hiperemesis gravidarum
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar
dan sering terdapat pada kehamilan trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi
hari, tetapi dapat pula timbul setiap saat dan malam hari. Gejala – gejala ini
kurang lebih terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung
selama kurang lebih 10 minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80% primi
gravida dan 40 – 60% multi gravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala –
gejala ini menjadi lebih berat.
Perasaan mual ini desebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon
estrogen dan HCG (Human Chorionic Gonadrotropin) dalam serum. Pengaruh
fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena sistem saraf pusat
atau pengosongan lambung lambung yang berkurang. Pada umumnya wanita
dapat menyesuaikan dengan keadaan ini, meskipun demikian gejala mual dan
muntah yang berat dapat berlangsung sampai 4 bulan. Pekerjaan sehari – hari
menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi buruk. Keadaan inilah yang
disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan perubahan fisiologis
menentukan berat ringannya penyakit.
Mual dan muntah merupakan gangguan yang paling sering kita jumpai
pada kehamilan muda dan dikemukakan oleh 50 – 70% wanita hamil dalam 16
minggu pertama. Kurang lebih 66% wanita hamil trimester pertama mengalami
mual- mual dan 44% mengalami muntah – muntah. Wanita hamil memuntahkan
segala apa yang dimakan dan diminum hingga berat badannya sangat turun, turgor
kulit berkurang, diuresis berkurang dan timbul asetonuri, keadaan ini disebut
hiperemesis gravidarum dan memerlukan perawatan di rumah sakit. Perbandingan
insidensi hiperemesis gravidarum 4 : 1000 kehamilan.
Diduga 50% sampai 80% ibu hamil mengalami mual dan muntah dan kira
– kira 5% dari ibu hamil membutuhkan penanganan untuk penggantian cairan dan
koreksi ketidakseimbangan elektrolit. Mual dan muntah khas kehamilan terjadi
1
selama trimester pertama dan paling mudah disebabkan oleh peningkatan jumlah
HCG. Mual juga dihubungkan dengan perubahan dalam indra penciuman dan
perasaan pada awal kehamilan.
Hiperemesis gravidarum didefinisikan sebagai vomitus yang berlebihan
atau tidak terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi,
ketidakseimbangan elektrolit, atu defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan.
Insiden kondisi ini sekitar 3,5 per 1000 kelahiran. Walaupun kebanyakan kasus
hilang dan hilang seiring perjalanan waktu, satu dari setiap 1000 wanita hamil
akanmenjalani rawat inap. Hiperemesis gravidarum umumnya hilang dengan
sendirinya (self-limiting), tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps sering
umum terjadi. Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida dan cenderung
terjadi lagi pada kehamilan berikutnya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan hiperemesis gravidarum ?
2. Apa etiologi hiperemesis gravidarum ?
3. Bagaimana patofisiologi hiperemesis gravidarum ?
4. Apa gejala dan tanda hiperemesis gravidarum ?
5. Bagaimana cara menentukan diagnosis hiperemesis gravidarum ?
6. Apa komplikasi hiperemesis gravidarum ?
7. Bagaimana penatalaksanaan hiperemesis gravidarum ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi hiperemesis gravidarum
2. Untuk mengetahui etiologi hiperemesis gravidarum
3. Untuk mengetahui patofisiologi hiperemesis gravidarum
4. Untuk mengetahui gejala dan tanda hiperemesis gravidarum
5. Untuk mengetahui diagnosis hiperemesis gravidarum
6. Untuk mengetahui komplikasi hiperemesis gravidarum
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan hiperemesis gravidarum
1.4 Manfaat
2
Diharapkan kepada pembaca untuk mengerti dan memahami tentang
hiperemesis gravidarum sehingga dapat melakukan pencegahan dan
penatalaksanaan pada ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum.
BAB II
3
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Mual dan muntah (Morning Sickness, Emesis Gravidarum) adalah mual
dan muntah selama kehamilan yang terjadi antara 4 dan 8 minggu kehamilan dan
terus berlanjut hingga 14-16 minggu kehamilan dan gejala biasanya akan
membaik. Mual dan muntah selama kehamilan dapat berupa gejala yang ringan
hingga berat. Mual dan muntah adalah keluhan utama pada 70 %-80 % kehamilan (1).
