hiperemesis gravidarum (2)

31
BAB 1 PENDAHULUAN Mual (nausea) dan muntah (emesis) adalah gejala yang wajar dan sering terjadi pada kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu. 1 Mual terjadi pada 66-89 % kehamilan dan muntah pada 38-57 % kehamilan. Mual dan muntah terkait dengan kehamilan sering dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu dengan puncak pada usia kehamilan 11-13 minggu dan menghilang pada 50 % kasus pada usia kehamilan 12-14 minggu. Pada 1-10 % kehamilan hal ini berlanjut selama 20-22 minggu. 3 Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon esterogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Hiperemesis ditandai dengan mual dan muntah yang persisten terkait dengan penurunan berat badan hingga lebih dari 5 % berat badan sebelum hamil. Hiperemesis gravidarum menyebabkan pengurangan volume, gangguan elektrolit dan bahkan kematian. 2 Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi juga merupakan faktor utama di samping faktor hormonal. 1

Upload: vanneetha-arivananthan

Post on 12-Apr-2016

47 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

HG

TRANSCRIPT

Page 1: hiperemesis gravidarum (2)

BAB 1

PENDAHULUAN

      Mual (nausea) dan muntah (emesis) adalah gejala yang wajar dan sering terjadi pada kehamilan trimester pertama. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.1

      Mual terjadi pada 66-89 % kehamilan dan muntah pada 38-57 % kehamilan. Mual dan muntah terkait dengan kehamilan sering dimulai pada usia kehamilan 9-10 minggu dengan puncak pada usia kehamilan 11-13 minggu dan menghilang pada 50 % kasus pada usia kehamilan 12-14 minggu. Pada 1-10 % kehamilan hal ini berlanjut selama 20-22 minggu.3 Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon esterogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologi kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat atau pengosongan lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita dapat dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Hiperemesis ditandai dengan mual dan muntah yang persisten terkait dengan penurunan berat badan hingga lebih dari 5 % berat badan sebelum hamil. Hiperemesis gravidarum menyebabkan pengurangan volume, gangguan elektrolit dan bahkan kematian.2 Keluhan gejala dan perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi juga merupakan faktor utama di samping faktor hormonal.1

 

Page 2: hiperemesis gravidarum (2)

BAB 2

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

1. Definisi

Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada wanita dengan kehamilan muda (lebih dari 10 kali dalam 24 jam) atau sampai menganggu aktivitas sehari-hari dan terjadi perburukan keadaan umum.1 Dapat juga diartikan bermacam-macam yaitu muntah yang berlebihan sehingga mengakibatkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat kehilangan asam hidroklorid dalam muntahan dan hipokalemia. Pada beberapa wanita dapat mangakibatkan terjadinya gangguan fungsi hepar. 3

      Pada wanita hamil, mual dan muntah (morning sickness) sering terjadi, mengenai hampir 80 % kehamilan. Hiperemesis atau mual dan muntah yang berlebihan terjadi pada 1 % kehamilan. Kondisi ini menyebabkan muntah yang tidak terkendali, dehidrasi yang berat dan kehilangan berat badan pada ibu. Walaupun demikian, hiperemesis gravidarum sangat jarang menyebabkan gangguan pada bayi yang akan dilahirkan.4

2. Epidemiologi

Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80 % primi gravida dan 40 – 60 % multi gravida. Satu diantara 1000 kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih berat.1 Insiden hiperemesis gravidarum bervariasi pada beberapa studi populasi. Beberapa melaporkan antara 50-90 % tetapi kebanyakan berkisar antara 70-80 %. Pada 20 % kasus hiperemesis gravidarum gejala berlangsung menetap selama kehamilan.5 Borowski, dkk.(2003) menemukan insiden hiperemesis gravidarum sebesar 1,6 % dari 9500 persalinan di Klinik Mayo. Studi Gazmararian, dkk.(2002) menemukan lebih dari 46.000 wanita dan 0,8 % memerlukan perawatan rumah sakit akibat hiperemesis.2 Di Amerika Serikat, hiperemesis gravidarum terjadi 0,5-10 kasus per 1000 kehamilan. Prevalensinya meningkat pada kehamilan mola, kehamilan kembar dan kondisi lain yang menyebabkan peningkatan hormon kehamilan.6,7

      Ada kemungkinan terjadinya hiperemesis berulang pada wanita hamil. Data yang mendukung keadaan ini harus didapat melalui studi longitudinal dimana follow up pasien dilakukan selama bertahun-tahun. Ada sebuah studi yang dilakukan secara longitudinal pada pasien hiperemesis, namun studi ini dilakukan bertahun-tahun yang lalu. J. Fitzgerald (1938-1953) melakukan studi terhadap 159 wanita hamil di Aberdeen, Skotlandia, menemukan bahwa hiperemesis pada kehamilan pertama merupakan faktor risiko untuk terjadinya hiperemesis berulang pada kehamilan berikutnya. Dari 56 wanita yang kembali hamil, ditemukan 27 orang kembali mengalami hiperemesis pada kehamilan kedua dan 7 dari 19 wanita mengalami hiperemesis pada kehamilan ketiga.5

Page 3: hiperemesis gravidarum (2)

3. Etiologi

Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan oleh faktor toksik; juga tidak ditemukan kelainan biokimia. Perubahan-perubahan anatomik pada otak, jantung, hati dan susunan saraf, disebabkan oleh kekurangan vitamin serta zat-zat lain. Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang sudah ditemukan oleh beberapa penulis sebagai berikut 1:

1. Faktor predisposisi yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa dan kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon khorionik gonadotropin dibentuk berlebihan.

2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini merupakan faktor organik.

3. Alergi sebagai salah satu respon dari jaringan ibu terhadap anak, juga disebut sebagai salah satu faktor organik.

4. Faktor psikologi memegang peranan yang penting pada penyakit ini, rumah tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu, dapat menyebabkan konflik mental yang dapat memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup. Hubungan psikologik dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui pasti. Tidak jarang dengan memberikan suasana baru, sudah dapat membantu mengurangi frekuensi muntah.

      Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa peneliti, yaitu : Jacobson, 2003; McKenna, 2003, Yost, 2003. 3,8

4. Patofisiologi

Ada yang menyatakan bahwa, perasaan mual adalah akibat dari meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari sistem saraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat berlangsung berbulan-bulan.1

   Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah pada hamil muda, bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya

Page 4: hiperemesis gravidarum (2)

terjadi pada sebagian kecil wanita, tetapi faktor psikologi merupakan faktor utama, di samping faktor hormonal. Yang jelas, wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis gravidarum yang lebih berat. 1

   Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik dan aseton dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian pula khlorida air kemih. Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan mengurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan mengurang pula dan tertimbunnya zat metabolik toksik. Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Disamping dehidrasi dan terganggunya keseimbangan elektrolit, dapat terjadi robekan pada selaput lendir esophagus dan lambung (sindroma Mallory-Weiss), dengan akibat pendarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan ini ringan dan pendarahan dapat berhenti sendiri. Jarang sampai diperlukan transfusi dan tindakan operatif. 1

      Ada beberapa faktor terkait dengan hiperemesis gravidarum, antara lain :

1. Perubahan psikologis2

Mual dan muntah dalam kehamilan menunjukkan bahwa wanita dengan gejala ini belum dapat menerima kehamilannya, memiliki masalah dengan keluarga ataupun memiliki kelainan psikiatri dan atau histeria. Walaupun demikian, mual dan muntah dalam kehamilan kini dialami oleh kebanyakan wanita. Beberapa kasus hiperemesis mungkin menunjukkan kelainan psikiatri gangguan konversi atau somatisasi, depresi, atau mungkin timbul pada keadaan ambivalensi atau stres dalam kehamilan. Namun demikian, hiperemesis gravidarum dapat timbul tanpa disertai adanya kelainan psikiatri.

2. Perubahan hormonal

Ada reaksi hormonal antara molekul hormon korionik gonadotropin (HCG) dan reseptornya serta molekul thyroid-stimulating hormone (TSH) dengan reseptornya. HCG secara fisiologis dapat menstimulasi tiroid. Kadar puncak HCG adalah pada trimester pertama. Beberapa wanita dengan hiperemesis gravidarum memiliki gejala klinik hipertiroid. Namun, pada proporsi yang lebih besar (50-60 %), TSH sementara ditekan dan kadar tiroksin bebas (T4) meningkat (40-73%) tanpa disertai gejala klinik hipertiroid, antibodi tiroid yang beredar atau pembesaran kelenjar tiroid.2

      Pada beberapa kasus hiperemesis, beberapa peneliti menemukan korelasi positif antara peningkatan kadar serum HCG dan kadar T4 bebas. Beratnya mual juga nampak

Page 5: hiperemesis gravidarum (2)

berhubungan dengan tingkat stimulasi tiroid. Pada pasien, kadar HCG terkait dengan peningkatan kadar immunoglobulin M, komplemen dan limfosit. Proses imunologis mungkin bertanggung jawab terhadap peningkatan HCG dalam sirkulasi atau isoform HCG dengan aktivitas yang lebih tinggi terhadap tiroid. Kritik terhadap teori ini adalah mual dan muntah bukanlah gejala yang biasa terjadi pada hipertiroid, tanda biokimia hipertiroid tidak menyeluruh pada kasus hiperemesis dan beberapa studi gagal untuk membuktikan korelasi beratnya gejala dengan kelainan biokimiawi. 2

Gambar 1. Hubungan antara beratnya muntah dengan konsentrasi HCG9

Gambar 2. Hubungan antara beratnya muntah dengan kadar serum TSH9

      Beberapa studi menghubungkan tingginya kadar estradiol terhadap beratnya mual dan muntah pada wanita hamil, sementara yang lain menemukan tidak adanya korelasi antara kadar estrogen dengan beratnya mual dan muntah pada wanita hamil. Intoleransi terhadap kontrasepsi oral terkait dengan mual dan muntah dalam kehamilan. Progesteron juga mencapai puncaknya pada trimester pertama dan menurunkan aktivitas otot polos, tetapi penelitian gagal untuk menunjukkan keterkaitan antara kadar progesteron dan gejala mual muntah pada wanita hamil.2

      Perubahan motilitas gaster terkait dengan peningkatan kadar progesteron. Penelitian terhadap binatang menunjukkan efek inhibisi progesteron pada otot polos gastrointestinal. Bruce dan Behsudi mencatat penurunan berarti aktivitas kontraksi esofagus, antrum dan jaringan colon pada tikus jantan yang sebelumnya diberi progesteron dibandingkan dengan tikus jantan yang tidak diberi progestron. Sebagai tambahan, Kumar et al menunjukkan bahwa progesteron menghambat secara spontan aktivitas kontraksi otot gaster dan colon manusia secara in vitro, dimana estradiol dan kortikosteroid tidak memberikan respon yang sama terhadap aktivitas kontraksi otot.18

3. Kelainan gastrointestinal2

Peningkatan hormon seks wanita selama kehamilan mungkin mengakibatkan perubahan pada esofagus, lambung dan motilitas usus halus. Walaupun progesteron tampak menurunkan tekanan sfingter esofagus bagian bawah, beberapa studi tidak menemukan adanya penurunan tekanan sfingter esofagus bagian bawah dalam kehamilan. Penelitian terhadap pengosongan lambung menunjukkan tidak adanya perubahan dalam kehamilan. Namun, beberapa studi menghubungkan aktivitas mioelektrik lambung pada trimester pertama dengan mual. Waktu transit usus halus meningkat dalam kehamilan, tetapi hanya pada trimester kedua dan ketiga.

4. Kelainan hepar2

Banyak peneliti mentargetkan perubahan fungsi hati sebagai penyebab yang mungkin terjadinya hiperemesis gravidarum. Pasien dengan hiperemesis sering menunjukkan abnormalitas enzim-enzim hati. Penyakit hati dapat menyebabkan mual dan muntah dan

Page 6: hiperemesis gravidarum (2)

ditemukan abnormalitas dari sampel biopsi hati dari pasien hamil dengan komplikasi hiperemesis. Terjadi peningkatan sensitivitas hati terhadap perubahan hormonal dalam kehamilan atau inaktivasi abnormal steroid, namun tidak semua pasien dengan hiperemesis gravidarum menunjukkan abnormalitas hati. Pada sebuah studi oleh Jarnfelt-Samsioe et al, wanita hamil dengan muntah memiliki kadar bilirubin yang lebih rendah dan kadar gamma-glutamyl transferase lebih rendah jika dibandingkan dengan wanita yang tidak muntah.

5. Perubahan kadar lemak2

Pada penelitian lain, Jarnfelt-Samsioe et el menemukan kadar trigliserid, kolesterol total dan fosfolipid yang lebih tinggi pada wanita dengan hiperemesis gravidarum dibandingkan dengan wanita baik hamil maupun tidak hamil yang tidak muntah dan memiliki karakteristik yang sama. Hal ini mungkin terkait dengan abnormalitas fungsi hati pada wanita hamil.

