peb

22
BAB I PENDAHULUAN Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edem akibat kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera setelah persalinan. 1,2 Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan. 3,4 Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi menyebabkan penyakit mikrovaskuler (missal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati. 5 Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: Hellp syndrome, solusio plasenta, hipofibrigonemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia disebabkan asfiksia intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin. Asfiksia terjadi karena adanya gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole spiralis. 6

Upload: devy-pramestty-indriasugma

Post on 24-Jun-2015

1.984 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEB

BAB I

PENDAHULUAN

Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edem akibat

kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera setelah

persalinan.1,2 Sampai sekarang etiologi pre eklampsia masih belum diketahui. Setelah

perdarahan dan infeksi, pre eklampsia dan eklampsia merupakan penyebab kematian

maternal dan perinatal yang paling tinggi dalam ilmu kebidanan.3,4

Faktor Risiko Pre-eklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan penyakit mikrovaskuler (missal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik, kelainan

vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.5

Mortalitas maternal pada pre eklampsia disebabkan oleh karena akibat komplikasi

dari pre eklampsia dan eklampsianya seperti: Hellp syndrome, solusio plasenta,

hipofibrigonemia, hemolisis, perdarahan otak, gagal ginjal, dekompensasi kordis dengan

oedema pulmo dan nekrosis hati. Mortalitas perinatal pada pre eklampsia dan eklampsia

disebabkan asfiksia intra uterin, prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin.

Asfiksia terjadi karena adanya gangguan perfusi uteroplasenta akibat vasospasme arteriole

spiralis.6

Page 2: PEB

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PRE-EKLAMPSIA BERAT

Definisi

Pre-eklampsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat

kehamilan . Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ke 3 kehamilan, atau segera

setelah persalinan.1,2 Penyakit ini terjadi pada triwulan ke 3 kehamilan tetapi dapat juga

terjadi sebelumnya, misalnya pada mola hidatidosa.6

Definisi lain menyebutkan bahwa pre eklamsia adalah kelainan multisystem spesifik

pada kehamilan yang ditandai oleh timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur

kehamilan 20 minggu. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria

meningkat secara bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan

pertumbuhan janin). 7

PEB dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia adalah gejala-gejala

oedema, protenuria, hipertensi disertai gejala subyektif dan obyektif. Gejala subyektif antara

lain : nyeri kepala, gangguan visual dan nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif antara

lain : hiperreflexia, eksitasi motorik dan sianosis.8

Pada kasus yang diabaikan atau yang lebih jarang terjadi, pada kasus hipertensi karena

kehamilan yang fulminan dapat terjadi eklampsia. Bentuk serangan kejangnya ada kejang

‘grand mal’ dan dapat timbul pertama kali sebelum, selama, atau setelah persalinan. Kejang

yang timbul lebih dari 48 jam setelah persalinan lebih besar kemungkinannya disebabkan lesi

lain yang bukan terdapat pada susunan saraf pusat.9

Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf.

Penyebab eklampsia adalah kurangnya cairan darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak.3

Etiologi

Penyebab preeklampsia sampai sekarang belum diketahui pasti. Teori yang dewasa

ini dapat dikemukakan sebagai penyebab preeklampsia ialah iskemia plasenta, yaitu

pembuluh darah yang mengalami dilatasi hanya arteri spirales di decidua, sedangkan

pembuluh darah di miometrium yaitu arteri spirales dan arteria basalis tidak melebar.

Page 3: PEB

Pada preeklamsi invasi sel-sel thropoblast ini tidak terjadi sehingga tonus pembuluh darah

tetap tinggi dan seolah-olah terjadi vasokonstriksi.1,2

Hipotesa factor-faktor etiologi Preeklampsia bisa diklasifikasikan menjadi 4

kelompok, yaitu : genetic, imunologik, gizi dan infeksi serta infeksi antara factor-faktor

tersebut.

Ada beberapa teori yang mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan

tersebut sehingga kelainan ini sering dikenal dengan “The disease of theory” adapun

teori-teori tersebut antara lain :5

1. Peran prostasiklin dan tromboksan S

pada Preeklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler sehingga terjadi

penurunan produksi prostasiklin (PGI-2) yang pada kehamilan normal meningkat,

aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis. Aktivasi trombosit menyebabkan pelepasan

tromboksan (TxA2) dan serotonin sehingga terjadi vasospasme dan kerusakan

endotel.

