laporan resmi praktikum teknologi pasca panen: pembuatan dan standardisasi simplisia

32
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI PASCA PANEN PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA Disusun Oleh: 1. Toga Laksana (08/268455/FA/08159) 2. Anisa Rasuna Paramita (08/268462/FA/08161) 3. Normalita Eka S.S. (08/268522/FA/08173) 4. Sumarti (08/268524/FA/08175) Golongan/kelompok : IV/D Dosen jaga : Andayana Puspitasari, M. Si., Apt. Asisten Jaga : Asisten Koreksi : BAGIAN BIOLOGI FARMASI FAKULTAS FARMASI

Upload: normalita-eka-susanti

Post on 27-Jun-2015

1.943 views

Category:

Documents


73 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI PASCA PANEN

PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA

Disusun Oleh:

1. Toga Laksana (08/268455/FA/08159)

2. Anisa Rasuna Paramita (08/268462/FA/08161)

3. Normalita Eka S.S. (08/268522/FA/08173)

4. Sumarti (08/268524/FA/08175)

Golongan/kelompok : IV/D

Dosen jaga : Andayana Puspitasari, M. Si., Apt.

Asisten Jaga :

Asisten Koreksi :

BAGIAN BIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2010

Page 2: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

PEMBUATAN SIMPLISIA DAN STANDARDISASI SIMPLISIA

I. TUJUAN

Pada akhir praktikum mahasiswa diharapkan dapat membuat simplisia dan parameter

standardisasi simplisia.

II. DASAR TEORI

Simplisia adalah bahan alami yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami

pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain simplisia merupakan bahan yang

dikeringkan. Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan

simplisia harus memenuhi persyaratan minimal. Ada beberapa faktor yang berpengaruh antara

lain bahan baku simplisia, proses pembuatan simplisia, cara penyimpanan bahan baku

simplisia, dan cara pengepakan simplisia.

Pada perlakuan pasca panen, tahapan – tahapan pembuatan simplisia, yaitu :

1. Pengumpulan bahan

Yang perlu diperhatikan di sin adalah umur tanaman atau bagian tanamn pada waktu

panen, waktu panen, dan lingkungan tempat tumbuh.

2. Sortasi basah

Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran –kotoran atau bahan- bahan asing

lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang akan

mempengaruhi hasil akhir.

3. Pencucian

Pencucian dilakukan agar menghilangkan tanah dan kotoran lainnya yang melekat pada

bahan simplisia. Sebaiknya air yang digunakan adalah air yang mengalir dan sumbernya

dari air bersih seperti air PAM, air sumur atau mata air

4. Perajangan

Perajangan tidak harus selalu dilakukan. Pada dasarnya proses ini untuk mempermudah

proses pengeringan. Jika ukuran simplisia cukup kecil atau tipis, maka proses ini dapat

diabaikan.

5. Pengeringan

Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat

disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu

pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan

Page 3: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan kain hitam.

Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven.

6. Sortasi kering

Tujuan sortasi kering yaitu untuk memisahkan bahan – bahan asing seperti bagian tanaman

yang tidak diinginkan dan kotoran lain yang masih ada dan tertinggal di simplisia kering.

7. Pengepakan dan penyimpanan

Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi

simplisia dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan. Sedangkan penyimpanan

simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar matahari,

dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.

8. Pemeriksaan mutu

Merupakan usaha untuk menjaga keajegan mutu simplisia.

Standardisasi simplisia mempunyai pengertian bahwa simplisia yang akan digunakan

untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi standar mutu. Sebagai parameter standar

yang digunakan adalah persyaratan yang tercantum dalam monografi resmi terbitan

Departemen Kesehatan RI seperti Materia Medika Indonesia. Pemeriksaan mutu simplisia

dilakukan pada waktu penerimaan atau pemberiannya dari pengumpul atau pedagang

simplisia. Simplisia yang diterima harus berupa simplisia murni dan memenuhi persyaratan

umum untuk simplisia.

Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi

suatu simplisia yang meliputi kadar abu, susut pengeringan, penetapan kadar minyak atsiri,

dan penetapan kadar air.

Kadar abu ditetapkan untuk memberikan gambaran mineral internal dan eksternal.

Parameter ini memiliki rentang nilai yang diperbolehkan sehingga dapat memberikan

gambaran mengenai tingkat kemurnian, kebenaran jenis, dan kontaminasi. Sedangkan kadar

abu tidak larut asam menggambarkan secara umum mengenai kemungkinan adanya cemaran

logam berat dalam simplisia jika nilainya melebihi rentang yang dipersyaratkan. Susut

pengeringan memberikan gambaran batasan maksimal tentang besarnya senyawa yang hilang

pada proses pengeringan.

