hubungan hiperemesis gravidarum dengan ......ada hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan...

93
HUBUNGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DENGAN PREEKLAMPSIA DI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA KENDARI TAHUN 2016 KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma III Kebidanan Politeknik Kesehatan Kendari OLEH MAHARANI SUNDARI P00324014018 KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIII KENDARI 2017

Upload: others

Post on 09-Feb-2021

28 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • HUBUNGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DENGAN PREEKLAMPSIADI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA KENDARI

    TAHUN 2016

    KARYA TULIS ILMIAH

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan PendidikanProgram Studi Diploma III Kebidanan

    Politeknik Kesehatan Kendari

    OLEH

    MAHARANI SUNDARIP00324014018

    KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIAPOLITEKNIK KESEHATAN KENDARI JURUSAN

    KEBIDANAN PROGRAM STUDI DIIIKENDARI

    2017

  • ii

  • iii

  • iv

    RIWAYAT PENULIS

    A. Identitas Penulis

    Nama : Maharani Sundari

    Tempat,tanggal lahir : Bumi Raya,10 Agustus 1996

    Jenis kelamin : Perempuan

    Agama : Islam

    Alamat : BTN Beringin Cempaka Indah Blok G/24

    B. Riwayat pendidikan

    1. TK Tunas Makarti tamat Tahun 2001

    2. SDN 01 Baruga tamat Tahun 2008

    3. SMPN 04 Kendari tamat Tahun 2011

    4. SMA Negeri 05 KendariTahunTamat 2014

    5. Terdaftar sebagai Mahasiswi di Politeknik Kesehatan Kendari

    jurusan DIII Kebidanan sejak tahun 2014 sampai sekarang

  • v

    INTISARI

    HUBUNGAN HIPEREMESIS GRAVIDARUM DENGAN PREEKLAMPSIADI RUMAH SAKIT UMUM DEWI SARTIKA KENDARI

    TAHUN 2016Maharani Sundari1 Nurmiaty2 Fitriyanti2

    Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi kehamilan danpersalinan masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapatterpecahkan secara tuntas.Salah satu upaya untuk menurunkan kejadianpreeklampsia dengan memberikan penanganan dini hingga melakukanpencegahan pada ibu hamil berisiko dan faktor risiko kejadianpreeklampsia.

    Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan hiperemesisgravidarum dengan kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum DewiSartika Kendari tahun 2016.

    Desain penelitian yang digunakan ialah observasional denganrancangan case control study. Sampel penelitian adalah ibu hamil yangmengalami preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia yangberjumlah 99 orang. Perbandingan sampel kasus kontrol 1:2 (33:66).Instrumen pengumpulan data berupa ceklist tentang kejadianpreeklampsia dan hiperemesis gravidarum. Data dianalisis dengan uji ChiSquare dan untuk melihat besarnya risiko mengunakan uji Odds Ratio(OR).

    Hasil penelitian menunjukkan dari 2622 ibu hamil terdapat 33 kasus(1,3%) kejadian preeklamsia, dari 99 responden terdapat 41 kasus(41,4%) kejadian hiperemesis gravidarum di Rumah Sakit Umum DewiSartika Kendari tahun 2016. Ada hubungan antara hiperemesisgravidarum dengan kejadian preeklamsia (p=0,006; X2=7,5). Ibu yangmengalami hiperemesis gravidarum berisiko mengalami preeklampsiasebesar 3,3 kali dibandingkan yang tidak mengalami hiperemesisgravidarum (OR=3,3; CI95%=1,3-8,6).

    Kata kunci : preeklamsia, hiperemesis gravidarum

    1 Mahasiswa Prodi D-III Kebidanan Poltekkes Kendari2 Dosen Jurusan Kebidanan Poltekkes Kendari

  • vi

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

    limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat

    menyelesaikan penyusunan karya tulis ilmiah yang berjudul “hubungan

    hiperemesis gravidarum dengan preeklampsia di Rumah Sakit Umum

    Dewi Sartika Kendari tahun 2016”.

    Dalam proses penyusunan karya tulis ilmiah ini ada banyak pihak

    yang membantu, oleh karena itu penulis dengan segala kerendahan dan

    keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih sebesar-besarnya

    terutama kepada Ibu Dr. Nurmiaty, S.Si.T, MPH selaku Pembimbing I dan

    Ibu Fitriyanti, SST, M.Keb selaku Pembimbing II yang telah banyak

    membimbing sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan tepat pada

    waktunya. Pada kesempatan ini pula penulis ingin mengucapkan terima

    kasih kepada:

    1. Bapak Petrus, SKM. M.Kes selaku Direktur Poltekkes Kendari.

    2. Ibu Halijah, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes

    Kendari.

    3. Direktur Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari

    4. Ibu Dr. Kartini, S.Si.T, M.Kes, Ibu Halijah, SKM, M.Kes, Ibu Heyrani,

    S.Si.T, M.Kes selaku penguji dalam karya tulis ilmiah ini..

    5. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Politeknik Kesehatan Kendari

    Jurusan Kebidanan yang telah mengarahkan dan memberikan ilmu

    pengetahuan selama mengikuti pendidikan, dan juga yang telah

  • vii

    memberikan arahan dan bimbingan serta bantuan pelayanan kepada

    penulis..

    6. Terima Kasih kepada Kedua Orang Tua tercinta yang selalu memberi

    dukungan serta adik-adik tersayang, serta seluruh anggota keluarga

    atas bantuan, doa restu, dorongan dan kasih sayang yang begitu

    besar yang telah diberikan selama penulis menempuh pendidikan dan

    dalam menyelesaikan karya tulis ini.

    7. Seluruh teman-teman D-III Jurusan Kebidanan Politeknik Kesehatan

    Kendari, yang senantiasa memberikan saran, dorongan, pengorbanan,

    motivasi, serta doa yang tulus dan ikhlas selama penulis menempuh

    pendidikan.terkhusus teman seperjuangan Komang, Wati, Made, Eva,

    Mae, Sambalu, Piho, Mami, Mimi, dan kakak yang selalu menemani

    penulis dalam suka maupun duka, yang selalu memberi saran, Kasih

    sayang ,serta semangat kepada penulis.

    Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

    sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun

    sangat penulis harapkan dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini serta

    sebagai bahan pembelajaran dalam penyusunan karya tulis ilmiah

    selanjutnya.

    Kendari, Juli 2017

    Penulis

  • viii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL........................................................................... i

    HALAMAN PERSETUJUAN............................................................. ii

    LEMBAR PENGESAHAN……………………………………………..

    RIWAYAT PENULIS……………………………………………………

    INTISARI…………………………………………………………………

    KATA PENGANTAR.........................................................................

    iii

    iv

    v

    vi

    DAFTAR ISI......................................................................................

    DAFTAR TABEL………………………………………………………..

    DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………..

    viii

    x

    xi

    BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1

    A. Latar Belakang.......................................................................... 1

    B. Perumusan Masalah.................................................................. 5

    C. Tujuan Penelitian....................................................................... 5

    D. Manfaat Penelitian..................................................................... 6

    E. Keaslian Penelitian.................................................................... 6

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 8

    A. Telaah Pustaka.......................................................................... 8

    B. Landasan Teori.......................................................................... 40

    C. Kerangka Teori.......................................................................... 42

    D. Kerangka Konsep...................................................................... 43

    E. Hipotesis Penelitian................................................................... 43

    BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 44

    A. Jenis Penelitian......................................................................... 44

    B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 44

    C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 44

    D. Variabel Penelitian..................................................................... 45

    E. Definisi Operasional.................................................................. 45

    F. Jenis dan Sumber Data Penelitian............................................ 46

    G. Instrumen Penelitian.................................................................. 46

  • ix

    H. Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 46

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................... 50

    A. Hasil Penelitian.......................................................................... 50

    B. Pembahasan............................................................................. 61

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................. 67

    A. Kesimpulan................................................................................ 67

    B. Saran......................................................................................... 67

    DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 69

    LAMPIRAN

  • x

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1 Jumlah tempat tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun

    2016…………………………………………………………….55

    Tabel 2 Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun

    2016……………………………………………………………..56

    Tabel 3 Karakteristik Responden……………………………………...58

    Tabel 4 Distribusi kejadian preeclampsia di RSU Dewi Sartika

    Tahun 2016……………………………………………………..59

    Tabel 5 Distribusi kejadian Hiperemesis Gravidarum di RSU Dewi

    Sartika Tahun 2016……………..……………………………..60

    Table 6 Hubungan hiperemesis gravidarum dengan kejadian

    preeklamsia di RSU Dewi Sartika Tahun 2016……………..61

  • xi

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Master Tabel

    Lampiran 2 Surat izin pengambilan data awal dari poltekkes kemenkes

    kendari

    Lampiran 3 surat izin penelitian dari Badan Penelitian dan

    Pengemban gan Provinsi Sulawesi tenggara

    Lampiran 4 Surat keterangan pengambilan data awal di RSU Dewi

    Sartika

    Lampiran 5 surat keterangan telah melakukan penelitian di RSU Dewi

    sartika

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi kehamilan dan

    persalinan masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat

    terpecahkan secara tuntas. Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas

    merupakan masalah kesehatan utama bagi kesehatan wanita, karena

    merupakan penyebab terbesar kematian ibu dan bayi. World Health

    Organization (WHO) memperkirakan 585.000 perempuan meninggal

    akibat komplikasi kehamilan dan persalinan, sekitar satu perempuan

    meninggal setiap menitnya (Estina dkk, 2010). Penyebab terjadi kematian

    ibu adalah perdarahan postpartum, preeklampsia/eklampsia dan infeksi

    (WHO, 2013). Angka kejadiannya lebih banyak terjadi dinegara

    berkembang dibanding negara maju. Hal ini karena dinegara maju

    perawatan kehamilannya lebih baik.

    Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia berdasarkan hasil survey

    demografi dan kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkan

    adanya peningkatan AKI dari tahun sebelumnya 2007. AKI Indonesia

    pada tahun 2007 sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup meningkat

    menjadi 359 per 100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama yang

    menyumbang angka kematian ibu di Indonesia yaitu perdarahan

    sebanyak 32%, hipertensi dalam kehamilan 25%, infeksi 5%, partus lama

  • 2

    5%, penyebab lain 1%. Penyebab lain-lain yaitu 32% cukup

    besar, termasuk didalamnya penyebab penyakit non obstetric

    (BKKBN, 2013).

    Angka kejadian preeklamsi dan eklamsi di dunia sebesar 38,4%

    (WHO, 2012). Angka kejadian preeklamsi dan eklamsi di Indonesia sangat

    bervariasi. Angka kejadian preeklamsi di beberapa rumah sakit di

    Indonesia, di antaranya di RS Cipto Mangunkusumo mencapai 13,2%, di

    RS Kariadi Semarang kejadian preeklamsi sebesar 3,36%, di Jawa Barat

    angka kejadian preeklamsi periode 1996–1997 berkisar 0,8–14,1%

    (Boejang, 2012). Angka kejadian preeklampsia di Propinsi Sulawesi

    Tenggara tidak ada jumlah kejadian preeklampsia, namun berdasarkan

    profil Sulawesi Tenggara bahwa jumlah kematian ibu sebanyak 84

    kematian dimana penyebab utama kematian adalah keracunan

    kehamilan dan infeksi. Hal ini diperburuk dengan status gizi yang buruk,

    persalinan muda, paritas tinggi dan anemia (Dinkes Sultra, 2016).

