bab i pembuatan simplisia daun sirih.docx

49
PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN SIRIH I. Tujuan Agar dapat memberikan pembelajaran dalam pembuatan simplisia dari mulai pengumpulan bahan sampai pemeriksaan hasil akhir II. Prinsip Berdasarkan uji simplisia III. Teori Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau bersandar pada batang pohon lain. Sebagai budaya, daunnya biasa dimakan dengan cara dikunyah bersama gambir, pinang dan kapur. Sirih digunakan sebagai tanaman obat (fitofarmaka) dan sangat berperan dalam kehidupan pada berbagai upacara adat rumpun Melayu. Tanaman sirih (Piper betle) atau sebutan lain seperti Sireh, Suruh, Sedah tentu sangat dikenal luas dan popular sebagai tanaman yang banyak mempunyai khasiat obat dan memiliki manfaat terhadap kesehatan.Dan sirih telah digunakan sejak zaman nenek moyang kita terdahulu baik sebagai obat ataupun untuk

Upload: elvinapurple

Post on 10-Feb-2016

755 views

Category:

Documents


99 download

TRANSCRIPT

PEMBUATAN SIMPLISIA DAUN SIRIH

I. Tujuan

Agar dapat memberikan pembelajaran dalam pembuatan simplisia dari

mulai pengumpulan bahan sampai pemeriksaan hasil akhir

II. Prinsip

Berdasarkan uji simplisia

III. Teori

Sirih merupakan tanaman asli Indonesia yang tumbuh merambat atau

bersandar pada batang pohon lain. Sebagai budaya, daunnya biasa dimakan

dengan cara dikunyah bersama gambir, pinang dan kapur. Sirih digunakan sebagai

tanaman obat (fitofarmaka) dan sangat berperan dalam kehidupan pada berbagai

upacara adat rumpun Melayu.

Tanaman sirih (Piper betle) atau sebutan lain seperti Sireh, Suruh, Sedah tentu

sangat dikenal luas dan popular sebagai tanaman yang banyak mempunyai

khasiat obat dan memiliki manfaat terhadap kesehatan.Dan sirih telah digunakan

sejak zaman nenek moyang kita terdahulu baik sebagai obat ataupun untuk

dikomsumsi rutin setiap hari (di beberapa daerah dikenal dengan kebiasaan

"nyirih").

Tanaman ini tumbuh memanjat, tinggi 5-15 m, helaian daun berbentuk bulat

telur.Bunga bentuk bulir di ujung cabang, panjang bulir 2,5-6 cm, biji membentuk

lingkaran. Ada 4 macam sirih, yaitu sirih berdaun hijau tua dengan rasa pedas

merangsang, sirih berdaun kuning, sirih kaki merpati, daun berwarna kuning

dengan tulang daun berwarna merah, dan sirih hitam yang ditanam khusus untuk

obat.Sirih tersebar di Indonesia dalam skala yang tidak terlalu luas,tumbuh di

ketinggian sampai 300 m dpl. Tumbuh liar di hutan jati dan hutan hujan.

Kandungan yang terdapat dalam daun sirihhijau sangat banyak. Beberapa

kandungan itu diantaranya adalah: fenil propana, minyak atsiri,

hidroksikavicol, estragol, kavicol, kavibetol, allylpyrokatekol, caryophyllene,

cyneole, cadinene, diastase, tanin, pati, seskuiterpena, terpennena dan gula. Semua

zat itulah yang membuat sirih menjadi tanaman yang kaya manfaat dan

kegunaannya karena dapat menyehatkan manusia.

Daun sirih memiliki manfaat antara alain : menahan pendarahan,

menyembuhkan luka pada kulit, sebagai obat saluran pencernaan, menguatkan

gigi, membantu membersihkan tenggorokan, memiliki kemampuan antiseptic,

sebagai antioksidasi dan fungisida, membantu melawan bakteri gram positif dan

negatif, mengobati sakit mata, mengobati pendarahan gusi dan mencegah gusi

berdarah, dan masih banyak manfaat lainnya.

BUDI DAYA

Perbanyakan tanaman menggunakan sulur.Turus diambil dari sulur di bagian

ujung atas sepanjang 40-50 cm. Untuk pertumbuhannya, sirih memerlukan

sandaran pohon hidup, seprti dadap, kapuk randu, kelor, waru atau gamal.Pohon

sandaran ditanam pada musim hujan sebelum menanam sirih, dengan jarak 1,5 m.

Tiap dua baris dibuat selokan atau parit untuk mengalirkan air karena sirih tidak

tahan terhadap tanah yang terlalu basah.Selokan digunakan juga untuk mengairi

sirih di musim kemarau.Bila sandaran sudah berakar baik, pada permulaan musim

hujan dibuat lubang di sekitar sandaran.

Turus ditanam sepanjang dua buku dan sisanya diikatkan pada tiang sandaran.

Cara lain ialah dengan memotong sulur panjang yang sudah dewasa pada

pangkalnya, daun dihilangkan kemudian sulur dibagi 3 atau 4 bagian dan ditanam

secara mendatar.Setelah turusberakar, cukup tiga sulur saja yang dibiarkan

tumbuh dan dipanjatkan diatas.Pemeliharaan yang baik menyebabkan sirih akan

bertahan selama bertahun-tahun dengan tetap memberikan hasil yang baik dari

ketiak daun akan tumbuh cabang dan ranting yang menggantung, bagian itulah

yang akan dipanen.

Bila tanaman telah terkena cahaya matahari, warna akan berubah menjadi kuning

kehijauan dan bila dikunyah terasa lebih pedas.Sirih yang tumbuh ditempat teduh,

daunnya berbentuk panjang, lemas, berwarna hijau segar, dan tidak begitu

pedas.Disamping cahaya matahari, macam pupuk juga mempengaruhi rasa

daun.Dianjurkan menggunakan pupuk kotoran ayam yang sifatnya dingin dan

daun yang dihasilkan berwarna kuning muda.Jika digunakan pupuk kotoran kuda,

sapi, atau kerbau, daunnya berwarna kuning tua.

Bila tanaman telah berumur satu tahun, dapat mulai dipanen, produksi tertinggi

akan diperoleh bila sirih telah mencapai ujung sandaran.Yang dipanen adalah

daun yang berasal dari sulur yang menggantung sebanyak 3 atau 4 ruas.Panen

dilakukan pagi sekali, ketika daun masih segar.Sulur yang telah dipanen diikat

dan dikemas dalam keranjang atau dengan memetik daun dari sulur kemudian tiap

25 lembar diikat menjadi satu.Untuk dikirim kedaerahlain, daun dibungkus

dengan daun atau pelepah pisang.

DEFINISI SIMPLISIA

Simplisia merupakan bahan alam yang digunakan sebagai obat, tetapi belum

mengalami pengolahan apapun atau telah diolah secara sederhana. Simplisia

dibagi menjadi tiga golongan, yaitu :

a. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian

tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.Eksudat tanaman

adalah isi sel yang secara spontan keluar dari tanaman atau dengan cara tertentu

sengaja dikeluarkan dari selnya. Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau

bahan-bahan nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari

tanamannya.

b. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat berupa hewan utuh atau zat-zat

berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa bahan kimia murni,

misalnya minyak ikan (Oleum iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).

c. Simplisia Pelikan atau Mineral

Simplisia pelikan atau mineral adalah simplisia berupa bahan pelikan atau

mineral yang belum diolah atau telah diolah dengan cara sederhana dan belum

berupa bahan kimia murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga.