Kadar minyak atsiri ditetapkan dengan tujuan memberikan batasan atau rentang kadar

minyak atsiri yang dipersyaratkan dalam suatu simplisia dalam rangka untuk menjaga

keajegan dari mutu simplisia. Sedangkan penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui

kandungan air dalam simplisia yang diperiksa. Secara umum dapat diambil pedoman bahwa

kadar air dalam simplisia seharusnya tidak lebih dari 5 % bobot bahan simplisia

Page 4: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Metode kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fisikokimia. Lapisan yang

memisahkan terdiri dari atas bahan berbutir – butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga

berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisahkan, berupa

larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal). Setelah pelat atau lapisan ditaruh di dalam

bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak), pemisahan

terjadi selama perambatan kapiler (pengembangan). Selanjutnya senyawa yang tidak

berwarna harus ditampakkan atau dideteksi dengan penampak bercak yang spesifik terhadap

golongan senyawa tertentu.

URAIAN TANAMAN

Sonchus arvensis L.

a. Klasifikasi

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Bangsa : Asterales

Suku : Asteraceae

Marga : Sonchus

Jenis : Sonchus arvensis L.

Nama umum : Tempuyung

Nama daerah : Galing (Sunda) Tempuyung (Jawa Tengah)

b. Deskripsi

Terna semusim, tegak, tinggi 1-2 m. Batang lunak, berlubang, bersegi,

percabangan monopodial, hijau pucat keputih-putihan, bila dipatahkan akan keluar

getah putih, pahit. Daun tunggal, helai daun kasar, berbulu pendek, tepi bertoreh tidak

teratur, pangkal daun membentuk jantung atau anak panah, warna hijau kusam, ibu

tulang daun hijau putih, bagian bawah daun membentuk roset, panjang daun 5-50 cm,

lebar 2-10 cm. Bunga malai, majemuk, kelopak bentuk lonceng, berbulu dan

bertangkai 3-7 cm, bonggol bunga 2-2,5 cm, gagang bonggol 1-8 cm, mahkota bunga

bentuk jarum 2-2,5 cm, pada awalnya berwarna kuning terang lalu menjadi

kecoklatan. Buah kotak, berusuk lima, dengan rambut hitam. Bijinya kecil bentuk

jarum, berusuk lima, panjang papus 1,5 cm, ringan disertai rambut disekelilingnya

hingga mudah terbawa angin. Akar tunggang kuat, putih kotor.

Page 5: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Tumbuh pada ketinggian 50-1650 m dpl ditempat-tempat yang cukup

menerima cahaya matahari atau sedikit naungan, tidak terlalu kering. Kebanyakan

ditemukan tumbuh liar secara tersebar (Sudarsono, 1996).

c. Kandungan Kimia

Daun Sonchus arvensis L. mengandung senyawa lipida (diacyl

galactosylglycerol; monoacylgalactocyl glycerol dan diacyl digalactosyl glycerol);

golongan flavonoid; flavon (apigenin-7-glycoside; luteolin-7-glycoside; luteolin-7-

glucuronide; luteolin-7-rutinoside); aesculetin suatu golongan senyawa kumarin

(Sudarsono, 1996).

d. Efek Biologik

Diuretik (merangsang keluarnya air seni) dan litotriptik (melarutkan batu

ginjal) (Sudarsono, 1996).

III. ALAT DAN BAHAN

ALAT

1. Sikat

2. Krus silikat

3. Krematorium

4. Tampah

5. Baskom

6. Timbangan

7. Tampah

8. Penjepit

9. Cawan petri

10. Eksikator berisi kapur tohor

11. Penangas air

12. Labu alas bulat

13. Tabung reaksi

14. TLC scanner

15. Plat KLT

16. Bejana pengembang

17. Ember

18. Pisau

19. Telenan

20. Tambir

21. Kawat strimin

22. Kertas koran

23. Oven

24. Kertas pembungkus

25. Kertas saring

26. Plastik pembungkus

27. Blender

28. Ayakan

29. Rak pengering

30. Kompor listrik

31. Alat destilasi

Page 6: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Ditimbang

Simpan dalam kantong

Diberi etiket

BAHAN

1. Sonchi folium (Sonchus arvensis L.)

2. Air

3. Toluen yang jenuh air

4. Etanol

5. Silika 60F 254

6. Fase gerak etil asetat-etil metil keton-asam formiat-air (5:3:1:1)

7. Pembanding kuersetin

8. Pereaksi semprot AlCl3

IV. CARA KERJA

1. Pembuatan Simplisia

Sonchi folium

Pengumpulan bahan daun tempuyung

Penimbangan

Pencucian

Ditiriskan

Masukkan dalam oven 50oC, 8 jam

Sortasi kering

Page 7: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Beri etiket pada petri kosong (tutup + alas)

