hiperemesis gravidarum

95
PRESENTASI KASUS G 3 P 2 A 0 , Usia 33 Tahun, Usia Kehamilan 12 Minggu 5 Hari, Janin Tunggal Hidup Intrauterine dengan Hiperemesis Gravidarum Disusun oleh: Tia nuryani G1A211065 Azizah Asih F. G1A211066 Ai Nurfaiziyah G1A211067 Rima Arini Purba G1A211068 Pembimbing: dr. Adityono, Sp.OG SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN PENDIDIKAN PROFESI

Upload: tia-nuryani

Post on 31-Oct-2014

456 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

obgyn

TRANSCRIPT

Page 1: hiperemesis gravidarum

PRESENTASI KASUS

G3P2A0, Usia 33 Tahun, Usia Kehamilan 12 Minggu 5 Hari, Janin Tunggal

Hidup Intrauterine dengan Hiperemesis Gravidarum

Disusun oleh:

Tia nuryani G1A211065

Azizah Asih F. G1A211066

Ai Nurfaiziyah G1A211067

Rima Arini Purba G1A211068

Pembimbing:

dr. Adityono, Sp.OG

SMF ILMU KEBIDANAN DAN KANDUNGAN

PENDIDIKAN PROFESI

JURUSAN KEDOKTERAN UMUM

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2012

Page 2: hiperemesis gravidarum

LEMBAR PENGESAHAN

PPRESENTASI KASUS

G3P2A0, Usia 33 Tahun, Usia Kehamilan 12 Minggu 5 Hari, Janin Tunggal

Hidup Intrauterine dengan Hiperemesis Gravidarum

Disusun Oleh:

Tia nuryani G1A211065

Azizah Asih R. G1A211066

Ai Nurfaiziyah G1A211067

Rima Arini Purba G1A211068

Untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti

tugas stase Ilmu Kebidanan dan Kandungan

RS Margono Soekarjo

Purwokerto

Disetujui dan disahkan

Pada tanggal Februari 2012

Pembimbing,

dr. Adityono, Sp.OG

Page 3: hiperemesis gravidarum

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Mual dan muntah merupakan hal yang umum dalam kehamilan. Sekitar

50%-90% kehamilan disertai dengan mual dan muntah yang dikenal sebagai

emesis gravidarum (Niebyl, 2010). Wanita yang mengalami emesis gravidarum

atau morning sickness 2% mengalami mual di pagi hari dan 80% mual sepanjang

hari. Kondisi ini biasanya ringan, dapat hilang sendiri dan puncak keluhan pada

sekitar 9 minggu kehamilan. Usia kehamilan 20 minggu biasanya gejala berhenti

namun pada 13% kehamilan, mual dan muntah dapat bertahan hingga 20 minggu

kehamilan (Mylonas, 2007, Sheehan, 2007).

Sejumlah kecil wanita hamil mengalami mual dan muntah berat yang

disebut hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai oleh muntah

berat yang menyebabkan penderita kekurangan cairan, gangguan keseimbangan

elektrolit dan asam basa, defisiensi nutrisi dan penurunan berat badan. Insidensi

hiperemesis gravidarum bervariasi antara 0,3 – 1,5% kelahiran hidup. Etiologi

hiperemesis gravidarum sendiri masih belum jelas, namun insiden menigkat pada

kondisi yang berhubungan denghan konsentrasi HCG dan estrogen yang tinggi.

Insiden hiperemesis gravidarum sendiri yaitu 3,5 per 1000 kelahiran (Sheehan,

2007, Sonsukare, 2008).

Wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum memuntahkan makanan dan

minuman yang dikonsumsi sehingga berat badannya turun, turgor kulit dan

diuresis berkurang. Dapat pula terjadi alkalosis hipokalemia, ketosis, asetonuria

ptyalism dan timbul asetonuria apabila tidak tertangani. Keadaan demikian

Page 4: hiperemesis gravidarum

membutuhkan perawatan di rumah sakit. Sekitar 5% dari ibu hamil membutuhkan

penanganan untuk penggantian cairan dan kroeksi ketidaksembangan elektrolot.

Prognosis pada pasien hiperemesis gravidarum pada umumnya baik, tetapi tetap

memberikan efek buruk pada pertumbuhan janin. Gejala yang timbul pada pasien

mual dan muntah serta penurunan nafsu makan membuat asupan nutrisi ibu

semakin berkurang. Suplai nutrisi pada janin tidak adekuat sehingga dapat

menghambat pertumbuhan janin jika hal ini tidak segera ditangani (Sacramento,

2008). Hal inilah yang menjadi alasan penulis mengajukan kasus gravidarum

sebagai laporan presentasi kasus kali ini.

Page 5: hiperemesis gravidarum

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. TS

Usia : 33 tahun

Agama : Islam

Suku/bangsa : Jawa

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jl Arcawinangun 2/6 Purwokerto, Banyumas

Nomor CM : 883017

Tanggal/Jam Masuk : 29 Desember 2011/ Pukul 18.00 WIB

B. Anamnesis

1. Keluhan utama

Mual dan muntah

2. Keluhan tambahan

Nafsu makan menurun, badan terasa lemas

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke RSMS melalui VK IGD tanggal 29 Desember 2011

pukul 07.00 WIB. Pasien datang dengan keluhan mual dan muntah.

Keluhan dirasa sejak 1 minggu yang lalu, namun terasa memburuk sejak 2

hari yang lalu (27 Desember 2011). Sejak tanggal 27 Desember 2011,

pasien muntah lebih dari 5 kali sehari setiap harinya, hampir setiap

makanan dimuntahkan, mulut dan lidah terasa kering, nafsu makan

Page 6: hiperemesis gravidarum

menurun dan badan terasa lemas. Terkadang terdapat nyeri pada lapang

perut, hilang timbul dan terasa melilit. Pasien belum menimbang berat

badannya sehingga tidak mengetahui apakah terjadi penurunan berat badan

atau tidak. Hari pertama haid terakhir pasien adalah 1 Oktober 2011. Hari

perkiraan lahir yaitu 8 Juli 2012. Usia kehamilan pasien 12 minggu 5 hari.

4. Riwayat penyakit dahulu

- Penyakit Jantung : disangkal

- Penyakit Paru : disangkal

- Penyakit Kencing Manis : disangkal

- Penyakit Ginjal : disangkal

- Penyakit Hipertensi : disangkal

- Riwayat Alergi : disangkal

- Riwayat Dispepsia : disangkal

5. Riwayat penyakit keluarga

- Penyakit Jantung : disangkal

- Penyakit Paru : disangkal

- Penyakit Kencing Manis : disangkal

- Penyakit Ginjal : disangkal

- Penyakit Hipertensi : disangkal

- Riwayat Alergi : disangkal

Page 7: hiperemesis gravidarum

6. Riwayat Obstetrik

G3P2A0 : An. I : laki – laki /10th/bidan/2600gr

An. II : perempuan /4,5th/SC atas indikasi kista/RS/2400gr

An. III : hamil ini

7. Riwayat Menstruasi

- Lama haid : 6 – 7 hari

- Siklus haid : teratur

- Dismenorrhoe : tidak ada

- Jumlah darah haid : normal (sehari ganti pembalut 3-4 kali)

8. Riwayat Antenatal Care

Teratur di bidan

9. Riwayat Pernikahan

Menikah 1 kali selama 12 tahun

10. Riwayat KB

Menggunakan KB suntik selama 2 tahun dan penggunaan terakhir yaitu 4

bulan yang lalu

11. Riwayat Ginekologi

Riwayat Operasi : sectio secaria dengan pengangkatan kista 4,5 tahun

yang lalu

Page 8: hiperemesis gravidarum

Riwayat Kuret : tidak ada

Riwayat Keputihan : tidak ada

C. Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum : sedang

Kesadaran : Compos mentis

Vital sign

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 80 kali/ menit, isi dan tegangan cukup

Respirasi Rate : 20 kali/ menit, regular

Suhu : 37,0 ºC

Kulit : Warna sawo matang, tidak tampak pucat

Kepala : Mesosefal

Mata : Konjungtiva palpebra mata kanan dan kiri tidak anemis,

tidak ada skela ikterik pada mata kanan dan kiri, mata

sedikit cekung.

Telinga : Pendengaran baik, tidak ada ottorhea, tidak ada nyeri

tekan mastoid

Hidung : Tidak ada deviasi septum, tidak keluar sekret

Mulut : Tidak ada gusi berdarah, mukosa bibir tidak pucat dan

tidak sianosis

Tenggorokan : Tidak ada pembesaran tonsil, faring tidak hiperemis

Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfonodi, tidak

teraba massa

Page 9: hiperemesis gravidarum

Thorax

Mammae : Puting susu normal, tidak ada nanah, tidak teraba

massa,tidak terdapat luka

Paru

Inspeksi : Bentuk dada simetris, pergerakan dada simetris (tidak ada

gerakan nafas yang tertinggal), tidak ada retraksi spatium

intercostalis.

Palpasi : Gerakan dada simetris, vocal fremitus kanan sama dengan

kiri

Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru

Auskultasi : Suara dasar nafas vesikuler, tidak terdapat ronkhi basah

kasar di parahiler dan ronkhi basah halus di basal pada

kedua lapang paru, tidak ditemukan wheezing.

Jantung

Inspeksi : Tidak tampak pulsasi ictus cordis pada dinding dada

sebelah kiri atas.

Palpasi : Teraba ictus cordis, tidak kuat angkat di SIC V, 2 jari

medial LMC sinistra

Perkusi : Batas jantung kanan atas SIC II LPSD

Batas jantung kanan bawah SIC IV LPSD

Batas jantung kiri atas SIC II LPSS

Batas jantung kiri bawah SIC V LMCS

Page 10: hiperemesis gravidarum

Auskultasi : S1>S2 reguler, tidak ditemukan murmur, tidak ditemukan

gallop.

Abdomen

Inspeksi : Datar

Perkusi : Timpani

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) pada regio

epigastrium, Tinggi Fundus Uteri (TFU) 2 jari bawah

pusat, ballotement (+).

Auskultasi : Bising usus normal (2 kali dalam 10 detik)

Pemeriksaan

Anggota Gerak

Ekstremitas

superior

Ekstremitas inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Edema - - - -

Sianosis - - - -

Kuku kuning

(ikterik)

- - - -

Reflek fisiologis

Bicep

Patela

+

+

+

+

+

+

+

+

Sensoris S>I;

D=S

S>I;

D=S

S>I;

D=S

S>I;

D=S

Pemeriksaan Genitalia Eksterna

Inspeksi : Leukorrhea (-), perdarahan per vaginam (-)

D. Diagnosa

G3P2A0, usia 33 tahun, usia kehamilan 12 minggu 5 hari, janin tunggal hidup

intrauterine dengan hiperemesis gravidarum.

