makalah tb blok 26 satrio adiras putra
DESCRIPTION
nopeTRANSCRIPT
Epidemiologi Tuberkulosis di Masyarakat serta Program Penanganannya
Satrio Adiras Putra
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Alamat Korespondensi: Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510 , Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak : Penyakit tuberculosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kumaMycobacterium tuberculosis (TB), sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TB sendiri berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu taha terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dormant selama beberapa tahun. Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggungjawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien juga tidak boleh dibatasi berdasarkan organ tubuh atau jenis penyakit tertentu. Dalam makalah ini akan dibahaskan secara lebih terperinci mengenai penyakit TBC serta penanggulangannya berdasarkan prinsip kedokteran keluarga.
Kata kunci : tuberculosis (TBC), kedokteran keluarga, penanggulangan tbc.
Promosi kesehatan
Promosi kesehatan adalah proses memberdayakan masyarakat untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatannya melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan
kemampuan serta pengembangan lingkungan sehat. Promosi mencakup aspek perilaku, yaitu
upaya untuk memotivasi, mendorong dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang
dimiliki masyarakat agar mereka mampu memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Secara umum, tujuan promosi penanggulangan TBC adalah meningkatkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam upaya penanggulangan penyakit tersebut.
Secara khusus ialah meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku (PSP) penderita, keluarga
dan masyarakat terhadap penyakit TBC dan upaya penanggulangannya, meningkatkan PSP
pengawas minum obat, meningkatkan jumlah penderita yang berobat teratur sampai sembuh,
dan meningkatkan PSP petugas kesehatan dalam penanggulangan TBC.1,2
Tujuan akhir yang ingin dicapai dalam kegiatan promosi penanggulangan TBC adalah
perubahan perilaku masyarakat, khususnya penderita TBC agar memahami upaya
penanggulangan penyakit TBC. Agar tujuan yang diharapkan dapat tercapai, perlu
dipertimbangkan metode yang tepat sesuai dengan kondisi setempat.
1
Pada dasarnya metode promosi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Berdasarkan arah komunikasi dapat dilakukan dengan cara komunikasi satu arah (didaktik)
contohnya ceramah, siaran TV, dan komunikasi dua arah (sakratik) contohnya diskusi
kelompok dan simulasi.
Berdasarkan proses, dapat dilakukan secara langsung yaitu bertatap muka antara penyuluh
dan sasaran, dan secara tidak langsung yaitu melalui media, selebaran/leaflet, radio, surat
kabar/majalah, poster.
Berdasarkan penyampaian pesan, dapat dilakukan dengan mengucapkan, contohnya ceramah,
menunjukkan contohnya demonstrasi, pameran, melibatkan contohnya simulasi dan diskusi
kelompok.
Berdasarkan tujuan kegiatan promosi media, perantara atau alat bantu dalam pelaksanaan
promosi dapat dipilih sesuai kondisinya. Dapat menggunakan leaflet (lembar lipat). Media
cetak seperti leaflet, booklet, poster, paket informasi, kartu berobat, billboard, surat kabar dan
majalah. Media elektronika seperti kaset audio, radio, TV, layar tancap, slide dan film. Media
tradisional seperti wayang orang, wayang kulit, lenong dan ludruk.1,2,4
Pendekatan kedokteran keluarga
Definisi dokter keluarga
Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggungjawab dokter
terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis kelamin pasien
juga tidak boleh dibedakan organ tubuh atau jenis penyakit tertentu.
Dokter keluarga juga bermaksud dokter yang dididik secara khusus untuk bertugas di
lini terdepan sistem pelayanan kesehatan, bertugas mengambil langkah awal penyelesaian
semua masalah yang mungkin dimiliki pasien; melayani individu dalam masyarakat, tanpa
memandang jenis penyakitnya ataupun karakter personal dan sosialnya, dan memanfaatkan
semua sumberdaya yang tersedia dalam sistem pelayanan kesehatan semaksimal mungkin
untuk kepentingan pasien; berwenang secara mandiri melakukan tindak medis mulai dari
pencegahan, diagnosis, pengobatan, perawatan dan asuhan paliatif, menggunakan dan
memadukan ilmu-ilmu biomedis, psikologi medis dan sosiologi medis.1,3
llmu kedokteran keluarga adalah ilmu yang mencakup seluruh spektrum ilmu
kedokteran tingkat yang orientasinya adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan tingkat
2
pertama yang berkesinambungan dan menyeluruh kepada satu kesatuan individu, keluarga
dan masyarakat dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan, ekonomi dan sosial budaya.
Karakteristik
Yang melayani penderita tidak hanya sebagai orang perorang melainkan sebagai anggota satu
keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
Yang memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan perhatian kepada
penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi jumlah keseluruhan keluhan yang
disampaikan.