6. Infeksi

Studi terbaru menemukan adanya hubungan antara infeksi Helicobacter pylori dengan hiperemesis gravidarum. Penelitian Kocak et al terhadap 95 pasien hiperemesis dan 116 kontrol menemukan 91 % infeksi H. pylori pada pasien hiperemesis dibandingkan dengan 45 % pada kontrol.2

      Secara teori, peningkatan akumulasi cairan tubuh sebagai efek peningkatan hormon steroid pada wanita hamil, dapat mendukung peningkatan pH pada saluran gastrointestinal dan sebagai akibatnya terjadi infeksi subklinik H. pylori yang kemudian manifes. Hiperemesis relatif lebih sering pada primigravida dengan kadar serum estradiol yang tinggi. Studi prospektif menggunakan tes antibodi serum spesifik H. pylori yang flouresin terhadap 95 subjek wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum dan 116 wanita hamil tanpa hiperemesis dengan umur kehamilan yang sama sebagai kontrol. Infeksi H. pylori terdeteksi pada 91,5 % subjek dan 45 % pada kontrol. Kedua kelompok tidak berbeda bermakna dalam usia, paritas dan umur kehamilan. Rata-rata opname di rumah sakit selama 5,5 hari pada wanita hamil dengan hiperemesis dan 1,5 hari pada kontrol. Penemuan ini mendukung adanya kemungkinan hiperemesis gravidarum berhubungan dengan infeksi H. pylori. Nampaknya beralasan jika dilakukan eradikasi H. pylori pada wanita hamil dengan hiperemesis untuk mencegah transmisi infeksi ke janin, namun terapi selama kehamilan terutama dengan metronidazol masih diperdebatkan.10

5. Mekanisme Muntah11

Setiap orang pernah merasakan sensasi mual dan mengetahui bahwa mual sering merupakan gejala awal dari muntah. Mual adalah pengenalan secara sadar terhadap eksitasi bawah sadar pada daerah medulla yang erat berhubungan dengan atau merupakan bagian dari pusat muntah, dan mual dapat disebabkan oleh impuls iritasi yang datang dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah yang berhubungan dengan

Page 7: hiperemesis gravidarum (2)

motion sickness, atau impuls dari korteks serebri untuk memulai muntah. Muntah kadang terjadi tanpa didahului perangsangan prodromal mual, yang menunjukkan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah yang berhubungan dengan perangsangan mual.

      Muntah merupakan suatu cara dimana traktus gastrointestinal membersihkan dirinya sendiri dari isinya ketika hampir semua bagian atas traktus gastrointestinal teritasi secara luas, sangat mengembang, atau bahkan sangat terangsang. Distensi yang berlebihan atau iritasi duodenum menyebabkan suatu rangsangan khusus yang kuat untuk muntah. Impuls ditransmisikan, baik oleh saraf aferen vagal maupun oleh saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla, yang terletak dekat traktus solitarius lebih kurang pada tingkat nucleus motorik dorsalis vagus. Reaksi motorik otomatis yang sesuai kemudian menimbulkan perilaku muntah. Impuls-impuls motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf kranialis V, VII, IX, dan XII ke traktus gastrointestinal bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen.

      Pada tahap awal dari iritasi gastrointestinal atau distensi yang berlebihan, antiperistalsis mulai terjadi, sering beberapa menit sebelum muntah terjadi. Antiperistaltis dapat dimulai sampai sejauh ileum di traktus intestinal, dan gelombang antiperistaltik bergerak mundur naik ke usus halus dengan kecepatan 2-3 cm/detik; proses ini benar-benar dapat mendorong sebagian besar isi usus kembali ke duodenum dan lambung dalam waktu 3-5 menit. Kemudian, pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama duodenum, menjadi sangat meregang, peregangan ini menjadi faktor pencetus yang menimbulkan tindakan muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esofagus bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam esofagus. Dari sini, kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan keluar.

   Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul perilaku muntah, efek yang ditimbulkan adalah :

1. bernafas dalam 2. naiknya tulang lidah dan laring untuk menarik sfingter esofagus bagian atas

supaya terbuka 3. penutupan glottis 4. pengangkatan palatum molle untuk menutupi nares posterior

Kemudian datang kontraksi yang kuat ke bawah diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua dinding abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik sampai ke batas yang tinggi. Akhirnya, sfingter esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat pengeluaran isi lambung ke atas melalui esofagus. Jadi, kerja muntah berasal dari suatu kerja memeras otot-otot abdomen bersama dengan pembukaan sfingter esofagus secara tiba-tiba sehingga isi lambung dapat dikeluarkan.

Page 8: hiperemesis gravidarum (2)

      Selain dari muntah yang dicetuskan oleh rangsangan iritasi traktus gastrointestinal itu sendiri, muntah juga dapat disebabkan oleh impuls saraf yang timbul pada daerah otak di luar pusat muntah. Ini terutama berlaku pada daerah kecil yang terletak bilateral pada lantai ventrikel keempat dekat daerah postrema yang disebut zona pencetus kemoreseptor. Perangsangan elektrik pada daerah ini juga mencetuskan muntah; yang lebih penting, pemakaian obat-obatan tertentu, termasuk apomorfin, morfin dan beberapa derivat digitalis, dapat secara langsung merangsang zone pencetus kemoreseptor dan memulai muntah. Destruksi daerah tersebut menghambat muntah jenis ini tetapi tidak menghambat muntah yang ditimbulkan oleh rangsangan iritasi pada traktus gastrointestinal itu sendiri.

      Juga telah diketahui dengan baik bahwa gerakan perubahan arah tubuh yang cepat menyebabkan orang tertentu muntah. Mekanisme peristiwa ini sebagai berikut :

gerakan → merangsang reseptor dari labirin → impuls → ditransmisikan terutama melalui inti-inti vestibular ke dalam serebelum → ke zone pencetus kemoreseptor → pusat muntah → timbul muntah.

      Berbagai rangsangan psikis, termasuk gambaran yang menganggu, bau yang memuakkan dan faktor psikologi lain yang sesuai, juga dapat menyebabkan muntah. Hubungan saraf yang tepat terhadap efek-efek ini tidak diketahui, walaupun mungkin impuls melewati secara langsung pusat muntah dan tidak melibatkan zone perangsangan kemoreseptor.

