makalah tb blok 26 satrio adiras putra

27
Epidemiologi Tuberkulosis di Masyarakat serta Program Penanganannya Satrio Adiras Putra Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , Indonesia Email: [email protected] Abstrak : Penyakit tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kumaMycobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TB sendiri berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant selama beberapa tahun. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggungjawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh dibatasi berdasarkan organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dalam makalah ini akan dibahaskan secara lebih terperinci mengenai penyakit TBC serta penanggulangannya berdasarkan prinsip kedokteran keluarga. Kata kunci : tuberculosis (TBC), kedokteran keluarga, penanggulangan tbc. Promosi kesehatan Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya. Secara umum, tujuan promosi penanggulangan TBC adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit tersebut. Secara khusus ialah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) penderita, keluarga dan masyarakat terhadap penyakit TBC dan upaya penanggulangannya, meningkatkan PSP pengawas minum obat, meningkatkan jumlah penderita yang berobat teratur sampai sembuh, dan meningkatkan PSP petugas kesehatan dalam penanggulangan TBC. 1,2 Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kegiatan promosi penanggulangan TBC adalah perubahan perilaku masyarakat, khususnya 1

Upload: satrio-adiras-putra

Post on 05-Dec-2015

246 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

nope

TRANSCRIPT

Epidemiologi Tuberkulosis di Masyarakat serta Program Penanganannya

Satrio Adiras Putra

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta

Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , Indonesia

Email: [email protected]

Abstrak : Penyakit tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kumaMycobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TB sendiri berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant selama beberapa tahun. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggungjawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh dibatasi berdasarkan organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dalam makalah ini akan dibahaskan secara lebih terperinci mengenai penyakit TBC serta penanggulangannya berdasarkan prinsip kedokteran keluarga.

Kata kunci : tuberculosis (TBC), kedokteran keluarga, penanggulangan tbc.

Promosi kesehatan

Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat untuk memelihara,

meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan

kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu

upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang

dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.

Secara umum, tujuan promosi penanggulangan TBC adalah meningkatkan

kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit tersebut.

Secara khusus ialah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) penderita, keluarga

dan masyarakat terhadap penyakit TBC dan upaya penanggulangannya, meningkatkan PSP

pengawas minum obat, meningkatkan jumlah penderita yang berobat teratur sampai sembuh,

dan meningkatkan PSP petugas kesehatan dalam penanggulangan TBC.1,2

Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kegiatan promosi penanggulangan TBC adalah

perubahan perilaku masyarakat, khususnya penderita TBC agar memahami upaya

penanggulangan penyakit TBC. Agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, perlu

dipertimbangkan metode yang tepat sesuai dengan kondisi setempat.

1

Pada dasarnya metode promosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

Berdasarkan arah komunikasi dapat dilakukan dengan cara komunikasi satu arah (didaktik)

contohnya ceramah, siaran TV, dan komunikasi dua arah (sakratik) contohnya diskusi

kelompok dan simulasi.

Berdasarkan proses, dapat dilakukan secara langsung yaitu bertatap muka antara penyuluh

dan sasaran, dan secara tidak langsung yaitu melalui media, selebaran/leaflet, radio, surat

kabar/majalah, poster.

Berdasarkan penyampaian pesan, dapat dilakukan dengan mengucapkan, contohnya ceramah,

menunjukkan contohnya demonstrasi, pameran, melibatkan contohnya simulasi dan diskusi

kelompok.

Berdasarkan tujuan kegiatan promosi media, perantara atau alat bantu dalam pelaksanaan

promosi dapat dipilih sesuai kondisinya. Dapat menggunakan leaflet (lembar lipat). Media

cetak seperti leaflet, booklet, poster, paket informasi, kartu berobat, billboard, surat kabar dan

majalah. Media elektronika seperti kaset audio, radio, TV, layar tancap, slide dan film. Media

tradisional seperti wayang orang, wayang kulit, lenong dan ludruk.1,2,4

Pendekatan kedokteran keluarga

Definisi dokter keluarga

Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang

memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggungjawab dokter

terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien

juga tidak boleh dibedakan organ tubuh atau jenis penyakit tertentu.