Hiperemesis Gravidarum adalah kondisi mual dan muntah yang berat
selama kehamilan, yang terjadi pada 1 %-2 % dari semua kehamilan atau 1-20
pasien per 1000 kehamilan. (4,5)
Hiperemesis gravidarum menyebabkan tidak seimbangnya cairan,
elektrolit, asam-basa, defisiensi nutrisi dan kehilangan berat badan yang cukup
berat. Pada hiperemesis gravidarum dapat terjadi dehidrasi, asidosis akibat
kelaparan, alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida pada saat muntah,
hipokalemia dan ketonuria, sehingga mengharuskan pasien masuk dan dirawat di
rumah sakit. (2,10,11)
2.2 Klasifikasi
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga
tingkat, yaitu1:
Tingkat I
Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus
menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan
adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau
sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100
kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin sedikit
berkurang.
4
Tingkat II
Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala yang
dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus yang
hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik kurang
dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang ikterus, dan
ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.
Tingkat III
Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya
muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium sampai
koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, dan
dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.
2.3 Epidemiologi
Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya
dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir
pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-
22 minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%
kehamilan1.
2.4 Etiologi
Hingga saat ini penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara
pasti dan multifaktorial. Walaupun beberapa mekanisme yang diajukan bisa
memberikan penjelasan yang layak, namun bukti yang mendukung untuk setiap
penyebab hiperemesis gravidarum masih belum jelas. Beberapa teori telah
diajukan untuk menjelaskan penyebab hiperemesis gravidarum. Teori yang
dikemukakan untuk menjelaskan patogenesis hiperemesis gravidarum, yaitu
faktor endokrin dan faktor non endokrin. Yang terkait dengan faktor endokrin
antara lain Human Chorionic Gonodotrophin, esterogen, progesteron, Thyroid
Stimulating Hormone, Adrenocorticotropine Hormone, human Growth Hormone,
prolactin dan leptin. Sedangkan yang terkait dengan faktor non endokrin antara
lain immunologi, disfungsi gastrointestinal, infeksi Helicobacter pylori, kelainan
enzym metabolik, defisiensi nutrisi, anatomi dan psikologis.
5
Gambar 2.1 Hubungan antara puncak kadar hCG dengan kejadian mual dan
muntah pada kehamilan.
2.5 Patofisiologi
Etiologi mual dan muntah yang terjadi selama kehamilan masih belum
diketahui, namun terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya
hiperemesis gravidarum. Faktor sosial, psikologis dan organobiologik, yang
berupa perubahan kadar hormon-hormon selama kehamilan, memegang peranan
dalam terjadinya hiperemesis gravidarum. Disfungsi pada traktus gastrointestinal
yang disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron diduga menjadi salah satu
penyebab terjadinya mual dan muntah pada kehamilan. Peningkatan kadar
progesteron memperlambat motilitas lambung dan mengganggu ritme kontraksi
otot-otot polos di lambung (disritmia gaster).3 Selain progesteron, peningkatan
kadar hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen serta
penurunan kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH), terutama pada awal
kehamilan, memiliki hubungan terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum
walaupun mekanismenya belum diketahui5,6.
Pada studi lain ditemukan adanya hubungan antara infeksi kronik
Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis gravidarum. Sebanyak 61,8%
perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum yang diteliti pada studi tersebut
menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori yang positif.
Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah
pada hamil muda bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan dehidrasi dan
tidak imbangnya elektrolit dengan alkalosis hipokloremik.
6
Gambar 2.2 Etiologi dan Patofisiologi Hiperemesis Gravidarum
Hiperemesis gravidarum dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan
lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tidak
7
sempurna terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton – asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah8.
Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan karena muntah
menyebabkan dehidrasi sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah dan klorida air kemih turun. Selain itu juga dapat
menyebabkan hemokonsentrasi sehingga aliran darah ke jaringan berkurang.
Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal menambah frekuensi muntah lebih banyak, dapat merusak hati dan
terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan. Selain dehidrasi dan
terganggunya keseimbangan elektrolit dapat terjadi robekan pada selaput lendir
esofagus dan lambung (Sindroma Mallory-Weiss) dengan akibat perdarahan
gastrointestinal4,6.
2.6 Gejala Klinis
Gejala klinis hiperemesis gravidarum sering tidak spesifik. Gejala utama
hiperemesis gravidarum adalah muntah secara berlebihan, terjadi minimal 5x
dalam satu hari. Tanda klinis berupa dehidrasi, kehilangan berat badan lebih dari
5% dari berat badan semula, dan ketoasidosis metabolik serta ketonemia mungkin
dapat terjadi. Selain itu, hiperemesis gravidarum juga dapat ditandai dengan
demam dan gejala kelainan hepar, seperti ikterus. Gejala yang jarang ditemukan
yaitu mengantuk yang kemudian dapar berlanjut menjadi delirium7.