6. Metabolisme Biokimiawi dalam Kondisi Kelaparan12

Pada manusia yang makan secara normal, proporsi berbagai nutrien penghasil kalori yang dioksidasi akan diatur oleh proporsi relatifnya dalam diet. Ketika beralih dari keadaan kenyang kepada keadaan dipuasakan, ketersediaan glukosa dari makanan akan menjadi lebih sedikit dan glikogen hati akan diekskresikan dalam upaya untuk mempertahankan kadar glukosa darah. Konsentrasi insulin dalam darah menurun sementara glukagon meningkat. Dengan berkurangnya pemakaian glukosa dalam jaringan adipose dan menurunnya efek inhibisi insulin terhadap lipolisis, lemak akan dimobilisasi sebagai asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas diangkut ke jaringan dimana akan mengalami oksidasi atau esterifikasi. Gliserol bergabung dengan depot karbohidrat setelah mengalami aktivasi menjadi gliserol 3-fosfat, yang terutama berlangsung dalam hati dan ginjal. Selama fase peralihan dari keadaan kenyang kepada keadaan puasa total, produksi glukosa endogen (dari asam amino dan gliserol) tidak mampu mengikuti kecepatan pemakaian dan oksidasinya mengingat simpanan glikogen hati sudah terpakai dan kadar glukosa darah cenderung menurun. Jadi, lemak akan dimobilisasi dengan kecepatan yang terus meningkat, namun dalam waktu beberapa jam kemudian, kadar asam lemak bebas plasma dan glukosa darah akan menjadi stabil pada kadar puasa. Keseimbangan ini akan terganggu dalam keadaan yang membutuhkan lebih banyak glukosa (misalnya pada kehamilan dan masa laktasi) atau bila terjadi gangguan pada pemakaian glukosa (misalnya pada diabetes mellitus) sehingga terjadi mobilisasi lemak

Page 9: hiperemesis gravidarum (2)

selanjutnya. Pengadaan karbohidrat oleh jaringan adiposa dalam bentuk gliserol merupakan pekerjaan yang penting, karena sumber karbohidrat ini bersama karbohidrat yang dihasilkan lewat glukoneogenesis dari protein merupakan satu-satunya sumber yang dapat memasok glukosa. Dalam keadaan kelaparan yang berlangsung lama, glukoneogenesis dari protein akan menurun karena berkurangnya pelepasan asam amino dari otot. Keadaan ini bersamaan dengan terjadinya adaptasi jaringan otak untuk menggantikan kurang lebih separuh dari glukosa yang dioksidasikan itu dengan badan keton. Fungsi primer ketogenesis adalah untuk mengeluarkan karbon asam lemak yang berlimpah dari hati dalam bentuk yang mudah dioksidasikan oleh jaringan ekstrahepatik sebagai pengganti glukosa. Ketosis timbul sebagai akibat dari defisiensi karbohidrat yang tersedia.

7. Patologi Anatomi1

Bedah mayat pada wanita yang meninggal akibat hiperemesis gravidarum menunjukkan kelainan-kelainan pada berbagai alat dalam tubuh, yang juga dapat ditemukan pada malnutrisi oleh bermacam sebab.

1. Hati. Pada hiperemesis gravidarum tanpa komplikasi hanya ditemukan degenerasi lemak tanpa nekrosis yang terletak sentrilobuler. Kelainan lemak ini nampaknya tidak menyebabkan kematian dan dianggap akibat muntah yang terus menerus. Dapat ditambahkan bahwa separuh penderita yang meninggal karena hiperemesis gravidarum menunjukan gambaran mikroskopik hati yang normal.

2. Jantung. Jantung menjadi lebih kecil dari biasa dan beratnya atrofi; ini sejalan dengan lamanya penyakit, kadang-kadang ditemukan pendarahan sub-endokardial.

3. Otak. Adakalanya terdapat bercak-bercak pendarahan pada otak dan kelainan seperti pada ensefalopati Wernicke dapat dijumpai (dilatasi kapiler dan pendarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventrikel ketiga dan keempat).

4. Ginjal. Ginjal tampak pucat dan degenerasi lemak dapat ditemukan pada tubuli kontorti.

8. Gambaran Klinis dan Diagnosis

Batas jelas antara mual yang masih fisiologik dalam kehamilan dengan hiperemesis gravidarum tidak ada; tetapi bila keadaan umum penderita terpengaruh, sebaiknya ini dianggap hiperemesis gravidarum.1 Gejala yang muncul pada masing-masing penderita dapat berbeda-beda, meliputi sensasi mual yang konstan terutama pada trimester pertama, muntah setelah makan atau minum, muntah yang tidak terkait dengan makan, kehilangan berat badan dan dehidrasi.13 Hiperemesis gravidarum, menurut berat ringannya gejala dapat dibagi dalam 3 tingkatan, yaitu : 1

1. Tingkat I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri

Page 10: hiperemesis gravidarum (2)

pada epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun, turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.

2. Tingkat II. Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun, hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam kencing.

3. Tingkat III. Keadaan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun dari somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat; suhu meningkat dan tensi menurun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai ensefalopati Wernicke, dengan gejala; nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini adalah akibat sangat kekurangan zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya ikterus menunjukan adanya payah hati.

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi keadaan umum. Dan yang penting adalah anamnesa yang tepat untuk mengetahui apakah pasien memiliki penyakit-penyakit tertentu sebelum ia hamil sehingga dapat menjadi acuan pikir kita dalam membuat diagnosis. Kelainan yang harus dipikirkan adalah kehamilan muda dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula memberikan gejala muntah. Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan.1

9. Pemeriksaan Penunjang5

Pemeriksaan penunjang yang sering dilakukan pada pasien dengan hiperemesis gravidarum bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit lain yang mempunyai gejala klinis yang sama yang menyertai wanita hamil. Selain itu pemeriksaan penunjang juga dilakukan untuk mengetahui akibat-akibat yang ditimbulkan setelah mengalami muntah yang hebat. Pemeriksaan yang dilakukan antara lain:

a. Pemeriksaan darah : hematologi rutin, pH darah, kadar elektrolit, tes fungsi hepar, hormon tiroid, serum amylase, serum antibodi spesifik untuk H.pylori.

b. Pemeriksaan urine : urinalisis rutin. Ketonuria ringan hingga sedang mungkin ditemukan dari pemeriksaan urinalisis.19

c. Pemeriksaan USG untuk mengkonfirmasi kehamilan mola atau kehamilan kembar.

10. Diagnosis Banding5

Penyakit-penyakit yang sering menyertai wanita hamil dan mempunyai gejala muntah-muntah yang hebat harus dipikirkan. Beberapa penyakit tersebut antara lain:

Page 11: hiperemesis gravidarum (2)

a. Appendicitis akut.

Pada pasien hamil dengan appendicitis akut keluhan nyeri tekan pada perut sangat menonjol sedangkan pada pasien hamil yang tanpa appendicitis akut keluhan tersebut sedikit bahkan tidak ada. Tanda-tanda defance musculare, dan rebound tenderness juga bisa dijadikan petunjuk untuk membedakan wanita hamil dengan appendictis akut dan tanpa appendicitis akut.

b. Ketoasidosis diabetes.