Yang mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan seoptimal
mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta mengobati penyakit sedini
mungkin.
Yang mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan berusaha memenuhi
kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
Yang menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan
bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.3,4
Pelayanan kedokteran keluarga
Tujuan pelayanan dokter keluarga
Tujuan pelayanan dokter keluarga dapat dibagi menjadi dua diantaranya tujuan umum yang
pada dasarnya sama dengan pelayanan kesehatan secara menyeluruh yaitu terwujudnya
keadaan sehat bagi setiap anggota keluarga dan tujuan khusus yaitu terpenuhinya kebutuhan
keluarga akan pelayanan kedokteran yang lebih efektif dan efisien.4,6,7
Prinsip dokter keluarga
Pelayanan yang holistik dan komprehensif
Dokter keluarga memberikan pelayanan yang menyeluruh yang memadukan promosi
kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, dan rehabilitasi dengan aspek fisik, psikologis
dan sosial budaya.Dokter tidak hanya mengatasi masalah ibu dan anak dari pengobatan kuratif
sahaja, tetapi juga preventif dan juga promotif.
Pelayanan yang kontinu (berkesinambungan)
Pelayanan dokter keluarga berpusat pada orangnya (patient centered), bukan pada
penyakitnya ( disease centered).
3
Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
Dalam upaya mengatasi masalah pasien, dokter keluarga perlu berkonsultasi dengan
disiplin ilmu lainnya. Bila pasien membutuhkan pelayanan yang berada di luar
kompetensinya, dokter keluarga bekerjasama dan mendelegasikan pengelolaan pasiennya
pada pihak lain yang berkompeten. Dokter berkerjasama dengan dokter-dokter lain yang lebih
kompeten mengenai masalah ibu dan anak tersebut, seperti merujuk anak tersebut ke ahli
kesehatan anak untuk terapi TBC yang dialaminya.2
Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
Karena berangkat dengan paradigma sehat, maka upaya pencegahan dokter keluarga
dilakukan sedini mungkin. Hal ini dapat dilakukan oleh dokter dengan memberikan
pengarahan atau edukasi kepada pasien terkait masalah TBC dengan keadaan pemukiman
padat penduduk serta keperluan ruang tinggal yang memadai serta terjaga kebersihan dan
sanitasi lingkungannya.
Pelayanan dengan sasaran keluarga beserta segala aspeknya
Dalam mengatasi masalah, dokter keluarga mempertimbangkan konteks keluarga
dampak kondisi pasien terhadap keluarga dan sebaliknya. Selain itu, harus memerhatikan
juga dampak kondisi pasien terhadap komunitas dan sebaliknya.4
Dokter lima bintang/five star doctor
Dokter sebagai Care Provider
Yang mempertimbangkan pasien secara holistik sebagai seorang individu dan sebagai
bagian integral (tak terpisahkan) dari keluarga, komunitas, lingkungannya, dan
menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berkualitas tinggi, komprehensif, kontinu, dan
personal dalam jangka waktu panjang dalam wujud hubungan profesional dokter-pasien yang
saling menghargai dan mempercayai.
Pelayanan komprehensif yang manusiawi namun tetap dapat dapat diaudit dan
dipertangungjawabkan
4
Dokter sebagai Decision Maker
Dalam hal ini dokter dituntut untuk mampu memilih teknologi tepat guna untuk
digunakan dalam mempertinggi pelayanan kesehatan yang layak dan berbiaya terjangkau,
dengan kata lain dokter adalah pengambil keputusan, menentukan teknologi mana yang akan
dipakainya dalam pengobatan pasien dengan memperhatikan cost-effectiveness.1-3
Dalam melakukan prosedur klinis, seorang dokter dalam hubungannya sebagai
Decision Maker melakukan perlakuan sesuai masalah, kebutuhan pasien, dan sesuai
kewenangannya.
Dokter sebagai Communicator
Dalam hal ini dokter dituntut seorang yang mampu meningkatkan gaya hidup yang
sehat dengan penyuluhan yang efektif dan nasehat yang tepat dalam konteks budaya dan
ekonomi, dengan demikian kesehatan pada perorangan dan masyarakat akan meningkat dan
terjaga sehingga membantu individu maupun kelompok masyarakat dalam mengubah gaya
hidupnya ke arah perilaku sehat.1,2
Sebagai Communicator, dokter diharapkan mampu menguasai area komunikasi efektif
yaitu menggali dan bertukar informasi secara verbal atau non verbal dengan pasien pada
semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega dan profesi lain.
