makalah tb

Upload: ewie-oesman

Post on 09-Jul-2015

1.760 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia. Data WHO tahun 2006 menyatakan bahwa Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 kasus dan jumlah kematian sekitar 101.000 orang pertahun. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga atau SKRT tahun 2004 memperlihatkan bahwa insiden penyakit TB secara nasional telah turun dari 130/100.000 penduduk menjadi 110/100.000 penduduk.1

Gambar 1. Posisi TB Indonesia di dunia (2006)2 Diperkirakan pada tahun 1995 ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Kira-kira 95% dari kasus TB dan 98% kematian akibat TB di seluruh dunia terjadi pada negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Kematian TB ini merupakan 25% dari seluruh kematian yang sebenarnya dapat dicegah. Demikian juga dengan jumlah kematian wanita akibat TB lebih banyak daripada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas, di RS. Dr. M. Djamil Padang, ditemukan sebanyak 92% pasien TB yang dirawat di rumah sakit adalah penderita baru.1

1

Table 1. Estimasi terbaru dan kecenderungan indikator TB (2006)2

Indikator nasional yang dipakai untuk menentukan keberhasilan pencapaian program TB adalah angka penemuan penderita (Case Detection Rate) minimal 70%, angka kesembuhan (Cure Rate) minimal 85%, angka konversi (Conversion Rate) minimal 80% dan angka kesalahan laboratorium (Error Rate) maksimal 5%.1 Meskipun terdapat program kesehatan masyarakat yang paling efektif biaya untuk mengendalikan TBC, yaitu dengan strategi DOTS (Direcly Observed Treatmen Shorcource chemotherapy), beban penyakit TBC masih saja sangat tinggi. Pada tahun 2003, terdapat 8.8 juta kasus baru TBC, 15,4 juta kasus baru dan lama, serta diperkirakan 1,7 juta orang meninggal oleh karena TBC. Interaksi2,3

antara

TBC

dan

HIV

semakin

menambah

kompleksitas

permasalahannya. 100 ribu jiwa.5

Pemerintah berusaha menurunkan angka kejadian penyakit tuberkulosis

(TB). Sesuai target Tujuan Pembangunan Millenium.4 TB akan ditekan menjadi 222 kasus per

Propinsi Riau sampai saat ini program TBC telah menjangkau semua Puskesmas yang ada dan 5 Rumah sakit Pemerintah serta beberapa dokter praktek swasta dengan pendekatan DOTS. Situasi penyakit TBC di Riau menunjukan beberapa kemajuan, namun belum begitu mengembirakan. Untuk tahun 2006 angka penemuan kasus baru dengan BTA positif mengalami peningkatan dibanding tahun 2005 meskipun masih sangat jauh dari target Nasional yaitu 2.597 kasus (CDR 38,3%) dari suspek yang diperiksa sebanyak 5.534 (32%). Hal ini memberikan indikasi bahwa program belum bermakna dalam memutuskan mata rantai penularan penyakit Tuberkulosis. Meskipun angka penemuan masih jauh dari target Nasional, beberapa kemajuan telah tercapai terutama investasi sumber daya manusia melalui pelatihan yang telah dilaksanakan, penemuan penderita yang meningkat setiap tahunnya.3

2

Berdasarkan data dari profil puskesmas rawat inap muara fajar pekanbaru didapatkan bahwa penemuan kasus TB baru untuk wilayah kerja muara fajar hanya 3 orang, dimana hal tersebut masih jauh dari target nasional, dimana target untuk puskesmas muara fajar dalam menemukan kasus TB baru adalah sebanyak 16 kasus. Berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab program P2P didapatkan beberapa permasalah yang diantaranya yaitu : terjadi pergantian petugas yang bertanggung jawab terhadap program TB, dimana tidak terdapat komunikasi yang efektif antara petugas yang baru dan yang lama, sehingga harus duilang dari awal kembali Strategi yang digunakan oleh puskesmas dalam menemukan kasus TB baru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar adalah cara pasif promotive. Jika ada pasien dengan gejala batuk-batuk lebih 3 minggu datang berobat ke puskesmas di konsulkan ke dokter serta diberikan penyuluhan mengenai penyakitnya, kemudian diberikan wadah untuk menampung dahaknya untuk diperiksakan di laboratorium. Pasien dianjurkan untuk datang kembali ke puskesmas ke esokan harinya untuk memeriksakan dahak yang telah ditampung di dalam wadah yang telah diberikan. Identitas pasien di catat lengkap beserta alamat dan nomor telephon. Jika pasien tidak datang keesokan paginya pihak puskesmas akan menelepon pasien 1 x, jika tetap juga tidak datang, puskesmas tidak melakukan kunjungan rumah untuk menjemput dahak dan memotivasi pasien untuk menuntaskan pemeriksaan terhadap dirinya. Apalagi jika pasien tersebut tidak memiliki no telepon untuk di hubungi, maka akan banyak sekali kasus yang tidak diperiksa secara lengkap. Berdasarkan data dari buku register pasien TB tahun 2009 terdapat 28 pasien yang suspek TB paru tetapi hanya 10 orang yang memeriksakan sputumnya ke puskesmas, sehingga terdapat 18 kasus yang hilang. Selain itu puskesmas tidak melakukan penemuan suspek TB cara aktif selektif yaitu dengan melakukan kunjungan ke rumah-rumah masyarakat untuk menemukan kasus TB baru sekaligus melakukan konseling mengenai perilaku hidup bersih dan sehat terhadap masyarakat karena keterbatasan petugas yang melakukan pekerjaan tersebut. Hanya ada satu petugas, dimana beliau juga melakukan tugas-tugas yang lain di puskesmas. Kader TB juga belum terbentuk, hanya kader-kader posyandu yang merangkap menjadi kader TB, dimana tidak ada pembinaan khusus untuk kader ini. Disamping itu juga tidak ada pembinaan khusus terhadap PMO. PMOdiberikan penyuluhan singkat mengenai penyakit TB3

saat mendampingi pasien datang berobat ke puskesmas. Sehingga masih ada pasien yang DO (drop out) dari pengobatan. Dari data register pasien TB didapatkan bahwa dari 10 orang pasien TB, terdapat 3 orang yang DO dari pengobatan dan 7 orang lainnya sembuh. Pengetahuan masyarakat tentang TB juga masih rendah, dari 10 orang masyarakat yang di wawancara hanya 3 orang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang TB. Berdasarkan uraian dapat disimpulkan bahwa belum optimalnya penemuan kasus TB sebagai salah satu program P2P di Puskesmas rawat inap muara fajar. Oleh karena itu penulis mengangkat penelitian berjudul Optimalisasi penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 1.2 Tujuan kegiatan a. Tujuan umum Meningkatnya angka penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar b. Tujuan khusus 1. Teridentifikasinya masalah-masalah yang terdapat pada pemberantasan penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 2. Teranalisanya setiap permasalah yang ada pada masing-masing elemen kegiatan pemberantasan penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 3. Diketahuinya prioritas masalah yang terdapat pada kegiatan pemberantasan penyakit TB di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 4. Diperolehnya analisis penyebab maalah belum optimalnya penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 5. Diperolehnya beberapa solusi dan alternative pemecahan masalah dalam optimalisasi penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 6. Dilaksanakannya upaya pemecahan masalah pada optimalisasi penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. 7. Dilakukannya evaluasi kegiatan masalah pada optimalisasi penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan penyakit TB paru Banyak factor yang mempengaruhi keberadaan penyakit TB Paru. Disamping factor medis, factor sosio ekonomi dan budaya, sikap dan perilaku orang terhadap penyakit TB sangat mempengaruhi keberhasilan dalam penanggulangan penyakit TB. Factor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan :6 Faktor sarana Ditentukan oleh : Tersedianya obat yang cukup dan kontiniu Edukasi petugas pelayanan kesehatan yang baik Pemberian regimen OAT yang adekuat

