penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
TRANSCRIPT
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
1/7
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengumpulan Data
Pengumpulan data penelitian dilakukan mulai tanggal 10 Oktober sampai
dengan 24 Oktober 2011 di RSUDZA Banda Aceh, dengan jumlah sampel
sebanyak 75 orang. Data diambil berupa data sekunder penderita hiperemesis
gravidarum yang diperoleh melalui pencatatan terhadap rekam medik pasien
periode Januari 2007 s/d Desember 2010.
4.2 Karakteristik Sampel
Jumlah seluruh populasi yang ditemukan pada penelitian ini adalah
sebanyak 99 orang. Jumlah sampel pasien hiperemesis gravidarum yang sesuai
dengan kriteria inklusi adalah 75 orang (n=75), sedangkan pasien hiperemesis
gravidarum yang tidak sesuai dengan kriteria inklusi adalah 24 orang (n=24). Data
lengkap terlihat pada gambar 4.1.
76%
24%
Kriteria inklusi kriteria ekslusi
Gambar 4.1 Distribusi Hasil Berdasarkan Jumlah Sampel
Berdasarkan gambar 4.1 diatas ditemukan 75 pasien yang termasuk kedalam
kriteria inklusi yaitu berkisar dari umur 20 tahun sampai 35 tahun, sedangkan yang
termasuk kedalam kriteria ekslusi sebanyak 24 pasien berusia dibawah 20 tahun dan
diatas 35 tahun.
27
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
2/7
28
4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan
Usia
Penderita hiperemesis gravidarum yang diteliti pada penelitian ini
mempunyai usia berkisar dalam rentang 20 tahun sampai 35 tahun. Berdasarkan
jumlah sampel yang diteliti, paling banyak terdapat pada rentang umur 26 tahun
30 tahun sebanyak 34 orang (45%), kemudian rentang umur 20 tahun 25 tahun
sebanyak 27 orang (36%) dan yang terakhir pada rentang umur 31 tahun 35 tahun
sebanyak 14 orang (19%). Data lengkap terlihat pada gambar 4.2.
36%45%
19%
20 tahun -25 tahun 26 tahun -30 tahun 31 tahun -35 tahun
Gambar 4.2 Distribusi Frekuensi Penderita Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan
Umur
Umur ibu mempunyai pengaruh yang erat dengan perkembangan alat
reproduksi. Hal ini berkaitan dengan keadaan fisik organ tubuh ibu dalam menerima
kehadiran dan mendukung perkembangan janin. Umur juga merupakan faktor yang
berpengaruh terhadap persalinan dan kehamilan. Umur yang terlalu muda
merupakan suatu faktor resiko terjadinya hiperemesis gravidarum. Hal ini terutama
terjadi pada wanita hamil yang berusia dibawah umur 30 tahun (Wilcox et al.,
2009).
Pada penelitian ini didapatkan hiperemesis gravidarum lebih sering
mengenai ibu hamil pada rentang umur 26 tahun 30 tahun, kemudian diikuti oleh
umur 20 tahun 25 tahun, dan umur 31 tahun 35 tahun. Keadaan ini diduga
terkait dengan faktor-faktor lain seperti faktor keturunan, stress, berat badan yang
rendah pada masa kehamilan dan riwayat mengalami hiperemesis gravidarum pada
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
3/7
29
kehamilan sebelumnya. Pada ibu hamil yang berusia muda, stress merupakan faktor
yang paling sering dikaitkan dengan hiperemesis gravidarum dimana hal ini dapat
memicu terjadinya mual dan muntah (Buckwalter dan Simpson, 2002).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan menunjukan hasil yang
sesuai dengan penelitian ini, bahwa hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi
pada wanita hamil yang berusia dibawah 30 tahun (Goodwin, 2008). Namun tidak
disebutkan secara spesifik mengenai umur dibawah 30 tahun tersebut.
4.4 Distribusi Frekuensi Penderita Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan
Status Kehamilan
Penderita hiperemesis gravidarum pada penelitian ini dikelompokan
menjadi 2 bagian berdasarkan status kehamilan yaitu primigravida dan
multigravida. Hasil penelitian menunjukan bahwa penderita hiperemesis
gravidarum dengan status kehamilan primigravida sebanyak 51 orang (68%) dan
multigravida sebanyak 24 orang (32%). Data lengkap terlihat pada gambar 4.3.