Yang mampu memperkenalkan pola hidup sehat melalui penjelasan yang efektif
sehingga memberdayakan pasien dan keluarganya untuk meningkatkan dan memelihara
kesehatannya sendiri. Selain itu, mampu memicu perubahan cara berpikir menuju sehat dan
mandiri kepada pasien dan komunitasnya
Proses yang harus diperhatikan baik dalam berkomunikasi dengan pasien maupun
keluarganya yaitu rasa kesinambungan, pengumpulan informasi, mendiagnosa, dan memberi
penjelasan.
Dokter sebagai Community Leader
Dalam hal ini dokter sebagai seorang yang karena kehormatan dan kepercayaan
masyarakat setempat, mampu mengetahui kebutuhan kesehatan perorangan maupun
kelompok sehingga dapat berperan dalam memotivasi masyarakat untuk turut berpartisipasi
meningkatkan kesehatan umum serta khususnya pada masyarakat.
5
Dokter sebagai Manager
Dalam hal ini, dokter adalah seseorang yang memperoleh kepercayaan dari komunitas
pasien yang dilayaninya, menyearahkan kebutuhan kesehatan individu dan komunitasnya,
memberikan nasihat kepada kelompok penduduk dan melakukan kegiatan atas nama
masyarakatdan juga menjadi panutan masyarakat.
Riwayat alamiah penyakit
Epidemiologi
Terdapat sekitar 9.2 juta kasus baru TB dan kira-kira 1.7 juta kematian karena TB
pada tahun 2006.
Perkiraan insidensinya adalah 9.2 juta kasus baru TB pada tahun 2006.
Diperkirakan 1,7 juta orang (25/100.000) meninggal karena TB pada tahun 2006,
termasuk mereka yang juga memperoleh infeksi HIV (200.000).
India, Cina dan Indonesia berkontribusi lebih dari 50% dari seluruh kasus TB yang
terjadi di 22 negara dengan beban berat TB: Indonesia menempati peringkat ke-3 setelah India
dan Cina
indiachinaindonesianegara lain
gambar 1 : Jumlah kasus TBC berdasarkan negara4
6
Tabel 1 : Angka Prevalensi, Insidensi dan Kematian, Indonesia, 1990 dan 2009. 6
Berdasarkan tabel 1 tersebut menunjukkan bahwa pada tahun 2007 prevalensi semua
tipe TBC sebesar 244 per 100.000 penduduk atau sekitar 565.614 kasus semua tipe TB,
insidensi semua tipe TB sebesar 228 per 100.000 penduduk atau sekitar 528.063 kasus semua
tipe TB, Insidensi kasus baru TB BTA Positif sebesar 102 per 100.000 penduduk atau sekitar
236.029 kasus baru TB Paru BTA Positif sedangkan kematian TB 39 per 100.000 penduduk
atau 250 orang per hari.2,4
Gambar 2 : Kasus Baru TB Paru BTA Positif menurut kelompok umur.7
Berdasarkan grafik proporsi pasien baru TBC Paru BTA positip per kelompok umur
tersebut menunjukkan bahwa jumlah kasus baru TBC Paru BTA positif yang terbesar adalah
7
kelompok umur 15-54 tahun sedangkan yang tertinggi pada kelompok umur 25-34 tahun.
Untuk kelompok umur 0-4 tahun masih terdapat pasien baru TBC Paru BTA positif.
Etiologi
Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh
Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut
diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch
Pulmonum (KP).1-4
Cara penularan penyakit TBC
Penyakit TBC biasanya menular melalui udara (airborne) yang tercemar dengan
bakteri Mycobacterium tuberculosis yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk; dan
pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila
sering masuk dan terkumpul di dalam paru-paru akan berkembang biak menjadi banyak
(terutama pada orang dengan daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui
pembuluh darah atau kelenjar getah bening. Oleh sebab itulah infeksi TBC dapat menginfeksi
hampir seluruh organ tubuh seperti: paru-paru, otak, ginjal, saluran pencernaan, tulang,
kelenjar getah bening, dan lain-lain, meskipun demikian organ tubuh yang paling sering
terkena yaitu paru-paru.4,5
Gambar 4 : Cara penularan TBC.5
Saat Mikobakterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru-paru, maka dengan segera
akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular (bulat). Biasanya melalui serangkaian
reaksi imunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui pembentukan dinding di
sekeliling bakteri itu oleh sel-sel paru. Mekanisme pembentukan dinding itu membuat
jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan menjadi dormant
(istirahat). Bentuk-bentuk dormant inilah yang sebenarnya terlihat sebagai tuberkel pada
pemeriksaan foto rontgen.
Pada sebagian orang dengan sistem imun yang baik, bentuk ini akan tetap dormant
sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang-orang dengan sistem kekebalan tubuh yang
kurang, bakteri ini akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak.