    Penyebab utama terjadinya preeklampsia belum diketahui secara

    pasti. Beberapa teori menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan oleh

    kelebihan sekresi plasenta atau hormon adrenal, namun bukti dasar

    hormonalnya belum mencukupi. Teori lain menyatakan bahwa

    preeklampsia diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta yang

    mengakibatkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Guyton et al,

    2012). Oleh karena belum pastinya penyebab preeklampsia, sehingga

    salah satu upaya untuk menurunkan kejadian preeklampsia dengan

  • 3

    memberikan penanganan dini hingga melakukan pencegahan pada ibu

    hamil berisiko dan faktor risiko kejadian preeklampsia (Silomba, 2013).

    Beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia yaitu primigravida

    atau >10 tahun sejak kelahiran terakhir, riwayat preeklampsia

    sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsia, kehamilan kembar,

    kondisi medis tertentu, usia 40 tahun, obesitas, fertilitas in vivo

    (Bothamley dan Maureen, 2012). Ibu yang memiliki banyak faktor risiko

    dan menderita preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 20% untuk

    mengalami preeklampsia (Robson dan Jason, 2012). Pendidikan rendah,

    status ekonomi rendah, gizi kurang juga merupakan faktor predisposisi

    kejadian preeklampsia (Manuaba, 2011). Hasil penelitian menyatakan

    bahwa ada hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan dengan

    disfungsi plasenta (Bolin et al, 2013).

    Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum berisiko

    mengalami gizi kurang sehingga dapat terjadi gangguan metabolisme

    seperti resistensi insulin, diabetes, hipertensi dan dislipidemia (Kramer,

    2013), serta meningkatkan risiko aterosklerosis dan kardiovaskular pada

    keturunannya (Wegierek, 2014; Zhang et al, 2013) sehingga berisiko

    mengalami preeklampsia. Oleh karena itu ibu hamil harus

    memperhatikan asupan gizi seimbang saat mulai kehamilan khususnya

    makanan tinggi protein atau purin seperti daging, ikan, hati, limpa dan

    kacang-kacangan.

  • 4

    Hiperemesis gravidarum menyebabkan cairan tubuh berkurang,

    sehingga dapat terjadi hemokonsentrasi dan sirkulasi darah kejaringan

    terlambat. Akibatnya konsumsi oksigen dan makanan kejaringan

    berkurang sehingga akan menimbulkan kerusakan jaringan salah

    satunya plasenta sehingga dapat menyebabkan terjadinya disfungsi

    plasenta yang berisiko mengakibatkan terjadinya preeklampsia (Hidayati,

    2013).

    Hasil studi awal di rumah sakit umum Dewi Sartika Kendari,jumlah

    ibu hamil yang mengalami preeklamsia tahun 2014 sebanyak 44 orang

    dari 804 orang ibu hamil (5,47%) dan yang mengalami hiperemesis

    gravidarum sebanyak 25 orang. Pada tahun 2015 sebanyak 32 orang

    dari 1215 orang ibu hamil (2,63%) yang mengalami preeklamsia dan

    yang mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 20 orang. Pada

    tahun 2016 sebanyak 33 orang dari 2622 orang ibu hamil (1,26%) yang

    mengalami preeklamsia dan yang mengalami hiperemesis gravidarum

    sebanyak 131 orang. (Medikal Record RS Dewi Sartika, 2016). Data

    tersebut menunjukkan bahwa kejadian preeklamsia mengalami

    penurunan, namun perlu adanya kewaspadaan karena diketahui

    preeklampsia merupakan salah satu faktor risiko kesakitan dan kematian

    pada ibu dan janinnya. Ibu hamil yang mengalami preeklampsia

    memerlukan pengelolaan dan pemantauan yang ketat terhadap kondisinya

    dan janinnya sehingga penyakit tidak berkembang lebih berat agar tidak

    membahayakan jiwa ibu dan janin yang dikandungnya.

  • 5

    Banyak ibu hamil yang datang ke rumah sakit dalam keadaan

    komplikasi hipertensi tahap lanjut sebagai preeklamsi berat bahkan

    disertai dengan sindrom haemolyisis elevated liver enzym low platelets

    count (HELLP) atau eklamsi, sehingga penanggulangannya masih belum

    memuaskan. Penatalaksanaan penyakit ini akan memberikan hasil yang

    lebih baik apabila dapat ditangani sedini-dininya (WHO, 2010).

    Berdasarkan latar belakang tersebut sehingga peneliti tertarik untuk

    melakukan penelitian hubungan hiperemesis gravidarum dengan

    kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun

    2016.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang, dapat dirumuskan masalah penelitian

    adalah apakah ada hubungan hiperemesis gravidarum dengan

    kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari

    tahun 2016?

    C. Tujuan Penelitian

    1. Tujuan Umum

    Untuk mengetahui hubungan hiperemesis gravidarum dengan

    kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari

    tahun 2016.

  • 6

    2. Tujuan Khusus

    a. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian preeklamsia di

    Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016.

    b. Mengetahui distribusi frekuensi hiperemesis gravidarum di

    Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016.

    c. Menganalisis hubungan hiperemesis gravidarum dengan

    kejadian preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika

    Kendari tahun 2016.

    D. Manfaat Penelitian

    1. Manfaat Bagi Ibu Hamil

    Untuk menambah wawasan ibu tentang preeklamsia sehingga

    faktor risiko kejadian preeklamsia dapat dihindari.

    2. Manfaat Bagi Rumah Sakit

    Dapat mengetahui hubungan hiperemesis gravidarum dengan

    kejadian preeklamsia sehingga dapat mengantisipasi kejadian

    preeklamsia.

    3. Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

    Untuk dokumentasi agar dapat digunakan sebagai bahan

    perbandingan dalam melaksanakan penelitian selanjutnya.

  • 7

    E. Keaslian Penelitian

    Penelitian Bolin et al (2013) yang berjudul Hyperemesis

    Gravidarum and Risk Of Placental Dysfunction Disorder: a Population-

    Based Cohort Study menyatakan bahwa ada hubungan antara

    hyperemesis gravidarum dengan kerusakan fungsi plasenta pada ibu

    preeklampsia.

    Perbedaan penelitian Bolin dengan penelitian ini adalah jenis penelitian,

    jumlah sampel, variabel penelitian dan lokasi penelitian. Jenis penelitian

    Bolin et al (2013) adalah kohor, jumlah sampel sebanyak 1.150.050

    responden, variabel penelitian adalah riwayat hiperemesis gravidarum,

    kerusakan, plasenta, preeklampsia, lokasi penelitian di Swedia. Pada

    penelitian ini, jenis penelitian adalah kasus kontrol sedangkan penelitian

    Bolin adalah kohor, jumlah sampel sebanyak 33 responden, variable

    penelitian adalah hiperemesis gravidarum dan preeklampsia, lokasi

    penelitian di Rumah Sakit Dewi Sartika Kendari.

  • 8

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Tinjauan tentang Preeklampsia

    1. Pengertian Preeklampsia.

    Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi,

    edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini

    umumnya terjadi dalam triwulan. ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi

    sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Saifuddin, 2012).

    Preeklamsia adalah kumpulan gejala penyakit yang terdiri dari trias HPE

    atau disebut dengan hipertensi, proteinuria dan edema. Preeklamsia

    adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria atau edema setelah umur

    kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan (Saifuddin, 2012).

    2. Etiologi

    Penyebab pre-eklampsi sampai sekarang belum diketahui. Telah

    banyak teori yang mencoba menerangkan sebab-musabab penyakit

    tersebut, tetapi tidak ada yang memberi jawaban yang memuaskan. Ada

    teori yang menyebutkan tentang penyebab pre-eklamsia yaitu iskemia

    plasenta. Akan tetapi, dengan teori ini tidak dapat diterangkan semua hal

    yang berkaitan dengan penyakit itu (Saifuddin, 2012).

    8

  • 9

    3. Gejala-gejala pre-eklampsia

    Pre-eklamsia digolongkan preeklampsia ringan dan pre-eklamsia

    berat dan gejala serta tanda sebagai berikut (Saifuddin, 2012):

    a. Pre-eklamsia ringan.

    1). Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mm Hg dengan

    interval pemeriksaan 6 Jam.

    2). Tekanan darah diastole 90 atau kenaikan 15 mm Hg dengan

    interval periksaan jam.

    3). Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam satu minggu.

    4). Proteinuria (protein dalam urin) 0,3 gr setelah kehamilan 20

    minggu dimana partikel protein yang padat ditemukan dalam urin

    sesudah urin dididihkan, sebagai akibat dari kerusakan yang

    sebenarnya pada ginjal, proteinuria merupakan tanda bahwa

    peristiwa preeklamsia tersebut serius.

    5). Edema pada wajah, tangan (menggunakan cincin yang terlalu

    ketat).

    b. Pre-eklamsia berat

    Sakit kepala, pandangan kabur, tidak dapat melihat cahaya

    yang terang, Kelelahan, mual/muntah, Sedikit buang air kecil (BAK), Sakit

    di perut bagian kanan atas, napas pendek dan cenderung mudah cedera.

  • 10

    4. Patofisiologi

    Menurut (Saifuddin, 2012) perubahan pokok yang didapatkan

    pada pre-eklamsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan

    retensi garam dan air. spasmus yang hebat terjadi pada arteri

    glomerolus,kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan

    penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum

    diketahui sebabnya, telah diketahui bahwa pada pre-eklamsia dijumpai

    kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari

    pada kehamilan yang normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan

    volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.pada pre-eklamsia,

    permiabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat. Selain itu,

    perubahan fisiologi juga terjadi pada (Saifuddin, 2012) :

    1) Plasenta dan uterus

    Menurunnya darah keplasenta mengakibatkan gangguan fungsi

    plasenta, kenaikan tonus uterus dan kepekaan terhadap

    perangsangan sering didapat kan pada pre-eklamsia dan eklamsia

    sehingga mudah terjadi partus prematurus.

    2) Ginjal

    Perubahan pada ginjal disebabkan aliran darah pada ginjal menurun,

    sehingga menyebabkan filtrasi glomeurus mengurang. Kelainan pada

  • 11

    ginjal yang penting ialah dalam hubungan dengan proteinuria dan

    mungkin sekali juga dengan retensi garam dan air.

    3) Retina

    Tampak edema retina, spasmus setempat/menyeluruh pada

    satu/beberapa arteri, jarang terlihat perdarahan/eksudat.

    4) Paru-paru

    Terjadi edema paru-paru yang disebabkan oleh dekompensasio

    kordis kiri.

    5) Metabolisme air dan elektrolit

    Terjadi hemokonsentrasi yang menyertai pre-eklamsia.terjadi

    pergeseran cairan dari ruang intra vaskuler ke ruang interstisial yang

    diikuti oleh kenaikan hematokrit, peningkatan protein serum, dan

    sering bertambahnya edema, menyebabkan volume darah berkurang,

    fiskositet darah meningkat, waktu peredaran darah tepi lebih lama.

    jumlah air dan natrium dalam badan lebih banyak pada penderita

    pre- eklamsia.

    5. Diagnosis

    Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2

    dari trias tanda utama yaitu hipertensi, edema dan proteinuria. Hal ini

    berguna untuk kepentingan statistik, akan tetapi dapat merugikan

  • 12

    penderita karena tiap tanda dapat merupakan bahaya kematian. Adanya

    sesuatu tanda harus menimbulkan kewaspadaan, apalagi oleh karena

    cepat tidaknya penyakit meningkat tidak dapat diramalkan, dan bila

    eklampsia terjadi, maka prognosis bagi ibu maupun janin menjadi jauh

    lebih buruk. Tiap kasus pre-eklampsia oleh sebab itu harus ditangani

    dengan sungguh-sungguh diagnosis deferensial antara preeklamsia

    dengan hipertensi menahun atau penyakit ginjal tidak jarang

    menimbulkan kesukaran.pada hipertesi menahun adanya tekanan darah

    yang meninggi sebelum hamil dan kehamilan muda (Saifuddin, 2012).