Timbang

Masukkan ke dalam oven dengan suhu 105oC, 30 menit

Masukkan dalam eksikator, sampai petri dingin (tiap kali akan penimbangan, ditunggu dalam kurun waktu yang sama)

Timbang petri

Ulangi satu kali lagi

Masukkan dalam oven dengan suhu 105oC selama 30 menit

Ambil dan masukkan petri dalam eksikator

Lakukan (a) berulang hingga bobot tetap

Masukkan 10 gram serbuk simplisia ke dalam petri

Timbang petri

a

2. Standardisasi simplisia

a. Kontrol kualitas susut pengeringan daun tempuyung

Page 8: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Beri label pada krus silikat

Timbang

Masukkan krus silikat dalam krematorium,Tunggu sampai 600oC, panaskan 30 menit

Dinginkan dalam eksikator, sampai dingin(untuk penimbangan selanjutnya, pendinginan dalam kurun waktu yang sama

Timbang

Masukkan 1 gram serbuk daun tempuyung ke dalam krus silikat

Masukkan krus silikat dalam krematorium,Tunggu sampai 600oC, panaskan 30 menit

Dinginkan dalam eksikator

Timbang

Ulangi (b) sampai bobot tetap

b

b. Kontrol kualitas penetapan kadar abu daun tempuyung

Page 9: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Timbang secara seksama 100 gram rajangan daun tempuyung

Masukkan ke dalam labu yang telah dikeringkan

Tambahkan 10 mL toluene jenuh air

Hubungkan labu dengan alat

Panaskan sampai terkumpul air dan tidak bertambah lagi

Catat volume air yang tertampung pada buret

Hitung kadar air

Timbang secara seksama 20 gram rajangan daun tempuyung

Masukkan ke dalam labu yang telah dikeringkan

Tambahkan 500 mL aquadest

Hubungkan labu dengan alat

Panaskan sampai terbentuk minyak atsiri dan tidak bertambah lagi

Catat volume minyak atsiri yang tertampung pada buret

Hitung kadar minyak atsiri

c. Kontrol kualitas penetapan kadar air daun tempuyung

d. Kontrol kualitas penetapan kadar minyak atsiri daun tempuyung

e. Profil KLT daun tempuyung

Page 10: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

1 mg serbuk

+ 10 mL metanol

Gojog 15 menit

Panaskan dalam penangas sampai kering

Dinginkan

Cuci dengan metanol ad 2 mL

Totolkan 10 µL

Elusi dengan fase gerak

Deteksi

V. DATA DAN PERHITUNGAN

Nama simplisia : Sonchi folium (daun tempuyung)

Tanaman asal : Sonchus arvensis L.

Bagian yang digunakan : daun

1. Sortasi basah

Berat awal :

Jenis pencemar : tanah, abu vulkanik,

2. Pencucian

Berat awal :

Berat setelah dicuci : 1,36 kg

Masalah yang dihadapi : tanah dan abu vulkanik yang masih menempel sulit

untuk dibersihkan.

3. Perajangan

Jenis alat : mekanik

Page 11: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Tebal :

Hasil : akar dan lembaran daun

4. Pengeringan

Jenis : oven, suhu 50oC, 8 jam

Bobot basah bahan : 1,8 kg

Bobot kering simplisia : 0,57 kg

Perhitungan rendemen : 0,57 kg1,8 kg

×100 %=31,67 %

Pengujian simplisia

1. Makroskopik

Daun tunggal, tidak bertangkai. Helai daun berbentuk lonjong atau lanset, berlekuk

menjari atau berlekuk tak teratur. Pangkal daun menyempit atau berbentuk panah

sampai berbentuk jantung, pinggir daun bergerigi tak teratur. Permukaan daun sebelah

atas agak kasar dan berwarna lebih pucat.

2. Organoleptik

Simplisia daun masih kurang kering, berjamur, warna hitam, bau apek.

KONTROL KUALITAS SIMPLISIA

1. Susut pengeringan

Nama bahan : Sonchi folium

Jenis simplisia : kering

Bobot : 10 gram

Bobot wadah kosong : 76,748 gram

Kondisi Bobot (gram) Selisih bobot (gram)Persentase susut

pengeringan

Wadah+simplisia 86,566

Setelah dipanaskan suhu 105oC, 1 jam

Penimbangan 1 83,973 2,593

Penimbangan 2 83, 742 0,231 3,2%

Penimbangan 3 83,754 0,012 0,17%

Page 12: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Penimbangan 4 83, 701 0,053 0,76%