Tuberkel yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru-paru. Ruang inilah yang
8
nantinya menjadi sumber produksi sputum (dahak). Seseorang yang telah memproduksi
sputum dapat diperkirakan sedang mengalami pertumbuhan tuberkel berlebih dan positif
terinfeksi TBC.2,3,5
Meningkatnya penularan infeksi yang telah dilaporkan saat ini, banyak dihubungkan
dengan beberapa keadaan, antara lain memburuknya kondisi sosial ekonomi, belum
optimalnya fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat, meningkatnya jumlah penduduk yang
tidak mempunyai tempat tinggal dan adanya epidemi dari infeksi HIV. Disamping itu daya
tahan tubuh yang lemah/menurun, virulensi dan jumlah kuman merupakan faktor yang
memegang peranan penting dalam terjadinya infeksi TBC.
Early diagnosis and prompt treatment
Diagnosis TBC
Penemuan penderita tersangka
Penemuan penderita TBC dilakukan secara pasif (Passive case finding). Penemuan
secara pasif ini didukung dengan penyuluhan secara aktif oleh petugas kesehatan maupun
masyarakat. Cara ini dikenal sebagai Passive Promotive Case Finding. Melalui penyuluhan
yang diberi kepada masyarakat mengenai TBC, penderita yang merasa seperti mempunyai
gejala klinis TBC akan timbul kesadaran untuk mendapatkan perawatan medis. Seterusnya
penderita akan pergi ke pusat kesehatan samaada puskesmas ataupun rumah sakit bagi
mendapatkan kepastian. Hal inilah yang dikatakan sebagai Passive Promotive Case Finding.
Sebagai seorang petugas kesehatan, haruslah dimengerti apabila seseorang itu
terdiagnosis menderita TBC, haruslah diperhatikan juga orang-orang yang tinggal di
sekeliling pasien (lingkungan) pasien. Ini mengingat bahawa seorang penderita TBC paru
BTA positif dapat menularkan TBC kepada 15-30 orang setahunnya. Haruslah dihantar
petugas kesehatan yang berwenang ke lingkungan tempat pasien tinggal bagi memeriksa
anggota keluarga yang lain ataupun mengarahkan ahli keluarga datang ke puskesmas bagi
menjalankan pemeriksaan sama ada tertular atau tidak. Hal ini pula dikenal sebagai tehnik
Active Case Finding.1,4,6
Cara mendeteksi penderita tersangka TBC :
Memeriksa pasien yang datang ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala batuk 3
minggu atau lebih. Memeriksa mereka yang tinggal serumah dengan penderita TBC atau BTA
9
positif, khususnya anak-anak dan dewasa muda. Memeriksa penderita dengan kelainan
radiologi paru mengarah pada TBC
Penentuan dan penegakan diagnosis
Pemeriksaan mikroskopis untuk menemukan basil tahan asam (BTA) masih
merupakan pilihan utama untuk mendiagnosis TBC karena sarana laboratorium yang terbatas
di puskesmas selain mudah dilakukan karena cara yang sederhana.
Tehnik pewarnaan yang lazimnya digunakan adalah pewarnaan Ziehl-Nielson.
Spesimen yang digunakan bagi melakukan pemeriksaan ini adalah dahak yang diambil
sebanyak tiga kali iatu dahak pagi, dahak sewaktu dan dahak pagi (S-P-S). Apabila BTA tidak
ditemukan pada ketiga-tiga spesimen, hasilnya adalah BTA negatif.
Jika ditemukan BTA pada dua atau tiga spesimen dahak S-P-S, maka penderita
dikatakan penderita BTA positif atau menular. Apabila tidak ditemukan BTA pada ketiga
spesimen namun penderita menunjukkan gejala klinis yang mengarah pada TBC, perlu
dilakukan pemeriksaan radiologis paru. Diagnosis pasti TBC adalah dengan melakukan
biakan pada agar Lowenstein-Jensen.
Penemuan penderita TBC pada anak merupakan hal yang sulit. Sebagian besar
diagnosis TBC anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran radiologis dan uji tuberkulin.
Uji tuberkulin (Mantoux)
Uji tuberkulin dilakukan dengan cara Mantoux (penyuntikan intra kutan). Pembacaan
dilakukan 48-72 jam setelah penyuntikan. Uji tuberkulin positif bila indurasi > 10 mm (pada
gizi baik), atau > 5 mm pada gizi buruk. Bila uji tuberkulin positif, menunjukkan adanya
infeksi TBC dan kemungkinan ada TBC aktif pada anak. Namun, uji tuberkulin dapat negatif
pada anak TBC berat dengan anergi (malnutrisi, penyakit sangat berat, pemberian
imunosupresif, dll). Jika uji tuberkulin meragukan dilakukan uji ulang.3-7
Reaksi cepat BCG
Bila dalam penyuntikan BCG terjadi reaksi cepat (dalam 3-7 hari) berupa kemerahan
dan indurasi > 5 mm, maka anak tersebut dicurigai telah terinfeksi Mycobacterium
tuberculosis.