Dokter keluarga juga bermaksud dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas di

lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas mengambil langkah awal penyelesaian

semua masalah yang mungkin dimiliki pasien; melayani individu dalam masyarakat, tanpa

memandang jenis penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya, dan memanfaatkan

semua sumberdaya yang tersedia dalam sistem pelayanan kesehatan semaksimal mungkin

untuk kepentingan pasien; berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari

pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif, menggunakan dan

memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi medis dan sosiologi medis.1,3

llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu

kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat

2

pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga

dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya.

Karakteristik

Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai anggota satu

keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.

Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada

penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang

disampaikan.

Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan seoptimal

mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini

mungkin.

Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi

kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.

Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan

bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.3,4

Pelayanan kedokteran keluarga

Tujuan pelayanan dokter keluarga

Tujuan pelayanan dokter keluarga dapat dibagi menjadi dua diantaranya tujuan umum yang

pada dasarnya sama dengan pelayanan kesehatan secara menyeluruh yaitu terwujudnya

keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga dan tujuan khusus yaitu terpenuhinya kebutuhan

keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif dan efisien.4,6,7

Prinsip dokter keluarga

Pelayanan yang holistik dan komprehensif

Dokter keluarga memberikan pelayanan yang menyeluruh yang memadukan promosi

kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik, psikologis

dan sosial budaya.Dokter tidak hanya mengatasi masalah ibu dan anak dari pengobatan kuratif

sahaja, tetapi juga preventif dan juga promotif.

Pelayanan yang kontinu (berkesinambungan)

Pelayanan dokter keluarga berpusat pada orangnya (patient centered), bukan pada

penyakitnya ( disease centered).

3

Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif

Dalam upaya mengatasi masalah pasien, dokter keluarga perlu berkonsultasi dengan

disiplin ilmu lainnya. Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada di luar

kompetensinya, dokter keluarga bekerjasama dan mendelegasikan pengelolaan pasiennya

pada pihak lain yang berkompeten. Dokter berkerjasama dengan dokter-dokter lain yang lebih

kompeten mengenai masalah ibu dan anak tersebut, seperti merujuk anak tersebut ke ahli

kesehatan anak untuk terapi TBC yang dialaminya.2

Pelayanan yang mengutamakan pencegahan

Karena berangkat dengan paradigma sehat, maka upaya pencegahan dokter keluarga

dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan oleh dokter dengan memberikan

pengarahan atau edukasi kepada pasien terkait masalah TBC dengan keadaan pemukiman

padat penduduk serta keperluan ruang tinggal yang memadai serta terjaga kebersihan dan

sanitasi lingkungannya.

Pelayanan dengan sasaran keluarga beserta segala aspeknya

Dalam mengatasi masalah, dokter keluarga mempertimbangkan konteks keluarga

dampak kondisi pasien terhadap keluarga dan sebaliknya. Selain itu, harus memerhatikan

juga dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.4

Dokter lima bintang/five star doctor

Dokter sebagai Care Provider

Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai

bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan

menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan

personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang

saling menghargai dan mempercayai.

Pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan

dipertangungjawabkan

4

Dokter sebagai Decision Maker

Dalam hal ini dokter dituntut untuk mampu memilih teknologi tepat guna untuk

digunakan dalam mempertinggi pelayanan kesehatan yang layak dan berbiaya terjangkau,

dengan kata lain dokter adalah pengambil keputusan, menentukan teknologi mana yang akan

dipakainya dalam pengobatan pasien dengan memperhatikan cost-effectiveness.1-3

Dalam melakukan prosedur klinis, seorang dokter dalam hubungannya sebagai

Decision Maker melakukan perlakuan sesuai masalah, kebutuhan pasien, dan sesuai

kewenangannya.

