makalah tb
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis bersifat berulang, kronik dan dapat menginfeksi
pulmo dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma
kaseosa, fibrosis dan kavitas. Tuberkulosis dapat menyebar secara pulmoner
dan ekstrapulmoner. Tuberkulosis paru merupakan bentuk TB yang sering
terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmoner dapat
menyerang beberapa organ selain paru. Hal ini karena penyebarannya yang
bersifat limfogen dan hematogen. 1
Sepertiga dari populasi dunia sudah tertular dengan TB paru dengan
sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang berpotensi menularkan
kepada orang lain. 2 WHO memperkirakan adanya 9,5 juta kasus baru dan
sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru diseluruh dunia. 2 Laporan
WHO tentang insidensi TB secara Global tahun 2010 menyebutkan bahwa
insidensi terbesar TB terjadi di Asia-Tenggara yaitu sebesar 40% dan
Indonesia menempati posisi ke lima setelah Banglades, Buthan, Korea dan
India.3,4
Salah satu bentuk TB ekstrapulmoner yaitu tuberkulosis milier
merupakan adanya manifestasi Mycobacterium tuberculosis (tuberkulosis
diseminata) yang menyebar secara hematogen tetapi berdasarkan konsensus
tuberkulosis anak (2010) mengatakan bahwa TB milier masuk kedalam TB
pulmoner tipe berat.5,6 Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman
Nasional TB 2011, diketahui bahwa tuberkulosis milier memiliki angka
kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka mortalitas yang
tinggi yaitu dapat mencapai 25% pada bayi. 7
TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M. Tuberculosis
(jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik dan
spesifik). 6 Tuberkulosis milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil
terutama usia kurang dari 2 tahun. Hal ini dikarenakan imunitas seluler spesifik,
fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya belum dapat
1
berkembang sempurna sehingga basil TB mudah berkembang biak dan
menyebar keseluruh tubuh. 1,6
B. TUJUAN
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui beberapa hal berikut ini :
1. Definisi Tuberkulosis Milier
2. Epidemiologi Tuberkulosis Milier
3. Etiologi Tuberkulosis Milier
4. Cara penularan
5. Faktor risiko Tuberkulosis Milier
6. Patofisiologi Tuberkulosis Milier
7. Penegakkan diagnosis Tuberkulosis Milier
8. Penatalaksanaan Tuberkulosis Milier
C. MANFAAT
1. Diharapkan menjadi salah satu bahan masukan bagi instansi kesehatan
dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan di masa mendatang.
2. Diharapkan menjadi bahan pembelajaran yang baik mengenai Tuberkulosis
Milier bagi Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Senior di Rumah Sakit Bina
Kasih Pinang Baris Medan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
1. Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis yang bersifat kronik, berulang dan merupakan penyakit infeksi pulmo
dan ekstrapulmo yang dikarakteristikan dengan terbentuknya granuloma dengan
kaseosa, fibrosis serta kavitas. 1 Sedangkan, berdasarkan Guidenance for National
Tuberculosis Programmes on Management of Tuberculosis in Children,
tuberculosis merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis yang ditandai oleh pembentukan granuloma pada
jaringan yang terinfeksi dan oleh hipersensitivitas yang diperantarai sel (cell-
mediated). 8
Basil ini akan masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi lalu masuk ke paru
dan menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah dan sistem limfatik atau secara
langsung menyebar ke organ target tersebut. Tuberkulosis paru merupakan bentuk
TB yang sering terjadi yaitu sekitar 80% dari kasus. Tuberkulosis ekstrapulmo
dapat menyerang beberapa organ selain paru. 1,5
2. Tuberkulosis Milier
Tuberkulosis milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat
penyebaran Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis diseminata) dari kompleks
primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi awal. TB
milier juga menyebabkan acute respiratory distress syndrome (ARDS). 6
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan
merupakan 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi. TB
milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun,
karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme lokal pertahanan
parunya belum berkembang sempurna sehingga bakteri TB mudah berkembang
biak dan menyebar ke seluruh tubuh. TB milier dapat terjadi pada anak besar dan
remaja akibat pengobatan penyakit paru primer yang tidak adekuat atau pada usia
dewasa akibat reaktivasi bakteri yang dorman. 6,9
3
Terjadinya TB milier dipengaruhi 3 faktor yaitu bakteri Mycobacterium
tuberculosis (jumlah dan virulensi), status imunologis penderita (non spesifik dan
spesifik) dan faktor lingkungan. Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun
juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi,
infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal ginjal, keganasan, penggunaan
kortikosteroid jangka lama. 1,6
B. EPIDEMIOLOGI
1. Epidemiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB ) paru merupakan penyakit menular yang masih menjadi
perhatian dunia. Penyakit ini merupakan infeksi kronik jaringan paru yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis.1 Sepertiga dari populasi dunia sudah
tertular dengan TB paru dengan sebagian besar penderita adalah 15-55 tahun yang
berpotensi menularkan kepada orang lain. Penanggulangan penyakit TB paru aktif
dilakukan oleh 199 negara di dunia tetapi hingga saat ini belum ada satu negara
pun yang bebas TB paru.11 WHO sejak tahun 1995 mencanangkan strategi Direct-
Observed Treatment Short-term (DOTS) yang kemudian dinyatakan oleh Bank
Dunia sebagai intervensi kesehatan yang paling efektif.7 WHO memperkirakan
adanya 9,5 juta kasus baru dan sekitar 0,5 juta orang meninggal akibat TB paru
diseluruh dunia. 12
Tabel 2.1. Insidensi, Prevalensi dan Mortalitas di Asia Tenggara (rata- rata per 100.000 populasi) 2
4
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat
sistemik, yang dapat bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat
sistemik ini disebabkan oleh penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi
infeksi Mycobacterium tuberculosis. Tuberkulosis anak mempunyai permasalahan
khusus yang berbeda dengan orang dewasa. Pada TB anak, permasalahan yang
dihadapi yaitu masalah diagnosis, pengobatan, pencegahan serta komplikasi TB .
Dengan meningkatnya kejadian TB pada orang dewasa, maka jumlah anak yang
terinfeksi TB akan meningkat dan jumlah anak dengan penyakit TB pun akan
meningkat. 2
Imunisasi BCG tidak menjamin anak bebas dari penyakit tersebut.
Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui percikan dahak apabila terkena
bakteri tersebut terus-menerus dari orang dewasa di dekatnya maka anak dapat
terkena. Di antara sesama anak kecil sangat kecil kemungkinannya untuk
menularkan bakteri ini. Oleh karena itu, angka anak penderita TB sangat
terpengaruh jumlah orang dewasa yang dapat menularkan TB . 5,6
Tuberkulosis terutama menonjol di populasi yang mengalami nutrisi buruk,
lingkungan yang penuh sesak, perawatan kesehatan yang tidak memadai. Pada
anak, kebanyakan terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis di rumahnya dari
seseorang yang dekat dengannya tetapi wabah tuberkulosis anak juga terjadi di
lingkungan sekolah. 7,1
2. Epidemiologi TB Milier
Dari seluruh kasus TB , sekitar 1,5% mengalami TB milier. WHO
melaporkan bahwa sekitar 2-3 juta pasien meninggal tiap tahunnya akibat TB
Milier. Insidensi TB Milier nampak lebih tinggi di Afrika. Hal ini disebabkan
faktor risiko sosial ekonomi yang rendah, jenis kelamin yaitu lelaki lebih banyak
dibanding perempuan dan faktor kesehatan. Tidak dibuktikan adanya peran genetik
dalam hal ini. 10,8
Berdasarkan data yang didapatkan dari Pedoman Nasional TB 2011
diketahui bahwa TB milier ini merupakan salah satu bentuk TB berat dan dan
memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus TB dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi). Tuberkulosis milier lebih
sering terjadi pada bayi dan anak kecil terutama usia kurang dari 2 tahun. Hal ini
5
dikarenakan imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal
pertahanan parunya belum dpaat berkembang sempurna, sehingga basil TB mudah
berkembang biak dan menyebar keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier juga
dapat terjadi pada anak besar dan remaja akibat pengobatan penyakit paru primer
sebelumnya yang tidak adekuat atau pada usia dewasa akibat reaktivasi kuman
yang dorman. 9,11
TB milier ini, selalu diikuti oleh infeksi primer, dengan atau tanpa periode
laten yang pendek. Infeksi yang terjadi pada TB milier dikarakteristikan sebagai
jumlah yang besar dari basil TB . Walaupun dengan foto thorax, TB Milier dapat
didiagnosis tetapi bila tidak ditangani dengan segera maka dapat menyebabkan
kematian pada pasien. Sekitar 25% pasien dengan TB Milier dapat terjadi
penyebarluasan ke meningens. 8
C. ETIOLOGI
1. Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yang
merupakan bakteri berbentuk batang (basil) lengkung, gram positif, pleomorfik,
tidak bergerak, dan tidak membentuk spora. Basil tuberkel ini mempunyai panjang
sekitar 2-4µm. Bakteri ini merupakan aerob obligat yang tumbuh pada media
biakan sintetik yang mengandung gliserol sebagai sumber karbon dan garam
ammonium sebagai sumber nitrogen. Oleh sebab itu bakteri ini lebih menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya seperti tekanan oksigen pada bagian
apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lain, sehingga bagian apikal ini
merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis. 12,13
Bakteri ini tumbuh paling baik pada suhu 37-41ºC. Dinding selnya kaya
akan kompleks lipid yaitu mengandung mycolic acid, wax-D dan fosfatid. Mycolic
acid ini yang membuat bakteri tersebut tahan asam sehingga warnanya tidak dapat
dihilangkan dengan asam alkohol setelah diberi warna. Ketahanan terhadap asam
ini menyebabkan bakteri memiliki kapasitas untuk membentuk kompleks mikolat
stabil dengan pewarnaan arilmetan. Bila diwarnai maka bakteri ini akan melawan
perubahan warna dengan etanol dan hidrokhlorida atau asam lain.