Faktor penderita Ditentukan oleh : Pengetahuan penderita yang cukup mengenai penyakit TB paru, cara pengobatan dan bahaya akibat berobat yang tidak adekuat Menjaga kondisi tubuh yang baik dengan makanan bergizi, cukup istirahat, hidup teratur dan tidak minum alcohol atau merokok. Menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan tidak membuang dahak sembarangan, bila batuk menutup mulut dengan sapu tangan, jendela rumah cukup besar untuk mendapat lebih banyak sinar matahari. Tidak perlu merasa rendah diri atau hina karena TB paru adalah penyakit infeksi biasa dan dapat disembuhkan bila berobat dengan benar. Kesadaran dan tekad penderita ntuk sembuh Factor keluarga dan masyarakat lingkungan Dukungan keluarga sangat menunjang keberhasilan pengobatan seseorang dengan selalu mengingatkan penderita agar makan obat, pengertian yang dalam terhadap penderita yang sedang sakit dan memberi dan memberi semangat agar tetap rajin berobat.5

2.2 strategi penemuan kasus TB paru 2.2.1 Penemuan Suspek TB Cara Pasif Promotive. Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas dilakukan di Balai Pengobatan (BP) untuk pasien dewasa dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk pasien anak-anak. Jika ada pasien dengan gejala batuk-batuk lebih 3 minggu datang berobat ke puskesmas (BP) di konsulkan ke dokter serta diberikan penyuluhan mengenai penyakitnya, kemudian dikirim ke laboratorium dan kalau dokter tidak ada ditempat, diberikan penyuluhan dan langsung dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan BTA sputum. Sebelum pengambilan dahak, petugas pengelola program TB melakukan pencatatan mengenai identitas pasien. Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas melibatkan petugas BP, KIA, pengelola program TB, dokter puskesmas dan petugas laboratorium.1 Pengambilan dahak untuk pemeriksaan BTA sputum dilakukan dengan cara sewaktu, pagi dan sewaktu (SPS). Dahak sewaktu pertama diambil waktu pasien datang pertama kali dengan kecurigaan tuberkulosis, dahak pagi diambil besok paginya serta dahak sewaktu kedua diambil waktu pasien datang mengantarkan dahak pagi. Pengambilan dahak sewaktu pertama tidak semua pasien mau dan dapat melakukannya. Dalam kondisi seperti ini petugas puskesmas menyuruh pasien mengambil dahak pagi dengan memberikan pot sputum dan disuruh mengantarkan besok paginya.1 Pemeriksaan TB anak dilakukan dengan sistem skoring sesuai dengan buku pedoman nasional penanggulangan tuberkulosis. Jika ada pasien yang dicurigai TB anak datang ke KIA, maka petugas KIA konsul ke dokter dan dokter melakukan scoring.1 Terhadap pasien ISPA dewasa yang telah berkunjung 2 sampai 3 kali kunjungan belum sembuh akan dilakukan pemeriksaan BTA sputum, hasilnya ada yang positif dan ada yang negatif. Apabila hasil pemeriksaan dahak yang negatif, dilihat keadaan pasien, jika dicurigai kearah tuberkulosis maka di rujuk ke RSU D.1 Dalam penemuan suspek tuberkulosis didapatkan bahwa puskesmas belum sepenuhnya aktif melaksanakan penyuluhan. Penyuluhan khusus mengenai penyakit tuberculosis jarang dilakukan puskesmas dengan alasan mengumpulkan masyarakat susah dan tidak memiliki dana khusus untuk itu. Puskesmas melaksanakan penyuluhan secara perorangan kepada penderita tuberkulosis baik waktu pertama kali datang sebagai tersangka tuberkulosis maupun waktu pengambilan obat. Penyuluhan perorangan ini dilakukan oleh dokter, petugas BP, pengelola6

program TB, petugas labor, petugas pustu dan polindes. Penyuluhan secara berkelompok kepada masyarakat kadang-kadang dipadukan dengan kegiatan lain seperti waktu UKS, puskel atau pertemuan-pertemuan di kecamatan, biasanya diberikan oleh dokter puskesmas namun tidak terjadwal. Materi yang diberikan waktu penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis mulai dari gejala klinis, pemeriksaan BTA sputum, pengobatan, pencegahan, penularannya serta rencana tindak lanjut di rumah.1 Media promosi lain seperti poster dan leaflet sangat sedikit jumlahnya. Di tempat umum seperti pasar dan kantor lurah tidak ditemui poster mengenai penyakit tuberculosis.1

2.2.2 Penemuan Suspek TB Cara Aktif Selektif. Melakukan pemeriksaan kontak serumah pada pasien dengan BTA positif oleh petugas pengelola program TB. Kalau ada tanda-tanda dengan gejala tuberkulosis maka dilakukan pemeriksaan BTA sputum. Disamping itu juga melibatkan petugas sanitasi untuk melakukan inspeksi sanitasi ke rumah dan lingkungan penderita tuberkulosis BTA positif. Pada umumnya keadaan rumah dan lingkungan penderita tuberkulosis dengan higienis yang jelek dan kotor, ventilasi rumah kurang baik, penghuni yang padat dengan ekonomi yang lemah.1 Jika pasien tidak mengantarkan dahak pagi di tunggu 3-5 hari, kalau tidak diantar dijemput ke rumahnya kalau rumahnya diketahui tapi kalau tidak diketahui dibiarkan saja. Data dinas kesehatan menunjukkan bahwa masalah pada program P2TB terletak pada penemuan suspek TB dan angka CDR.1 2.2.3 Strategi nasional Strategi nasional telah sejalan dengan petunjuk internasional (WHO DOTS dan strategi baru Stop TB), serta konsisten dengan Rencana Global Penanggulangan TB yang diarahkan untuk mencapai Target Global TB 2005 dan Tujuan Pembangunan Milenium 2015.2,7 Strategi yang direkomendasikan untuk mengendalikan TB (DOTS = Directly Observed Treatment Shortcourse) terdiri dari 5 komponen yaitu komitmen pemerintah untuk mempertahankan kontrol terhadap TB ; deteksi kasus TB di antara orang-orang yang memiliki gejala-gejala melalui pemeriksaan dahak ; pengobatan teratur selama 6-8 bulan yang diawasi ;

7

ketersediaan obat TB yang rutin dan tidak terputus ; dan sistem laporan untuk monitoring dan evaluasi perkembangan pengobatan dan program.2,7 Selain itu, rencana global penanggulangan TB didukung oleh 6 komponen dari Strategi Penanggulangan TB baru yang dikembangkan WHO, yaitu mengejar peningkatan dan perluasan DOTS yang berkualitas tinggi, menangani kasus ko-infeksi TB-HIV, kekebalan ganda terhadap obat anti TB dan tantangan lainnya, berkontribusi dalam penguatan sistem kesehatan, menyamakan persepsi semua penyedia pelayanan, memberdayakan pasien TB dan masyarakat serta mewujudkan dan mempromosikan penelitian.2,7

2.3 Faktor Budaya, Dana dan Kemitraan dalam Penemuan Suspek TB. Sebagian masyarakat beranggapan bahwa gejala penyakit tuberkulosis karena penyakit kutukan, termakan racun atau kena guna-guna oleh perbuatan orang lain sehingga penderita berusaha untuk menyembunyikan penyakitnya karena takut dikucilkan dan disingkirkan dari pergaulan masyarakat, sehingga penderita tidak mau mencari pengobatan ke pelayanan kesehatan. Anggapan seperti ini menyebabkan masyarakat pertama kali mencari pertolongan pengobatan ke dukun kampong.1 Kemitraan dengan praktisi swasta seperti dokter praktik swasta, bidan praktik swasta dan perawat praktik swasta dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis belum berjalan dengan baik. Begitu pula dengan organisasi profesi kesehatan seperti IDI, IBI dan PPNI. Kemitraannya baru dilakukan secara lisan tanpa adanya kesepakatan secara tertulis.1 Indonesia sudah berada pada arah yang tepat dalam pelaksanaan program

penanggulangan Tuberkulosis (TB), dibuktikan dengan telah dicapainya target global sejak tahun 2006 yaitu penemuan kasus baru >70% dan angka kesembuhan >85%. Namun TB merupakan salah satu penyakit yang menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Besar dan luasnya masalah TB di Indonesia diperberat dengan adanya peningkatan infeksi HIV/AIDS yang berkembang cepat dan munculnya permasalahan TB-MDR (Multi Drugs Resistant=kebal terhadap bermacam obat). Untuk itu komitmen dan kerjasama semua pihak secara bersama memerangi TB perlu ditingkatkan.2,7

