peb udem pulmo.docx

32
BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinui sering tidak diketahui atau tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain. Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis. Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun. 1

Upload: ninachayank

Post on 05-Dec-2014

158 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: PEB udem pulmo.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Di Indonesia preeklampsia-eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama

kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Oleh karena itu diagnosis dini

preeklampsia yang merupakan tingkat pendahuluan eklampsia, serta penanganannya perlu segera

dilaksanakan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) dan anak. Perlu ditekankan bahwa

sindrom preeklampsia ringan dengan hipertensi, edema, dan proteinui sering tidak diketahui atau

tidak diperhatikan; pemeriksaan antenatal yang teratur dan secara rutin mencari tanda

preeklampsia sangat penting dalam usaha pencegahan preeklampsia berat dan eklampsia, di

samping pengendalian terhadap faktor-faktor predisposisi yang lain.

Preeklampsia-Eklampsia adalah penyakit pada wanita hamil yang secara langsung

disebabkan oleh kehamilan. Preeklampsia adalah hipertensi disertai proteinuri dan edema akibat

kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan. Gejala ini dapat

timbul sebelum 20 minggu bila terjadi. Eklampsia adalah timbulnya kejang pada penderita

preeklampsia yang disusul dengan koma. Kejang disini bukan akibat kelainan neurologis.

Preeklampsia-Eklampsia hampir secara eksklusif merupakan penyakit pada nullipara. Biasanya

terdapat pada wanita masa subur dengan umur ekstrem yaitu pada remaja belasan tahun atau

pada wanita yang berumur lebih dari 35 tahun.

Pre eklampsia merulakan penyakit yang berhubungan dengan kehamilan, oleh karena

itu, terapi utamanya adalah terminasi kehamilan. Berdasarkan patogenesisnya, progresivitas

penyakit akan terus terjadi selama kehamilan belum dilakukan termianasi.

Salah satu komplikasi yang menunjukan progresivitas dari PEB adala edema pulmo.

Dimana angka kejadian edema pulmo di RSDM (2008) adalah 51 kasus (23%) dari total 219

pasien yang dirawat dengan PEB. Morbiditas dan mortalitas pasien denga PEB udema pulmo

masih sangat tinggi, salah satunya disebabkan oleh pemakaian ventilator mekanik dan lambatnya

mobilisasi pada ibu yang menyebabkan meningkatnya komplikasi infeksi paru yang dapat

berlanjut terjadinya pneumonia dan sepsis.

Penanganan yang cepat dan tepat pada PEB diperlukan sebelum terjadi progresivitas

penyakit pada ibu. Terminasi kehamilan segera setelah diagnosis PEB ditegakan sangat

mempengaruhi prognosis maternal dan meghindari komplikasi lebih lanjut dari PEB.

1

Page 2: PEB udem pulmo.docx

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

 Anatomi ParuParu kanan dan kiri lunak dan berbentuk seperti spons dan sangat

elastis. Jika rongga thorax dibuka, volume paru segera mengecil sampai 1/3 atau kurang.

Padaanak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru menjadigelap

dan berbintik-bintik akibat inhalasi partikel

partikel debu yang akanterperangkap di dalam fagosit paru. Hal ini khususnya terlihat nyata pada

penduduk kota dan pekerja tambang.

 Paru-paru terletak sedemikian rupa sehingga masing-masing paru terletak disamping kanan dan

kiri mediastinum. Oleh karena itu paru satu dengan yang laindipisahkan oleh jantung dan

pembuluh-pembuluh besar serta struktur lain di dalammediastinum.

 Masing-masing paru berbentuk kerucut dan diliputi oleh pleura visceralis, danterdapat bebas di

dalam cavitas pleuralisnya masing-masing, hanya dilekatkan padamediastinum oleh radix

pulmonis.

Masing-masing paru mempunyai apex pulmo yang tumpul, yang menonjol keatas

ke dalam leher sekitar 1 inci (2,5 cm) di atas clavicula; basis pulmonis yangkonkaf tempat

terdapat diaphragma; facies costalis yang konveks yang disebabkanoleh dinding thorax yang konkaf;

facies mediastinalis yang konkaf yang merupakancetakan pericardium dan struktur medistinum lainnya.

Sekitar pertengahan facies mediastinalis ini terdapat hilum pulmonis yaitu,suatu cekungan tempat

bronchus, pembuluh darah, dan saraf yang membentuk radixpulmonis masuk dan keluar dari paru.

 Margo anterior paru tipis dan meliputi jantung; pada margo anterior pulmonissinister terdapat

incisura cardiaca pulmonis sinistri. Pinggir posterior tebal danterletak di samping columna

vertebralis.