Tanaman obat yang menjadi sumber simplisia nabati , merupakan salah satu

faktor yang dapat mempengaruhi mutu simplisia. Sebagai sumber simplisia,

tanaman obat dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tanaman

budidaya.Tumbuhan liar adalah tumbuhan yang tumbuh dengan sendirinya di

hutan atau tempat lain, atau tanaman yang sengaja ditanam dengan tujuan lain,

misalnya sebagai tanaman hias, tanaman pagar, tetapi bukan dengan tujuan untuk

memproduksi simplisia.Tanaman budidaya adalah tanaman yang sengaja ditanam

untuk tujuan produksi simplisia.Tanaman simplisia dapat di perkebunan yang

luas, dapat diusahakan oleh petani secara kecil-kecilan berupa tanaman tumpang

sari atau Tanaman Obat Keluarga.Tanaman Obat Keluarga adalah pemanfaatan

pekarangan yang sengaja digunakan untuk menanam tumbuhan obat.

DASAR PEMBUATAN SIMPLISIA

a. Simplisia dibuat dengan cara pengeringan

Pembuatan simplisia dengan cara ini dilakukan dengan pengeringan cepat,

tetapi dengan suhu yang tidak terlalu tinggi. Pengeringan yang terlalu lama akan

mengakibatkan simplisia yang diperoleh ditumbuhi kapang. Pengeringan dengan

suhu yang tinggi akan mengakibatkan perubahan kimia pada kandungan senyawa

aktifnya. Untuk mencegah hal tersebut, untuk simplisia yang memerlukan

perajangan perlu diatur panjang perajangannya, sehingga diperoleh tebal irisan

yang pada pengeringan tidak mengalami kerusakan.

b. Simplisia dibuat dengan fermentasi.

Proses fermentasi dilakukan dengan seksama, agar proses tersebut tidak

berkelanjutan kearah yang tidak diinginkan.

c. Simplisia dibuat dengan proses khusus.

Pembuatan simplisia dengan penyulingan, pengentalan eksudat nabati,

penyaringan sari air dan proses khusus lainnya dilakukan dengan berpegang pada

prinsip bahwa pada simplisia yang dihasilkan harus memiliki mutu sesuai dengan

persyaratan.

d. Simplisia pada proses pembuatan memerlukan air.

Pati, talk dan sebagainya pada proses pembuatannya memerlukan air. Air yang

digunakan harus terbebas dari pencemaran serangga, kuman patogen, logam berat

dan lain-lain. 

TAHAP PEMBUATAN

Pada umumya pembuatan simplisia melalui tahapan sebagai berikut :

A. Pengumpulan Bahan Baku

Kadar senyawa aktif dalam suatu simplisia berbeda-beda antara lain

tergantung pada :

a. Bagian tanaman yang digunakan.

b. Umur tanaman yang digunakan.

c. Waktu panen.

d. Lingkungan tempat tumbuh.

Waktu panen sangat erat hubungannya dengan pembentukan senyawa aktif di

dalam  bagian  tanaman  yang akan dipanen. Waktu  panen  yang  tepat  pada saat 

bagian  tanaman  tersebut mengandung senyawa aktif dalam jumlah  yang

terbesar. Senyawa aktif terbentuk secara maksimal didalam bagian tanaman atau

tanaman pada umur tertentu. Penentuan  bagian  tanaman  yang dikumpulkan dan 

waktu  pengumpulan  secara  tepat  memerlukan  penelitian.  Disamping waktu 

panen  yang dikaitkan  dengan  umur,  perlu diperhatikan  pula  saat panen dalam

sehari. Contoh, simplisia  yang mengandung minyak atsiri  lebih  baik dipanen 

pada  pagi  hari, dengan demikian untuk menentukan waktu panen dalam sehari

perlu dipertimbangkan stabilitas kimiawi dan fisik senyawa aktif didalam

simplisia terhadap panas sinar matahari. Secara garis besar, pedoman panen

sebagai berikut :

1. Tanaman  yang  pada  saat  panen  diambil  bijinya  yang telah tua seperti

kedawung, pengambilan biji ditandai dengan telah mengeringnya buah. Sering

pula pemetikan pula  pemetikan  dilakukan sebelum kering benar,  yaitu 

sebelum buah pecah  secara  alami dan  biji  terlempar jauh,  misal jarak.

2. Tanaman  yang pada saat  panen  diambil  buahnya, waktu pengambilan 

sering dihubungkan  dengan tingkat  kemasakan, yang ditandai dengan 

terjadinya perubahan  pada  buah seperti perubahantingkat kekeraan, missal

labu merah. Perubahan warna, misalnya asam, kadar air buah, misalnya

belimbing wuluh, jeruk nipis. Perubahan bentuk buah, misalnya mentimun,

pare. 

3. Tanaman  yang pada saat panen diambil daun pucuknya, pengambilan

dilakukan pada saat tanaman mengalami perubahan pertumbuhan  dari

vegetatif  ke  generatif. Pada saat itu penumpukan  senyawa  aktif  dalam

kondisi  tinggi,  sehingga mempunyai mutu yang terbaik. Contoh tanaman

yang diambil daun pucuk adalah kumis kucing.

4. Tanaman  yang  pada saat  panen  diambil  daun  yang telah tua, daun  yang

diambil dipilih yang  telah membuka  sempurna  dan  terletak di bagian 

cabang atau  batang yang menerima  sinar matahari sempurna. Pada  daun

tersebut  terjadi  kegiatan  asimilasi  yang  sempurna. Contoh  panenan  ini

misal  sembung.

5. Tanaman  yang pada  saat panen diambil kulit batang, pengambilan 

dilakukan  pada saat  tanaman  telah  cukup umur. Agar  pada saat

pengambilan tidak mengganggu pertumbuhan, sebaiknya dilakukan pada

musim  yang menguntungkan pertumbuhan antara  lain menjelang musim

kemarau.

6. Tanaman  yang pada saat panen diambil umbi lapis,pengambilan dilakukan

pada saat umbi mencapai besar maksimum dan pertumbuhan pada bagian atas

tanah berhenti, misalnya bawang merah.

7. Tanaman yang pada  saat  panen  diambil rimpangnya, pengambilan

dilakukan  pada musim kering dengan tanda-tanda mengeringnya bagian atas

tanaman. Dalam keadaan ini rimpang dalam keadaan  besar maksimum.

Panen  dapat  dilakukan dengan  tangan,  menggunakan alat atau

menggunakan  mesin.  Dalam  hal ini keterampilan  pemetik diperlukan, agar

diperoleh simplisia yang benar, tidak tercampur dengan bagian lain dan tidak

merusak tanaman induk. Alat  atau mesin  yang digunakan untuk memetik

perlu dipilih yang  sesuai. Alat  yang  terbuat  dari logam sebaiknya tidak

digunakan  bila  diperkirakan  akan merusak  senyawa aktif  siniplisia  seperti

fenol, glikosida  dan sebagainya. 

B. SORTASI BASAH

Sortasi basah  dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran  atau  bahan-

bahan  asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat

dari akar suatu tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput,

batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainnya harus dibuang.Tanah

mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah yang tinggi.Oleh Karena

itu, pembersihan simplisia dari tanah yang terikut dapat mengurangi jumlah

mikroba awal.

