pembuatan simplisia

28
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, mulai dari tanaman herbal sampai mineral tersimpan dalam negeri ini. Di zaman yang berkembang seperti sekarang ini, telah banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman obat. Di Indonesia terdapat berbagai macam tumbuhan obat yang telah diteliti oleh para ahli yang mana sampai sekarang telah tercantum dalam buku-buku maupun artikel-artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat tradisional, fitofarmaka, maupun simplisia yang berasal dari alam (bahan alam yang dikeringkan). (tambahin lagi yaaa...) B. Tujuan a. Mengetahui cara persiapan pemilihan tanaman untuk dijadikan simplisia. b. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik. Page 1 of 28

Upload: ingga-sayang

Post on 16-Jan-2016

515 views

Category:

Documents


27 download

DESCRIPTION

Pembuatan Simplisa Tugas Kuliah

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, mulai dari

tanaman herbal sampai mineral tersimpan dalam negeri ini. Di zaman yang

berkembang seperti sekarang ini, telah banyak Ilmuwan bahkan Mahasiswa

dari berbagai universitas berlomba-lomba untuk mengembangkan tanaman

obat.

Di Indonesia terdapat berbagai macam tumbuhan obat yang telah

diteliti oleh para ahli yang mana sampai sekarang telah tercantum dalam

buku-buku maupun artikel-artikel obat tradisional. Tumbuhan obat atau

yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah sediaan obat baik berupa obat

tradisional, fitofarmaka, maupun simplisia yang berasal dari alam (bahan

alam yang dikeringkan).

(tambahin lagi yaaa...)

B. Tujuan

a. Mengetahui cara persiapan pemilihan tanaman untuk dijadikan simplisia.

b. Mengetahui cara pembuatan simplisia yang baik.

c. Mengetahui standardisasi dari suatu simplisia.

C. Perumusan Masalah

a. Bagaimana cara persiapan pemilihan tanaman untuk dijadikan simplisia?

b. Bagaimana cara pembuatan simplisia yang baik?

c. Apa saja standardisasi dari suatu simplisia?

Page 1 of 18

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat yang

belum mengalami pengolahan apapun juga dan kecuali diyatakan lain

simplisia merupakan bahan yang dikeringkan. Simplisia dapat berupa

simplisia nabati, simplisia hewani dan simplisia pelikan atau mineral.

Jenis Simplisia

a. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa tanaman utuh,

bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang dimaksud dengan

eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari

tanaman atau yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya,

atau zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan

dari tanamannya.

b. Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh, bagian

hewan atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum

berupa zat kimia murni.

c. Simplisia mineral atau pelikan adalah simplisia yang berupa bahan

pelikan atau mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan

cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni.

Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun

kegunaannya, maka simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Dan

untuk memenuhi persyarata minimal tersebut, ada beberapa faktor yang

berpengaruh, antara lain adalah :

1. Bahan baku simplisia.

2. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku

simplisia.

3. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia.

Page 2 of 18

B. Pembuatan Simplisia Secara Umum

1. Bahan Baku

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati,

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia.

Sebagai sumber simplisia, tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar

atau berupa tanaman budidaya. Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang

tumbuh dengan sendirinya di hutan atau tempat lain, atau tanaman yang

sengaja ditanam dengan tujuan lain, misalnya sebagai tanaman hias,

tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk memproduksi

simplisia. Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam

untuk tujuan produksi simplisia. Tanaman simplisia dapat ditanam dan

ditemukan di perkebunan yang luas, dapat diusahakan oleh petani

secara kecil-kecilan berupa tanaman tumpang sari atau Tanaman Obat

Keluarga. Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan pekarangan

yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.

2. Dasar Pembuatan Simplisia

a. Simplisia Dibuat Dengan Cara Pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan

pengeringan cepat, tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi.

Pengeringan yang terlalu lama akan mengakibatkan simplisia yang

diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan suhu yang tinggi

akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa

aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang

memerlukan perajangan perlu diatur panjang perajangannya,

sehingga diperoleh tebal irisan yang pada pengeringan tidak

mengalami kerusakan.

b. Simplisia Dibuat Dengan Fermentasi

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses

tersebut tidak berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

Page 3 of 18

c. Simplisia Dibuat Dengan Proses Khusus

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan

eksudat nabati, penyaringan sari air dan proses khusus lainnya

dilakukan dengan berpegang pada prinsip bahwa pada simplisia

yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan persyaratan.

d. Simplisia Pada Proses Pembuatan Memerlukan Air

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya

memerlukan air. Air yang digunakan harus terbebas dari

pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat dan lain-lain.