Cord factor (trehalose dimycolate) yang dimiliki oleh bakteri ini
berhubungan dengan virulensi bakteri. Bakteri ini dapat hidup pada udara kering
6
maupun dalam keadaan dingin dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini
terjadi karena bakteri bersifat dormant. Sifat dormant inilah yang menyebabkan
bakteri dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif lagi. 12,1
Gambar 2.3. Mycobacterium tuberculosis. Panah putih menunjukkan basil tahan asam pada pewarnaan Ziehl Neelson 13
Gambar 2.4. Mycobacterium tuberculosis yang dilihat pada mikroskop elektron 14
2. Faktor yang mempengaruhi TB Milier
Terjadinya TB Milier, dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu basil M.
Tuberculosis (jumlah dan virulensinya) dan status imunologis pasien (nonspesifik
dan spesifik). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat
memudahkan timbulnya TB Milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi
morbili, pertusis, diabetes mellitus, gagal ginjal, keganansan dan penggunaan
kortikosteroid jangka panjang. Faktor-faktor lain, yang juga ikut mempengaruhi
perkembangan penyakit ini ialah faktor lingkungan, yaitu kurangnya paparan sinar
matahari, perumahan yang padat, polusi udara, asap rokok, penggunaan alkohol
serta sosial ekonomi yang rendah. 8,13
D. CARA PENULARAN
7
Sumber penularan TB paru yaitu penderita TB BTA positif. Pada waktu
batuk atau bersin, penderita menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk droplet
(percikan dahak) dengan diameter1-5μm yang mengandung Mycobacterium
tuberculosis. Droplet yang mengandung bakteri dapat bertahan diudara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Risiko infeksi tergantung dari beberapa faktor seperti
sumber infeksi, kedekatan dengan kontak dan banyaknya basil yang terinhalasi.
Orang dapat terinfeksi apabila droplet tersebut terhirup kedalam saluran
pernapasan. Selama Mycobacterium tuberculosis masuk kedalam tubuh manusia
melalui pernapasan, bakteri tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh
lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran linfe,saluran napas, atau
penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya. 10,15
Penularan jarang terjadi dengan kontak langsung dengan kotoran cair
terinfeksi atau barang-barang yang terkontaminasi. Peluang penularan bertambah
bila penderita mempunyai ludah dengan basil pewarnaan tahan asam, infiltrat, dan
kaverna lobus atas yang luas, produksi sputum cair, banyak dan batuk berat serta
kuat. 9
Tabel 2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan penularan Mycobacterium tuberculosis(7
Faktor DeskripsiSuseptibilitas (Susceptibility)
Status imun dari individu yang terekspos
Infeksius (Infectiousness)
Jumlah tuberkel basilus yang dikeluarkan oleh orang dewasa dengan TB aktif.
Lingkungan (Environment )
sirkulasi udara yang buruk memperbesar penularan.
Paparan (Exposure)
Kedekatan (proximity), frekuensi dan durasi dari paparan
Daya penularan dari seorang penderita dewasa ditentukan oleh banyaknya
bakteri yang dikeluarkan dari paru. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif
(tidak terlihat bakteri ), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.
Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet dalam
udara dan lamanya menghirup udara tersebut. 7,10
E. FAKTOR RISIKO
8
Ada beberapa faktor yang mempermudah terjadinya infeksi tuberkulosis
pada anak-anak, antara lain adalah anak yang memiliki kontak dengan orang
dewasa dengan TB aktif. Bayi dari seorang ibu yang dengan sputum BTA positif
memiliki faktor risiko tinggi terinfeksi TB . Faktor risiko lain adalah daerah
endemis, kemiskinan serta lingkungan yang tidak sehat termasuk sirkulasi udara
yang tidak baik. Malnutrisi dan keadaan imunokompromais (seperti infeksi
HIV/AIDS, keganasan) juga merupakan faktor risiko terjadinya penyakit TB .
Faktor risiko lainnya adalah faktor usia. Anak dibawah umur 5 tahun mempunyai
risiko yang lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit tuberkulosis.
Namun risiko penyakit TB ini akan berkurang bertahap dengan seiring
pertambahan usia. 7
Tabel 2.3. Faktor Risiko terjadinya Tuberkulosis 7
F. PATOGENESIS
Berdasarkan Konsensus Tuberkulosis pada pediatrik tahun 2010, diketahui
bahwa TB milier termasuk dalam TB pulmo yang berat (Severe Pulmonary TB ).
Perkembangan TB milier merupakan perkembangan fokus infeksi basil
Mycobacterium tuberculosis secara hematogen. 9
9
Setelah paparan dan inhalasi dari basil TB melalui drophlet infection, maka
basil TB ini akan masuk ke saluran pernafasan dan ke daerah paru. Hal ini diikuti
dengan terbentuknya limfangitis paru dan limfadenopati hilus. Kemudian dalam
waktu 3 bulan, apabila kondisi pasien mengalami penurunan, sanitasi buruk dan
keadaan gizi kurang, maka basil TB akan menyebar secara hematogen, setelah
terjadi infeksi primer. Akan tetapi TB milier, dapat terjadi sebagai TB primer atau
mungkin merupakan perkembangan setelah adanya infeksi awal. 15,16
Droplet yang terinhalasi dapat melewati sistem imun yang berada di
bronkus karena ukurannya yang terlalu kecil dan berpenetrasi ke dalam alveoli.
Hal ini kemudian mengaktifkan mekanisme imunologis non spesifik. Basil tersebut
mengaktifkan makrofag alveolar dan sel dendritik yang berfungsi memfagosit
patogen tersebut melalui reseptor makrofag yang dimilikinya. Lipoarabinomannan
mycobacterial yang dimiliki oleh basil ini dapat menyebabkan basil dapat berikatan
dengan reseptor makrofag alveolar sehingga C3 sebagai komplemen protein dapat
bekerja dengan mengikat dinding sel dan meningkatkan perlawanan terhadap
Mycobacterium. M. tuberculosis juga dapat menginfeksi sel non fagositik pada
alveolar space yaitu M cells, alveolar endothelial, type 1 dan type 2 epithelial
cells (pneumocytes). 15
Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya dapat
menghancurkan sebagian besar kuman TB . Makrofag ini juga akan menginisiasi
terbentuknya berbagai reaksi yang berkelanjutan dan mengontrol terjadinya infeksi
akibat basil ini, lalu diikuti terjadinya fase latent tuberculosis atau perubahan
menjadi aktifnya penyakitnya TB yang disebut sebagai primary progressive
tuberculosis. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu
menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag yang
terjadi setiap 25-32 jam. Akibat reaksi makrofag dan mycobacterium selanjutnya,
akan menghasilkan enzim proteolitik dan sitokin. Produksi dari sitokin akan
merangsang limfosit T pada proses imunitas. Makrofag akan menggiring antigen
dari basil ini ke permukaan sel T untuk terus bereaksi melawan bakteri ini. Selain
itu, bakteri ini yang tidak dapat dilawan oleh beberapa proses tersebut akan terus
berkembang biak di dalam makrofag sehingga makrofag tidak mampu
menghancurkan bakteri ini dan bakteri tersebut bereplikasi di dalam makrofag.
Bakteri dalam makrofag yang terus berkembang biak akhirnya akan menyebabkan
10
makrofag lisis dan bakteri tersebut akhirnya akan membentuk koloni di tempat
tersebut. Lokasi pertama koloni bakteri di jaringan paru disebut fokus primer
GOHN. 9,15
Dari fokus primer, Mycobacterium tuberculosis menyebar melalui saluran
limfe menuju kelenjar limfe regional yaitu kelenjar limfe yang memounyai saluran
limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di
saluran limfe (limfangitis) dan kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika
fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlihat
adalah kelenjar limfe parahilus sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru
maka yang akan terliat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer meruakan
gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar
(limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). 9
Waktu yang diperlukan sejak masuknya Mycobacterium tuberculosis
hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa
inkubasi TB . Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi
lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala
penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu
dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman
tumbuh hingga mencapai jumlah 103 -104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas seluler. 9
Tabel 2.4. Timetable Tahapan Perjalanan Infeksi Mycbacterium Tuberculosis 15
11
Gambar 2.5. Kalender Perjalanan TB Primer 10
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, mikroorganisme basil
tersebut akan berlanjut tumbuh sampai jumlah yang dicapai cukup untuk bereaksi
dengan sistem imun tubuh. Sehingga, terjadi perubahan pada jaringan tubuh yang
12
Komplek primer
sebagian besar
sembuh sendiri (3-24 bulan)
Efusi pleura(3-6
bulan)
Erosi bronkus
(3-9 bulan)
Meningitis
TBC milier
(dalam. 12
bulan)
TBCginjal, kulit
(setelah 5 th.)