C. PENCUCIAN

Pencucian dilakukan  untuk  menghilangkan  tanah dan  pengotoran lainnya

yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian  dilakukan dengan air bersih,

misalnya air dari mata air, air sumur  atau  air  PAM. Bahan simplisia  yang

mengandung  zat yang mudah  larut  di  dalam  air yang mengalir, pencucian agar

dilakukan dalam  waktu  yang  sesingkat  mungkin. Pencucian sayur-sayuran 

satu  kali  dapat menghilangkan  25% dari jumlah mikroba awal, jika  dilakukan

pencucian  sebanyak  tiga  kali, jumlah mikroba yang  tertinggal hanya  42% dari

jumlah  mikroba  awal. Pencucian tidak dapat membersihkan  simplisia  dari

semua mikroba karena air pencucian yang digunakan biasanya mengandung juga

sejumlah mikroba.

Cara  sortasi dan pencucian  sangat mempengaruhi jenis dan jumlah mikroba

awal simplisia. Misalnya jika air yang digunakan untuk pencucian kotor, maka

jumlah mikroba pada permukaan bahan simplisia dapat bertambah dan air yang

terdapat pada  permukaan bahan  tersebut  dapat  mempercepat pertumbuhan 

mikroba. Bakteri yang umum terdapat dalam air adalah Pseudomonas, Proteus

Micrococcus Bacillus, Streptococcus Enterobacter dan Escherishia. Pada 

simplisia akar,  batang  atau  buah  dapat  pula dilakukan  pengupasan  kulit 

luarnya untuk mengurangi  jumlah mikroba awal karena  sebagian  besar jumlah

mikroba biasanya terdapat pada permukaan simplisia. Bahan yang telah dikupas

tersebut mungkin tidak memerlukan pencucian jika cara pengupasannya dilakukan

dengan tepat dan bersih.

D. PERAJANGAN

Beberapa  jenis  bahan  simplisia perlu mengalami  proses perajangan.

Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah  proses  pengeringan,

pengepakan  dan  penggilingan. Tanaman yang baru diambil jangan langsung

dirajang, tetapi dijemur dalam keadaan utuh selama 1 hari. Perajangan dapat

dilakukan  dengan  pisau atau dengan  alat  mesin  perajang  khusus sehingga 

diperoleh  irisan  tipis  atau  potongan dengan ukuran yang dikehendaki.

Semakin  tipis bahan yang akan dikeringkan, semakin cepat penguapan air,

sehingga mempercepat waktu pengeringan. Akan tetapi irisan yang terlalu tipis

juga dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat berkhasiat yang mudah

menguap, sehingga mempengaruhi  komposisi bau  dan rasa yang diinginkan.

Oleh  karena  itu, bahan  simplisia  seperti  temulawak,  temu  giring, jahe,  kencur

dan  bahan  sejenis  lainnya dihindari perajangan yang terlalu  tipis  untuk

mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri. Selama perajangan  seharusnya

jumlah mikroba tidak bertambah. Penjemuran sebelum perajangan diperlukan

untuk mengurangi pewarnaan akibat reaksi antara bahan dan logam

pisau.Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari selama 1 hari.

E. PENGERINGAN

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah 

rusak,sehingga dapat disimpan dalam waktu yang  lebih lama. Dengan

mengurangi kadar  air dan menghentikan  reaksi  enzimatik akan dicegah

penurunan mutu atau perusakan simplisia. Air yang masih tersisa dalam simplisia

pada kadar tertentu dapat merupakan media pertumbuhan kapang dan jasad renik

lainnya.Enzim tertentu dalam sel,masih dapat bekerja,menguraikan senyawa aktif

sesaat setelah sel mati dan selama bahan simplisia tersebut masih mengandung

kadar air tertentu.

Pada tumbuhan yang masih hidup pertumbuhan kapang dan reaksi enzimatik

yang merusak itu tidak terjadi karena adanya keseimbangan antara proses-proses

metabolisme, yakni proses sintesis, transformasi dan penggunaan isi sel.

Keseimbangan ini hilang segera setelah sel tumbuhan mati. Sebelum tahun 1950,

sebelum bahan dikeringkan, terhadap bahan simplisia tersebut lebih dahulu 

dilakukan proses stabilisasi yaitu proses untuk menghentikan reaksi enzimatik.

Cara yang lazim dilakukan pada saat itu, merendam bahan simplisia dengan

etanol  70 % atau dengan mengaliri uap panas. Dari hasil penelitian selanjutnya

diketahui bahwa reaksi enzimatik tidak berlangsung bila kadar air simplisia

kurang dari 10%.

Pengeringan simplisia dilakukan dengan menggunakan sinar matahari atau 

menggunakan suatu alat pengering. Hal-ha1 yang perlu diperhatikan selama

proses pengeringan adalah suhu pengeringan, kelembaban udara, aliran udara,

Waktu pengeringan dan luas permukaan bahan. Pada pengeringan bahan simplisia

tidak  dianjurkan rnenggunakan alat dari plastik. Selama proses pengeringan

bahan simplisia, faktor-faktor tersebut harus diperhatikan sehingga diperoleh

simplisia kering yang tidak mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan.

Cara pengeringan yang salah dapat mengakibatkan terjadinya "Face

hardening", yakni bagian luar bahan sudah kering sedangkan bagian dalamnya

masih basah. Hal ini  dapat disebabkan oleh irisan bahan simplisia yang terlalu

tebal, suhu pengeringan yang terlalu tinggi, atau oleh suatu keadaan lain yang

menyebabkan penguapan air permukaan bahan jauh lebih cepat daripada difusi air

dari dalam ke permukaan tersebut, sehingga permukaan bahan menjadi keras dan

menghambat pengeringan selanjutnya. "Face hardening" dapat mengakibatkan

kerusakan atau kebusukan di bagian dalarn bahan yang dikeringkan.

Suhu pengeringan tergantung kepada bahan simplisia dan cara

pengeringannya. Bahan simplisia dapat dikeringkan pada suhu 300 sampai 90°C,

tetapi suhu yang terbaik adalah tidak melebihi 60°C. Bahan simplisia yang

mengandung senyawa aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap harus

dikeringkan pada suhu serendah mungkin, misalnya 300 sampai 450 C, atau dengan

cara pengeringan vakum yaitu dengan mengurangi tekanan udara di dalam ruang

atau lemari pengeringan, sehingga tekanan kira-kira 5 mm Hg. Kelembaban juga

tergantung pada bahan simplisia,cara pengeringan, dan tahap tahap selama

pengeringan. Kelembaban akan menurun selama berlangsungnya proses

pengeringan. Berbagai  cara pengeringan telah dikenal dan digunakan orang. Pada

dasarnya dikenal dua cara pengeringan yaitu pengeringan secara alamiah dan

buatan.

1. Pengeringan Alamiah.

Tergantung dari senyawa aktif yang dikandung dalam bagian tanaman yang

dikeringkan, dapat dilakukan dua cara pengeringan :

1.1. Dengan panas sinar matahari langsung. Cara ini dilakitkan untuk

mengeringkan bagian tanaman yang relatif keras seperti kayu, kulit kayu,

biji  dan sebagainya, dan rnengandung senyawa aktif yang relatif stabil.