    6. Klasifikasi Pre-eklampsia

    Pre-eklampsia digolongkan dalam pre-eklampsia ringan dan pre-

    eklampsia berat dengan gejala dan tanda (Saifuddin, 2012) sebagai

    berikut:

    1) Pre-eklampsia ringan

    a) Tekanan darah sistolik 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan

    interval pemeriksaan 6 jam.

    b) Tekanan darah diastolik 90 atau kenaikan 15 mmHg dengan

    interval pemeriksaan 6 jam.

    c) Kenaikan berat badan 1 kg atau lebih dalam seminggu.

    d) Edema umum, kaki, jari tangan dan muka.

  • 13

    e) Proteinuria 0,3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1 sampai 2

    pada urin kateter atau urin aliran pertengahan.

    2) Pre-eklampsia berat

    Diagnosa PEB ditegakkan apabila pada kehamilan >20 minggu

    didapatkan satu/lebih gejala/tanda di bawah ini:

    a) Tekanan darah 160/110 mmHg Ibu hamil dalam keadaan relaksasi

    (pengukuran tekanan darah minimal setelah istirahat 10 menit).

    b) Ibu hamil tidak dalam keadaan his.

    c) Oigouria, urin kurang dari 500 cc/24 jam.

    d) Poteinuria 5 gr/liter atau lebih atau 4+ pada pemeriksaan secara

    kuantitatif.

    e) Terdapat edema paru dan sianosis.

    f) Gangguan visus dan serebral.

    g) Keluhan subjektif Nyeri epigastrium.

    h) Gangguan penglihatan Nyeri kepala.

    i) Gangguan pertumbuhan janin intrauteri.

    j) Pemeriksaan trombosit.

  • 14

    7. Pencegahan kejadian Pre-eklampsia

    Preeklampsia merupakan komplikasi kehamilan yang berkelanjutan

    dengan penyebab yang sama. Oleh karena itu, pencegahan atau

    diagnosis dini dapat mengurangi kejadian dan menurunkan angka

    kesakitan dan kematian. Untuk mencegah kejadian pre eklampsia ringan

    dapat dilakukan nasehat tentang dan berkaitan dengan (Saifuddin,

    2012):

    a) Diet-makanan

    Makanan tinggi protein, tinggi karbohidrat, cukup vitamin dan rendah

    lemak. Kurangi garam apabila berat badan bertambah atau edema.

    Makanan berorientasi pada empat sehat lima sempurna. Untuk

    meningkatkan jumlah protein dengan tambahan satu butir telur setiap

    hari.

    b) Cukup istirahat

    Istirahat yang cukup pada saat hamil semakin tua dalam arti bekerja

    seperlunya disesuaikan dengan kemampuan. Lebih banyak duduk atau

    berbaring kearah kiri sehingga aliran darah menuju plasenta tidak

    mengalami gangguan.

    c) Pengawasan antenatal

    Bila terjadi perubahan perasaan dan gerak janin dalam rahim segera

    datang ke tempat pemeriksaan. Keadaan yang memerlukan perhatian:

  • 15

    1) Uji kemungkinan Pre eklampsia: (1) Pemeriksaan tekanan darah

    atau kenaikannya. (2) Pemeriksaan tinggi fundus uteri (3)

    Pemeriksaan kenaikan berat badan atau edema. (4) Pemeriksaan

    protein dalam urin. (5) Kalau mungkin dilakukan pemeriksaan

    fungsi ginjal, fungsi hati, gambaran darah umum dan pemeriksaan

    retina mata.

    2) Penilaian kondisi janin dalam rahim. (1) Pemantauan tinggi fundus

    uteri. (2) Pemeriksaan janin: gerakan janin dalam rahim, denyut

    jantung janin, pemantauan air ketuban.

    8. Penatalaksanaan

    Untuk penatalaksanaan pre-eklamsia tergantung dengan pre-

    eklamsia ringan dan pre-eklamsia berat sebagai berikut:

    1) Pre-eklamsia ringan ada 2 cara yaitu:

    a) Dengan rawat jalan dilakukan dengan banyak tirah baring, diet

    cukup protein rendah karbohidrat lemak dan garam, sedative ringan

    yaitu diberikan tablet phenobarbital 3x30 mg/deazepam 3x2 mg per

    oral selama 7 hari, roborantia, kunjungan ulang setiap 1 minggu

    sekali, pemeriksaan laboratorium.

    b) preeklamsia ringan dengan rawat inap, setelah 2 minggu

    pengobatan rawat jalan tidak menunjukan adanya perbaikan dari

  • 16

    gejala preeklamsia meliputi kenaikan berat badan ibu naik 1

    kg/lebih per minggu selama 2 minggu berturut-turut (2 minggu).

    2) Pre-eklampsia berat

    Dilihat dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-

    gejala preeklamsia berat selama perawatan maka perawatan dibagi

    menjadi:

    a) perawatan aktif yaitu kehamilannya harus segera diakhiri dimana

    ada beberapa indikasi:

    (1) Dari ibu antara lain usia kehamilan 37 minggu atau lebih,

    adanya tanda dan gejala impending eklamsia, kegagalan

    konservatif yaitu setelah 6 jam pengobatan medikasi terjadi

    kenaikan desakan darah atau setelah 24 jam setelah perawatan

    medisinal.

    (2) Dari janin antara lain adanya tanda IUGR, hasil fetal assesment

    jelek (NST&USG).

    b) Perawatan konservatif yaitu kehamilan tetap dipertahankan

    ditambah pengobatan medisinal dengan indikasi bila kehamilan

    preaterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda inpending

    eklamsia dengan keadaan janin baik.

  • 17

    (1) MgSO4 tidak diberikan intravenous cukup hanya intramuskuler

    dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong

    kanan.

    (2) Pengobatan obstetri selama perawatan konservatif yaitu dengan

    observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif hanya disini

    tidak dilakukan terminasi/pengakiran kehamilan, MgSO4

    dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda preeklamsia ringan

    selambat-lambatnya 24 jam, bila setelah 24 jam tidak ada

    perubahan maka pengobatan medisial dianggap gagal dan harus

    terminasi, bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka

    diberi lebih dahuluMgSO4 20% 2 gram intravenios (Saifuddin,

    2012).

    B. Tinjauan tentang Hiperemesis Gravidarum

    1. Pengertian

    Williams (2014) menyatakan bahwa mual dan muntah merupakan

    keluhan yang paling sering selama paruh pertama kehamilan yang dimulai

    antara terlambat haid dan berlanjut sampai usia kehamilan 14 minggu,

    biasanya terjadi pada pagi hari, tetapi mungkin berlanjut sepanjang

    hari. Mual muntah ini termasuk sebagai tanda dugaan hamil yang

    terjadi pada awal kehamilan (Manuaba, 2011). Kebanyakan mual-mual

    terjadi pada pagi hari, sehingga dinamakan pusing pagi, tetapi mungkin

  • 18

    saja terjadi kapanpun. Mual-mual di pagi hari lebih umum daripada di

    saat yang lain, karena perut mengandung kumpulan asam lambung

    yang diendapkan pada malam hari (Jones, 2015).

    Hiperemesis gravidarum diartikan sebagai gejala mual dan muntah

    yang berlebihan yang berat, dapat berlangsung sampai dengan umur

    kehamilan 4 bulan sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan

    keadaan umum menjadi buruk (Saifuddin, 2012). Sindrom hiperemesis ini

    juga dapat didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat pada

    wanita hamil sehingga menyebabkan penurunan berat badan,

    dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam

    hidroklorida dalam muntahan, hipokalemia. Hiperemesis gravidraum

    (vomitus yang merusak kehamilan) dapat juga diartikan sebagai mual dan

    muntah yang berkembang sehingga mengganggu aktifitas sehari-hari dan

    keadaaan umum menjadi buruk, seperti dehidrasi dan penurunan berat

    badan (Williams, 2014).

    2. Gejala klinik hiperemesis gravidarum

    Gambaran gejala hiperemesis gravidarum secara klinis dapat

    dibagi menjadi tiga tingkat yaitu: (1) hiperemesis gravidarum tingkat

    pertama, dengan gejala muntah berlangsung terus, makan berkurang,

    berat badan menurun, kulit dehidrasi, tonus kulit lemah, nyeri daerah

    epigastrium, tekanan darah menurun dan nadi meningkat, lidah kering,

    mata nampak cekung; (2) hiperemesis gravidarum tingkat dua,

  • 19

    gejalanya penderita tampak lebih lemah, gejala dehidrasi makin nampak,

    mata cekung, turgor kulit makin kurang, lidah kering dan kotor, tekanan

    darah turun dan nadi meningkat, berat badan makin menurun, mata

    ikterik, gejala hemokonsentrasi makin nampak, urine berkurang, badan

    aseton dalam urine meningkat, terjadinya gangguan buang air besar,

    mulai tampak gejala gangguan kesadaran (menjadi apatis), nafas berbau

    aseton; (3) hiperemesis gravidarum tingkat tiga, ditandai dengan gejala

    muntah berkurang, keadaan umum semakin menurun, tekanan darah

    turun, nadi meningkat, suhu naik, keadaan dehidrasi semakin jelas,

    gangguan faal hati terjadi dengan manifestasi ikterus, gangguan

    kesadaran umum dalam bentuk, samnolen sampai koma, komplikasi

    susunan saraf pusat (enselofati Wernicke), nistagmus-perubahan ke arah

    bola mata, diplopia-gambar tampak ganda dan perubahan mental

    (Manuaba, 2011).

    Penurunan nafsu badan yang dirasakan oleh wanita yang

    mengalami hiperemesis gravidarum berkaitan dengan peningkatan kadar

    hormon pada arena posterma, suatu organ circumventricular pada bagian

    dasar ventricle keempat yang terlatak di luar penghalang otak darah

    (blood-brain barrier) (Whitehead et al., 1992 dalam Wesson, 2012).

    Area ini biasa dikenal sebagai zona pemicu chemoreceptor

    (chemoreceptor trigger zone), yang tidak hanya mencakup muntah, tetapi

    juga perubahan selera makan, efek hilangnya selera makan (anorexic),

  • 20

    keseimbangan energi dan fungsi-fungsi lainnya (Borison, 1989 dalam

    Wesson, 2012).

    Pada minggu-minggu kehamilan pertama pada sebagian wanita

    hamil merasakan seperti memakan logam yang sudah lama, rasa ini akan

    merusak rasa makanan dan mengganggu bagi wanita yang mengalami

    gejala mual muntah sedang sampai berat (O’Brien & Naber, 1995

    dalam Wesson, 2012). Salah satu partisipan dari penelitian yang

    dilakukan oleh O’Brien & Zhou (1992, dalam Wesson, 2012)

    menyatakan bahwa ia merasa seperti mendapatkan rasa logam yang

    benar-benar ada dalam mulutnya dan tidak bisa hilang sehingga bahkan

    membuat minum air menjadi sangat tidak menyenangkan.

    Ptyalisme, atau air liur yang berlebih sering menyertai hiperemesis

    gravidarum dan beberapa wanita membutuhkan tempat untuk

    menampung air liur tersebut (Gardner, 2014). Ptyialisme (kelebihan ludah)

    pada ibu hamil terjadi sejak usia gestasi 8 minggu dan biasanya

    disebabkan oleh hormon kehamilan (Bennet & Brown, 2009). Saifuddin

    (2012) menyatakan bahwa ptyalisme terjadi karena ketidaksanggupan

    wanita tersebut menelan air ludahnya sebagai akibat dari mual. Pada awal

    kehamilan, tubuh akan memproduksi sejumlah progesteron dan estrogen

    yang cenderung melemaskan semua jaringan otot halus di seluruh tubuh,

    termasuk saluran pencernaan.