TBC tulang(dlm. 3
th)
Hipersensitivitas UJI TUBERKULIN
POSITIF2 – 12 minggu
(6-8 minggu
)
1 tahunRisiko
tertinggi untuk
Komplikasi lokal dan
diseminasi
Risiko menurun
Infeksi Kekebalan
didapat
awalnya belum tersensitisasi terhadap tubekulin. Sekitar 3-8 minggu terjadii
perkembangan sensitivitas serta konversi reaktivitas dermal terhadap tuberkulin.
Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan
telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama
masa inkubasi, uji tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, sistem imun seluler berkembang dan
proliferasi bakteri terhenti tetapi sejumlah kecil bakteri dapat tetap hidup dalam
granuloma. Granuloma ini terbentuk akibat adanya reaksi dengan sistem imunitas.
Selain itu, lesi yang terbentuk merupakan tipe nodular yang terbentuk akibat
adanya akumulasi dari pengaktifan limfosit T dan makrofag yang terbentuk akibat
upaya dalam mempertahankan replikasi basil TB . Hal ini dapat berlanjut
membentuk nekrosis padat di tengah dari lesi yang terbentuk. Setelah itu,
M.tuberculosis dapat merubah ekspresi fenotipnya seperti protein regulation untuk
tetap bertahan. 7,9,15
Sekitar 2 sampai 3 minggu, nekrosis yang terjadi berubah menjadi nekrosis
perkejuan atau nekrosis kaseosa, yang dikarakteristikan dengan kadar oksigen yang
rendah, pH rendah, nutrisi yang terbatas. Kondisi ini akan menghambat
pertumbuhan basil tersebut dan mempertahankan fase laten yang akan terus
berlanjut. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke
dalam alveoli akan segera dimusnahkan. 7,9,15
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Bakteri dapat tetap hidup dan menetap
selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. 9
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang
terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus
primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal.
Jika terjadi nekrosis perkejuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan
keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
13
Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut sehingga area
bronkus akan terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal
dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkejuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa keju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi. 1,2
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada
penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh dan adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB
disebut sebagai penyakit sistemik. 1,3
Apabila virulensi kuman rendah atau jumlah kuman sedikit atau daya tahan
tubuh yang baik Kompleks Primer akan mengalami resolusi secara sempurna
membentuk fibrosis dan kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan
enkapsulasi. Begitu juga kelenjar limfe regional akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi resolusinya biasanya tidak sesempurna Fokus Primer di
jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun
dalam kelenjar ini (dormant). Selain mengalami resolusi Kompleks Primer dapat
juga mengalami komplikasi dan dapat menyebar. Penyebaran dapat terjadi secara
bronkogen, limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen kuman menyebar
ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada
penyebaran hematogen kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar
ke seluruh tubuh. Penyebaran hematogen kuman TB dapat berupa 3,):
a) Occult hematogenic spread (penyebaran hematogenik tersamar).
b) Acute generalized hematogenic spread (penyebaran hematogenik
generalisata akut).
c) Protracted hematogenik spread (penyebaran hematogenik berulang-
ulang).
14
Week year
Penyebaran hematogen yang paling sering terjadi yaitu dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di
seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhannya. 4,1
Gambar 2.6. Patogenesis TB Milier 6
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Pada bentuk ini, sejumlah besar
Mycobacterium tuberculosis masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata atau TB milier. TB milier ini timbul
dalam waktu 3-6 bulan setelah terjadi infeksi. 2
15
Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran
yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang
menyerupai butir padi-padian atau jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik,
lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang tersebar merata (difus) pada
paru.yang secara histologi merupakan granuloma. Bentuk penyebaran hematogen
yang jarang terjadi adalah protracted hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini
terjadi bila suatu fokus perkejuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya,
sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara
klinis, sakit.TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute
generalized hematogenic spread. Hal ini dapat terjadi secara berulang. 7,16
TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia di
bawah 2 tahun, karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag, dan mekanisme
lokal pertahanan paru-nya belum berkembang sempurna sehingga kuman TB
mudah berkembangbiak dan menyebar ke seluruh tubuh. Terjadinya TB milier
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M. tuberkulosis (jumlah dan virulensi),
status imnologis penderita (nonspesifik dan spesifik) dan faktor lingkungan
(kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang padat, polusi udara, merokok,
penggunaan alkohol, obat bius serta sosio ekonomi). Beberapa kondisi yang
menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya TB milier.1
16
17
Inhalasi Mycobacterium tuberculosisFagositosis oleh
makrofag alveolus paru
Bakteri tetap hidup
Berkembang biak
Pembentukan Fokus
GhonLimfangitisLimfadeniti
s(Kompleks
Primer)Penyebaran
limfogen dan
hematogen *1
Kompleks Primer Ghon*2
Terbentuk imunitas seluler
spesifik
Mas
a in
kuba
si (
2-12
m
ingg
u)
Sakit TB
Resolusi
Uji Tuberkulin (+)
Komplika
si komplek
s primer
Imunitas turun
Reaktivasi (HIV, usia
tua, diabetes,
sitotoksik, steroid, stress,
malnutrisi, malignansi, penyakit kronik)
Komplika
si penyebaran
hematogen
Komplika
si penyebaran
limfogen
Penyebaran secara
lokal
Obstruksi Bronku
s
Paru
Kolaps
TB Milie
rMeningitis TBTB
ekstrapulmoMeni
nggal Sembuh
TB
P
rim
er
*3TB
Pasca Primer *4
Keterangan :1. Penyebaran hematogen terjadi secara sporadic (occult hematogenic spread)
dapat juga secara akut dan menyelruh. Bakeri TB akan membuat fokus koloni di berbagai organ dengan vaskularisasi yang baik. fokus ini berpotensi mengalami reaktivasi di kemudian hari
2. Kompleks primer terdiri dari fokus primer, limfangitis dan limfadenitis regional3. TB primer adalah kompleks primer dan komplikasinya4. TB pasca primer dapat terjadi akibat dari mekanime reaktivasi fokus lama TB
(endogen) biasanya pada ornag dewasa. TB dewasa juga dapat terjadi akibat infeksi baru.
Gambar 2.7. Perjalanan Infeksi Mycobacterium Tuberculosis 1,2,3
G. IMUNOPATOGENESIS
Terdapat dua macam respon imun pertahanan tubuh terhadap infeksi
tuberkulosis yaitu innate immunity dan imunitas spesifik didapat. Imunitas spesifik
yang didapat ini dibagi menjadi respon imun selular (sel T dan makrofag yang
teraktivasi) bersama sejumlah sitokin dan pertahanan secara humoral (anti bodi-
mediated). Respon imun seluler lebih banyak memegang peranan dalam pertahan
tubuh terhadap infeksi tuberkulosis. Pertahanan secara humoral tidak bersifat
protektif tetapi lebih banyak digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis. 3,7
Innate immunity merupakan mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik yang
mencegah masuknya dan menyebarnya mikroorganisme dalam tubuh serta
mencegah terjadinya kerusakan jaringan. Beberapa komponen innate immunity
yaitu 7 :
1. Pemusnahan bakteri intraselular oleh sel polimorfonuklear (PMN) dan
makrofag.
2. Aktivasi komplemen melalui jalur alternatif.
3. Degranulasi sel mast yang melepaskan mediator inflamasi
4. Produksi interferon alfa (IFN α) oleh leukosit dan interferon beta (IFN β)
oleh fibroblast yang mempunyai efek antivirus.
5. Pemusnahan mikroorganisme ekstraselular oleh sel natural killer (sel NK)
melalui pelepasan granula yang mengandung perforin.
Imunitas spesifik didapat, bila mikroorganisme dapat melewati
pertahanan nonspesifik/innate immunity, maka tubuh akan membentuk mekanisme
pertahanan yang lebih kompleks dan spesifik. Mekanisme imunitas ini memerlukan
pengenalan terhadap antigen lebih dulu. Mekanisme imunitas spesifik ini terdiri
dari 2,7 :
1. Imunitas humoral
2. Produksi antibodi spesifik oleh sel limfosit B (T dependent dan non T
dependent).
3. Cell mediated immunity (CMI)
18
Sel limfosit T berperan pada mekanisme imunitas ini melalui:
1. Produksi sitokin serta jaringan interaksinya.
2. Sel sitotoksik matang di bawah pengaruh interleukin 2 (IL-2) dan
interleukin 6 (IL-6).