Pasien dicurigai menderita ketoasidosis diabetes jika sebelum hamil mempunyai riwayat diabetes atau diketahui pertama kali saat hamil apalagi disertai dengan penurunan kesadaran dan pernafasan Kussmaul. Perlu dilakukan pemeriksaan keton urine untuk mendapatkan badan keton pada urine, pemeriksaan gula darah, dan pemeriksaan gas darah. 

c. Gastritis dan ulkus peptikum.

Pasien dicurigai menderita gastritis dan ulkus peptikum jika pasien mempunyai riwayat makan yang tidak teratur, dan sering menggunakan obat-obat analgetik non steroid (NSAID). Keluhan nyeri epigastrium tidak terlalu dapat membedakan dengan wanita hamil yang tanpa gastritis/ulkus peptikum karena hampir semua pasien dengan hiperemesis gravidarum mempunyai keluhan nyeri epigastrium yang hebat. Pemeriksaan endoskopi perlu dihindari karena berisiko dapat menyebabkan persalinan preterm. Pasien dengan gastroenteritis selain menunjukkan gejala muntah-muntah, juga biasanya diikuti dengan diare. Pasien hiperemesis gravidarum yang murni karena hormon jarang disertai diare. Pemeriksaan tinja diperlukan untuk menegakkan diagnosis.

d. Hepatitis.

Pasien hepatitis yang menunjukkan gejala mual-muntah yang hebat biasanya sudah menunjukkan gejala ikterus yang nyata disertai peningkatan SGOT dan SGPT yang nyata. Kadang-kadang sulit membedakan pasien hiperemesis gravidarum yang sebelumnya tidak menderita hepatitis namun sudah mencapai tingkat III dimana sudah menunjukkan tanda-tanda kegagalan hati dengan wanita hamil yang sebelumnya memang sudah menderita hepatitis. Anamnesa yang cermat dapat membantu menegakkan diagnosis.

e. Pankreatitis akut.

Pasien dengan pankreatitis biasanya mempunyai riwayat peminum alkohol berat. Gejala klinis yang dijumpai berupa nyeri epigastrium, kadang-kadang agak ke kiri atau ke kanan. Rasa nyeri dapat menjalar ke punggung, kadang-kadang nyeri menyebar di perut dan menjalar ke abdomen bagian bawah. Pemeriksaan serum amylase dapat membantu menegakkan diagnosis.

Page 12: hiperemesis gravidarum (2)

   g.  Tumor serebri.

Pasien dengan tumor serebri biasanya selain gejala mual-muntah yang hebat juga disertai keluhan lain seperti sakit kepala berat yang terjadi hampir setiap hari, gangguan keseimbangan, dan bisa pula disertai hemiplegi. Pemeriksaan CT scan kepala pada wanita hamil sebaiknya dihindari karena berbahaya bagi janin.

Tabel 1. Diagnosis Banding Muntah yang Persisten dalam Kehamilan14

Gastrointestinal disorders Gastroenteritis 

Biliary tract disease Hepatitis  Intestinal obstruction Peptic ulcer disease  Pancreatitis Appendicitis

Genitourinary tract disorders Pyelonephritis  Uremia Degenerating uterine leiomyoma  Torsion Kidney stones

Metabolic disorders Diabetic ketoacidosis  Porphyria Addison's disease  Hyperthyroidism

Neurologic disorders Pseudotumor cerebri Vestibular lesions  Migraine headaches Central nervous system tumors

Pregnancy-related conditions Nausea and vomiting of pregnancy*  Acute fatty liver of pregnancy Preeclampsia

Drug toxicity or intolerance

*--termasuk hiperemesis gravidarum. Bersumber dan atas ijin dari Goodwin TM. Hyperemesis gravidarum. Clin Obstet Gynecol 1998;41:597-605.

11. Penatalaksanaan

Page 13: hiperemesis gravidarum (2)

Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses yang fisiologis, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah merupakan gejala yang fisiologis pada kehamilan muda dan akan hilang setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan dalam jumlah kecil tetapi lebih sering. Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman sebaiknya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin. Defekasi yang teratur dan makan makanan yang banyak mengandung gula dianjurkan untuk menghindari kekurangan karbohidrat.1

      Pada tahun 1800-an, hiperemesis dipercaya sebagai akibat penuhnya pembuluh darah uterus dan diobati dengan membuat adanya perdarahan. Kini, standar kesuksesan terapi hiperemesis adalah koreksi secepatnya terhadap defisit cairan dan elektrolit. Sebelum dehidrasi terkoreksi dan muntah berkurang tunda pemberian makanan lewat oral. Perlahan-lahan diberikan mulai dari bentuk cair ke padat dengan frekuensi yang lebih sering dalam porsi kecil. Jika pasien mengalami hipermesis berkepanjangan, perlu diberikan vitamin secara parenteral berupa vitamin B6, C dan K.5

Penatalaksanaan pasien hipermesis gravidarum meliputi :

1. Obat-obatan

Apabila dengan cara tersebut diatas keluhan tidak berkurang maka diperlukan pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Sedativa yang sering diberikan adalah fenobarbital. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6.1 Sebagai farmakoterapi pilihan pertama diberikan vitamin B6 atau vitamin B6 plus doksilamin yang aman dan efektif untuk pengobatan mual dan muntah menurut American College of Obstetricians and Gynecologists (2004).3 Anti histamin juga dianjurkan seperti dramamin, avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan anti emetik seperti disiklomin hidrokloride atau klorpromasin. Penanganan hiperemesis gravidarum yang lebih berat perlu dikelola di rumah sakit. Perlu diingat bahwa pemberian anti emetik harus selalu disertai dengan resep dokter karena tidak ada obat anti emetik yang aman 100% pada wanita hamil.1

      Food and Drug Administration (FDA) mengklasifikasikan beberapa obat yang digunakan dalam kehamilan dengan tingkat keamanan A, B, C, D atau X. A berarti melalui penelitian tidak menunjukkan adanya risiko terhadap janin. B berarti dari penelitian terhadap hewan tidak menunjukkan adanya risiko tetapi tidak didukung oleh penelitian terhadap manusia. C berarti pada penelitian terhadap hewan menunjukkan risiko tetapi bersifat lemah pada manusia, atau tidak dilakukan penelitian terhadap manusia dan hewan. D berarti ditemukan kelainan janin abnormal pada penelitian terhadap manusia. X berarti tidak ditemukan keuntungan. Berikut adalah tingkat keamanan menurut FDA pada beberapa obat :5

Page 14: hiperemesis gravidarum (2)