2. Peran faktor imunologis

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama, hal ini dihubungkan dengan

pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta yang tidak sempurna.

Beberapa wanita dengan Preeklampsia mempunyai kompleks imun dalam serum.

Beberapa study yang mendapati aktivasi komplemen dan system imun humoral pada

Preeklampsia.

3. Peran faktor genetik / familial

Beberapak bukti yang mendukung factor genetik pada Preeklampsia antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia

b. Terdapat kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-

anak dari ibu yang menderita Preeklampsia.

c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia pada anak-anak cucu

ibu hamil dengan riwayat Preeklampsia dan bukan ipar mereka.

d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron-System (RAAS).

Faktor Resiko

Faktor Risiko Preeklampsia meliputi kondisi-kondisi medis yang berpotensi

menyebabkan penyakit mikrovaskuler (missal, Diabetes Melitus, Hipertensi kronik,

kelainan vaskuler dan jaringan ikat), antifosfolipid antibody syndrome, dan nefropati.5

Faktor Resiko Preeklampsia

Page 4: PEB

Faktor yang berhubungan

dengan kehamilan

Faktor yang berhubungan

dengan kondisi maternal

Faktor yang berhubungan

dengan pasangan

Abnormalitas

kromosom

Mola hidatidosa

Hidrops fetalis

Kehamilan ganda

Donor oosit atau

inseminasi donor

Anomali struktur

kongenital

ISK

Usia > 35 tahun atau

<20 tahun

Ras kulit hitam

Riwayat Preeklampsia

pada keluarga

Nullipara

Preeklampsia pada

kehamilan sebelumnya

Kondisi medis khusus :

DM, HT Kronik,

Obesitas, Penyakit

Ginjal, trombofilia

Stress

Antibody

antifosfolipid syndrom

Partner lelaki yang

pernah menikahi

wanita yang kemudian

hamil dan mengalami

preeklampsia

Pemaparan terbatas

terhadap sperma

Primipaternity

Patofisiologi

Patofisiologi pre-eklampsia adalah :1,2,10

1. Penurunan kadar angiotensin II

Penurunan angiotensia II menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka

terhadap basan-basan vaso aktif. Pada kehamilan normal terjadi penigkatan yang

progresif angiotensia II, sedangkan pada preeklamsi terjadi penurunan

angiotensia II

2. Perubahan volume intravaskuler

Pada kehamilan preeklamsi terjadi vasokontriksi menyeluruh  pada sistem

pembuluh darah astiole dan prakapiler pada hakekatnya merupakan kompensasi

terhadap terjadinya hipovolemi.

3. Sistem kogulasi tidak normal

Terjadinya gangguan sistem koagulasi bisa menyebabkan komplikasi hemologik

seperti hellp syndrom (hemolytic anemia, elevated liver enzyme, low platelet)

Page 5: PEB

Patofisiologi terpenting pada pre-eklampsia adalah perubahan arus darah di uterus

koriodesidua, dan plasenta yang merupakan faktor penentu hasil akhir kehamilan.1,2

1. Iskemia uteroplasenter

Ketidakseimbangan antara masa plasenta yang meningkat dengan perfusi darah

sirkulasi yang berkurang.

2. Hipoperfusi uterus

Produksi renin uteroplasenta meningkat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi

vaskular dan meningkatkan kepekaan vaskuler pada zat – zat vasokonstriktor

lain ( angiotensi dan aldosteron ) yang menyebabkan tonus pembuluh darah

meningkat

3. Gangguan uteroplasenter

Suplai O2 jain berkurang sehingga terjadi gangguan pertumbuhan / hipoksia /

janin mati

Page 6: PEB

Skema patofisiologi Pre-eklampsia

Faktor Predisposisi Pre-eklampsia( umur, paritas, genetik, dll )

Obstruksi mekanik dan fungsi dari arteri spiralis

Perubahan plasentasi

Menurunkan perfusi uteroplasenter

Renin/angiotensin II PGE2/PGI2 Tromboksan

Kerusakan endotelVasokonstriksi arteri

Disfungsi endotel endotelin, NO

Hipertensi sistemik

Aktivasi intravascular koagulasi

SSP

DIC

Ginjal Hati Organ lainnya

Proteinuri kejang LFT abnormal iskemi GFR koma Edema

Page 7: PEB

Frekuensi

Untuk tiap negara berbeda karena banyak faktor yang mempengaruhinya; jumlah

primigravida, kedaan sosial ekonomi, perbedaan dalam penentuan diagnosa. Dalam

kepustakaan frekuensi di lapangan berkisar antara 3-10%.