Penimbangan 5 83,697 0,004 0,06%

Perhitungan

Persentase susut pengeringan=(1− ( penimbangan 2−bobot wada hkosong)( penimbangan 1−bobot wada hkosong) )× 100 %

persentase susut pengeringan 1=(1−83 ,742−76,74883,973−76,748 )×100 %=3,2 %

persentase susut pengeringan 2=(1−83,754−76,74883,742−76,748 )×100 %=0,17%

persentase susut pengeringan 3=(1−83,701−76,74883,754−76,748 )× 100 %=0,76%

persentase susut pengeringan 4=(1−83,697−76,74883,701−76,748 )×100 %=0,06 %

rendemen= bobot simplisia tetapbobot simplisia awal sebelum dioven

×100%

¿ 83,697−76,74886,566−76,748

×100 %

¿70,78 %

susut pengeringan=bobot sebelumdioven−bobot tetapbobot simplisia tanpa petri

×100 %

¿ 86,566−83,69786,566−76,748

× 100 %

¿29,22 %

2. Penetapan kadar abu

Nama bahan : Sonchi folium

Jenis simplisia : kering

Bobot : 1 gram

Bobot wadah kosong : 24,1115 gram

Kondisi Bobot (gram) Selisih bobot (gram) Presentase kadar abu

Wadah+simplisia 25,0364

Setelah penimbangan suhu 105oC, 1 jam

Page 13: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Penimbangan 1 24,2401

Penimbangan 2 24,2387 0,0014 1,09%

Penimbangan 3 24,2425 0,0038 2,99%

Penimbangan 4 24,2399 0,0026 1,99%

Penimbangan 5 24,2421 0,0022 1,71%

Penimbangan 6 24,2391 0,0030 2,30%

Penimbangan 7 24,2398 0,0007 0,55%

Perhitungan

presentase kadar abu=( penimbangan 1−bobot wada hkosong )−( penimbangan 2−bobot wadah kosong)

( penimbangan 1−bobot wada hkosong )× 100 %

presentase kadar abu 1=(24,2401−24,1115 )−(24,2387−24,1115 )

(24,2401−24,1115 )×100 %=1,09%

presentase kadar abu 2=(24,2387−24,1115 )−(24,2425−24,1115 )

(24,2387−24,1115 )×100 %=2,99 %

presentase kadar abu 3=(24,2425−24,1115 )−(24,2399−24,1115)

(24,2425−24,1115)× 100 %=1,99 %

presentase kadar abu 4=(24,2399−24,1115 )−(24,2421−24,1115 )

(24,2399−24,1115 )×100 %=1,71 %

presentase kadar abu 5=(24,2421−24,1115 )−(24,2391−24,1115)

(24,2421−24,1115)×100 %=2,30 %

presentase kadar abu 6=(24,2391−24,1115)−(24,2398−24,1115)

(24,2391−24,1115)× 100 %=0,55%

kadar abu= penimbangan bobot tetap−bobot wada h kosongbobot wadah+simplisia−bobot wada h kosong

×100 %

¿ 24,2398−24,111525,0364−24,1115

×100%

¿13,87 %

3. Penetapan kadar air

Nama bahan : Sonchi folium

Jenis simplisia : kering

Page 14: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Bobot : 9,99 gram

Lama destilasi : 3 jam

Hasil : 1,9 mL

kadar air= 1,9 mL9,99 gram

×100 %=19 %vb

4. Penetapan kadar minyak atsiri

Nama bahan : Sonchi folium

Jenis simplisia : kering

Bobot : 20 gram

Lama destilasi : 3 jam

Hasil : -

5. Profil Kromatografi Lapis Tipis

Fase diam : silika gel GF 254 nm

Fase gerak : etil asetat-etil metil keton-asam formiat-air (5:3:1:1)

Jarak pengembangan : 8 cm

Deteksi : a. AlCl3

b. UV 254 nm

c. UV 366 nm

Pembanding : kuersetin

Sampel : ekstrak metanol tempuyung pengeringan 8 jam di oven

Page 15: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Rf Sebelum semprot Sesudah semprot

UV 254 Tampak UV 366 Tampak

0,3

8

P,A,B,E,F :

Pemadaman

- -

KeteranganP : pembanding kuersetinA : sampel kelompok AB : sampel kelompok BC : sampel kelompok CD : sampel kelompok DE : sampel kelompok EF : sampel kelompok F

Page 16: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

0,6

3

- - P :

fluoresensi

hijau

A,B,E,F:

fluoresensi

biru

0,6

9

A,B,E,F :

pemadaman

A,B,E,F:

coklat muda

- A,B,E,F: coklat tua

0,7

9

A,B,E,F:

pemadaman

E,F: coklat

muda

-

0,8

1

- - - E,F: coklat

0,9

4

pemadaman hijau jingga P : coklat,

A,B,C,D,E,F: hijau

VI. PEMBAHASAN

Dalam praktikum ini dilakukan pembuatan dan standardisasi simplisia dari daun

tempuyung (Sonchi folium, Sonchus arvensis L.). Tanaman tempuyung yang diproses

menjadi simplisia ditanam di Desa Widodomartani, Ngemplak, Sleman dan berumur kurang

lebih dua bulan. Tanaman tempuyung dipanen seluruh bagiannya pada pagi hari.