LOBUS DAN FISSURA Pulmo dexter (paru kanan) sedikit lebih besar dari

pulmo sinister dan dibagioleh fissura obliqua dan fissura horizontalis. Pulmonis dextri dibagi

menjadi tigalobus; lobus superior, lobus medius dan lobus inferior. Fissura oblique berjalan

daripinggir inferior ke atas dan ke belakang menyilang permukaan medial dan costalissampai

memotong pinggir posterior sekitar 2 ½ inci (6,25 cm) di bawah apexpulmonis. Fissura

horizontalis berjalan horizontal menyilang permukaan costalissetinggi cartilago costalis IV dan

2

Page 3: PEB udem pulmo.docx

bertemu dengan fissura obliqua pada linea axillarismedia. Lobus medius merupakan lobus kecil

berbentuk segitiga yang dibatasi olehfissura horizontalis dan fissura obliqua.

Pulmo sinister (paru kiri) dibagi oleh fissure obliqua dengan cara yang

samamenjadi dua lobus, lobus superior dan lobus inferior. Pada pulmonis sinister tidak

adafissura horizontalis.SEGMENTA BRONCHOPULMONALIA Segmenta bronchopulmonalia

merupakan unit paru secara anatomi, fungsi,dan pembedahan. Setiap bronchus lobaris (sekunder)

yang berjalan ke lobus paru,mempercabangkan bronchi segmentales (tertier). Setiap bronchus

segmentalis masuk ke unit paru yang secara struktur dan fungsi adalah independen dan disebut

segmentabronchopulmonalia, dan dikelilingi oleh jaringan ikat. Bronchus segmentalis diikutioleh

sebuah cabang arteri pulmonales, tetapi pembuluh-pembuluh balik ke venaepulmonales berjalan

di dalam jaringan ikat di antara segmenta bronchopulmonaliayang berdekatan. Masing-masing

segmen mempunyai pembuluh limfe dan persarafanotonom sendiri.Setelah masuk segmenta

bronchopulmonaris, bronchus segmentales segeramembelah. Pada saat bronchi menjadi lebih

kecil, cartilago berbentuk U yang ditemuimulai dari trachea perlahan-lahan diganti dengan

cartilago irregular yang lebih kecildan lebih sedikit jumlahnya.

Bronchi yang paling kecil membelah dua menjadibronchioli, yang diameternya

kurang dari 1 mm. Bronchioli tidak mempunyaicartilago di dalam dindingnya dan dibatasi oleh

epitel silinder bersilia. Jaringansubmucosa mempunyai lapisan serabut otot polos melingkar yang

utuh.

Bronchioli kernudian membelah terjadi bronchioli terminales yangmempunyai

kantong-kantong lembut pada dindingnya. Pertukaran gas yang terjadiantara darah dan udara

terjadi pada dinding kantong-kantong tersebut, oleh karena itukantong-kantong lembut

dinamakan bronchiolus respiratorius. Diameter bronchiolusrespiratorius sekitar 0,5 mm.

Bronchioli respiratorius berakhir dengan bercabangsebagai ductus alveolaris yang menuju ke

arah pembuluh-pembuluh berbentuk kantong dengan dinding yang tipis disebut saccus

alveolaris.

 Saccus alveolaris terdiri atas beberapa alveoli yang terbuka ke satu

ruangan.Masing-masing alveoli dikelilingi oleh jaringan kapiler yang padat. Pertukaran

gasterjadi antara darah yang terdapat di dalarn lumen alveoli, rnelalui dinding alveoli kedalam

darah yang ada di dalam kapiler di sekitarnya.

3

Page 4: PEB udem pulmo.docx

B.Edema Paru Akuta.

DefinisiEdema merupakan pembengkakan jaringan akibat kelebihan

cairaninterstisium. Penimbunan cairan interstisium yang berlebihan ini dikarenakansalah satu

gaya fisik yang bekerja pada dinding kapiler menjadi abnormal karenasuatu sebab

 jantung dapat ditemukan protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonalmengeras, dan tekanan

darah dapat meningkat. 

Radiologis

 Pada foto toraks menunjukkan hilus yang melebar dan densitasmeningkat disertai

tanda bendungan paru, akibat edema interstisial ataualveolar.  

EKG

 Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan tanda-tandaiskemia

atau infark pada infark miokard akut dengan edema paru. Pasiendengan krisis hipertensi

gambaran elektrokardiografi biasanya menunjukkangambaran hipertrofi ventrikel kiri. Pasien

dengan edema paru kardiogenik tetapi yang non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran

gelombang Tnegatif yang lebar dengan QT memanjangyang khas, dimana akan membaik dalam

24 jam setelah klinis stabil dan menghilang dalam 1 minggu. Penyebabdari keadaan non-iskemik

ini belum diketahui tetapi ada beberapa keadaanyang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara

lain: iskemia sub-endokardialyangberhubungan dengan peningkatan tekanan pada

dinding,peningkatanakut tonus simpatis kardiak atau peningkatan elektrikal akibatperubahan

metabolik atau katekolamin.