3. Tahap Pembuatan

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

a. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara

lain tergantung pada :

1) Bagian tanaman yang digunakan.

2) Umur tanaman yang digunakan.

3) Waktu panen.

4) Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan

senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang akan dipanen. Senyawa

aktif terbentuk secara maksimal di dalam bagian tanaman atau

tanaman pada umur tertentu. Di samping waktu panen yang dikaitkan

dengan umur, perlu diperhatikan pula saat panen dalam sehari.

Contoh, simplisia yang mengandung minyak atsiri lebih baik dipanen

pada pagi hari. Dengan demikian untuk menentukan waktu panen

dalam sehari perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik

senyawa aktif dalam simplisia terhadap panas sinar matahari.

Secara garis besar, pedoman panen sebagai berikut :

Page 4 of 18

1. Tanaman yang pada saat panen diambil bijinya yang telah tua

seperti kedawung (Parkia rosbbrgii), pengambilan biji ditandai

dengan telah mengeringnya buah. Sering pula pemetikan

dilakukan sebelum kering benar, yaitu sebelum buah pecah secara

alami dan biji terlempar jauh, misal jarak (Ricinus cornrnunis).

2. Tanaman yang pada saat panen diambil buahnya, waktu

pengambilan sering dihubungkan dengan tingkat kemasakan, yang

ditandai dengan terjadinya perubahan pada buah seperti perubahan

tingkat kekerasan misal labu merah (Cucurbitan~oscllata).

Perubahan warna, misalnya asam (Tarnarindus indica), kadar air

buah, misalnya belimbing wuluh (Averrhoa belimbi), jeruk nipis

(Citrui aurantifolia) perubahan bentuk buah, misalnya mentimun

(Cucurnis sativus) dan pare (Mornordica charantia).

3. Tanaman yang pada saat panen diambil daun pucuknya,

pengambilan dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan

pertumbuhan dari vegetatif ke generatif. Pada saat itu penumpukan

senyawa aktif dalam kondisi tinggi, sehingga mempunyai mutu

yang terbaik. Contoh tanaman yang diambil daun pucuk ialah

kumis kucing (Orthosiphon starnineus).

4. Tanaman yang pada saat panen diambil daun yang telah tua, daun

yang diambil dipilih yang telah membuka sempurna dan terletak

di bagian cabang atau batang yang menerima sinar matahari

sempurna. Pada daun tersebut terjadi kegiatan asimilasi yang

sempurna. Contoh panenan ini misal sembung (Blumea

balsamifera).

5. Tanaman yang pada saat panen diambil kulit batang, pengambilan

dilakukan pada saat tanaman telah cukup umur. Agar pada saat

pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan

pada musim yang menguntungkan pertumbuhan antara lain

menjelang musim kemarau.

6. Tanaman yang pada saat panen diambil umbi lapis, pengambilan

dilakukan pada saat umbi mencapai besar maksimum dan

Page 5 of 18

pertumbuhan pada bagian di atas tanah berhenti misalnya bawang

merah (Allium cepa).

7. Tanaman yang pada saat panen diambil rimpangnya, pengambilan

dilakukan pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya

bagian atas tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan

besar maksimum. Panen dapat dilakukan dengan tangan,

menggunakan alat atau menggunakan mesin. Dalam ha1 ini

keterampilan pemetik diperlukan, agar diperoleh simplisia yang

benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak merusak

tanaman induk. Alat atau mesin yang digunakan untuk memetik

perlu dipilih yang sesuai. Alat yang terbuat dari logam sebaiknya

tidak digunakan bila diperkirakan akan merusak senyawa aktif

simplisia seperti fenol, glikosida dan sebagainya.

b. Sortasi Basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran

atau bahan-bahan asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya

pada simplisia yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan-

bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang

telah rusak, serta pengotor lainnya harus dibuang. Tanah

mengandung bermacam-macam mikroba dalam jurnlah yang

tinggi, oleh karena itu pembersihan simplisia dari tanah yang

terikut dapat mengurangi jumlah mikroba awal.

c. Pencucian

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan

pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian

dilakukan dengan air bersih, misalnya air dari mata air, air sumur

atau air PAM. Bahan simplisia yang mengandung zat yang mudah

larut di dalam air yang mengalir, pencucian agar dilakukan dalam

waktu yang sesingkat mungkin. Menurut Frazier (1978), pencucian

sayur-sayuran satu kali dapat menghilangkan 25% dari jumlah

Page 6 of 18

mikroba awal, jika dilakukan pencucian sebanyak tiga kali, jumlah

mikroba yang tertinggal hanya 42% dari jumlah mikroba awal.