Foto rontgen dada
10
Gambaran rontgen TBC paru pada anak tidak khas dan interpretasi foto biasanya sulit,
karenanya harus hati-hati dengan kemungkinan overdiagnosis atau underdiagnosis. Paling
mungkin jika ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau kelenjar paratrakeal.
Gejala lain dari foto rontgen yang mencurigai TBC adalah: milier, atelektasis/kolaps
konsolidasi, infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal, konsolidasi (lobus),
reaksi pleura dan atau efusi pleura, kalsifikasi, bronkiektasis, kavitas, destroyed lung. Bila ada
diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran rontgen, harus dicurigai TBC. Foto
rontgen dada sebaiknya dilakukan PA (Postero-Anterior) dan lateral, tetapi kalau tidak
mungkin PA saja.
Pemeriksaan mikrobiologi dan serologi
Pemeriksaan BTA secara mikroskopis langsung pada anak biasanya dilakukan dari
bilasan lambung karena dahak sulit didapat. Pemeriksaan BTA secara biakan (kultur)
memerlukan waktu yang lama. Namun cara baru untuk mendeteksi kuman TBC dengan PCR
(Polymery Chain Reaction) atau Bactec masih belum dapat dipakai dalam klinis praktis.
Demikian juga pemeriksaan serologis seperti ELISA, PAP, Mycodot dan lain-lain, masih
memerlukan penelitian lebih lanjut untuk pemakaian dalam klinis praktis.
Penjaringan Tersangka Penderita TBC Anak bisa berasal dari keluarga penderita BTA
positif (kontak serumah), masyarakat (kunjungan Posyandu), atau dari penderita-penderita
yang berkunjung ke Puskesmas maupun yang langsung ke Rumah Sakit.\
Penatalaksanaan
Dalam upaya penanggulangan TBC di Indonesia telah ditetapkan tujuan program
pemberantasan yang meliputi tujuan jangka panjang yaitu menurunkan angka kesakitan,
kematian dan penularan TBC dengan cara memutuskan rantai penularan sehingga penyakit
TBC tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Tujuan jangka pendek
yaitu menyembuhkan minimal 85% penderita baru BTA (+) yang ditemukan, mencapai 70%
cakupan penemuan penderita (case detection rate) dari semua penderita yang ditemukan,
mencegah timbulnya resistensi obat TBC ( Multi Drug Resistency = MDR) di masyarakat.1,2,6
Sejak tahun 1995 pemerintah telah berusaha melakukan pemberantasan penyakit TBC
dengan melaksanakan strategi DOTS yang direkomendasikan oleh WHO. Dengan strategi
11
DOTS diharapkan dapat memberikan angka penemuan dan kesembuhan yang tinggi untuk
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat penyakit tuberkulosis.
Strategi DOTS terdiri dari :
Komitmen politisi dari para pengambil keputusan, termasuk dukungan dana.
Dengan keterlibatan pimpinan wilayah, TBC akan menjadi salah satu prioritas utama dalam
program kesehatan, dan akan tersedia dana yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan
kegiatan strategi DOTS.7
Diagnosa TBC paru dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis terhadap semua
tersangka TBC diunit pelayanan kesehatan. Mikroskop merupakan komponen utama untuk
mendiagnosa penyakit TBC melalui pemeriksaan dahak lansung pada penderita tersangka
TBC.8
Pengobatan jangka pendek dengan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) dengan pengawasan
langsung oleh PMO (Pengawas Makan Obat). PMO ini yang akan ikut mengawasi penderita
minum seluruh obatnya. Keberadaan PMO ini untuk memastikan bahwa penderita betul
minum obatnya dan bisa diharapkan akan sembuh pada masa akhir pengobatannya. PMO
haruslah orang yang dikenal dan dipercaya oleh penderita maupun oleh petugas kesehatan.
Mereka bisa petugas kesehatan sendiri, keluarga, tokoh masyarakat maupun tokoh agama.
Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek untuk penderita. Panduan OAT
jangka pendek yang benar, termasuk dosis dan jangka waktu pengobatan yang tepat sangat
penting dalam keberhasilan pengobatan penderita. Kelangsungan persediaan panduan OAT
jangka pendek harus selalu terjamin.
Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program. Pencatatan dan pelaporan ini merupakan bagian dari sistem survailans penyakit TB.
Dengan rekam medik yang dicatat dengan baik dan benar akan bisa dipantau kemajuan
pengobatan penderita, pemeriksaan follow up, sehingga akhirnya penderita dinyatakan
sembuh atau selesai pengobatannya.
