah “tulang pendek yang dipompa

dengan udara” (a short bone inflated with air). Biasanya bisa dibedakan dari

daktilis karena sifilis, dimana tulang melebar karena penebalan tulang akibat

pembentukan kortikal tulang baru.3,4

e. Artritis Tuberkulosis

Proses bisa bermula pada sinovium atau pada tulang.

a. Proses mulai pada sinovium

Pada stadium dini tanda-tanda tidak khas, yang tampak ialah :

o Penebalan kapsul sendi.

o Sendi tampak suram dan sela sendi agak melebar karena efusi intra-

artikuler.

o Osteoporosis pada tulang-tulang sekitar sendi karena hyperemia.4

Sebaiknya dibuat foto sendi sebelahnya yang sehat untuk

perbandingan. Kemudian, hyperemia yang terjadi akan

menyebabkan percepatan maturasi ujung akhir tulang dan epifisis

apabila infeksi ini terjadi pada anak-anak. Trabekula tulang

menjadi samar dan korteksnya menipis.3,4

Ujung akhir tulang terkena juga. Begitu juga seluruh artikular

kortek akan menjadi samar, local marginal atau erosi permukaan

Page 22: Gonitis TB

22

akan terlihat. Pada stadium lebih lanjut timbul erosi pada tulang

dekat sendi yang bersifat local atau luas. Puncaknya kehilangan

ruang sendi akan terjadi tapi ini tidak semenonjol seperti yang

terjadi pada pyogenik artritis. Kerusakan pada tulang rawan relatif

lambat dibandingkan dengan arthritis purulenta dan bila ini terjadi

sela sendi akan menyempit.3,4

Kadang-kadang setengah dari sendi akan terinfeksi dan erosi tulang

terlihat pada permukaan tulang contigous. Fokus utama disini

adalah tulang, sebuah kombinasi tanda infeksi sinovial dan

metafiseal dan fokus destruksi epifiseal akan terjadi.3,4

b. Proses mulai pada tulang

Pada proses yang bermula pada tulang gambaran radiologiknya adalah

kombinasi dari proses tuberculosis pada metafisis-epifisis dan tanda-

tanda infeksi sinovium.4

f. Koksitis Tuberkulosis

Sering pada anak-anak. Proses dapat dimulai di asetabulum, sinovium,

epifisis femur, metafisis femur, atau trokanter mayor. Kadang-kadang

infeksi menyebar ke panggul dari fokus di dalam trochanter mayor atau

ischium. Lesi pada panggul mempunyai karakteristik dengan destruksi yang

banyak tetapi suatu perubahan yang tidak wajar sekarang jarang terlihat.