Pencucian tidak dapat membersihkan simplisia dari semua mikroba

karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga

sejumlah mikroba. Cara sortasi dan pencucian sangat

mempengaruhi jenis dan jumlah rnikroba awal simplisia. Misalnya

jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka jumlah

mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air

yang terdapat pada permukaan bahan tersebut dapat mempercepat

pertumbuhan mikroba. Bakteri yang terdapat dalam air adalah

Pseudomonas sp., Proteus sp., Micrococcus sp., Bacillus sp.,

Streptococcus sp., Enterobacter sp. dan Escherishia sp. Pada

simplisia; akar, batang, atau buah dapat pula dilakukan pengupasan

kulit luarnya untuk mengurangi jumlah mikroba awal karena

sebagian besar jumlah mikroba biasanya terdapat pada permukaan

bahan simplisia. Bahan yang telah dikupas tersebut mungkin tidak

memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan dengan

tepat dan bersih.

d. Perajangan

Beberapa jenis bahan simplisia perlu mengalami proses

perajangan. Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk

mempermudah proses pengeringan, pengepakan dan penggilingan.

Tanaman yang baru diambil jangan langsung dirajang tetapi

dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat

dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin perajang khusus

sehingga diperoleh irisan tipis atau potongan dengan ukuran yang

dikehendaki.

Semakin tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat

penguapan air, sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan

tetapi irisan yang terlalu tipis juga dapat menyebabkan

berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah menguap.

Page 7 of 18

Sehingga mempengaruhi komposisi bau dan rasa yang diinginkan.

Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak, temugiring,

jahe, kencur dan bahan sejenis lainnya dihindari perajangan yang

terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.

Selama perajangan seharusnya jumlah mikroba tidak bertambah.

Penjemuran sebelum perajangan diperlukan untuk mengurangi

pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam pisau.

Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama satu hari.

e. Pengeringan

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang

tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang

lebih lama. Dengan mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi

enzimatik dapat mencegah penurunan mutu atau perusakan

simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada kadar

tertentu dapat menjadi media pertumbuhan kapang dan jasad renik

lainnya. Enzim tertentu dalam sel, masih dapat bekerja,

menguraikan senyawa aktif sesaat setelah sel mati dan selama

bahan simplisia tersebut masih mengandung kadar air tertentu.

Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi

enzimatik yang dapat merusak simplisia tidak terjadi karena adanya

keseimbangan antara proses-proses metabolisme, yakni proses

sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel. Keseimbangan ini

segera hilang setelah sel tumbuhan mati. Sebelum bahan simplisia

dikeringkan, terlebih dahulu dilakukan proses stabilisasi yaitu

proses untuk menghentikan reaksi enzimatik. Cara yang lazim

dilakukan yakni dengan merendam bahan simplisia dengan etanol

70% atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian

selanjutnya diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung

bila kadar air dalam simplisia kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar

matahari atau menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang

Page 8 of 18

perlu diperhatikan selama proses pengeringan adalah suhu

pengeringan, kelembaban udara, aliran udara, waktu pengeringan

dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia,

tidak dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses

pengeringan bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus

diperhatikan agar dapat diperoleh simplisia kering yang tidak

mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan. Cara

pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face

hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan

bagian dalamnya masih basah. Hal ini dapat disebabkan oleh irisan

bahan simplisia yang terlalu tebal, suhu pengeringan yang terlalu

tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang menyebabkan penguapan

air pada permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air dari

dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi

keras dan menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening"

dapat mengakibatkan kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn

bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan

cara pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu

30° sampai 90°C, tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi

60°C. Bahan simplisia yang mengandung senyawa aktif yang tidak

tahan panas atau mudah menguap harus dikeringkan pada suhu

serendah mungkin, misalnya 30° sampai 45°C, atau dengan cara

pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di

dalam ruang atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5

mmHg. Kelembaban juga tergantung pada bahan simplisia, cara

pengeringan, dan tahap-tahap selama pengeringan. Kelembaban

akan menurun selama berlangsungnya proses pengeringan.

Berbagai cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang.

Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan

secara alamiah dan buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Page 9 of 18

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam

bagian tanaman yang dikeringkan, dapat dilakukan dua cara

pengeringan :

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini

dilakukan untuk mengeringkan bagian tanaman yang

relatif keras seperti kayu, kulit kayu, biji dan

sebagainya, yang rnengandung senyawa aktif yang relatif

stabil. Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak

dipraktekkan di Indonesia ini merupakan suatu cara yang

mudah dan murah, yang dilakukan dengan cara

membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara

terbuka di atas tampah-tampah tanpa kondisi yang

terkontrol seperti suhu, kelembaban dan aliran udara.