8

Tantangan baru yang ada mengharuskan semua pihak bergerak lebih cepat dan inovatif dengan memperkuat jejaring pelayanan bagi pasien TB dengan semangat kemitraan baik dengan berbagai sektor pemerintah, swasta maupun lembaga masyarakat. Hal ini sangat penting untuk mendukung keberhasilan program dalam melakukan ekspansi maupun kesinambungannya.7 Saat ini setiap tahun ditemukan sekitar setengah juta kasus baru TB. Separuh diantaranya adalah kasus TB menular, menyebabkan lebih seratus ribu kematian. Sekitar 70% penderita TB merupakan usia produktif. Karena itu upaya pencegahan dan pemberantasan TB merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah baik lintas sektor maupun lintas program dan masyarakat termasuk sektor swasta.7 Lebih dari setengah juta pasien TB baru di Indonesia setiap tahunnya. Sejak 1999/2000, 98% Puskesmas dikembangkan untuk melaksanakan DOTS, namun secara kualitas ditingkatkan bertahap melalui intensifikasi seperti pelatihan, magang (on the job training) dan bimbingan teknis. Sampai tahun 2006, sekitar 36% dari total rumah sakit telah terlibat dalam DOTS. Lokasi-lokasi khusus lainnya sedang dilibatkan dalam pelayanan DOTS: tempat kerja, wilayah kumuh, penjara, Posyandu, dan lain-lain. GERDUNAS TB, Gerakan Terpadu Nasional untuk Penanggulangan TB, sebuah gerakan lintas sektor dan lintas program yang dibentuk pada tahun 1999, merupakan suatu bentuk kemitraan dalam penanggulangan TB, dan Kepala Sub Direktorat P2TB berperan sebagai Sekretaris Eksekutif. Forum Kemitraan TB Indonesia dibentuk pada tahun 2001, dan sekarang beranggotakan lebih dari 50 organisasi profesional, institusi akademis dan LSM yang bergabung didalamnya.2 Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang penyakit tuberkulosis dapat dilakukan dengan penyuluhan perorangan dan kelompok. Penyuluhan perorangan kepada penderita tuberkulosis yang dilakukan dengan baik dan berkesinambungan dapat meningkatkan pemahaman penderita terhadap penyakit yang dideritanya sehingga dapat menghindari penderita dari kemungkinan drop out dalam minum obat dan dapat mencegah terjadinya penularan penyakit kepada keluarga dan masyarakat sekitarnya. Penyuluhan juga dilakukan kepada keluarga penderita dan pengawas minum obat (PMO) yang berguna untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap penyakit tuberkulosis yang menyebabkan keluarga dan PMO dapat memberikan dorongan kepada penderita untuk melakukan pengobatan sampai selesai. Penelitian Sukana (2005) menyatakan pengetahuan penderita TB paru sebelum dan sesudah dilakukan

9

penyuluhan sangat berbeda dengan RR value = 3.05 yang berarti pengetahuan penderita yang diberikan penyuluhan lebih baik dari penderita yang tidak diberikan penyuluhan.1 Penyuluhan kelompok mengenai peyakit tuberkulosis dapat dilakukan puskesmas dengan cara memadukan dengan kegiatan-kegiatan masyarakat seperti mejelis taklim, wirid-wirid pengajian, kegiatan PKK dan kegiatan di kecamatan sehingga kesulitan puskesmas dalam mengumpulkan masyarakat dapat teratasi. Dalam melakukan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis, pengelola program TB puskesmas dapat melakukan kerjasama lintas program dengan petugas Promosi Kesehatan (Promkes) puskesmas sehingga penyuluhan yang dilakukan dapat terintegrasi dengan kegiatan Promkes yang menyebabkan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dapat berjalan secara terus menerus dan berkesinambungan. Disamping itu untuk melakukan penyuluhan perorangan kepada penderita tuberkulosis dan keluarganya, pengelola program TB puskesmas dapat juga melakukan kerjasama lintas program dengan petugas Perawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) dimana petugas Perkesmas sering mengunjungi pasien tuberculosis ke rumahnya sehingga petugas Perkesmas dapat dimintai untuk memberikan penyuluhan mengenai penyakit tuberkulosis dan pentingnya penderita memakan OAT sampai selesai dan sembuh.1 Pelaksanaan Mini lokakarya puskesmas dapat dipergunakan untuk melakukan evaluasi suatu program karena seluruh petugas puskesmas berkumpul. Mini lokakarya puskesmas juga dapat digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan motivasi petugas puskesmas dalam penemuan tersangka tuberkulosis serta dapat digunakan untuk menggalang komitmen dan kerjasama lintas program sehingga penemuan tersangka tuberkulosis dilakukan dengan melibatkan seluruh petugas puskesmas. Hasil mini lokakarya yang dilakukan puskesmas dapat dibawa oleh kepala puskesmas dalam rapat kecamatan dan menyampaikan kepada camat serta walinagari mengenai permasalahan yang ada dalam program P2TB dan bersama-sama kecamatan berusaha menyelesaikan masalah yang dihadapi. Disamping itu hasil mini lokakarya puskesmas dapat pula disampaikan kepada dinas kesehatan kabupaten untuk dicarikan jalan penyelesaiannya.1

10

Gambar 1. Integrasi Program Puskesmas Dalam Pengendalian TB.1

2.4 Angka penemuan penderita tuberkulosis BTA positif baru dan Angka kesembuhan penderita tuberkolosis (AKP-TBC) 2.4.1 Angka penemuan penderita tuberkulosis BTA positif baru Konsep dan definisi Angka penemuan penderita tuberkulosis BTA positif baru adalah persentase penderita baru tuberkulosis yang diobati melalui directly observed treatment short course( DOTS).4 Manfaat Indikator ini memberikan informasi tentang perkembangan penderita tuberkulosis dan penanganan pengobatannya yang tuntas atau tidak. Penyakit tuberkulosis berjangkit melalui udara. Pengawasan yang efektif melalui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya. Pendekatan yang direkomendasikan untuk pengawasan adalah melalui strategi DOTS sebuah strategi murah dan dapat mencegah jutaan penderita dari kematian.4

11

Metode Perhitungan Angka penemuan kasus baru tuberkulosis:4 Banyaknya kasus positif baru TBC yang mendapat pengobatan melalui DOTS pada suatu tahun APTBC = Banyaknya perkiraan kasus positif baru TBC yang timbul pada tahun tersebut X 100%

2.4.2 Angka kesembuhan penderita tuberkolosis (AKP-TBC) Konsep dan definisi AKP tuberkulosis adalah persentase kasus penderita baru yang tercatat positif terinfeksi tuberkulosis yang berobat sendiri atau berobat melalui strategi DOTS secara lengkap dan selesai. Angka keberhasilan pengobatan dapat secara langsung dipantau serta akurat dalam kontrol pasien yang diobati melalui DOTS.4 Manfaat Pengawasan yang efektif melaui penemuan dan penanganan kasus infeksi akan membatasi risiko penyebarannya. Pendekatan yang direkomendasikan untuk pengawasan melalui strategi DOTS sebuah strategi murah dan dapat mencegah jutaan penderita dari kematian.4 Metode Perhitungan Rumus yang digunakan:4 Banyaknya kasus TBC positif baru yang tercatat sembuh AKP-TBC = Jumlah kasus TBC positif baru X 100%

2.5 Kerangka Teori Peningkatan Mutu PDCA (plan-do-check-action) adalah proses pemecahan masalah empat langkah yang biasanya digunakan dalam proses peningkatan mutu. Manfaat dari siklus PDCA : 812

-

Manajemen harian rutin untuk individu atau tim Berguna dalam proses pemecahan masalah Manajemen proyek Pembangunan berkelanjutan Pengembangan SDM Pengembangan produk baru Proses uji Ada beberapa tahap yang dilakukan dalam PDCA cycle, yaitu: 8

1) Plan 1. Mengidentifikasi output pelayanan, siapa pengguna jasa pelayanan, dan harapan pengguna jasa pelayanan tersebut melalui analisis suatu proses tertentu. 2.