Semua tingkat kehilangan tulang dari kaput dan colum femur dapat

ditemukan. Penemuan yang sering adalah gambaran tonjolan bernama

“bird’s beak”. Ekspansi dan destruksi di dalam asetabulum kadang-kadang

membawa ke protrusio intrapelvik dari sendi panggul. Destruksi tulang

biasanya banyak, baik pada asetabulum maupun pada kaput femur. Kadang-

kadang kaput femur tidak dapat dilihat lagi. Bila destruksi pada asetabulum

banyak dapat menimbulkan protusio asetabuli. Diagnosis diferensial yang

penting adalah penyakit perthes, yaitu nekrosis avaskular dari kaput

femur.3,4

g. Tuberkulosis Sendi Lutut

Gonitis tuberkulosis termasuk sering dan gambaran radiologiknya sesuai

seperti yang diuraikan di atas.4

Page 23: Gonitis TB

23

h. Tuberkulosis Sendi Bahu

Kadang-kadang lesi pada kaput humerus besar dan berbentuk kistik

sehingga menyerupai giant cell tumor. Bila terdapat juga lesi pada glenoid,

maka maka kedua penyakit ini mudah dibedakan karena giant cell tumor

tidak menyeberangi sendi. Kadang-kadang lesi tuberculosis pada kaput

humeri kecil dan tanpa pembentukan pus serta gejalanya ringan dan dikenal

sebagai caries sicca.4

i. Tuberkulosis Sendi Siku

Destruksi tulang terutama pada olekranon dan ujung distal humerus. Fossa

olekrani menjadi dalam disebabkan erosi. Biasanya destruksi pada kaput

radius kurang dibandingkan dengan kedua tulang tadi. Diagnosis diferensial

yang penting adalah rheumatoid arthritis.4

2.1.7 Penatalaksanaan

Tujuan dari pengobatan tuberkulosis adalah untuk menyembuhkan

penderita, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, dan menurunkan tingkat

penularan.

Jenis dan dosis OAT, yakni :

Isoniazid

Dikenal dengan INH, bersifat bakterisida, dapat membunuh 90% populasi

kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif

terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang

berkembang. Dosis harian yang dianjurkan 5 mg/kgBB, sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu dengan dosis 10 mg/ kg BB.7

Rifampisin

Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman semi-dormant yang tidak

dapat dibunuh oleh isoniazid. Dosis 10 mg/kgBB diberikan sama untuk

pengobatan harian maupun intermiten 3 kali seminggu.7

Pirazinamid

Bersifat bakterisida, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel

dengan suasana asam. Dosis harian yang dianjurkan 25 mg/kgBB,

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu diberikan dengan

dosis 35 mg/kg BB.7

Page 24: Gonitis TB

24

Streptomisin

Bersifat bakterisida, dosis yang dianjurkan 15 mg/kg BB sedangkan untuk

pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama.

Penderita yang berumur sampai 60 tahun dosisnya 0,75 gr/hari, sedangkan

untuk berumur 60 tahun atau lebih diberikan 0,50 gr/hari.7

Etambutol

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg/kgBB

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis

30 mg/kgBB.7

Prinsip pengobatan

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi

langsung untuk mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT. Sedangkan

di tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama. Tahap lanjut ini penting untuk membunuh kuman

persistent sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.7

Panduan OAT di Indonesia

WHO merekomendasikan panduan OAT standart, yaitu :

Kategori 1 :

o 2HRZE/4H3R3

o 2HRZE/4HR

o 2HRZE/6HE

Kategori 2 :

o 2HRZES/HRZE/5H3R3E3

o 2HRZES/HRZE/5HRE

Kategori 3 :

o 2HRZ/4H3R3

o 2HRZ/4HR

o 2HRZ/6HE

Kategori 1 diberikan pada :

Page 25: Gonitis TB

25

o Penderita baru TB paru BTA positif.

o Penderita TB paru BTA negatif, rontgen positif, sakit berat.

o Penderita TB ekstra paru berat.

Tabel 2.1 : Panduan OAT Kategori 1

Tahap

Pengobatan

Lama

Pengobatan

Isoniazid

300 mg

Ripampisin

@450 mg

Pirazinamid

@S500 mg

Etambutol

500 mg

Jumlah kali

minum obat

Tahap intensif

(dosis harian)2 bln 1 1 3 3 60

Tahap

lanjutan(dosis

3xseminggu)

4 bln 2 1 - - 54

Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 Kg

Kategori 2 diberikan pada :

o Penderita kambuhan.

o Penderita gagal.

o Penderita dengan pengobatan setelah lalai.

Tabel 2.2 : Panduan OAT Kategori 2

Tahap Lama

pengobatan

INH

300 mg

Ripampisi

n 450 mg

Pirazinamid

@500 mg

Etambutol

250 mg 500

mg

Streptomisin

inj

Jumlah kali

minum obat

Tahap intensif

(dosis harian)

2 bln

1 bln

1

1

1

1

3

3

3 -

3 -

0,75 gr

-

60

30

Tahap lanjutan

(dosis

3xseminggu)

5 bln 2 1 - 1 2 - 66

Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 Kg

Kategori 3 diberikan pada :

o Penderita TB paru BTA negatif, rontgen positif sakit ringan.