Dengan cara ini kecepatan pengeringan sangat

tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini

hanya baik dilakukan di daerah yang udaranya panas

atau kelembabannya rendah, serta tidak turun hujan.

Hujan atau cuaca yang mendung dapat memperpanjang

waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada

kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum

simplisia tersebut kering. F'IDC (Food Technology

Development Center IPB) telah merancang dan membuat

suatu alat pengering dengan menggunakan sinar

matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada

permukaan yang gelap dengan sudut kemiringan tertentu.

Panas ini kemudian dialirkan keatas rak-rak pengering

yang diberi atap tembus cahaya di atasnya sehingga

rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun

hujan. Alat ini telah digunakan untuk mengeringkan

singkong yang telah dirajang dengan demikian dapat

pula digunakan untuk mengeringkan simplisia.

Page 10 of 18

b. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan

sinar matahari langsung. Cara ini terutama digunakan

untuk mengeringkan bagian tanaman yang lunak seperti

bunga, daun, dan sebagainya dan mengandung senyawa

aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan

pengeringan dengan sinar matahari dapat diatasi jika

melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan menggunakan

suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban,

tekanan dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan

buatan adalah sebagai berikut: “udara dipanaskan oleh suatu

sumber panas seperti lampu, kompor, mesin disel atau listrik,

udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan atau

lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah

disebarkan di atas rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat

diciptakan suatu alat pengering yang sederhana, praktis dan

murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat

diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena

pengeringan akan lebih merata dan waktu pengeringan akan

lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai

contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari

untuk penjemuran dengan sinar matahari sehingga diperoleh

simplisia kering dengan kadar air 10% sampai 12%, dengan

menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia

dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8 jam.

Daya tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat

tergantung pada jenis simplisia, kadar airnya dan cara

penyimpanannya. Beberapa simplisia dapat tahan lama dalam

penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,

Page 11 of 18

sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan

selama penyimpanan dengan kadar air 10 sampai 12%.

f. Sortasi Kering

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap

akhir pembuatan simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan

benda-benda asing seperti bagian-bagian tanaman yang tidak

diinginkan dan pengotor-pengotor lain yang masih ada dan

tertinggal pada simplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum

sirnplisia dibungkus untuk kernudian disimpan.

g. Penyimpanan dan Pengepakan

Simplisia dapat rusak dan berubah mutunya karena berbagai

faktor luar dan dalam, antara lain :

1. Cahaya : Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat

menimbulkan perubahan kimia pada simplisia, misalnya

isomerisasi, polimerisasi, rasemisasi dan sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat

mengalami perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara

dan terjadi oksidasi; perubahan ini dapat berpengaruh pada

bentuk simplisia; misalnya, yang semula cair dapat berubah

menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : Perubahan kimiawi dalam simplisia

yang dapat disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya

oleh enzim, polimerisasi, oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi : Apabila kelembaban luar lebih rendah dari

simplisia, maka simplisia secara perlahan-lahan akan

kehilangan sebagian airnya sehingga rnakin lama makin

mengecil (kisut).

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-

agar, bila disimpan dalam wadah yang terbuka akan

menyerap udara sehingga menjadi agak basah atau mencair.

Page 12 of 18

6. Pengotor : Pengotor pada simplisia dapat disebabkan oleh

berbagai sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan,

bahan-bahan asing (misalnya minyak yang tertumpah) dan

fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menimbulkan kerusakan dan

pengotoran pada simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupun

oleh bentuk dewasanya. Pengotor tidak hanya berupa

kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa metamorfosa seperti

cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang bungkus

kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.

8. Kapang : Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka

simplisia dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak

hanya terbatas pada jaringan simplisia, tetapi juga akan

merusak susunan kimia zat yang dikandung dan malahan

dari kapangnya dapat mengeluarkan zat yang bersifat toksik

yang dapat mengganggu kesehatan.

C. Metodologi dan Parameter Standardisasi Simplisia

Ada tiga parameter standardisasi simplisia sebagai bahan baku yang

diperlukan dalam analisa mutu simplisia, yaitu :

1. Pengujian Pendahuluan (Kebenaran Simplisia) :

a. Pengujian Organoleptik

Dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kekhususan bau dan

rasa simplisia yang diuji.

b. Pengujian Makroskopik

Dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar atau tanpa alat,

untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna

simplisia yang diuji.

c. Pengujian Mikroskopik

Dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang derajat

pembesarannya disesuaikan dengan keperluan. Simplisia yang

Page 13 of 18

diuji dapat berupa sayatan maupun serbuk. Tujuannya adalah

untuk mencari unsur-unsur anatomi jaringan yang khas. Dari

pengujian ini akan diketahui jenis simplisia berdasarkan

fragmen pengenal yang spesifik bagi masing-masing simplisia.