Pada primigravida frekuensi pre eklampsia lebih tinggi bila dibandingkan dengan

multigravida terutama primigravida muda, DM Tipe I, Diabetes gestasional, Mola

hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, umur lebih dari 35 tahun, obesitas, riwayat

pernah eklampsia, hipertensi kronik, dan penyakit ginjal, merupakan faktor predisposisi

untuk terjadinya pre eklampsia.6

Klasifikasi

Pre eklampsia dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :2

a. Pre eklampsia ringan

Tekanan darah 140/90 mmHg yang diukur pada posisi terlentang; atau kenaikan

sistolik 30 mmHg; atau kenaikan tekanan diastolik 15 mmHg.

Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada dua kali pemeriksaan dengan jarak

periksa 1 jam, sebaiknya 6 jam.

Edem umum, kaki, jari tangan dan muka, atau kenaikan berat badan 1 kg per

minggu.

Proteinuria kuantitatif 0,3 gram/liter; kualitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau

mid stream.

b. Pre eklampsia berat

Tekanan darah 160/110 mmHg.

Proteinuria 5 gram/liter.

Oligouria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc/24 jam.

Adanya gangguan serebral, gangguan visus dan nyeri epigastrium.

Terdapat oedem paru dan sianosis.

Thrombosytopenia berat

Kerusakan hepatoseluler

Pertumbuhan janin intrauterin yang terhambat

Klasifikasi pre-eklampsia lain , yaitu :1,10

a. Genuine pre-eklampsia

Page 8: PEB

Gejala pre-eklampsia yang timbul setelah kehamilan 20 minggu disertai dengan edem

(pitting) dan kenaikan tekanan darah 140/90 mmHg sampai 160/90. Juga terdapat

proteinuria 300 mg/24 jam (Esbach)

b. Super imposed pre-eklampsia

Gejala pre-eklampsia yang terjadi kurang dari 20 minggu disertai proteinuria 300

mg/24 jam (Esbach), dan bisa disertai edem. Biasanya disertai hipertensi kronis

sebelumnya.

Pencegahan

Yang dimaksud pencegahan adalah upaya untuk mencegah terjadinya pre

eklampsia pada wanita hamil yang mempunyai resiko terjadinya pre eklampsia.4 Tidak

ada alat ukur yang pasti untuk mencegah preeclampsia. Walaupun demikian, beberapa

usaha untuk mencegah preeclampsia telah dilakukan, antara lain :

A. Pencegahan non medical

1. Restiksi garam

Tidak terbukti dapat mencegah terjadinya preeclampsia

2. Suplementasi diet yang mengandung :

a. Minyak ikan yang kaya dengan asam lemak tidak jenuh, misalnya Omega-3

PUFA.

b. Antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl cysteine, zinc,

magnesium, calcium.

3. Tirah baring tidak terbukti :

a. Mencegah terjainya preeclampsia

b. Mecegah persalinan preterm

Di Indonesia tirah baring masih diperlukan pada mereka yang mempunyai resiko

tinggi terjadinya preeclampsia.

B. Pencegahan dengan Medikal

1. Diuretik : tidak terbukti mencegah terjadinya preeclampsia bahkan memperberat

hipovolemia.

2. Anti hipertensi tidak terbukti mencegah terjadinya preekalmpsia

3. Kalsium : 1500-2000 mg/ hari, dapat dipakai sebagai suplemen pada resiko tinggi

terjadinya preeclampsia, meskipun belum terbuktibermanfaat untuk mencegah

preeclampsia.

4. Zinc : 200 mg / hari

Page 9: PEB

5. Magnesium 365 mg / hari

6. Obat anti hrombotic :

a. Aspirin dosis rendah : rata-rata dib awah 100 mg / hari, tidak terbukti

mencegah terjadinya preeclampsia.

b. Dipyridamol

7. Abat-obatan antioksidan : vit C, vit E, B karoten, CoQ1o-N-Acethyl cysteine,

asam lipoik-6.

Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah, banyak kematian akibat kelainan ini

dapat dicegah. Deteksi awal, monitoring ketat dan terapi preeclampsia sangat penting dalam

mencegah mortalitas akibat kelainan ini.7,11

Komplikasi 2

- HELLP syndrom

- Perdarahan otak

- Gagal ginjal

- Hipoalbuminemia

- Ablatio retina

- Edema paru

- Solusio plasenta

- Hipofibrinogenemia

- Hemolisis

- Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intrauterin

Penatalaksanaan Pre-eklampsia Berat

Prinsip penatalaksanaan pre eklampsia berat adalah mencegah timbulnya kejang,

mengendalikan hipertensi guna mencegah perdarahan intrakranial serta kerusakan dari organ-

organ vital dan melahirkan bayi dengan selamat.6

Perawatannya dapat meliputi :4

a. Perawatan aktif, yang berarti kehamilan segera diakhiri setelah mendapat terapi

medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

Indikasi :

Bila didapatkan satu atau lebih dari keadaan berikut ini

1). Ibu :

a). Kegagalan terapi pada perawatan konservatif :

Page 10: PEB

- Setelah 6 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi

kenaikan darah yang persisten

- Setelah 24 jam sejak dimulai pengobatan medikamentosa, terjadi

kenaikan desakan darah yang persisten

b). Adanya tanda-tanda terjadinya impending eklampsia

c). Gangguan fungsi hepar

d). Gangguan fungsi ginjal

e). Dicurigai terjadi solutio plasenta

f). Timbulnya onset partus, ketuban pecah dini, perdarahan

2). Janin :

a). Umur kehamilan lebih dari 37 minggu

b). Adanya tanda-tanda gawat janin (bisa diketahui dari NST nonreaktif dan

profil biofisik abnormal)

c). Adanya tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat berat (IUGR berat)

berdasarkan pemeriksaan USG

d). Timbulnya oligohidramnion

3). Laboratorium :

Trombositopenia progresif yang menjurus ke HELLP syndrome.

Pengobatan Medisinal :

1). Segera masuk rumah sakit

2). Tirah baring miring ke satu sisi. Tanda vital diperiksa setiap 30 menit,

refleks patella setiap jam.

3). Infus D5% yang tiap liternya diselingi dengan larutan RL 500 cc (60-125

cc/jam)

4). Pemberian obat anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan terapi.

Pemberian dibagi loading dose (dosis awal) dan dosis lanjutan.

5). Anti hipertensi diberikan bila :

a. Desakan darah sistolis lebih 180 mmHg, diastolis lebih 110 mmHg

atau MAP lebih 125 mmHg. Sasaran pengobatan adalah tekanan

diastolis kurang 105 mmHg (bukan kurang 90 mmHg) karena akan

menurunkan perfusi plasenta.

b. Dosis antihipertensi sama dengan dosis antihipertensi pada

umumnya.

Page 11: PEB

c. Bila dibutuhkan penurunan tekanan darah secepatnya, dapat

diberikan obat-obat antihipertensi parenteral (tetesan kontinyu),

catapres injeksi. Dosis yang biasa dipakai 5 ampul dalam 500 cc

cairan infus atau press disesuaikan dengan tekanan darah.

d. Bila tidak tersedia antihipertensi parenteral dapat diberikan tablet

antihipertensi secara sublingual diulang selang 1 jam, maksimal 4-5

kali. Bersama dengan awal pemberian sublingual maka obat yang

sama mulai diberikan secara oral.

6). Diuretikum diberikan atas indikasi edema paru, payah jantung kongestif,

edema anasarka

7). Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam

8). Kardiotonika, indikasinya bila ada tanda-tanda menjurus payah jantung,

diberikan digitalisasi cepat dengan cedilanid D.

9). Lain-lain :

- Konsul bagian penyakit dalam / jantung, mata.

- Obat-bat antipiretik diberikan bila suhu rektal lebih 38,5 derajat celcius

dapat dibantu dengan pemberian kompres dingin atau alkohol atau

xylomidon 2 cc IM.

- Antibiotik diberikan atas indikasi.(4) Diberikan ampicillin 1 gr/6

jam/IV/hari.

- Anti nyeri bila penderita kesakitan atau gelisah karena kontraksi uterus.

Dapat diberikan petidin HCL 50-75 mg sekali saja, selambat-

lambatnya 2 jam sebelum janin lahir.