Tanaman tempuyung kemudian diambil bagian daunnya dan disortasi basah untuk

memisahkan kotoran-kotoran dan bahan-bahan asing lainnya yang dapat membuat kualitas

simplisia tidak baik atau tidak memenuhi standar. Kotoran yang ada di tanaman tempuyung

berupa tanah dan abu vulkanik. Selain itu juga dipilih daun yang yang masih baik sedangkan

daun yang tidak baik, misal karena busuk atau layu, dibuang.

Setelah disortasi basah, daun tempuyung kemudian dicuci dengan air mengalir dari

ledeng untuk menghilangkan tanah dan kotoran lain yang masih melekat pada daun

tempuyung. Tanah mengandung bermacam-macam mikroba dalam jumlah tinggi. Oleh karena

itu pembersihan dau tempuyung dari tanah yang melekat dapat mengurangi jumlah mikroba

awal. Mengurangi jumlah mikroba menjadi penting karena simplisia standar mempunyai batas

Page 17: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

tertentu cemaran mikroba. Pencucian dilakukan dengan air mengalir karena dengan air

mengalir diharapkan pengotor yang telah terbuang tidak kembali melekat pada daun

tempuyung.

Daun tempuyung yang telah dibersihkan ditiriskan kemudian ditimbang dan didapat

berat 1,36 kg. Daun tempuyung kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 500C selama

delapan jam. Dalam praktikum ini, diamati pengaruh cara dan lama pengeringan pada kualitas

simplisia. Selain pengeringan dengan oven selama delapan jam, juga dilakukan pengeringan

dengan oven pada suhu 500C selama dua puluh jam dan pengeringan dengan sinar matahari.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sehingga simplisia tidak mudah rusak dan

dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Air yang masih tersisa dalam simplisia pada

kadar lebih dari 10 %, dapat menjadi media pertumbuhan mikroba. Selain itu, dengan adanya

air, akan terjadi reaksi enzimatis yang dapat menguraikan zat aktif sehingga mengakibatkan

penurunan mutu atau perusakan simplisia.

Dari hasil pengeringan didapat berat simplisia kering sebesar 0,57 kg (rendemen 31,67

%). Simplisia yang sudah dikeringkan kemudian disortasi kering untuk memisahkan bahan-

bahan asing seperti bagian tanaman yang tidak diinginkan dan kotoran lain yang masih ada

dan tertinggal di simplisia kering. Simplisia yang dikeringkan dengan oven selama delapan

jam belum cukup kering, sedangkan simplisia yang dikeringkan dengan oven selama dua

puluh jam dan sinar matahari sudah kering. Simplisia yang sudah dikeringkan kemudian dipak

dengan kertas. Pengepakan bertujuan melindungi simplisia dari cemaran serta mencegah

adanya kerusakan. Simplisia yang sudah dipak kemudian disimpan di laboratorium hingga

saat standardisasi simplisia. Simplisia disimpan di tempat yang kelembapannya rendah,

terlindung dari sinar matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.

Selama penyimpanan, simplisia daun tempuyung yang dikeringkan dengan oven

selama delapan jam terkontaminasi jamur karena belum cukup kering. Daun tempuyung

menjadi berwarna hitam dan ditumbuhi jamur berwarna putih. Bau simplisia menjadi apek

dan lembap serta daun menjadi liat.

Simplisia kemudian distandardisasi. Standardisasi simplisia mempunyai pengertian

bahwa simplisia yang akan digunakan untuk obat atau sebagai bahan baku harus memenuhi

standar mutu. Sebagai perameter standar yang digunakan adalah persyaratan yang terdapat

dalam monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan Republik Indonesia seperti Materia

Medika Indonesia.

PENETAPAN KADAR ABU

Page 18: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Pengertian dan prinsip parameter kadar abu adalah bahan dipanaskan pada temperatur

tertentu dimana senyawa organik dan turunannya akan terdestruksi dan menguap. Tujuan

penetapan kadar abu adalah memberikan gambaran kandungan mineral internal dan

eksternal seperti silika yang merupakan salah satu kandungan tempuyung. Parameter ini

memiliki rentang nilai yang diperbolehkan sehingga dapat memberikan gambaran mengenai

tingkat kemurnian, kebenaran jenis, dan kontaminasi. Prinsip kerja dari penetapan kadar abu

adalah satu gram serbuk daun tempuyung ditimbang seksama kemudian dimasukkan ke

dalam krus silika yang telah dipijarkan dalam krematorium pada suhu 600º C selama tiga

puluh menit hingga bobot krus tetap yaitu 24,1115 gram.