Serbuk yang diperiksa adalah serbuk yang homogen dengan

derajat kehalusan 4/18 yang dipersyaratkan oleh MMI.

2. Parameter Non Spesifik :

a. Penetapan kadar air dengan destilasi

Tujuan dari penetapan kadar air adalah utuk mengetahui batasan

maksimal atau rentang besarnya kandungan air dalam bahan.

Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam

simplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air

hingga jumlah tertentu berguna untuk memperpanjang daya

tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman

bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air

dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu Metode Titrimetri, Metode

Azeotropi dan Metode Gravimetri.

b. Penetapan susut pengeringan

Susut pngeringan adalah kadar bagian yang menguap pada suatu

zat, kecuali dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105°C,

dikeringkan pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Jika suhu

lebur zat lebih rendah dari suhu penetapan, maka pengeringan

dilakukan pada suhu antara 5°C dan 10°C dibawah suhu

leburnya selama 1 sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan

selama waktu yang ditentukan atau hingga bobot tetap. Susut

pengeringan = (bobot awal – bobot akhir) / bobot awal x 100%

c. Penetapan kadar abu

Penetapan kadar abu merupakan cara untuk mengetahui sisa

yang tidak menguap dari suatu simplisia pada pembakaran. Pada

penetapan kadar abu total, abu dapat berasal dari bagian jaringan

Page 14 of 18

tanaman sendiri atau dari pengotor lain misalnya pasir atau

tanah.

d. Penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam

Ditujukan untuk mengetahui jumlah pengotor yang berasal dari

pasir atau tanah silikat.

e. Penetapan kadar sari yang larut dalam air

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa

yang dapat tersari dengan air dari suatu simplisia.

f. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol

Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui jumlah senyawa

yang dapat tersari dengan etanol dari suatu simplisia.

g. Uji cemaran mikroba

Uji Aflatoksin, bertujuan untuk mengetahui cemaran aflatoksin

yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.

Uji Angka Lempeng Total, untuk mengetahui jumlah

mikroba/bakteri dalam sampel. Batasan angka lempengan total

yang ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu

10°CFU/gram.

Uji Angka Kapang, untuk mengetahui adanya cemaran kapang,

batasan angka lempeng total yang ditetapkan oleh Kemenkes

yaitu 104°CFU/gram.

3. Parameter Spesifik :

Identifikasi kimia terhadap senyawa yang disari

Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari

simplisia. Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk

menetapkan kandungan senyawa tertentu dari simplisia. Biasanya

dilakukan dengan analisa kromatografi lapis tipis (KLT). Sebelum

dilakukan KLT perlu dilakukan preparasi dengan penyarian senyawa

kimia aktif dari simplisia yang masih kasar. Kandungan kimia

simplisia nabati pada umumnya dapat dikelompokkan sebagai

berikut : minyak atsiri, karotenoid, steroid, triterpenoid, alkaloid, asam

Page 15 of 18

lemak, senyawa fenolik (fenol-fenol, asam fenolat, fenil propanolol,

flavonoid, antrakuinon, antosianin, xanton) asam organik, glikosida,

saponin, tani, karbohidrat dan lain-lain.

BAB III

Page 16 of 18

PENUTUP

(tolong yaaa...)

DAFTAR PUSTAKA

Page 17 of 18

Adfa, M. 2006. 6-Metoksi, 7-Hidroksi Kumarin dari Daun Pacar Air (Impatiens

balsamina L.) Berwarna Merah, (online),

(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/17037/6/Abstract.pdf,

diakses 20 Mei 2010).

Anonim. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Anonim. 2007. Karakterisasi Simplisia dan Isolasi Senyawa Antosianin dari

Bunga Tanaman Pacar Air (Impatiens balsamina Linn.), (online),

(http://gradienfmipaunib.files.wordpress.com/2008/07/morina2.pdf,

diakses 20 Mei 2010).

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1987. Analisis Obat Tradisional.

Jakarta : Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisa

Tumbuhan, Bandung : ITB.

Mukherjee, P.K. 2002. Quality Control of Herbal Drugs, An Approach To

Evaluation Ouf Botanicals. New Delhi : Business Horizons.

Page 18 of 18