68%
32%
Primigravida Multigravida
Gambar 4.3 Distribusi Frekuensi Penderita Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan
Status Kehamilan
Primigravida adalah wanita yang baru pertama kali mengalami kehamilan
sedangkan multigravida adalah wanita yang sudah pernah mengalami kehamilan
sebanyak 2 kali atau lebih (Prawirohardjo, 2002). Faktor resiko yang paling sering
ditemukan pada penderita hiperemesis gravidarum adalah primigravida. Penelitian
yang pernah dilakukan menunjukan bahwa 60% - 80% primigravida mengalami
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
4/7
30
hiperemesis gravidarum dan 40% - 60% mutigravida mengalami hiperemesis
gravidarum. Hal ini berhubungan dengan tingkat stres dan usia ibu hamil saat
mengahapi kehamilan pertama. Pada Primigravida, faktor psikologik memegang
peranan penting terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum. Rasa takut terhadap
kehamilan dan persalinan, serta takut terhadap tanggung jawab menjadi seorang ibu
dapat menyebabkan terjadinya konflik mental yang akan memperberat mual dan
muntah sebagai ekspresi keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian dari
kesukaran hidup. Multigravida yang mengalami hiperemesis gravidarum biasanya
terkait dengan riwayat kehamilan pertama, kurangnya pengalaman pada kehamilan
pertama dan tingkat stres yang tinggi pada saat menghadapi kehamilan sehingga
menimbulkan resiko terjadinya hiperemesis gravidarum (Prawirohardjo, 2005).
Hiperemesis gravidarum lebih sering terjadi pada primigravida (68%) dari
pada multigravida (32%). Karena pada primigravida belum mampu beradaptasi
terhadap peningkatan hormon estrogen dan khorionik gonadotropin. Peningkatan
hormon ini membuat kadar asam lambung meningkat sehingga muncul keluhan rasa
mual. Keluhan ini biasanya muncul di pagi hari saat perut penderita dalam keadaan
kosong dan terjadi peningkatan asam lambung (Ogunyemi dan Fong, 2009).
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan Buckwalter dan Simpson
(2002) menunjukan hasil yang sesuai dengan penelitian ini yaitu primigravida lebih
sering mengalami hiperemesis gravidarum. Hal ini juga didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh Prawirohardjo (2005) bahwa primigravida lebih sering
mengalami hiperemesis gravidarum dari pada multigravida dengan persentase
sebesar 60% - 80%.
4.5Distribusi Frekuensi Penderita Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan
Manifestasi Klinis
Penderita hiperemesis gravidarum yang ditemukan pada penelitian ini
disusun berdasarkan manifestasi klinis tingkat I yaitu muntah sebanyak 75 orang
(100%), anoreksia sebanyak 71 orang (95%), kondisi lemah sebanyak 60 orang
(80%), nyeri epigastrium sebanyak 15 orang (20%), dan tekanan darah sistolik
menurun sebanyak 5 orang (7%). Sedangkan mata cekung, nadi meningkat
100x/menit, berat badan menurun, turgor kulit menurun, serta lidah mengering
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
5/7
31
tidak ditemukan pada data pasien yang diteliti. Untuk manifestasi klinis tingkat II
dan tingkat III juga tidak ditemukan pada data pasien yang diteliti. Data lengkap
dapat dilihat pada gambar 4.4.
100% 95%80%
20% 7%
Muntah Anoreksia Lemah Nyeri
epigastrium
Tekanan
darah
sistol ik
menurun
Gambar 4.4 Distribusi Frekuensi Penderita Hiperemesis Gravidarum Berdasarkan
Manifestasi Klinis
Muntah merupakan salah satu tanda-tanda dugaan hamil yang sering terjadi
pada bulan pertama kehamilan dan berakhir pada minggu ke-14 (Wiknjosastro,
2005). Setiap wanita hamil juga memiliki tingkat derajat mual yang berbeda beda,
ada yang tidak terlalu merasakan perasaan mual dan muntah, tetapi ada juga yang
merasakan sangat mual dan ingin muntah setiap saat sehingga memerlukan
pengobatan (Evans, 2007).