Page 11: hiperemesis gravidarum

E. Plan

1. Perbaiki keadaan umum pasien

IVFD RL:D5% = 2:1 20 tpm

Primperan 1 amp 1 gr iv

2. Pemeriksaan Darah Lengkap

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 29 Desember 2011 :

Pemeriksaan Nilai Satuan Rujukan

Hb 12.6 g/dL 12 – 16

Leukosit 9.080 /uL 4800-10800

Hematokrit 37 ↓ % 37-47

Eritrosit 4,3 ↓ 10^6/uL 4,2-5,4

Trombosit 317.000 /uL 150.000-450.000

MCV 84,9 fL 79,0-99,0

MCH 29,2 Pg 27,0-31,0

MCHC 34,4 % 33,0-37,0

RDW 11,8 % 11,5-14,5

MPV 9,1 fL 7,2-11,1

Hitung Jenis

Basofil 0,0 % 0,0-1,0

Eosinofil 0,0 ↓ % 2,0-4,0

Batang 0.00 ↓ % 2,00-5,00

Segmen 78,0 ↑ % 40.0-70.0

Limfosit 15,7 ↓ % 25.0-40.0

Monosit 6,3 % 2.0-8.0

3. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Berikut hasil USG, 29 Desember 2011 :

Janin tunggal hidup intra uterin, umur kehamilan menurut biometri 8

minggu 2 hari, HR 194 bpm regular, plasenta pada dinding anterior,

Page 12: hiperemesis gravidarum

parametrium tak tampak kelainan, tidak tampak tumor ginekologik dan

cairan bebas

4. Rawat inap

F. Sikap

Tanggal 29 Desember 2011

Dokter konsulen mengintsruksikan agar pasien rawat inap di bangsal

Flamboyant, terapi konservatif sampai keadaan umum membaik. Pasien

dimpatkan di ruangan yang hanya berisi 2 pasien. Dilakukan monitoring

mengenai keadaan umum, his, perdarahan pervaginam (PPV), mual dan

muntah.

G. Catatan Perkembangan Pasien di Bangsal

Hari / tanggal

S O A P

Kamis, 29 Desember 2011

MualDemamSetiap makan dimuntahkan

Keadaan Umum/kesadaran: Sedang/Compos Mentis

TD : 110/70 mmHgN : 80x/menitRR : 20x/menitS : 37,9oC

St. Generalis :Mata : Ca -/- Si -/-Thorax :

Paru : SD vesikuler Rbk -/- , Rbh -/-, Wh -/-

Cor : S1>S2 reguler, M (-), G (-)

St. Lokalis Abdomen:Inspeksi : Datar,

perut tampak

G3P2A0

33tahun UK 12+5minggu dengan hiperemesis gravidarum H+1 perawatan

Neurobion Primperan IVFD RL/D5% 2:1

Page 13: hiperemesis gravidarum

tegangAuskultasi : BU (+) NPerkusi : PekakPalpasi : TFU 4

jari dibawah pusat

St. Genetalia externa:PPV (-)

St. Vegetatif: BAB (+), BAK (+), Flatus (+)

Jumat, 30 Desember 2011

mual, muntah berkurang, tidak nafsu makan

Keadaan Umum/kesadaran: Sedang/Compos Mentis

TD : 120/80 mmHgN : 100x/menitRR : 24x/menitS : 36,9oC

St. Generalis :Mata : Ca -/- Si -/-Thorax :

Paru : SD vesikuler Rbk -/- , Rbh -/-, Wh -/-

Cor : S1>S2 reguler, M (-), G (-)

St. Lokalis Abdomen:Inspeksi : Datar,

perut tampak tegang

Auskultasi : BU (+) NPerkusi : PekakPalpasi : TFU 4

jari dibawah pusat

St. Genetalia externa:PPV (-)

St. Vegetatif: BAB (+), BAK (+), Flatus (+)

G3P2A0

33tahun UK 12+6minggu dengan hiperemesis gravidarum H+2 perawatan

Neurobion Primperan IVFD RL/D5%

Sabtu, 31 Desember

MualMuntah

Keadaan Umum/kesadaran:

G3P2A0 33tahun UK

Neurobion Primperan

Page 14: hiperemesis gravidarum

2011 Lemas Sedang/Compos MentisTD : 100/60 mmHgN : 80x/menitRR : 20x/menitS : 37,8oC

St. Generalis :Mata : Ca -/- Si -/-Thorax :

Paru : SD vesikuler Rbk -/- , Rbh -/-, Wh -/-

Cor : S1>S2 reguler, M (-), G (-)

St. Lokalis Abdomen:Inspeksi : Datar,

perut tampak tegang

Auskultasi : BU (+) NPerkusi : PekakPalpasi : TFU 4

jari dibawah pusat

St. Genetalia externa:PPV (-)

St. Vegetatif: BAB (+), BAK (+), Flatus (+)

13 minggu dengan hiperemesis gravidarum H+3 perawatan

IVFD RL/D5%

Senin,2 Januari 2012

Tidak ada keluhan

Keadaan Umum/kesadaran: Baik /Compos Mentis

TD : 110/70 mmHgN : 80x/menitRR : 16x/menitS : 36,5oC

St. Generalis :Mata : Ca -/- Si -/-Thorax :

Paru : SD vesikuler Rbk -/- , Rbh -/-, Wh -/-

Cor : S1>S2 reguler, M (-), G (-)

St. Lokalis Abdomen:

G3P2A0 33th UK 13+2 minggu dengan hiperemesis gravidarum H+5 perawatan

Pasien boleh pulang

Page 15: hiperemesis gravidarum

Inspeksi : Datar, perut tampak tegang

Auskultasi : BU (+) NPerkusi : PekakPalpasi : TFU 4

jari dibawah pusat

St. Genetalia externa:PPV (-)

St. Vegetatif: BAB (+), BAK (+), Flatus (+)

Page 16: hiperemesis gravidarum

BAB III

PERMASALAHAN

A. Permasalahan Pertama

Hiperemesis gravidarum

Pasien ini didiagnosis sebagai hiperemesis gravidarum atas dasar

yang pertama adalah pasien wanita hamil dengan usia kehamilan 12 minggu

6 hari. Kedua adalah keluhan utama pasien yaitu mual dan muntah yang

memburuk sejak 2 hari yang lalu. Nafsu makan menurun, makanan yang

dimakan segera dimuntahkan merupakan akibat mual sehingga badan terasa

lemas. Terkadang terdapat nyeri pada lapang perut, hilang timbul dan terasa

melilit.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak

sakit sedang, lemah, kesadaran kompos mentis. Tanda-tanda vital dalam

batas normal, yaitu tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 80 x/menit, respirasi

20 x/menit, suhu 37,00C. Terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan pada

pemeriksaan fisik yaitu : terus merasa haus (+), mulut dan lidah terasa

kering, badan lemas, mata terlihat sedikit cekung. Berdasarkan kesadaran

pasien kompos mentis dan terdapat tanda-tanda dehidrasi ringan sehingga

pasien termasuk dalam hiperemesis gravidarum derajat 1.

Page 17: hiperemesis gravidarum

B. Permasalahan Kedua

Faktor psikologis pasien

Kehamilan ini merupakan kehamilan ketiga pasien. Jarak kehamilan ini

dengan kehamilan kedua yaitu 4,5 tahun. Pada anamnesis didapatkan

bahwa pasien merasa tidak siap menghadapi kehamilan ini. Hal ini

disebakan karena pasien masih trauma dengan sectio secaria yang

dilakukan pada kehamilan kedua atas indikasi kista yang menutupi jalan -

lahir. Pasien takut bahwa kehamilan ini akan berpengaruh kurang baik

pada rahim dan dirinya dan pasien belum siap menghadapi kehamilan ini.

C. Permasalahan Ketiga

1. Rawat inap dan penatalaksanaan

Pasien datang ke RSMS melalui VK IGD tanggal 29 Desember 2011

dengan keluhan mual dan muntah. Keluhan dirasa sejak 1 minggu yang

lalu dan memburuk sejak 2 hari yang lalu yaitu muntah lebih dari 5 kali

sehari. Hampir setiap makanan yang dikonsumsi dimuntahkan, nafsu

makan menurun, mulut dan lidah kering dan badan terasa lemas. Adapun

nyeri pada lapang perut. Instruksi yang diberikan setelah pemeriksaan

yaitu rawat inap di RSMS Purwokerto. Pasien menjalani rawat inap

selama 5 hari di bangsal Flamboyan yaitu sejak hari kamis 29 Desember

2011 hingga Senin 2 Januari 2012.

Selama menjalani rawat inap, monitoring pasien dilakukan mengenai

keadaan umum, his, perdarahan pervaginam (PPV), mual dan muntah.

Terapi yang diberikan yaitu rehidrasi cairan berupa cairan parenteral;

Page 18: hiperemesis gravidarum

medikamentosa berupa roborantia dan antiemetic. Cairan parenteral yaitu

cairan infuse kristaloid RL berseling D5% dengan perbandingan 2 :1

kecepatan 20tpm. Roborrantia yang diberikan yaitu Neurobion, suplemen

berisi vitamin B kompleks yang terdiri dari vitamin B1, B6 dan B12.

Antiemetic yang diberikan yaitu Primperan yang mengandung

metoklopramid hidroklorida, suatu antiemetic jenis dopamine (D2)

receptor antagonist. Kedua jenis obat tersebut berfungsi mengurangi

mual dan muntah, serta neurobion mengoreksi defisit vitamin B agar

mencegah komplikasi lebih lanjut.

2. Nutrisi pasien

Terapi nutrisi pasien meliputi nutrisi dan rehidrasi parenteral. Nutrisi

pasien meliputi jatah makan sehari 3 kali yang terdiri dari nasi, sayur, jus

dan buah setiap porsinya. Aturan makan yang dianjurkan yaitu hindari

makanan berlemak dan berminyak, serta konsumsi makanan dengan pola

sedikit tapi sering.

Page 19: hiperemesis gravidarum

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Review Kronologi Kasus

Pasien datang ke VK IGD RSMS tanggal 29 Desember 2011 dengan

keluhan mual dan muntah. Mual dan muntah dirasakan sejak 1 minggu lalu.

Awalnya pasien hanya mual dan muntah sesekali dan nafsu makan masih

cukup baik. Namun sejak 2 hari yang lalu, pasien muntah lebih dari 5 kali

sehari setiap harinya, hampir setiap makanan dimuntahkan, nafsu makan

menurun, mulut dan lidah kering serta badan terasa lemas. Nyeri perut juga

dirasakan pasien, hilang timbul dan terasa melilit. Pasien belum menimbang

berat badannya sehingga tidak mengetahui apakah terjadi penurunan berat

badan atau tidak. Usia kehamilan pasien 12 minggu 6 hari. Ini merupakan

kehamilan ketiga dengan riwayat persalinan sectio secaria pada kehamilan

kedua atas indikasi kista.

Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit

sedang, lemah dan kesadaran kompos mentis. Terdapat tanda-tanda dehidrasi

ringan yaitu terus merasa haus (+), mulut dan lidah terasa kering, badan

lemas, mata terlihat sedikit cekung.

