pbl skenario 2 emergency

43
1. Memahami dan menjelaskan trauma pelvis ( buli-buli ) 1.1. TRAUMA PELVIS ( BULI-BULI) Merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera. Bila tidak ditanggulangi dengan segera akan menyebabkan komplikasi seperti peritonitis dan sepsis. 1.2. Etiologi : 90% trauma tumpul buli-buli akibat fraktur pelvis. Robeknya buli-buli karena fraktur pelvis bias pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis yang merobek dindingnya. Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain pada reseksi buli-buli transurethral. Partus yang lama atau tindakan operasi didaerah pelvis dapat menyebabkan trauma iatrogenic pada buli-buli. Dapat pula terjadi secara spontan, biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli seperti tuberculosis, tumor buli-buli dll. 1.3. Klasifikasi : Kontusio buli-buli, hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urin ke luar buli-buli. Cedera buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli kosong. Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis. Cedera buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli sedang terisi penuh. 1.4. Patofisiologi : Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Rupture kandung kemih dapat bersifat ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal. Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin di rongga perivesikel. Trauma tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama jika buli-buli

Upload: anugrah-nurul-fitri

Post on 28-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

pbl

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl Skenario 2 Emergency

1. Memahami dan menjelaskan trauma pelvis ( buli-buli )

1.1. TRAUMA PELVIS ( BULI-BULI)Merupakan keadaan darurat bedah yang memerlukan penatalaksanaan segera. Bila

tidak ditanggulangi dengan segera akan menyebabkan komplikasi seperti peritonitis dan sepsis.

1.2. Etiologi : 90% trauma tumpul buli-buli akibat fraktur pelvis. Robeknya buli-buli karena fraktur

pelvis bias pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis yang merobek dindingnya. Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain

pada reseksi buli-buli transurethral. Partus yang lama atau tindakan operasi didaerah pelvis dapat menyebabkan trauma

iatrogenic pada buli-buli. Dapat pula terjadi secara spontan, biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan

pada dinding buli-buli seperti tuberculosis, tumor buli-buli dll.

1.3. Klasifikasi : Kontusio buli-buli, hanya terdapat memar pada dindingnya, mungkin didapatkan

hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urin ke luar buli-buli. Cedera buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli kosong.

Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis. Cedera buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli sedang terisi

penuh.

1.4. Patofisiologi :Trauma kandung kemih terbanyak karena kecelakaan. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio atau rupture kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Rupture kandung kemih dapat bersifat ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal. Rupture kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi ekstravasasi urin di rongga perivesikel. Trauma tumpul dapat menyebabkan rupture buli-buli terutama jika buli-buli sedang terisi penuh atau terdapat kelainan patologik seperti TBC, sehingga trauma yang kecil bias menyebabkan ruptur.

1.5. Manifestasi klinis :- Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga dapat

menyebabkan syok.- Tampak jejas atau hematoma pada abdomen bagian bawah. Nyeri tekan didaerah

suprapubik ditempat hematoma.- Pada kontusio buli-buli : nyeri terutama bila ditekan didaerah suprapubik dan dapat

ditemukan hematurtia. Tidak terdapat rangsang peritoneum.- Pada rupture buli-buli intraperitoneal : urin masuk ke rongga peritoneum sehingga

member tanda cairan intraabdomen dan rangsang peritoneum. Tidak terdapat benjolan dengan perkusi pekak.

- Pada ruptur buli-buli ekstraperitoneal : infiltrate urin di rongga peritoneal yang sering menyebabkan septisemia. Penderita mengeluh tidak bias buang air kecil, kadang

Page 2: Pbl Skenario 2 Emergency

keluar darah dari uretra. Timbul benjolan yang nyeri dan pekak pada perkusi pada daerah suprapubik.

1.6. Diagnosis trauma buli-buli Foto pelvis/ foto polos perut terdapat fraktur tulang pelvis Katerisasi dikerjakan bila klinis tidak terdapat darah menetes sari urethra. Bila

terdapat darah menetes dari urethra, harus dibuat uretrogram untuk memastikan adanya ruptur uretra. Pada katerisasi sering didapatkan gross hematuria

Trauma VU ditegakkan dengan Sistogram: untuk mengetahui adanya ruptur VU

dan lokasi ( intra/ ekstra) Sistografi : nampak kebocoran berupa ekstravasasi

kontras dalam rongga perivesica (tidak dianjurkan)Cara: masukan kontras 300- 400 ml ke VU

Foto antero-posterior (AP)Kosongkan VU kemudian bilas dan foto lagi

Dengan hasil:a. Tidak ada ekstravasasi merupakan diagnosa dari kontusio buli-bulib. Ekstravasasi seperti nyala api pada daerah perivesikal menunjukkan ruptur

ekstraperitonealc. Kontras masuk rongga abdomen menunjukkan ruptur intraperitoneal

1.7. Penatalaksanaan trauma buli-buliDatang syok diberikan resusitasi cairan IV/ darahSetelah sirkulasi stabil, lakukan reparasi VU dengan prinsip memulihkan ruptur VU:

a. Penyaliran ruang perivesikalb. Pemulihan dinding, penyaliran VU, dan perivesikalc. Jaminan arus urin melalui kateter

Operasi dikerjakan dengan insisi mediana suprapubik. Pada ruptur ekstraperitoneal, setelah buli-buli dibuka, dilakukan repair. Dilakukan juga inspeksi rongga peritoneum untuk memastikan adakh cairan berdarah, yang merupakan indikasi untuk eksplorasi rongga peritoneum lebih lanjut. Luka ditutup dengan meninggalkan sistosomi suprapubik dan juga dipasang kateter uretra. Pada ruptur intraperitoneal operasi dilakukan dengan langsung membuka peritoneum, dan repair buli-buli dilakukan dengan membuka buli-buli.

Untuk luka yang lebih berat, biasanya dilakukan pembedahan untuk menentukan luasnya cedera dan untuk memperbaiki setiap robekan. Selanjutnya air kemih dibuang dari kandung kemih dengan menggunakan 2 kateter, 1 terpasang melalui uretra (kateter trans-uretra) dan yang lainnya terpasang langsung ke dalam kandung kemih melalui perut bagian bawah (kateters suprapubik). Kateter tersebut dipasang selama 7-10 hari atau diangkat setelah kandung kemih mengalami penyembuhan yang sempurna.