Respons imun tubuh dipicu oleh masuknya antigen atau mikroorganisme
ke dalam tubuh dan dihadapi oleh sel makrofag yang selanjutnya akan berperan
sebagai antigen presenting cell (APC). Sel ini akan menangkap sejumlah kecil
antigen dan diekspresikan ke permukaan sel yang dapat dikenali oleh sel limfosit T
penolong (Th atau T helper). Sel Th ini akan teraktivasi dan (selanjutnya sel Th ini)
akan mengaktivasi limfosit lain seperti sel limfosit B atau sel limfosit T sitotoksik.
Sel T sitotoksik ini kemudian berpoliferasi dan mempunyai fungsi efektor untuk
mengeliminasi antigen. 2,7
Respon imun primer terjadi sewaktu antigen pertama kali masuk ke dalam
tubuh, yang ditandai dengan munculnya IgM beberapa hari setelah pemaparan.
Kadar IgM mencapai puncaknya pada hari ke-7. Pada 6-7 hari setelah pemaparan,
barulah bisa di deteksi IgG pada serum, sedangkan IgM mulai berkurang sebelum
kadar IgG mencapai puncaknya yaitu 10-14 hari setelah pemaparan antigen.
Mycobacterium tuberculosis dapat hidup terus serta melanjutkan
pertumbuhannya di dalam sitoplasma makrofag setelah mereka difagositosis.
Induksi respons kekebalan spesifik sekunder terhadap sejenis mikroba dapat
merangsang tubuh untuk serentak memberikan kekebalan nonspesifik pada
mikroba lain yang mempunyai sifat pertumbuhan yang sama. 10
Makrofag tersebut mempunyai 3 fungsi utama, yaitu 10 :
a. Memproduksi enzim proteolitik dan metabolit lainnya yang
memperlihatkan efek mycobactericidal.
b. Memproduksi sitokin sebagai respon terhadap M. tuberculosis yakni IL-
1, IL-6, IL-8, IL-10, TNF-a TGF-b. Sitokin mempunyai efek
imunoregulator yang penting.
c. Untuk memproses dan menyajikan anti gen terhadap limfosist T.
Pada tuberkulosis primer, perkembangan infeksi M. tuberculosis pada target
organ tergantung pada derajat aktivitas anti bakteri makrofag dari sistem imun
alamiah serta kecepatan dan kualitas perkembangan sistem imun yang di dapat.
Oleh sistem imun alamiah, basil akan di eliminasi oleh kerja sama antara alveolar
19
makrofag dan NK sel melalui sitokin yang dihasilkannya yakni TNF-a dan INF-g.
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi ini terutama dilakukan oleh sel-sel
pertahanan (sel T dan makrofag yang teraktivasi) bersama sejumlah sitokin. Pada
limfonodi regional, terjadi perkembangan respon imun adaptif, yang akan
mengenali basil tersebut. Tipe respon imun ini sangat tergantung pada sitokin yang
dihasilkan oleh sistem imun alamiah.
Granuloma merupakan mekanisme pertahanan utama dengan cara membatasi
replikasi bakteri pada fokus infeksi. Granuloma terutama terdiri atas makrofag dan
sel-T. Selama interaksi antara anti gen spesifik dengan sel fagosit yang terinfeksi
pada berbagai organ, sel-T spesifik memproduki IFN-γ dan mengaktifkan fungsi
anti mikroba makrofag. Dalam granuloma terjadi enkapsulasi yang di picu oleh
fibrosis dan kalsifikasi serta terjadi nekrosis yang menurunkan pasokan nutrien dan
oksigen, sehingga terjadi kematian bakteri. Akan tetapi sering terjadi keadaan di
mana basil tidak seluruhnya mati tapi sebagian masih ada yang hidup dan tetap
bertahan dalam bentuk dorman. Infeksi yang terlokalisir sering tidak menimbulkan
gejala klinis dan bisa bertahan dalam waktu yang lama. 2,10
Pada tuberkulosis post primer, pertahanan tubuh di dominasi oleh
pembentukan elemen nekrotik yang lebih hebatdari kasus infeksi primer. Elemen-
elemen nekrotik ini akan selalu dikelurkan sehingga akhirnya akan terbentuk
kavitas. Limfadenitis regional jarang terjadi, M. tuberculosis menetap dalam
makrofag dan pertumbuhannya di kontrol dalam fokus-fokus yang terbentuk.
Pembentukan dan kelangsungan hidup granuloma di kontrol oleh sel-T, di mana
komunikasi antara sel-T dan makrofag di perantarai oleh sitokin.
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding TB milier yaitu11:
1. Acute respiratory distress syndrome
2. Addison disease
3. Blastomikosis
4. Cardiac tamponade
5. Disseminated intravascular coagulation
6. Epididymal tuberculosis
7. Hypersensitivity pneumonitis
20
8. Pneumocystis carinii pneumonia
9. Pneumonia bakterial
10. Community-acquired pneumonia
11. Pneumonia fungal
12. Pneumonia viral
I. PENEGAKAN DIAGNOSIS
Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran
radiologis yang khas, gambaran klinis dan uji tuberkulin yang positif. Pada
kenyataannya menegakkan diagnosis TB pada anak tidak selalu mudah karena
gejala klinis dan laboraturium tidak khas
1. Manifestasi Klinis
Berdasarkan Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak (2008), mengatakan
bahwa manifestasi klinis TB Milier bermacam-macam, bergantung pada
banyaknya kuman dan jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai
adalah keluhan kronik yang tidak khas, seperti TB pada umumnya, misalnya
anoreksia dan BB turun atau gagal tumbuh pada anak (dengan demam ringan atau
tanpa demam), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan
sesak nafas. 1,12
Pada anak bila dibandingkan dengan dewasa, gejala menggigil, keringat
malam hari, hemoptisis dan batuk produkstif jarang ditemukan. Manifestasi klinik
yang lebih sering ditemukan pada anak yaitu limfadenopati perifer dan
hepatosplenomegali.13
Tuberkulosis milier, juga dapat diawali dengan serangan akut berupa
demam tinggi yang sering hilang timbul (remittent), pasien tampak sakit berat
dalam beberapa hari, tetapi gejala dan tanda respiratorik belum ada. Sekitar 50%
pasien akan mengalami limfadenopati superfisial, splenomegali dan hepatomegali
yang akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi dan
berlangsung terus menerus atau kontinu, tanpa diserti gejala respiratorik atau
disertai gejala minimal dan foto rontgen thorax biasanya masih normal. Beberapa
minggu kemudian, hampir diseluruh organ terbentuk tuberkel difus multipel,
terutama diparu, limpa, hati dan sumsum tulang. 4
21
Gejala klinis, biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala
respiratorik seperti batuk dan sesak nafas yang disertai ronkhi atau mengi. Pada
kelainan paru yang berlanjut, dapat timbul sindrom sumbatan alveolar, sehingga
timbul gejala gangguan pernafasan, hipoksia, pneumothorax, dan
pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan
multiorgan serta syok. (4) Gejala lain yang dapat ditemukan ialah kelainan kulit
berupa tuberkuloid, papula nekrotik, nodul atau purpura. 3
Gambar 2.14. Manifestasi Klinis pada TB Milier Dewasa 13
Gambar 2.15. Papul eritematosa pada pasien TB milier 3
2. Pemeriksaan Penunjang
a. Tuberculin Skin Test (TST)
Tuberculin Skin Test (TST) disebut juga Mantoux Test. Ada 2 jenis
tuberkulin yang dipakai yaitu OT (Old Tuberkulin) dan Tuberkulin PPD (Purified
Protein Derivatif) dan ada 2 jenis tuberkulin PPD yang dipakai yaitu PPD-S
(Seibert) dan PPD-RT23. Tes ini dilakukan dengan cara menyuntikan 0,1 ml PPD-
RT 23 2TU, PPD-S 5 TU atau OT 1/2000 secara intrakutan. Pembacaan dilakukan
22
48-72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter melintang dari indurasi yang
terjadi. Seseorang yang menerima vaksin BCG dapat memberikan hasil yang
positif pada TST. Hal ini dikarenakan efek BCG pada hasil TST kurang lebih
bermakna selama 15 tahun dan akan minimal terjadi pada setelah 10 tahun.
Interpretasi hasil test Mantoux 4 :
1) Indurasi 10 mm atau lebih → reaksi positif
Arti klinis adalah sedang atau pernah terinfeksi dengan kuman
Mycobacterium tuberculosis.
2) Indurasi 5 – 9 mm → reaksi meragukan
Arti klinis adalah kesalahan teknik atau memang ada infeksi dengan
Mycobacterium atypis atau setelah BCG. Perlu diulang dengan konsentrasi
yang sama. Kalau reaksi kedua menjadi 10 mm atau lebih berarti infeksi
dengan Mycobacterium tuberculosis. Kalau tetap 6 – 9 mm berarti cross
reaction atau BCG, kalau tetap 6 – 9 mm tetapi ada tanda – tanda lain dari
tubeculosis yang jelas maka harus dianggap sebagai mungkin sering kali
infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
3) Indurasi 0 – 4 mm → reaksi negatif.