Pasien menjalani rawat inap selama 5 hari di bangsal Flamboyant RSMS.

Keadaan pasien membaik setelah mendapat terapi hidrasi intravena,

neurobion sebagai roborrantia dan metoklopramid sebagai antiemetik. Pada

pemeriksaan didapatkan keadaan umum pasien tampak sedang, lemah,

kesadaran kompos mentis.

Page 20: hiperemesis gravidarum

B. Pembahasan Permasalahan Pertama

Hiperemesis gravidarum

a. Definisi

Pasien ini didiagnosis sebagai hiperemesis gravidarum atas dasar

yang pertama adalah pasien wanita hamil dengan usia kehamilan 12

minggu 5 hari. Kedua adalah keluhan utama pasien yaitu mual dan

muntah yang memburuk sejak 2 hari yang lalu. Adapun nyeri pada

lapang perut, hilang timbul dan terasa melilit.

Ada beberapa variasi dalam literatur mengenai definisi yang tepat

dari hiperemesis gravidarum. Hal ini sering didefinisikan sebagai mual

dan muntah keras selama kehamilan cukup parah dan memerlukan rawat

inap. Selain itu, kondisi muncul selama trimester pertama dan tidak

berhubungan dengan kondisi medis lainnya, seperti kolestasis, hepatitis,

preeklampsia, sindrom virus, atau influenza (Sacramento, 2008).

Definisi paling umum yang dapat diterima adalah bahwa hiperemesis

gravidarum adalah bentuk mual dan muntah yang parah dengan

penurunan berat badan lebih dari 5% dari berat badan sebelum hamil,

dehidrasi, asidosis karena kelaparan, alkalosis karena kehilangan asam

klorida, hipokalemia, ketosis, acetonuria, dan ptyalism (air

liurberlebihan) (Sacramento, 2008).

Dalam kebanyakan kasus, onset gejala adalah antara 4 dan 10

minggu kehamilan dan gejala biasanya mereda pada 20 minggu

kehamilan. Secara klinis, praktisi biasanya mengobati mual dan muntah

Page 21: hiperemesis gravidarum

pada awal kehamilan, terlepas dari apakah pasien cocok untuk semua

kriteria diagnosis hiperemesis gravidarum (Verberg, 2005).

Hiperemesis gravidarum(HG) adalah kondisi yang menyebabkan

mual dan muntah pada awal kehamilan sering mengakibatkan masuk

rumah sakit. Insiden HG adalah sekitar0,5% dari kelahiran hidup,

dikatakan lebih tinggi pada kehamilan ganda,mola hidatidosa dan kondisi

lain yang berhubungan dengan meningkatnya hormon kehamilan.

(Jueckstock,2010)

b. Faktor resiko

Faktor resiko yang terdapat pada pasien ini adalah kondisi psikologis

dan usia kehamilan kurang dari 20 minggu. Beberapa peneliti telah

menemukan bahwa faktor-faktor berikut meningkatkan resiko untuk

hiperemesis gravidarum, yaitu: (Deshayne, 2006; MacGibbon, 2010)

1. Kehamilan kembar,

2. Nullipara,

3. Usia ibu hamil yang masih muda

4. Obesitas,

5. Gangguan metabolik,

6. Riwayat HG di kehamilan sebelumnya,

7. Kelainan trofoblas (contoh: kehamilan mola),

8. Psikologis (misalnya, gangguan makan seperti anoreksia nervosa

atau bulimia).

9. Kelainan janin

Page 22: hiperemesis gravidarum

c. Derajat hiperemesis gravidarum

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang didapatkan bahwa pasien menderita Hiperemesis Gravidarum

derajat 1. Hiperemesis gravidarum sendiri terbagi atas beberapa derajat

sesuai dengan tanda dan gejala yang dialaminya, yaitu :

a) Tingkat 1

Muntah terus menerus (muntah> 3-4 kali/hari, dan mencegah dari

masuknya makanan atau minuman selama 24 jam) yang

menyebabkan ibu menjadi lemah, tidak ada nafsu makan, berat

badan turun (2-3kg dalam 1-2 minggu), nyeri ulu hati, nadi

meningkat sampai 100x permenit, tekanan darah sistolik menurun,

tekanan kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung (Rudis,

2011, Wiknjosastro, 2006).

b) Tingkat 2

Penderita tampak lebih lemah dan tidak peduli pada sekitarnya,

turgor kulit lebih mengurang, lidang mengering dan nampak kotor,

nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan mata sedikit

kuning. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tekanan darah

turun,pengentalan darah, urin berkurang, dan sulit BAB. Aseton

dapat tercium dalam hawa pernapasan, karena mempunyai aroma

yang khas dan dapat pula ditemuykan dalam kencing (Rudis, 2011,

Wiknjosastro, 2006).

Page 23: hiperemesis gravidarum

c) Tingkat 3

Keadan umum lebih parah, muntah berhenti, kesadaran menurun

sampai koma, nadi kecil dan cepat,suhu meningkat, dan tekanan

darah turun. Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang

dikenal sebagai Ensefalopati Wernicke, dengana gejala: nistagmus,

diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini akibat kekurangan zat

makanan termasuk vitamin B kompleks.Jika sampai ditemukan

kuning berarti sudah ada gangguan hati (Rudis, 2011, Wiknjosastro,

2006).

d. Penegakan diagnosis

Diagnosis HG biasanya tidak sukar. Harus ditentukan adanya

kehamilan muda dan muntah yang terus menerus, sehingga mempengaruhi

keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda

dengan penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli, dan tumor serebri

yang dapat pula memberikan gejala muntah. HG yang terus menerus dapat

menyebabkan kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi

perkembangan janin, sehingga pengobatan perlu segera diberikan

(Wiknjosastro, 2005).

Beberapa hal di bawah ini harus dipenuhi untuk dapat menegakkan

diagnosis HG, yaitu muntah terus-menerus tanpa penyebab lain, tidak

mampu mengkonsumsi makanan apapun, adanya gangguan metabolik

(ketonuria berat), penurunan berat badan, dan keadaan umum yang

memburuk (Buhling & David, 2008).

Page 24: hiperemesis gravidarum

e. Patogenesis dan Patofisiologi

1. Fisiologi Muntah

Mual merupakan perasaan tidak nyaman subjektif di balik

kerongkongan yang merupakan sinyal terhadap muntah. Sementara

muntah merupakan eliminasi paksa isi perut melalui mulut yang dibantu

oleh otot perut dan pembukaan sfingter lambung (Shelke et al., 2004).

Muntah dengan tanda awal berupa mual terutama merupakan

refleks perlindungan. Pusat muntah terletak di medula oblongata,

melalui kemoreseptor pada area postrema di bawah ventrikel keempat

(zona pencetus kemoreseptor/ CTZ) (Silbernagl & Lang, 2007). Area

ini tidak dilindungi oleh sawar darah otak, sehingga dapat dipengaruhi

oleh bahan-bahan perangsang muntah melalui cairan serebrospinal

maupun melalui darah (Shelke et al., 2004). CTZ diaktivasi oleh agonis

dopamin seperti apomorfin, oleh banyak obat atau toksin, seperti

digitalis glikosida, nikotin, enterotoksin stafilokokus serta hipoksia,

uremia, dan diabetes melitus. Sel-sel CTZ juga mengandung reseptor

neurotransmitter seperti epinefrin, serotonin, GABA, serta substansi P.

Akan tetapi pusat muntah dapat juga diaktivasi tanpa perantara CTZ

seperti pada perangsangan nonfisiologis di organ keseimbangan (motion

sickness) dan penyakit vestibular seperti Meniere (Silbernagl & Lang,

2007).

Pusat muntah dapat diaktifkan melalui saluran pencernaan melalui

aferen n. vagus pada beberapa kondisi di bawah ini (Silbernagl & Lang,

2007):

Page 25: hiperemesis gravidarum

a. Peregangan lambung yang berlebihan atau kerusakan mukosa

lambung misalnya akibat alkohol

b. Pengosongan lambung yang terlambat misalnya akibat makanan

yang sukar dicerna serta akibat penghambatan saluran keluar

lambung misalnya pada stenosis pilorus, atau tumor, atau pada

penghambatan pada usus seperti atresia atau ileus.

c. Distensi berlebihan atau inflamasi peritoneum, saluran empedu,

pankreas, dan usus.

Pusat muntah dapat diaktivasi juga oleh serabut aferen visera dari

jantung, misalnya pada iskemia koroner. Muntah dapat juga dipicu

dengan sengaja dengan meletakkan satu jari di kerongkongan (saraf

aferen dari sensor raba di faring). Selain itu, muntah dapat diakibatkan

karena pajanan terhadap radiasi (radioterapi) dan peningkatan tekanan

intrakranial (Silbernagl & Lang, 2007).

Muntah dapat disebabkan oleh rangsangan terhadap satu atau lebih

dari 4 lokasi seperti nampak pada gambar 1, yaitu: saluran pencernaan,

organ vestibular, CTZ, dan korteks dan thalamus. Ketika reseptor

teraktivasi, impuls ditransmisikan baik oleh aferen n. vagus maupun

saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medulla, yang terletak di

dekat traktus solitarius setingkat mukleus motorik dorsalis vagus

menuju pusat muntah melalui saraf kranialis IX (glosofaringeus) dan X

(vagus). Reseptor-reseptor yang sudah diketahui diantaranya adalah H1

histamine, M1 acetylcholine, 5-HT3 serotonine, DA2 dopamine, NK1

neurokinin, substansi P, dan mu/ kappa opioid. Transmisi mediator

Page 26: hiperemesis gravidarum

Pusat Muntah[H1, M1, NK1, 5-HT3]

Saluran Pencernaan[5-HT3]

Korteks Thalamus

[Kecemasan, Nyeri]

OrganVestibular

[H2, M2]

CH

EM

OR

ES

EP

TO

R T

RIG

GE

R Z

ON

E (

CT

Z)

[mu,

kap

pa, D

A2,

NK

1]

pada korteks serebri dan thalamus belum diketahui dengan pasti, namun

diduga CB1 cortical cannabinoid (Becker, 2010; Guyton & Hall, 2007).

Gambar 2. 1. Rangsangan Pusat Muntah (Becker, 2010).

Impuls motorik ditransmisikan dari pusat muntah melalui saraf

kranialis V, VII, IX, X, dan XII ke saluran pencernaan bagian atas dan

melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen. Sebelum muntah

terjadi, terdapat periode antiperistaltis yang menyebabkan kontraksi

terjadi ke atas bukan ke bawah. Kemudian saat saluran pencernaan

bafian atas terutama duodenum menjadi sangat meregang, peregangan

ini menjadi faktor pencetus muntah yang sebenarnya. Pada saat muntah,

kontraksi intrinsik kuat terjadi baik pada duodenum maupun pada

lambung, bersama dengan relaksasi sebagian sfingter esofagus bagian

Page 27: hiperemesis gravidarum

bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke dalam

esofagus. Dari sini, kerja muntah spesifik yang melibatkan otot-otot

abdomen mengambil alih dan mendorong muntahan ke luar (Guyton &

Hall, 2007).