Page 26: Gonitis TB

26

o Penderita ekstra paru ringan, yaitu TB kelenjar limfe, pleuritis eksudatif

unilateral, TB kulit, TB tulang, dan kelenjar adrenal.

Tabel 2.3 : Panduan OAT Kategori 3

Tahap

pengabatan

Lama

pengobatan

Isoniazid

300 mg

Rifampisin

@450 mg

Pirazinamid

@500 mg

Jumlah kali

minum obat

Tahap intensif

(dosis harian)2 bln 1 1 3 60

Tahap

lanjutan(dosis

3xseminggu)

4 bln 2 1 - 54

Keterangan : dosis tersebut diatas untuk penderita dengan BB antara 33-50 Kg

2.2 Anestesi Regional

2.2.1 Definisi

Anastesia adalah keadaan tidak sadar yang bersifat sementara karena

pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan.

Analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri pasien.8

Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan

penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi

spinal/subaraknoid disebut juga sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok

intratekal. Anestesi spinal dihasilkan bila kita menyuntikkan obat analgesik lokal

ke dalam ruang subarachnoid di daerah antara vertebra L2-L3 atau L3-L4 atau

L4-L5.9

2.2.2 Pembagian Anastesia Regional

1. Blok sentral (blok neuroaksial), yaitu meliputi blok spinal, epidural,

dan kaudal.

2. Blok perifer (blok saraf), misalnya blok pleksus brakialis, aksiler,

analgesia regional intravena dan lain-lain.

2.2.3 Indikasi dan Kontraindikasi

Indikasi :

Page 27: Gonitis TB

27

- Bedah ekstremitas bawah

- Bedah panggul

- Tindakan sekitar rektum perineum

- Bedah obstetrik ginekologi

- Bedah urologi

- Bedah abdomen bawah

- Pada bedah abdomen atas dan bawah pediatrik biasanya dikombinasikan 

dengan anesthesia umum ringan8

Kontra indikasi absolut :

- Pasien menolak 

- Infeksi pada tempat suntikan

- Hipovolemia berat, syok

- Koagulapatia atau mendapat terapi koagulan

- Tekanan intrakranial meningkat

- Fasilitas resusitasi minim

- Kurang pengalaman tanpa didampingi konsulen anestesi.8

Kontra indikasi relatif :

- Infeksi sistemik 

- Infeksi sekitar tempat suntikan

- Kelainan neurologis

- Kelainan psikis

- Bedah lama

- Penyakit jantung

- Hipovolemia ringan

- Nyeri punggung kronik 8

2.2.4 Persiapan dan Perlengkapan

Pasien sebelumnya diberi informasi tentang tindakan ini (informed

concent) meliputi pentingnya tindakan ini dan komplikasi yang mungkin terjadi.

Pemeriksaan fisis dilakukan meliputi daerah kulit tempat penyuntikan untuk

menyingkirkan adanya kontraindikasi seperti infeksi. Perhatikan juga adanya

Page 28: Gonitis TB

28

skoliosis atau kifosis. Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan adalah

penilaian hematokrit. Masa protrombin (PT) dan masa tromboplastin parsial

(PTT) dilakukan bila diduga terdapat gangguan pembekuan darah.

Kunjungan praoperasi dapat menenangkan pasien. Dapat dipertimbangkan

pemberian obat premedikasi agar tindakan anestesi dan operasi lebih lancar.

Namun, premedikasi tidak berguna bila diberikan pada waktu yang tidak tepat.

Tindakan anestesi spinal harus diberikan dengan persiapan perlengkapan

operasi yang lengkap untuk monitor pasien, pemberian anestesi umum, dan

tindakan resusitasi.

1. Jarum spinal dan obat anestetik spinal.

Jarum spinal memiliki permukaan yang rata dengan stilet di dalam lumennya dan

ukuran 16-G sampai dengan 30-G. Dikenal 2 macam jarum spinal, yaitu jenis

yang ujungnya runcing seperti ujung bambu runcing (jenis Quinke-Babcock atau

Greene) dan jenis yang ujungnya seperti ujung pensil (Whitacre). Ujung pensil

banyak digunakan karena jarang menyebabkan nyeri kepala pascapenyuntikan

spinal.