Arti klinis adalah tidak ada infeksi dengan Mycobacterium tuberculosis.
Reaksi positif palsu terhadap tuberculin dapat disebabkan oleh sensitisi
silang terhadap antigen mikobakteria non tuberculosis. Reaksi silang ini biasanya
sementara selama beberapa bulan sampai beberapa tahundan menghasilkan indurasi
kurang dari 10 – 12mm. Vaksinasi sebelumnya (BCG) juga dapat menimbulkan
reaksi terhadap uji kulit tuberculin. Sekitar setengah dari bayi yang mendapat
vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberculin reaktif, dan reaktivitas
akan berkurang 2 – 3 tahun kemudian pada penderitayang pada mulanya memiliki
uji kulit positif. 14
b. Funduskopi
Tuberkuloid koroid dapat dikarakteristikan sebagai tuberkel single atau
multipel, berwarna putih keabuan atau kekuningan dan berdiameter 0,5–3 mm
dapat dilihat di koroid mata. Tuberkel koroid tidak terlihat di semua pasien tetapi
ditemukan pada 13-87% pasien, dan jika ditemukan dini dapat menjadi tanda yang
sangat spesifik dan sangat membantu diagnosis TB Milier oleh karena itu pada
pasien TB Milier perlu dilakukan funduskopi untuk menemukan tuberkel koroid. 3
23
Gambar 2.16. Tuberkel Koroid 3
c. Uji serologis
TB umumnya dilakukan dengan cara ELISA (Enzyme Linked
Immunosorbent Assay), untuk mendeteksi antibodi IgG terhadap cord factor
berguna untuk serodiagnosis paru aktif. Titer antibodi faktor anti cord menurun
sampai normal setelah pemberian obat anti tuberkulosis. Uji peroksidase-anti-
peroksidase (PAP) merupakan uji serologis imunoperoksidase yang menggunakan
kit histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik
terhadap basil TB . 12
d. Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari pemeriksaan
mikroskopik apusan langsung untuk menemukan BTA, pemeriksaan biakan kuman
M. tuberculosis dan pemeriksaan PCR. Pada anak pemeriksaan mikroskopik
langsung sulit dilakukan karena sulit mendapatkan sputum sehingga harus
dilakukan bilas lambung. Dari hasil bilas lambung didapatkan hanya 10 % anak
yang memberikan hasil positif. Pada kultur hasil dinyatakan positif jika terdapat
minimal 10 basil per milliliter spesimen. Saat ini PCR masih digunakan untuk
keperluan penelitian dan belum digunakan untuk pemeriksaan klinis rutin. 14
e. Uji interferon
Prinsip yang digunakan adalah merangsang limfosit T dengan antigen
tertentu, diantaranya antigen dari kuman TB . Bila sebelumya limfosit T tersebut
telah tersensitisasi dengan antigen TB maka limfosit T akan menghasilkan
interferon gamma yang kemudian di kalkulasi. Akan tetapi, pemeriksaan ini hingga
saat ini belum dapat membedakan antara infeksi TB dan sakit TB . 14
f. Pemeriksaan Darah
24
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian karena hasilnya kadang-kadang
meragukan. Pada TB bisa didapatkan leukositosis dan Laju Endap Darah (LED)
yang meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan
laju endap darah mulai turun ke arah normal lagi. 3
Mekanisme imunologi telah berimplikasi menyebabkan supresi sumsum
tulang dan TB milier sehingga menyebabkan pasnsitopenia dan anemia
hipoplastik. Hiponatremia pada TB milier disebabkan oleh gangguan fungsi
neurohipofisis yang tidak dapat meregulasi pegeluaran Antidiuretic hormone
(ADH), antidiuretik pada jaringan paru dipengaruhi oleh TB sehingga terjadi
gangguan pengeluaran ADH dari hipofisis posterior. 12
Tabel 2.5. Hasil Pemeriksaan Laboratorium darah pada TB milier 12
Laboratorium DarahHematologi Anemia
LeukositosisNeutrofiliaLymfositosisMonositosisThrombositosisLeukopeniLimfopeniaThrombositopeniPeningkatan ESR (Erythrocyte Sedimentation Rate)Peningkatan CRP (C-reactive protein)
Biokimia HiponatraemiaHipoalbuminaemiaHipercalcaemiaHipophosphatemiaHiperbilirubinaemiaPeningkatan serum transaminasePeningkatan serum alkaline phosphatasePeningkatan serum ferritin
g. Pemeriksaan bakteriologis TB
Pemeriksaan bakteriologis untuk mendapatkan bahan pemeriksaan
bakteriologis berupa sputum pada anak sangat sukar, sebagai gantinya biasanya
dilakukan bilasan lambung karena cairan lambung mengandung sputum yang
tertelan. Cairan ini pun sebenarnya kurang memuaskan disamping kesulitan untuk
mendapatkan biakan metode pembiakan basil TB memerlukan waktu cukup lama
25
sehingga dibutuhkan suatu metode pembiakan yang lebih baik. Saat ini dipakai
sistem BACTEC.12
h. Gambaran Radiologis
Gambaran radiologis yang khas, juga merupakan salah satu alat bantu
diagnostik pada tuberkulosis milier ini. Lesi milier dapat terlihat pada foto Rontgen
Thorax dalam waktu 2-3 minggu setelah penyebaran basil secara hematogen. TB
milier secara klasik digambarkan sebagai “millet-like” yaitu bintik bulat atau
tuberkel halus (millii) 1-3mm yang tersebar merata di seluruh lapangan paru.
Bentukan ini terlihat sekitar 1-3% dari semua kasus TB . Sekitar 1-2 minggu
setelah timbulnya penyakit, pada foto Rontgen thorax, dapat dilihat lesi yang tidak
teratur seperti kepingan salju. 12
Gambar 2.17. Gambaran Rontgen Thorax Pasien Tuberkulosis Milier 3
Pasien yang terdiagnosis TB milier, harus dipikirkan mengalami TB tulang.
Oleh karena itu dapat dilakukan pemeriksaan foto polos vertebrae dan ditemukan
osteoporosis, osteolitik dan destruksi korpus vertebrae, disertai penyempitan diskus
intervertebralis yang berada diantara korpus tersebut dan mungkin dapat ditemukan
adanya massa abses paravetebral. pada foto AP, abses paravetebral di daerah
servikal berbentuk sarang burung ( bird’s nest ), di daerah torakal berbentuk bulbus
dan pada daerah lumbal abses berbentuk fusiform pada stadium lanjut terjadi
destruksi vertebrae yang hebat sehingga timbul kifosis pemeriksaan foto dengan zat
kontras sedangkan pemeriksaan melografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala
26
penekanan sumsum tulang atau dapat juga dilakukan pemeriksaan CT scan atau CT
dengan mielografi serta pemeriksaan MRI.3
i. Pemeriksaan analisis cairan serebrospinal
Pasien yang terdiagnosis TB milier harus dipikirkan menderita Meningitis
TB.Diagnosis pasti ditegakkan melalui pemeriksaan lumbal pungsi dengan analisis
cairan serebro spinal (CSF) untuk mengetahui terdapatnya organisme atau
antigennya dalam CSF. Pada pemeriksaan cairan CSF akan didapatkan warna
xantokrom, peningkatan protein, jumlah sel 200 – 500/mm.limfosit, glukosa
menurun (lebih dari 50% gula darah) dan kultur 50% positif. 3
j. Patologi Anatomi
Pemeriksaan PA dapat menunjukkan gambaran granuloma yang ukurannya
kecil, terbentuk dari agregasi sel epiteloid yang dikelilingi oleh limfosit.
Granuloma tresebut mempunyai karakteristik perkijuan atau area nekrosis kaseosa
di tengah granuloma. Gambaran khas lainnya ditemukannya sel datia langhans
(multinucleat giant cell). 3
3. Penegakkan diagnosis berdasarkan WHO
1) Dicurigai TB ( suspected tuberculosis)
Anak sakit dengan riwayat kontak penderita TB dengan BTA positif.
Keadaan klinis tidak membaik setelah menderita campak atau batuk rejan,
berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, batuk dan mengi yang tidak
membaik dengan pengobatan antibiotika untuk penyakit pernafasan,
pembesaran kelenjar superfisial yang tidak sakit.
2) Mungkin TB (probable tuberculosis)
Uji tuberculin positif (10 mm atau lebih)
Foto roentgen paru sugestif TB
Pemeriksaan histopatologis biopsy sugestif TB
Respon yang baik pada pengobatan dengan OAT
3) Pasti TB (confirmed tuberculosis)
Ditemukan basil tuberkulosis pada pemeriksaan langsung atau biakan.