1. Pyridoxine (Vitamin B6) A 2. Doxylamine (Unisom) B 3. Cyclizine (Merezine) B 4. Meclizine (Antivert) B 5. Dimenhydrinate (Dramamine) B 6. Diphenhydramine (Benadryl) B 7. Metoclopramide (Reglan) B 8. Scopolamine C 9. Promethazine (Phenergan) C 10. Prochlorperazine (Compazine) C 11. Chlorpromazine (Thorazine) C 12. Trimethobenzamide (Tigan) C 13. Cisapride (Propulsid) C 14. Droperidol (Inapsine) C 15. Ondansetron (Zofran) C 16. Corticosteroids C 17. Hydroxyzine (Atarax) C

      Pyridoxine dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dalam kombinasi dengan doxylamine. Suatu penelitian menunjukkan bahwa vitamin B6 dengan dosis 3 x 25 mg (75 mg per hari) lebih efektif dibandingkan dengan plasebo untuk mengatasi mual dan muntah pada wanita hamil. Dalam dosis farmakologis, vitamin B6 tidak mempunyai efek teratogenik. 25 mg doxylamine (Unisom) tablet diminum pada malam hari dapat digunakan secara tunggal atau kombinasi dengan pyridoxine (3 x 25 mg). Pada tahun 1970, kombinasi pyridoxine dan doxylamine (Bendectin) sering digunakan untuk pengobatan mual dan muntah dalam kehamilan. Walaupun banyak penelitian menunjukkan tidak adanya peningkatan risiko defek pada janin, pada tahun 1983 Bendectin ditarik sukarela oleh pabrik karena banyak yang mempertanyakan efek teratogeniknya. Pyridoxine-doxylamine tetap digunakan sebagai pengobatan mual dan muntah pada kehamilan menurut FDA.14

      Penggunaan obat anti emetik seperti phenothiazines prochlorperazine (Compazine) dan chlorpromazine (Thorazine) menunjukkan penurunan gejala mual dan muntah jika dibandingkan dengan plasebo. Prochlorperazine diberikan sebagai supositoria 2 x 25 mg (50 mg per hari) dan promethazine (Phenergan) diberikan secara oral atau rektal dalam dosis 6 x 25 mg (150 mg per hari). Jika penggunaan obat-obat di atas gagal, beberapa dokter mencoba menggunakan anti emetik yang lain seperti trimethobenzamide (Tigan) atau ondansetron (Zofran). Suatu penelitian tentang terapi intravena terhadap wanita dengan hiperemesis gravidarum tidak menunjukkan keuntungan penggunaan ondansetron dibandingkan promethazine. Walaupun penelitian terhadap 315 wanita hamil menunjukkan peningkatan ringan risiko defek pada janin jika phenothiazine diberikan pada trimester pertama, tetapi penelitian yang lebih besar menunjukkan tidak adanya hubungan dengan malformasi janin. Dapat juga digunakan droperidol (Inapsine) dan diphenhydramine (Benadryl) sebagai terapi hiperemesis gravidarum. Suatu studi menemukan bahwa pemberian keduanya secara intravena berdampak signifikan pada

Page 15: hiperemesis gravidarum (2)

pengurangan masa tinggal di rumah sakit dan pengurangan jumlah kekambuhan dibandingkan dengan terapi anti emetik yang lain.14

      Meclizine (Antivert), dimenhydrinate (Dramamine), and diphenhydramine lebih efektif dibandingkan dengan plasebo. Walaupun awalnya meclizine dianggap teratogenik, penelitian menunjukkan bahwa obat ini aman untuk kehamilan. 14

      Metocloperamide (Reglan) meningkatkan tekanan sfingter esofagus bawah dan meningkatkan kecepatan pengosongan lambung. Obat ini lebih efektif dibandingkan dengan plasebo dan tidak terkait dengan peningkatan insiden malformasi kongenital.14

      Studi acak terkontrol double-blind tidak menemukan adanya muntah yang berulang pada wanita dengan hiperemesis gravidarum yang diterapi dengan methylprednisolone (Medrol) dibandingkan dengan yang diberi terapi promethazine. Methylprednisolone dalam dosis 3 x 16 mg (48 mg per hari) dilanjutkan dengan tapering selama 2 minggu berguna untuk pengobatan wanita dengan hiperemesis gravidarum yang berulang.14

Tabel 2. Terapi Farmakologis untuk Mual dan Muntah dalam Kehamilan14Obat Dosis* Kategori obat Pyridoxine (Vitamin B6)† 3 x 25 mg p.oA‡Doxylamine (Unisom)† 1 x 25 mg p.o§Antiemetics   Chlorpromazine (Thorazine) 2-4 x 10 to 25 mg p.oC   Prochlorperazine (Compazine) 3-4 x 5 to 10 mg p.oC   Promethazine (Phenergan) 12.5 to 25 mg orally every four to six hoursC   Trimethobenzamide (Tigan) 250 mg orally three or four times dailyC   Ondansetron (Zofran) 8 mg orally two or three times dailyB   Droperidol (Inapsine) 0.5 to 2 mg IV or IM every three or four hoursCAntihistamines and anticholinergics    Diphenhydramine (Benadryl) 25 to 50 mg orally every four to eight hoursB   Meclizine (Antivert) 25 mg orally every four to six hoursB   Dimenhydrinate (Dramamine) 50 to 100 mg orally every four to six hoursBMotility drug

Page 16: hiperemesis gravidarum (2)

   Metoclopramide (Reglan) 5 to 10 mg orally three times dailyBCorticosteroid   Methylprednisolone (Medrol) 16 mg orally three times daily; then taper CIV = intravena; IM = intramuscular

*--Regimen ini terutama digunakan jika diperlukan.

†--Walaupun beberapa penelitian mendukung efektivitas dan keamanan kombinasi pyridoxine-doxylamine (Bendectin),16 pabrik secara sukarela menarik obat dari peredaran di Amerika Serikat pada tahun 1983 setelah studi terisolasi menimbulkan pertanyaan tentang potensial teratogeniknya. Produk ini tetap bertahan di Kanada dengan nama dagang Diclectin (10 mg pyridoxine and 10 mg doxylamine dalam tablet lepas lambat) Diclectin sering diresepkan dengan dosis 2 tablet pada malam hari untuk gejala yang ringan dan dosis hingga 2 tablet 3 kali sehari (6 tablet per hari) untuk gejala yang lebih berat.

‡--Kategori dalam kehamilan untuk doxylamine terkait dengan penggunannya sebagai suplemen vitamin

§--Menurut Physicians' Desk Reference for Nonprescription Drugs and Dietary Supplements,36 doxylamine tidak boleh dikonsumsi oleh wanita hamil atau wanita yang baru melahirkan; akan tetapi beberapa penelitian mendukung efikasi dan keamanannya.