Obat anestetik lokal yang digunakan adalah prokain, tetrakain, lidokain,

atau bupivakain. Berat jenis obat anestetik lokal mempengaruhi aliran obat dan

perluasan daerah yang teranestesi. Pada anestesi spinal jika berat jenis obat lebih

besar dari berat jenis cairan serebrospinal (hiperbarik), akan terjadi perpindahan

obat ke dasar akibat gaya gravitasi. Jika lebih kecil (hipobarik), obat akan

berpindah dari area penyuntikan ke atas. Bila sama (isobarik), obat akan berada di

tingkat yang sama di tempat penyuntikan. Pada suhu 37°C cairan serebrospinal

memiliki beratjenis 1,003-1,008.

2. Kain kasa steril, povidon iodine, alkohol, dan duk.

2.2.5 Teknik Anastesi Spinal

Teknik analgesia spinal posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus

dengan tusukan pada garis tengah ialah posisi yang paling sering dikerjakan.

Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah lagi dan hanya diperlukan

sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30 menit

pertama akan menyebabkan menyebarnya obat

Page 29: Gonitis TB

29

1. Setelah dimonitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus.

Beri bantal kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang

stabil. Buat pasien membungkuk maximal agar processus spinosus mudah

teraba. Posisi lain adalah duduk.

2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka,

misal L2-L3, L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko

trauma terhadap medulla spinalis.

3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.

4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-

3ml.

2.2.6 Komplikasi

Komplikasi yang mungkin terjadi adalah nyeri saat penyuntikan, nyeri

punggung, sakit kepala, retensio urin, meningitis, cidera pumbuluh darah dan

saraf, serta anestesi spinal total.

BAB IIIPEMBAHASAN

Page 30: Gonitis TB

30

Pasien didiagnosa mengalami gonitis TB karena berdasarkan gejala

subjektif dan pemeriksaan klinis, yaitu pasien mengeluh nyeri pada lutut kiri

disertai dengan pembengkakan dan mengeluarkan nanah, serta tampak pada

pemeriksaan klinis didapatkan ulkus pada regio genu sinistra disertai terdapat pus.

Riwayat penyakit flu tulang diakui pasien dan keluarga, dan pernah menjalani

pengobatan selama 6 bulan tahun lalu. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan

hasil anemia, neutrofilia, trombositosis, dengan LED meningkat dan CEA

meningkat. Pemeriksaan rontgen thorax AP menyimpulkan adanya susp. KP.

Anestesi spinal adalah memasukkan obat anestesi lokal ke ruang

subarakhnoid untuk menghasilkan anestesi (hilangnya sensasi) dan blok fungsi

motorik.10 Anestesi spinal menekan saraf simpatis sehingga akan terlihat efek

parasimpatis lebih menonjol, dimana pada usus terjadi peningkatan kontraksi,

tekanan intralumen, dan terjadi relaksasi sfingter.11

Mual muntah merupakan gejala yang sering timbul akibat anestesi spinal

dan kejadiannya kurang lebih hampir 25%. Adapun penyebab mual muntah pada

anestesi spinal antara lain adalah :

a. Penurunan tekanan darah/hipotensi, merupakan penyebab terbesar yang

bila segera diatasi akan segera berhenti.

b. Hipoksia, merupakan penyebab terbesar kedua setelah hipotensi yang

dapat diatasi secara efektif dengan terapi oksigen.

c. Kecemasan atau faktor psikologis yang dapat diatasi dengan penjelasan

prosedur yang baik atau pemberian sedatif.

d. Pemberian narkotik sebagai premedikasi.

e. Peningkatan aktivitas parasimpatis, dimana blok spinal akan

mempengaruhi kontrol simpatetik gastrointestinal.

f. Refleks traksi dan manipulasi usus oleh operator.