Pengeringan dengan sinar matahari yang banyak dipraktekkan di

Indonesia merupakan suatu cara yang mudah dan murah, yang dilakukan

dengan cara  membiarkan bagian yang telah dipotong-potong di udara 

terbuka di atas  tampah-tampah tanpa kondisi yang terkontrol sepertl

suhu, kelembaban dan aliran udara. Dengan cara ini kecepatan

pengeringan sangat tergantung kepada keadaan iklim, sehingga cara ini

hanya baik dilakukan di daerah  yang udaranya panas atau kelembabannya

rendah, serta tidak turun hujan. Hujan atau cuaca yang mendung dapat

memperpanjang waktu pengeringan sehingga memberi kesempatan pada

kapang atau mikroba lainnya untuk tumbuh sebelum simplisia tersebut

kering. F'IDC (Food Technology  Development Center IPB) telah

merancang dan membuat suatu alat pengering dengan menggunakan sinar

matahari, sinar matahari tersebut ditampung pada permukaan yang gelap

dengan sudut kemiringan tertentu. Panas ini kemudian dialirkan keatas

rak-rak pengering yang diberi atap  tembus cahaya di atasnya sehingga

rnencegah bahan menjadi basah jika tiba-tiba turun hujan. Alat ini telah

digunakan untuk mengeringkan singkong yang  telah dirajang dengan

demikian dapat pula digunakan untuk mengeringkan  simplisia.

1.2. Dengan diangin-anginkan dan tidak dipanaskan dengan sinar matahari

langsung. Cara ini terutama digunakan untuk mengeringkan bagian

tanaman  yang lunak seperti bunga, daun, dan sebagainya dan

mengandung senyawa aktif mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

Kerugian yang mungkin terjadi jika melakukan pengeringan dengan sinar

matahari dapat diatasi jika melakukan pengeringan buatan, yaitu dengan

menggunakan suatu alat atau mesin pengering yang suhu kelembaban, tekanan

dan aliran udaranya dapat diatur. Prinsip pengeringan buatan adalah sebagai

berikut:  “udara dipanaskan oleh suatu sumber panas seperti lampu, kompor,

mesin disel  atau listrik, udara panas dialirkan dengan kipas ke dalam ruangan

atau lemari yang berisi bahan yang akan dikeringkan yang telah disebarkan di atas

rak-rak pengering”. Dengan prinsip ini dapat diciptakan suatu alat pengering yang

sederhana, praktis dan murah dengan hasil yang cukup baik.

Dengan menggunakan pengeringan buatan dapat diperoleh simplisia dengan 

mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu 

pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Sebagai

contoh misalnya jika kita membutuhkan waktu 2 sampai 3 hari untuk penjemuran 

dengan sinar matahari sehingga diperoleh simplisia kering dengan kadar air 10%

sampai 12%, dengan menggunakan suatu alat pengering dapat diperoleh simplisia 

dengan kadar air yang sama dalam waktu 6 sampai 8  jam.

Daya  tahan suatu simplisia selama penyimpanan sangat tergantung pada jenis 

simplisia, kadar airnya dan cara penyimpanannya. Beberapa simplisia yang dapat 

tahan lama dalam penyimpanan jika kadar airnya diturunkan 4 sampai 8%,

sedangkan simplisia lainnya rnungkin masih dapat tahan selama penyimpanan

dengan kadar air 10 sampai 12%. 

F. SORTASI KERING

Sortasi setelah pengeringan sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan 

simplisia. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-

bagian  tanaman yang tidak diinginkan dan pengotoran-pengotoran lain yang

masih ada dan  tertinggal pada sirnplisia kering. Proses ini dilakukan sebelum

sirnplisia dibungkus untuk  kernudian disimpan. Seperti halnya pada sortasi awal,

sortasi disini dapat dilakukan dengan  atau secara mekanik. Pada simplisia bentuk

rimpang sering jurnlah akar yang melekat pada rimpang terlampau besar dan

harus dibuang. Demikian pula adanya partikel-partikel pasir,  besi dan benda-

benda tanah lain yang tertinggal harus dibuang sebelum simplisia dibungkus.

G. PENYIMPANAN DAN PENGEPAKAN

Sirnplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena berbagai faktor

luar dan dalam, antara lain :

1. Cahaya :  Sinar dari panjang gelombang tertentu dapat menimbulkan

perubahan kimia pada simplisia, misalnya isomerisasi, polimerisasi,

rasemisasi, dan sebagainya.

2. Oksigen udara : Senyawa tertentu dalam simplisia dapat mengalami

perubahan kimiawi oleh pengaruh oksigen udara terjadi  oksidasi dan

perubahan ini dapat berpengaruh pada bentuk  simplisia, misalnya, yang

semula cair dapat berubah menjadi kental atau padat, berbutir-butir dan

sebagainya.

3. Reaksi kimia intern : perubahan kimiawi dalam simplisia yang dapat 

disebabkan oleh reaksi kimia intern, misalnya oleh enzim,  polimerisasi,

oto-oksidasi dan sebagainya.

4. Dehidrasi :  Apabila kelembaban luar lebih rendah dari simplisia, maka 

simplisia secara perlahan-lahan akan kehilangan sebagian  airnya sehingga

rnakin lama makin mengecil (kisut).

5. Penyerapan air : Simplisia yang higroskopik, misalnya agar-agar, bila 

disimpan dalam wadah yang terbuka akan  menyerap lengas  udara

sehingga menjadi kempal basah atau mencair.

6. Pengotoran : Pengotoran pada simplisia dapat disebabkan oleh berbagai 

sumber, misalnya debu atau pasir, ekskresi hewan, bahan-bahan asing

(misalnya minyak yang tertumpah) dan fragmen wadah (karung goni).

7. Serangga : Serangga dapat menitnbulkan kerusakan dan pengotoran pada

simplisia, baik oleh bentuk ulatnya maupin oleh bentuk  dewasanya.

Pengotoran tidak hanya berupa kotoran serangga, tetapi juga sisa-sisa

metamorfosa seperti cangkang telur, bekas kepompong, anyaman benang

bungkus kepompong, bekas kulit serangga dan sebagainya.

8. Kapang :  Bila kadar air dalam simplisia terlalu tinggi, maka simplisia 

dapat berkapang. Kerusakan yang timbul tidak hanya terbatas pada

jaringan simplisia, tetapi juga akan merusak  susunan kimia zat yang

dikandung dan malahan dari  kapangnya dapat mengeluarkan toksin yang

dapat mengganggu kesehatan.

IV. Alat dan Bahan

IV.1. Alat:

IV.1.1. Oven yang dilengkapi pengatur suhu

IV.1.2. Alat perajang seperti pisau / gunting bersih

IV.1.3. Loyang / wadah

IV.1.4. Kipas angin

IV.1.5. Stopwatch

IV.1.6. Neraca analitik

IV.2. Bahan:

IV.2.1. Daun sirih segar

IV.2.2. Air bersih

V. Prosedur

Daun sirih disortasi basah atau dipilih bagian yang akan dipakainya seperti

diambil daun yang masih segar dan dibuang daun yang sudah tua / kuning serta

batang daunnya. Kemudian daun sirih dicuci bersih sampai kotoran yang

menempel pada simplisia hilang atau tercuci. Daun sirih kemudian dirajang atau

digunting selebar kurang lebih 1 cm. Daun sirih yang sudah dirajang ini kemudian

diangin-anginkan dengan menggunakan kipas angin sampai air yang masih

menempel pada daun sirih habis menguap. Daun sirih yang sudah tidak basah ini

ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam oven. Suhu oven diatur pada 60°C.