Penatalaksanaan Edema Paru AkutPenatalaksanaan terutama untuk edema paru akut

kardiogenik. Terapi EPAharus segera dimulai setelah diagnosis ditegakkan meskipun

pemeriksaan untuk melengkapi anamnesis dan pemeriksaan fisis masih berlangsung. Pasien

diletakkanpada posisi setengah duduk atau duduk, harus segera diberi

oksigen,nitrogliserin,diuretik IV, morfin sulfat, obat untuk menstabilkan

hemodinamik,trombolitik dan revaskularisasi, intubasi dan ventilator, terapi aritmia dan

gangguankonduksi, serta koreksi definitif kelainan anatomi.

Terapi oksigenOksigen (40-50%) diberikan sampai dengan 8 L/menit, untuk

mempertahankanPaO2kalau perlu dengan masker. Jika kondisi pasien makin memburuk,

4

Page 5: PEB udem pulmo.docx

timbulsianosis, makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2tidak bisa dipertahankan ≥60

mmHg dengan terapi O2konsentrasi dan aliran tinggi,retensi CO2

hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secaraadekuat, maka perlu dilakukan

intubasi endotrakheal, suction dan penggunaanventilator.

Nitrogliserin sublingual atau intravenaNitrogliserin diberikan peroral 0,4-0,6 mg

tiap 5-10 menit. Jika tekanan darahsistolik cukup baik (>95 mmHg). Nitrogliserin intravena

dapat diberikandimulai dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB. Jika notrogliserin tidak memberi

hasilyang memuaskan, maka dapat diberikan nitroprusid.

 Morfin sulfatDiberikan 3-5 mg IV, dapat diulangi tiap 15 menit, sampai total dosis 15 mgbiasa

cukup efektif.

Diuretik IVDiberikan furosemid IV 40-80 mg bolus, dapat diulangi atau dosis

ditingkatkansetelah 4 jam, atau dilanjutkan dengan drip kontinyu sampai dicapai produksiurin 1

ml/kgBB/jam.

Obat untuk menstabilkan klinis hemodinamik 

Nitroprusid IV: dimulai dengan dosis 0,1 mg/kgBB/menit.Diberikan pada

pasien yang tidak memperlihatkan respons yangbaik dengan terapi nitrat

atau pada pasien dengan regurgitasimitral, regurgitasi aorta, hipertensi

berat. Dosis dinaikkan sampaididapat perbaikan klinis.

 Dopamin 2-5 mg mcg/kgBB/menit atau dobutamin 2-10mg/kgBB/menit.

Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis.

Digitalisasi jika ada fibrilasi atrium atau kardiomegali.

 Obat trombolitik.

Intubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis atau

tidak berhasil dengan terapi oksigen.

5

Page 6: PEB udem pulmo.docx

BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. U

Usia : 33 tahun

Alamat : Sukoharjo

Tanggal MRS : 03 Februari 2013

Agama : Islam

Status : Menikah 1 kali (3 tahun)

Pendidikan : SLTA

Pekerjaan : Buruh pabrik

A. PERJALANAN PENYAKIT

RPS: pasien seorang G2P0A1, 33 tahun, usia kehamilan 39 minggu, kiriman RS

Sukoharjo dengan keterangan G2P0A1, 33 tahun, hamil 39 minggu, presentasi bokong

dengan PEB. Pasien merasa hamil 9 bulan, gerakan janin masih dirasakan, kenceng-

kenceng teratur belum dirasakan, air kawah belum dirasakan keluar, lendir darah belum

dirasakan keluar.

Mual dan muntah, nyeri ulu hati, nyeri kepala dan pandangan kabur tidak dirasakan.

RPD: riwayat Hipertensi, sakit jantung, asma, DM dan alergi disangkal

PEMERIKSAAN FISISK:

KU: baik, CM

VS: TD: 170/100 mmHg N:88x/mnt

RR: 20x/mnt t: 36,5oC

Mata: CA+/+ SI-/-

Toraks: cor dan pumo dalam batas normal

Abd: supel, nyeri tekan (-), teraba janin, IU, letak lintang (kepala di kanan, punggung di atas), His (-), djj (+) 12-13-12/reg.