Sekali pusat muntah telah cukup dirangsang dan timbul muntah,

yang terjadi adalah bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring

untuk menarik sfingter esofagus bagian dalam supaya terbuka,

penutupan glotis, dan pengangkatan palatum mole untuk menutupi

nares posterior. Kemudian datang kontraksi yang kuar ke bawah

diafragma bersama dengan rangsangan kontraksi semua otot dinding

abdomen. Keadaan ini memeras perut diantara diafragma dan otot-otot

abdomen, membentuk suatu tekanan intragastrik. Akhirnya sfingter

esofagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap membuat

pengeluaran isi lambung ke atas memalui esofagus (Guyton & Hall,

2007).

2. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum

Sampai saat ini, penjelasan penyebab HG yang paling banyak

diterima berbagai kalangan adalah “teori hormon”. Banyak penelitian

yang menunjukkan hubungan antara peningkatan hCG dengan muntah

patologis pada kehamilan. Berbagai penyebab fisik lain juga

dikemukakan dalam berbagai diskusi namun belum terdapat penelitian

yang memuaskan. HG lebih sering terjadi pada usia kehamilan muda

ketika plasenta dan korpus luteum bersama-sama memproduksi hormon

seperti progesteron dan hCG (Verberg et al., 2005). HG diyakini juga

Page 28: hiperemesis gravidarum

Hipotesis I: faktor endokrin

Hipotesis II: faktor non endokrin

Hipotalamus/ korteks adrenal

Kortisol/ ACTH

Overaktif HPA aksis

Kelenjar Tiroid

TSH/ Tiroksin

Tirotoksikosis pada kehamilan

Overaktif sistem imun

Penyebab-penyebab Imunologis

Corpus luteum hCG

Infeksi H. pyloriPenyebab-

penyebab infeksi

Plasenta Estrogen/ Progesteron

Perubahan GIT GIT Penyebab anatomik

Defisiensi Vitamin

Penyebab-penyebab saraf

Defisiensi Vitamin

Penyebab Psikologis

sebagai penyakit kompleks hasil interaksi berbagai faktor baik itu

biologis, psikologis, maupun sosial-kultural (Pirimoglu et al., 2010).

Terdapat etiologi lain seperti imunologis dan infeksi bakteri serta

kelainan anatomis (Verberg et al., 2005). Buhling & David (2006)

membagi patogenesis HG menjadi 2 hipotesis, hipotesis I dengan

penyebab endokrin, dan hipotesis II dengan penyebab non-endokrin.

Gambar 2.2. Patogenesis Hiperemesis Gravidarum (Buhling & David,

2006).

a. Hipotesis Endokrin

Hormon-hormon endokrin meliputi hCG, TSH/ tiroksin, estrogen/

progesteron, kortisol/ ACTH, prolaktin, dan leptin.

Page 29: hiperemesis gravidarum

1) Human Chorionic Gonadotropin (hCG)

hCG sering disebut sebagai penyebab paling mungkin dari

HG. Berbagai penelitian menunjukkan kadar hCG diketahui

lebih tinggi pada kehamilan kembar, mola hidatidosa, kehamilan

dengan janin perempuan, dan kehamilan dengan down

syndrome. Mekanisme hCG menyebabkan HG belum diketahui

dengan jelas, namun diyakini kadar hCG yang tinggi

menstimulasi pengeluaran enzim saluran pencernaan atas dan

merangsang peningkatan fungsi tiroid karena strukturnya yang

mirip dengan Thyroid Stimulating Hormone (TSH).

Berbagai penelitian lain pada pasien dengan HG

menunjukkan bahwa bukan semata-mata tingginya kadar hCG

yang menyebabkan HG, namun HG disebabkan oleh isoform

spesifik hCG seperti hCG dengan rantai asialo-carbohydrate.

Berbagai pola isoform hCG yang berbeda-beda pada pasien

dapat disebabkan oleh pengaruh lingkungan jangka panjang atau

faktor genetik (Verberg et al., 2005).

Terdapat 4 varian hCG, masing-masing diproduksi oleh jenis

sel yang berbeda. Semua varian hCG tersebut memiliki subunit

amino yang sama yaitu subunit-β hCG. Keempat varian tersebut

adalah hCG yang diproduksi oleh vili sel-sel sinsitiotrofoblas,

hCG-hiperglikosilat yang diproduksi oleh sel-sel sitotrofoblas,

subunit β-bebas yang diproduksi oleh sel-sel kanker non-

trofoblas, dan hCG hipofisis yang diproduksi oleh sel-sel

Page 30: hiperemesis gravidarum

gonadotropin pada hipofisis anterior. hCG dan hCG-

hiperglikosilat disekresikan oleh blastokista untuk

mempersiapkan implantasi pada endometrium. hCG-

hiperglikosilat kemudian memicu diferensiasi sel-sel

sitotrofiblas menjadi sinsitiotrofoblas. Sinsitiotrofoblas

kemudian memproduksi hCG dan bersama-sama dengan LH

memicu produksi progesteron oleh korpus luteum sampai

plasenta dapat membuat cukup progesteron sendiri. Selain

produksi progesteron, hCG memiliki berbagai fungsi lain yang

diketahui dari terdapatnya reseptor hCG pada berbagai organ

baik itu fetal maupun maternal. Diantara lokasi reseptor hCG

tersebut adalah pada otak ibu, yaitu pada hipokampus,

hipotalamus, dan batang otak, yang diyakini menjadi penyebab

terjadinya HG (Cole, 2010).

Penelitian sampai saat ini menunjukkan hubungan antara HG

dengan kadar hCG, namun mekanisme patogenesisnya belum

diketahui dengan pasti. Hal ini diantaranya dikarenakan kondisi

dengan kadar hCG tinggi seperti pada choriocarcinoma atau

pada pemberian HCG selama fase luteal untuk memicu maturasi

oosit tidak menimbulkan gejala mual-muntah seperti pada HG.

Selain itu terdapat banyak pasien yang memiliki kadar HCG

tinggi namun tidak menderita HG, sebaliknya terdapat pasien

yang terus mengalami HG bahkan setelah melewati trimester

pertama dimana kadar HCG sudah turun (Verberg et al., 2005).

Page 31: hiperemesis gravidarum

2) TSH/ Tiroksin

Kelenjar tiroid terstimulasi selama awal kehamilan secara

fisiologis. Terkadang kadar hormon tiroid menyimpang dari

nilai normal, menyebabkan kondisi gestational transient

thyrotoxicosis (GTT). GTT terdapat pada dua pertiga wanita

dengan HG. Estrogen menyebabkan produksi thyroid-binding

globulin meningkat dan metabolisme T4 menurun, menyebabkan

penurunan sementara kadar T4 bebas (Verberg et al., 2005).

Peningkatan kadar hCG menyebabkan peningkatan stimulasi

kelenjar tiroid, begitu pula dengan hipersensitifitas reseptor

hormon tiroid terhadap hCG, atau produksi salah satu jenis hCG

yang lebih kuat merangsang kelenjar tiroid. Saat kadar hCG

mencapai puncak saat kehamilan normal, kadar TSH serum

menurun sementara triiodotironin bebas dan T4 bebas meningkat

menunjukkan peran hCG dalam stimulasi hormon tersebut.

Hipersensitifitas reseptor TSH didapatkan pada keluarga dengan

riwayat GTT dan HG. Anggota keluarga dengan riwayat HG

berulang diketahui memiliki mutasi pada domain ekstraseluler

reseptor TSH yang menyebabkan reserptor tersebut responsif

terhadap hCG. Pasien HG dengan hipertiroid memiliki kadar

elektrolit abnormal, peningkatan kadar enzim hati, dan gejala

muntah yang lebih parah (Verberg et al., 2005).

Hipertiroidisme juga dapat dikaitkan dengan HG. Sementara

T3 dan T4 berada di kisaran normal, ekspresi thyroid stimulating

Page 32: hiperemesis gravidarum

hormone (TSH) mengalami penurunan. GTT mungkin berlaku

sampai minggu ke-18 kehamilan dan tidak memerlukan

pengobatan. Kondisi untuk diagnosis THHG adalah (Mylonas,

2007):

a) Berdasarkan hasil serologi patologis yang diambil selama

HG

b) Tidak ada hipertiroidisme sebelumnya pada kehamilan

c) Tidak ada tanda-tanda klinis hipertiroidisme

d) Antibodi negatif.

Banyak bukti ilmiah yang mendukung hubungan antara kadar

hCG dengan GTT, namun perannya dalam HG masih belum

jelas. Kondisi lain hipertiroid seperti penyakit Grave tidak

menunjukkan gejala mual-muntah seperti pada HG, prevalensi

hipertiroid cukup tinggi namun tidak hanya terdapat pada pasien

HG, serta banyak pasien HG yang tidak menderita hipertiroid

(Verberg et al., 2005).

3) Estrogen/ Progesteron

Prevalensi HG lebih tinggi pada pasien dengan kadar

estrogen tinggi, seperti pada indeks masa tubuh (IMT) ibu hamil

yang tinggi, kehamilan pertama, dan fetus dengan undescended

testis. Didapatkan juga insidensi karsinoma testis pada pria

dengan riwayat HG saat kehamilannya. Pada pengobatan dengan

estrogen sering didapatkan efek samping berupa mual, hal ini

Page 33: hiperemesis gravidarum

mendukung hipotesis bahwa estrogen mungkin merupakan

penyebab HG (Verberg et al., 2005).

Kadar estrogen tinggi memperlambat pengosongan lambung

dan menurunkan waktu transit usus halus, serta meningkatkan

akumulasi cairan (Verberg et al., 2005). Meskipun demikian,

belum terdapat penjelasan pasti mengenai hubungan langsung

estrogen dengan HG, mengingat HG lebih sering terjadi pada

TM pertama sementara kadar estrogen terus meningkat seiring

bertambahnya usia kehamilan, begitu pula dengan kehamilan

yang diinduksi controlled ovarian stimulation (COS) dimana

kadar estrogen sangat tinggi, tidak menyebabkan insidensi HG

meningkat (Verberg et al., 2005).

Diantara berbagai hormon pada kehamilan, pasien dengan

HG memiliki kadar progesteron yang abnormal. Sebagian besar

memiliki kadar progesteron yang lebih rendah, sebagian yang

lainnya memiliki kadar progesteron yang lebih tinggi

dibandingkan dengan kontrol. Namun demikian, tidak

didapatkan korelasi yang jelas antara HG dengan kadar

progesteron, mengingat tidak terdapat perbaikan kondisi pasien

HG yang mendapatkan pengobatan dengan progesteron.