Mendeskripsikan proses yang dianalisis saat ini Pelajari proses dari awal hingga akhir, identifikasi siapa saja yang terlibat dalam prose tersebut.

Teknik yang dapat digunakan : brainstorming Mengukur dan menganalisis situasi tersebut

3.

Analisis situasi merupakan kegiatan mengumpulkan dan memahami informasi tentang suatu situasi yang berguna untuk menetapkan masalah.

Tujuan analisis situasi adalah memahami masalah kesehatan secara jelas dan spesifik, mempermudah penentuan prioritas, mempermudah penentuan alternative pemecahan masalah Cara analisis :

Menggunakan informasi dari sistem informasi yang sudah ada. Mis.

Laporan-laporan

kegiatan dari program-program kesehatan yang ada, Survailans epidemiologi atau pemantauan penyebaran penyakit.

Memanfaatkan data-data diperkirakan sudah cukup representatif untuk suatu daerah; Menggunakan berbagai Pendekatan dan Model: sistem, supply-demand, HL Blum, Milton Roemer, dll.13

Memperhatikan berbagai faktor yg mempengaruhi kesehatan Menemukan data apa yang dikumpulkan dalam proses tersebut Bagaimana mengolah data tersebut agar membantu memahami kinerja dan dinamika proses

Teknik yang digunakan : observasi Mengunakan alat ukur seperti wawancara Fokus pada peluang peningkatan mutu

4.

Pilih salah satu permasalahan yang akan diselesaikan. Penentuan prioritas masalah dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Penentuan prioritas masalah kesehatan adalah suatu proses yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan menggunakan metode tertentu untuk menentukan urutan masalah dari yang paling penting sampai yang kurang penting. Dalam menetapkan prioritas masalah ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, yakni: 8o o o o

Besarnya masalah yang terjadi Pertimbangan politik Persepsi masyarakat Bisa tidaknya masalah tersebut diselesaikan Cara pemilihan prioritas masalah banyak macamnya. Secara sederhana dapat

dibedakan menjadi dua macam, yaitu : 8o

Scoring Technique (Metode Penskoran) Mis: metode delbeg, metode hanlon, metode delphi, metode USG , metode pembobotan dan metode dengan rumus. Pemilihan prioritas dilakukan dengan memberikan skor (nilai) untuk pelbagai

parameter tertentu yang telah ditetapkan. Parameter yg dimaksud adalah : 8 Besarnya masalah Berat ringannya akibat yang ditimbulkan Kenaikan prevalensi masalah Keinginan masyarakat untuk menyelesaikan masalah tersebut Keuntungan sosial yang dapat diperoleh jika masalah tersebut terselesaikan.14

Rasa prihatin masyarakat terhadap masalah Sumber daya yang tersedia yang dapat dipergunakan untuk mengatasi masalah

1. Cara Bryant : Cara ini telah dipergunakan di beberapa negara yaitu di Afrika dan Thailand. Cara ini menggunakan 4 macam kriteria : 8 Community Concern, yakni sejauh mana masyarakat menganggap masalah tersebut penting. Prevalensi, yakni berapa banyak penduduk yang terkena penyakit tersebut. Seriousness, yakni sejauh mana dampak yang ditimbulkan penyakit tersebut Manageability, yakni sejauh mana kita memiliki kemampuan untuk mengatasinya. Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi scoring, kemudian masing-masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini dibandingkan antara masalahmasalah yang dinilai.Masalah-masalah dengan skor tertinggi, akan mendapat prioritas yang Tinggi pula. 2. Cara Ekonometrik Kriteria yang dipakai adalah : 8 Magnitude (M), yakni kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Importance (I), yakni ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang terkena masalah. Vulnerability (V), yaitu ada tidaknya metode atau cara penanggulangan yang efektif. Cost (C) , yaitu biaya yang diperlukan untuk penanggulangan masalah tersebut Hubungan keempat kriteria dalam menentukan prioritas masalah (P) adalah sebagai berikut: P = M.I.V.C 3. Metode Hanlon Kriteria besarnya masalah : Besarnya prosentase penduduk yang menderita langsung karena penyakit tersebut, besarnya pengeluaran biaya yang diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut, besarnya kerugian lain yang diderita. 8 Kriteria tingkat kegawatan masalah: tingkat urgensinya, kecenderungannya, tingkat keganasanya. 8

15

Kriteria penanggulangan masalah: 8 Amat sulit : (1) Sulit (2) Cukup sulit (3) Mudah (4) Sangat mudah (5) Menetapkan pembobotan

o

Kriteria yang sudah ditetapkan dikaji sehingga validitas kriteria

Masing masing anggota memberi bobot pada kriteria (mis 1 5) Bobot 5 - 1 : sangat penting tidak penting

Non Scoring Technique8 Memilih prioritas masalah dengan mempergunakan berbagai parameter, dilakukan bila tersedia data yang lengkap. 8

Bila tidak tersedia data, maka cara menetapkan prioritas masalah yang lazim digunakan adalah : 8o

Delphin Technique : Penetapan prioritas masalah tersebut dilakukan melalui kesepakatan sekelompok orang yang sama keahliannya. Pemilihan prioritas masalah dilakukan melalui pertemuan khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya dimintakan untuk mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah yang paling banyak

dikemukakan adalah prioritas masalah yang dicari.o

Delbech Technique Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan sekelompok orang yang tidak sama keahliannya. Sehingga diperlukan penjelasan terlebih dahulu untuk meningkatkan pengertian dan pemahaman peserta tanpa mempengaruhi peserta. Lalu diminta untuk mengemukakan beberapa masalah. Masalah yang banyak dikemukakan adalah prioritas.

16

Kriteria masalah menyatakan efek atas ketidakpuasan, adanya gap antara kenyataan dengan yang diinginkan, spesifik, dapat diukur. 8 Mengidentifikasi akar penyebab masalah 8

5.

Menyimpulkan penyebab Teknik yang dapat digunakan : brainstorming Alat yang digunakan : fish bone analysis ishikawa

2) Do 1.

Merencanakan suatu proyek uji coba 8 Merencanakan sumber daya manusia, sumber dana, dan sebagainya. Merencanakan rencana kegiatan (plan of action) Melaksanakan Pilot Projec t8

2.

Pilot Project dilaksanakan dalam skala kecil dengan waktu relatif singkat ( 2 minggu) 3) Check 1.

Evaluasi hasil proyek 8 Bertujuan untuk efektivitas proyek tersebut Membandingkan target dengan hasil pencapaian proyek (data yang dikumpulkan dan teknik pengumpulan data harus sama)

Target yang ingin dicapai 80% Teknik yang digunakan: observasi dan survei Alat yang digunakan: kamera dan kuisioner Membuat kesimpulan proyek 8

2.

Hasil menjanjikan namun perlu perubahan Jika proyek gagal, cari penyelesaian lain Jika proyek berhasil, selanjutnya dibuat rutinitas

17

d.

Action

1. Standarisasi perubahan 8

Pertimbangkan area mana saja yang mungkin diterapkan Revisi proses yang sudah diperbaiki Modifikasi standar, prosedur dan kebijakan yang ada Komunikasikan kepada seluruh staf, pelanggan dan suplier atas perubahan yang dilakukan.

Lakukan pelatihan bila perlu Mengembangkan rencana yang jelas Dokumentasikan proyek

2. Memonitor perubahan 8

Melakukan pengukuran dan pengendalian proses secara teratur Alat yang digunakan untuk dokumentasi.