Page 3: Pbl Skenario 2 Emergency

2. Menjelaskan dan memahami trauma uretra

2.1 Menejelaskan definisi trauma uretra

Trauma uretra adalah trauma yang biasanya terjadi pada pria dibandingkan dengan para wanita, berhubungan dengan fraktur pelvis dan “straddle injury”. Terjadi cedera yang menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik parsial atau total.

2.2 Menjelaskan klasifikasi trauma uretra

Berdasarkan anatomi, diklasifikasikan menjadi:

Ruptur uretra anterior : terletak di distal diafragma urogenital Ruptur uretra posterior : terletak di proksimal diafragma urogenital

2.3 Menjelaskan etiologi trauma uretra

Trauma uretra terjaid akibat cedera yang berasal dari luar. Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra. Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan

ruptur uretra pars membranasea. Trauma tumpul pada selangkangan atau straddle injury dapat menyebabkan

rupture uretra pars bulbosa Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra

karena false route atau salah jalan.

2.4 Klasifikasi1. Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital.2. Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital.

Derajat cedera urtera dibagi dalam 3 jenis : Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan).

Pada foto uretrogram tidak menunjukkan adanya ekstravasasi, dan uretra hanya tampak memanjang.

Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma urogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.

Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga dibawah diafragma urogenital dampai ke perineum.

2.5 Patofisiologi Cedera dapat menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan mukosa baik

parsial atau total. Rupture uretra hampir slalu disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika tertarik ke cranial bersama fragmen fraktur, sedangkan uretra membranosa terikat didifragma urigenital. Rupture uretra posterior dapat terjadi total atau inkomplit. Pada rupture total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum puboprostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke krania.

Uretra anterio terbungkus didalam korpus spongiosum penis. Korpus spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fasia buck dan fasia colles.

Page 4: Pbl Skenario 2 Emergency

Jika terjadi rupture uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fasia buck dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun, jika fascia buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fasia colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Robekan ini memberikan gambaran seperti kupu-kupu sehingga disebut butterfly hematoma.

2.6 Manifestasi klinis- Pada rupture uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada daerah

suprapubik dan abdomen bagian bawah dijumpai jejas, hematom dan nyeri tekan. Bila disertai rupture kandung kemih bias ditemukan tanda rangsangan peritoneum.

- Pada rupture uretra anterior terdapat daerah memar atau hematom pada penis dan skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi reptur uretra total penderita mengeluh tidak bias buang air kecil sejak terjadi trauma dan nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubik. Pada perabaan ditemukan kandung kemih yang penuh.

2.7 Diagnosis

1. Ax/ : riwayat trauma , mekanisme trauma hematome.2. PD/ :

Trias rupture uretra posterior: bloody discharge, retensi urin, floating prostatRuptur uretra anterior: hematom/ darah memar pada penis dan skrotumRuptur total: gak bisa BAK sejak trauma( raba VU penuh), nyeri perut bagian bawah dan daerah suprapubikkarena kateter: obstruksi oleh edema /bekuan darah ekstravasasi urin dapat menambah atau mengurangi darah sehingga dapat meluas juah trgantung fasia yang rusak dan timbul infiltrat: infiltrat urin menimbulkan infeksi kemudian selulitis dan septisemia.

Trias ruptur uretra anterior: bloody discharge, retensio urin, dan hematom/ jejas peritoneal/ urin infiltrat.

3. Lab. : urinalisis eritrosit positif.4. Radiologis : uretrografi, AP pelvic foto.

- Rupture uretra posterior harus dicurigai bila terdapat darah sedikit di meatus uretra disertai patah tulang pelvis.

- Pada pemeriksaan colok dubur ditemukan prostat seperti mengapung karena tidak terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba lagi karena pindah ke cranial.

- Pemeriksaan radddiologik dengan menggunakan uretrogram retrograde dapat member keterangan letak dan tipe rupture uretra.

2.8 Penatalaksanaan- Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan observasi saja.- Jika sulit kencing atau terlihat ekstravasasi pada uretrogram usahakan memasukkan

kateter foley sampai buli-buli. Jika gagal lakukan pembedahan sistostomi untuk manajemen aliran urin.

Page 5: Pbl Skenario 2 Emergency

- Bila rupture uretra posterior tidak disertai cedera organ intrabdomen, cukup dilakukan sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung dan pemasangan kateter silicon selama 3 minggu. Bila disertai cedera organ lain sehingga tidak mungkin dilakukan reparasi2-3 hari kemudian, sebaiknya dipasang kateter secara langsir.

- Pada rupture uretra anterior total, langsung dilakukan pemulihan uretra dengan anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang kateter silicon selama 3 minggu. Bila rupture parsial dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di uretra selama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera. Kateter sistostomi baru dicabut bila saat kateter sistostomi diklem ternyata penderita bias buang air kecil.

Komplikasi trauma urethra posterior1. Striktura urethra, impotensi dan inkontinensia2. Komplikasi akan tinggi bila dilakukan repair segera, dan akanmenurun bila hanya melakukan sistostomi suprapubik terlebih dahulu dankemudian repair dilakukan belakangan .

Komplikasi trauma urethra anterior• Perdarahan, infeksi/sepsis dan striktura urehtra

3. Memahami dan Menjelaskan Gangguan Kesadaran

Kesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls aferen dan eferen. Semuan impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kompos mentis, dimana aksi dan reaksi terhadap apa yang dilihat, didengar, dihidu, dikecap, dialami dan perasaan keseimbangan, nyeri, suhu, raba, gerak, getar, tekan dan sikap, bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai. Kesadaran yang terganggu adalah dimana tidka terdapat aksi dan reaksi, walaupun dirangsang secara kasar. Keadaan ini disebut koma.

Kesadaran (consciousness) didefinisikan sebagai suatu keadaan “menyadari keadaan dirinyasendiri juga keadaan lingkungannya”. Selain itu, kesadaran dapat diartikan sebagai keadaanyang mencerminkan pengintegrasian impuls afferen (input) dan impuls efferen (output).Kesadaran berdasarkan dua hal1. Isi kesadaran (content)2. Keadaaan bangun (arousal)Secara klinis “keadaan bangun” dapat ditandai dengan kemampuan membuka mata, baiksecara spontan maupun setelah diberi ransangan, sedangkan indikator klinis dari “isikesadaran: adalah dari fungsi bicara dan bahasanya. Akan tetapi, gangguan kesadaran lebihditekankan pada gangguan terhadap keadaan bangun.Maruzzi dan Maquon pada tahun 1940 menemukan struktur anatomi yang bertanggung jawabterhadap sistem kesadaran. Bangunan tersebut terletak dibagian tengah batang otak danmemanjang ke hipotalamus dan talamus yang disebut dengan “Ascending ReticularActivating System” / ARAS atau lebih sering disebut Formatio Reticularis.