Kehamilan dengan peningkatan kadar progesteron iatrogenik

seperti kehamilan dengan korpus luteum multipel karena COS,

atau kehamilan dengan pemberian progesteron untuk

mendorong fase luteal tidak menunjukkan kejadian HG,

Page 34: hiperemesis gravidarum

mengindikasikan bahwa kadar progesteron tinggi (endogen

maupun eksogen) saja tidak menyebabkan HG (Verberg et al.,

2005).

4) Kortisol/ ACTH

Terdapat hipotesis yang menyatakan bahwa insufisiensi

korteks adrenal berhubungan dengan HG. Dapat dikarenakan

insufisiensi produksi ACTH maupun karena ketidakmampuan

aksis hipotalamus-hipofisi-adrenal untuk merespon peningkatan

kebutuhan produk adrenal pada kehamilan awal. Pasien dengan

HG memiliki kadar kortisol serum lebih rendah daripada ibu

hamil tanpa HG (Verberg et al., 2005).

b. Hipotesis Non-Endokrin

Faktor-faktor non-endokrin berupa penyebab imunologis,

infeksi gastrointestinal, kelainan anatomik saluran, dan kelainan

saraf.

1) Imunologis

Selama kehamilan, terdapat perubahan sistem imun humoral

dan selular untuk melindungi janin dan desidua dari kerusakan

karena sistem imun ibu. HG diperkirakan disebabkan oleh

sistem imun yang mengalami overeaktif. Berbagai penelitian

menunjukkan bahwa pasien dengan HG memiliki kadar IL-6,

TNF-α, T-helper 2, IgG, IgM, C3, C4, limfosit, sel NK, 5’-

nucleotidase, dan atau adenosine deaminase yang lebih tinggi.

Namun belum dapat disimpulkan dari berbagai penelitian

Page 35: hiperemesis gravidarum

tersebut apakah aktivasi sistem imun yang terjadi merupakan

penyebab atau merupakan reaksi terhadap HG (Verberg et al.,

2005).

2) Infeksi Saluran Gastrointestinal

Terdapat penelitian yang menunjukkan bahwa pasien HG

positif terinfeksi H. Pylori 95% dibandingkan dengan kontrol

sebanyak 50%. Infeksi tersebut dapat disebabkan karena

perubahan pH lambung atau perubahan sistem imun terkait

kehamilan. Peningkatan hormon steroid pada wanita hamil

menyebabkan akumulasi cairan pada lambung dan

mengakibatkan penurunan pH lambung sehingga pasien lebih

suseptibel terhadap infeksi H. Pylori. Perubahan sistem imun

humoral dan seluler selama kehamilan juga meningkatkan

suseptibilitas terhadap infeksi.

Meskipun diyakini bahwa infeksi H. Pylori lebih sering

terjadi pada pasien HG, banyak wanita hamil yang terinfeksi H.

Pylori tidak menunjukkan gejala-gejala HG. Begitu pula

hubungannya dengan hormon steroid, jika infeksi tersebut

berhubungan dengan peningkatan hormon steroid, seharusnya

gejala memberat pada akhir kehamilan saat imunitas pasien

lebih teraktivasi. Hipotesis yang lebih diterima adalah kerusakan

saluran gastrointestinal atas akibat muntah yang terus- menerus

meningkatkan suseptibilitas pasien terhadap infeksi H. Pylori

(Verberg et al., 2005).

Page 36: hiperemesis gravidarum

Studi lain menemukan genom H. pylori dalam air liur 61,8%

dari pasien dengan HG (21 dari 34 pasien), dibandingkan

dengan 27,6% dari wanita hamil tanpa gejala. Hubungan ini

tampaknya dikonfirmasi oleh fakta bahwa dalam dua studi

observasional dengan total lima pasien, tidak ada perbaikan

dalam gejala terjadi setelah perawatan obat standar, sedangkan

pengobatan antibiotik untuk H. pylori menghasilkan perbaikan

gejala yang jelas (Mylonas, 2007).

3) Kelainan Anatomis

Verberg et al. (2005) mengemukakan bahwa terdapat

kelainan anatomis pada penderita HG. Diantaranya adalah

terdapatnya perubahan bentuk pada korteks adrenal pada pasien

HG seperti pada penderita penyakit Addison, selain itu

ditemukan pula bahwa secara statistik HG terjadi pada penderita

dengan corpus luteum dari ovarium sebelah kanan.

4) Kelainan Saraf

Mual diyakini sebagai hasil dari penolakan terhadap

kehamilan seorang wannita yang belum siap menjadi seorang

ibu karena imaturitas kepribadian, masih banyak tergantung

kepada orangtua, ketakutan, dan tekanan karena kehamilan.

Pendapat lain menyatakan bahwa HG merupakan kelainan

seksual yang berasal dari ketidaksukaan terhadap jenis kelamin.

HG juga dijelaskan sebagai gejala histeria konversi, neurosis,

Page 37: hiperemesis gravidarum

atau depresi, dan HG dapat berasal dari stress psikososial,

kemiskinan, dan konflik pernikahan.

Berbagai hipotesis biologis HG belum dapat memberikan

penjelasan yang memuaskan, faktor psikologis diyakini

memiliki peranan yang dominan dalam patofisiologis HG.

Insidensi HG didapatkan lebih rendah saat masa perang,

perawatan di RS menjauhkan lingkungan pasien dari pasangan

atau keluarga menurunkan keluhan muntah, serta terdapat

perbedaan insidensi HG antar etnis. Namun ada peneliti lain

yang menyatakan bahwa gejala-gejala psikologis pasien HG

merupakan hasil dari stress dan beban fisik HG bukan

merupakan penyebab (Verberg et al., 2005).

Beberapa postulat penyebab psikologis dapat dibagi menjadi

4 kategori sebagai berikut (Cole, 2010):

a) HG merupakan ekspresi berbagai konflik, seperti penolakan

terhadap kehamilan, konflik perasaan yang bertentangan

akan menjadi ibu, kepribadian kekanak-kanakan, terlalu

bergantung terhadap ibu, atau ketakutan akan kehamilan

b) HG merupakan sebuah ekspresi dari kelainan seksual

c) HG merupakan gejala konversi, sebuah ekspresi histeria,

neurosis, atau depresi

d) HG merupakan akibat dari stress psikososial, pengalaman

terhadap kekerasan, atau konflik dalam hubungan dengan

pasangan.

Page 38: hiperemesis gravidarum

Dalam studi yang paling terkenal, indeks psikologis medis

Cornell diukur pada 44 pasien hamil dengan, dan 49 wanita

hamil tanpa HG. Tes Minnesota Multiphasic Personality

Psychology Inventory (MMPI) diberikan hanya pada wanita

hamil dengan HG (Mylonas, 2007; Sheehan, 2007). Kedua studi

dengan skor pertanyaan yang berbeda menunjukkan bahwa

pasien dengan HG memiliki ikatan yang berlebihan dengan ibu

mereka dan lebih sering bersifat histeris dan kepribadian

kekanak-kanakan. HG lebih sering terjadi pada gangguan

kepribadian dan gangguan depresif, tetapi hubungannya belum

dipelajari sampai batas yang cukup (Mylonas, 2007).

3. Patofisiologi Gejala

Hiperemesis gravidarum ini dapat mengakibatkan cadangan

karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena

oksidasi lemak yang tak sempurna, terjadilah ketosis dengan

tertimbunnya asam aseton asetik, asam hidroksi butirik dan aseton

dalam darah. Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan

karena muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler

dan plasma berkurang. Natrium dan khlorida darah turun, demikian

pula khlorida air kemih. Pada pasien ini terdapat penurunan kadar

kalium dalam darah. Selain itu dapat menyebabkan gangguan

keseimbangan asam basa, berupa alkalosis metabolik akibat hilangnya

asam karena muntah-muntah berlebihan ataupun asidosis metabolik

Page 39: hiperemesis gravidarum

akibat peningkatan asam (ketosis). Selain itu juga terjadi dehidrasi yang

menyebabkan:

a. Penurunan saliva, yang berakibat mulut dan faring kering

b. Peningkatan osmolaritas darah, yang akan merangsang

osmoreseptor di hipothalamus

c. Penurunan volume darah yang berakibat penurunan tekanan darah,

sehingga renin akan meningkat, begitu juga angiotensin II.

Ketiga hal tersebut akan merangsang pusat rasa haus di

hipothalamus, yang seharusnya akan meningkatkan intake cairan,

namun karena terdapat mual dan muntah yang tidak bisa ditoleransi

akibatnya cairan juga tidak dapat masuk per oral, sehingga cairan tubuh

tidak mencapai kadar normal dan dehidrasi tetap terjadi (Ogunyemi,

2007).

Karena muntah terus terjadi dan tidak ada makanan yang dapat

masuk, cadangan karbohidrat pun sangat bekurang, sehingga untuk

memenuhi kebutuhan respirasi sel dan menghasilkan ATP dipakai jalur

pemecahan lemak (katabolisme lipid/lipolisis) secara berlebihan, bukan

memakai jalur glikolisis. Asam lemak dikatabolisis. Asam lemak

dikatabolisme di mitokondria melalui proses yang dinamakan beta

oxidation, yang akhirnya membentuk acetyl coA. Acetyl coA akan

masuk ke dalam siklus krebs. Hepatosit akan mengambil dua molekul

acetyl coA dan terkondensasi, dan aseton (keton bodies). Proses

tersebut dinamakan ketogenesis. Keton-keton tersebut akan mudah

berdifusi ke membran plasma, meninggalkan hepatosit untuk kemudian

Page 40: hiperemesis gravidarum

masuk ke dalam aliran darah. Akibatnya terjadi ketosis dalam darah,

yang kemudian dikeluarkan melalui urine, sehingga pada hiperemesis

gravidarum lanjut didapatkan keton pada urine (Ronardy, 2006).

Selain itu dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran

darah ke jaringan berkurang. Sehingga jumlah zat makanan dan oksigen

ke jaringan berkurang dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.

Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya

ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih

banyak, dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit

dipatahkan.

C. Pembahasan Permasalahan Kedua

Psikologis pasien

Penyebab hiperemesis gravidarum selama trimester pertama umumnya

adalah gangguan psikosomatik, yang dapat dijelaskan dengan takut menjadi

orang tua. Wanita hamil dengan stress dan ketegangan emosional sering

memiliki kondisi ini. Permasalahan psikologis pasien ini yaitu ketidaksiapan

pasien menghadapi kehamilan ini dan trauma persalinan sebelumnya. Mual

dan muntah yang dialami seorang wanita hamil dianggap mewakili berbagai

konflik psikologis. Ketidakmatangan psikoseksual, pertentangan di keluarga,

kesulitan sosio-ekonomi, konflik rumah tangga, ketakutan akan persalinan

ataupun kehamilan yang tidak diinginkan dapat menyebabkan konflik mental

terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian kesukaran hidup.