  • 21

    Akibatnya kadang-kadang makanan berjalan lambat di dalam

    sistem pencernaan, sehingga perut terasa kembung dan panas. Rasa

    panas di perut akibat melemasnya cincin otot yang memisahkan

    kerongkongan dengan lambung. Akibatnya, makanan dan cairan yang

    keras serta asam dapat masuk ke kerongkongan dari lambung. Asam

    lambung ini merangsang dinding kerongkongan yang peka sehingga

    menyebabkan rasa panas. Untuk menghindarinya usahakan makan

    sedikit- sedikit tapi sering. Hindari posisi membungkuk dengan

    melekukkan pinggang (O’Brien & Naber 1992, dalam Tiran 2008).

    Kaltenbach (1891, dalam Wesson, 2012) menyatakan bahwa para

    wanita yang mengalami penyakit kehamilan tingkat berat, yaitu

    hiperemeses gravidarum, secara tidak wajar dan secara simbolik

    mengalami atau mengungkapkan perasaan benci mereka terhadap

    kehamilan dan kebencian terhadap suami dan bayi yang dikandung dan

    menganggapnya sebagai suatu emosi yang kuat. Hal ini terjadi karena

    pergolakan hormon, hampir semua wanita hamil secara emosional labil

    dan cenderung goyah (Stoppard, 2007).

    Williams (2014) menyatakan bahwa pada awal kehamilan,

    sebagian besar wanita mengeluh kelelahan dan ingin tidur terus menerus.

    Keadaan ini biasanya mereda dengan sendirinya pada bulan keempat

    kehamilan dan tidak memiliki makna tertentu. Hal ini mungkin disebabkan

    oleh efek mengantuk yang ditimbulkan oleh progesterone. Wesson (2012)

  • 22

    menyatakan bahwa wanita yang megalami tingkat lelah yang paling tinggi

    adalah wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum.

    3. Diagnosa Hiperemesis Gravidarum

    Hiperemesis gravidarum didiagnosa bila kondisi seorang ibu benar-

    benar serius dengan mual dan muntah yang menetap pada awal

    kehamilan sehingga ibu hamil tesebut kehilangan berat badan dan

    mennderita karena simptom penyakit ini sehingga alternatif terakhir harus

    dibawa ke rumah sakit untuk diagnosa dan penatalaksanaan simptom ini

    (Wesson, 2012). Ciri-ciri hiperemesis gravidarum adalah: dari

    anamnesis awal didapatkan amenore, tanda kehamilan muda, dan

    muntah secara terus-menerus. Pada pemeriksaan fisik ditemukan

    keadaan pasien lemah, apatis, sampai koma, nadi meningkat sampai

    100 kali per menit, suhu meningkat, tekanan darah turun, atau ada tanda

    dehidrasi. Pada pemeriksaan elektrolit darah ditemukan kadar natrium

    dan klorida turun. Pada pemeriksaan kadar urine, kadar klorida turun dan

    dapat ditemukan keton (Mansjoer dkk, 2011).

    4. Etiologi

    Penyebab hipermesis gravidarum sampai saat ini belum diketahui

    secara pasti. Tidak ada bukti bahwa penyakit ini disebabkan faktor

    toksik, juga tidak ditemukan kelainan biokimia (Saifuddin, 2012).

    Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain adalah faktor predisposisi

    yang sering dikemukakan adalah primigravida, mola hidatidosa, dan

  • 23

    kehamilan ganda. Frekuensi yang tinggi pada mola hidatidosa dan

    kehamilan ganda menimbulkan dugaan bahwa faktor hormon memegang

    peranan, karena pada kedua keadaan tersebut hormon Chorionik

    gonadotropin dibentuk berlebihan. Hiperemsis gravidarum tampaknya

    berkaitan dengan kadar hCG yang tinggi atau meningkat pesat (Goodwin,

    et al., 1994; Van de Ven, 1997, dalam Williams, 2014). Penyakit

    hiperemesis gravidarum ini mungin juga disebabkan oleh kadar

    hormon estrogen yang meningkat (Wiknjosastro, 2012).

    Estrogen dan progesteron telah lama terlibat dalam etiologi mual

    dan mutah, meskipun teori ini tidak sepenuhnya sesuai dengan insidensi

    gejala di trimester pertama pada sebagian besar wanita, karena kadar

    hormon ini terus meningkat setelah melewati trimester pertama (Tiran,

    2008). Faktor predisposisi lain untuk hiperemesis gravidarum adalah

    keletihan, janin wanita, ulcus pepticum, mual dan muntah di kehamilan

    sebelumnya, penggunaan pil kontrasepsi saat prakonsepsi, mual

    pramenstruasi, merokok, stress, cemas, dan takut, masalah sosio-

    ekonomi, kesulitan dalam membina hubungan, dan wanita yang memiliki

    keluarga atau ibu yang mengalami mual dan muntah saat hamil (Tiran,

    2008).

    Hiperemesis gravidraum juga ditemukan pada wanita yang

    memiliki riwayat kehamilan yang jelek, memiliki bayi dengan jenis kelamin

    yang tidak diinginkan, kehamilan yang tidak diinginkan, atau kakhawatiran

    akan kehilangan pekerjaan (Bennet & Brown, 2014). Hubungan psikologik

  • 24

    dengan hiperemesis gravidarum belum diketahui dengan pasti, tidak

    jarang dengan memberikan suasana baru dapat membatu ibu

    mengurangi frekuensi mual dan muntah (Saifuddin, 2012). Frigo, et al.

    (1998, dalam Williams, 2014) mengungkapkan adanya keterkaitan

    terhadap Helicobacter pylori (penyebab ulkus peptikum) dengan

    hiperemesis gravidarum.

    Hayakawa, et al. (2000, dalam Tiran, 2013) menemukan adanya

    ganom Helicobacter pylori dalam saliva wanita yang mengalami

    hiperemesis gravidarum dan menyatakan bahwa infeksi Helicobacter

    pylori merupakan faktor penting dalam patogenesis hiperemesis

    gravidarum, meskipun bukan penyebab tunggal dari penyakit ini.

    Masuknya vili khorialis dalam sirkuasi maternal dan perubahan

    metabolik akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu

    terhadap perubahan ini merupakan faktor organik. Alergi merupakan

    respons dari jaringan ibu terhadap anak juga disebut sebagai salah satu

    faktor organik penyebab hiperemesis gravidarum (Saifuddin, 2012).

    Komplikasi kehamilan yang paling sering disertai dengan gangguan

    psikologis adalah hiperemesis gravidarum (Saifuddin, 2012). Faktor

    psikologik juga merupakan faktor predisposisi dari penyakit ini, rumah

    tangga yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan

    persalinan, takut pada tanggung jawab menjadi ibu, dapat menyebabkan

    konflik mental yang memperberat mual dan muntah sebagai ekspresi

  • 25

    tidak sadar terhadap keengganan menjadi hamil atau sebagai pelarian

    kesukaran hidup (Saifuddin, 2012).

    Saifuddin (2012) berpendapat bahwa muntah-muntah yang

    berlebihan merupakan komponen reaksi psikologik terhadap situasi

    tertentu dengan kehidupan wanita. Tanpa itu biasanya wanita hamil muda

    hanya akan menderita rasa mual dan muntah sedikit-sedikit (emesis

    gravidarum). Faktor psikologi yang signifikan terindikasi yaitu wanita yang

    terpisah dari keluarganya, dengan symptom dari hiperemesis yang

    mereka alami berkurang ketika kembali ke lingkungan keluarganya

    (Smith, et al., 2015). Kehamilan yang tidak diinginkan atau tidak

    direncanakan atau karena beban pekerjaan atau financial akan

    menyebabkan penderitaan batin, ambivelensi dan konflik yang dapat

    menyebabkan mual dan muntah dalam kehamilan atau memperparah

    gejala yang sudah ada. Kecemasan berdasarkan pengalaman kehamilan

    sebelumnya, terutama akan datangnya hiperemesis gravidarum atau

    preeclampsia, dapat memperburuk rasa sejahtera (Tiran, 2008). Faktor

    fisiologi yang menyebabkan muntah antara lain perubahan karbohidrat

    dan metabolism lemak, situasi korpus luteum, faktor genetic, adaptasi

    saluran gastrointestimal, faktor imunologis, dampak pada kemampuan

    mencium atau melihat, migren dan sakit kepala, distensi, trauma atau

    infeksi uterus, kandung kemih atau pelvis ginjal, dan gangguan apparatus

    vestibular (Tiran, 2008).

  • 26

    5. Patofisiologi

    Muntah diawali dengan stimilasi pusat muntah di medulla

    oblongata yang mengendalikan otot polos dalam dinding lambung dan

    otot skeletal di abdomen serta system pernapasan, dan zona pemicu

    kemoreseptoe di dasar ventrikel keempat, di dekat nervus vagus. Adanya

    stimulus dalam zona pemicu kemoreseptor dihantarkan ke pusat muntah

    yang menyebabkan otot dalam saluran gastrointestinal dan pernapasan

    memulai terjadinya muntah. (Tiran, 2013). O’Brient, et al. (1997 dalam

    Tiran 2013) juga menyebutkan bahwa efek pada apparatus vestibular,

    seperti yang terjadi pada mual dan muntah juga memiliki peran dalam

    hiperemesis gravidarum dengan banyak wanita melaporkan bahwa

    setiap stimulasi sensori terutama gerakan, dapat mencetuskan

    muntah.

    6. Dampak hiperemesis gravidarum bagi janin

    Mual muntah ringan pada awal kehamilan tidak berbahaya bagi

    janin. Me n u ru t Williams (2014) menyebutkan bahwa mual muntah

    merupakan perlindungan untuk embrio yang masih muda. Dengan

    wanita merasa mual setiap melihat, mencium, atau merasakan

    makanan yang mungkin berpotensi mempengaruhi janin, akan

    menyebabkan wanita tersebut muntah dan makanan tersebut dikeluarkan

    (Tiran, 2013). Zhou, et al. (1999, dalam Tiran, 2013) mengemukakan jika

    muntah yang berat terjadi pada awal kehamilan, kemungkinan muntah

  • 27

    akan berlangsung lama dibandingkan dengan mual yang tidak disertai

    dengan muntah, dan tampak berhubungan dengan berat badan bayi lahir

    rendah (BBLR).

    Wanita yang mengalami hiperemesis gravidarum berat, dengan

    penurunan berat badan lebih dari 7 kg, memiliki kemungkinan mengalami

    keguguran, kelahiran bayi preterm, kelahiran mati, pertumbuhan

    terhambat, apgar score menit ke-5 kurang dari 7 dan kematian ibu

    (Ogunyemi, 2014; Quinlan & Hill, 2013).

    7. Dampak hiperemesis gravidarum bagi ibu

    Hiperemesis gravidarum yang berat dapat membahayakan ibu.

    Sebelum terapi infus ditemukan, hiperemesis merupakan faktor utama

    kematian ibu (Gardner, 2014). Hyperemesis gravidarum merupakan

    kondisi parah mual dan muntah yang terkait dengan 0,3% -2% dari

    semua kehamilan dan dapat mengakibatkan kehilangan 5% dari berat

    badan sebelum hamil, ketonuria, ketidakseimbangan asam basa,

    dehidrasi, seringkali memerlukan rawat inap bahkan kematian (Ogunyemi,

    2014). Penurunan barat badan terjadi karena tubuh kekurangan cairan

    tubuh (dehidrasi) dan tubuh tidak memiliki cukup nutrisi untuk

    menjalankan fungsinya dengan baik. Jika keadaan ini terus berlanjut dan

    tidak diatasi dengan akan berdampak buruk pada ibu dan bayi

    (MacGibbon, 2008). Hiperemesis gravidarum dapat menyebabkan

    cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi.

  • 28

    Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena

    muntah menyebabkan dehidrasi, sehingga menyebabkan tubuh penderita

    lemas.