Dokter sebagai Communicator

Dalam hal ini dokter dituntut seorang yang mampu meningkatkan gaya hidup yang

sehat dengan penyuluhan yang efektif dan nasehat yang tepat dalam konteks budaya dan

ekonomi, dengan demikian kesehatan pada perorangan dan masyarakat akan meningkat dan

terjaga sehingga membantu individu maupun kelompok masyarakat dalam mengubah gaya

hidupnya ke arah perilaku sehat.1,2

Sebagai Communicator, dokter diharapkan mampu menguasai area komunikasi efektif

yaitu menggali dan bertukar informasi secara verbal atau non verbal dengan pasien pada

semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega dan profesi lain.

Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif

sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara

kesehatannya sendiri. Selain itu, mampu memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan

mandiri kepada pasien dan komunitasnya

Proses yang harus diperhatikan baik dalam berkomunikasi dengan pasien maupun

keluarganya yaitu rasa kesinambungan, pengumpulan informasi, mendiagnosa, dan memberi

penjelasan.

Dokter sebagai Community Leader

Dalam hal ini dokter sebagai seorang yang karena kehormatan dan kepercayaan

masyarakat setempat, mampu mengetahui kebutuhan kesehatan perorangan maupun

kelompok sehingga dapat berperan dalam memotivasi masyarakat untuk turut berpartisipasi

meningkatkan kesehatan umum serta khususnya pada masyarakat.

5

Dokter sebagai Manager

Dalam hal ini, dokter adalah seseorang yang memperoleh kepercayaan dari komunitas

pasien yang dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya,

memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegiatan atas nama

masyarakatdan juga menjadi panutan masyarakat.

Riwayat alamiah penyakit

Epidemiologi

Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7 juta kematian karena TB

pada tahun 2006.

Perkiraan insidensinya adalah 9.2 juta kasus baru TB pada tahun 2006.

Diperkirakan 1,7 juta orang (25/100.000) meninggal karena TB pada tahun 2006,

termasuk mereka yang juga memperoleh infeksi HIV (200.000).

India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang

terjadi di 22 negara dengan beban berat TB: Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah India

dan Cina

indiachinaindonesianegara lain

gambar 1 : Jumlah kasus TBC berdasarkan negara4

6

Tabel 1 : Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia, 1990 dan 2009. 6

Berdasarkan tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua

tipe TBC sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe TB,

insidensi semua tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua

tipe TB, Insidensi kasus baru TB BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar

236.029 kasus baru TB Paru BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk

atau 250 orang per hari.2,4

Gambar 2 : Kasus Baru TB Paru BTA Positif menurut kelompok umur.7

Berdasarkan grafik proporsi pasien baru TBC Paru BTA positip per kelompok umur

tersebut menunjukkan bahwa jumlah kasus baru TBC Paru BTA positif yang terbesar adalah

7

kelompok umur 15-54 tahun sedangkan yang tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun.

Untuk kelompok umur 0-4 tahun masih terdapat pasien baru TBC Paru BTA positif.

Etiologi

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri

Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga

dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh

Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut

diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch

Pulmonum (KP).1-4

Cara penularan penyakit TBC

Penyakit TBC biasanya menular melalui udara (airborne) yang tercemar dengan

bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk; dan

pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila

sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak

(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui

pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi

hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang,

kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering

terkena yaitu paru-paru.4,5

Gambar 4 : Cara penularan TBC.5

Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera

akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian

reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di

sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat

jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant

(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada

pemeriksaan foto rontgen.

Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant

sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang

kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.

Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang

8

nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi

sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif

terinfeksi TBC.2,3,5

Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan

dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum

optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang

tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya

tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang

memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.

Early diagnosis and prompt treatment

Diagnosis TBC

Penemuan penderita tersangka

Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif (Passive case finding). Penemuan

secara pasif ini didukung dengan penyuluhan secara aktif oleh petugas kesehatan maupun

masyarakat. Cara ini dikenal sebagai Passive Promotive Case Finding. Melalui penyuluhan

yang diberi kepada masyarakat mengenai TBC, penderita yang merasa seperti mempunyai

gejala klinis TBC akan timbul kesadaran untuk mendapatkan perawatan medis. Seterusnya

penderita akan pergi ke pusat kesehatan samaada puskesmas ataupun rumah sakit bagi

mendapatkan kepastian. Hal inilah yang dikatakan sebagai Passive Promotive Case Finding.