Namun menurut penelitian, faktor neurogenik juga berperan, terbukti dengan

Page 41: hiperemesis gravidarum

membaiknya klinis pasien bila jauh dengan rumah (di rumah sakit). Ada juga

yang menyatakan bahwa efek psikologis (frustrasi, depresi, terisolasi, dan

lain-lain) adalah akibat dari hiperemesis gravidarum dan bukan penyebabnya

(Ronardy, 2006).

Tenaga kesehatan perlu meyakinkan penderita bahwa penyakit ini dapat

disembuhkan. Menghilangkan rasa takut karena kehamilan, mengurangi

pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang menjadi latar

belakang masalah ini (psikosomatis). Adapun pendapat bahwa muntah

merupakan respon bawah sadar terhadap kehamilan yang tidak diharapkan.

Pengaruh psikologi apapun harus diselesaikan dan dilakukan konseling jika

dibutukan (Jueckstock et al. 2010; Mylonas. 2007).

D. Pembahasan Permasalahan Ketiga

1. Rawat inap dan penatalaksanaan

Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum sangat beragam tergantung

dari beratnya gejala yang terjadi. Tatalaksana dini memberikan prognosis

baik pada pasien. Ketika mengobati ibu dengan HG, pencegahan serta

koreksi defisiensi nutrisi adalah prioritas utama agar ibu dan bayi tetap

dalam keadaan sehat. Perubahan pola makan dan gaya hidup umumnya

cukup untuk mengatasi gejala awal HG dan meningkatkan kualitas hidup.

Indikasi pasien dapat dirawat inap adalah mual muntah berlebih

disertai gangguan elektrolit dan cairan. Pada rawat inap, penderita

sebaiknya disendirikan (isolasi) dalam kamar yang tenang, tetapi cerah

dan peredaran udara baik. Mencatat cairan yang keluar dan masuk. Hanya

Page 42: hiperemesis gravidarum

dokter dan perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai

muntah berhenti dan penderita mau makan. Tidak diberikan

makanan/minum selama 24 jam. Kadang – kadang dengan isolasi saja

gejala – gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan (MacGibon,

2010). Terapi yang diberikan pada ibu yang mengalami HG adalah :

1. Rehidrasi oral maupun parenteral

Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan muntah yang sering

hingga menyebabkan dehidrasi dan turunnya berat badan, harus segera

mendapat terapi cairan. Langkah utama dalam terapi hiperemesis

gravidarum adalah rehidrasi oral yang cukup untuk menghindari

dehidrasi. Dehidrasi akan memperburuk rasa mual. Resusitasi cairan

merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi

yaitu vasokntriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi

gangguan hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga

pasokan darah berkurang.

Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi

adalah dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration), maka

tindakan yang dilakukan yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke

volume normal, osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang

tepat untuk keseimbangan asam basa. Pemberian cairan untuk

dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat berdasarkan berapa

jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium, dan ada

tidaknya asidosis. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk

menghitung jumlah cairan rehidrasi awalan :

Page 43: hiperemesis gravidarum

1. Berdasarkan klinis dehidrasi, bila ada rasa haus dan tidak ada

tanda klinis dehidrasi maka kehilangan cairan kira – kira 2%. Jika

berat badan 50kg maka defisit air sekitar 1000ml. Bila terdapat

rasa haus dan oliguria, mulut kering diperkirakan defisit 6% atau

3000 ml. Bila ada tanda – tanda diatas ditambah perubahan

mental maka defisit sekitar 7 – 14% atau sekitar 3,5 – 7 liter.

2. Jika pasien ditimbang maka kehilangan berat badan 4 kg pada

fase akut sama dengan defisit 4 liter

Rencana rehidrasi sebaiknya dikaitkan dengan jumlah cairan

yang dibutuhkan selama 24 jam berikutnya, yaitu menjumlahkan

defisit cairan dengan 2000 ml. Bila pasien dapat menelan, air

diberikan peroral. Bila kesulitan maka rehidrasi diberikan perinfus.

Jenis cairan yang diberikan hingga kini masih diperdebatkan apakah

menggunakan kristaloid atau koloid. Umumnya kehilangan cairan

diganti dengan cairan isotonik (RL, normal saline). Bila menggunakan

normal saline jangan diberikan dalam jumlah banyak karena dapat

menyebabkan delusional acidosis atau hyperchloremic acidosis. Bila

diperlukan dapat ditambahkan ion kalium.

Resusitasi dikatakan adekuat bila terdapat parameter seperti

tekanan darah arteri rata – rata 70 – 80 mmHg, denyut jantung <

100x/menit, ekstremitas hangat dengan pengisian kapiler baik,

susunan saraf pusat baik, produksi urin 0,5 – 1 ml/kgBB/jam dan tidak

ada asidosis berlanjut. Setelah tercapai rehidrasi, pemberian cairan

harus terus diberikan dalam bentuk rumatan, contoh cairan yang

Page 44: hiperemesis gravidarum

sering dipakai adalan Kaen Mg. Setelah tercapai rehidrasi, pasien

dengan hiperemesis gravidarum secara bertahap dapat mulai

diberikan makanan dan minuman dengan jumlah sedikit namun sering

2. Terapi nutrisi

3. Perubahan gaya hidup dan psikologi

a. Mencatat hal – hal yang dapat memicu mual dan muntah seperti

makanan, aroma khas, aktivitas. Menghindari pemicu – pemicu

tersebut

b. Menghindari tempat bersuhu panas dan ventilasi buruk. Suasana

panas dapat memperburuk mual. Pastikan ruangan memiliki

sirkulasi udara yang baik dan terkena sinar matahari.

c. Duduk sejenak setelah makan dan untuk mengurangi refluks

lambung

d. Menghindari tekanan psikologis (Ogunyemi dan Chelmow,

2011).

4. Farmakologis

a. Obat – obatan pada penderita hiperemesis gravidarum diberikan

jika : Penggunaan obat pada ibu hamil harus berdasar prinsip the

risk versus the benefits. Mempertimbangkan besarnya resiko

obat terhadap ibu dan janin dibandingkan dengan resiko

dehidrasi malnutrisi pada ibu dan janin. Manfaat harus lebih

besar , resiko penggunaan obat lebih kecil daripada resiko

malnutrisi penurunan berat janin serta apabila gejala tidak

berkurang dengan pengelolaan non medikamentosa.

Page 45: hiperemesis gravidarum

b. Antihistamin :

Antihistamin yang digunakan adalah Antagonis reseptor H1.

Suatu penelitian randomized control trial menunjukkan bahwa

antihistamin berguna mengurangi mual muntah pada kehamilan.

Kombinasi antihistamin dengan Pyridoxine efektif sebagai

profilaksis pada wanita hamil dengan riwayat HG pada

kehamilan sebelumnya. Bendectin merupakan obat kombinasi

yang berisi vitamin B6 (pyridoxine) dan antihisamin,

doxylamine. Tahun 1983 Bendectin ditarik dari pasaran karena

banyaknya isu meningkatkan resiko deformitas pada bayi.

Namun isu teratogenik tersebut belum terbukti secara ilmiah.

Kini banyak praktisi kesehatan menggunakan pyridoxine dan

antihistamine sebagai dua obat sekaligus yang diberikan pada

penderita Hiperemesis Gravidarum. Kombinasi ini merupakan

lini pertama terapi wanita hamil di UK. Antihistamin yang

digunakan yaitu Promethazine, Meclizine, Cyclizine.

Promethazine diberikan 12,5mg peroral atau rectal setiap 4 jam.

(Ogunyemi dan Chelmow, 2011, Sheehan, 2007)

c. Vitamin :

1. Pyridoxine (Vitamin B6)

Dosis efektif Pyridoxine yaitu 30 – 75 mg/hari, dengan efek

samping yang dapat ditoleransi tubuh. Pyridoxine diberikan

3 kali sehari 10 – 25mg dimulai dengan dosis rendah.

Pyridoxine dapat mengurangi mual muntah dan terbukti

Page 46: hiperemesis gravidarum

lebih efektif daripada placebo. Dosis dapat dinaikkan hingga

200 mg tanpa efek samping (Jueckstock et al. 2010).

2. Thiamine (vitamin B1)

Thiamine, dikenal juga dengan B1 atau aneurin, sangat

penting dalam metabolisme karbohidrat. Peran utama tiamin

adalah sebagai bagian dari koenzim dalam dekarboksilasi

oksidatif asam alfa-keto. Gejala defisiensi akan muncul

secara spontan berupa beri-beri pada manusia. Penyakit

tersebut ditandai dengan penimbunan asam piruvat dan

asam laktat, terutama dalam darah dan otak serta kerusakan

dari sistem kardiovaskuler, syaraf dan alat pencernaan.

Defisiensi thiamine ini menimbulkan rangkaian proses dan

gejala yang disebut Encephalopathy Wernick (Chiossi et al,

2006, Zempleni, et al,2007).

Defisiensi tiamin ini akan menyebabkan gangguan saraf

pusat, antara lain memori berkurang atau hilang, nistagmus,

optalmoplegia, dan ataksia. Gangguan juga terjadi pada

saraf tepi, berupa neuropati perifer. Gangguan yang lain

berupa kelemahan simetrik (badan sangat lemah),

kehilangan fungsi sensorik, motorik dan reflek kaki. Timbul

beri-beri jantung, dengan gejala jantung membesar, aritma,

hipertensi, odema, dan kegagalan jantung (Zempleni, et

al,2007).

Page 47: hiperemesis gravidarum

Pasien dengan kecurigaan ensefalopati Wernicke,

direkomendasikan pemberian 100mg thiamin intravena atau

intramuscular selama 5 hari berturut – turut. Pemberian

glukosa tanpa thiamin dapat memicu atau memperburuk

sindrom ini, sehingga thiamin harus diberikan sebelum

glukosa. Thiamin diberikan secara parenteral karena

penyerapan thiamin pada gastrointestinal tidak menentu

pada pasien beralkohol dan kurang gizi. Pemberian oral

harian 100mg thiamin harus dilanjutkan setelah pengobatan

parenteral dan setelah keluar dari rumah sakit sampai pasien

tidak lagi dianggap beresiko. Magnesium dan vitamin

lainnya juga dikoreksi bersama dengan defisit gizi lainnya.

Normal asupan tiamin untuk orang dewasa adalah antara 1,0

– 1,5 mg/hari. Jika makanan terlalu banyak mengandung

karbohidrat, maka dibutuhkan lebih banyak tiamin. Tanda-

tanda defisiensi tiamin antara lain menurunnya nafsu makan,

depresi mental (Peripheral neurophaty) dan lemah. Pada

defisiensi kronis, maka muncul gejala kelainan neurologist,

seperti kebingungan (mental), dan kehilangan koordinasi

mata (Ogunyemi dan Chelmow,2011, Zempleni, et al,2007).