Krus silika yang telah berisi serbuk daun tempuyung kemudian dipijarkan pada suhu

6000C selama setengah jam. Krus kemudian didinginkan dalam eksikator selama 10 menit.

Pemijaran dilakukan beberapa kali hingga diperoleh bobot tetap atau selisih dua kali

penimbangan bobot simplisia setelah dipijarkan berturut-turut tidak memberikan perbedaan

lebih dari 0,05 %. Menurut literatur, kadar abu untuk tempuyung seharusnya tidak lebih dari

17 % .

Pengukuran kadar abu ini tidak dapat dilakukan hingga diperoleh bobot tetap karena

neraca yang digunakan hanya memiliki ketelitian empat angka di belakang koma. Pada neraca

yang memiliki ketelitian hingga empat angka di belakang koma, agar diperoleh bobot tetap,

dua kali penimbangan setelah dipijarkan berturut-turut harus diperoleh bobot simplisia yang

sama karena perbedaan 0,0001 gram saja masih memberikan perbedaan bobot lebih dari 0,05

%, sehingga walaupun dipijarkan berkali-kali tidak akan didapat bobot tetap karena bobotnya

terus menurun. Agar didapat bobot tetap, paling tidak neraca yang digunakan harus memiliki

ketelitian hingga lima angka di belakang koma. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Misal bobot simplisia pada penimbangan pertama adalah 0,1234 gram dan bobot

simplisia pada penimbangan kedua adalah 0,1233 gram, maka persentase selisih bobot

0,1234 gram−0,1233 gram0,1234 gram

×100 %=¿0,08 %

Sedangkan jika digunakan neraca dengan ketelitian hingga lima angka di belakang

koma, misal bobot simplisia pada penimbangan pertama adalah 0,12345 gram dan bobot

simplisia pada penimbangan kedua adalah 0,12344 gram, maka persentase selisih bobot

0,12345 gram−0,12344 gram0,12345 gram

×100 %=¿0,01 %

Dari praktikum, didapat kadar abu untuk simplisia daun tempuyung yang dikeringkan

dengan oven selama delapan jam adalah 13,87 %. Dilihat dari kadar abunya, maka simplisia

daun tempuyung yang dibuat memenuhi syarat kadar abu yang dipersyaratkan untuk simplisia

daun tempuyung. Kadar abu yang dimiliki oleh simplisia kelompok lain juga memiliki kadar

Page 19: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

abu yang tidak berbeda jauh walaupun metode pengeringannya berbeda karena semua

mendapat perlakuan yang sama yaitu diabukan. Tetapi ada satu kelompok yang kadar abu

simplisianya agak berbeda dengan yang lain yang berada di kisaran 13 %. Kelompok yang

melakukan metode pengeringan dengan oven selama delapan jam tersebut memiliki kadar abu

15,12 %, padahal kelompok yang melakukan pengeringan dengan metode yang sama, kadar

abunya hanya 13,87 %. Perbedaan kadar abu ini bisa disebabkan karena pencucian yang

kurang bersih sehingga masih ada kotoran yang ikut terabukan.

Karena kadar abu yang diperoleh tidak didapat bobot tetap, maka tidak dapat

dilanjutkan ke kadar abu tidak larut asam.

PENETAPAN SUSUT PENGERINGAN

Parameter susut pengeringan digunakan untuk memberikan batasan maksimal

(rentang) besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Pengukuran sisa zat

dilakukan dengan pengeringan pada temperature 105°C selama 30 menit atau sampai berat

konstan dan dinyatakan dalam persen. Untuk simplisia yang tidak mengandung minyak atsiri

dan sisa pelarut organik menguap, susut pengeringan diidentikkan dengan kadar air, yaitu

kandungan air karena simplisia berada di atmosfer dan lingkungan terbuka sehingga

dipengaruhi oleh kelembaban lingkungan penyimpanan. Menurut Farmakope Indonesia,

bobot tetap suatu simplisia adalah ketika presentase selisih bobot simplisia sebelum

pengeringan dengan setelah pengeringan terhadap sebelum pengeringan kurang dari 0,25% .

bobot tetap=( pemanasan awal−bobot petri )−( pemanasan ak hir−bobot petri )

( pemanasan awal−bobot petri)x100%

Untuk mengawali percobaan susut pengeringan dilakukan penaraan pada petri yang

akan digunakan sebagai wadah. Prinsip penaraan sama dengan penaraan krus pada penetapan

kadar abu, hanya saja alat yang digunakan untuk memanaskan adalah oven dengan suhu

105°C selama 30 menit. Bobot petri kosong setelah pemanasan adalah 76,748 gram.