8
2.7 Diagnosis
Gambar 2. 3 Algoritma Penegakan Diagnosa Hiperemesis Gravidarum
Secara klinis penegakan diagnosis hiperemesis gravidarum dilakukan
dengan menegakkan diagnosis kehamilan terlebih dahulu (amenore yang disertai
dengan tanda-tanda kehamilan). Lebih lanjut pada anamnesis didapatkan adanya
keluhan mual dan muntah hebat yang dapat mengganggu pekerjaan sehari-hari.
Pada pemeriksaan fisis diijumpai tanda-tanda vital abnormal, yakni peningkatan
frekuensi nadi (>100 kali per menit), penurunan tekanan darah, dan dengan
semakin beratnya penyakit dapat dijumpai kondisi subfebris dan penurunan
kesadaran. Pada pemeriksaan fisis lengkap dapat dijumpai tanda-tanda dehidrasi,
kulit tampak pucat dan sianosis, penurunan berat badan, uterus yang besarnya
sesuai dengan usia kehamilan dengan konsistensi lunak, dan serviks yang livide
saat dilakukan inspeksi dengan spekulum. Pada pemeriksaan laboratorium dapat
diperoleh peningkatan relatif hemoglobin dan hematokrit, hiponatremia dan
hipokalema, benda keton dalam darah, dan proteinuria.
Tabel 2.1 Diagnosa banding mual dan muntah pada kehamilan
9
2.8 Komplikasi
Hiperemesis gravidarum yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan
dehidrasi pada penderita. Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan
cairan yang dikonsumsi dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini
menyebabkan cairan ekstraseluler dan plasma berkurang sehingga volume cairan
dalam pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan (nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke
jaringan mengurang pula. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah
menurunnya keadaan umum, munculnya tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai
tingkatan tergantung beratnya hiperemesis gravidum), dan berat badan ibu
berkurang. Risiko dari keadaan ini terhadap ibu adalah kesehatan yang menurun
10
dan bisa terjadi syok serta terganggunya aktivitas sehari-hari ibu. Dampak dari
keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi dan
oksigen yang diterima janin. Risiko dari keadaan ini adalah tumbuh kembang
janin akan terpengaruh.
Selain dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan
ketidakseimbangan elektrolit. Ketidakseimbangan elektrolit muncul akibat cairan
ekstraseluler dan plasma berkurang. Natrium dan klorida darah akan turun.
Kalium juga berkurang sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya ekskresi
lewat ginjal. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah bertambah
buruknya keadaan umum dan akan muncul keadaan alkalosis metabolik
hipokloremik (tingkat klorida yang rendah bersama dengan tingginya kadar
HCO3 & CO2 dan meningkatnya pH darah). Risiko dari keadaan ini terhadap
kesehatan ibu adalah bisa munculnya gejala-gejala dari hiponatremi, hipokalemi,
dan hipokloremik yang akan memperberat keadaan umum ibu. Dampak keadaan
ini terhadap kesehatan janin adalah juga akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan janin.
Hiperemesis gravidum juga dapat mengakibatkan berkurangnya asupan
energi (nutrisi) ke dalam tubuh ibu. Hal ini dapat mengakibatkan cadangan
karbohidrat dan lemak dalam tubuh ibu habis terpakai untuk keperluan
pemenuhan kebutuhan energi jaringan. Perubahan metabolisme mulai terjadi
dalam tahap ini. Karena oksidasi lemak yang tidak sempurna, maka terjadilah
ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam hidroksi butirik, dan aseton
dalam darah. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan ke jaringan berkurang dan
tertimbunnya zat metabolik yang toksik. Dampak dari keadaan ini terhadap
kesehatan ibu adalah kekurangan sumber energi, terjadinya metabolisme baru
yang memecah sumber energi dalam jaringan, berkurangnya berat badan ibu, dan
terciumnya bau aseton pada pernafasan. Risikonya bagi ibu adalah kesehatan dan
asupan nutrisi ibu terganggu. Dampak keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah
berkurangnya asupan nutrisi bagi janin. Risiko bagi janin adalah pertumbuhan dan
perkembangan akan terganggu.
Frekuensi muntah yang terlalu sering dapat menyebabkan terjadinya
robekan pada selaput jaringan esofagus dan lambung. Keadaan ini dapat
11
menyebabkan perdarahan gastrointestinal. Pada umumnya robekan yang terjadi
berupa robekan kecil dan ringan. Perdarahan yang muncul akibat robekan ini
dapat berhenti sendiri. Keadaan ini jarang menyebabkan tindakan operatif dan
tidak diperlukan transfusi.