    Mual dan muntah pada awal kehamilan berhubungan dengan

    penurunan berat badan dan berpengaruh pada psikologi penderitanya.

    Lebih dari 60% wanita yang menderita hiperemesis gravidarum

    mengalami depresi (Sheehan, 2013). Hiperemesis memberikan dampak

    buruk pada keadaan umum penderitanya. salah satunya adalah

    muntah bercampur darah. Hal ini disebabkan oleh pecahnya pembuluh

    darah kapiler pada lambung dan esophagus (Manuaba, 2011).

    Bahaya lain yang mungkin terjadi pada ibu karena komplikasi dari

    hiperemesis gravidarum adalah hati; degenerasi lemak tanpa nekrosis,

    jantung; lebih kecil dari biasanya dan beratnya atrofi, kadang ditemukan

    perdarahan sub endokardial, otak; ada kalanya terdapat bercak-bercak

    perdarahan pada otak dan kelainan enselofati Wernicke (dilatasi kapiler

    dan perdarahan kecil-kecil di daerah korpora mamilaria ventikel ketiga

    dan keempat), ginjal; tampak pucat dan degenerasi lemak dapat

    ditemukan pada tubuli kontorti (Saifuddin, 2012).

    8. Penatalaksanaan hiperemesis gravidarum

    Jarang ada terapi untuk mual dan muntah pada kehamilan yang

    menyebabkan calon ibu benar-benar terbebas dari keluhan mual dan

  • 29

    muntah ini (Williams, 2014). Secara keseluruhan penatalaksanaan untuk

    hiperemesis gravidarum harus tergantung pada angka kesakitan yang

    dirasakan ibu, pengaruh yang kuat pada kualitas kehidupan seorang

    wanita dan aman bagi bayi. Penatalaksanaan dimulai dari perubahan pola

    makan dan pola hidup sampai penggunaan supplement vitamin, terapi

    antiemetic, sampai pada hospitalisasi. Penatalaksaan umum dimulai dari

    intervensi nonfarmakologi, terapi obat- obatan diperlukan jika mual dan

    muntah tidak dapat diatasi. Pertimbangan yang ada yaitu dengan

    pendekatan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi, petugas

    kesehatan harus mengerti bahwa penatalaksanaan yang adekuat dengan

    menggabungkan terapi nonfarmakologi dan terapi farmakologi (Smith, et

    al., 2015).

    1). Terapi nonfarmakologi

    a) Pengobatan psikologis

    Pendekatan psikologik sangat penting dalam pengobatan

    hiperemsis gravidarum. Bantuan moral dengan meyakinkan wanita bahwa

    gejala-gejala yang terjadi wajar dalam kehamilan muda dan akan hilang

    dengan sendirinya menjelang kehamilan 4 bulan sangat penting artinya

    (Saifuddin, 2012). Kasus-kasus yang berat perlu dirawat dan ditempatkan

    di dalam kamar isolasi. Dengan demikian wanita yang bersangkutan

    dibebaskan dari lingkungan yang mungkin menjadi sumber kecemasan

    baginya. Memang suatu kenyataan bahwa gejala-gejala yang dialami

  • 30

    mulai berkurang, bahkan kadang-kadang penderita sudah tidak

    muntah lagi sebelum terapi dimulai, atau sebelum pengaruh terapi dapat

    diharapkan (Saifuddin, 2012).

    Ketika dirawat dan dilakukan isolai, petugas dapat

    memberikan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang berbagai

    masalah berkaitan dengan kehamilan untuk mengurangi stress yang

    dialami ibu (Manuaba, 2011). Konsultasi pada psikiater juga terkadang

    diperlukan bila ibu mengalami depresi, dicurigai mengalami kekerasan

    dalam rumah tangga, atau memiliki penyakit jiwa (Quinlan & Hill, 2013).

    Penderita hiperemesis gravidarum harus didukung secara psikologis,

    termasuk penentaraman hati, mungkin konseling keluarga dan individu,

    dan mengurangi pekerjaan harian dan rangsangan lingkungan (Mesics,

    2008).

    b) Makan porsi kecil tapi sering

    Keluhan mual dan muntah ini dapat diminimalisasi dengan

    makan porsi kecil tapi sering dan berhenti sebelum kenyang dan

    menghindari makanan yang mungkin akan memicu atau memperparah

    gejala (Williams, 2014). Rekomendasi umum yang dapat dipilih adalah

    makan makanan lunak dan manis, tinggi karbohidrat, rendah lemak,

    menghindari makanan berbau menyengat, dan tidak mengkonsumsi

    tablet besi (Mesics, 2008). Mesics (2008) juga merekomendasikan

    makan dalam porsi kecil tapi sering setiap 2 sampai 3 jam, minum

  • 31

    minuman mengandung gas diantara makanan lebih baik daripada dengan

    makanan untuk menghindari distensi lambung: makan rendah lemak,

    tinggi protein, menghindari makanan berminyak dan makanan asin untuk

    rasa.

    c) Perubahan tingkah laku

    Perubahan tingkah laku yang direkomendasikan untuk pasien yang

    menderita hiperemesis gravidarum yaitu untuk meningkatkan waktu

    istirahat, jalan-jalan mencari udara segar, menghindari gerak yang tiba-

    tiba, menghindari menggosok gigi segera setelah makan, dan berdiri

    sesaat setelah makan akan mengurangi muntah (Mesics, 2008).

    Menghindari bau sangat penting dilakukan. Terlalu sensitif terhadap bau

    terjadi pada kehamilan, kemungkinan karena peningkatan hormon

    estrogen. Bau yang menusuk hidung umumnya adalah bau makanan tapi

    kadang-kadang juga bau parfum atau bahan kimia. Meminimalkan bau

    dan peningkatan udara segar adalah kunci untuk menghindari mual

    (Mesics, 2008).

    d) Penggunaan akupresure dan jahe

    Murphy dan Chez (2000, dalam Williams, 2014) mengkaji terapi-

    terapi alternatif antara lain penggunaan akupuntur pada titik P6 dan

    bubuk jahe yang diberikan 250 mg 3-4 kali sehari. Smith, et al. (2015)

    juga menyatakan terapi alternatif yang biasa digunakan adalah

    penggunaan jahe, peppermint, dan daun raspberry. Jahe memiliki

  • 32

    keuntungan sebagai sebuah terapi alternatif untuk penatalaksanaan

    variasi mual dan muntah dalam kehamilan. Dosis yang biasa digunakan

    untuk jahe adalah 1-2 gr/hari peroral 3-4 dibagi perdosis selama 3

    minggu.

    e) Pemijatan

    Terapi pemijatan juga berperan untuk meningkatkan serotonin dan

    dopamine dan menurunkan kadar kortisol, dapat membantu secara

    umum untuk relaksasi dan penurunan stress. Pemijatan taktil dengan

    lembut, lambat dapat dilakukan pada tangan dan kaki atau pada seluruh

    tubuh (Mesics, 2008). Mesics (2008) juga menyebutkan bahwa pemijatan

    taktil dapat membantu untuk meningkatkan relaksasi, melapangkan

    pikiran dan memberikan pemikiran kepada ibu bahwa tubuhnya

    dapat berfungsi kembali.

    Pemijatan taktil merupakan terapi alternatif dan saling melengkapi

    untuk hiperemesis gravidarum. Smith, et al. (2006) menyatakan bahwa

    ada alternatif pengobatan lain yang dapat digunakan untuk pengobatan

    hiperemesis gravidarum. Tetapi walaupun terapi dan produk alternatif

    sering diuraikan sebagai “yang alami”, kemujaraban dan keamanan

    produk tidak diatur oleh FDA. Herbal dan zat kimia lebih sering

    dipertimbangkan lebih aman untuk umum, walaupun demikian,

    kepercayaan bukanlah dasar yang ilmiah. Wanita memilih produk

    herbal yang tidak mepunyai catatan keamanan yang tersedia pada

  • 33

    resep yang ada, mungkin karena kesalahan kepercayaan bahwa alami

    adalah sama dengan aman.

    C. Tinjauan tentang Kehamilan

    1. Pengertian Kehamilan

    Kehamilan adalah masa dimulainya konsepsi sampai lahirnya

    janin (Saifuddin, 2012). Faktor psikologis yang mempengaruhi kehamilan

    terdiri dari (Maulana, 2008): stres, dukungan keluarga, faktor lingkungan

    sosial, budaya dan ekonomi.

    2. Tanda dan Gejala Kehamilan

    1) Tanda presumtif

    Menurut Saifuddin (2012), tanda-tanda kehamilan antara lain:

    a) Amenorrhoea

    Gejala pertama kehamilan ialah haid tidak datang pada

    tanggal yang diharapkan. Bila seorang wanita memiliki siklus

    haid teratur dan mendadak berhenti, ada kemungkinan hamil.

    Tetapi meskipun demikian sebaiknya ditunggu selama 10 hari

    sebelum memeriksakan diri ke dokter. Karena sebelum masa

    itu sulit untuk memastikan adanya kehamilan. Haid yang

    terlambat pada wanita berusia 16-40 tahun, pada umumnya

    memang akibat adanya kehamilan.

  • 34

    Kehamilan bukanlah satu-satunya penyebab

    keterlambatan haid. Haid dapat tertunda oleh tekanan emosi,

    beberapa penyakit tertentu, dan juga akibat makan obat-obat

    tertentu. Selain kehamilan, penurunan berat badan dan tekanan

    emosi juga sering menjadi penyebab keterlambatan haid pada

    wanita yang semula mempunyai siklus normal.

    b) Perubahan pada payudara

    Banyak wanita merasakan payudara memadat ketika

    menjelang haid. Bila terjadi kehamilan, gejala pemadatan

    bersifat menetap dan semakin bertambah. Payudara menjadi

    lebih padat, kencang dan lebih lembut, juga dapat disertai rasa

    berdenyut dan kesemutan pada putting susu. Perubahan diatas

    disebabkan oleh tekanan kelamin wanita, estrogen dan

    progesterone yang dihasilkan oleh uri (plasenta).

    Hormon-hormon ini menyebabkan saluran dan kantong

    kelenjar susu membesar, dan tertimbun lemak di daerah

    payudara. Rasa kesemutan dan berdenyut disebabkan oleh

    bertambahnya aliran darah yang mengaliri payudara.

    c) Mual dan muntah (Emesis Gravidarum)

    Kira-kira separuh dari wanita yang mengandung

    mengalami mual dan muntah, dengan tingkat yang berbeda-

  • 35

    beda, biasanya cukup ringan dan terjadi dipagi hari.

    Penyebabnya tidak diketahui, tetapi juga disebabkan oleh

    peningkatan kadar hormon kelamin yang diproduksi selama

    hamil. Sesudah 12 minggu gejala-gejala itu biasanya

    menghilang, karena tubuh sudah menyesuaikan diri.

    d) Sering kencing

    Sering terjadi karena kandung kencing pada bulan-

    bulan pertama kehamilan tertekan oleh uterus yang mulai

    membesar. Pada triwulan kedua umumnya keluhan ini hilang

    oleh karena uterus yang membesar keluar dari rongga panggul.

    Pada akhir triwulan gejala bisa timbul karena janin mulai masuk

    ke ruang panggul dan menekan kembali rongga panggul.

    e) Obstipasi

    Terjadi karena tonus otot menurun yang disebabkan

    oleh pengaruh hormon steroid.

    f) Pigmentasi kulit

    Terjadi pada kehamilan 12 minggu ke atas. Pada pipi,

    hidung, dan dahi kadang-kadang tampak deposit pigmen yang

    berlebihan, dikenal sebagai cloasma gravidarum. Areola

    mammae juga menjadi lebih hitam karena didapatkan deposit

    pigmen yang berlebih. Daerah leher menjadi lebih hitam.