Sedangkan untuk perhitungan susut pengeringan dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

susut pengeringan=bobot simplisia−(bobot tetap simplisia−bobot tetap petri)

bobot simplisiax100 %

Simplisia kelompok kami dikeringkan dengan metode menggunakan oven selama 8

jam. Hasilnya susut pengeringan 29,22% sedangkan rendemen mencapai 70,78 %. Hal ini

menunjukkan bahwa bobot simplisia setelah pengeringan dengan oven selama 8 jam sebesar

29,22% dari bobot sebelum pengeringan. Hal ini menyimpang 9 %. Simplisia yang

dikeringkan dengan oven selama 8 jam seharusnya memiliki susut pengeringan sebesar ±20%.

Page 20: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi simplisia ketika dimasukkan oven masih dalam

keadaan basah pasca pencucian sehingga pengeringan kurang optimal. Kondisi ini

ditunjukkan dengan tumbuhnya jamur yang tumbuh ketika dalam kemasan penyimpanan.

Jika dibandingkan dengan kelompok lain, yaitu kelompok yang menggunakan metode

pengeringan menggunakan oven selama 20 jam dan menggunakan sinar matahari selama 7

hari, hasil kelompok kami memiliki susut pengeringan yang paling tinggi. Hasil kelompok

lain tersebut memiliki susut pengeringan berkisar 15%. Hal ini menunjukkan dugaan bahwa

metode pengeringan menggunakan oven selama 8 jam belum menghasilkan susut pengeringan

yang optimal.

PENETAPAN KADAR MINYAK ATSIRI

Tujuan dari penetapan kadar minyak atsiri adalah untuk mengukur berapa banyak

kadar minyak atsiri yang terdapat dalam simplisia. Penetapan dengan destilasi air dapat

dilakukan karena minyak atsiri tidak dapat bercampur dengan air, sehingga batas antara

minyak dan air dapat terlihat dan diukur berapa banyak kadar minyak atsiri yang ada pada

simplisia tersebut.

Cara kerja dari destilasi air adalah sebanyak 20 gram rajangan simplisia ditambah

dengan 500 mL air suling kemudian didestilasi selama tiga jam. Untuk penetapan kadar

minyak atsiri, digunakan simplisia dalam bentuk rajangan untuk mempermudah proses

penyulingan minyak atsiri.

Dari hasil destilasi, tidak ada minyak atsiri yang keluar dari semua metode

pengeringan simplisia yang dilakukan. Menurut literatur, daun tempuyung tidak mengandung

minyak atsiri sehingga tidak ada minyak atsiri yang terdestilasi.

PENETAPAN KADAR AIR

Kadar air dalam suatu simplisia merupakan salah satu pengukuran yang perlu

dilakukan. Adanya air di dalam simplisia akan mempengaruhi daya tahan simplisia terhadap

mikroba. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu berguna untuk

memperpanjang daya tahan simplisia selama penyimpanan. Simplisia dinilai memenuhi

standar bila mempunyai kadar air kurang dari 10%. Hal ini dikarenakan pada kadar tersebut

sebagian besar mikroba tidak dapat hidup dan enzim pada simplisia juga tidak aktif, sehingga

tidak akan menghidrolisis kandungan senyawa aktif simplisia.

Parameter kadar air adalah pengukuran kandungan air yang barada di dalam bahan,

dilakukan dengan cara titrasi, destilasi, atau gravimetri. Tujuan dari penetapan kadar air

adalah untuk mengetahui besarnya kandungan air di dalam simplisia.

Page 21: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Pada praktikum penetapan kadar air pada daun tempuyung dilakukan dengan metode

azeotropi (destilasi toluen). Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi

penyulingan berulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah

adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh

kelembaban. Sebelum menggunakan toluen, toluen dijenuhkan dengan air terlebih dahulu. Hal

ini akan mempengaruhi jumlah air yang akan terukur. Jika toluen belum dijenuhkan maka

toluen akan mengikat air, dan kadar air akan menjadi lebih sedikit dari hasil yang sebenarnya.

Pada prinsipnya kadar air dapat terdeteksi dengan menggunakan destilasi toluen karena air

tidak dapat bercampur dengan toluen dengan syarat toluen telah jenuh dengan air.

Dari pengukuran kadar air, diperoleh hasil 19 % v/b. Dari angka tersebut dapat

disimpulkan bahwa kadar air yang terdapat pada daun tempuyung yang dikeringkan dengan

oven pada suhu 500C selama delapan jam belum dapat memberikan kadar air simplisia yang

memenuhi syarat karena kadar air simplisia masih di atas 10 %.