6

Page 7: PEB udem pulmo.docx

VT: v/u tenang, dinding vagina dalam batas normal , portio lunak, mencucu ke belakang, :-

cm, eff 30%, , selaput ketuban dan penunjuk belum dapat dinilai, air ketuban (-), lendir darah (-)

USG: tampak janin tunggal, IU, letak lintang (kepala di kanan, punggung di atas). djj (+)

dengan FB: BPD: 9,2; FL:7,0, AC: 301, EFBW: 2700 g. Insersi placenta di fundus gr II, air

ketuban cukup. Tak tampak jelas kelainan kongenital mayor. Saat ini janin dalam keadaan baik

Laboratorium: 03-02-2013, 03;00

Hb : 6,9; Hct : 25; AL : 9,2; AT : 317; AE : 3,49; PT : 13,4; , APTT: 27,4 GDS:90 OT : 24; PT :

45; Alb : 3.5; Cr : 0,5; Ur : 19; LDH: 446; Na : 140; K : 3,8; Cl : 109; HbsAg (-); Ewitz: +2

Diagnosis:

Preeklampsi berat, letak lintang pada sekundigravida nullipara hamil aterm belum dalam

persalinan dengan anemia (6,9)

Terapi:

Usul SCTP Emergency

Protap PEB

1. Inf RL 12 tpm

2. O2 3-4 lpm

3. Inj MgSO4 8gr (im) boka-boki dilanjutkan 4 gr im/6 jam bila syarat terpenuhi

4. Nifedipine 10 mg jika tensi >160/110 mmHg

5. Pasang DC →BC

NST reaktif

Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jamskin test

Konsul anesthesi 02.45 AM dijawab 05.00 am

saran :

transfusi 2 kolf PRC : 2 kantong (500cc)pre op

ransfusion dimulai 06.00

Transfusion selesai 09.30

Peralatan Operasi belum tersedia, Operasi dimulai 10.40

7

Page 8: PEB udem pulmo.docx

OK IGD: 03-02-2013: 10.50

Dilakukan SC emergency:

Lahir bayi, laki-laki: BB: 2800 gr , As: 8-9-10.

Placenta lahir lengkap perabdominal, ukuran 20x20x2 cm, panjang tali pusat : 50 cm

03-02-2013: 13.00 (Ruang pemulihan):

pemeriksa: Residen Anestesi

KU: sedang, CM, sesak berat

VS: T: 180/105mmHg RR:42x/m,nasal kanul, saturasi : 83-35%

HR:125bpm t : 36.2oC

Thorax: ronki(-/-), wheezing(-/-)

Laborat: 03-02-2013: 6:07

Hb : 11,8; Hct : 39; AL : 21,9; AT : 264; AE : 4,95; Alb: 2,4

Post SCTP-em a/i Preeklampsia berat, letak lintang pada sekundipara hamil aterm.

Posisi setengah duduk

NRM dihubungkan dengan O2 10 lpm

Inf NS: stop, ganti dengan 250 cc WB

Ruang pemulihan: 03-02-2013:13.10

Pemeriksa: residen Anestesi

KU: sedang, CM, dyspneu berat

VS: T: 200/101mmHg Rr:48x/m, nasal kanul, saturasi : 87%

HR:150x-168x bpm t : 36.2oC

Thorax: RBK( +/+) di seluruh lapangan paru

Terapi:

Dilakukan intubasi.

Fentanyl 80 mcg, propofol 80 mg, raculac 80mg, dilakukan Ventilasi tekanan positif

8

Page 9: PEB udem pulmo.docx

VS: T: 130/90mmHg RR: terkontrol , saturasi 93-95%

HR:135bpm t : 36.2oC

13.30

CVP pada vena subclavia dextra

Diagnosis:

oedema pulmo, preeklampsia berat, hamil aterm dengan anemia dalam perbaikan

terapi:

Inj Lasix 20 mg i.v

Intubasi ET dengan kontrol pernafasan

Pindah ICU

Lapor staff ICU Acc Dx/Tx

Balance Cairan:

Input: 2200 cc

Output: 200 cc

IWL : 250 cc

BC:+1750

ICU: 04-02-2013: 06.00

KU: jelek, tersedasi

VS: T: 118/86mmHg RR: ventilator ,sp O2: 88%

HR:137bpm t : 39oC

Mata: CA(-/-), SI(-/-)

Thorax: cor:dbn pulmo:SDV (+/+), RBH (+/+)

Abd: supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari bawah pusat , luka operasi tertutup verban

Gen : darah (-), lochia (+)

Laboratorium 04-02-2013

Hb : 10,3; Hct : 36; AL : 26,6; AT : 335; AE : 4.76; Alb : 2.8; Cr : 1,2; Ur : 54; Na : 142; K : 4.8;

Cl : 109;