  • 36

    Demikian pula linea alba di garis tengah abdomen menjadi

    lebih hitam (linea grisea). Pigmentasi ini terjadi karena

    pengaruh hormon kortiko-steroid plasenta yang merangsang

    melanofor dan kulit.

    g) Varises

    Dijumpai pada triwulan terakhir. Didapat pada daerah

    genetalia ekstena, fossa poplitea, kaki dan betis. Pada

    multigravida kadang-kadang varises ditemukan pada kehamilan

    yang terdahulu, timbul kembali pada triwulan pertama. Kadang-

    kadang timbulnya varises merupakan gejala pertama

    kehamilan muda.

    2) Tanda-tanda kemungkinan hamil, yaitu a) Perut membesar, b) Uterus

    membesar, terjadi perubahan dalam bentuk, besar dan

    konsistensi rahim, c) Tanda hegar, d) Tanda Chadwick, e) Tanda

    Piscaseck, f) Kontraksi kecil uterus bila dirangsang, g) Teraba

    Ballotement Reaksi kehamilan positif.

    3) Tanda Pasti kehamilan (tanda positif)

    a) Gerakan janin yang dapat dilihat atau dirasakan atau diraba,

    juga bagian-bagian janin.

  • 37

    b) Denyut jantung janin: (1)Didengar dengan stetoskop, (2) Monoral

    dicatat dan dengar dengan alat dopler, (3) Dicatat dengan feto-

    elektro kardiogram, (4) Dilihat pada ultrasonografi

    c) Terlihat tulang-tulang janin dalam foto-rontgen

    3. Perubahan Selama Kehamilan

    Proses Kehamilan sampai persalinan merupakan mata rantai satu

    kesatuan dari konsepsi, nidasi, pengenalan adaptasi, pemeliharaan

    kehamilan, perubahan endokrin sebagai persiapan menyongsong

    kelahiran bayi, dan persalinan dengan kesiapan pemeliharaan bayi.

    Kehamilan dibagi dalam 3 trimester (Saifuddin, 2012):

    1) Perubahan Perubahan Psikologis dalam Kehamilan

    a) Trimester Pertama (konsepsi sampai 12 minggu)

    Pada trimester pertama seorang ibu akan selalu mencari

    tanda-tanda untuk lebih mayakinkan bahwa dirinya memang hamil.

    Setiap perubahan yang terjadi pada dirinya akan selalu

    diperhatikan dengan seksama. Reaksi pertama seorang pria ketika

    mengetahui bahwa dirinya akan menjadi ayah adalah timbulnya

    kebanggan atas kemampuannya mempunyai keturunan bercampur

    dengan keprihatinan akan kesiapannya untuk menjadi seorang

    ayah dan menjadi pencari nafkah untuk keluarganya. Seorang

  • 38

    calon ayah mungkin akan sangat memperhatikan keadaan ibu yang

    sedang mulai hamil dan menghindari hubungan seks karena takut

    mencederai bayinya.

    b) Trimester Kedua (12 minggu sampai 28 minggu).

    Trimester kedua biasanya adalah saat ibu merasa sehat.

    Tubuh ibu sudah terbiasa dengan keadaan hormone yang

    lebih tinggi dan merasa tidak nyaman karena hamil sudah

    berkurang. Perut ibu belum terlalu besar sehingga belum dirasakan

    sebagai beban. Ibu sudah mulai menerima kehamilannya dan mulai

    dapat menggunakan energi dan pikirannya secara lebih konstruktif.

    Pada trimester ini pula ibu mulai merasakan gerakan bayinya, dan

    ibu mulai merasakan kehadiran bayinya sebagai seseorang

    diluar dirinya sendiri. Banyak ibu yang merasa terlepas dari rasa

    kecemasan dan rasa yang tidak nyaman seperti yang dirasakan

    pada trimester pertama dan merasakan meningkatnya libido.

    c) Trimester Ketiga (28 minggu sampai 40 minggu).

    Trimester ketiga seringkali disebut periode menunggu dan

    waspada sebab pada saat itu ibu merasa tidak sabar

    menunggu kelahiran bayinya. Gerakan bayi dan

    membesarnya perut merupakan 2 hal yang meningatkan ibu

    akan bayinya. Kadang- kadang ibu merasa khawatir kalau

    bayinya akan lahir sewaktu- waktu. Ini menyebabkan ibu

  • 39

    meningkatkan kewaspadaannya akan timbulnya tanda dan gejala

    akan terjadinya persalinan. Ibu sering kali takut kalau-kalau bayi

    yang akan dilahirkannya tidak normal.

    Rasa tidak nyaman akibat kehamilan timbul kembali pada

    trimester ketiga dan banyak ibu yang merasa dirinya aneh

    dan jelek. Disamping itu ibu mulai merasa sedih karena akan

    berpisah dari bayinya dan kehilangan perhatian khusus yang

    diterima selama hamil. Pada trimester inilah ibu memerlukan

    keterangan dan dukungan dari suami, keluarga dan bidan.

    d. Keluhan yang terjadi pada ibu hamil (Hidayati, 2009), yaitu sakit

    kepala, rasa mual dan muntah (Morning Sickness), produksi air

    liur yang berlebihan (Ptyalism), mengidam, keringat bertambah,

    kelelahan, hidung tersumbat/berdarah, gatal-gatal, frekuensi

    kemih meningkat (Nokturia), diare.

    D. Hubungan Hiperemesis Gravidarum dengan Preeklampsia

    Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi, edema,

    dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya

    terjadi dalam triwulan. ketiga kehamilan, tetapi dapat terjadi sebelumnya,

    misalnya pada mola hidatidosa (Saifuddin, 2012).

    Penyebab utama terjadinya preeklampsia belum diketahui secara

    pasti. Beberapa teori menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan oleh

    kelebihan sekresi plasenta atau hormon adrenal, namun bukti dasar

  • 40

    hormonalnya belum mencukupi. Teori lain menyatakan bahwa

    preeklampsia diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta yang

    mengakibatkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Guyton et al,

    2007).

    Menurut Saifuddin (2012) perubahan pokok yang didapatkan pada

    pre-eklamsia adalah spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi

    garam dan air. spasmus yang hebat terjadi pada arteri

    glomerolus,kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan

    penimbunan cairan yang berlebihan dalam ruang interstitial belum

    diketahui sebabnya, telah diketahui bahwa pada pre-eklamsia dijumpai

    kadar aldosteron yang rendah dan konsentrasi prolaktin yang tinggi dari

    pada kehamilan yang normal. Aldosteron penting untuk mempertahankan

    volume plasma dan mengatur retensi air dan natrium.pada pre-eklamsia,

    permiabelitas pembuluh darah terhadap protein meningkat (Saifuddin,

    2012).

    Oleh karena belum pastinya penyebab preeklampsia, sehingga

    salah satu upaya untuk menurunkan kejadian preeklampsia dengan

    memberikan penanganan dini hingga melakukan pencegahan pada ibu

    hamil berisiko dan faktor risiko kejadian preeklampsia (Silomba, 2011).

    Beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia yaitu primigravida atau >10

    tahun sejak kelahiran terakhir, riwayat preeklampsia sebelumnya, riwayat

    keluarga dengan preeklampsia, kehamilan kembar, kondisi medis tertentu,

    usia 40 tahun, obesitas, fertilitas in vivo (Bothamley dan

  • 41

    Maureen, 2012). Ibu yang memiliki banyak faktor risiko dan menderita

    preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 20% untuk mengalami

    preeklampsia (Robson dan Jason, 2012). Pendidikan rendah, status

    ekonomi rendah, gizi kurang juga merupakan faktor predisposisi kejadian

    preeklampsia (Manuaba, 2011).

    Ibu hamil dengan gizi kurang berisiko mengalami gangguan

    metabolisme seperti resistensi insulin, diabetes, hipertensi dan dislipidemia

    (Kramer, 2013), serta meningkatkan risiko aterosklerosis dan kardiovaskular

    pada keturunannya (Wegierek, 2014; Zhang et al, 2013). Ibu hamil dapat

    mengalami kekurangan gizi bila mengalami muntah yang berlebihan

    selama kehamilannya. Oleh karena itu ibu hamil harus memperhatikan

    asupan gizi seimbang saat mulai kehamilan khususnya makanan tinggi

    protein atau purin seperti daging, ikan, hati, limpa dan kacang-kacangan.

    Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan antara hiperemesis

    gravidarum dengan dengan disfungsi plasenta (Bolin et al, 2013).

    Hiperemesis gravidarum diartikan sebagai gejala mual dan muntah yang

    berlebihan yang berat, dapat berlangsung sampai dengan umur

    kehamilan 4 bulan sehingga pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan

    keadaan umum menjadi buruk (Saifuddin, 2012). Sindrom hiperemesis ini

    juga dapat didefinisikan sebagai muntah-muntah yang cukup berat pada

    wanita hamil sehingga menyebabkan penurunan berat badan,

    dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat keluarnya asam

    hidroklorida dalam muntahan, hipokalemia (Williams, 2006). Wanita yang

  • 42

    mengalami hiperemesis gravidarum berat, dengan penurunan berat badan

    lebih dari 7 kg, memiliki kemungkinan mengalami keguguran, kelahiran

    bayi preterm, kelahiran mati, pertumbuhan terhambat, apgar score menit

    ke-5 kurang dari 7, komplikasi kehamilan dan kematian ibu (Ogunyemi,

    2007; Quinlan & Hill, 2003).

  • 43

    E. Landasan Teori

    Preeklampsia sebagai salah satu komplikasi kehamilan dan

    persalinan masih merupakan masalah kebidanan yang belum dapat

    terpecahkan secara tuntas. Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-

    tanda hipetensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.

    Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan. Ke-3 kehamilan, tetapi dapat

    terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa (Saifuddin, 2012).

    Penyebab utama terjadinya preeklampsia belum diketahui secara

    pasti. Beberapa teori menyatakan bahwa preeklampsia disebabkan oleh

    kelebihan sekresi plasenta atau hormon adrenal, namun bukti dasar

    hormonalnya belum mencukupi. Teori lain menyatakan bahwa

    preeklampsia diawali oleh insufisiensi suplai darah ke plasenta yang

    mengakibatkan disfungsi endotel vascular ibu yang luas (Guyton et al,

    2007). Oleh karena belum pastinya penyebab preeklampsia, sehingga

    salah satu upaya untuk menurunkan kejadian preeklampsia dengan

    memberikan penanganan dini hingga melakukan pencegahan pada ibu

    hamil berisiko dan faktor risiko kejadian preeklampsia (Silomba, 2011).

    Beberapa faktor risiko kejadian preeklampsia yaitu primigravida

    atau >10 tahun sejak kelahiran terakhir, riwayat preeklampsia

    sebelumnya, riwayat keluarga dengan preeklampsia, kehamilan kembar,

    kondisi medis tertentu, usia 40 tahun, obesitas, fertilitas in vivo

    (Bothamley dan Maureen, 2012). Ibu yang memiliki banyak faktor risiko

    dan menderita preeklampsia sebelumnya memiliki risiko 20% untuk

  • 44

    mengalami preeklampsia (Robson dan Jason, 2012). Pendidikan rendah,

    status ekonomi rendah, hiperemesis gravidarum juga merupakan faktor

    predisposisi kejadian preeklampsia (Manuaba, 2011). Hasil penelitian

    menyatakan bahwa ada hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan

    dengan disfungsi plasenta (Bolin et al, 2013).