3. Cyanokobalamin ( vitamin B12)

Pada gastritis kronik, gastric atrophy dapat menyebabkan

malabsorbsi vitamin B12 yang berujung pada defisiensi

vitamin B12. Gejala klasik defisiensi B12 berupa anemia

Page 48: hiperemesis gravidarum

megaloblastik hanya terjadi pada defisiensi vitamin B12

yang berat, tetapi manifestasi neuropsikiatrik dan

abnormalitas metabolisme dapat terjadi sebelum konsentrasi

B12 dalam serum mencapai kadar defisiensi vitamin B12.

Cut off point vitamin B12 yaitu <221 pmol/L pada

defisiensi ringan dan <148 pmol/L pada defisiensi berat.

Pada wanita hamil dengan hiperemesis gravidarum, resiko

infeksi Helicobacter pylori meningkat, intake vitamin B12

inadekuat. Patogen H. pylori pada lambung dapat

menginisiasi destruksi autoimun pada mukosa lambung

sehingga menyebabkan malabsorbsi vitamin B12. Pada

penderita hiperemesis gravidarum vitamin B12 dapat

diberikan dengan dosis 12,5 mg 3-4 kali sehari (Zempleni, et

al,2007).

d. Antiemetik untuk mengatasi mual dan muntah menggunakan :

1. serotonin agonis

Jika terdapat bebeapa pemicu emesis, medikasi harus

dipusatkan pada pusat muntah di otak (serotonin antagonists

merupakan terapi yang paling efektif). Serotonin agonis

merupakan antagonis 5-HT3 receptors yang sangat selektif

bekerja di vagus, CTZ (chemotrigger zone) and

gut. Seorotnin agonist merupakan obat kelas B. Serotonin

antagnists (ondansetron, dolasetron, granisetron) merupakan

dose-dependent drugs. Semakin tinggi dosis, semakin tinggi

Page 49: hiperemesis gravidarum

pula manfaat dan efek sampingnya. Penurunan dosis

bertingkat serta frekuensi, penting dilakukan untuk

mencegah relaps. Ondansetron 4-8mg peroral atau intravena

setiap 8 jam , diberikan pada HG yang sulit disembuhkan

Respon individual dapat bervariasi. Penatalaksanaan harus

dipusatkan pada pemicu mual dan muntah. Jika penderita

muntah terus menerus, dosis oral tidak akan efektif. Maka

terapi diberikan dengan beberapa dosis intravena diikuti

dosis oral . Efek samping yang mungkin terjadi adalah nyeri

kepala, abnormalitas fungsi hati, konstipasi, diare

(American Pregnancy Association,2006, Ogunyemi dan

Chelmow,2011)

2. dopamine (D2) receptor antagonist 

metoklopramid bekerja dengan memblok reseptor dopamin

pada chemoreseptor trigger zone (CTZ), meningkatkan

peristaltik dan mempercepat pengosongan lambung.

Metoklopramida dapat meningkatkan motilitas dan tonus

pada kontraksi lambung (terutama pada bagian antrum),

merelaksasi sfingter pilorus dan bulbus duodenum, serta

meningkatkan paristaltik dari duodenum dan jejunum

sehingga dapat mempercepat pengosongan lambung dan

usus. Metoklopramid merupakan first-line pharmacologic

treatment untuk hiperemesis gravidarum dan telah terbukti

efektif. Terdapat dalam bentuk injeksi, oral, dan

Page 50: hiperemesis gravidarum

suppositoria. Efek sampingnya berupa sindrom

ekstrapiramidal dan tardive dyskinesia Sediaan injeksi yaitu

5mg/ml. Sediaan oral yaitu 10 mg 3 – 4 kali sehari.

Merupakan obat dengan kategori A pada kehamilan.

(MacGibbon, 2010, Ogunyemi dan Chelmow, 2011,

Sheehan, 2007).

e. Obat yang bekerja pada saluran pencernaan.

Obat – obatan ini bertujuan untuk mengurangi produksi

asam lambung dan mengatasi refluks (isi lambung yang kembali

menuju esophagus) : Ranitidine, Famotidine, Lansoprazole.

Infeksi H pylori terjadi pada 90% penderita hiperemesis

gravidarum dan dapat memperburuk mual dan muntah pada

kehamilan dengan pembentukan ulkus peptikum. Terapi yang

dapat diberikan yaitu sesuai dengan guideline pada penderita

tidak hamil yaitu triple therapy. triple therapy yaitu PPI(proton

pump inhibitor) dan dua dari tiga antibiotic berikut clarithromycin,

amoksisilin atau metronidazol selama 7-10 hari. Triple therapy

sebagai terapi standar lini pertama karena memiliki tolerabilitas tinggi

dan mudah dalam pemberiannya. Kesukesan eradikasi H.pylori

dengan terapi ini bervariasi antara 70%-95% (Ghany,2005,

Ogunyemi dan Chelmow,2011)

f. Kortikosteroid

Page 51: hiperemesis gravidarum

Kortikosteroiod diberikan pada hiperemesis gravidarum berat

yang kurang berespon baik terhadap terapi antiemetic. Efek

samping yang mungkin terjadi adalah penurunan berat badan,

mual dan muntah. Steroid digunakan untuk hiperemesis

gravidarum yang sulit disembuhkan. Penggunaan steroid jangka

panjang dan dosis tinggi pada trimester pertama dicurigai dapat

mempengaruhi perkembangan otak janin. Wanita dengan

hipotiroid berespon lebih aktif terhadap kortikosterod. Penderita

dengan DM tipe 1 akan mengalami 40% peningkatan insulin jika

steroid diawali dengan dosis tinggi. Kortikosteroid dapat

melewati plasenta. Komplikasi seperti penurunan berat badan,

peningkatan resiko preeklamsi dan peningkatan resiko bibir

sumbing telah dilaporkan. Berdasarkan penelitian yang

dilakukan the Collaborative Perinatal Project pada 50,282

pasangan ibu dan anak, 34 ibu terpapar cortisone pada trimester I

dan tidak terbukti adanya hubungan antara defek congenital

dengan pemakaian cortisone. Methylprednisolone dalam

kehamilan masuk dalam obat kategori C. Prednisone dalam

kategori B dan cortisone dalam kategori D. Metilprednisolon

diberikan 16mg peroral setiap 8 jam selama 3 hari dengan tapering

sampai dosis efektif terendah. Metilprednisolon dikabatkan

meningkatkan resiko bibir sumbing pada 10 minggu pertama

kehamilan (Mac Gibbon, 2010, Ogunyemi dan Chelmow, 2011).

Page 52: hiperemesis gravidarum

Food abstinence

Fluid substition

Dimenhydrinate

MidazolamMetoclopramid

eH2 bloker/PPI

Psychosomatic counseling

Dietary infusion medication Psychosomatic care

Parenteral nutrition Fluid balance Other disease

Symptoms

Recovery Aggravation Recovery aggravation

Laboratory controlsWeight controlsmonitoring

aggravation

MedicationPsychosomatic care

Ambulatory setting hospitalisation

Nausea and vomitting during pregnancy

Differential diagnosis

Food poisoning Iron substitution Emesis gravidarum hiperemesis gravidarum Drug intoxication preeclamsia

Dietary advice lifestyle advise

2. Terapi nutrisi

Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur nutrisi tergantung pada

derajat muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan penerimaan

penderita terhadap rencana pemberian makanan. Pada prinsipnya, bila

memungkinkan saluran cerna harus digunakan. Bila dicoba peroral

menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric tube

(NGT). Penggunaan saluran cerna banyak keuntungan yaitu dapat

mengabsorbsi lebih banyak nutrient daripada parenteral, adanya

mekanisme defensif untuk menaggulangi infeksi dan toksin.

a. Nutrisi enteral dan parenteral

Gambar 2.3. manajemen penatalaksanaan hiperemesis gravidarum (Mylonas et al 2007)

Page 53: hiperemesis gravidarum

Jika terjadi dehidrasi atau penderita tidak dapat mentoleransi terapi

oral, maka terapi cairan dan nutrisi enteral atau parenteral dapat

diberikan. Nutrisi enteral dan parenteral diberikan pada penderita

hiperemesis gravidarum yang berada dalam derajat muntah yang

hebat, terus mengalami penurunan berat badan atau gagal dengan

terapi konservatif dan biasanya gejala – gejala tersebut dapat

ditemukan pada penderita prolonged hyperemesis gravidarum.

1. Terapi nutrisi parenteral

NPT mensuplai nutrisi ibu sehari hari, menggunakan sebuah

kateter yang disebut PICC (peripherally inserted central catheter)

line yang dipasang di vena perifer pada tangan, bahu atau leher

(vena sentral pada arteri carotis). Kateter dimasukkan hingga

mencapai vena cava superior. Jalur ini memungkinkan masuknya

nutrisi yang terkonsentrasi tanpa merusak pembuluh darah.

Nutrisi vena sentral (NVS) dianggap lebih baik karena

volume darah pada vena sentral secara cepat mendilusi cairan

nutrien yang hipertonik sehingga dapat mencegah flebitis dan

trombosis. Selain itu NVS dapat menyalurkan nutrisi dalam

jumlah yang adekuat. Nutrisi vena perifer tidak dapat

memberikan kapasitas yang sama. Namun nutrisi parenteral yang

menggunakan vena perifer dapat pula menimbulkan sepsis dan

komplikasi metabolik. Selain itu tidak digunakannya saluran

cerna untuk waktu lama dapat menimbulkan atrofi mukosa dan

Page 54: hiperemesis gravidarum

sepsis enterogenik. Sehingga nutrisi parenteral digunakan sebagai

jalan terakhir pemberian makan.

NPT tidak dapat memberi nutrisi yang lengkap dan harus

mengevaluasi kalori yang dibutuhkan seperti kadar vitamin dan

mineral berdasar usia gestasinya. Pemberian NPT memiliki resiko

yang cukup besar karena ia memotong jalur mekanisme regulasi

dan proteksi dan komplikasi pemasangaan yang menggunakan

kateter vena sentral. Komplikasi dapat terjadi pada sebagian

penerima terapi NPT, antara lain yang dapat terjadi antara lain

komplikasi metabolic, infeksi, pancreatitis, hiperkalemi dan syok

septic gram negative. NPT harus diberikan pada wanita yang

tidak berespon baik pada terapi medis dan beresiko kekurangan

gizi.

Page 55: hiperemesis gravidarum

Table 1.1. Komplikasi NPTKomplikasi metabolic

Hiperglikemi Merupakan komplikasi paling sering, terkait dengan kecepatan infuse dekstrose, konsenttrasi, stress. Dapat menyebabkan hipertrigliseridemia yang dapat menyebabkan pancreatitis. Pemantauan ketat sangat penting selama kehamilan terutama jika menggunakan terapi glukokortikoid

Hipoglikemi Sering terjadi pada pemberhientian TPN tiba – tiba tanpa tapering, terutama pada dekstrose dosis tinggi

Defisiensi asam lemak

Merupakan akibat dari pemberian nutrisi parenteral tanpa administrasi lemak intravena. Dapat terjadi dalam 2 minggu. Replacement sangat penting selama kehamilan

Ketidakseimbangan Elektrolit

Kurang bahkan kelebihan suplai elektrolit melalui TPN

Ketidakseimbangan cairan

Deficit atau overload cairan ( terutama penting diperhatikan pada pasien dengan gangguan ginjal selama kehamilan untuk mempertahankan aliran rahim)

Ketidakseimbangan asam basa

Larutan nutrisi harus memperhatikan status asam basa pasien seperti asam asetat, klorida

Komplikasi hepar Karena administrasi karbohidrat yang berlebihan Refeeding syndrome Metabolism cascade berupa

Hypophosphatemia, hipokalemia, hypomagnesemia, gangguan cairan tubuh, avitaminosis hingga gagal jantung kongestif.