AGD:

pH: 7.348; BE:-9.8; PCO2 : 25,8; PO2 : 56.4; HCO3: 16.6

9

Page 10: PEB udem pulmo.docx

Kesan: asidosis metabolik terkompensasi tidak sempurna

Diagnosis:

SIRS,oedem pulmo, Preeclampsi berat, letak lintang pada secundipara hamil aterm dengan

hypoalbuminemia(2,8) dengan anemia dalam perbaikan

Terapi:

Post sctp-em DPH I

Inf RL 12 dpm

Inj Amikacin 500mg/8jam

Inj. Ketorolac 1 amp/8jam

Inj asam traneksamat1amp/8jam

Inj Alinamin F 250mg/8jam

Inj furosemid 40 mg/6jam

Vip albumin 4x2 caps

Balance cairan:-300cc

UO: 50 cc/jam

Rencana : kultur darah, roentgen Thorax

Diagnosa pulmo:

Oedem pulmo pada Preeklampsia berat

Terapi :

O2 3-4 lpm

Inj furosemid 40 mg/6 jam

Diagnosa jantung:

Susp. OMI anteroseptal a/i oedem pulmo

HT emergensi

Terapi:

Post SCTP emergensi susp. Oedem pulmo pada Preeklampsi berat

ISDN syringe pump 50 cc dengan kecepatan 5cc/jam

Inj furosemide 40 mg/8jam (SYRING PUMP)

10

Page 11: PEB udem pulmo.docx

Inf morpin 5mg/jam in s.p

Inf midazolam 12mg/jam in s.p

ICU: 05-02-2013 sd 08-02-2013

KU: jelek, tersedasi

VS: T: 110-150/70-100 mmHg RR: ventilator ,SCMV,sp O2: 98%

HR:120-147 bpm t : 38oC

mata: CA(-/-), SI(-/-)

Thorax: cor:dalam batas normal pulmo:SDV (+/+), RBH (+/+)

Abd: supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari bawah pusat, luka post operasi tertutup verban

Gen : darah (-), lochia (+)

Lab: 05-02-2013

Hb : 11,2; Hct : 41; AL : 25,1; AT : 249; AE : 5,35; OT : 124; PT : 40; Alb : 3.1; Cr : 1,0; Ur :

54; Na : 141; K : 4,1; kalsium ion : 1,06;

AGD:

pH: 7.263; BE:-4,8; PCO2 : 46; PO2 : 65; HCO3: 21,7

Kesan: Alkalosis respiratorik

Lab: 06-02-2013

Hb : 9,9; Hct : 34; AL : 17,4; AT : 264; AE : 4.26; Alb : 3.1; Cr : 1,0; Ur : 54; Na : 146; K : 3.8;

Cl : 110;

AGD:

pH: 7.450; BE:-0.3; PCO2 : 35; PO2 : 180; HCO3: 24.1

Kesan: Alkalosis respiratorik

Rontgen thorax : Cardiomegali dan oedem pulmo

11

Page 12: PEB udem pulmo.docx

Diagnosis:

SIRS,oedem pulmo, Preeklampsia berat, letak lintang pada secundipara hamil aterm dengan

hypoalbuminemia

Terapi:

Post sctp-em

Inf RL 12 tpm

Inj Amikacin 1g/8jam

Inj ketorolac 30 mg/8 jam

Inj. Alinamin F 250 mg/ 8 jam

Inj furosemid 40mg/ 8 jam (SP)

Monitoring KU/ VS/ BC

Diagnosa pulmo:

Oedem pulmo pada Preeclampsia berat

Terapi:

O2 6 liter/mnt (ventilator)

Furosemid 40 mg/8 jam (SP)

Diagnosa jantung:

Syok kardiogenik Susp. OMI anteroseptal

Oedem pulmo

Terapi:

Dobutamin dalam 50 cc RL dengan kecepatan 5mg/jam flow

Inj furosemid 20mg /8jam jika T>100/60 mmhg

Epinefrin dengan s.p

Inf morpin 5mg/jam dengan s.p

Inf midazolam 12mg/jam dengan s.p

12

Page 13: PEB udem pulmo.docx

ICU:08-02-2013: 09.00

KU: terjadi penurunan kondisi

VS: T: 78/57mmHg RR: ventilator (SpOs:88%)

HR:140 bpm t : 38.2oC

mata: CA(+/+), SI(-/-)

Thorax: cor:dalam batas normal pulmo: SDV (+/+), RBH (+/+)

Abd: supel, nyeri tekan (-), TFU 2 jari bawah pusat, luka post operasi btertutup verban,

Gen : darah (-), lochia (+)

Hasil kultur darah:Sensitif: Amikacin, Tigecycline and trimethoprim/ Sulfamethoxazole

Diagnosis :

Syok kardiogenik, Sepsis, oedem pulmo, preeclampsia beerat, letak lintang pada secundipara

hamil aterm, dengan anemia (9,9), renal insufficiensi.