Daun sirih ini dioven selama kurang lebih satu hari atau sampai daun sirih benar-

benar kering. Daun sirih yang sudah kering menjadi simplisia ini disortasi kembali

yaitu dibuang daun yang terlalu kering dan dibuang juga pengotor-pengotor

lainnya yang mungkin masuk tercampur saat pengeringan. Simplisia daun sirih ini

kemudian ditimbang kembali sampai didapat bobot akhir simplisia. Simplisia

daun sirih yang sudah jadi ini dikemas dan disimpan dalam wadah tertutup rapat.

VI. Data Pengamatan

Nama simplisia : piperis betle folium

Nama Lain : piper betle

Keluarga : piperaceae

VI.1. Klasifikasi Ilmiah:

Kerajaan: Plantae

Ordo: Piperales

Famili: Piperaceae

Genus: Piper

Spesies: Piper betle.

Sinonim: Chavica auriculata Miq. danArtanthe hixagona

VI.2. Pengumpulan bahan

Sumber bahan baku : tanaman budidaya

Bagian yang dipanen : daun yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda

Waktu panen : minimal berumur 4 bulan

Alasan waktu panen : pada saat itu daun sudah relatif lebar, dengan

panjang 15-20 cm. Daun tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda karena zat

aktifnya tinggi

VI.3. Sortasi basah

Jumlah simplisia pada saat sortasi basah : 94,34 gr

VI.4. Pencucian

Sumber air : Air bersih yang mengalir

VI.5. Perajangan

Alat perajang : Pisau bersih, tajam, dan gunting bersih

Ukuran perajangan : Bentuk rajangan daun kasar berwarna hijau muda,

lebar irisan sekitar 1 cm

VI.6. Pengeringan

Cara pengeringan : Menggunakan oven

Suhu pengeringan : 60°C

Lama pengeringan : 1 hari

VI.7. Sortasi kering

Jumlah simplisia pada saat sortasi kering : 22,51 gr

VII. Pembahasan

Pembahasan Alex

Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan pembuatan simplisia daun sirih

dengan bahan baku daun sirih segar. Awalnya dilakukan identifikasi proses

pengumpulan daun sirih ini. Sumber daun sirih ini adalah berasal dari tanaman

budidaya. Bagian tanaman yang diambil adalah daun yang tidak terlalu tua atau

muda yang berwarna hijau segar. Daun sirih yang dipakai ini dipanen pada saat

daun berumur kurang lebih enam bulan. Alasan waktu pemanenan adalah daun

sirih sudah relatif lebar dengan ukuran 19 – 20 cm dan umur daun yang tidak

terlalu tua atau muda yang memiliki kemungkinan kandungan zat aktif yang

relatif tinggi.

Daun simplisia yang sudah terkumpul ini kemudian dipilah / sortasi bagian

yang masih layak digunakan yaitu bagian daun yang masih segar berwarna hijau

cerah. Bagian daun yang kering atau kekuningan dibuang. Setelah dilakukan

sortasi, daun sirih basah ini kemudian ditimbang. Didapatkan daun sirih sebanyak

94,34 gram. Daun sirih ini kemudian dicuci bersih menggunakan air bersih yang

mengalir. Hal ini dimaksudkan agar kotoran-kotoran seperti pasir atau debu yang

menempel pada daun sirih akan hilang atau tercuci bersih.

Daun yang sudah dicuci bersih kemudian dirajang dengan ukuran lebar kurang

lebih 1 cm. Hal ini dimaksudkan agar pada saat pengeringan, tidak memerlukan

suhu yang terlalu tinggi atau waktu yang terlalu lama. Perajangan dilakukan pada

setiap daun sirih yang sudah dicuci, dengan menggunakan alat perajang berupa

pisau atau gunting bersih.

Perlakuan selanjutnya adalah mengeringkan daun sirih yang sudah dirajang

dengan cara diangin-angin dengan menggunakan kipas angin atau didiamkan pada

suhu kamar sampai terlihat kering. Setelah dilihat cukup kering untuk dioven,

daun sirih ini kemudian dimasukkan ke dalam oven dan suhunya diatur pada

60°C. Pengeringan dilakukan bukan pada suhu di atas 60°C dimaksudkan agar

zat-zat aktif yang terdapat dalam daun sirih tidak rusak atau menguap.

Pengeringan dapat dilakukan pada suhu di bawah 60°C tetapi dengan cara

menaikkan tekanan pada sistem sehingga titik didih air dapat diturunkan.

Pengeringan ini dilakukan untuk mendapatkan simplisia yang kering dengan

kadar air kurang dari 6% supaya simplisia dapat disimpan dalam jangka waktu

yang panjang tanpa ditumbuhi jamur.

Pembahasan Elvina

Salah satu ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang obat-obatan yang

berasal dari tumbuhan adalah farmakognosi. Farmakognosi juga merupakancara

pengenalan ciri-ciri atau karakteristik obat yang berasal dari bahan

alam. Farmakognosi juga mencakup seni dan pengetahuan pengobatan dari alam

yang meliputi tanaman, hewan, mikroorganisme dan mineral.

Pada praktikum farmakognosi ini, dilakukan beberapa percobaan, yaitu

pembuatan simplisia dan pemeriksaan mutu seperti susut pengeringan simplisia,

pemeriksaan kadar abu simplisia dan skrining simplisia.

Pada percobaan pertamayaitupembuatan simplisia. Tanaman yang akan

dijadikan simplisia pada percobaan kali ini adalah simplisia daun sirih (piper

betle). Daun sirih merupakan salah satu tanaman obat yang dalam banyak

peminatnya baik dari kalangan agribisnis maupun pengusaha obat tradisional.Hal

ini disebabkan karena baik secara empiris maupun hasil penelitian medis

membuktikan bahwa dalam daun sirih terkandung berbagai macam senyawa kimia

yang berguna bagi kesehatan manusia.Perandaun sirih

dalam pengobatan tradisional mendorong para peneliti diberbagai belahan dunia

melakukan berbagai penelitian mengenai khasiat daun sirih.

Daun sirih banyak ditanam dihalaman, batang berwarna hijau

kecokelatan, permukaan kulit kasar dan berkerut-kerut, mempunyai nodule/ruas

yang besar tempat keluarnya akar. Tumbuh memanjat dan bersandar pada batang

pohon lain, tinggi dapat mencapai 5 m – 15 m. Daun tebal tumbuh berseling,

bertangkai, daun berbentuk jantung dengan daun meruncing, tepi rata. Lebar 2,5

cm – 10 cm, panjang 5 cm – 18 cm, mengeluarkan bau aromatik bila diremas.

Bungan tersusun dalam bentuk bulir, merunduk, panjang 5 – 15 cm, sendiri-

sendiri diujung cabang ketiaak daun.

Daun sirih memiliki banyak khasiat, untuk pemakaian dalam

berguna untuk mengobati batuk,  bronchitis, gangguan lambung (gastritis),

rheumatic, bengkak, menghilangkan bau badan, dan keputihan

( leucorrhoe).Sedangkan untuk

pemakaian luar daun sirih berguna untuk mengobati  luka bakar,koreng

(Pyodermi), kurap kaki, bisul, mimisan, perdarahan gusi, mengurangi produksi

ASI (Air Susu Ibu) dan menghilangkan gatal.

Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat

alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk.

Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan RI adalah bahan alami yang

digunakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, dan

kecualidinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia

dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan

simplisia mineral atau pelikan.Adapun simplisia yang dibuat pada praktikum ini

adalah simplisia nabati.Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa

tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya.

Tahap-tahap pembuatan simplisia meliputi pengumpulan bahan baku, sortasi

basah, pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dann

penyimpanan.

Dalam pengumpulan bahan baku, kita harus mengetahui darimana sumber

daun sirih tersebut berasal. Pada praktikum kali ini praktikan mendapatkan daun

sirih dengan cara membeli dari pedagang yang berjualan dipasar geger kalong,

bagian tanaman yang digunakan yaitu daun segar yang tidak terlalau tua maupun

tidak terlalau muda. Waktu panen daun sirih yang digunakan juga sangat erat

hubunganya dengan pembentukan senyawa aktif di dalam bagian tanaman yang

akan dipanen. Waktu panen yang tepat pada saat bagian tanaman tersebut

mengandung senyawa aktif dalam jumlah yang terbesar.Senyawa aktif tersebut

secara maksimal di dalam bagian tanaman atau tanaman pada umur tertentu.

Daun sirih yang siap panen minimal berumur 4 bualn.Saat itu sirih terdiri atas

16 sampai 20 daun. Pada saat itu daun sudah relatif lebar, dengan panjang 15

sampai 20 cm.Daun siap petik harus berumur 1 bulan, bersih dan warna

mengkilap. Daun yang dipetik berumur sedang, tidak terlalu tua atau muda,

karena zat aktifnya tinggi.Daun yang subur berukuran 10 cm dan 5 cm. Bila

dipegang, daun terasa tebal dan kaku (tidak lemas). Semakin tua warna daun,

semakin tebal. Semakin tebal daun, semakin kaku.Aroma daun tajam dan rasanya

pahit.Dalam sepekan panen sekali, tapi bila tanaman rimbun panen setiap hari

juga memungkinkan.Hindari memetik daun yang terkena cipratan tanah, terutama

pada waktu musim hujan.Pemetikan dimulai dari tanaman bagian bawah

menuju atas.Daun dipetik sekitar 60 cm dari permukaan tanah, dengan tujuan

meminimalkan bila ada kotoran atau debu yang menempel.

Bila daun dipetik sekitar 10 cm dari permukaan tanah, kotoran terlalu banyak

sehingga kurang layak panen. Semakin sering daun dipanen, semakin cepat tunas

tumbuh. Pemetikan sebaiknya pada pagi hingga pukul 11.00. Bila dipetik pada

sore hari, menghambat proses pengeringan. Pemetikan dilakukan dengan

menggunakan pisau tajam, bersih dan steril.

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkankotoran – kotoran atau

bahan – bahan asing lainnya dari bahan simplisia.Misalnya pada simplisia

yang dibuat dari akar suatu tanaman obat, bahan – bahan sepertitanah, kerikil,

rumput, batang, daun, akar yang telah rusak, serta pengotor lainyaharus

dibuang.Pada praktikum kali ini sortasi basah dilakukan pula untuk memilih daun

yang layak untuk dijadikan simplisia, misalnya tua atau mudanya daun, serta

untuk memisahkan dari bahan atau pengotor yang tidak diinginkan.

Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotoranlainya yang

melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang

mengalir, air bersih yang digunakan misalnya air dari mata air, air dari sumur atau

air PAM.

Beberapa jenis bahansimplisia perlu mengalami proses perajangan. Perajangan

bahan simplisiadilakukan untuk mempermudah proses pengeringan, pengepakan

dan penggilingan. Perajangan dapat dilakukan dengan pisau, dengan alat mesin

khusus sehingga diperoleh irisan atau potongan dengan ukuran yang

dikehendaki.Pada perajangan daun sirih lebar irisan sekirtar 1 cm.

Tujuan pengeringan ialah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah

rusak, sehingga dapat disimpan dalamwaktu yang lebih lama. Dengan

mengurangikadar air dan menghentikan reaksienzimatik akan dicegah penurunan

mutu atau perusakan simplisia. Proses pengeringan bisa dilakukan dengan dijemur

dibawah sinar matahari langsung dan bisa juga dengan cara dioven. Pada proses

pengeringan kali ini, pengeringan tidak dilakukan secara manual dibawah sinar

matahari dikarenakan musim penghujan, maka dilakukan dengan cara pemanasan

menggunakan oven. Suhu yang digunakan pada oven yaitu suhu 600C, karena

pada suhu tersebut merupakan suhu terbaik dimana metabolit yang terkandung

dalam simplisia tidak akan hilang.

Sortasi kering sebenarnya merupakan tahap akhir pembuatan

simplisia.Tujuansortasi kering untuk memisahkan benda–benda asing seperti

bagian – bagian tanamanyang tidak diinginkan dan pengotor–pengotor lain yang

masih ada dan tertinggal pada simplisia kering. 

Selanjutnya simplisia yang telah jadi di simpan dan dikemas dalam wadah

plastik, dan disimpan pada tempat yang sejuk untuk menjaga mutu simplisia

tersebut untuk selanjutnya dilakukan percobaan lain yaitu pemeriksaan mutu

simplisia, yang meliputi kadar air simplisia, kadar abu simplisia, susut

penegringan dan skrining simplisia.

Pembahasan Erwin

Pada praktikum kali ini kelompok kami membuat simplisia daun sirih dari mulai

memetik samapai menjadi simplia yang kami lakukan. Daun sirih merupakan

tanaman khas atau Flora Identitas provinsi Kepulauan Riau. Tanaman yang konon

asli Indonesia dan tumbuh merambat pada batang pohon lain ini ditetapkan

sebagai maskot (identitas) provinsi kepulauan ini.

Sirih yang dalam bahasa latin (ilmiah) disebut Piper betle, sejak dahulu

telah dimanfaatkan oleh masyarakat terutama dengan mengunyah daun atau

buahnya bersama gambir, pinang, dan kapur. Tanaman yang di Jawa disebut juga

sebagai suruh atau Sedah sedangkan di Sunda kerap dinamai seureuh termasuk

jenis tumbuhan merambat dan bersandar pada batang pohon lain. Tanaman sirih

(Piper betle) panjangnya mampu mencapai puluhan meter.

Bentuk daun sirih pipih menyerupai jantung dan tangkainya agak panjang.

Permukaan daun berwarna hijau dan licin, sedangkan batang pohonnya berwarna

hijau agak kecoklatan dengan permukaan kulitnya yang kasar dan berkerut-kerut.

Buah sirih (Piper betle) merupakan buah buni yang berbentuk bulat berwarna

hijau keabu-abuan. Akarnya tunggang, bulat dan berwarna coklat kekuningan.

Selain itu, ternyata sirih mempunyai berbagai khasiat dan manfaat

terutama sebagai obat-obatan herbal. Berbagai penyakit mulai batuk, sariawan,

sakit mata, eksim, bau mulut, hingga keputihan, sakit jantung, dan sifilis dapat

diobati dengan daun dan buah sirih.

Hal yang pertama kami lakukan dalam pembuatan simplisia ini yaitu kita

melakukan atau memilih daun yang kotor atau yang tidak layak di pisahkan

dengan daun yang layak seperti daun yang tidak layak yaitu daun yang busuk,

yang banyak ulat atau banyak yang sobek. Daun sirih yang bagus untuk membuat

simplisia yaitu daun yang yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda juga

sekitar umur 4 bulanan daun sirih usdah siap di panen dan di jadikan simplisia

juga. Kenapa dalam waktu 4 bulan baik untuk di panen, karena pada usia 4 bulan

daun sirih sudah selektif dan lebat.