Pada hiperemesis gravidarum keadaan ini dapat berlangsung hebat selama
masa kehamilan sehingga menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan,
atau gangguan elektrolit yang dapat mengganggu aktivitas sehari hari (Mochtar,
1998). Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum dapat mengalami
frekuensi muntah lebih dari 4 kali dalam 24 jam (Lacroix et al., 2000). Dan ada
juga yang menyatakan bahwa frekuensi muntah pada ibu hamil yang mengalami
hiperemesis dalam 24 jam dapat mencapai lebih dari 10 kali (Babak, 2004). Batas
jelas antara mual dan muntah yang masih dalam batas wajar dengan hiperemesis
gravidarum tidak ada, tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh sebaiknya
ini dianggap sebagai hiperemesis gravidarum (Winkjosastro, 2005).
Penelitian ini menunjukan bahwa muntah merupakan manifestasi klinis
yang paling sering ditemukan pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis
gravidarum. Terjadinya muntah pada hiperemesis gravidarum diduga karena adanya
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
6/7
32
peningkatan kadar hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin) dalam serum
sehingga menyebabkan rangsangan pada pusat muntah yaitu CTZ (Chemoreceptor
Trigger Zone) yang terletak pada area postrema batang otak yaitu medulla
oblongata. Kemudian CTZ akan merangsang muntah melalui saraf trigeminus (N
V), saraf fasialis (N VI), saraf glossofaring (N IX), saraf vagus (N X) dan saraf
hipoglosus (N XII) pada saluran cerna bagian atas dan juga melalui saraf spinal
pada otot diagfragma (Lippincott dan Wilkins, 2008).
Penelitian yang dilakukan Vikanes (2010) menunjukan hasil yang sama
dengan penelitian ini, bahwa muntah merupakan manifestasi klinis yang paling
sering ditemukan pada ibu hamil yang menderita hiperemesis gravidarum dengan
persentase sebesar 80% kemudian disusul oleh anoreksia dengan persentase sebesar
65% , berat badan menurun dengan persentase sebesar 47%, keadaan lemah dengan
persentase 35%, turgor kulit menurun dengan persentase sebesar 12%, nyeri
epigastrium dengan persentase sebesar 8%, dan tekanan darah sistolik dengan
persentase sebesar 2%. Namun pada penelitian ini tidak ditemukan adanya data
pada pasien hiperemesis gravidarum mengenai penurunan berat badan dan turgor
kulit menurun.
Anoreksia pada penelitian ini merupakan manifestasi ke dua yang sering
dijumpai pada ibu hamil yang menderita hiperemesis gravidarum dengan persentase
sebesar 95%. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan sekresi leptin dalam serum
yang merangsang anorexigenic center di hipotalamus sehingga menimbulkan
negative feedback pada hipotalamus ventromedial untuk menurunkan produksi
neuropeptida yang berakibat pada penurunan nafsu makan (Luhesi et al., 2000).
Penelitian yang dilakukan Gulley et al.(1993) menunjukan bahwa anoreksia
memiliki persentase sebesar 55% dari seluruh pasien yang mengalami hiperemesisgravidarum.
Kondisi lemah merupakan manifestasi ke tiga yang sering dijumpai pada ibu
hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum dengan persentase sebesar 80%.
Hal ini diduga karena rendahnya kadar glukosa dalam darah (hipoglikemia) yang
disebabkan karena muntah yang berkepanjangan. Selain itu, keadaan ini diperberat
oleh dehidrasi yang menyebabkan terjadinya hemokosentrasi sehingga aliran darah
kejaringan berkurang (Fejzo et al., 2008).
-
7/31/2019 Penelitian mengenai hiperemesis gravidarum
7/7
33
Nyeri epigastrium merupakan manifetasi ke empat yang sering dijumpai
pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum dengan persentase sebesar
20% pada penelitian ini. Hal ini terjadi karena adanya aliran refluks asam lambung
ke bagian bawah dari esofagus yang sering diperparah oleh kelemahan katup dari
esofagus bagian bawah. Nyeri epigastrium ini sering menimbulkan sensasi rasa
seperti terbakar (Gill et al., 2009).
Tekanan darah sistolik menurun merupakan manifestasi klinis ke lima yang
sering dijumpai pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum dengan
persentase sebesar 7%. Tekanan darah sistolik yang menurun sering juga disebut
sebagai hipotensi sistolik. Hal ini disebabkan oleh dehidrasi, sehingga cairan
intravaskuler berkurang dan aliran vena balik juga ikut berkurang akibatnya terjadi
penurunan cardiac output. Dehidrasi juga dapat membuat otot jantung menjadi
lemah untuk mempompakan darah dari jantung keseluruh tubuh dan mengakibatkan
tekanan darah menjadi turun (David et al., 2008).