Terapi:

Post SCTP em DPH V

O2 6 lpm (ventilator)

Inj. Amikacin 500mg/8jam

Inj ranitidin 1 amp/8jam

Edukasi keluarga

Balance cairan:-200cc

UO: 40 cc/jam

10.50

KU: jelek, koma, apnea

VS: T: 50/palpasi RR: ventilator (SpO2: 66%)

HR:165 t : 35.5oC

Diagnosis:

Syok septik, oedem pulmo, preeclampsia berat letak lintang pada sekundipara hamil

aterm,dengan klinis anemia (9,9) and renal insufficiensi

Terapi:

13

Page 14: PEB udem pulmo.docx

CPR

Adrenalin 1amp injection & SA 4 amp injection

KIE keluarga

Lapor staf ICU: advice : KIE keluarga

11.05

Evaluasi CPR

VS: T: - RR: -

HR:- t : 34oC

Mata: pupil midriasis maximal 4 mm/4 mm, RC -/-

pasien dinyatakan meninggal dihadapan keluarga,dokter dan perawat, dengan penyebab

kematian: Pre Eclampsi berat dengan komplikasi

14

Page 15: PEB udem pulmo.docx

BAB III

PEMBAHASAN

Pre eklampsia adalah penyakit hipertensi dan proteinuria yang didapatkan setelah umur

kehamilan 20 minggu (POGI, 2005). Eklampsia adalah kejadian kejang pada PEB yang terjadi

dalam kehamilan menyebabkan kelainan pada susunan saraf. Penyebab eklampsia adalah

berkurangnya aliran darah ke otak, hipoksik otak atau edema otak (Rustam Mochtar, 1998).

Komplikasi PEB yang sering terjadi dan mennjadi penyebab mortalitas dan morbiditas maternal

adalah terjadinya : eklampsis, HELLP syndrome dan Udema paru.

PEB merupakan penyakit sistemik yang berhubungan dengan kehamilan dan melibatkan

multi sistem organ tubuh. Etiologi dan patogenesis preeklampsia sampai saat ini masih belum

sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering

disebut “the desease of theories”. Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk

menerangkan terjadinya preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh

darah dan keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan

ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester satu dan trimester

dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat berdilatasi dengan sempurna dan

mengakibatkan turunnya aliran darah di plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi,

peningkatan radikal bebas, disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat

terjadi diberbagai organ.

PEB dan Udema paru

Salah satu komplikasi yang berhubungan dengan meningkatnya morbiditas dan

mortalitas wanita dengan PEB adalah terjadinya udema paru. Terjadinya perubahan pada paru

menyebabkan penimbunan cairan pada jaringan intersisial dan alveolar paru yang berakibat

edema paru, merupakan komplikasi preeklamsia yg dihubungkan dgn tingginya angka kematian.

Sibai dkk (1987) mendapatkan insidensi edema paru pd PEB/ eklamsia : 2,9% dari total kasus

PEB Rima dkk. Mendapatkan insiden udem paru di RSDM tahun 2002 s/d 2004 mendapatkan

angka lebih tinggi : 10,19% (37 dari 363).

Patofisiologi terjadinya udem paru pada diduga dikarenakan:

Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru

15

Page 16: PEB udem pulmo.docx

Peningkatan permeabiliti kapiler

Penurunan tekanan Onkotik

Penurunan drainage sistem limfe

Sedangkan pada kasus PEB/eklampsia, udem paru disebabkan oleh:

Kegagalan ventrikel kiri, menyebabkan Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler

Paru (disfungsi ventrikel kiri, overload cairan iatrogenik, mobilisasi cairan

ekstravaskular postpartum)

Peningkatan permeabilitas kapiler paru oleh karena kerusakan endotel

edema paru diperberat oleh resusitasi cairan yg cepat, emboli amnion, sepsis

sepsis yang berakibat terjadinya distres pernafasan (ARDS)

Gambar 1. Perubahan patofisiologi paru normal dan udema pulmo

Penegakan diagnosis

Diagnosis adanya udem pulmo ditegakan dari pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Adanya keluhan sesak nafas tanpa disertai adanya riwayat infeksi saluran nafas

sebelumnya, dengan didukung adanya PEB mengarah kepada suatu progresivitas dari PEB yang

sudah menimbulkan komplikasi udem pulmo

Pemeriksaan rongen torak akan memastikan diagnosis udem pulmo, dimana dari

gambaran foto torak didapatkan adanya perkabutan pada parenkim paru, terutama didaerah basal

16

Page 17: PEB udem pulmo.docx

paru. Pemeriksaan penunjang lain adalah analisis gas darah, yang dapat memastikan tingkat berat

ringanya udem paru, berhubungan dengan fungsi paru.