Gambar 2.1 PDCA Cycle

18

BAB III OPTIMALISASI PENEMUAN KASUS PENYAKIT TUBERKULOSIS PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RAWAT INAP MUARA FAJAR

3.1 Plan 3.1.1 Identifikasi Masalah Proses identifikasi masalah yang ada di P2P didapatkan melalui: 1. Observasi 2. Wawancara dengan Kepala Puskesmas serta petugas yang bertanggung jawab terhadap program tersebut 3. Data sekunder mengenai profil kesehatan puskesmas rawat inap muara fajar Tabel 3.1 Identifikasi masalah yang ada di P2P No 1 Aspek yang dinilai Penemuan kasus penyakit Belum TB paru di wilayah kerja Penemuan puskesmas muara fajar rawat masalah Metode idenifikasi masalah : jumlah petugas

optimalnya Observasi

kasus lapangan hanya 1 orang yang

inap penyakit TB paru di merangkap tugas-tugas yang lain wilayah kerja di puskesmas.

puskesmas rawat inap Wawancara dengan penanggung muara fajar jawab P2P : Puskesmas mengutamakan lebih penemuan

suspek TB cara pasif karena keterbatasan petugas untuk

melakukan penemuan suspek tb cara aktif selektif Penyuluhan hanya dilakukan 1

19

X terhadap masyarakat dalam 2 tahun terakhir, kemudian biasanya penyuluhan hanya diberikan kepada penderita TB dan keluarga pada saat datang berobat ke Puskesmas, dari 10 orang pasien yang

diwawancara hanya 3 orang yang memeliki pengetahuan yang cukup tentang TB paru Belum khusus terbentuknya untuk TB, kader kader

posyandu merangkap menjadi kader tersebut pelatihan puskesmas Belum pembinaan ada dilakukan untuk TB dimana kader

belum

mendapat dari

khusus

khusus

PMO, PMO hanya diberikan penyuluhan pada saat

mendampingi pasien datang berobat ke Puskesmas Belum formulir ada pendistribusian rujukan dan

pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas Observasi : jika ditemukan pasien dengan suspek TB, maka petugas akan memberikan wadah untuk20

menampung dahak ke pasien dan mencatat no HP pasien. Jika pasien tidak datang ke esokan harinya untuk memeriksakan dahak maka pasien akan diingatkan hanya 1 x lewat telepon, jika pasien tersebut tidak memiliki telepon dan setelah ditelepon 1 x tidak datang ke puskesmas melakukan petugas kunjungan tidak rumah

untuk memotivasi pasien agar memeriksakan dahaknya ke

puskesmas sehingga tidak ada angka lose case Berdasarkan data dari profile

puskesmas muara fajar didapatkan bahwa penemuan kasus TB baru untuk wilayah kerja muara fajar hanya 3 orang, dimana hal tersebut masih jauh dari target nasional, dimana target untuk puskesmas muara fajar dalam menemukan kasus TB baru adalah sebanyak 16 kasus. 2 Kegiatan penatalaksanaan Belum penyakit puskesmas muara fajar campak rawat di Kegiatan inap penatalaksanaan penyakit campak di optimalnya Wawancara dengan petugas

penanggung jawab P2P campak: Jumlah petugas belum

mencukupi yakni hanya 1 orang dan seringnya jawab pergantian program

puskesmas rawat inap muara fajar

penanggung

sehingga penanganan program21

tidak optimal. Umumnya penduduk yang

terkena campak adalah mereka yang sebelumnya tidak

mengikuti program imunisasi campak dan mengkonsumsi

vitamin A, hal ini disebabkan karena mereka tidak mengetahui manfaat imunisasi campak dan vitamin A. Berdasarkan survey awal

didapatkan tingkat pengetahuan dengan kategori baik 20% dari 30 responden Kegiatan berjalan campak Dalam pelaksanaan P2 campak tidak terdapat koordinasi lintas program dan sector Tidak ditemukan media penyuluhan bila terdapat hanya KLB

sosialisasi berupa poster, media penyuluhan dan brosur

mengenai campak 3 Angka cakupan imunisasi Belum hepatitis B di wilayah Angka kerja puskesmas optimalnya Wawancara dengan petugas

cakupan penanggung jawab P2P: Petugas jawab yang dalam bertanggung pelaksanaan

rawat imunisasi hepatitis B di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar

inap muara fajar

imunisasi hanya 1 orang. Belum adanya jadwal

22

penyuluhan imunisasi hepatitis B. Dari 10 orang pasien hanya 1 orang yang yang memiliki cukup

pengetahuan

mengenai hepatitis Tidak ada brosur/poster

mengenai imunisasi hepatitis B

3.1.2 Penentuan Prioritas Masalah Setelah melakukan diskusi bersama kepala puskesmas, dokter penanggung jawab serta petugas puskesmas rawat inap muara fajar, didapatkan beberapa masalah di puskesmas rawat inap muara fajar. Kemudian dilakukan konfirmasi terhadap permasalahan yang ditemukan serta beberapa factor yang diduga sebagai penyebab, lalu diperoleh kritik dan saran dari penanggung jawab program P2P puskesmas rawat inap muara fajar yang digunakan untuk menyaring masalah yang ditemukan. Berdasarkan permasalahan yang ditemukan ditetapkan satu prioritas masalah dengan metode scoring yang menggunakan pertimbangan 4 aspek yaitu: 1. Urgensi/ kepentingan 2. Solusi Nilai 1 tidak mudah Nilai 2 mudah Nilai 3 sangat mudah Nilai 1 tidak penting Nilai penting Nilai 3 sangat penting

3. Kemampuan merubah Nilai 1 idak mudah Nilai 2 mudah Nilai 3 sangat mudah23

4. Biaya Nilai 1 tinggi Nilai 2 sedang Nilai 3 rendah

Masalah yang mempunyai total angka tertinggi yang akan menjadi prioritas masalah. Di bawah ini dapat dilihat penentuan prioritas masalah : Tabel 3.2. Penentuan Prioritas Masalah di P2P Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar No 1 Aspek Masalah Belum optimalnya Urgensi 3 Solusi 2 Kemampuan 2 Biaya Total 2 24 Rank I

penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar 2 Belum optimalnya Kegiatan penatalaksanaan penyakit 2 2 1 2 8 II

campak di puskesmas rawat inap muara fajar 3 Belum optimalnya Angka cakupan imunisasi hepatitis B di wilayah rawat kerja inap 1 2 1 2 4 III

puskesmas muara fajar

3.1.3 Analisis Penyebab Masalah Berdasarkan tabel 3.2 penentuan prioritas masalah, didapatkan masalah yang menduduki rangking pertama dengan total nilai 24 yaitu belum optimalnya penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. Setelah didapatkan prioritas masalah dan dilakukan observasi serta diskusi dengan penanggung jawab program TB

24

puskesmas rawat inap muara fajar, teridentifikasi beberapa penyebab belum optimalnya penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar yang disajikan dalam bentuk diagram ishikawa. Penyebab belum optimalnya penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar dapat dilihat dari tabel di bawah ini : Tabel 3.3 Analisis Penyebab Masalah Masalah Penyebab Timbulnya Masalah Belum optimalnya penemuan Man kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja 1. Kurangnya untuk Berdasarkan petugas wawancara observasi dan Evidenced based

dengan

menemukan penanggung jawab program

puskesmas rawat inap muara fajar

kasus TB baru secara TB puskesmas muara fajar: aktif (1 orang) 2. Petugas merangkap Petugas lapangan yang

tersebut berhubungan langsung dengan penjaringan pasien TB baru

menjalankan beberapa hanya 1 orang dan merangkap tugas yang lain yang berbagai ada di puskesmas puskesmas, tugas lain di ada khusus

belum kader

3. Belum terbentuk kader pembentukan khusus untuk TB paru

untuk TB paru hanya kader yang ada yang

4. Belum ada pembinaan posyandu

secara khusus untuk diberdayagunakan dan belum PMO dilakukan pembinaan khusus tentang TB paru terhadap kader posyandu tersebut.