Dari hasil perlakuan yang bervariasi terhadap daun tempuyung didapatkan kadar air

rata-rata terendah secara berurutan adalah pada perlakuan pemanasan oven selama dua puluh

jam, pengeringan matahari, kemudian pemanasan oven selama delapan jam. Hal ini

dikarenakan pemanasan menggunakan oven (dengan waktu yang sesuai) lebih optimal

menghilangkan air, suhu untuk mengeringkan lebih stabil, dan proses pengeringan yang lebih

cepat. Meskipun demikian tidak dipungkiri juga bahwa senyawa yang mudah menguap seperti

minyak atsiri akan dapat menguap secara berlebih jika pemanasan menggunakan oven.

Sedangkan pemanasanan dengan oven selama delapan jam memberikan kadar air yang paling

besar dan mengakibatkan kualitas simplisia yang diperoleh tidak baik karena ditumbuhi

jamur.

Kromatografi Lapis Tipis

Sampel diekstraksi menggunakan metanol kemudian dilakukan uji kromatografi lapis

tipis. Pada uji kromatografi lapis tipis ini digunakan fase diam silika gel 60F254 dengan fase

gerak asam formiat-etil metil keton-etil asetat-air (1:3:5:1) menunjukkan hasil negatif untuk

kandungan senyawa pada sampel kami (Sonchus arvensis). Hasil KLT pada sinar tampak, UV

254 nm maupun UV 366 nm menunjukkan bahwa totolan A, B, E dan F menunjukkan adanya

3 bercak yang sama pada masing-masing totolan. Sedangkan totolan kelompok kami, totolan

D, serta kelompok C yang sama-sama menggunakan oven 8 jam dan berjamur, hanya

menunjukkan satu bercak pada Rf= 0,94 berwarna hijau. Semua totolan memiliki bercak

dengan Rf 0,94 ini, sehingga diperkirakan bercak ini adalah klorofil.

Page 22: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Hasil negatif pada totolan sampel kami diduga karena pengaruh jamur yang tumbuh

pada waktu penyimpanan. Kondisi simplisia kami pasca pengeringan dengan oven selama 8

jam masih basah kemudian dikemas. Diduga jamur yang tumbuh pada simplisia kami inilah

yang memetabolisme senyawa dari simplisia kami (Sonchus arvensis) sehingga pada KLT

tidak menunjukkan bercak yang sama dengan totolan yang lainnya. Perlu diketahui bahwa

simplisia pada golongan kami memiliki kesamaan tinggi dalam proses budidayanya. Tempat

budidaya, perlakuan, unsur hara semuanya sama. Tentunya memiliki metabolit yang sama

juga. Namun diduga karena faktor jamur itulah yang mengakibatkan metabolit sampel kami

hilang (berubah).

Dugaan yang kedua adalah karena faktor kandungan air pada simplisia kami yang

masih banyak, sehingga terjadi proses hidrolisis enzimatik pada metabolit tanaman.

VII. KESIMPULAN

1. Cara pengeringan untuk daun tempuyung yang paling optimal dibanding cara

pengeringan yang lain adalah dengan menggunakan oven pada suhu 500C selama

dua puluh jam.

2. Analisis KLT menunjukkan simplisia dengan pengeringan oven selama delapan

jam hanya menunjukkan bercak klorofil di Rf 0,94.

3. Kadar air yang masih tinggi pada simplisia dapat membuat simplisia ditumbuhi

jamur dan merusak metabolit sekunder yang dikandungnya.

4. Simplisia memenuhi persyaratan kadar abu (13,87 %) tetapi tidak memenuhi

persyaratan kadar air (19 % v/b).

5. Simplisia tidak mengandung minyak atsiri.

6. Simplisia dengan pengeringan oven selama delapan jam merupakan metode

pengeringan yang paling tidak efektif dibanding yang lain.

DAFTAR PUSTAKA

Page 23: Laporan Resmi Praktikum Teknologi Pasca Panen: Pembuatan dan Standardisasi Simplisia

Anonim, 2001, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I) Jilid 2, Depkes RI, Jakarta

Anonim1. 1995. Materia Medika Indonesia Jilid IV. Jakarta; Depkes RI

Anonim2, 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat Edisi Pertama. Jakarta :

Depkes RI

Anonim3. 2004.Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia Volume 1.Jakarta : BPOM RI

Wagner, Hildebert. 1983. Plant Drug Analysis. Jerman : Springer-Verlag

Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi. Bandung : Penerbit ITB

Sudarsono, dkk, 1996, Tumbuhan Obat, PPOT-UGM, Yogyakarta