Prinsip pengobatan
12
Pengobatan TBC dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut: OAT harus
diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi) . Pemakaian
OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT – KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan
TBC diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut
diberikan secara tepat, biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2
minggu. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.
Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga
mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan Tuberkulosis di
Indonesia:
Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat
kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam
bentuk OAT kombipak.4,7,8
Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet.
Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
13
Paket Kombipak
Terdiri dari obat lepas yang dikemas dalam satu paket, yaitu Isoniasid, Rifampisin,
Pirazinamid dan Etambutol. Paduan OAT ini disediakan program untuk mengatasi pasien
yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan OAT ini disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa
pengobatan.
KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TBC:
Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan
mengurangi efek samping.
Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat
ganda dan mengurangi kesalahan penulisan resep.
Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obat menjadi sederhana dan
meningkatkan kepatuhan pasien.
Paduan OAT dan peruntukannya.
Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
Pasien baru TB paru BTA positif.
Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
Pasien TB ekstra paru
Tabel 2 : Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1.4
Berat badan(kg) Tahap intensif
Tiap hari selama 56 hari
RHZE (159/75/400/275)
Tahap lanjutan
3 kali seminggu selama 16 minggu
RH (150/150)
30-37 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT
38-54 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT
55-70 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT
≥ 71 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT
Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
14
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
Pasien kambuh
Pasien gagal
Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
Tabel 3 : Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 2.3
Berat badan
(Kg)
Tahap intensif
Tiap hari
RHZE (159/75/400/275) + S
Tahap lanjutan
3 kali seminggu selama 16
minggu
RH (150/150) + E (275)
Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu
30-37 2 tab 4KDT + 500mg
Streptomisin inj.
2 tab 4KDT 2 tab 2KDT
+ 2 tab Etambutol
38-54 3 tab 4KDT+ 750 mg
Streptomisin inj.
3 tab 4KDT 3 tab 2KDT
+ 3 tab Etambutol
55-70 4 tab 4KDT+ 1000 mg
Streptomisin inj.
4 tab 4KDT 4 tab 2KDT
+ 4 tab Etambutol
≥ 71 5 tab 4KDT+ 1000mg
Streptomisin inj.
5 tab 4KDT 5 tab 2KDT
+ 5 tab Etambutol
Catatan:
Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB
dalam keadaan khusus. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).7,8
Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)
Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam
waktu 6 bulan. OAT pada anak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap
lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.
Tabel 4 : Dosis OAT kombipak pada anak.6
Jenis obat BB < 10kg BB 10-19 kg BB 20-32kg
Isoniazid 50mg 100mg 200mg
Rifampicin 75mg 150mg 300mg
Pirazinamid 150mg 300mg 600mg
15
Tabel 5 : Dosis OAT KDT pada anak.4
Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari
RHZ (75/50/150)
4 bulan tiap hari
RH (75/50)
5-9 1 tablet 1 tablet
10-19 2 tablet 2 tablet
20-32 2 tablet 2 tablet
Follow up dan pengawasan
Evaluasi klinik
Evaluasi meliputi penimbangan berat badan, keluahn fisik, serta pemeriksaan fisik.
Evaluasi ini setidaknya dilakukan setiap 2 minggu pada fase awal pengobatan dan setiap 1
bulan pada fase lanjutan
Evaluasi bakteriologik
Evaluasi ini mutlak dilaksanakan terutama pada kasus BTA (+) karena dapat
menentukan konversi BTA serta status keberhasilan pengobatan pada penderita. Konversi
BTA adlah perubahan BTA (+) menjadi BTA (-) pada akhir fase awal. Pengobatan fase
lanjutan dimulai apabila konversi positif, sebaliknya pada konversi negatif maka pengobatan
fase intensif diperpanjang 1 bulan lagi dengan sisipan RHZE. Bila setelah itu tetap negatif
pasien dikategorikan gagal pengobatan.3,4,6
Evaluasi BTA berikutnya dilakukan pada 1 bulan sebelum akhir pengobatan.
Pengobatan akan diteruskan bila BTA (-), sebaliknya bila BTA(+) pasien dimasukkan ke
dalam kategori gagal pengobatan. Evaluasi final dilakukan pada akhir pengobatan, dikatakan
sembuh bila BTA (-) dan gagal bila BTA (+).
Tabel 6 : Waktu evaluasi pasien.8
Kategori 1 2 3
Waktu evaluasi -Akhir bulan ke 2
-Akhir bulan ke 3
-Sebulan sebelum
-Akhir bulan ke 3
-Akhir bulan ke 4
(sisipan)
-akhir bulan ke dua
16
akhir pengobatan
-Akhir pengobatan
-Sebulan sebelum
akhir pengobatan
-Akhir pengobatan
Evaluasi radiologik
Evaluasi dilakukan pada akhir fase intensif dan akhir pengobatan. Adanya perubahan
gambaran lesi baik ke arah membaik atau memburuk akan membantu dalam menentukan
status pengobatan penderita.