4. Sistem skoring
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik
overdiagnosis maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan
gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB
27
anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor IDAI telah membuat
Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scoring
system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional pengendalian
tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. 14
Tabel 2.6. Sistem Skoring TB Pediatrik 15
Catatan : Diagnosis dengan sistem skoring ditegakkan oleh dokter
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1) Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk
kronik lainnya seperti asma, sinusitis dan lain-lain.
2) Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat
langsung didiagnosis tuberkulosis.
3) Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname)
4) Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
5) Gambaran sugestif TB , berupa pembesaran kelenjar hilus atau
paratrakeal dengan atau tanpa infiltrate, konsolidasi
segmental/lobar;kalsifikasi dengan infiltral, atelektasis, tuberkuloma.
Gambaran milier tidak dihitung dalam skor karena diperlakukan secara
khusus.
28
6) Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari
setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
7) Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
8) Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi
lebih lanjut
9) Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:
Tanda bahaya: kejang, kaku kuduk, penurunan kesadaran kegawatan
lain, misalnya sesak napas, foto toraks menunjukkan gambaran milier,
kavitas, efusi pleura, gibbus dan koksitis
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah
skor yang lebih atau sama dengan 6 (≥6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB
dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara
klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik
lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal,
pungsi pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.
J. PENATALAKSANAAN
1. Aspek Medikamentosa
Obat TB utama (first line, lini utama) saat ini adalah rifampisin (R),
isoniazid (H), pirazinamid (Z), etambutol (E), dan Streptomisin (S). Rifampisin dan
isoniazid merupakan obat pilihan utama dan ditambah dengan pirazinamid,
etambutol, dan streptomisin. Obat lain (second line, lini kedua) adalah
paraaminosalicylic acid (PAS), cycloserin terizidone, ethionamide, prothionamide,
ofloxacin, levofloxacin, mixiflokxacin, gatifloxacin, ciprofloxacin, kanamycin,
amikacin, dan capreomycin, yang digunakan jika terjadi MDR. 16
Tabel 2.7. OAT Lini Pertama 16
Nama ObatDosis harian
(mg/kgBB/hari)
Dosis maksimal(mg/hari)
Efek Samping
Isoniazid 5-15* 300 Hepatitis, neuritis perifer, hipersensitivitas
Rifampisin** 10-20 600 Gastrointestinal, reaksi kulit, hepatitis,trombositopenia, peningkatan
29
enzim hati, cairantubuh berwarna oranye kemerahan
Pirazinamid 15-30 2000 Toksisitas hati, atralgia, gastrointestinal
Etambutol 15-20 1250 Neuritis optik, ketajaman penglihatan berkurang,buta warna merah-hijau, penyempitan lapangpandang, hipersensitivitas, gastrointestinal
Streptomisin 15-40 1000 Ototoksis, nefrotoks* Bila isoniazid dikombinasikan dengan rifampisin, dosisnya tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari.** Rifampisin tidak boleh diracik dalam satu puyer dengan OAT lain karena dapat mengganggu bioavailabilitas rifampisin. Rifampisin diabsorpsi dengan baik melalui sistemgastrointestinal pada saat perut kosong (satu jam sebelum makan.
Gambar 2.18. Alur Penatalaksanaan TB 16
30
Hal yang mencurigakan TB :Mempunyai sejarah kontak erat dengan penderita TB dengan BTA (+)Tes uji tuberkulin yang positif (>10 mm)Gambaran foto Rö sugestif TBTerdapat reaksi kemerahan yang cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi dengan BCGBatuk-batuk lebih dari 3 mingguSakit dan demam lama atau berulang, tanpa sebab yang jelasBerat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan kurang baik yang tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi (failure to thrive)Gejala-gejala klinis spesifik (pada kelenjar limfe, otak, tulang, dll)
Bila > 3 positif
Dianggap TBBeri OAT
Observasi 2 bulan
Membaik
Membaik
OAT
Memburuk/tetap
Bukan TBTB kebal obat (MDR)
Rujuk ke RS
PERHATIANBila terdapat tanda-tanda bahaya : Kejang Kesadaran menurun Kaku kuduk Benjolan di punggung Dan kegawatan lainSegera rujuk ke Rumah Sakit
Rumah Sakit/Rumah Sakit Pendidikan :Gejala klinisUji tuberkulinFoto RöPemeriksaan mikrobiologi dan serologi Pemeriksaan patologi anatomiProsedur diagnosis dan tatalaksana yang sesuai dengan prosedur RS yang bersangkutan
Gambar 2.19. Alur Penatalaksanaan TB di Puskesmas 16
Tabel 2.8. Obat-obatan Lini Kedua Tuberkulosis 3
a. Panduan Obat TB
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2 bulan
pertama) dan sisanya fase lanjutan. Prinsip dasar pengobatan TB minimal tiga
macam obat pada fase intensif dan dilanjutkan dengan dua macam obat pada fase
lanjutan (4 bulan atau lebih). Pemberian panduan obat ini bertujuan untuk
membunuh kuman intraselular dan ekstraselular. Pemberian obat jangka panjang,
selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
31
Skor ≥ 6
Beri OAT
2 bulan terapi , dievaluasi
Respons ( + ) Respon ( - )
Terapi TB diteruskan Terapi TB diteruskan
Rujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut
kekambuhan. Berbeda pada orang dewasa , OAT diberikan pada anak setiap hari,
bukan dua atau tiga kali dalam seminggu. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
ketidakteraturan menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan
setiap hari. Saat ini panduan obat yang baku untuk sebagian besar kasus TB pada
anak adalah panduan rifampisin, isoniazid dan pirazinamid. Pada fase intensif
diberikan rifampisin, isoniazid, dan pirazinamid sedangkan pada fase lanjutan
hanya diberikan rifampisin dan isoniazid. 16
Penatalaksanaan TB milier pada fase intesif (selama 2 bulan pertama)
diberikan 4-5 macam OAT kombinasi rifampisin, isoniazid, pirazinamid dan
etambutol atau streptomisin. Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid
sampai 9-12 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Terapi adjuvan seperti
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis,
maksimal 60mg dalam satu hari. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4
minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tappering off hingga 2-6 minggu. 4,16
Tabel 2.9. Dosis OAT Kombipak pada anak15
Tabel 2.10. Dosis OAT FDC (Fixed Dose Combination) 15
Keterangan:
1) Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit
2) Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.
3) Anak dengan BB > 33 kg , dirujuk ke rumah sakit.
4) Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibelah
5) OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus
sesaat sebelum diminum.
32
b. Evaluasi Hasil Pengobatan
Evaluasi hasil pengobatan sebaiknya dilakukan tiap bulan. Evaluasi hasil
pengobatan dilakukan setelah 2 bulan terapi. Evaluasi pengobatan penting karena
diagnosis TB pada anak sulit dan tidak jarang terjadi salah diagnosis. Evaluasi
pengobatan dilakukan dengan beberapa cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi
radiologis, dan pemeriksaan LED. Evaluasi yang terpenting adalah evaluasi klinis,
yaitu menghilang atau membaiknya kelainan klinis yang sebelumnya ada pada awal
pengobatan, misalnya penambahan berat badan, hilangnya demam, hilangnya
batuk, perbaikan nafsu makan dan lain-lain. Apabila respon pengobatan baik, maka
pengobatan dilanjutkan. 1,16
Evaluasi radiologis dalam 2-3 bulan pengobatan tidak perlu dilakukan
secara rutin, kecuali pada TB dengan kelainan radiologis yang nyata/luas seperti
TB milier, efusi pleura atau bronkopneumonia TB . Pada pasien TB milier, foto
rontgen toraks perlu diulang setelah 1 bulan untuk evaluasi hasil pengobatan,
sedangkan pada efusi pleura TB pengulangan foto rontgen toraks dilakukan setelah
2 minggu. Laju endap darah dapat digunakan sebagai sarana evaluasi bila pada
awal pengobatan nilainya tinggi. Apabila respon setelah 2 bulan kurang baik, yaitu
gejala masih ada dan tidak terjadi penambahan BB, maka OAT tetap diberikan
sambil dilakukan evaluasi lebih lanjut mengapa tidak terjadi perbaikan.
Kemungkinan yang terjadi adalah misdiagnosis, mistreatment, atau resistensi
terhadap OAT. Bila awalnya pasien ditangani di sarana kesehatan terbatas, maka
pasien dirujuk ke sarana yang lebih tinggi atau ke konsultan paru anak. 16
Foto rontgen toraks ulang pada akhir pengobatan tidak perlu dilakukan
secara rutin. Pengobatan selama 6 bulan bertujuan untuk meminimalisasi residu
subpopulasi persisten M. tuberculosis (tidak mati dengan obat-obatan) bertahan
dalam tubuh, dan mengurangi secara bermakna kemungkinan terjadinya
kekambuhan. Pengobatan lebih dari 6 bulan pada TB anak tanpa komplikasi
menunjukkan angka kekambuhan yang tidak berbeda bermakna dengan pengobatan
6 bulan. 15,16
2. Aspek Non Medikamentosa
a. Pendekatan DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse)
Keteraturan pasien untuk menelan obat dikatakan baik apabila pasien
menelan obat sesuai dengan dosis yang ditentukan dalam panduan pengobatan.