Sebagai seorang petugas kesehatan, haruslah dimengerti apabila seseorang itu

terdiagnosis menderita TBC, haruslah diperhatikan juga orang-orang yang tinggal di

sekeliling pasien (lingkungan) pasien. Ini mengingat bahawa seorang penderita TBC paru

BTA positif dapat menularkan TBC kepada 15-30 orang setahunnya. Haruslah dihantar

petugas kesehatan yang berwenang ke lingkungan tempat pasien tinggal bagi memeriksa

anggota keluarga yang lain ataupun mengarahkan ahli keluarga datang ke puskesmas bagi

menjalankan pemeriksaan sama ada tertular atau tidak. Hal ini pula dikenal sebagai tehnik

Active Case Finding.1,4,6

Cara mendeteksi penderita tersangka TBC :

Memeriksa pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala batuk 3

minggu atau lebih. Memeriksa mereka yang tinggal serumah dengan penderita TBC atau BTA

9

positif, khususnya anak-anak dan dewasa muda. Memeriksa penderita dengan kelainan

radiologi paru mengarah pada TBC

Penentuan dan penegakan diagnosis

Pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan basil tahan asam (BTA) masih

merupakan pilihan utama untuk mendiagnosis TBC karena sarana laboratorium yang terbatas

di puskesmas selain mudah dilakukan karena cara yang sederhana.

Tehnik pewarnaan yang lazimnya digunakan adalah pewarnaan Ziehl-Nielson.

Spesimen yang digunakan bagi melakukan pemeriksaan ini adalah dahak yang diambil

sebanyak tiga kali iatu dahak pagi, dahak sewaktu dan dahak pagi (S-P-S). Apabila BTA tidak

ditemukan pada ketiga-tiga spesimen, hasilnya adalah BTA negatif.

Jika ditemukan BTA pada dua atau tiga spesimen dahak S-P-S, maka penderita

dikatakan penderita BTA positif atau menular. Apabila tidak ditemukan BTA pada ketiga

spesimen namun penderita menunjukkan gejala klinis yang mengarah pada TBC, perlu

dilakukan pemeriksaan radiologis paru. Diagnosis pasti TBC adalah dengan melakukan

biakan pada agar Lowenstein-Jensen.

Penemuan penderita TBC pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar

diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.

Uji tuberkulin (Mantoux)

Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intra kutan). Pembacaan

dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada

gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya

infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif

pada anak TBC berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian

imunosupresif, dll). Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang.3-7

Reaksi cepat BCG

Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan

dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium

tuberculosis.

Foto rontgen dada

10

Gambaran rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit,

karenanya harus hati-hati dengan kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling

mungkin jika ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.

Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah: milier, atelektasis/kolaps

konsolidasi, infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi (lobus),

reaksi pleura dan atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed lung. Bila ada

diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen, harus dicurigai TBC. Foto

rontgen dada sebaiknya dilakukan PA (Postero-Anterior) dan lateral, tetapi kalau tidak

mungkin PA saja.

Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi

Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari

bilasan lambung karena dahak sulit didapat. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur)

memerlukan waktu yang lama. Namun cara baru untuk mendeteksi kuman TBC dengan PCR

(Polymery Chain Reaction) atau Bactec masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis.

Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih

memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.