Page 6: Pbl Skenario 2 Emergency

Arousal merupakan hasil interaksi timbal balik dari ARAS dengan korteks bilateral. ARASterdapat mulai dari medula oblongata sampai hipotalamus. Fungsi ARAS adalah meransangkorteks untuk tetap terjaga (arousal). Hal tersebut tercermin dari pemeriksaan bila:1. Bila ditusuk jarum maka mata terbuka2. Refleks kornea menimbulkan reaksi pupil3. Pergerakan bola mata (spontan dan refleks)4. Keadaan terjaga dan tidurSistem aktivitas retikuler berfungsi mempertahankan kesadaran. Sistem initerletak di bagian atas batang otak, terutama di mesensefalon dan hipothalamus. Lesidi otak, yang terletak di atas hipothalamus tidak akan menyebabkan penurunankesadaran, kecuali bila lesinya luas dan bilateral. Lesi fokal di cerebrum, misalnyaoleh tumor atau stroke, tidak akan menyebabkan coma, kecuali bila letaknya dalamdan mengganggu hipothalamus.

Struktur di serebral yang berfungsi mengatur kesadaran Lobus frontal

Fungsi: penilaian kepribadian dan bawaan, keahian mental kompleks (abstraksi, buat konsep, pikirkan masa depan

gangguan: penilaian, penampila dan kebersihan diri, afek, proses berpikir dan fungsi motorik

Lobus temporalFungsi: memori pendengaran, kejadian yang baru terjadi, daerah auditorius

primer yang mempengaruhi kesadarangangguan: terhadap memori kejadian barusan, kejang psikomotor, tuli

Lobus parietal dominanFungsi: bicara, berhitung (matematika), topografi kedua sisi tubuhGangguan: afasia, agrafia, akalkulia, gangguan sensorik (bilateral)

Lobus non-dominanFungsi: kesadaran sensorik, sintesis ingatan yang kompleksGangguan: disorientasi, distorsi konsep ruang, hilang kesadaan pada sisi tubuh

yang berlawanan Lobus oksipital

Fungsi: memori visual, penglihatanGangguan: defisit penglihatan dan buta

EtiologiDi klinik dipergunakan istilah SEMENITE yaitu:1. Sirkulasi (stroke dan penyakit jantung)2. Ensefalitis (infeksi sistemik dan sepsis)3. Metabolik (hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, dna koma hepatikum)4. Elektrolit (diare dan muntah)5. Neoplasma (tumor otak baik primer maupun metastasis)6. Intoksikasi (obat atau bahan kimia)7. Trauma (a. trauma kapitis: komosio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahansubdural, b. trauma abdomen, c. trauma dada)

Page 7: Pbl Skenario 2 Emergency

8. Epilepsi (pasca serangan grand mal atau pada status epileptikus)

KlasifikasiGangguan kesadaran ini dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu :a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal atau lateralisasi dan tanpa disertaikaku kuduk.Contoh : gangguan iskemik, gangguan metabolik, intoksikasi, infeksi sistemis,hipertermia, dan epilepsi.b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal atau lateralisasi disertai dengankaku kuduk.Contoh : perdarahan subarakhnoid, radang selaput otak,dan radang otak,c. Gangguan kesadaran disertai dengan kelainan fokal.Contoh : tumor otak, perdarahan otak, infark otak, dan abses otak.

PATOFISIOLOGILesi SupratentorialPada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun oleh gangguan vaskularisasi dan edema yang di- akibatkannya. Proses ini menjalar secara radial dari lokasi lesi kemudian ke arah rostro-kaudal sepanjang batang otak.

Gejalagejala klinik akan timbul sesuai dengan perjalan proses tersebut yang dimulai dengan:gejala neurologik fokal sesuai dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapattimbul sindroma diensefalon, sindroma meseisefalon bahkan sindroma ponto meduler dan deserebrasi Oleh kenaikan tekanan intrakranial dapat terjadi herniasi girus singuli di kolong falks serebri, herniasi transtentoril danherniasi unkus lobus temporalis melalui insisura tentorii.

Lesi infratentorialPada lesi infratentorial, gangguan kesadaran dapat terjadi karena kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun oleh proses ekstrinsik

Gangguan difus (gangguan metabolik)Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurolo-giknya tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomik tertentu pada susunan saraf pusat.Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama akibat kekurangan 0, kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi darah serta pengaruh berbagai macam toksin.

Kekurangan 02

Otak yang normal memerlukan 3.3 cc 2/100 gr otak/menit yang disebut Cerebral Metabolic Rate for Oxygen (CMR 02).CMR 0 2 ini pada berbagai kondisi normal tidak banyak berubah. Hanya pada kejang- kejang CMR 02 meningkat dan jika timbul gangguan fungsi otak, CMR 02 menurun. Pada CMR 0 2 kurangdari 2.5 cc/100 gram otak/menit akan mulai terjadi gangguan mental dan umumnya bila kurang dari 2 cc 02/100 gram otak/menit terjadi koma.

Glukosa

Page 8: Pbl Skenario 2 Emergency

Energi otak hanya diperoleh dari glukosa. Tiap 100 gram otakmemerlukan 5.5 mgr glukosa/menit. Menurut Hinwich pada hipoglikemi, gangguan pertama terjadi pada serebrum dan kemudian progresif ke batang otak yang letaknya lebih kaudal. Menurut Arduini hipoglikemi menyebabkan depresi selektif pada susunan saraf pusat yang dimulai pada formasio reti-kularis dan kemudian menjalar ke bagian-bagian lain.

Pada hipoglikemi, penurunan atau gangguan kesadaran merupakan gejala dini.

Gangguan sirkulasi darahUntuk mencukupi keperluan dan glukosa, aliran darah ke otak memegang peranan penting. Bila aliran darah ke otak berkurang, dan glukosa darah juga akan berkurang

ToksinGangguan kesadaran dapat terjadi oleh toksin yang berasal dari penyakit metabolik dalam tubuh sendiri atau toksin yang berasal dari luar/akibat infeksi.