Informasi diperoleh dari referensi16, 23, 35, 36, and 37. 2. Cairan parenteral

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein dengan glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari.1 Asidosis dan dehidrasi dikoreksi dengan pemberian cairan parenteral mengandung glukosa dan elektrolit. Pasien harus istirahat total dan tidak diberikan makanan oral selama 24 jam.4 Bila perlu dapat ditambah kalium dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein dapat diberikan pula asam amino secara intravena.1

      Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan keluar. Perlu dilakuan pemeriksaan urine terhadap protein, aseton, klorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan minuman dan perlahan ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan diatas pada umunya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan bertambah baik.1

3. Terapi psikologi

Page 17: hiperemesis gravidarum (2)

Hiperemesis gravidarum merupakan suatu kondisi serius yang terkadang resisten terhadap terapi konservatif. Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan, hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang penyakit ini.1 Terapi hipnosis adalah alternatif pengobatan sebagai pilihan terapi tambahan bagi wanita dengan hiperemesis gravidarum. Hypnosis juga dapat digunakan untuk pengobatan morning sickness yang dialami hingga 80 % wanita hamil. Diharapkan dapat memberikan kenyamanan bagi wanita hamil dan perkembangan janin yang lebih baik serta mencegah perkembangan penyakit menjadi hiperemesis gravidarum.20

4. Penghentian kehamilan

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik bahkan memburuk. Usahakan mengadakan pemeriksaan medik bila keadaan memburuk.1 Pemeriksaan oftalmologi berulang perlu dilakukan, dan bila ditemukan perdarahan dari retinitis sebaiknya dilakukan terminasi kehamilan. Dalam keadaan demikian perlu dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan.15 Delirium, kebutaan, takikardi, ikterus, anuria dan perdarahan merupakan manifestasi komplikasi organik. Keputusan untuk melakukan abortus terapeutik sering sulit diambil oleh karena di satu pihak tidak boleh dilakukan terlalu cepat tetapi di lain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi gejala ireversibel pada organ vital.1

Pada saat melakukan follow up pasien, maka harus diketahui kapan pasien harus dirawat kembali dan kapan pasien hanya dirawat jalan. Pasien dirawat kembali jika terdapat sedikitnya satu dari tanda-tanda berikut :

a. Pasien yang kembali mengalami muntah-muntah yang hebat setelah kembali dari perawatan rumah sakit (lebih dari 10 kali dalam 24 jam)

b. Pasien dengan kelainan kadar elektrolit yang berat, asidosis, infeksi. c. Pasien dengan penurunan berat badan atau nafsu makan yang terus berlanjut.

Jika tanda-tanda tersebut di atas tidak ada, maka pasien dapat dirawat jalan disamping tetap melakukan kontrol kehamilan.

Gambar 4. Algoritme Evaluasi dan Manajemen pada Wanita dengan Mual dan Muntah dalam Kehamilan14

12. Komplikasi

Muntah yang berlangsung lama, sering dan berat menyebabkan gagal ginjal akut dari penyebab pre-renal. Hill, dkk.(2002) menemukan beberapa wanita yang mengalami gangguan fungsi ginjal akibat hiperemesis. Salah satunya memiliki kadar kreatinin serum 10,7 mg/dL dan memerlukan 5 hari dialisis. Komplikasi lain yang dapat terjadi menurut Schwartz dan Rossoff (1994) dan Yamamoto, dkk. (2001) adalah robekan Mallory-Weiss, ruptur esofagus, pneumothoraks, dan pneumomediastinum. 3

Page 18: hiperemesis gravidarum (2)

      Ada dua defisiensi vitamin yang berhubungan dengan hiperemesis yang dapat berakibat serius. Ensefalopati Wernicke akibat defisiensi tiamin ditandai dengan gejala keterlibatan sistem saraf pusat meliputi pusing, gangguan penglihatan, ataksia dan nistagmus.8 Komplikasi yang terjadi, menurut Hillbom (1999), Kim (2002), Rees (1997), Spruill dan Kuller (2002), Tesfaye (1998) adalah kebutaan, kejang dan koma. Dapat terjadi kematian ibu akibat ensefalopati Wernicke pada pertengahan usia kehamilan dengan keterlambatan diagnosis. Komplikasi lain adalah defisiensi vitamin K pada muntah yang berlangsung lama. Robinson dkk. (1998) menunjukkan terjadinya koagulopati ditandai dengan terjadinya epistaksis. Juga terjadi peningkatan kadar seng dalam plasma, penurunan kadar copper dan kadar magnesium tetap menurut Dokmeci, dkk. (2004). 3

      Hiperemesis gravidarum tidak memiliki efek samping terhadap janin yang sedang dikandung. Tidak ditemukan perbedaan yang bermakna antara berat badan bayi dalam kehamilan dengan berat badan bayi baru lahir. Ada beberapa studi yang menemukan terjadinya penurunan ringan berat badan bayi dalam kehamilan dan berat badan bayi baru lahir. Tidak ada peningkatan proporsi abortus walaupun kenyataannya terjadi penurunan risiko untuk abortus pada wanita hamil dengan hiperemesis (4,9 %) dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami muntah selama kehamilan (8,6 %). Risiko untuk mengalami kelainan kongenital pada hiperemesis gravidarum sebesar 5-5,8 %. Kelainan yang timbul lebih condong diakibatkan oleh hiperemesis yang tidak tertangani dengan baik, dimana terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang tidak terkoreksi dengan baik.5

      Komplikasi lain dari hiperemesis gravidarum yang sulit diatasi terkait dengan pertumbuhan janin yang terhambat dan kematian janin. Pada suatu laporan disebutkan hampir 32 % bayi yang ibunya mengalami penurunan berat badan akibat hiperemesis, berada kurang dari persentil ke 10 untuk berat badan janin sesuai umur kehamilan. Risiko rendah untuk terjadinya malformasi sistem saraf pusat dan skeletal pada anak yang lahir dari ibu dengan hiperemesis gravidarum.16 Selama kehamilan, konsumsi glukosa oleh janin akan meningkat sehingga terdapat risiko hipoglikemia maternal dan mungkin pula hipoglikemia fetal, khususnya pada keadaan ibu yang kelaparan. Selanjutnya, bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah lebih rentan terhadap keadaan hipoglikemia karena bayi tersebut memiliki sedikit jaringan adiposa untuk menyediakan bahan bakar alternatif seperti asam lemak bebas atau benda keton selama masa transisi dari ketergantungan janin ke kehidupan yang independen. Enzim-enzim pada glukoneogenesis mungkin saat ini masih belum berfungsi sepenuhnya dan proses tersebut akan bergantung pada pasokan asam lemak bebas untuk mendapatkan energi.12