Setelah itu di pisakan kemudian di cuci atau sortasi basah dengan

menggunakan air bersih yang mengalir tujuanya untuk menghilangkan kotoran

atau bakteri yang menempel di daun sirih tersebut. Hindari pencucian yang terlalu

lama agar kualitas dan senyawa aktif yang terkandung didalam tidak larut dalam

air. Pemakaian air sungai harus dihindari karena dikhawatirkan telah tercemar

kotoran dan banyak mengandung bakteri/penyakit. Setelah pencucian selesai,

tiriskan dalam tray/wadah yang belubang-lubang agar sisa air cucian yang

tertinggal dapat dipisahkan, setelah itu tempatkan dalam wadah plastik/ember.

Kemudian lakukan proses perajangan untuk memudahkan dalam proses

pengeringan, ika perlu proses perajangan, lakukan dengan pisau stainless steel dan

alasi bahan yang akan dirajang dengan talenan

Pengeringan dapat dilakukan yaitu dengan alat pemanas/oven pada suhu 40-50oC.

Pengeringan dilakukan selama 3 - 5 hari, atau setelah kadar airnya dibawah 8%.

Daun sirih yang akan dikeringkan ditaruh di atas tray oven dan pastikan tidak

saling menumpuk. Setelah pengeringan, timbang jumlah daun sirih yang

dihasilkan.

Pembahsan Gustav

Pada praktikum ini bertujuan untuk mempelajari teknik pasca panen pada

simplisia daun siri (piperis betle folium). Penanganan pasaca panen ini akan

berpengaruh terhadap mutu simplisia yang akan dibuat bahan baku obat. Untuk

mengetahui pengaruh pasca panen tanaman obat terhadap mutu dan kandungan

simplisia, dapat dilakukan uji kontrol kualitas simplisia. Uji-uji yang dilakukan

dalam praktikum ini  meliputi uji kadar minyak atsiri, susut pengeringan, kadar

zat aktif dan uji kadr air.  Uji ini dapat ditindaklanjuti sebagai standarisasi

simplisia untuk bahan obat.

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu simplisia karena tiap

simplisia mempunyai kandungan atau kadar abu yang berbeda-beda, dimana

bahan anorganik yang terdapat dalam simplisia tersebut ada yang terbentuk secara

alami dalam tumbuhan

Penanganan pasca panen tumbuhan obat pada intinya adalah membuat

simplisia yang baik, benar dan memenuhi syarat.Untuk itu perlu penanganan yang

teliti pada setiap tahap teknologi pasca panen. Tahap-tahap tersebut meliputi

sortasi basah, pencucian, pengubahan bentuk, pengeringan, sortasi kering,

pengepakan, dan penyimpanan

Pada sortasi basah, sirih harus dipisahkan dari Pencemar-pencemar lain seperti

gulma, rumput, tanah, kerikil.Daun sering terkontaminasi oleh bahan yang ringan

sehingga mudah terbawa oleh udara, seperti debu, mikroba, parasit, spora.Oleh

karena itu harus dilakukan sortasi basah berupa pencucian.

Tahap selanjutnya adalah pencucian.Pencucian dilakukan di air yang mengalir

yaitu dari sumur dan ledeng.Pencucian menggunakan air sumur perlu

memperhatikan pencemar yang mungkin timbul akibat mikroba.Beberapa bakteri

pencemar air yang perlu diketahui adalah Pseudomonas, Proteus, Micrococus,

Streptococcus, Bacillus, Enterobacter, dan Escheria coli. Namun pencucian yang

dilakukan sebanyak tiga  kali akan menurunkan mikroba sebanyak 58%. Pada 

daun dalam keadaan basah mungkin masih terbapat pencemar mikroba. Namun

setelah pengeringan nanti pencermar tersebut akan berkurang secara drastis,

akibat sedikitnya kandungan air. Pencucian menggunakan fasilitas air air PAM

(ledeng) sering tercemar dengan kapur khlor. Jika airnya mengandung kapur klor,

akan menyebabkan suasana basa, sehingga kemungkinkan, kandungan alkaloid

dalam daun dapat  terdegradasi menjadi asam ferulat.

Tahap pengubahan bentuk dilakukan dengan merajang rimpang secara

melintang dengan tebal kira-kira 3mm-4mm. Tujuan perajangan ini adalah untuk

memeperluas permukaan bahan baku, sehingga waktu pengeringan cepat kering.

Irisan yang terlalu tipis dapat menyebabkan berkurangnya atau hilangnya zat

berkhasiat yang mudah menguap, sehingga mempengaruhi komposisi, bau dan

rasa yang diinginkan. Oleh karena itu bahan simplisia seperti temulawak dihindari

perajangan yang terlalu tipis untuk mencegah berkurangnya kadar minyak atsiri.

Dengan perajangan, akan terbentuk simplisia temulawak yang mempunyai bentuk

yang teratur, mudah dikemas dan mudah disimpan

Pada proses pengeringan, simplisia sirih yang telah dicucidi oven dengan suhu

sekitar 37’C. Secara umum , pengeringan bertujuan untuk mencegah kerusakan

kandungan zat aktif yang ada dalm tanaman sehingga dapat disimpan dalam

jangka waktu yang lama. Kerusakan tersebut akibat peruraian zat aktif secar

enzimatis seperti hidroliss, oksidasi dan polimerisasi, sehingga randemenya akan

turun. Pengeringan simplisia harus dilakukan secepatnya sebab aktivitas enzim

akan naik naik dengan adanya air dalam simplisia, apalagi air tersebut dari sisa

pencucian. Dengan pengeringan, kadar air yang terdapat dalam simplisia akan

berkurang sampai pada titik tertentu yang menyebabkan enzim-enzim menjadi

tidak aktif. Selain itu, dalam keadaan kering, dapt mencegah tumbuhnya jamur

dan bakteri. Kapang sudah dapat berkembang dengan baik pada simplisia dengan

kadar air sekitar 18%. Kadar air 10% sudah cukup untuk meperpanjang waktu

simpan simplisia.

Penjemuran secara tidak langsung ini bertujuan untuk menghindari kontak

langsung dengan pancaran sinar ultra violet.Simplisia ini ditempatkan pada rak

besi yang tebuka bagian sisi kanan, kiri, dan bawah, agar aliran atau sirkulasi

udara bagus. Selama penjemuran, simplisia terkadang dibalik-balik , agar

pengeringanya rata dan tidak terjadi face hardening, mengingat ketebalan irisan

daun sebesar 3mm-4mm. Pembolak-balikan simplisia selama pengeringan juga

untuk menghindari tumbuhnya jamur. Mengingat simplisia dijemur dengan

naungan kain hitam maka, kecepatan penguapan air dari simplisia terlalu lambat,

jadi harus sering dibalik agar simplisia tidak ditumbuhi jamur. Tumbuhnya jamur

pada proses pengeringan dapat mempengaruhi komposisi dari zat aktif.

Setelah pengeringan, dilakukan sortasi kering. Sortasi kering ini dengan

memilah-milah simplisia yang mempunyai penampilan yang bagus, bentuk dan

ukuran simplisia yang  memenuhi syarat. Mengingat simplisia dijemur di

lingkungan luar, maka perlu diperhatikan adnaya pencemar. Pencemar tersebut

diantaranya adalah simplisia lain yang diterbangkan angin dan masuk dalam

wadah simplisia sirih.Serangga yang suka hinggap di simplisia, kotoran hewan

dan jenis sampah-sampah lain.