Komplikasi mekanikKateter Pneumothorax, kerusakan pembuluh darah, thrombosis,

oklusi, kerusakan kateter, infeksiInfeksi Demam, nyeri, eritemaEmboli udara Udara masuk ke dalam kateterAlat Terkadang penyaluran kateter menuju vena cava,gagal.Sepsis Bila kekebalan tubuh menurun

2. Terapi nutrisi enteral

Merupakan alternative TPN. Nutrisi dapat diberikan melalui

a. Nasogastric – mengembalikan nutrisi melalui tube yang

dipasang menghubungkan hidung dan lambung.

Page 56: hiperemesis gravidarum

b. Percutaneous endoscopic gastrostomy – memperbaiki nutrisi

melalui tube yang dipasang melalui abdomen menuju

lambung, kadang – kadang sebuah tube ditambahkan menuju

jejunum (percutaneous endoscopic jejunostomy). Pada PEG,

membutuhkan tindakan pembedahan untuk menanamkan

tabung melalui abdomen menuju lambung.. (Ogunyemi dan

Chelmow, 2011, Sheehan, 2007).

Resiko yang paling sering adalah kesalahan penempatan

tabung, aspirasi pulmo dan toleransi yang buruk. Beberapa wanita

dengan HG mengalami keterlambatan pengosongan lambung,

reflek muntah yang sangat sensitive sehingga membuat HG

menjadi beresiko. Kebanyakan penderita lebih nyaman dengan

terapi parenteral daripada enteral (Anonym, 2010)

Komplikasi terapi nutrisi enteral antara lain :

1. Ketidakseimbangan elektrolit karena ketidakseimbangan

cairan, gangguan ginjal, diare, Refeeding syndrome.

2. Hiperglikemi

3. Dehidrasi

4. Penyumbatan tabung dan malposisi tabung

5. Aspirasi

6. Mual dan muntah

7. Diare dan konstipasi

8. Refeeding syndrome

Page 57: hiperemesis gravidarum

b. Nutrisi oral

Penderita hiperemesis gravidarum mengalami kehilangan

cairan dan nutrisi sebagai akibat muntah berlebih. Selera makan

penderita juga hilang karena perut terasa tidak nyaman dan mual.

Ibu hamil membutuhkan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi

kebutuhan ibu dan janin. Maka pada penderita hiperemesis

gravidarum perlu mendapat perhatian tersendiri mengenai pola

makan dan nutrisi. Nutrisi peroral diberikan pada hiperemesis

derajat 1 dan terkadang 2, dengan mempertimbangkan kesuksesan

asupan oral. Jika gagal, maka berlanjut ke terapi parenteral.

a. Nutrisi oral dapat diberikan pada pasien secara perlahan-lahan,

dimulai dengan makanan cair, kemudian meningkat menjadi

makanan padat dalam porsi kecil yang kaya karbohidrat.

b. Mengubah pola makan menjadi lebih sering dengan porsi kecil.

Pola ini bertujuan menghindari lambung yang kosong.

Konsumsi cemilan seperti biskuit, roti panggang atau sereal

sebelum bangun tidur atau ketika mual

c. Menganjurkan untuk makan cemilan seperti roti kering, biskuit

dan teh hangat

d. Minum yang banyak diantara makan, tetapi tidak banyak

minum saat makan. Minum +- 30 menit sebelum atau setelah

makan.

e. mengonsumsi makanan berprotein dan makanan rendah lemak.

Protein bersifat eupeptic dan dapat mengurangi mual. Eupeptic

Page 58: hiperemesis gravidarum

yaitu zat dapat tercerna dengan baik. Contoh makanan

berprotein yaitu almond, tofu, ikan, kacang rebus, buah dan jus

segar, makanan berkuah, dan sebagainya

f. menghindari makanan pedas atau berminyak ketika mual

g. menghindari makanan beraroma tajam (Jueckstock et al,2010 ,

Mac Gibbon 2010)

Gambar 2.4. terapi nutrisi oral, enteral dan parenteral

2. Komplikasi

Meskipun komplikasi tergantung dari respon individual terhadap

biokimia, derajat penyakit dan intervensi medis yang diberikan, namun

HG berpotensi terjadi komplikasi. Dengan terapi dini yang agresif maka

dapat mencegah komplikasi lebih lanjut. Diantara komplikasi yang

Page 59: hiperemesis gravidarum

disebabkan oleh HG diantaranya adalah penurunan berat badan lebih dari

5% dari berat badan sebelum hamil, dehidrasi, asidosis karena kelaparan,

alkalosis karena kehilangan asam klorida, hipokalemia, ketosis,

asetonuria, dan ptyalism (air liur berlebihan) (Sacramento, 2008).

Komplikasi jangka panjang biasanya muncul karena terapi inadekuat

di stadium awal penyakit. Diantara beberapa komplikasi tersebut adalah

(Hill & Yost, 2002):

1. Gagal ginjal akut, suatu kondisi dimana hilangnya kemampuan ginjal

secara tiba-tiba untuk mengekskresi cairan, memekatkan urin, dan

menjaga elektrolit. Gejala khas diantaranya adalah penurunan

diuresis, retensi cairan, perubahan status mental atau mood,

peningkatan tekanan darah, telinga berdenging, nafas bau, fatigue,

mual, dan muntah. Wanita dengan HG berat berisiko mengalami

gagal ginjal akut karena depresi volume intravaskuler yang berat.

2. Atrofi jaringan otot karena jarang digunakan dan kekurangan protein.

Tirah baring yang lama menyebabkan perubahan di otot dan tulang,

terutama ekstremitas bawah. Berdasarkan suatu penelitian ditemukan

penurunan massa otot yang dramatis pada minggu 4-6 tirah baring,

diikuti 40% penurunan kemampuan otot. Massa dan kekuatan otot

dapat kembali dengan latihan selama beberapa minggu kemudian.

Meski demikian, penurunan densitas mineral tulang spina lumbal

yang signifikan, femoral neck dan calcaneus dapat tidak kembali

sepenuhnya bahkan setelah 6 bulan latihan.

Page 60: hiperemesis gravidarum

3. Koagulopati, suatu defek pada mekanisme pembekuan darah. Gejala

dan tanda khas terdiri dari perdarahan masif, perdarahan hingga

sendi, perdarahan mensturasi abnormal, dan defisiensi vitamin K.

Koagulopati harus diiawasi pada penderita HG dengan perdarahan.

Pemberian profilaksis vitamin K harus diberikan pada HG berat atau

memanjang.

4. Deconditioning, yaitu suatu kondisi penurunan respon otot jantung

yang kadang-kadang terjadi setelah periode panjang dari kehilangan

berat badan. Ditandai oleh penurunan tekanan darah dan

penumpukan darah di tungkai pada kondisi normal. Gejala dan tanda

khas yaitu fatigue, lemas, sesak, dan nyeri dada. Terjadinya fatigue

berhubungan dengan penurunan suplai darah ke otot, sel darah

merah, kapilarisasi, dan enzim oksidatif.

5. Disfungsi traktus digestivus diantaranya berupa penundaan

pengosongan lambung, konstipasi, ulkus gaster, dan

ketidakseimbangan pH dan flora normal. Konstipasi disebabkan

karena mobilitas dan motilitas lambung yang rendah, medikasi, dan

diet rendah serat. Ketika sekresi asam lambung tidak sesuai, maka

resiko infeksi oleh flora normal meningkat. Flora normal antara lain

Candida sp., Helicobacter pylori, bakteri yang dapat menyebabkan

ulkus gaster dan kanker lambung. Lebih lanjut, asam yang rendah

atau hipoklohidria menyebabkan pernurunan denaturasi protein, dan

absorbsi yang buruk terhadap asam amino.

Page 61: hiperemesis gravidarum

6. Esophageal damage, suatu kondisi dimana esofagus mengalami

perlukaan dikarenakan mual dan muntah / refluk. Perlukaan dapat

berupa esofagitis (inflamasi esofagus), perdarahan, ruptur Mallory-

Weiss, laserasi membran mukosa esofagus yang terhubung dengan

lambung (gastroesofageal junction). Diantara tanda dan gejala

khasnya yaitu hematemesis, melena, syncope, serta nyeri

tenggorokan.

7. Ikterik disebabkan bilirubin yang terlalu banyak dalam darah,

menandakan kerusakan pada hepar, atau ketidakmampuan bilirubin

keluar dari hepar melalui traktus bilier menuju empedu.

8. Central Pontine Myelinolysis adalah demielinisasi simetris non

inflamasi yang terjadi di sentral basis pons. penyebab CPM yang

sering ditemukan adalah kenaikan kadar natrium yang cepat pada

koreksi hiponatremia. Tampilan klinis CPM sangat bervariasi. CPM

mempunyai perjalanan klinis yang bifasik, awalnya menunjukkan

gejala ensefalopati atau kejang akibat hiponatremia, kemudian terjadi

perbaikan akibat koreksi natrium, beberapa hari kemudian kondisi

memburuk kembali. Gambaran khas pada pemeriksaan fisik

neurologis adalah penurunan kesadaran (delirium), kelumpuhan

gerak mata horisontal, dan kuadriplegia.

9. Ensefalopati Wernick adalah sindrom akut neuroipsikiatri akibat dari

defisiensi vitamin B1 (thiamin). Thiamin dalam bentuk biologis

aktif, yaitu thiamin pirofosfat merupakan koenzim penting dalam

jalur biokimia otak. Sindrom ini ditandai dengan nystagmus dan

Page 62: hiperemesis gravidarum

ophtalmoplegia, perubahan mental status dan ketidakseimbangan saat

berjalan. Pada imaging dapat menggunakan computerized

tomography (CT) scan atau Magnetic resonance imaging (MRI).

Pada CT scan menunjukan kelainan simetris kepadatan rendah dalam

diencephalon, otak tengah dan daerah periventrikular yang

meningkat setelah injeksi kontras. MRI lebih sensitive dalam

mendeteksi lesi diencephalik akut dan periventrikular. Ensefalopati

sulit dikonfirmasi dan diobati, sebagian besar pasien berkembang

menjadi koma bahkan kematian. Maka terapi harus diberikan thiamin

intravena. Efek sampig anafilaksis dan bronkospasme sangat jarang

terjadi. (Charness,2009, Sechi, 2007).