Pemberian Magnesium Sulfat

Cara pemberian magnesium sulfat :

1. Dosis awal sekitar 4 gram MgSO4 IV (20 % dalam 20 cc) selama 1

gr/menit kemasan 20% dalam 25 cc larutan MgSO4 (dalam 3-5 menit).

Diikuti segera 4 gr di bokong kiri dan 4 gram di bokong kanan (40 %

dalam 10 cc) dengan jarum no 21 panjang 3,7 cm. Untuk mengurangi nyeri

dapat diberikan 1 cc xylocain 2% yang tidak mengandung adrenalin pada

suntikan IM.(6)

2. Dosis ulangan : diberikan 4 gram intramuskuler 40% setelah 6 jam

pemberian dosis awal lalu dosis ulangan diberikan 4 gram IM setiap 6 jam

dimana pemberianMgSO4 tidak melebihi 2-3 hari.(3)

Page 12: PEB

3. Syarat-syarat pemberian MgSO4 :(4,7)

- Tersedia antidotum MgSO4 yaitu calcium gluconas 10%, 1 gram (10%

dalam 10 cc) diberikan intravenous dalam 3 menit.

- Refleks patella positif kuat

- Frekuensi pernapasan lebih 16 kali per menit.

- Produksi urin lebih 100 cc dalam 4 jam sebelumnya (0,5 cc/kgBB/jam).

4. MgSO4 dihentikan bila :

a. Ada tanda-tanda keracunan yaitu kelemahan otot, hipotensi, refleks

fisiologis menurun, fungsi jantung terganggu, depresi SSP, kelumpuhan

dan selanjutnya dapat menyebabkan kematian karena kelumpuhan otot-

otot pernapasan karena ada serum 10 U magnesium pada dosis adekuat

adalah 4-7 mEq/liter. Refleks fisiologis menghilang pada kadar 8-10

mEq/liter. Kadar 12-15 mEq terjadi kelumpuhan otot-otot pernapasan dan

lebih 15 mEq/liter terjadi kematian jantung.

b. Bila timbul tanda-tanda keracunan magnesium sulfat :

- Hentikan pemberian magnesium sulfat

- Berikan calcium gluconase 10% 1 gram (10% dalam 10 cc) secara IV

dalam

waktu 3 menit.

- Berikan oksigen.

- Lakukan pernapasan buatan.

c. Magnesium sulfat dihentikan juga bila setelah 4 jam pasca persalinan

sudah

terjadi perbaikan (normotensif).

b. Pengelolaan Konservatif, yang berarti kehamilan tetap dipertahankan sehingga

memenuhi syarat janin dapat dilahirkan, meningkatkan kesejahteraan bayi baru

lahir tanpa mempengaruhi keselamatan ibu.1,2

1. Indikasi : Bila kehamilan preterm kurang 37 minggu tanpa disertai tanda-

tanda inpending eklampsia dengan keadaan janin baik.

2. Pengobatan medisinal : Sama dengan perawatan medisinal pada pengelolaan

aktif. Hanya loading dose MgSO4 tidak diberikan intravenous, cukup

intramuskuler saja dimana 4 gram pada bokong kiri dan 4 gram pada bokong

kanan.

3. Pengobatan obstetri :

Page 13: PEB

a. Selama perawatan konservatif : observasi dan evaluasi sama seperti

perawatan aktif hanya disini tidak dilakukan terminasi.

b. MgSO4 dihentikan bila ibu sudah mempunyai tanda-tanda pre eklampsia

ringan, selambat-lambatnya dalam 24 jam.

c. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan maka dianggap pengobatan

medisinal gagal dan harus diterminasi.

d. Bila sebelum 24 jam hendak dilakukan tindakan maka diberi lebih dahulu

MgSO4 20% 2 gram intravenous.

4. Penderita dipulangkan bila :

a. Penderita kembali ke gejala-gejala / tanda-tanda pre eklampsia ringan dan

telah dirawat selama 3 hari.

b. Bila selama 3 hari tetap berada dalam keadaan pre eklampsia ringan :

penderita dapat dipulangkan dan dirawat sebagai pre eklampsia ringan

(diperkirakan lama perawatan 1-2 minggu).