    Ibu hamil yang mengalami hiperemesis gravidarum berisiko

    mengalami gizi kurang sehingga dapat terjadi gangguan metabolisme seperti

    resistensi insulin, diabetes, hipertensi dan dislipidemia (Kramer, 2013), serta

    meningkatkan risiko aterosklerosis dan kardiovaskular pada keturunannya

    (Wegierek, 2014; Zhang et al, 2013) sehingga berisiko mengalami

    preeklampsia. Hiperemesis gravidarum menyebabkan cairan tubuh

    berkurang, sehingga dapat terjadi hemokonsentrasi dan sirkulasi darah

    kejaringan terlambat. Akibatnya konsumsi oksigen dan makanan

    kejaringan berkurang sehingga akan menimbulkan kerusakan jaringan

    salah satunya plasenta sehingga dapat menyebabkan terjadinya disfungsi

    plasenta yang berisiko mengakibatkan terjadinya preeklampsia (Hidayati,

    2009).

    Oleh karena itu ibu hamil harus memperhatikan asupan gizi

    seimbang saat mulai kehamilan khususnya makanan tinggi protein atau

    purin seperti daging, ikan, hati, limpa dan kacang-kacangan.

  • 45

    b. Kerangka Teori

    a. Umur 40b. Primigravidac. Riwayat preeklampsiad. Obesitase. Riwayat hamil kembarf. Pendidikan rendahg. Status ekonomi

    rendahh. Kurang gizii. Hyperemesis

    gravidarum

    Dysfungsi endotelvaskular

    Preeklampsia

    Gambar 1. Kerangka teori dimodifikasi dari Bolin et al (2013);Wiknjosastro (2012); Manuaba (2011)

  • 46

    c. Kerangka konsep

    Keterangan

    Variabel bebas: hiperemesis gravidarum

    Variable terikat: preeklamsia

    d. Hipotesis Penelitian

    Ada hubungan hiperemesis gravidarum dengan preeklamsia.

    Hiperemesisgravidarum Preeklamsia

  • 47

    BAB III

    METODE PENELITIAN

    A. Jenis Penelitian

    Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan rancangan

    Case Control.

    Gambar 3. Skema rancangan penelitian

    B. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini telah dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Dewi

    Sartika Kendari pada bulan April hingga Mei tahun 2017.

    C. Populasi dan Sampel Penelitian

    1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu hamil di ruang Poli

    KIA Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016

    berjumlah 2622 orang.

    Populasi

    2622

    orang

    Sampel

    Preeklamsia danTidak Preeklamsia

    (99 orang)

    Kasus

    Preeklamsia

    (33 orang)

    Kontrol

    TidakPreeklamsia

    (66 orang)

    Hiperemesisgravidarum

    Tidak hiperemesisgravidarum

    Hiperemesisgravidarum

    Tidak hiperemesisgravidarum

    47

  • 48

    2. Sampel dalam penelitian adalah ibu hamil yang mengalami

    preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia yang

    berjumlah 99 orang. Perbandingan sampel kasus kontrol 1:2

    (33:66).

    a. Kasus: ibu hamil yang mengalami preeklamsia pada tahun

    2016 yang berjumlah 33 orang. Tehnik pengambilan sampel

    kasus secara purposive sampling, dimana seluruh ibu hamil

    yang mengalami preeklamsia diambil sebagai kasus.

    b.Kontrol: ibu hamil yang tidak mengalami preeklamsia yang

    berjumlah 66 orang. Tehnik pengambilan sampel kontrol secara

    sistematik random sampling, dimana seluruh ibu hamil yang

    tidak mengalami preeklamsia diurut memakai nomor, lalu dari

    2589 orang ibu hamil yang tidak mengalami preeklamsia dibagi

    jumlah kontrol yang diambil 2589:66 = 39,22, sehingga sampel

    untuk kontrol adalah kelipatan 39.

    D. Variabel Penelitian

    1. Variabel terikat (dependent) yaitu Preeklamsia.

    2. Variabel bebas (independent) yaitu hiperemesis gravidarum.

    E. Definisi Operasional

    1. Preeklamsia adalah keadaan ibu hamil dengan tekanan darah ≥

    140/90 mmHg yang disertai adanya protein dalam urin sesuai

    dengan status ibu. Skala ukur adalah nominal.

  • 49

    Kriteria objektif

    a. Preeklamsia

    b. Tidak preeklamsia

    2. Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering

    terdapat pada kehamilan trimester pertama, gejalanya berupa rasa

    panas diperut, mual, muntah-muntah disertai pusing sesuai

    dengan status ibu. Skala ukur adalah nominal. Kriteria objektif:

    a. Hiperemesis gravidarum

    b. Tidak hiperemesis gravidarum

    F. Jenis dan Sumber Data Penelitian

    Jenis data adalah data sekunder. Data diperoleh dari buku register

    di Ruang Poli KIA Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016.

    G. Instrumen Penelitian

    Instrumen yang digunakan dalam penelelitian ini adalah lembar

    checklist tentang kejadian preeklamsia dan faktor risikonya yaitu

    hiperemesis gravidarum.

    H. Pengolahan dan Analisis Data

    a. Pengolahan Data

    Data yang telah dikumpul, diolah dengan cara manual dengan

    langkah-langkah sebagai berikut :

  • 50

    1. Editing

    Dilakukan pemeriksaan/pengecekan kelengkapan data yang

    telah terkumpul, bila terdapat kesalahan atau berkurang

    dalam pengumpulan data tersebut diperiksa kembali.

    2. Coding

    Hasil jawaban dari setiap pertanyaan diberi kode angka

    sesuai dengan petunjuk.

    3. Tabulating

    Untuk mempermudah analisa data dan pengolahan data serta

    pengambilan kesimpulan data dimasukkan ke dalam bentuk

    tabel distribusi.

    b. Analisis data

    1. Univariat

    Data diolah dan disajikan kemudian dipresentasikan dan

    uraikan dalam bentuk table dengan menggunakan rumus:

    Keterangan :

    f : variabel yang diteliti

    n : jumlah sampel penelitian

    K: konstanta (100%)

    X : Persentase hasil yang dicapai

    Kxn

    fX

  • 51

    2. Bivariat

    Untuk mendeskripsikan hubungan antara independent

    variable dan dependent variable. Uji statistik yang digunakan

    adalah Chi-Square. Adapun rumus yang digunakan untuk

    Chi-Square adalah :

    X2 =

    fe

    fefo 2

    Keterangan :

    Σ : Jumlah

    X2 : Statistik Shi-Square hitung

    fo : Nilai frekuensi yang diobservasi

    fe : Nilai frekuensi yang diharapkan

    Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa

    adalah ada hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada

    hubungan jika p value > 0,05 atau X2 hitung ≥ X2 tabel maka

    H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada hubungan dan X2

    hitung < X2 tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang berarti

    tidak ada hubungan.

    Untuk mendeskripsikan risiko independent variable

    pada dependent variable. Uji statistik yang digunakan adalah

    perhitungan Odds Ratio (OR). Mengetahui besarnya OR

  • 52

    dapat diestimasi factor risiko yang diteliti. Perhitungan OR

    menggunakan tabel 2x2 sebagai berikut:

    Tabel 1

    Tabel Kontegensi 2 x 2 Odds Ratio Pada PenelitianCase Control Study

    Faktor risiko Kejadian Preeklamsia JumlahKasus Kontrol

    Positif A B a+bNegatif C D c+d

    Keterangan :

    a : jumlah kasus dengan risiko positif

    b : jumlah kontrol dengan risiko positif

    c : jumlah kasus dengan risiko negatif

    d : jumlah kontrol dengan risiko negatif

    Rumus Odds ratio:

    Odds case : a/(a+c) : c/(a+c) = a/c

    Odds control : b/(b+d) : d/(b+d) = b/d

    Odds ratio : a/c : b/d = ad/bc

    Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat kepercayaan

    95% dengan interpretasi:

    Jika OR > 1 : faktor yang diteliti merupakan faktor risiko

    Jika OR = 1 : faktor yang diteliti bukan merupakan faktor risiko (tidak ada

    hubungan)

    Jika OR < 1 : faktor yang diteliti merupakan faktor protektif

  • 53

    BAB IV

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

    1. Letak Geografis

    RSU Dewi Sartika Kendari terletak di Jalan Kapten Piere

    Tendean No.118 Kecamatan Baruga Kota Kendari Ibu Kota

    Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi ini sangat strategis karena

    berada ditengah-tengah lingkungan pemukiman penduduk dan

    mudah dijangkau dengan kendaraan umum karena berada disisi

    jalan raya dengan batas-batas sebagai berikut :

    a. Sebelah utara : Perumahan penduduk

    b. Sebelah selatan : Jalan raya Kapten Piere Tendean

    c. Sebelah timur : Perumahan penduduk

    d. Sebelah barat : Perumahan penduduk

    2. Lingkungan fisik

    RSU Dewi Sartika Kendari berdiri diatas tanah seluas 1.624

    m² dengan luas bangunan 957,90 m². RSU Dewi Sartika Kendari

    selama kurun waktu 7 tahun sejak berdirinya tahun 2009 sampai

    dengan tahun 2016 telah melakukan pengembangan fisik

    bangunan sebagai bukti keseriusan untuk berbenah dan

    memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat khususnya

    masyarakat Kota Kendari.

    53

  • 54

    3. Status

    RSU Dewi Sartika Kendari yang mulai dibangun /didirikan

    tahun 2009 dengan izin operasional sementara dari walikota

    Kendari No.56/IZN/XI/2010/001 tanggal 5 november 2010, maka

    rumah sakit ini resmi berfungsi dan melakukan kegiatan-kegiatan

    pelayanan kesehatan kepada masyarakat pencari jasa kesehatan

    dibawah naungan Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari yang

    sekaligus sebagai pemilik rumah sakit. RSU Dewi Sartika Kendari

    telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan RI menjadi Rumah

    sakit type D.

    4. Organisasi dan Manajemen

    Pemimpin RSU Dewi Sartika Kendari disebut Direktur.

    Direktur dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab penuh

    kepada pemilik rumah sakit dalam hal ini ketua Yayasan Widya

    Ananda Nugraha dan dibantu oleh Kepala Tata Usaha dan 4

    (empat) orang Kepala Bidang yakni ; Kepala Bidang Keuangan dan

    Klaim, Kepala Bidang Pelayanan Medik, Kepala Bidang Penunjang

    Medik, dan Kepala Bidang Perlengkapan dan sanitasi.

    a. Kepala Bidang Keuangan dan Klaim

    1) Kasir/Juru Bayar

    2) Administrasi Klaim

    b. Kepala Bidang Pelayanan Medik

    1) Instalasi Gawat Darurat

  • 55

    2) Instalasi Rawat Jalan (IRJ)

    3) Instalasi Rawat Inap (IRNA)

    4) Instalasi Gizi

    5) Instalasi Farmasi

    6) Kamar Operasi

    7) Rekam Medik

    8) HCU

    9) Ruang Sterilisasi, dll

    c. Kepala Bidang Penunjang Medis

    1) Laboratorium

    2) Radiologi

    d. Kepala Bidang Perlengkapan dan Sanitasi

    1) Perlengkapan

    2) Keamanan

    3) Kebersihan

    Selain pengorganisasian tersebut diatas terdapat 2 (dua) kelompok yang

    sifatnya kemitraan yakni :

    a. Komite Medik, dan

    b. Satuan Pengawasan Intern

    5. Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit Umum Dewi Sartika

    Kendari

    Tugas pokok RSU Dewi Sartika Kendari adalah melakukan

    upaya kesehatan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan

  • 56

    penyembuhan dan pemulihanyang dilaksanakan secara serasi dan

    terpadu dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta

    melaksanakan upaya rujukan.