33
Keteraturan dalam menelan obat ini menjamin keberhasilan pengobatan serta
mencegah relaps dan terjadinya resistensi. Salah satu upaya untuk meningkatkan
keteraturan adalah dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan
(directly observed treatment). Directly observed treatment shortcours (DOTS)
adalah strategi yang telah direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan
program penanggulangan TB , dan telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun
1955. Penanggulangan TB dengan strategi DOTS dapat memberikan angka
kesembuhan yang tinggi. 16
Sesuai rekomendasi WHO, strategi DOTS terdiri atas lima komponen yaitu
sebagai berikut 16 :
1) Komitmen politis dari para pengambil keputusan, temasuk dukungan
dana.
2) Diagnosis TB dengan pemeriksaan sputum secara mikroskopis.
3) Pengobatan dengan panduan OAT jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh pengawas minum obat (PMO).
4) Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu terjamin.
5) Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan
dan evaluasi program penanggulangan TB .
b. Sumber penularan dan case finding
Apabila kita menemukan seorang anak dengan TB , maka harus dicari
sumber penularan yang menyebabkan anak tersebut tertular TB . Sumber penularan
adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan kontak erat dengan anak
tersebut. Pelacakan sumber infeksi dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis
dan BTA sputum (pelacakan sentripetal). Bila telah ditemukan sumbernya, perlu
pula dilakukan pelacakan sentrifugal, yaitu mencari anak lain di sekitasnya yang
mungkin juga tertular, dengan cara uji tuberculin. 16
Sebaliknya, jika ditemukan pasien TB dewasa aktif, maka anak
disekitarnya atau yang kontak erat harus ditelusuri ada atau tidaknya infeksi TB
(pelacakan sentrifugal). Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan penunjang yaitu uji tuberkulin. 16
c. Aspek edukasi dan sosial ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosial ekonomi. Karena
pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang
34
cukup lama, maka biaya yang diperlukan cukup besar. Selain itu, diperlukan juga
penanganan gizi yang baik, meliputi kecukupan asupan makanan, vitamin dan
mikronutrien. Tanpa penanganan gizi yang baik, pengobatan dengan
medikamentosa saja tidak akan tercapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan
kepada pasien dan keluarganya agar mengetahui mengenai TB . Pasien TB anak
tidak perlu diisolasi karena sebagian besar TB padak anak tidak menular kepada
orang disekitarnya. Aktivitas fisik pasien TB anak tidak perlu dibatasi, kecuali
pada TB berat. 16
d. Pencegahan
1) Imunisasi BCG
Imunisasi BCG (Bacille Calmette-Guérin) diberikan pada usia sebelum 2
bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara
intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak
subkutis lebuh tebal, ulkus tidak menggangu struktur otot dan sebagai tanda baku).
Bila BCG diberikan pada usia lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji
tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG berhubungan
dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian vaksin
dan intensitas pemaparan infeksi. 16,18
Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%.
Imunisasi BCG efektif terutama untuk mencegah TB milier, meningitis TB dan
spondilitis TB pada anak. Imunisasi ini memberikan perlindungan terhadap
terjadinya TB milier, meningitis TB , TB sistem skletal, dan kavitas. Fakta di
klinik sekitar 70% TB berat dengan biakan positif telah mempunyai parut BCG.
Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi umumnya tidak
dianjurkan di banyak negara lain, temasuk Indonesia. Imunisasi BCG relative
aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering
ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan
insidens 0,1-1%. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais,
misalnya defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi
prematur, BCG ditunda hingga bayi mencapai berat badan optimal. . 16,18
2) Kemoprofilaksis
Terdapat dua jenis kemoprofilaksis, yaitu kemoprofilaksis primer dan
kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah
35
terjadinya infeksi TB , sedangkan kemoprofilaksis sekunder mencegah
berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Pada kemoprofilaksis primer diberikan
isoniazid dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Kemoprofilaksis
ini diberikan pada anak yang kontak dengan TB menular, terutama dengan BTA
sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji tuberkulin negatif). Pada akhir bulan
ketiga pemberian profilaksis dilakukan uji tuberkulin ulang. Jika tetap negatif dan
sumber penularan telah sembuh dan tidak menular lagi (BTA sputum negatif),
maka INH profilaksis dihentikan. Jika terjadi konversi tuberkulin positif, evaluasi
status TB pasien. Jika didapatkan uji tuberkulin negatif dan INH profilaksis telah
dihentikan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin ulang 3 bulan kemudian untuk
evaluasi lebih lanjut. 16
Kemoprofilaksis sekunder diberikan pada anak yang telah terinfeksi, tetapi
belum sakit, ditandai dengan uji tuberkulin positif, sedangkan klinis dan radiologis
normal. Tidak semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang
termasuk dalam kelompok resiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB , yaitu
anak-anak pada keadaan imunokompromais. Contoh anak-anak dengan
imunokompromais adalah usia balita, menderita morbili, varisela, atau pertusis,
mendapat obat imunosupresif yang lama (sitostatik dan kortikosteroid), usia
remaja, dan infeksi TB baru (konvensi uji tuberkulin dalam kurun waktu kurang
dari 12 bulan). Lama pemberian untuk kemoprofilaksis sekunder adalah 6-12
bulan. Baik profilaksis primer, profilaksis sekunder dan terapi TB , tetap dievaluasi
tiap bulan untuk menilai respon dan efek samping obat 16
K. KOMPLIKASI
Tuberkulosis milier dapat menyebabkan berbagai komplikasi yang dapat
memperburuk keadaan pasien. Komplikasi pada TB milier terbagi atas 3 bagian,
yakni paru, hematogen dan limfogen. Pada paru dapat menyebabkan ARDS,
pneumothorax, abses paru. Hematogen dapat menyebabkan meningitis TB ,
tuberculoma dan TB enteritis. Sedangkan penyebaran secara limfogen ialah
lymphodenitis TB . 12
Acute respiratory distress syndrome (ARDS) merupakan salah satu
komplikasi yang jarang terjadi pada TB milier, yang mungkin muncul bahkan
setelah pengenalan antituberkulosis terapi. Kematian telah dilaporkan setinggi
36
100% walaupun sudah diterapi adekuat dengan pengobatan. Sekitar 7% kasus
tuberkulosis milier berhubungan dengan sindrom ini. Patogenesis ARDS secara
keseluruhan belum dapat diketahui secara pasti. ARDS menyebabkan terjadinya
kasus infeksi akibat lipopolisakarida yang dihasilkan oleh mycobacterial tersebut.
Salah satu produknya ialah lipoarabinomannan yang menginduksi produksi tumor
necrosis factor (TNF) pada makrofag dan hal inilah yang memodulasi timbulnya
ARDS. 2
Pasien yang mengalami tuberkulosis milier dapat mengakibatkan terjadinya
pneumothorax. Insidensi pneumothorax jarang, sekitar 1,3%-1,5% pada
tuberkulosis milier. Gejala-gejala klinis yang dapat terlihat pada pasien
tuberculosis milier yaitu terdapat tanda kesulitan bernafas, batuk kering dan
perubahan fungsi dan struktur anatomi jantung. Gejala-gejala ini, juga terlihat pada
pasien TB milier dengan pneumothorax, akan tetapi jika dengan pneumothorax
akan terlihat peningkatan dispneu dan nafas pendek pada pasien. Sehingga, dalam
pemeriksaan fisik sukar untuk dibedakan antara TB milier saja atau TB milier
dengan pneumothorax. Jika hal ini terjadi, maka penanganan secara emergency
harus segera dilakukan, karena pada fase ini, pasien dapat jatuh ke dalam ARDS.