Mekanisme Gangguan KesadaranKoma disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan langsung atau tidak langsung terhadap formasio retikularis di talamus, mesensefalon, atau pons.

Koma kortikal - bihesmiferikPada individu sehat konsumsi oksigen otak: 3,5ml/100gr otak/menit, sedangkan aliran darah otak (ADO): 50ml./100gr otak/menit. Apabila terjadi penurunan ADO, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen yang bisa mengganggu keutuhan kesadaran seseorang. Selain itu, glukosa juga sangat memiliki peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran. Hal ini dikarenakan, glukosa merupakan satu – satunya substrat yang digunakan otak dalam menghasilkan ATP.

Berikut ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan gangguan kesadaran:1. HipoventilasiBerhubungan dengan: hipoksemia, hiperkapnia, gagal jantung kongestif, infeksi sistemik dan kemampuan respiratorik yang tidak efektif. Hipoksia merupakan factor potensial untuk terjadinya ensefalopati, terutama pada pasien dengan hiperkapnia akut.

2. Anoksia iskemikSuatu keadaan dimana darah masih cukup, akan tetapi ADO tidak cukup memberi darah ke otak. Penyebabnya adalah penyakit yang mengakibatkan penurunan curah jantung, misalnya: infark jantung, aritmia, renjatan, dan refleks vasovagal, atau penyakit yag meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya oklusi arterial (stroke) atau spasmel. Iskemia (kegagalan vaskular) lebih berbahaya daripa hipoksian karena asam laktat (produk toksik metabolisme otak) tidak dapat dikeluarkan.

3. Anoksia anoksikKeadaan dimana tidak cukupnya oksigen masuk kedalam darah yang disebabkan olehtekanan oksigen lingkungan yang rendah (pada ketinggian atau adanya gas nitrogen) atau oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler alveoli (penyakit paru dan hipoventilasi)

Page 9: Pbl Skenario 2 Emergency

4. Anoksia anemikDisebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan membawa oksigen dalam darah menurun, sementara oksigen yang masuk kedalam darah cukup. Penyebabnya: anemia dan keracunan karbon monoksida.

5. Hipoksia atau iskemia difusDiakibatkan oleh: kadar oksigen dalam darah menurun cepat sekali atau akibat ADO yang menurun mendadak. Penyebab utamnya: obstruksi jalan napas (tercekik, tenggelah, mati lemas), obstruksi arteri serebral secara masif (digantung), dan penurunan curah jantung secara mendadak (asistole, aritmia berat, sinkop vasodepressor, emboli pulmonal, perdarahan sistemik masif). Trombosis atau emboli, purpura trombositopeni teombotika, koagulasi intravaskulari diseminata, endocarditis bakterial akut, malaria falsifarum, emboli lemak dapat menimbulkan iskemia multifokal yang luas dan memberikan gambaran iskemia serebral difus akut.

6. Gangguan metabolisme karbohidratMeliputi hiperglikemia, hipoglikemia, dan asidosis laktat. Penyebab potensial timbulnya koma pada DM cukup bervariasi, antara lain: hiperosmolaritas, ketoasidosis, asidosis laktat, iatrogenik, hiponatremia, koagulasi intravaskularis diseminata, hipofosfatemia, uremia, infark otak dan hipotensi. Selain itu, pada infark otak, cedera kepala, dan meningitis kadar glukosa darah dapat meningkat. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh DM (tidak diobati, atau sesudah diobati dengan sulfonil urea, fenformin, insulin), alkohol, obat – obatan (inhibitor monoamine oksidase), puasa, tumor pankreas, dan penyakit endokrin lainnya misalnya hipotiroidisme dan hipopituitarisme. Hipoglikemia mengangguan sintesis asetilkolin didalam otak sehingga terjadi blokade jalur kolinergik. Kegagalan transmisi kolinergik mengakibatkan penurunan fungsi beberapa asam amino yaitu glutamat, glutamin, GABA, alanin. Sedangkan aspartat meningkat empat kali dan ammonia meningkat empat belas kali yang mengakibatkan penurunan kesadaran hingga koma. Hipoglikemia akan mengganggua korteks otak secara difus, atau mengganggu fungsi batang otak, atau keduanya. Terdapat kerusakan neuron secara dini dan paling berat dikorteks otak, sementara neuron dibatanga otak dan ganglia basalis lebih ringan kerusakannya.

7. Gangguan keseimbangan asam basaMeliputi asidosis respiratorik, dan metabolik serta alkalosis respiratorik dan metabolik. Hanya asidosis respiratorik yang bertindak sebagai penyebab langsung timbulnya stupor dan koma. Asidosis metabolik lebih sering menimbulkan delirium dan obtundasi.

8. UremiaPatofisiologinya belum jelas karena urea bukan bahan toksik buat otak.

9. Koma hepatikMeningkatnya kadar amonia dalam darah diotak merupakan faktor utama terjadinya koma hepatikum. Amonia dalam kadar tinggi dapat bersifat toksik langsung terhadap otak dan selain itu amonia juga menganggu pompa natrium dan menganti kalium

Page 10: Pbl Skenario 2 Emergency

intraseluler serta amonia juga mengganggu metabolisme energi sel otak sehingga mirip dengan keadaan hipoksia.

10. Defisensi vitamin BSering kali mengakibatkan delirium, demensia, dan stupor. Defisiensi tiamin menimbulkan penyakit Wernicke yaitu suatu kompleks gejala yag disebabkan oleh kerusakan neuron dan vaskular disubstansia grisea, sekitar ventrikulus, dan aquaduktus.

Koma diensefalik1. Lesi infratentorialPada umunya berbentuk proses desak ruang (PDR) atau space occupying process (SOP), misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO / stroke) dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstrukstif. PDR mengakibatkan peningkatan TIK dan terjadi penekanan formatio retikularis dimesensefalon dan diensefalon (herniasi otak).

2. Herniasi sentralDisebabkan peningkatan TIK secara menyeluruh. Terjadi herniasi otak melalui tentorium serebelli secara simetris. Penyebab tersering: perdarahna talamus, edema otak akut, dan hidrosefalus obstruktif akut.