Gambar 5 : Jalur pengobatan TBC pada orang dewasa.3
Preventif
Untuk melakukan tindakan preventif haruslah terlebih dahulu diketahui mengenai
faktor resiko penularan TBC.
Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur, jenis
kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yang dilaksanakan
di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan menunjukkan bahwa
kemungkinan mendapat infeksi TBC aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur.
17
Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia
diperkirakan 75% penderita TB Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak TBC terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996 jumlah
penderita TBC paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah penderita TBC paru
pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita. Antara tahun 1985-1987
penderita TBC paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TBC
paru pada wanita menurun 0,7%. TBC paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga
memudahkan terjangkitnya TBC paru.1-4
Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan seseorang
diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit
TBC paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat. Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan
mempengaruhi terhadap jenis pekerjaannya.
Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu. Bila
pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah terpapar akan
mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan. Paparan kronis udara yang
tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama terjadinya gejala penyakit saluran
pernafasan dan umumnya TBC paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga yang
akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah
(kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai pendapatan UMR akan mengkonsumsi
makanan dengan kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga
sehingga mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena penyakit
infeksi diantaranya TBC. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan mempunyai pendapatan
yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga
akan mempermudah terjadinya penularan penyakit TBC.3,7,8
18
Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan kanker
kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TBC paru sebanyak
2,2 kali.
Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya agar tidak
menyebabkan overload. Hal ini tidak sehat, sebab disamping menyebabkan kurangnya
konsumsi oksigen juga bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah
menular kepada anggota keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas bangunan dan
fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10 m2/orang. Untuk kamar
tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m2/orang. Untuk mencegah penularan penyakit
pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum
90cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan
anak di bawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-
langit minimum tingginya 2,75 m.4,5
Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa maka dapat
dipasang genteng kaca. Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri
patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu rumah yang sehat harus mempunyai
jalan masuk cahaya yang cukup.2,5
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih 60
lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup. Semua jenis cahaya dapat
mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap
jenisnya..Cahaya yang sama apabila dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat
membunuh kuman dalam waktu yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama
Penularan kuman TB relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk
19
dalam rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan sangat
berkurang.
Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar aliran
udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan oksigen yang
diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu kurangnya ventilasi akan
menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadinya proses penguapan
cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan bakteri-bakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri-
bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran udara yang terus menerus.
Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Fungsi lainnya adalah untuk menjaga
agar ruangan kamar tidur selalu tetap di dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar 10%
dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai dan luas ventilasi
insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar juga diperlukan untuk menjaga
temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Umumnya temperatur kamar 22° – 30°C
dari kelembaban udara optimum kurang lebih 60%.
Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC. Atap,
dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai dan dinding yag
sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai
media yang baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium tuberculosis.
Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22° – 30°C. Kuman TB
akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup selama
beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
20
Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TBC dibandingkan dengan orang yang status gizinya cukup
atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan
tubuh dan respon immunologik terhadap penyakit.5-8
Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan dapat
menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi konsumsi makanan
sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila status gizi buruk maka akan
menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TBC.
Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita
TBC yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan berpengaruh
terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat menjadi sumber penular
bagi orang disekelilingnya.
Pencegahan primer
Pencegahan Primer atau pencegahan tingkat pertama yang meliputi promosi kesehatan
dan pencegahan khusus yang dapat ditujukan pada host, agent dan lingkungan. Contohnya :
Pencegahan pada faktor penyebab tuberculosis (agent) bertujuan mengurangi penyebab atau
menurunkan pengaruh agent tuberculosis yaitu mycobacterium tuberkulosa serendah mungkin
dengan melakukan isolasi pada penderita tuberkulosa selam menjalani proses pengobatan.
Mengatasi faktor lingkungan yang berpengaruh pada penularan tuberkulosa seperti
meningkatkan kualitas pemukiman dengan menyediakan ventilasi pada rumah dan
mengusahakan agar sinar matahari dapat masuk ke dalam rumah
Meningkatkan daya tahan pejamu seperti meningkatkan status gizi individu, pemberian
imunisasi BCG terutama bagi anak.
21
Tidak membiarkan penderita tuberculosis tinggal serumah dengan bukan penderita karena
bisa menyebabkan penularan.