2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan awal mual dan muntah pada kehamilan dapat mencegah
hiperemesis gravidarum. Penatalaksanaan utama sering melibatkan istirahat dan
penghindaran dari rangsangan yang berperan sebagai pemicu. Di bawah ini adalah
penatalaksanaan dalam kondisi kegawatdaruratan:
Untuk keluhan hiperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di
rumah sakit dan membatasi pegunjung.
Penghentian pemberian makanan per oral 24 – 48 jam.
Penggantian cairan dan pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Larutan
normal saline atau ringer laktat dapat digunakan dalam kondisi itu.
Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, dan atau
tiamin dapat dipertimbangkan. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin,
tiamin 100 mg dapat diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.
Lanjutkan penatalaksanaan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per
oral dan sampai hasil uji menunjukkan jumlah keton urin hilang atau
sedikit.
Penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan dengan vitamin B6
atau vitamin B6 ditambah doxylamine sangat aman dan efektif serta dapat
digunakan sebagai terapi farmakologis lini pertama. Pemberian multivitamin pada
saat terjadinya konsepsi juga menurunkan derajat keparahan gejala.6
2.9.1 Penatalaksanaan Konvensional
Sampai saat ini belum ada penatalaksanaan farmakologi yang terbukti.
Modalitas terapi dan obat-obatan yang telah diteliti efektivitasnya dapat dilihat
dalam tabel 1 dan 2. Pasien yang mengalami mual dan muntah yang berat pada
kehamilan sebelumnya dapat mengkonsumsi antiemetik sebagai profilaksis atau
segera setelah mengalami gejala pada kehamilan berikutnya, yang dikenal sebagai
pre-emptive therapy.7
12
Gambar 2.4 Algoritma Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum
Farmakoterapi dengan antiemetik dan piridoksin telah terbukti efektif.
Piridoksin dijual dalam bentuk formulasi kombinasi dengan doxylamine.
Walaupun dalam bentuk kombinasi, Benedektin dihetikan dari pasaran di USA
pada tahun 1980 karena isu ketidakpastian, ACOG 2004 merekomendasikan 10
13
mg piridoksin ditambah setengah dari 25 mg doxylamine (antihistamin) yang
dikonsumsi per oral setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama. Piridoksin
merupakan obat kelas A dan aman diberikan pada kehamilan.
Antiemetik konvensional, seperti penyekat reseptor H1, fenotiazin dan
benzamin, telah terbukti efektif dan aman. Antiemetik seperti proklorperazin,
prometazin, klorpromazin dapat menyembuhkan mual dan muntah dengan
menghambat postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek
antikolinergik dan penekanan reticular activating system. Terapi kombinasi
dengan pyridoxine dan metoklopramid terbuti lebih baik dibandingkan monoterapi
lain.8 Jika terapi itu gagal, cairan kristaloid dapat diberikan untuk memperbaiki
dehidrasi, ketonemia, defisit elektrolit, dan gangguan asam basa. Tiamin 100 mg
dapat ditambahkan dalam 1 liter pertama dan pemberian cairan dilakukan sampai
muntah terkontrol.10
Tabel 2.2 Terapi Farmakologi Hiperemesis Gravidarum
2.9.2 Penatalaksanaan Diet
Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan yang
diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
14
makanan tetapi 1 – 2 jam setelah makan. Diet itu kurang mengandung zat gizi,
kecuali vitamin C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari.
Diet hiperemesis II diberikan jika rasa mual dan muntah berkurang.
Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet itu rendah dalam semua zat gizi,
kecuali vitamin A dan D.
Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup
dalam semua zat gizi, kecuali kalsium.
2.9.3 Terapi Alternatif
Ada berbagai terapi alternatif lain yang sangat efektif. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang
cukup baik. Bahan aktifnya, disebut gingerol, dapat menghambat pertumbuhan
seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang
sering menyebabkan infeksi. Ekstrak jahe ini sangat direkomendasikan oleh
ACOG.13 Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, 4 kali sehari.
The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi
akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat
mengurangi risiko mual. National Evidence-based Clinical (NICE) Guidelines
Oktober 2003 merekomendasikan jahe, akupunktur P6 dan antihistamin untuk tata
laksana mual dan muntah dalam kehamilan, dengan evidence level I. Juga telah
ditunjukkan bahwa terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar
pergelangan tangan dapat menurunkan mual dan muntah serta merangsang
kenaikan berat badan.12
Dengan muntah yang persisten, kita harus mencari adanya penyebab lain
seperti gastroenteritis, kolesistitis, pankreatits, hepatitis, ulkus peptikum,
pielonefritis, dan perlemakan hati dalam kehamilan.