Tidak ada pembinaan khusus terhadap penyuluhan PMO, singkat hanya yang

diberikan oleh dokter saat

25

mendampingi pasien datang berobat ke puskesmas

Material 1. Kurangnya

wawancara

dengan

media penanggung jawab program

informasi tentang TB TB puskesmas muara fajar: paru di puskesmas tidak ada brosur mengenai TB paru di puskesmas

Methode

Berdasarkan

observasi

dan

1. Penjaringan pasien TB wawancara

dengan

paru hanya dilakukan penanggung jawab program secara pasif tidak TB puskesmas muara fajar: Jika ada pasien dengan gejala batuk-batuk lebih 3 minggu datang berobat ke puskesmas di konsulkan ke dokter serta diberikan mengenai kemudian untuk

dilakukan secara aktif 2. Sputum pasien suspek TB yang tidak

diperiksakan keesokan harinya tidak dijemput ke rumah dan tidak dilakukan rumah 3. Belum pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan suspek TB pasien antara ada kunjungan

penyuluhan penyakitnya, diberikan menampung untuk

wadah

dahaknya di

diperiksakan

laboratorium. dianjurkan untuk

Pasien datang

kembali ke puskesmas ke esokan harinya untuk

bidan praktek swasa dan puskesmas 4. Tidak ada jawal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada26

memeriksakan dahak yang telah ditampung di dalam wadah yang telah

diberikan. Identitas pasien

masyarakat

di catat lengkap beserta alamat dan nomor telephon. Jika pasien tidak datang keesokan paginya pihak

puskesmas akan menelepon pasien 1 x, jika tetap juga tidak datang, puskesmas tidak melakukan kunjungan rumah untuk menjemput dahak dan memotivasi

pasien untuk menuntaskan pemeriksaan terhadap

dirinya. Apalagi jika pasien tersebut tidak memiliki no telepon untuk di hubungi, maka akan banyak sekali kasus yang tidak diperiksa secara lengkap.

Berdasarkan data dari buku register pasien TB tahun 2009 terdapat 28 pasien yang suspek TB paru tetapi hanya 10 orang yang

memeriksakan ke puskesmas,

sputumnya sehingga

terdapat 18 kasus yang hilang. Belum ada pendistribusian formulir rujukan dan

pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa27

dan puskesmas Tidak ada jawal rutin

pelaksanaan

penyuluhan

TB pada masyarakat Market 1. Kurangnya pengetahuan Berdasarkan masyarakat tentang TB wawancara observasi dan

dengan

2. Kurangnya masyarakat penanggung jawab program bisa kebersihan menjaga TB puskesmas muara fajar: diri dan Pengetahuan masyarakat

lingkungannya

tentang TB juga masih rendah, dari 10 orang masyarakat yang di wawancara hanya 3 orang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang TB.

28

3.1.4 Strategi dan Alternatif Pemecahan Masalah dan POA(Plan of Action) Setelah dilakukan identifikasi dan analisis penyebab masalah, maka langkah selanjutnya adalah membuat strategi dan alternative pemecahan masalah. Alternative pemecahan masalah dapat dilihat pada tabel berikut :

29

3.1.5 Definisi Operasional Berikut ini adalah definisi operasional dari beberapa istilah yang digunakan dalam kegiatan optimalisasi penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar: 1. Rekomendasi kepada kepala puskesmas rawat inap muara fajar adalah surat rekomendasi yang dibuat oleh penulis yang diberikan kepada kepala puskesmas rawat inap muara fajar agar memberdayakan petugas yang lain (petugas sanitasi) untuk membantu dalam melakukan kunjungan rumah terhadap pasien TB dan suspek TB untuk menemukan kasus TB baru secara aktif, melakukan kerjasama lintas sektoral (lurah, camat, RW, RT) sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam penemuan kasus TB paru 2. Rekomendasi kepada penanggung jawab program TB paru puskesmas rawat inap muara fajar adalah surat rekomendasi yang dibuat oleh penulis yang diberikan kepada penanggung jawab program TB paru puskesmas rawat inap muara fajar agar membentuk kader khusus TB paru dan memberikan pembinaan khusus terhadap kader tersebut, melakukan pembinaan secara khusus untuk PMO, petugas melakukan kunjungan rumah untuk menjemput sputum pasien suspek TB yang hendak di periksa di laboratorium serta mendistribusikan formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas. 3. Rekomendasi kepada penanggung jawab program promosi kesehatan puskesmas rawat inap muara fajar adalah surat rekomendasi yang dibuat oleh penulis yang diberikan kepada penanggung jawab program promosi kesehatan puskesmas rawat inap muara fajar agar membuat jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakat, melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang penyakit TB paru, serta melakukan penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat 4. Media promosi adalah media promosi yang dirancang penulis berupa 1 buah poster mengenai penyakit TB dan 50 lembar brosur mengenai penyakit TB. 5. Pelaksanaan kegiatan penyuluhan mengenai TB paru terhadap masyarakat di puskesmas rawat inap muara fajar.30

3.2 Do Kegiatan pelaksanaan Pilot project dilakukan pada tanggal 24-27 September 2010. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan sesuai dengan alternative pemecahan masalah yang telah diberikan, seluruh alternative pemecahan masalah dapat terlaksana sesuai Plan of action yaitu sebagai berikut :

Tabel 3.5 Do yang telah dilakukan pada proyek peningkatan mutu optimalisasi penemuan kasus TB No Terlaksana/ belum terlaksana Menyerahkan surat Ka puskesmas Dokter muda 27 September Terlaksana rekomendasi mengenai: rawat inap FK UR 2010 muara fajar pemberdayakan petugas yang lain (petugas sanitasi) untuk membantu dalam melakukan kunjungan rumah terhadap pasien TB dan suspek TB untuk menemukan kasus TB baru secara aktif, kerjasama lintas sektoral (lurah, camat, RW, RT) sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam penemuan kasus TB paru kepada Ka Puskesmas rawat inap muara fajar Kegiatan Sasaran Pelaksana Waktu Pelaksanaan

1

31

No

Kegiatan

Sasaran

2

3

4

5

Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pembentukan kader khusus TB paru dan memberikan pembinaan khusus terhadap kader tersebut pembinaan secara khusus untuk PMO kunjungan rumah untuk menjemput sputum pasien suspek TB yang hendak di periksa di laboratorium pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas. Kepada PJ P2P TB paru Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pembuatan jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakat penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat kepada PJ promkes Menyediakan media promosi mengenai penyakit TB paru berupa brosur tentang TB paru Melakukan kegiatan penyuluhan mengenai penyakit TB paru di puskesmas

PJ P2P paru

Terlaksana/ belum terlaksana TB Dokter muda 27 September Terlaksana FK UR 2010 Pelaksana

Waktu pelaksanaan

PJ Promkes

Dokter muda 27 September Terlaksana FK UR 2010

Masyarakat

Dokter muda 24 September Terlaksana FK UR 2010

Masyarakat

Dokter muda 24 September Terlaksana FK UR 2010

32

3.3. Check Tabel 3.6 Check Do yang telah dilakukan pada pyoyek peningkatan mutu optimalisasi penemuan kasus TB No 1 Kegiatan Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pemberdayakan petugas yang lain (petugas sanitasi) untuk membantu dalam melakukan kunjungan rumah terhadap pasien TB dan suspek TB untuk menemukan kasus TB baru secara aktif, kerjasama lintas sektoral (lurah, camat, RW, RT) sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam penemuan kasus TB paru kepada Ka Puskesmas rawat inap muara fajar Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pembentukan kader khusus TB paru dan memberikan pembinaan khusus terhadap kader tersebut pembinaan secara khusus untuk PMO kunjungan rumah untuk menjemput sputum pasien suspek TB yang hendak di periksa di laboratorium pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas. Kepada PJ P2P TB paru Sebelum Intervensi Kurangnya petugas untuk menemukan kasus TB baru secara aktif (1 orang) Tidak ada kerjasama lintas sektoral (lurah, camat, RW, RT) sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam penemuan kasus TB paru Sesudah Intervensi Rekomendasi diterima oleh Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar

2

Belum terbentuk kader khusus untuk TB paru Belum ada pembinaan secara khusus untuk PMO Sputum pasien suspek TB yang tidak diperiksakan keesokan harinya tidak dijemput ke rumah dan tidak dilakukan kunjungan rumah Belum ada pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas

Rekomendasi diterima oleh PJ P2P yang diwakilkan oleh Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar

33

No 3

Kegiatan Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pembuatan jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakat penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat kepada PJ promkes Menyediakan media promosi mengenai penyakit TB paru berupa brosur tentang TB paru Melakukan kegiatan penyuluhan mengenai penyakit TB paru di puskesmas