Penjaringan Tersangka Penderita TBC Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA

positif (kontak serumah), masyarakat (kunjungan Posyandu), atau dari penderita-penderita

yang berkunjung ke Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit.\

Penatalaksanaan

Dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia telah ditetapkan tujuan program

pemberantasan yang meliputi tujuan jangka panjang yaitu menurunkan angka kesakitan,

kematian dan penularan TBC dengan cara memutuskan rantai penularan sehingga penyakit

TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tujuan jangka pendek

yaitu menyembuhkan minimal 85% penderita baru BTA (+) yang ditemukan, mencapai 70%

cakupan penemuan penderita (case detection rate) dari semua penderita yang ditemukan,

mencegah timbulnya resistensi obat TBC ( Multi Drug Resistency = MDR) di masyarakat.1,2,6

Sejak tahun 1995 pemerintah telah berusaha melakukan pemberantasan penyakit TBC

dengan melaksanakan strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO. Dengan strategi

11

DOTS diharapkan dapat memberikan angka penemuan dan kesembuhan yang tinggi untuk

menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit tuberkulosis.

Strategi DOTS terdiri dari :

Komitmen politisi dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.

Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TBC akan menjadi salah satu prioritas utama dalam

program kesehatan, dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan

kegiatan strategi DOTS.7

Diagnosa TBC paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis terhadap semua

tersangka TBC diunit pelayanan kesehatan. Mikroskop merupakan komponen utama untuk

mendiagnosa penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak lansung pada penderita tersangka

TBC.8

Pengobatan jangka pendek dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan pengawasan

langsung oleh PMO (Pengawas Makan Obat). PMO ini yang akan ikut mengawasi penderita

minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan bahwa penderita betul

minum obatnya dan bisa diharapkan akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO

haruslah orang yang dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan.

Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama.

Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita. Panduan OAT

jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat sangat

penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT

jangka pendek harus selalu terjamin.

Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi

program. Pencatatan dan pelaporan ini merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB.

Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau kemajuan

pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya penderita dinyatakan

sembuh atau selesai pengobatannya.

Prinsip pengobatan

12

Pengobatan TBC dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus

diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat

sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian

OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =

Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan

TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara

langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut

diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2

minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan.

Tahap Lanjutan

Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka

waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga

mencegah terjadinya kekambuhan.

Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di

Indonesia:

Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)

Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat

kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam

bentuk OAT kombipak.4,7,8

Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.

Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk

satu pasien.

13

Paket Kombipak

Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,

Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien

yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket,

dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa

pengobatan.

KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TBC:

Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan

mengurangi efek samping.

Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat

ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.

Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan

meningkatkan kepatuhan pasien.

Paduan OAT dan peruntukannya.

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:

Pasien baru TB paru BTA positif.

Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif

Pasien TB ekstra paru

Tabel 2 : Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1.4

Berat badan(kg) Tahap intensif

Tiap hari selama 56 hari

RHZE (159/75/400/275)

Tahap lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu

RH (150/150)

30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

≥ 71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

14

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

Pasien kambuh

Pasien gagal

Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)

Tabel 3 : Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 2.3

Berat badan

(Kg)

Tahap intensif

Tiap hari

RHZE (159/75/400/275) + S

Tahap lanjutan

3 kali seminggu selama 16

minggu

RH (150/150) + E (275)

Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu

30-37 2 tab 4KDT + 500mg

Streptomisin inj.

2 tab 4KDT 2 tab 2KDT

+ 2 tab Etambutol

38-54 3 tab 4KDT+ 750 mg

Streptomisin inj.

3 tab 4KDT 3 tab 2KDT

+ 3 tab Etambutol

55-70 4 tab 4KDT+ 1000 mg

Streptomisin inj.

4 tab 4KDT 4 tab 2KDT

+ 4 tab Etambutol

≥ 71 5 tab 4KDT+ 1000mg

Streptomisin inj.

5 tab 4KDT 5 tab 2KDT

+ 5 tab Etambutol

Catatan:

Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah

500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB

dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan

aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).7,8

Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam

waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap

lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel 4 : Dosis OAT kombipak pada anak.6

Jenis obat BB < 10kg BB 10-19 kg BB 20-32kg

Isoniazid 50mg 100mg 200mg

Rifampicin 75mg 150mg 300mg

Pirazinamid 150mg 300mg 600mg

15

Tabel 5 : Dosis OAT KDT pada anak.4

Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari

RHZ (75/50/150)

4 bulan tiap hari

RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-19 2 tablet 2 tablet

20-32 2 tablet 2 tablet

Follow up dan pengawasan

Evaluasi klinik

Evaluasi meliputi penimbangan berat badan, keluahn fisik, serta pemeriksaan fisik.