Hampir semua wanita hamil akan memberikan respon yang baik dengan
penatalaksanaan yang telah disebutkan di atas. Bila masih ada muntah
berkepanjangan, maka pemberian nutrisi enteral harus dipikirkan. Vaisman dkk.
(2004) telah menunjukkan keberhasilan pemberian makan nasojejunal selama 4-
15
21 hari pada 11 wanita hamil dengan mual dan muntah refrakter.16 Pada sedikit
sekali perempuan, nutrisi parenteral mungkin diperlukan.
BAB III
16
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Hiperemesis gravidarum adalah vomitus yang berlebihan atau tidak
terkendali selama masa hamil, yang menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan
elektrolit, atau defisiensi nutrisi, dan kehilangan berat badan. Perasaan mual ini
desebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon estrogen dan HCG dalam
serum. Pengaruh Fisiologik kenaikan hormon ini belum jelas, mungkin karena
sistem saraf pusat atau pengosongan lambung lambung yang berkurang.
Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan
adanya kehamilan muda dan muntah terus menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan
penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat
pula memberikan gejala muntah.
Hiperemesis gravidarum yang terus menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
pengobatan perlu segera diberikan.
Hiperemesis gravidarum umumnya hilang dengan sendirinya (self-
limiting), tetapi penyembuhan berjalan lambat dan relaps sering umum terjadi.
Kondisi sering terjadi diantara wanita primigravida dan cenderung terjadi lagi
pada kehamilan berikutnya.
3.2 Saran
Perlu diadakannya penelitian lebih lanjut untuk mengetahui penyebab pasti
hiperemesis gravidarum agar pengobatan penyakit ini dapat ditangani dengan
tepat.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta:
PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28.
2. Cunningham FG, dkk. Williams Obstetric, ed. 22. McGraw-Hill; 2007.
3. Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [halaman di Internet].
Diperbarui 19 Juni 2009. Dikutip 7 November 2010. Medscape; 2010.
Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
4. Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. Dalam: Miller AWF,
Hanretty KP, eds. Obstetrics Illustrated, 5th ed. London: Churchill
Livingstone; 1998: 102-3.
5. Quinlan JD, Hill DA. Nausea and vomiting of pregnancy. Am Fam Physician
(serial online) 2003 (dikutip 2010 Nov 6); 68(1): 121-8. Diunduh dar::
http://www.aafp.org/afp/2003/0701/p121.html.
6. ACOG (American College of Obstetrics and Gynecology): Practice Bulletin
No. 52: Nausea and Vomiting of Pregnancy. Obstet Gynecol. 2004;103:803-
14.
7. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of
pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.
8. Bsat FA, Hoffman DE, Seubert DE. Comparison of three out patient regimens
in the management of nausea and vomiting in pregnancy. J Perinatol.
2003;23:531-5.
9. Sorenson HT, Nielsen GL,Christensen K et al. Birth outcome following
maternal use of metoclopramide. Br J Clin Pharmacol. 2000;49:264-8.
10. Jewell D, Young G. Interventions for nausea and vomiting in early pregnancy.
The Cochrane Database of Systematic Reviews 2003, Issue 4.Art.
No.:CD000145. doi:10.1002/14651858.CD000145.
11. Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of
pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.
12. Heazell AE, Langford N, Judge JK . The use of levomepromazine in
Hyperemesis Gravidarum resistant to drug therapy – a case series. Reprod
Toxicol. 2005;20:569-72.
18
13. Magee LA, Mazzotta P, Koren G: Evidence-based view of safety and
effectiveness of pharmacologic therapy for nausea and vomiting of pregnancy
(NVP). Obstet Gynecol. 2002;186:S256.
14. Duggar CR, Carlan SJ: The efficacy of methylprednisolone in the treatment of
hyperemesis gravidarum: A randomized double-blind controlled study
[abstract]. Obstet Gynecol. 2001;97:45S.
15. Hansen WF, Yankowitz J: Pharmacologic therapy for medical disorders
during pregnancy. Clin Obstet Gynecol. 2002; 45:136.
16. Vaisman N, Kaidar R, Levin I, et al: Nasojejunal feeding in hyperemesis
gravidarum—a preliminary study. Clin Nutr 23:53, 2004
17. Sonkusare S. Hyperemesis Gravidarum: A Review. Med J Malaysia.
2008;63:3.
19