Gambar 2. Gambaran rongen torak udem paru

Manajemen udem paru

Prinsip terapi edema paru:

1. Oksigenasi yang memadai, dengan penggunaan ventilasi mekanik

2. Restriksi cairan/ diuretik

3. kardiovaskular support

4. Antibiotik adekuat untuk pencegahan infeksi

5. Suplemen nutrisi cukup, karena umumnya pasien dengan udem pulmo memerlukan

perawatan jangka panjang

6. mengobati penyakit yang mendasari udem pulmo

Management udem pulmo:

bila telah ditegakan udem pulmo karena PEB, terminasi kehamilan segera untuk

mengurangi beban ventilasi pada paru

prinsip penanganan setealh terminasi adalah menghindari terjadinya gagal anfas

17

Page 18: PEB udem pulmo.docx

pilihan terapi medicamentosa yang utama adalah dengan pemberian: vasodilator, diuretik

dan inotropik agen yang bertujuan untuk menurunkan tekanan hidrostatik vaskuler pada

paru

1. mekanisme kerja vasodilator untuk udem paru:

mendilatasi vena menyebabkan peningkatan kapasitas vena

pendistribusian darah ke perifer

penurunan filtrasi cairan pada parenkim paru

dengan dilatasi vena juga terjadi resistensi pembuluh darah sistemik sehingga

akan meningkatkan cardiac output dan stroke volume

Obat yang sering dipakai: Venodilator : Nitrat ( Nitrogliserin), Arteriodilator

: Phentolamin , Veno dan Arteri dilator : Hydralazine, Nitropruside

2. Pemberian diuretik

Mekanisme kerja utama: meningkatkan ekskresi sodium dan air melalui ginjal.

Obat yang digunakan: Furosemide Dosis: 20-40 mg, IV , pelan-pelan.

Infus: loading dose 80 mg, diikuti 10- 20 mg

mg/jam.

Jika tidak bereaksi dalam 1 jam :

Loading dose diulangi lagi .

Dosis infus dilipatgandakan.

Dosis tidak boleh > 160 mg/jam.

Jika respons masih tidak ada , mungkin resisten terhadap furosemide

berikan : kombinasi Furosemide dengan diuretik jenis lain seperti

Metolazone 2,5-5mg atau Thiazide.

Efek samping: Hipokalemi berat, Alkalosis metabolik, Aritmia jantung

Oleh karena itu perlu preparat KCl

18

Page 19: PEB udem pulmo.docx

ANALISIS KASUS

Pada kasus diatas, pasien masuk dengan diagnosis PEB, letak lintang pada

sekundigravida hamil aterm belum dalam persalinan dengan anemia. Kemudian dilakukan SCTP

emergency dengan spinal anestesi. Sebelum operasi diberikan tranfusi 2 PRC (500 cc)

Sebelum dilakukan spinal anestesi, dilakukan loading cairan dengan koloid 1500 cc.

durante operasi, vital sign ibu stabil, dan jumlah perdarahan 300 cc, dengan balance cairan

+1750 cc.

Setelah operasi di RR, pasien menunjukan penurunan kondisi, dengan: keluhan sesak

nafas dan dari pemeriksaan pulmo didapatkan RBH pada kedua lapangan paru, kemudian pasien

di kirim ke ICU untuk perawatan lebih lanjut.

Dalam 5 hari perawatan, pasien terus mengalami penurunan kondisi dan akhirnya

meninggal dengan penyebab kematian PEB dengan komplikasi.

Pada kasus PEB, secara patofisiologis adalah disebabkan karena adanya placenta atau sel

trofoblas dalam tubuh maternal. Progresivitas PEB akan berhenti setelah placenta dievakuasi.

Dan dengan dilakukanya terminasi kehamilan, diharapkan perjalanan penyakit akan membaik.