13. Prognosis

Dengan penanganan yang baik, prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan. Penyakit ini biasanya dapat diatasi, namun demikian pada tingkatan yang berat penyakit ini dapat mengancam jiwa ibu dan janin.1 Periode puncak dari mual dan muntah ialah antara usia kehamilan 2-12 minggu dan menghilang pada pertengahan kehamilan. Dengan identifikasi yang adekuat terhadap gejala dan penatalaksanaan yang baik,

Page 19: hiperemesis gravidarum (2)

sangaltah jarang hiperemesis gravidarum hingga menimbulkan komplikasi baik pada bayi maupun ibu.17

 

BAB 3

RINGKASAN

Mual dan muntah saat pagi hari (morning sickness) adalah gejala yang wajar ditemukan pada kehamilan trimester pertama. Hal ini terjadi pada sebagian besar wanita hamil dan jarang menimbulkan keadaan yang berat. Namun jika muntah terjadi berlebihan dengan disertai terganggunya keadaan umum penderita, maka hal ini perlu mendapat perhatian yang lebih serius.

Page 20: hiperemesis gravidarum (2)

      Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti. Diduga adanya keterkaitan dengan faktor hormonal karena terjadi pada awal kehamilan. Ada juga yang menduga adanya hubungan dengan faktor psikologik dan faktor organik. Hiperemesis gravidarum dapat menimbulkan kelainan pada organ, antara lain hati, ginjal, jantung dan otak jika berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Diagnosis hiperemesis biasanya tidak sukar, dimana harus ditentukan kehamilan muda disertai muntah yang berlebihan sehingga menganggu keadaan umum penderita. Pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan keadaan lain yang dapat menimbulkan gejala yang sama pada wanita hamil dan mengetahui akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini.

      Penanganan hiperemesis dilakukan dengan memberikan pemahaman bahwa keadaan ini memang wajar terjadi pada kehamilan muda dan akan hilang dengan sendirinya. Perlu juga dianjurkan untuk mengubah pola makan sehari-hari dengan porsi yang lebih kecil tetapi dengan pemberian yang lebih sering. Jika diperlukan dapat diberikan obat-obatan, vitamin dan terapi cairan untuk mengatasi keadaan dehidrasi dan akibat lanjut lain yang dapat ditimbulkan. Dengan penanganan yang baik, prognosis pasien dengan hiperemesis sangat memuaskan. Tetapi pada tingkat yang berat perlu diwaspadai adanya ancaman terhadap jiwa ibu dan janin. Namun demikian, dengan diagnosis sedini mungkin dan penanganan yang tepat, hal tersebut sangat jarang terjadi dan dapat dihindari.

 

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam : Ilmu Kebidanan; Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280

2. Michelini, Giulia A. Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from : http://www.emedicime.com/emerg/topic479.htm Accesed : October 1st, 2005

Page 21: hiperemesis gravidarum (2)

3. Cunningham, F Gary, Kenneth J. Leveno, Steven L. Blooom, John C. Hauth, Larry Gilstrap HI, Katharine D. Wenstrom. Gastrointestinal Disorders. In: Williams Obstetrics, 22th ed; USA; McGraw Hill; 2005; pp.1113-1120

4. Edgren, Altha Roberts. Hyperemesis Gravidarum. In : Gale Encyclopedia of Medicine, 2002

5. Schoenberg, Frederic Paik. Summary of Data on Hyperemesis Gravidarum. Available from : http://www.stat.ucla.edu/~frederic/papers/hg.html Accessed : October 1st, 2005

6. Edelman, Allison. Pregnancy, Hyperemesis Gravidarum. Emedicine. Available from : http://www.emedicime.com/emerg/topic1075.htm Accesed : October 1st, 2005

7. Verberg, M.F.G., D.J. Gillott, N. Al-Fardan, J.G. Grudzinskas. Hyperemesis Gravidarum, a Literature Review. In : Human Reproduction Update 2005 11(5):pp.527-539

8. Peter von Dadelszen. The Etiology of Nausea and Vomiting of Pregnancy. University of Toronto, Canada

9. Goodwin, T. Murphy. Human Chorionic Gonadotropin and Hyperemesis Gravidarum. In : Clinical Obstetrics Gynecology 1998;41:pp.597-605

10. Kocak, I.; Akcan, Y.; Ustun, C.; Demirel, C.; Cengiz, L.; Yanik, F. F. Helicobacter pylori Seropositivity in Patients With Hyperemesis Gravidarum.  In: Obstetrical & Gynecological Survey. 55(4):pp.198-199, April 2000

11. Guyton, Arthur C,. John E. Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam : Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 9. Jakarta; EGC; 1997; hal.1051-1060

12. Murray, Robert K., Daryl K. Granner, Peter A. Mayes, Victor W. Rodwell. Integrasi Metabolisme dan Pengadaan Bahan Bakar Jaringan. Dalam : Biokimia Harper, 24 ed. Jakarta; EGC; 1996; hal. 290-298

13. NN. High Risk Pregnancy-Hyperemesis Gravidarum. Southeast Missouri Hospital

14. Quinlan, Jeffrey D., D. Ashley Hill. Nausea and Vomiting of Pregnancy. In : The American Academy of Family Phishicians, July 1st, 2003

15. NN. Hyperemesis Gravidarum. The Merck Manual of Diagnosis and Therapy, Sec.18, Ch.252. Available from : http://www.merck.com/mrkshared/mmanual/ section18/chapter252/252c.jsp Accessed : October 1st, 2005

16. K Y Loh, MMed (FamMed), N Sivalingam, FRCOG. Understanding Hyperemesis Gravidarum. Available from : http://www.mma.org.my/info/8-hyperemesis_05/.htm Accesed : October 1st, 2005

17. Peter, Chen. Hyperemesis Gravidarum. In : Medical Encyclopedia US National Library of Medicine & National Institute of Health. Available from : http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001499.htm Accessed : October 3rd, 2005

18. Baron, Todd H., Belinda Ramirez, Joel E. Ritcher. Gastrointestinal Motility Disorders During Pregnancy. In : Annals of Internal Medicine Vol. 118 Issue 5, March 1st 1993, pp.366-375

19. Kucu N. K., F. Koyuncu. Hyperemesis gravidarum : current concepts and management. In : Postgraduate Medical Journal 2002;78;pp.76-79

Page 22: hiperemesis gravidarum (2)

20. Simon, Eric P., Jennifer Schwartz. Medical Hypnosis for Hyperemesis Gravidarum. In : Birth, Volume 26 Issue 4, December 1999, pp.248