3. Herniasi unkusMerupakan herniasi lobus temporalis bagian mesensial terutama unkus. Herniasi disebabkan oleh kompresi rostrokaudal progresif melalui emapat tahap yaitu:a. Penekanan terhadap diensefalon dan nukleus hipotalamusb. Penekanan mesensefalon sehinga mengakibatkan N.III ispilateral akan terjepit diantara arteri serebri posterior dan arteri serebelli superior sehingga terjadi oftalmoplegi ipsilateral.c. Pons akan tertekan dilanjutkan dengan penekanan terhadap medula oblongatad. Tahap agoniaFaktor penyebab: GPDO, neoplasma, abses dan edema otak.

4. Herniasi cinguliTerjadi dibawah fakls serebri yang disebabkan oleh penekanan dari satu sisi hemisfer otak. Akibatnya, sistem arteri dan vena serebri tertekan sehingga mengganggu lobus frontalis bagian puncak dan medial. Keadaan ini akan menimbulkan inkontinensia urin dan alvi serta gejala gegenhalten dan negativisme motorik atau paratonia (setiap ransangan akan timbul gerakan melawan secar reflektorik).

5. Lesi infratentorialMeliputi dua macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior) yaitu pertama, proses diluar batang otak atau serebellum yang mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa:a. Penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formatio retikularis).b. Herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebelliyang kemudian menekan formatio retikularis di mesensefalon.c. Herniasi tonsilo-serebellum kebawah melalui foramen magnum dan sekaligus

Page 11: Pbl Skenario 2 Emergency

menekan medulla oblongata.Penyebab: GPDO di batang otak atau serebellum, neoplasma, abses, atau edema otak.

Manifestasi KlinisGejala klinik yang terkait dengan penurunan kesadaran adalah :· Penurunan kesadaran secara kwalitatif· GCS kurang dari 13· Sakit kepala hebat· Muntah proyektil· Papil edema· Asimetris pupil· Reaksi pupil terhadap cahaya melambat atau negatif· Demam· Gelisah· Kejang· Retensi lendir / sputum di tenggorokan· Retensi atau inkontinensia urin· Hipertensi atau hipotensi· Takikardi atau bradikardi· Takipnu atau dispnea· Edema lokal atau anasarka· Sianosis, pucat dan sebagainya

Menjelaskan dan memahami cara penilaian kesadaran baik secara kualitatif dan kuantitatif terutama dengan penilaian GCS ( Glasgow Coma Scale ).Penilaian secara kualitatifKualitas kesadaran atau isi kesadaran menunjukkan kemampuan dalam mengenal diri sendiri dan sekitarnya yang merupakan fungsi hemisfer serebri.

Dalam klinik dikenal tingkat-tingkat kesadaran : Kompos mentis, inkompos mentis (apati, delirium, somnolen, sopor, koma)

Kompos mentis : Keadaan waspada dan terjaga pada seseorang yang bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang visuil, auditorik dan sensorik.

Apatis : sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.

Delirium : kesadaran menurun disertai kekacauan mental dan motorik seperti desorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi.

Somnolen : penderita mudah dibangunkan, dapat lereaksi secara motorik atau verbal yang layak tetapi setelah memberikan respons, ia terlena kembali bila rangsangan dihentikan.

Sopor (stupor) : penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang.

Koma : tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri yang bagaimanapun hebatnya

Page 12: Pbl Skenario 2 Emergency

Penilaian secara kuantitatif

(Glasgow Coma Scale) yaitu skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien, (apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon pasien terhadap rangsangan yang diberikan.Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang angka 1 – 6 tergantung responnya.Eye (respon membuka mata) :(4) : spontan(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :(5) : orientasi baik(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat dan waktu.(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)(2) : suara tanpa arti (mengerang)(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :(6) : mengikuti perintah(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam simbol E…V…M..Selanjutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1.Jika dihubungkan dengan kasus trauma kapitis maka didapatkan hasil :GCS : 14 – 15 = CKR (cidera kepala ringan)GCS : 9 – 13 = CKS (cidera kepala sedang)GCS : 3 – 8 = CKB (cidera kepala berat)

PEMERIKSAAN KLINIK

Pemeriksaan klinik penting untuk etiologi dan letaknya proses patologik (hemisfer batang otak atau gangguan sistemik). Pemeriksaan sistematis dilakukan sebagai berikut :Anamnesis

Page 13: Pbl Skenario 2 Emergency

-- penyakit -penyakit yang diderita sebelumnya.-- keluhan penderita sebelum terjadi gangguan kesadaran.-- obat-obat diminum sebelumnya.-- apakah gangguan kesadaran terjadi mendadak atau perlahan-lahan.Pemeriksaan fisik-- tanda-tanda vital : nadi, pernapasan, tensi, suhu.-- kulit : ikterus, sianosis, luka-luka karena trauma-- toraks : paru-paru, jantung.-- abdomen dan ekstremitasPemeriksaan neurologis1. OBSERVASI UMUM .·gerakan primitif : gerakan menguap, menelan dan membasahi mulut.·posisi penderita : dekortikasi dan deserebrasi.2. POLA PERNAPASAN : dapat membantu melokalisasi lesi dan kadang-kadang menentukan jenis gangguan Cheyne-StokesPernapasan makin lama makin dalam kemudian makin dangkalHiperventilasi neurogen sentralpernapasan cepat dan dalam dengan frekuensi ± 25 per menit. Lokasi lesi pada tegmentum batang otak antara mesensefalon dan pons.Apnestikinspirasi yang memanjang diikuti apnoe dalam; ekspirasi dengan frekuensi 1 - 2/menit. Pola pernapasan ini dapat diikuti Klaster ("Cluster breathing")respirasi yang berkelompok diikuti oleh apnoe. Ditemukan pada lesi pons.Ataksik pernapasan tidak teratur, baik dalamnya maupun iramanya. Lesi di medulla oblongata dan merupakan stadium preterminal.

3.KELAINAN PUPIL : Perlu diperhatikan besarnya pupil (normal,midriasis, miosis), bentuk pupil (isokor, anisokor), dan refleks. Midriasis dapat terjadi oleh stimulator simpatik (kokain, efedrin,adrenalin dan lain-lain), inhibitor parasimpatik (atropin, skopolamin dan lain-lain). Miosis dapat terjadi oleh stimulator parasimpatik dan inhibitor simpatik. Lesi pada mesensefalon menyebabkan dilatasi pupil yang tidak memberikan reaksi terhadap cahaya. Pupil yangmasih bereaksi menunjukkan bahwa mesensefalon belum rusak. Pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi berarti adanya tekanan pada saraf otak III yang mungkin dapat disebabkan oleh herniasi tentorial.