Meningkatkan pengetahuan individu pejamu (host) tentang tuberkulosa meliputi definisi,
penyebab, cara untuk mencegah penyakit tuberculosis paru seperti imunisasi BCG, dan
pengobatan tuberculosis paru.5,7,8
Pencegahan sekunder
Pencegahan Sekunder atau pencegahan tingkat kedua yang meliputi diagnosa dini dan
pencegahan yang cepat untuk mencegah meluasnya penyakit, untuk mencegah proses
penyakit lebih lanjut serta mencegah terjadinya komplikasi. Sasaran pencegahan ni ditujukan
pada mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan
menderita tuberkulosa (masa tunas). Contohnya : pemberian obat anti tuberculosis (OAT)
pada penderita tuberkulosa paru sesuai dengan kategori pengobatan seperti isoniazid atau
rifampizin, penemuan kasus tuberkulosa paru sedini mungkin dengan melakukan diagnosa
pemeriksaan sputum (dahak) untuk mendeteksi BTA pada orang dewasa, diagnosa dengan tes
tuberculin, anamnesa baik terhadap pasien maupun keluarganya. melakukan foto thorax,
libatkan keluarga terdekat sebagai pengawas minum obat anti tuberkulosa.
Pencegahan tertier
Pencegahan tertier atau pencegahan tingkat ketiga dengan tujuan mencegah jangan
sampai mengalami cacat atau kelainan permanent, mencegah bertambah parahnya suatu
penyakit atau mencegah kematian. Dapat juga dilakukan rehabilitasi untuk mencegah efek
fisik, psikologis dan sosialnya. Lakukan rujukan dalam diagnosis, pengobatan secara
sistematis dan berjenjang. Berikan penanganan bagi penderita yang mangkir terhadap
pengobatan. Kadang kadang perlu dilakukan pembedahan dengan mengangkat sebagian paru-
paru untuk membuang nanah atau memperbaiki kelainan bentuk tulang belakang akibat tulang
belakang
Kesimpulan
Pelayanan kesehatan yang diberikan kepada pasien TBC di Indonesia saat ini masih
memiliki banyak kekurangan dan kendala. Hal ini menyebabkan sulitnya pencegahan
terhadap penularan penyakit itu di masyarakat. Walaupun menurut penelitian yang dijalankan
22
menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan pengobatan TBC sudah cukup baik, namun jumlah
penderita TBC terus meningkat setiap tahunnya.
Antara yang menjadi kendala mengatasi penularan TBC adalah keterbatasan sarana
dan prasarana pelayanan kesehatan yang tidak mencakup semua penduduk terutama di
kawasan pedalaman. Selain itu, kurangnya tindakan promotif dan preventif dari pihak yang
berwenang menyebabkan masyarakat masih tidak mengenali penyakit TBC terutama bagi
yang tingkat pendidikannya rendah.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang sekian lama dicanangkan oleh
puskesmas masih tidak banyak diamalkan oleh masyarakat menyebabkan mudahnya terjadi
penularan TBC. Selain itu, penyakit ini terus bertambah tiap tahunnya karena kurangnya
kesadaran penderita itu sendiri untuk mematuhi pengobatan yang telah diberikan, sekaligus
menjadi sumber penularan bagi TBC.
Kerjasama lintas program dan lintas sektoral haruslah dilakukan dengan teratur,
dengan memperhatikan norma kedokteran keluarga agar penyakit TBC tidak lagi menjadi
penyakit menular pembunuh nomor 1 di Indonesia. Lebih penting lagi, program yang
direncanakan haruslah dilaksanakan secara berterusan, mencakup di semua daerah-daerah
terutama di pedalaman, tidak hanya di kota-kota sahaja. Haruslah diingat bahwa mencegah
lebih baik dari mengobati.
Daftar pustaka
1. Pickett G, Hanlon J. Kesehatan masyarakat administrasi dan praktek. Edisi 9, 2011.
Jakarta (INA) : Penerbit Buku kedokteran EGC.p.417-35.
2. Wouk H. Tuberculosis. Edisi 1, 2010. New York (USA) : Marshall Caavendish
Corporation.p.26-196.
23
3. Suharjo J. Membangun budaya keselamatan pasien dalam praktik kedokteran. Edisi
1, 2010. Yogyakarta (INA) : Penerbit Kanisius.p.27-139.
4. Yoannes y. Kesehatan masyarakat tbc dan pencegahannya. Edisi 1, 2012.
Yogyakarta (INA) : Penerbit Kanisius.p.1-23.
5. Chatman J. Tuberculosis : arresting everyone’s enemy. Edisi 2, 2013. New York
(USA) : Joint Commission Resource Inc.p.1-111.
6. Theodore H, Elena A. The new public health. Edisi 2, 2012. California (USA) :
Elsevier Academic Press.p.46-87.
7. Budiman C. Ilmu kedokteran pencegahan komunitas. Edisi 1, 2014. Jakarta (INA) :
Penerbit Buku kedokteran EGC.p.200-5
8. World health organization (WHO). Treatment of tuberculosis guidelines. Edisi 4,
2010. Geneva (SUI) : WHO Press.p.1-60.
24