Hipotensi yang bermakna setelah anestesi spinal sering terjadi meskipun

berbagai tindakan pencegahan telah dilakukan. 10,11

Tindakan untuk mencegah hipotensi setelah anestesi spinal antara lain

dilakukan dengan pemberian preload cairan dan vasopresor, Preload kristaloid

dilaporkan oleh beberapa peneliti tidak efektif mencegah hipotensi setelah

Page 31: Gonitis TB

31

anestesi spinal, sehingga kemudian berbagai penelitian menggunakan koloid

sebagai alternatif dan mendapatkan hasil yang bervariasi.11

Efedrin merupakan vasopresor yang paling sering digunakan dan

penelitian menunjukkan infus kontinyu efedrin lebih aman dan lebih baik

dibandingkan pemberian secara bolus intravena pada anestesi spinal. 10

Mekanisme utama penyebab hipotensi setelah anestesi spinal adalah blok

simpatis yang menyebabkan dilatasi arteri dan vena. Dilatasi arteri menyebabkan

penurunan tahanan perifer total dan tekanan darah sistolik sampai 30%. Dilatasi

vena dapat menyebabkan hipotensi yang berat sebagai akibat penurunan aliran

balik vena dan curah jantung.11

BAB IVPENUTUP

Page 32: Gonitis TB

32

4.1 Kesimpulan

Gonitis TB merupakan indikasi dilakukannya debridement. Anastesi

debridement dapat dilakukan dengan regional anastesi dengan teknik anastesi

spinal. Anestesi spinal menekan saraf simpatis sehingga akan terlihat efek

parasimpatis lebih menonjol. Anastesi spinal dapat menyebabkan penurunan

tekanan darah melalui penekanan saraf simpais yang menyebabkan vasodilatasi

pembuluh darah perifer, sehingga dapat diberikan efedrin HCl.

4.2 Saran

Dapat disarankan untuk para mahasiswa fakultas kedokteran untuk terus

mempelajari berbagai macam teknik anastesi sesuai kompetensi sebagai

penatalaksanaan tingkat pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Page 33: Gonitis TB

33

1. Suara Merdeka, 2001, TBC Jangkiti Peru Sebelum Bangsa Spanyol

Datang, Kamis,29 Nopember 2001, Hal : 7

2. Natarajan M., Tuberculosis of Skeletal System, cited on: Sunmed.org

3. David S., 1987, Tuberculosis of Bones and Joints, A Text Book of

Radiology and Imaging, Ed. 4 Vol.1, London, Hal : 253-257

4. Rasad S. et al, 1999, Infeksi Tulang dan Sendi, Radiologi Diagnostik,

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal : 62-73

5. Wongso S. et al, 1998, Tulang, Sendi dan Infeksi, Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Ed.3 jilid 1, FKUI, Jakarta, Hal : 145-150

6. Mansjoer, Arief., 2004. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Penerbit Media

Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, Hal :472-

476

7. Clip Image, 2002, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberculosis,

Ed.7, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, Hal : 37-53

8. Stevens RA. Neuroaxial block. In Brown DL, Factor DA.Regional

anesthesia and analgesia. 1st ed. Philadelphia: WB Saunders Co, 1996;

p.319.

9. Atkinson RS, Rushman GB, Lee JA. Spinal Analgesia. In: A Synopsis of

Anesthesia. 10th ed. Singapore: PG Publishing Pte Ltd, 1987; p.662-713.

10. Wylie WD, Churchill HC. Spinal and Epidural Block. A Practice of

Anesthesia. 5th ed.Singapore: PG Publishing Pte Ltd, 1986; p.856-88.

11. Snow JC. Spinal Anesthesia. Manual of Anesthesia. Tokyo: Igaku Shoin

Ltd,1980; p.167-

12. Morgan GE, Mikhael MS. Anesthesia for Ophthalmic Surgery. In: Clinical

Anesthesiology. 2nded. New Jersey: Prentice Hall International, 1996;

p.656-64.