4. REFLEKS SEFALIK : Refleks-refleks mempunyai pusat pada batang otak. Dengan refleks ini dapat diketahui bagian mana batang otak yang terganggu misalnya refleks pupil (mesensefalon), refleks kornea (pons), Doll's head manoeuvre (pons), refleks okulo-auditorik (pons), refleks okulo-vestibuler =uji kalori (pons), gag reflex (medulla oblongata).

5.REAKSI TERHADAP RANGSANG NYERI :Penderita dengan kesadaran menurun dapat memberikan respons yang dapat dikategorikan sebagai berikut :a. sesuai (appropriate)

Page 14: Pbl Skenario 2 Emergency

Penderita mengetahui dimana stimulus nyeri dirasakan. Hal ini menunjukkan utuhnya sistem sensorik dalam arti sistem asendens spesifik.b. tidak sesuai (inappropriate)Dapat terlihat pada jawaban berupa rigiditas dekortikasi dan rigiditas deserebrasi.

6.FUNGSI TRAKTUS PIRAMIDALIS : Bila terdapat hemiparesis, dipikirkan ke suatu kerusakan strukturil. Ella traktus piramidalistidak terganggu, dipikirkan gangguan metabolisme.

7. PEMERIKSAAN LABORATORIK :-- darah : glukose, ureum, kreatinin, elektrolit dan fungsi hepar.-- pungsi likuor untuk meningitis dan ensefalitis.-- funduskopi mutlak dilakukan pada tiap kasus dengan kesadaran menurun untuk melihat adanya edema papil dan tanda-tanda hipertensi.-- dan lain-lain seperti EEG, eko-ensefalografi, CT-scan dilakukan bila perlu

PENANGGULANGANHarus dilakukan cepat dan tepat. Gangguan yang berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan yang ireversibel bahkan kematian. Terapi bertujuan mempertahankan homeostasis otak agar fungsi dan kehidupan neuron dapat terjamin.

Terapi umum :1. resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi :a. memperbaiki jalan napas berupa pembersihan jalan napas, sniffing position, artificial airway, endotracheal inlubation, tracheotomy.b. pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah bebas berupa :-- pernapasan mulut ke mulut/hidung.-- pernapasan dengan balon ke masker.-- pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis.c. peredarah darah Bila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi berupa :-- kompresi jantung dari luar dengan tangan.-- kompresi jantung dari luar dengan alat.d. obat-obatan Dalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara intravena, seperti epinefrin, bikarbonas, deksametason, glukonas kalsikus dan lain-lain.e. elektrokardiogram dilakukan untuk membuat diagnosis apakah terhentinya peredaran darah karena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps kardiovaskuler.f. resusitasi otak tidak banyak berbeda dengan orang dewasa,bertujuan untuk melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut.g. intensive care

2. anti konvulsan bila kejang.Terapi kausal : segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan

PenatalaksanaanHarus dilakukan cepat dan tepat. Gangguan yang berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan yang ireversibel bahkan kematian.Terapi bertujuan mempertahankan homeostasisotak agar fungsi dan kehidupan neuron dapat

Page 15: Pbl Skenario 2 Emergency

terjamin.

I. PRIMARY SURVEYA. Airway dengan kontrol servikal

1. Penilaiana. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi)b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi

2. Pengelolaan airwaya. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasib. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigidc. - Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal- Pasang airway definitif sesuai indikasi ( lihat tabel 1 )

3. Fiksasi leher4. Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.5. Evaluasi

ALGORITME AIRWAY

Page 16: Pbl Skenario 2 Emergency

B. Breathing dan Ventilasi-Oksigenasi1. Penilaiana. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan control servikal in-line immobilisasib. Tentukan laju dan dalamnya pernapasanc. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonore. Auskultasi thoraks bilateral

2. Pengelolaana. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi ( nonrebreather mask 11-12 liter/menit)b. Ventilasi dengan Bag Valve Maskc. Menghilangkan tension pneumothoraxd. Menutup open pneumothorax

e. Memasang pulse oxymeter3. Evaluasi

C. Circulation dengan kontrol perdarahan1. Penilaiana. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatalb. Mengetahui sumber perdarahan internal

Page 17: Pbl Skenario 2 Emergency

c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.e. Periksa tekanan darah

2. Pengelolaana. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternalb. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat.e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasien pasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa.f. Cegah hipotermia3. Evaluasi

D. Disability1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation.

E. Exposure/Environment1. Buka pakaian penderita2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.

Terapi umum :1. resusitasi kardio-pulmonal-serebral meliputi :

a. memperbaiki jalan napas berupa pembersihan jalan napas, sniffing position, artificialairway, endotracheal inlubation, tracheotomy.b. pernapasan buatan dikerjakan setelah jalan napas sudah bebas berupa :-- pernapasan mulut ke mulut/hidung.-- pernapasan dengan balon ke masker.-- pernapasan dengan mesin pernapasan otomatis.c. peredarah darahBila peredaran darah terhenti, diberikan bantuan sirkulasi berupa :-- kompresi jantung dari luar dengan tangan.-- kompresi jantung dari luar dengan alat.d. obat-obatanDalam keadaan darurat dianjurkan pemberian obat secara intravena, seperti epinefrin, bikarbonas, deksametason, glukonas kalsikus dan lain-lain.e. elektrokardiogram dilakukan untuk membuat diagnosis apakah terhentinya peredaran darahkarena asistol, fibrilasi ventrikel atau kolaps kardiovaskuler.f. resusitasi otak tidak banyak berbeda dengan orang dewasa,bertujuan untuk melindungi otak dari kerusakan lebih lanjut.g. intensive care

Page 18: Pbl Skenario 2 Emergency

2. anti konvulsan bila kejang.Terapi kausal : segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan

4. TRAUMA MATAKegawatdaruratan (emergency) di bidang oftalmologi (penyakit mata) diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu:

1. gawat sangat, 2. gawat, dan 3. semi gawat.

Berikut ini akan kami uraikan secara singkat dan padat.

1. Gawat SangatYang dimaksud dengan keadaan "gawat sangat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan tindakan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa menit. Terlambat sebentar saja dapat mengakibatkan kebutaan.

Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:luka bakar kimia (luka bakar kerena alkali/basa dan luka bakar asam)

2. GawatYang dimaksud dengan keadaan "gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan penegakan diagnosis dan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu satu atau beberapa jam.

Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:

1. Laserasi kelopak mata2. Konjungtivitis gonorhoe3. Erosi kornea4. Laserasi kornea5. Benda asing di kornea6. Descemetokel7. Tukak kornea Tukak atau ulkus kornea merupakan hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea.8. Hifema Hifema atau timbunan darah di dalam bilik mata depan. Terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.9. Skleritis (peradangan pada sklera) Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk pada mata. Sklera bersama dengan jaringan uvea dan retina berfungsi sebagai pembungkus dan

Page 19: Pbl Skenario 2 Emergency

pelindung bola mata.10. Iridosiklitis akut11. Endoftalmitis Endoftalmitis merupakan infeksi intraokular yang umumnya melibatkan seluruh jaringan segmen anterior dan posterior mata. Umumnya didahului oleh trauma tembus pada bola mata, ulkus kornea perforasi, riwayat operasi intraokuler (misalnya: ekstraksi katarak, operasi filtrasi, vitrektomi). Gejala klinis endoftalmitis adalah penurunan tajam penglihatan (visus menurun), mata merah, bengkak, nyeri.12. Glaukoma kongestif13. Glaukoma sekunder14. Ablasi retina (retinal detachment) Yaitu suatu keadaan terpisahnya (separasi) sel kerucut dan batang atau lapisan sensorik retina dengan sel epitel pigmen (retinal pigment epithelium atau RPE).15. Selulitis orbita16. Trauma tembus mata17. Trauma radiasi

3. Semi GawatYang dimaksud dengan keadaan "semi gawat" adalah keadaan atau kondisi pasien memerlukan pengobatan yang harus sudah diberikan dalam waktu beberapa hari atau minggu.

Adapun keadaan atau kondisi pasien yang termasuk di dalam kategori ini adalah:1. Defisiensi (kekurangan) vitamin A. Sinonim (nama lain) untuk kondisi ini adalah: vitaminosis A, hypovitaminosis A.2. Trakoma yang disertai dengan entropion. Entropion adalah keadaan kelopak mata yang terbalik atau membalik ke dalam tepi jaringan, terutama tepi kelopak bawah. Namun pada trakoma, entropion terdapat pada kelopak atas.3. Oftalmia simpatika Yaitu peradangan granulomatosa yang khas pada jaringan uvea, bersifat bilateral, dan didahului oleh trauma tembus mata yang biasanya mengenai badan siliar, bagian uvea lainnya, atau akibat adanya benda asing dalam mata.4. Katarak kongenital Yaitu kekeruhan lensa mata yang timbul sejak lahir, dan merupakan salah satu penyebab kebutaan pada anak yang cukup sering dijumpai. Gejalanya: leukokoria (bercak putih), fotofobia (silau, dapat disertai atau tanpa rasa sakit), strabismus (juling), nystagmus (pergerakan bola mata yang involunter. Involunter maksudnya: tanpa sengaja, diluar kemauan; dapat teratur, bolak-balik, dan tidak terkendali).

5. Glaukoma kongenital 6. Glaukoma simpleks 7. Perdarahan badan kaca 8. Retinoblastoma (tumor ganas retina)

Page 20: Pbl Skenario 2 Emergency

    Yaitu jenis tumor ganas mata yang berasal dari neuroretina (sel kerucut dan batang).9. Neuritis optika / papilitis10. Eksoftalmus (bola mata menonjol keluar) atau lagoftalmus          (kelopak mata tidak dapat menutup sempurna).11. Tumor intraorbita12. Perdarahan retrobulbar

Klasifikasi lain1. Sight threatening condition.Dalam situasi ini mata akan mengalami kebutaan atau cacat yang menetap dengan penurunan penglihatan yang berat dalam waktu beberapa detik sampai beberapa menit saja bila tidak segera mendapatkan pertolongan yang tepat. Cedera mata akibat bahan kimia basa (alkali) termasuk dalam keadaan ini. Oklusi arteria sentralis retina merupakan keadaan bukan trauma yang termasuk dalam kelompok ini.

2. Mayor conditionDalam situasi ini pertolongan harus diberikan tetapi dengan batasan waktu yang lebih longgar, dapat beberapa jam sampai beberapa hari. Bila pertolongan tidak diberikan maka penderita akan mengalami hal yang sama seperti disebutkan pada sight threatening condition

3. Monitor conditionSituasi ini tidak akan menimbulkan kebutaan meskipun mungkin menimbulkan suatu penderitaan subyektif pada pasien bila terabaikan pasien mungkin dapat masuk kedalam keadaan ”mayor condition”.

Etiologi kedaruratan mata.

Kedaruratan mata dapat terjadi karena dua hal :

1. Tidak ada hubungannya dengan trauma mata, misalnya

Glaukoma akuta.

Oklusi arteria sentralis retina.

2. Disebabkan trauma.

Ada dua macam trauma yang mempengaruhi mata, yaitu :

Trauma langsung terhadap mata.

Trauma tidak langsung dengan akibat pada mata, misalnya :

o Trauma kepala dengan kebutaan mendadak

o Trauma dada dengan akibat kelainan pada retina.

Pembagian sebab-sebab trauma langsung terhadap mata adalah sebagai berikut:

1. Trauma mekanik.

Page 21: Pbl Skenario 2 Emergency

a. Trauma tajam, biasanya mengenai struktur dibola mata (tulang orbita dan kelopak mata) dan mengenai bola mata (ruptura konjungtiva, ruptur kornea).

b. Trauma tumpul, Fraktur dasar orbita ditandai dengan enoftalmus. Dapat terjadi kebutaan pasca trauma tumpul orbita. Hematoma palpebra biasanya dibatasi oleh rima orbita, selalu dipikirkan cedera pada sinus paranasal.

c. Trauma ledakan / tembakan.

Ada 3 hal yang terjadi yaitu:

Tekanan udara yang berubah.

Korpus alineum yang dilontarkan ke arah mata yang dapat bersifat mekanik maupun zat kimia tertentu.

Perubahan suhu / termis.