Evaluasi ini setidaknya dilakukan setiap 2 minggu pada fase awal pengobatan dan setiap 1

bulan pada fase lanjutan

Evaluasi bakteriologik

Evaluasi ini mutlak dilaksanakan terutama pada kasus BTA (+) karena dapat

menentukan konversi BTA serta status keberhasilan pengobatan pada penderita. Konversi

BTA adlah perubahan BTA (+) menjadi BTA (-) pada akhir fase awal. Pengobatan fase

lanjutan dimulai apabila konversi positif, sebaliknya pada konversi negatif maka pengobatan

fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan sisipan RHZE. Bila setelah itu tetap negatif

pasien dikategorikan gagal pengobatan.3,4,6

Evaluasi BTA berikutnya dilakukan pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan.

Pengobatan akan diteruskan bila BTA (-), sebaliknya bila BTA(+) pasien dimasukkan ke

dalam kategori gagal pengobatan. Evaluasi final dilakukan pada akhir pengobatan, dikatakan

sembuh bila BTA (-) dan gagal bila BTA (+).

Tabel 6 : Waktu evaluasi pasien.8

Kategori 1 2 3

Waktu evaluasi -Akhir bulan ke 2

-Akhir bulan ke 3

-Sebulan sebelum

-Akhir bulan ke 3

-Akhir bulan ke 4

(sisipan)

-akhir bulan ke dua

16

akhir pengobatan

-Akhir pengobatan

-Sebulan sebelum

akhir pengobatan

-Akhir pengobatan

Evaluasi radiologik

Evaluasi dilakukan pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan. Adanya perubahan

gambaran lesi baik ke arah membaik atau memburuk akan membantu dalam menentukan

status pengobatan penderita.

Gambar 5 : Jalur pengobatan TBC pada orang dewasa.3

Preventif

Untuk melakukan tindakan preventif haruslah terlebih dahulu diketahui mengenai

faktor resiko penularan TBC.

Faktor Umur.

Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis

kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan

di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa

kemungkinan mendapat infeksi TBC aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.

17

Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia

diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.

Faktor Jenis Kelamin.

Di benua Afrika banyak TBC terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah

penderita TBC paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TBC paru

pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987

penderita TBC paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TBC

paru pada wanita menurun 0,7%. TBC paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan

dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga

memudahkan terjangkitnya TBC paru.1-4

Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang

diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit

TBC paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk

mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan

mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.

Pekerjaan

Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila

pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan

mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang

tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran

pernafasan dan umumnya TBC paru.

Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang

akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,

pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah

(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan UMR akan mengkonsumsi

makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga

sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit

infeksi diantaranya TBC. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan

yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga

akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TBC.3,7,8

18

Kebiasaan Merokok

Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk

mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker

kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TBC paru sebanyak

2,2 kali.

Kepadatan hunian kamar tidur

Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya

luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak

menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah

menular kepada anggota keluarga yang lain.

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam

m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan

fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar

tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit

pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum

90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan

anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-

langit minimum tingginya 2,75 m.4,5

Pencahayaan

Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca

minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat

dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri

patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai

jalan masuk cahaya yang cukup.2,5

Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60

lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat

mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap

jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat

membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama

Penularan kuman TB relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk

19

dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat

berkurang.

Ventilasi

Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran

udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang

diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan

menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan

cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk

pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.

Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-

bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.

Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga

agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.

Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%

dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi

insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga

temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C

dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.

Kondisi rumah

Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,

dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag

sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai

media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.

Kelembaban udara

Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana

kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB

akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama

beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.

20

Status Gizi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai

resiko 3,7 kali untuk menderita TBC dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup

atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan

tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.5-8

Keadaan Sosial Ekonomi

Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi

lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat

menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan

sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan

menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TBC.

Perilaku

Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita

TBC yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh

terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular

bagi orang disekelilingnya.