Sebagai pengobatan untuk mencegah timbulnya kejang-kejang dapat

diberikan:

i. Larutan sulfas magnesikus 40 % (4 gram) disuntikan IM pada bokong kiri

dan kanan sebagai dosis permulaan, dan dapat diulang 4 gram tiap 6 jam

menurut keadaan. Tambahan sulfas magnesikus hanya diberikan bila

diuresis baik, reflek patella positif, dan kecepatan pernapasan lebih dari 16

kali per menit

ii. klorpromazin 50 mg IM

iii. diazepam 20 mg IM.

Penggunaan obat hipotensif pada pre eklampsia berat diperlukan karena

dengan menurunkan tekanan darah kemungkinan kejang dan apopleksia serebri

menjadi lebih kecil. Apabila terdapat oligouria, sebaiknya penderita diberi

glukosa 20 % secara intravena. Obat diuretika tidak diberikan secara rutin.

Untuk penderita pre eklampsia diperlukan anestesi dan sedativa lebih

banyak dalam persalinan. Pada kala II, pada penderita dengan hipertensi, bahaya

perdarahan dalam otak lebih besar, sehingga apabila syarat-syarat telah

terpenuhi, hendaknya persalinan diakhiri dengan cunam atau vakum. Pada gawat

janin, dalam kala I, dilakukan segera seksio sesarea; pada kala II dilakukan

ekstraksi dengan cunam atau ekstraktor vakum.13

Prognosis

Page 14: PEB

Prognosis PEB dan eklampsia dikatakan jelek karena kematian ibu antara 9,8 –

20,5%, sedangkan kematian bayi lebih tinggi lagi, yaitu 42,2 – 48,9%. Kematian ini

disebabkan karena kurang sempurnanya pengawasan antenatal, disamping itu penderita

eklampsia biasanya sering terlambat mendapat pertolongan. Kematian ibu biasanya

karena perdarahan otak, decompensatio cordis, oedem paru, payah ginjal dan aspirasi

cairan lambung. Sebab kematian bayi karena prematuritas dan hipoksia intra uterin.6

DAFTAR PUSTAKA

Page 15: PEB

1. Cunningham FG Mac Donal P.C. William Obsetric, Edisi 18, Appletion &

Lange, 1998 : 881-903.

2. Fernando Arias, Practicial Guide to Hight Risk Pregnancy and Delivery, 2 nd

Edition, St. Louis Missiori, USA, 1993 : 100-10, 213-223.

3. Rustam Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi. Editor:

Delfi Lutan, EGC, Jakarta.

4. Abdul Bari S., 2003. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi. PB POGI,

FKUI. Jakarta.

5. Luciano E. Mignini, MD, Jose Villar, MD, Khalid S, Khan, MD. 2006. Mapping the

Theories of Preeclampsia : The Need for Systemetic reviews of Mechanism of Disease.

American Journal of Obstetrics and Gynecology 194. Pp: 317-21

http://www.ajog.org

6. Sarwono Prawirohardjo dan Wiknjosastro. 1999. Ilmu kandungan. FK UI, Jakarta

7. Lana K. Wagener, M.D. 2004. Diagnosis and Management of Preeklampsia. American

Family Physician. Volume 70, Number 12 Pp : 2317-24.

http://www. Aafp.org

8. M. Dikman Angsar. 1995. Kuliah Dasar Hipertensi dalam Kehamilan (EPH-Gestosis).

Lab/UPF Obstetri dan Ginekologi FK UNAIR/RSUD Dr. Sutomo.

9. Cunningham, Mac Donald, Gant, Levono, Gilstrap, Hanskin, Clark, 1997, William’s

Obstetrics 20th Prentice-Hall International,Inc.

10. Hacker Moore, Essential Obstetries dan Gynekology, Edisi 2, W.B

Saunder Company, Philadelphia, Pennsylvania, 297-309.

11. Ridwan Amirudin, dkk. 2007. Issu Mutakhir Tentang Komplikasi Kehamilan

(Preeklampsia dan Eklampsia). Bagian Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Hasanudin Makasar.

12. Hidayat W., 1998. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginekologi, RSUP

dr.Hasan Sadikin. Edisi ke-2. Penerbit: SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas

Kedokteran Univ. Padjajaran, RSUP dr.Hasan Sadikin, Bandung.

13. Budiono Wibowo. (1999). Pre eklampsia dan Eklampsia dalam Ilmu Kebidanan.

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta

Page 16: PEB