Tahap selanjutnya adalah pengepakan dan penyimpanan.  Simplisia yang telah

kering, harus segera dikemas dan disimpan. Simplisia perlu ditempatkan dalam

suatu wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dengan yang lain.

Simplisia sirih ditempatkan dalam wadah nampan dan disimpan dalam keadaan

terbuka.Simplisia disimpan dalam suhu kamar yaitu pada suhu antara 15o-

30oC.Kelembapan tidak diatur.Penyimpanan simplisia sirih ditempatkan dalam

almari tertutup.Hal ini mempunyai keuntungan yaiu mencegah angin masuk,

Serangga sukar masuk dan simplisia tidak terkena sinar matahariyang berlebihan,

namun sirkulasi udaranya kurang lancar.Penyimpanan simplisia secara terbuka,

kurang begitu melindungi simplisia, karena simplisia kontak langsung dengan

udara luar, sehingga kurang terjaganya kelembapan, keutuhan zat aktif dan

bentuknya.Dalam penyimpanannya simplisia tersebut harus diberi etiket. Etiket

tersebut minimal harus memuat nama simplisia, berat kering, berat basah, tanggal

pembuatan, lama pengeringan , jenis pengeringan, dan nama pembuat simplisia.

Pembahasan Neneng

Praktikum yang dilakukan kali ini adalah mengenai pembuatan simplisia daun

sirih.Pembuatan simplisia daun sirih ini mengalami beberapa tahap dalam

pengerjaannya. Tahap yang dilakukan dimulai dari proses pengumpulan bahan

baku sampai dengan tahap sortasi kering.

Pada tahap awal yaitu pengumpulan bahan baku, daun sirih yang digunakan

diperoleh dari hasil tanaman budidaya. bagian yang dipanen adalah daun yang

tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda, hal ini bertujuan agar diperoleh kadar zat

aktifnya yang tinggi. Daun sirih tersebut kemudian diproses lebih lanjut ke tahap

sortasi basah. Jumlah simplisia yang telah mengalami sortasi basah adalah 94.34

gr. Tahap ketiga adalah proses pencucian yang bertujuan untuk menghilangkan 

tanah dan  pengotor lainnya yang melekat pada bahan simplisia. Pencucian 

dilakukan dengan air bersih yang mengalir.

Tahap keempat adalah perajangan.Perajangan dilakukan dengan menggunakan

pisau bersih, steril, tajam, dan gunting bersih. Perajangan daun sirih dilakukan

agar diperoleh bentuk rajangan daun yang lebih kecil sehingga akan memudahkan

proses simplisia menuju tahap berikutnya. Perajangan bahan simplisia dilakukan

untuk mempermudah  proses  pengeringan, pengepakan  dan  penggilingan.

Perajangan dapat dilakukan  dengan  pisau atau dengan mesin perajang khusus

sehingga diperoleh irisan tipis hingga diperoleh ukuran yang dikehendaki.

Tahap kelima adalah pengeringan.Pengeringan ini dilakukan dengan

menggunakan oven yang ditaur pada suhu 60°C selama 1 hari. Proses pengeringan

ini termasuk kedalam pengeringan buatan karena tidak menggunakan sinar

matahari langsung. Keuntungannya adalah dengan menggunakan pengeringan

buatan dapat diperoleh simplisia dengan  mutu yang lebih baik karena

pengeringan akan lebih merata dan waktu  pengeringan akan lebih cepat, tanpa

dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Pengeringan merupakan usaha untuk

menurunkan kadar air bahan simplisia sampai ketingkat yang diinginkan dan

menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih lanjut kandungan zat

aktif. Pengeringanjuga bertujuan untuk memudahkan dalam pengelolaan dan agar

lebih tahan disimpan dalam jangka cukup lama. Beberapa faktor yang

mempengaruhi proses pengeringan antara lain: waktu pengeringan, suhu

pengeringan, kelembapan udara di sekitarnya,kelembapan bahan atau kandungan

air dari bahan, ketebalan bahan yang dikeringkan, sirkulasi udara,dan luas

permukaan bahan.Suhu pengeringan sangat berpengaruh terhadap kualitas,

terutama pada perubahan kadar fitokimia atau senyawa aktif. Hasil pengeringan

pada daun sirih menunjukkan bahwa kadar hidroksikhavikol dan eugenol

meningkat dengan kenaikan suhu pengeringan dari 40°C ke 70°C dan terjadi

dekomposisi bila suhu dinaikkan sampai 80°C. Pengeringan harus disesuaikan

dengan bahan tanaman yang akan dikeringkan. Jika bahan berasal dari akar, daun,

bunga,dan buah, maka suhu dan metodepengeringan perlu diperhatikan. Apabila

tidak ditangani secara benar akan mengakibatkan berkurangnya kadar zat

berkhasiat. Bahan yang berasal dari bunga dan daun harus tidak mengubah warna

dan aroma aslinya, karena daun dan bunga mudah mengalami kerusakan

selamapengeringan.Bila penanganannya salah akan terjadi perubahan warna

ataupun tercemar. Daun, herba,dan bunga dapat dikeringkan dengan kisaran suhu

20-40°C, kulit batang dan akarmasing-masing pada suhu 30 dan 65°C.

Tahap keenam adalah sortasi kering. Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-

benda asing seperti bagian-bagian  tanaman yang tidak diinginkan dan

pengotoran-pengotoran lain yang masih ada dan  tertinggal pada sirnplisia kering.

Proses ini dilakukan sebelum sirnplisia dibungkus untuk  kernudian disimpan. Ini

merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia. Hasil yang diperoleh setelah

simplisia daun sirih mengalami sortasi kering adalah 22,51 gr.

VIII. Kesimpulan

Dari praktikum pembuatan simplisia ini dapat disimpulkan bahwa pembuatan

simplisia dimulai dari pengambilan/ pengumpulan bahan baku, sortasi basah,

pencucian, perajangan, pengeringan, sortasi kering, pengepakan dan

penyimpanan, selain itu adapula pemeriksaan mutu yang mencakup pengujian

susut pengeringan, kadar air, kadar abu serta skrining simplisia.

Daftar Pustaka

Anonim, !995, Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, Jakarta.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia, Penuntun cara modern menganalisa

tumbuhan, Bandung ITB.

Mukherjee, P.K., 2002, Quality Control of Herbal Drugs, an approach to

evaluation ouf botanicals. New Delhi, Business Horizons.

LEMBAR KONTRIBUSI KERJA

1. Tujuan : Elvina Damayanti

2. Prinsip : Erwin Lutfi Amsori

3. Teori : Neneng Marlina

4. Alat dan Bahan : Alex Yanuar

5. Prosedur : Alex Yanuar

6. Data pengamatan : Erwin Lutfi Amsori

7. Pembahasan 1 : Alex Yanuar

Pembahasan 2 : Elvina Damayanti

Pembahasan 3 : Neneng Marlina S.

Pembahasan 4 : Gustav Ali Akbar

Pembahasan 5 : Erwin Lutfi Amsori

8. Kesimpulan : Elvina Damayanti

9. Daftar Pustaka : Neneng Damayanti

10. Editor : Neneng Damayanti

LAMPIRAN