Pencegahan primer

Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan

dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan lingkungan. Contohnya :

Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan mengurangi penyebab atau

menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin

dengan melakukan isolasi pada penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.

Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosa seperti

meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada rumah dan

mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah

Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu, pemberian

imunisasi BCG terutama bagi anak.

21

Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan penderita karena

bisa menyebabkan penularan.

Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa meliputi definisi,

penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti imunisasi BCG, dan

pengobatan tuberculosis paru.5,7,8

Pencegahan sekunder

Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan

pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses

penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan

pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan

menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya : pemberian obat anti tuberculosis (OAT)

pada penderita tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau

rifampizin, penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa

pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa, diagnosa dengan tes

tuberculin, anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. melakukan foto thorax,

libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa.

Pencegahan tertier

Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan

sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya suatu

penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek

fisik, psikologis dan sosialnya. Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara

sistematis dan berjenjang. Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap

pengobatan. Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian paru-

paru untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang

belakang

Kesimpulan

Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien TBC di Indonesia saat ini masih

memiliki banyak kekurangan dan kendala. Hal ini menyebabkan sulitnya pencegahan

terhadap penularan penyakit itu di masyarakat. Walaupun menurut penelitian yang dijalankan

22

menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pengobatan TBC sudah cukup baik, namun jumlah

penderita TBC terus meningkat setiap tahunnya.

Antara yang menjadi kendala mengatasi penularan TBC adalah keterbatasan sarana

dan prasarana pelayanan kesehatan yang tidak mencakup semua penduduk terutama di

kawasan pedalaman. Selain itu, kurangnya tindakan promotif dan preventif dari pihak yang

berwenang menyebabkan masyarakat masih tidak mengenali penyakit TBC terutama bagi

yang tingkat pendidikannya rendah.

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang sekian lama dicanangkan oleh

puskesmas masih tidak banyak diamalkan oleh masyarakat menyebabkan mudahnya terjadi

penularan TBC. Selain itu, penyakit ini terus bertambah tiap tahunnya karena kurangnya

kesadaran penderita itu sendiri untuk mematuhi pengobatan yang telah diberikan, sekaligus

menjadi sumber penularan bagi TBC.

Kerjasama lintas program dan lintas sektoral haruslah dilakukan dengan teratur,

dengan memperhatikan norma kedokteran keluarga agar penyakit TBC tidak lagi menjadi

penyakit menular pembunuh nomor 1 di Indonesia. Lebih penting lagi, program yang

direncanakan haruslah dilaksanakan secara berterusan, mencakup di semua daerah-daerah

terutama di pedalaman, tidak hanya di kota-kota sahaja. Haruslah diingat bahwa mencegah

lebih baik dari mengobati.

Daftar pustaka

1. Pickett G, Hanlon J. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktek. Edisi 9, 2011.

Jakarta (INA) : Penerbit Buku kedokteran EGC.p.417-35.

2. Wouk H. Tuberculosis. Edisi 1, 2010. New York (USA) : Marshall Caavendish

Corporation.p.26-196.

23

3. Suharjo J. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Edisi

1, 2010. Yogyakarta (INA) : Penerbit Kanisius.p.27-139.

4. Yoannes y. Kesehatan masyarakat tbc dan pencegahannya. Edisi 1, 2012.

Yogyakarta (INA) : Penerbit Kanisius.p.1-23.

5. Chatman J. Tuberculosis : arresting everyone’s enemy. Edisi 2, 2013. New York

(USA) : Joint Commission Resource Inc.p.1-111.

6. Theodore H, Elena A. The new public health. Edisi 2, 2012. California (USA) :

Elsevier Academic Press.p.46-87.

7. Budiman C. Ilmu kedokteran pencegahan komunitas. Edisi 1, 2014. Jakarta (INA) :

Penerbit Buku kedokteran EGC.p.200-5

8. World health organization (WHO). Treatment of tuberculosis guidelines. Edisi 4,

2010. Geneva (SUI) : WHO Press.p.1-60.

24