Sebelum Intervensi Tidak ada jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakat Belum ada penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat Tidak tersedia brosur mengenai penyakit TB paru persentase jumlah masyarakat yang memiliki pengetahuan baik mengenai TB paru sebesar 30%

Sesudah Intervensi Rekomendasi diterima oleh PJ Promkes yang diwakilkan oleh Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar

4

5

tersedianya brosur mengenai penyakit TB paru Meningkatnya persentase jumlah masyarakat yang memiliki pengetahuan baik mengenai TB paru sebesar 80%

Berikut adalah hasil kuisioner awal dan akhir pengetahuan masyarakat mengenai TB di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar yang disajikan dalam bentuk diagram pie Hasil Keusioner awal tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB

Baik Kurang

Diagram 3.1 Hasil kuesioner awal tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB

34

Dari diagram 3.1 berdasarkan kuesioner awal didapatkan gambaran tingkat pengeahuan masyarakat mengenai TB adalah sebanyak 35,7% responden berkategori baik; 64,3% berkategori kurang. Hasil Keusioner akhir tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB

Baik Kurang

Diagram 3.2 Hasil kuesioner akhir tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB Dari diagram 3.2 berdasarkan kuesioner akhir didapatkan gambaran tingkat pengetahuan masyarakat mengenai TB adalah sebanyak 85,7% responden berkategori baik dan 14,3% berkategori kurang.

3.4.Action Tahap selanjutnya itu adalah action dimana tindakan selanjutnya sebagai action dalam proyek peningkatan mutu ini adalah : 1. merekomendasikan kepada Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar agar setiap komponen alternative pemecahan masalah yang berhasil dijadikan sebagai standar tetap dalam upaya optimalisasi penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar. 2. Pilot project ini belum menilai bagaimana criteria keberhasilan alternative pemecahan masalah jangka panjang. Oleh sebab itu diharapkan kepada pihak Puskesmas Rawat Inap35

Muara Fajar untuk menilai criteria keberhasilan alternative pemecahan masalah jangka panjang. 3. Merekomendasikan kepada Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar untuk melakukan upaya pengendalian mutu dan evaluasi ulang melalui upaya optimalisasi penemuan kasus penyakit tuberculosis paru di wilayah kerja Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar secara teratur agar criteria keberhasilan yang telah dicapai dapat ditingkatkan.

36

BAB IV PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara dengan Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar, penanggung jawab program P2P dan data sekunder berupa profil Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar tahun 2009, dapat diidentifikasi beberapa masalah yang terdapat dalam program P2P yaitu berupa: 1. Belum optimalnya Penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar 2. Belum optimalnya Kegiatan penatalaksanaan penyakit campak di puskesmas rawat inap muara fajar 3. Belum optimalnya Angka cakupan imunisasi hepatitis B di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. Setelah dilakukan penentuan prioritas masalah maka diangkatlah masalah Belum optimalnya Penemuan kasus penyakit TB paru di wilayah kerja puskesmas rawat inap muara fajar. Setelah dianalisis, ternyata penyebab masalahnya adalah sebaga berikut: 1. Kurangnya petugas untuk menemukan kasus TB baru secara aktif (1 orang) 2. Belum terbentuk kader khusus untuk TB paru 3. Belum ada pembinaan secara khusus untuk PMO 4. Kurangnya media informasi tentang TB paru di puskemas 5. Penjaringan pasien TB paru hanya dilakukan secara pasif tidak dilakukan secara aktif 6. Sputum pasien suspek TB yang tidak diperiksakan keesokan harinya tidak dijemput ke rumah dan tidak dilakukan kunjungan rumah 7. Belum ada pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas 8. Tidak ada jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakat 9. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang TB 10. Kurangnya masyarakat bisa menjaga kebersihan diri dan lingkungannya

37

Do yang dilakukan dalam proyek peningkatan mutu ini berupa: 1. Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pemberdayakan petugas yang lain (petugas sanitasi) untuk membantu dalam melakukan kunjungan rumah terhadap pasien TB dan suspek TB untuk menemukan kasus TB baru secara aktif, dan kerjasama lintas sektoral (lurah, camat, RW, RT) sehingga masyarakat dapat berperan aktif dalam penemuan kasus TB paru kepada Ka Puskesmas rawat inap muara fajar 2. Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pembentukan kader khusus TB paru dan memberikan pembinaan khusus terhadap kader tersebut, pembinaan secara khusus untuk PMO, kunjungan rumah untuk menjemput sputum pasien suspek TB yang hendak di periksa di laboratorium, dan pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan praktek swasa dan puskesmas kepada PJ P2P TB paru. 3. Menyerahkan surat rekomendasi mengenai: pembuatan jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakat dan penyuluhan kepada masyarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat kepada PJ promkes 4. Menyediakan media promosi mengenai penyakit TB paru berupa brosur tentang TB paru 5. Melakukan kegiatan penyuluhan mengenai penyakit TB paru di puskesmas strategi penemuan kasus TB paru berupa penemuan Suspek TB Cara Pasif Promotive. Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas dilakukan di Balai Pengobatan (BP) untuk pasien dewasa dan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk pasien anak-anak. Jika ada pasien dengan gejala batuk-batuk lebih 3 minggu datang berobat ke puskesmas (BP) di konsulkan ke dokter serta diberikan penyuluhan mengenai penyakitnya, kemudian dikirim ke laboratorium untuk pemeriksaan BTA sputum. Sebelum pengambilan dahak, petugas pengelola program TB melakukan pencatatan mengenai identitas pasien. Penemuan suspek tuberkulosis di puskesmas melibatkan petugas BP, KIA, pengelola program TB, dokter puskesmas dan petugas laboratorium.1 Dalam kondisi seperti ini petugas puskesmas menyuruh pasien mengambil dahak pagi dengan memberikan pot sputum dan disuruh mengantarkan besok paginya.1 jika pasien tidak datang keesokan paginya untuk mengantarkan dahak, petugas puskesmas akan menelepon pasien agar mengantarkan dahaknya ke puskesmas tetapi jika pasien tetap tidak datang maka petugas tidak melakukan penjemputan dahak ke rumah pasien. Berdasarkan data dari buku register pasien TB tahun 2009 terdapat 28 pasien yang suspek TB paru tetapi hanya 10 orang38

yang memeriksakan sputumnya ke puskesmas, sehingga terdapat 18 kasus yang tidak teridentifikasi. Oleh sebab itu penulis merekomendasikan kepada penanggung jawab P2P agar menjemput sputum pasien suspek TB yang tetap tidak datang setelah ditelepon. Surat rekomendasi sudah diterima oleh oleh PJ P2P yang diwakilkan oleh Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar dikarenakan PJ P2P sedang cuti. Dalam penemuan suspek tuberkulosis didapatkan bahwa puskesmas belum sepenuhnya aktif melaksanakan penyuluhan. Puskesmas melaksanakan penyuluhan secara perorangan kepada penderita tuberkulosis baik waktu pertama kali datang sebagai tersangka tuberkulosis maupun waktu pengambilan obat.1 Berdasarkan data sekunder dari profil Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar tidak terdapat jadwal rutin pelaksanaan penyuluhan TB pada masyarakatdan berdasarkan wawancara dengan 10 orang masyarakat, hanya 3 orang yang memiliki pengetahuan yang cukup tentang TB. Oleh karena itu penulis merekomendasikan kepada penanggung jawab promosi kesehatan untuk membuat jadwal rutin penyeluhan mengenai penyakit TB paru. Surat rekomendasi sudah diterima oleh oleh PJ promkes yang diwakilkan oleh Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar dikarenakan PJ P2P sedang sakit. Penyuluhan kepada masyarakat telah dilakukan oleh penulis pada tanggal 24 September 2010 di Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar yang dihadiri oleh 20 orang masyarakat. Sebelumnya telah dilakukan koordinasi dengan pihak Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar bahwa akan dilaksanakan arisan kader-kader posyandu di puskesmas pada tanggal tersebut pukul 10.00. Sehingga diharapkan dengan dilakukannya penyuluhan ini dapat meningkatkan pengetahuan kader mengenai penyakit TB paru sehingga dapat menyampaikannya kepada masyarakat yang lain. Penyuluhan dilaksanakan dengan lancar sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, masyarakat mengikuti penyuluhan tersebut dengan antusias. Kendala yang dihadapi adalah ada sebagian kecil dari masyarakat datang terlambat sehingga tidak mengikuti penyuluhan secara keseluruhan. Penilaian keberhasilan kegiatan ini adalah berdasarkan hasil kuesioner yang dibagikan kepada peserta sebelum dan sesudah penyuluhan dan didapatkan peningkatan persentase pengetahuan yang berkategori baik dari 35,7% menjadi 85,7% dari total responden sebanyak 20 orang. Ini berarti bahwa salah satu Kriteria keberhasilan dari masalah di atas tercapai.