    Untuk melaksanakan tugas pokok sebagaimana tersebut

    diatas RSU Dewi Sartika Kendari mempunyai fungsi :

    a. Menyelenggarakan pelayanan medik

    b. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan

    c. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medik

    d. Menyelenggarakan pelayanan rujukan

    e. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan

    f. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan

    6. Sarana dan Prasaran

    Sarana dan prasarana RSU Dewi Sartika Kendari adalah sebagai

    berikut :

    a. IGD, Poliklinik Spesialis, Ruangan perawatan Kelas I, Kelas II,

    Kelas 3 dengan fasilitasnya

    b. Listrik dari PLN tersedia 5500 watt dibantu dengan 1 unit genset

    sebagai cadangan

    c. Air yang digunakan di RSU Dewi Sartika adalah air dari sumur

    bor yang ditampung dalam reservoir dan berfungsi 24 jam.

    d. Sarana komunikasi berupa telepon, fax dan dilengkapi dengan

    fasilitas Internet (Wi Fi)

    e. Alat Pemadam kebakaran

  • 57

    f. Pembuangan limbah

    g. Untuk sampah disediakan tempat sampah disetiap ruangan dan

    juga diluar ruangan, sampah akhirnya dibuang ketempat

    pembuangan sementara (2 bak sampah) sebelum diangkat oleh

    mobil pengangkut sampah.

    h. Untuk limbah cair ditiap-tiap ruangan disediakan kamar mandi

    dan WC dengan septic tank serta saluran pembuangan limbah.

    i. Pagar seluruh areal rumah sakit terbuat dari tembok.

    7. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

    Fasilitas pelayanan kesehatan yang ada di RSU Dewi Sartika

    Kendari adalah sebagai berikut :

    a. Pelayanan medis

    1) Instalasi Gawat Darurat

    2) Instalasi Rawat Jalan, yaitu Poliklinik Obsgyn,Poliklinik

    Umum, Poliklinik Penyakit Dalam, Poliklinik Mata, Poliklinik

    Bedah, Poliklinik Anak, Poliklinik THT, Poliklinik Radiologi,

    Poliklinik Jantung, Poliklinik Gigi Anak.

    3) Instalasi Rawat Inap

    a) Dewasa/Anak/Umum

    b) Persalinan

    4) Kamar Operasi

    a) Operasi Obsgyn

    b) Bedah umum

  • 58

    5) HCU

    b. Pelayanan penunjang medis, yaitu instalasi farmasi, radiologi,

    laboratorium, instalasi gizi, ambulance

    c. Pelayanan Non Medis, yaitu sterilisasi dan laundry

    8. Fasilitas Tempat Tidur

    Jumlah Tempat Tidur yang ada di RSU Dewi Sartika Kendari

    adalah sebanyak 91 buah tempat tidur yang terbagi dalam beberapa

    kelas perawatan yakni sebagai berikut

    Tabel 1.

    Jumlah Tempat Tidur RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016

    Jenis Ruangan Jumlah

    VIP

    Kelas I

    Kelas II

    Kelas III/Bangsal/Intenal

    UGD

    Ruang Bersalin

    14

    10

    12

    37

    11

    7

    Jumlah 91

    Sumber : Data Primer

    9. Sumber Daya Manusia (SDM)

  • 59

    Sumber Daya Manusia di RSU Dewi Sartika Kendari

    berjumlah 160 terdiri dari (17: Part Time, 143: Full Time) dengan

    spesifikasi pendidikan sebagai berikut

    Tabel 2

    Jumlah SDM RSU Dewi Sartika Kendari Tahun 2016

    Jenis Tenaga Status Ketenagaan Jenis Kelamin

    Tetap Tidak Tetap L P

    Tenaga Medis

    Dokter Spesialis Obgyn 1 1 2 -

    Dokter Spesialis Bedah - 1 1 -

    Dokter Spesialis Interna - 1 1 -

    Dokter Spesialis Anastesi - 1 1 -

    Dokter Spesialis PK - 1 - 1

    Dokter Spesialis Anak - 1 - 1

    Dokter Spesialis Radiologi - 1 1 -

    Dokter Spesialis THT - 1 - 1

    Dokter Spesialis Mata - 1 1 -

    Dokter Spesialis Jantung - 1 1 -

    Dokter Gigi Anak - 1 - 1

    Dokter Umum - 3 3 -

    Paramedis

    1. S1 Keperawatan/Nurse

    2. D IV Kebidanan

    26

    5

    -

    2

    10

    -

    16

    7

  • 60

    3. D III Bidan

    4. D III Keperawatan

    43

    56

    -

    -

    -

    11

    43

    45

    Tenaga Kesehatan Lainnya

    1. Master Kesehatan

    2. SKM

    3. Apoteker

    4. D III Farmasi

    5. S 1 Gizi

    6. D III Analis Kesehatan

    -

    1

    1

    1

    1

    3

    -

    1

    2

    1

    -

    -

    -

    1

    1

    -

    -

    1

    -

    1

    1

    2

    1

    2

    Non Medis

    1. DII/Keuangan

    2. Diploma Komputer

    3. SLTA/SMA/SMU

    1

    1

    11

    -

    -

    -

    -

    -

    2

    1

    1

    9

    Jumlah 67 19 24 60

    Sumber : Data Primer

    10.Sumber Pembiayaan

    Sumber pembiayaan RSU Dewi Sartika Kendari berasal dari :

    a. Pengelolaan Rumah Sakit, dan

    b. Yayasan Widya Ananda Nugraha Kendari

  • 61

    B. Hasil Penelitian

    Penelitian hubungan hiperemesis gravidarum dengan kejadian

    preeklamsia di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016 telah

    dilaksanakan di Rumah SakitUmum Dewi Sartika Kendari pada bulan April

    hingga Mei 2017.Sampel penelitian adalah ibu hamil yang mengalami

    preeklamsia dan yang tidak mengalami preeklamsia yang berjumlah 99

    orang.Perbandingan sampel kasus kontrol1:2 (33:66).Data yang telah

    terkumpul diolah dan dianalisis menggunakan Stata.Hasil penelitian terdiri

    dari analisis univariabel dan bivariabel.Hasil penelitian dapat dilihat pada

    tabel berikut

    1. Analisis Univariabe

    Analisis univariabel adalah analisis tiap variabel. Analisis

    univariabel dilakukan untuk memperoleh gambaran setiap variabel baik

    variabel terikat maupun variabel bebas yang kemudia ditampilkan dalam

    bentuk distribusi frekuensi.Analisis univariabel pada penelitian ini, yaitu

    analisis karakteristik responden, kejadian preeklampsia, hiperemesis

    gravidarum.Hasil analisis univariabel sebagai berikut:

    a. Karakteristik Responden

    Karakteristik merupakan ciri atau tanda khas yang melekat padadiri

    respondenyang membedakan antara responden yang satu dengan yang

    lainnya. Karakteristik respondenpada penelitian ini terdiri dari umur dan

    gravida. Karakteristik responden dapat dilihat pada tabel 3.

  • 62

    Tabel 3

    Karakteristik Responden

    KarakteristikJumlah

    N %

    Umur

    35 tahun

    11

    59

    29

    11,1

    59,6

    29,3

    Gravida

    Primigravida

    Multigravida

    Grande Multigravida

    27

    49

    23

    27,3

    49,5

    23,2

    Sumber: Data sekunder 2016

    Data yang diperoleh tentang karakteristik responden pada

    penelitian ini adalah umur responden yang terbanyak adalah berumur 20-

    35 tahun sebanyak 59 orang (59,6%) dan yang sedikit umur

  • 63

    b. Kejadian Preeklampsia di RSU Dewi Sartika Tahun 2016

    Preeklamsia adalah keadaan ibu hamil dengan tekanan darah ≥

    140/90 mmHg yang disertai adanya protein dalam urinsesuai dengan

    status ibu. Gambaran kejadian preeklamsia dapat dilihat pada tabel 4.

    Tabel 4

    Distribusi Kejadian Preeklampsia di RSU Dewi Sartika Tahun 2016

    Kejadian Preeklampsia Frekuensi (n) Persentase (%)

    Preeklampsia 33 1,3

    Tidak Preeklampsia 2589 98,7

    Total 2622 100

    Sumber : Data Sekunder 2016

    Distribusi kejadian preeklampsia di RSU Dewi Sartika tahun 2016

    pada tabel 4 dapat diketahui bahwa kejadian preeklampsia sebanyak 33

    kasus (1,3%) pada tahun 2016 dari 2622 ibu hamil di RSU Dewi Sartika.

    c. Kejadian Hiperemesis Gravidarumdi RSU Dewi Sartika Tahun

    2016

    Hiperemesis gravidarum adalah gejala yang wajar dan sering

    terdapat pada kehamilan trimester pertama, gejalanya berupa rasa panas

    diperut, mual, muntah-muntah disertai pusing.Hasil penelitian tentang

    kejadian hiperemesis gravidarum dapat dilihat pada tabel 5.

  • 64

    Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa responden

    yang mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 41 orang (41,4%) dan

    yang tidak mengalami hiperemesis gravidarum sebanyak 58 orang

    (58,6%).

    Tabel 5

    Distribusi Kejadian Hiperemesis Gravidarum di RSU Dewi Sartika Tahun2016

    Kejadian Hiperemesis

    Gravidarum

    Frekuensi (n) Persentase (%)

    Hiperemesis Gravidarum 41 41,4

    Tidak Hiperemesis Gravidarum 58 58,6

    Total 99 100

    Sumber : Data Sekunder 2016

    2. Analisis Bivariabel

    Analisis bivariabelbertujuan untuk mengetahui ada tidaknya

    hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dapat digunakan

    Chi Square.Untuk melihat besarnya risiko, uji yang digunakan adalah

    Odds Ratio (OR). Analisis bivariabel pada penelitian ini yaitu analisis

    hubungan hiperemesis gravidarum dengan kejadian preeklamsia di

    Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari tahun 2016. Hasil analisis

    bivariabel dapat dilihat pada tabel 6.

    Setelah dilakukan analisis data diperoleh hasil penelitian bahwa

    dari 33kasus preeklampsia sebagian besar mengalami hiperemesis

  • 65

    gravidarum sebanyak 20 kasus (60,6%) sedangkan dari 66 kasus tidak

    preeklampsia terdapat 45 kasus (68,2%) tidak hiperemesis gravidarum

    Hasil analisis Chi Squaredan nilai OR diperoleh hasil bahwa ada

    hubungan antara hiperemesis gravidarum dengan kejadian

    preeklamsia(p=0,006; X2=7,5; OR=3,3; CI95%=1,3-8,6). Hasil penelitian

    ini dapat dilihat pada tabel 6.

    Tabel 6Hubungan Hiperemesis Gravidarum Dengan Kejadian Preeklamsia

    di Rumah Sakit Umum Dewi Sartika Kendari Tahun 2016

    Hiperemesis

    Gravidarum

    Preeklamsia

    X2

    (p)

    OR

    (95%CI)

    Preeklamsia Tidak

    Preeklamsia

    N % n %

    Hiperemesis

    Gravidarum

    20 60,6 21 31,8

    7,5

    (0,006)

    3,3

    (1,3-8,6)Tidak

    Hiperemesis

    Gravidarum

    13 39,4 45 68,2

    Sumber: Data Sekunder 2016p

  • 66

    C. Pembahasan

    Berdasarkan hasil penelitian yang di laksanakan di RSU Dewi

    Sartika Kota Kendari Provinsi Sulawesi Tenggara mulai April sampai

    selesai, dari total 99 responden diperoleh hasil bahwa ada hubungan

    antara hiperemesis gravidarum dengan preeklampsia. Ibu yang

    mengalami hiperemesis gravidarum berisiko mengalami preeklampsia

    sebesar 3,3 kali dibandingkan yang tidak mengalami hiperemesis

    gravidarum.Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bolin et al (2013)

    yang menyatakan bahwa ada hubungan antara hyperemesis gravidarum

    dengan kerusakan fungsi plasenta pada ibu preeklampsia.

    Preeklampisa adalah penyakit dengan tanda-tanda hipetensi,

    edema, dan protei