Patogenesis pneumothorax dalam tuberkulosis milier belum diketahui secara pasti,
akan tetapi diduga akibat proses kaseosa atau nekrosis di subpleural akibat nodul
milier dan hal ini dapat terjadi ruptur sehingga memicu terperangkapnya udara
yang menyebabkan pneumothorax. Selain itu, tuberkulosis milier akut dapat
menyebabkan emphysematous lung. Hal ini dapat disebabkan karena
penyebarannya bilateral, simultan dan atau adanya pneumothorax rekuren pada
pasien, sehingga memicu timbulnya gambaran emphysematous lung. 6,12
Tuberkulosis enteritis juga merupakan manifestasi ekstrapulmoner dari
tuberkulosis pulmoner, dan hal ini terjadi sekitar 15-20% dari pasien tuberculosis
pulmoner yang aktif. Chung dkk (2006) melaporkan bahwa tuberkulosis intestinal
dapat merupakan salah satu komplikasi tuberkulosis milier yang ditandai dengan
nyeri abdomen dan demam. 6,12
Tabel 2.11. Komplikasi TB Milier12
Komplikasi Tuberkulosis MilierSistemik Cryptic miliary tuberculosis
Pireksia yang tidak diketahui asalnyaSyok, disfungsi multi organ
37
Pulmo Acute respiratory distress syndrome“Air leak” syndrome (pneumothorax, pneumomediastinum)Empiema akut
Hematologi Myelopthisic anaemiaImmune haemolytic anaemiaEndocrinologicalThyrotoxicosis
Renal Failure due to granulomatous destruction ofthe interstitiumImmune complex glomerulonephritis
Kardiovaskular Perikarditis dengan atau tanpa efusi perikardialSudden cardiac deathMycotic aneurysm of aortaNative valve, prosthetic valve endocarditis
Hepatik Cholestatic jaundiceLainnya Presentation as focal extra-pulmonary tuberculosis
Berdasarkan hal tersebut maka tuberkulosis enteritis merupakan suatu
differential diagnosis pada pasien yang memiliki keluhan bagian abdomen terutama
riwayat tuberkulosis pulmner sebelumnya. Tuberkulosis intestinal didiagnosis
dengan konfirmasi laparotomi dan biopsi darurat. Oleh karena itu, pasien diberikan
OAT selama 12 bulan dan kortikosteroid. Sekitar 25% pasien dengan TB milier,
dapat berlanjut sampai mengenai sistem saraf pusat yaitu meningitis TB dan
tuberculoma. Setelah mendapatkan beberapa minggu terapi yang efektif, maka
diharapkan pasien mengalami perbaikan klinis yang signifikan, dan memiliki hasil
negatif pada pemeriksaan sputum basil tahan asam, dan retraksi nampak minimal.
Namun, yang harus diyakini bahwa pasien benar-benar tidak lagi menular. Tidak
adanya hasil sputum yang positif pada pasien tersebut, sehingga dapat menjamin
perlindungan saat paparan dengan orang lain. Terapi harus diawasi secara
langsung, sehingga hasil dapat optimal untuk memastikan kepatuhan dan mencegah
kekambuhan pada pasien. 4
Menurut Buku Panduan Nasional Tuberkulosis Anak 2011 mengungkapkan
bahwa terkadang pada TB Milier Akut yang menyeluruh (acute generalized
miliary) dapat terjadi tuberkulosis kelenjar limfe superfisialis. Manifestasi klinis
tersering, terjadi di kelenjar leher (cervical adenitis, limfadenitis kolli), kemudian
terdapat juga didaerah aksila dan ingunial. Tuberkulosis kelenjar leher umumnya di
38
bagian anterior. Anemia aplastik juga merupakan salah satu komplikasi dari
tuberkulosis milier. Patogenesisnya secara lebih rinci tidak diketahui secara pasti. 15
L. PROGNOSIS
Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi,
luas lesi, gizi, sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
infeksi lain. Adanya infeksi HIV, multydug resistance (MDR) dan reaksi obat
(rash, hepatitis dan trombositopenia) dengan TB milier berkontribusi terhadap
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Pada TB milier terjadi peningkatan
morbiditas dan mortilitas sebesar 20-25%. 4,12
Prognosis penderita penyakit tuberkolosis milier adalah baik bila diagnosa
dini dapat diketahui dan dilakukan pengobatan yang tepat. Komplikasi yang sering
adalah menigitis tuberkolosis terutama pada dewasa muda. Angka mortalitas yang
diakibatkan oleh TB milier bila tidak diobati 100% dan bila diobati dengan tepat
akan berkurang menjadi 10% hal ini dapat di dapati di Amerika Serikat , di negara
lain angka kematian bervariasi berkisar 10%-28%.
39
BAB III
KESIMPULAN
1. Tuberkulosis milier adalah penyakit limfo-hematogen sistemik akibat
penyebaran Mycobacterium tuberculosis (tuberculosis diseminata) dari
kompleks primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2-6 bulan setelah infeksi
awal.
2. Tuberkulosis milier memiliki angka kejadian sekitar 3-7% dari seluruh kasus
TB dengan angka mortalitas yang tinggi yaitu dapat mencapai 25% pada bayi.
3. Sumber penularan TB paru yaitu penderita TB BTA positif yang menularkan
saat batuk atau bersin mengandung Mycobacterium tuberculosis.
4. Faktor risiko TB milier yaitu usia, lokasi geografi, imunitas tubuh, kondisi
medik, genetik, stress, faktor lingkungan dan Mycobacterial.
5. Penyebaran TB milier yaitu secara limfo-hematogen dan melibatkan reaksi
imun non-spesifik dan spesifik.
6. Diagnosis banding TB milier yaitu ARDS, Addison disease, Blastomikosis,
Cardiac tamponade, DIC dan Pneumonia.
7. Diagnosis TB milier pada anak dapat ditegakkan dengan adanya riwayat
kontak dengan pasien TB dewasa yang infeksius (BTA positif), gambaran
radiologis yang khas, gambaran klinis, uji tuberkulin yang positif.
8. Penatalaksanaan TB milier yaitu meliputi aspek medikamentosa seperti
pemberian OAT dan kortikosteroid serta aspek non medikamentosa.
9. Komplikasi TB mliier meliputi sistemik, pulmo, hematologi,renal,
kardiovaskular, hepatik dan enteral.
10. Prognosis tuberkulosis milier dipengaruhi oleh umur anak, lama infeksi, luas
lesi, gizi, sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini, pengobatan adekuat dan
infeksi lain.
11.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Grange JM, Zumla AI. Tuberculosis. In Cook GC, editor. Manson's Tropical Disease 22nd edition. Elsevier Ltd; London, 2008 : p. 1-57.
2. World Health Organization. Tuberculosis Control in the South-East Asia Region. The Regional Report. 2012: p. 77-83.
3. World Health Organization. WHO. [Online].; 2010 [cited 2012 November 28. Available from: http://whqlibdoc.who.int/publications/2010/9789241564069_eng.pdf..
4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2012: p. 2-98.
5. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis Tuberkulosis pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 194-227.
6. Basir D, Yani FF. Tuberkulosis dengan Keadaan Khusus. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012:. p. 228-45.
7. Kemenkes RI. Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia. In Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2011: p. 16-59.
8. World Health Organization. Management of TB meningitis and miliary TB . Guidance for national tuberculosis programmes on management of tuberculosis in children. 2006: p. 10-50.
9. Kelompok Kerja TB Anak IDAI. Diagnosis & Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Departemen Kesehatan Indonesia. Jakarta, 2008.
10. CDC. CDC. [Online].; 2008 [cited 2012 November 28. Available from: http://wonder.cdc.gov/wonder/PrevGuid/p0000425/p0000425.asp.
11. Reviono , Probandari AN, Pamungkasari EP. Keterlambatan Diagnosis Pasien Tuberkulosis Paru di RSUD dr. Moewardi Surakarta. Journal of Respiratory Indonesian. 2008; 28 1: p. 1-10.
12. World Health Organization. WHO. [Online].; 2009 [cited 2012 November 28. Available from: http://www.who.int/TB /publications/global_report/2009/key_points/en/index.html.
13. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB . In Buku Ajar Resoirologi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 214-27.
14. Said M, Boediman I. Imunisasi BCG pada Anak. In Buku Ajar Respirologi Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2012: p. 252-259.
41
15. Kar A. Characterization, Classification and Taxonomy of Microbes. In Pharmaceutical Microbiology. New Age International Ltd. New Delhi, 2008: p. 23-62.
16. Levinson W. Mycobacteria. In Review of Medical Microbiology and Immunology. The McGraw-Hill Companies. United State of America, 2008: p. 25-45.
17. Barrera L. The Basic of Clinical Bacteriology. In Palomino JC, Leao SC, Ritacco V, editors. Tuberculosis 2007 From Basic science to patient care. BourcillierKamps Ltd. Brazil, 2007: p. 93-112.
18. Ahmad S. Pathogenesis, immunology and Diagnosis of Latent Mycobacterium tuberculosis Infection. Clinical and Developmental Immunology. 2010 October 26; 2011: p. 1-17.
19. Lyadova I. Inflammation and Immunopathogenesis of Tuberculosis Progression, Understanding. [Online].: InTech; 2012 [cited 2012 November 28. Available from: http://www.intechopen.com/books/understandingtuberculosis-analyzing-the-origin-of-mycobacterium-tuberculosis-pathogenicity/inflammation-andimmunopathogenesis-of-tuberculosis-progression.
20. Munasir Z. Respon Imun terhadap Bakteri. Sari Pediatri. 2001 Maret; 2: p. 193-7.
21. Dheda K, Schwander SK, Zhu B, Van Vyl-Smit RN, Zhang Y. The immunology of tuberculosis. Respirology. 2010; 15: p. 433-50.
22. Lessnau KD, Luise C, Masci JR, Talavera F, Glatt A, Cunha B. Emedicine. [Online].; 2012 [cited 2012 November 28. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/221777-overview.
23. Avalos GG, Montes de Oca EP. Classic and New Diagnostic Approaches to Childhood Tuberculosis. Journal of Tropical Medicine. 2012 Januari 2; 2012.
24. Surendra KS, Alladi M, Abhishek S. Challenges in the diagnosis & treatment of miliary tuberculosis. Indian Journal Medical Respirology. 2012 May;: p. 703-30.
42