Terjadinya udem pulmo pada kasus diatas dimungkinkan karena beberapa hal, antara

lain:

Pemberian tranfusidarah, yang salah satu akibatnya adalah terjadinya udem

pulmo. Oleh karenanya setiap pemebrian terapi cairan harus dimonitor balance

cairan secara ketat, terutama pad akasus kusus seperti PEB

Loading cairan dengan koloid, dimana cairan koloid cenderung akan lebih lama

mengisi sirkulasi

Manajemen udem pulmo pada kasus diatas, menurut pelapor belum dilakukan secara

adekuat, dan manajemen resusitasi cairan pada saat penatalaksanaan pre operasi dan durante,post

operasi tidak termonitoring, sehingga overload. Dalam 5 hari perawatan, pasien tidak

menunjukan perbaikan dari udem pulmonya. Dalam hal ini, kita dapat meningkatkan pemberian

diuresis sampai maksimal dosis, dan pemberian obat-obat venodilator untuk meningkatkan

cardiac output dan stroke volume. Pada pasien dengan udema pulmo, yang utama harus

diperhatikan adalah :

19

Page 20: PEB udem pulmo.docx

Oksigenasi yang memadai, dengan penggunaan ventilasi mekanik

Restriksi cairan/ diuretik

kardiovaskular support

Antibiotik adekuat untuk pencegahan infeksi (disesuaikan dengan hasil kultur)

Suplemen nutrisi cukup, karena umumnya pasien dengan udem pulmo

memerlukan perawatan jangka panjang

mengobati penyakit yang mendasari udem pulmo

20

Page 21: PEB udem pulmo.docx

BAB III

KESIMPULAN

PEB merupakan penyakit sistemik yang menyerang multi organ

Pada permasalahan kasus diatas adanya kesalahan manajemen dari pre operasi ,durante

operasi,sampai post operasi yang mengakibatkan pasien ini terjadi oedem pulmo, yaitu

masalah resusitasi cairan yang overload yang tidak diketahui.

Terapi utama PEB adalah dengan terminasi kehamilan, dan umumnya progresifitas

penyakit akan berhenti setelah placenta dievakuasi.

Udem pulmo merupakan komplikasi yang sangat fatal pada PEB karena mortalitas yang

tinggi pada pasien PEB dengan udem pulmo

Manajemen yang tepat dan adekuat akan menghindarkan PEB dengan udem pulmo dari

perburukan penyakit yang dapat berujung pada kematian.

Pada pasien dengan risiko udem pulmo: misal PEB, sebaiknya selalu dilakukan

pemasangan CVP sehingga dapat dimonitor secara ketat balance cairan, yang diduga

merupakan faktor yang berperan dalam terjadinya udem pulmo.

21

Page 22: PEB udem pulmo.docx

Referensi:

1. Reeder, Mastroianni, Martin, Fitzpatrik. Maternity Nursing. 13rd ed. Philadelphia: JB

Lippincott Co, 2006; 23: 463-72.

2. Manuaba Gde IB. Penuntun diskusi obstetri dan ginekologi untuk mahasiswa kedokteran.

Jakarta, EGC, 1995; 25-30.

3. Wiknjosastro H, dkk. Ilmu Kebidanan. Ed. ketiga. Cetakan keempat. Jakarta: Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 1997; 24: 281- 301.

4. Ansar DM, Simanjuntak P, Handaya, Sjahid Sofjan. Panduan pengelolaan hipertensi

dalam kehamilan di Indonesia. Satgas gestosis POGI, Ujung Pandang, 2008; C: 12-20.

5. Wibisono B. Kematian perinatal pada preeklampsia-eklampsia. Fak. Ked. Undip

Semarang, 2007; 6-12.

6. Pritchard JA, MacDonald PC, Gant NF. William Obstetrics. Penerjemah: Hariadi R, dkk.

Surabaya: Airlangga University Press, 2007; 27: 609-46.

7. Briggs G Gerald B Pharm, Freeman K. Roger, Yaffe JS. Drugs in pregnancy and

lactation. 4th Ed. Maryland: William & Wilkins, 2004; 66a.

8. American College of Obstetricians and Gynecologists. Hypertension in pregnancy.

ACOG Technical Bulletin No. 219. Washington, DC: ACOG, 1996.

9. Meekins JW, Pijnenborg R, Hanssens M, et al. A study of placental bed spiral arteries

and trophoblast invasion in normal and severe pre-eclamptic pregnancies. Br J Obstet

Gynaecol. 1994;101:669–674.

10. Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on high

blood pressure in pregnancy. Am J Obstet Gynecol. 2000;183:S1-S22.

11. Morriss MC, Twickler DM, Hatab MR, et al. Cerebral blood flow and cranial magnetic

resonance imaging in eclampsia and severe preeclampsia. Obstet Gynecol. 1997;89:561.

12. Rochat RW, Koonin LM, Atrash HF, et al. Maternal mortality in the United States:

Report from the Maternal Mortality Collaborative. Obstet Gynecol. 1988;72:91.

22

Page 23: PEB udem pulmo.docx

13. Duley L. Maternal mortality associated with hypertensive disorders of pregnancy in

Africa, Asia, Latin America and the Caribbean. Br J Obstet Gynaecol. 1992;99: 547.

23