39

Penelitian Sukana (2005) menyatakan pengetahuan penderita TB paru sebelum dan sesudah dilakukan penyuluhan sangat berbeda dengan RR value = 3.05 yang berarti pengetahuan penderita yang diberikan penyuluhan lebih baik dari penderita yang tidak diberikan penyuluhan.1 Penyuluhan yang diberikan kepada masyarakat adalah penyuluhan mengenai tanda dan gejala penyakit TB, seberapa bahaya dan seriusnya masalah yang diakibatkan oleh penyakit TB serta ajakan terhadap masyarakat agar datang ke puskesmas untuk memeriksakan diri, keluarga ataupun tetangga jika memiliki gejala seperti yang telah disebutkan di dalam penyuluhan. Penyuluhan ini menekankan terhadap peran serta masyarakat secara aktif dalam menemukan penyakit TB. Berdasarkan buku pedoman nasional penanggulangan TB mennyatakan bahwa terdapat dua bentuk kontribusi masyarakat dalam penanggulangan TB,yaitu: 1. Secara kuantitatif yang artinya semakin banyak keluarga/ masyarakat yang berkiprah dalam penanggulangan TB 2. Secara kualitatif yang artinya keluarga/ masyarakat bukan hanya memanfaatkan tetapi ikut berkiprah dalam melakukan penyuluhan, ikut menjadi PMO, kader TB dan sebagainya. Kontribusi tersebut diharapkan dapat meningkatkan penemuan kasus penyakit TB.1 Media promosi lain seperti poster dan leaflet sangat sedikit jumlahnya.1 berdasarkan wawancara dengan penanggung jawab program TB dan observasi didapatkan kurangnya media informasi tentang TB paru di puskemas (brosur) sehingga penulis membuat brosur mengenai penyakit TB paru yang berisikan tanda dan gejala penyakit TB serta ajakan kepada masyarakat agar datang ke puskesmas untuk memeriksakan diri, keluarga ataupun tetangga jika memiliki gejala seperti yang telah disebutkan di dalam brosur tersebut. Penulis membuat brosur sebanyak 50 buah. 20 buah dibagikan ke masyarakat pada saat penyuluhan setelah kuesioner awal diisi oleh responden dan sisanya diletakkan di poli umum untuk diberikan ke pasien yang berobat di poli umum. Strategi penemuan suspek TB cara aktif selektif. Melakukan pemeriksaan kontak serumah pada pasien dengan BTA positif oleh petugas pengelola program TB. Kalau ada tandatanda dengan gejala tuberkulosis maka dilakukan pemeriksaan BTA sputum. Disamping itu juga melibatkan petugas sanitasi untuk melakukan inspeksi sanitasi ke rumah dan lingkungan penderita tuberkulosis BTA positif. Pada umumnya keadaan rumah dan lingkungan penderita tuberkulosis dengan higienis yang jelek dan kotor, ventilasi rumah kurang baik, penghuni yang40

padat dengan ekonomi yang lemah.1 Hal ini belum dapat terlaksana di Puskesmas Rawat inap Muara Fajar karena kurangnya petugas untuk menemukan kasus TB baru secara aktif (1 orang) dan petugas sanitasi belum dilibatkan dalam melakukan kunjungan rumah ini. Oleh karena itu penulis merekomendasikan kepada Ka Puskesmas Rawat Inap Muara Fajar agar memberdayakan petugas yang lain (petugas sanitasi) untuk membantu dalam melakukan kunjungan rumah terhadap pasien TB dan suspek TB untuk menemukan kasus TB baru secara aktif. Saat ini setiap tahun ditemukan sekitar setengah juta kasus baru TB. Separuh diantaranya adalah kasus TB menular, menyebabkan lebih seratus ribu kematian. Sekitar 70% penderita TB merupakan usia produktif. Karena itu upaya pencegahan dan pemberantasan TB merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah baik lintas sektor maupun lintas program dan masyarakat termasuk sektor swasta.7 Kemitraan dengan praktisi swasta seperti dokter praktik swasta, bidan praktik swasta dan perawat praktik swasta dalam program penanggulangan penyakit tuberkulosis belum berjalan dengan baik. Begitu pula dengan organisasi profesi kesehatan seperti IDI, IBI dan PPNI. Kemitraannya baru dilakukan secara lisan tanpa adanya kesepakatan secara tertulis.1 Puskesmas Rawat Inap muara Fajar belum melakukan kerjasama dengan bidan dan dokter praktek swasta di wilayah tersebut untuk dapat ikut serta dalam berperan aktif dalam menemukan kasus TB. Dimana terdapat 1 prakter dokter swasta dan 3 praktek bidan swasta di wilayah tersebut. Oleh karena itu penulis merekomendasikan kepada penanggung jawab P2P agar melakukan kerjasama dengan bidan dan dokter praktek swasta melalui pendistribusian formulir rujukan dan pelaporan pasien suspek TB antara bidan dan dokter praktek swasa dengan puskesmas. Di Indonesia, model potensi jejaring kerjasama dengan praktisi swasta seperti BP, dokter dan bidan praktek swasta belum banyak dikembangkan. Salah satu contoh pihak pemerintah yang menjalankan model kerjasama dengan praktisi swasta adalah uji coba yang telah dilakukan oleh pihak Dinas Kesehatan Provinsi Bali pada tahun 2002 dan berhasil menjaring 583 penderita TB. Namun dalam pelaksanaan kerjasama ini terdapat beberapa penghambat yaitu pihak praktisi swasta tidak merasa memiliki keterikatan dengan puskesmas. Di masa mendatang diharapkan kemitraan jejaring TB ini dapat menggunakan pendekatan regulasi seperti adanya nota kesepakatan oleh Dinas Kesehatan yang dapat secara langsung berpengaruh terhadap kinerja

41

program kesehatan serta kualitas pelayanan TB yang diterima oleh pasien yang berobat di praktek swasta. Semua Do telah terlaksana dan rekomendasi telah diterima oleh petugas terkait tetapi rekomendasi belum dapat dinilai apakah sudah berjalan atau belum karena keterbatasan waktu dalam menilainya.

Daftar Pustaka 1. Antoni S, Lazuardi L, Woerjandari A. Implementasi Penemuan Suspek Tuberkulosis di Puskesmas Kabupaten Pesisir Selatan. Working Paper Series No. 14 Januari 2009.2009. http://www.lrc-kmpk.ugm.ac.id/id/UP-PDF/_working/No.14_syahrizal_antoni_01_09.pdf 2. Sub Direktorat TB Departemen Kesehatan RI dan World Health Organization. Lembar Fakta Tuberkulosis. 2008. http://www.tbindonesia.or.id/pdf/Lembar_Fakta_TB.pdf 3. Melina, N. Tuberkulosis di Riau. Dinas Kesehatan Provinsi Riau-SubDin Yankes. 2007. http://yankesriau.wordpress.com/penyakit/tuberkulosis/ 4. Millenium Development Goals. Indikator-indikator. Badan Pusat Statistik. 2010. http://mdgsdev.bps.go.id/main.php?link=ingoal8 5. Menkokesra. Kejadian Tuberkolusis Ditekan Menjadi 222 per 100 Ribu. 2010. http://www.menkokesra.go.id/node/144 6. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS. Bagian Paru FK USU. 2005. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3448/1/paru-amira.pdf 7. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. UNTUK TANGGULANGI TB, PERLU KEMITRAAN. 2010. http://www.depkes.go.id/index.php/component/content/article/43-

newsslider/852-untuk-tanggulangi-tb-perlu-kemitraan.html

42

43