2. Trauma non-mekanik.

a. Trauma kimia dibedakan menjadi dua, trauma yang disebabkan oleh zat yang bersifat asam, dan trauma yang disebabkan oleh zat yang bersifat basa.

b. Trauma termik, Trauma ini disebabkan seperti panas, umpamanya percikan besi cair, diperlukan sama seperti trauma kimia.

c. Trauma radiasi, disebabkan oleh infra merah dan ultraviolet.

Manifestasi klinis kedaruratan mata.

Adapun manifestasi klinisnya adalah :

Lebam

Oedema

Nyeri

Lakrimasi

Adanya benda asing

Pupil bergeser (T10 meningkat)

Adanya zat kimia

Perubahan visus

I.1. Komplikasi kedaruratan mata.

1. Mengancam penglihatan.

Glaukoma kronik

Perdarahan vitreus

Page 22: Pbl Skenario 2 Emergency

Eksoftalmus unilateral

Kelainan syaraf

2. Kerusakan permanen.

Benda asing

Abrasi kornea

Laserasi bola mata

Infeksi konjungtivitis berat, selulitis orbita

Penyumbatan arteri

Pengelupasan retina

Ensoftalmos

I.2. Penatalaksanaan kedaruratan mata.

1. Trauma oftalmik.

o Bila dicurigai ada laserasi,cedera tembus, ruptur bola mata jangan lakukan penekanan.

o Penekanan dapat diakibatkan ekstrusi isi intraokuler dak kerusakan yang tidak dapat diperbaiki.

o Robekan kelopak mata, letakkan ibu jari dan jari telunjuk pada atas dan bawah orbita.

2. Cedera bola mata.

o Hindari manipulasi mata sampai saat perdarahan.

o Pasang balutan ringan tanpa tekanan, dan perisai logam yang bersandar pada tulang orbita diplester kedahi dan pipi.

o Pembalutan bilateral, jaga jarak bola mata minimal.

o Kolaborasi antibiotik, analgesik, anti tetanus.

o Bila ruptur bola mata sudah teratasi periksakan struktur lain dapat dilakukan laserasi kelopak mata, penjahitan.

3. Benda asing, lakukan irigasi tanpa menyentuh kornea.

4. Abrasi kornea, balut tekan mata mengkolaborasi antibiotik, anastesi. Monitor efeki anatesi, terlambat penyembuhan.

5. Luka bakar kimia,irigasi segera dengan air bersih atau NaCl , bilas terus sampai 20 menit atau sampai bersih.

Page 23: Pbl Skenario 2 Emergency

6. Ruptur bola mata, pasang perisai, hindari manipulasi, jangan pakai tetes mata.

Trauma tumpul, kontusio orbita, kompres es, istirahatkan

Komplikasi

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma, dan jenis

trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata

antara lain :

1. Simblefaron

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler

3. Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata

yang dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah

beberapa hari ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapat muncul akut,

subakut, atau pun gejala sisa dari trauma mata. Trauma basa pada permukaan mata

sering menyebabkan katarak, selain menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan

iris. Komponen basa yang masuk mengenai mata menyebabkan peningkatan PH

cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara

akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan oleh zat asam,

namun karena trauma asam sukar masuk ke bagian dalam mata dibandingkan basa

maka jarang

4. Phtisis bulbi

Menjelaskan Prognosis Kegawatdaruratan Mata

Prognosis

Trauma kimia pada mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan berat jangka panjang

dan rasa tidak enak pada mata. Prognosinya ditentukan oleh anestesi kornea dan bahan

alkali penyebab trauma tersebut. Terdapat 2 klasifikasi trauma basa pada mata untuk

menganalisis kerusakan dan beratnya kerusakan.

Klasifikasi akibat luka bakar alkali:

Page 24: Pbl Skenario 2 Emergency

Klasifikasi Huges

Enteng :

· Prognosis baik

· Terdapat erosi epitel kornea

· Pada kornea tedaat kekeruhan yang ringan

· Tidak terdapat iskemia dan nekrosis kornea ataupun konjungtiva

Sedang :

· Prognosis baik

· Terdapat kekeruhan kornea sehingga sulit melihat iris dan pupil secara terperinci

· Terdapat iskemia dan nekrosis enteng pada kornea dan konjungtiva

Sangat berat :

· Prognosis buruk

· Akibat kekeruhan kornea upil tidak dapat dilihat

· Konjungtiva dan sclera pucat

Klasifikasi Thoft

Menurut klasifikasi Thoft, trauma basa dapat dibedakan menjadi:

· Derajat 1 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata

· Derajat 2 : terjadi hiperemi konjungtiva disertai hilangnya epitel kornea

· Derajat 3 : terjadi hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel

kornea

· Derajat 4 : konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%

Luka bakar alkali derajat 1 dan 2 akan sembuh dengan jaringan arut tanpa terdapatnya

neovaskularisasi kedalam kornea. Luka bakar alkali derajat 3 dan 4 membutuhkan waktu

sembuh berbulan bulan bahkan bertahun-tahun.

Page 25: Pbl Skenario 2 Emergency

5. HIFEMA

Definisi hifema.

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah di dalam bilik mata depan, yaitu daerah di antara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aqueus (cairan mata) yang jernih. Darah yang terkumpul di bilik mata depan biasanya terlihat dengan mata telanjang. Walaupun darah yang terdapat di bilik mata depan sedikit, tetap dapat menurunkan penglihatan.

Etiologi hifema.

Hifema biasanya disebabkan trauma tumpul pada mata yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar. Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut camera oculi anterior (COA). Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler ocular. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan dalam kornea. Inflamasi yang parah pada iris, sel darah yang abnormal dan kanker mungkin juga bisa menyebabkan perdarahan pada bilik depan mata. Kadang-kadang pembuluh darah baru yang terbentuk pada kornea pasca bedah katarak dapat pecah sehingga timbul hifema.Perdarahan dapat terjadi segera sesudah trauma yang disebut perdarahan primer. Perdarahan primer dapat sedikit dapat pula banyak. Perdarahan sekunder biasanya timbul pada hari ke 5 setelah trauma. Perdarahannya biasanya lebih hebat daripada yang primer. Oleh karena itu seseorang dengan hifema harus dirawat sedikitnya 5 hari. Dikatakan perdarahan sekunder ini terjadi karena resorpsi dari bekuan darah terjadi terlalu cepat sehingga pembuluh darah tak mendapat waktu yang cukup untuk regenerasi kembali.Perdarahan spontan dapat terjadi pada mata dengan rubeosis iridis, tumor pada iris, retinoblastoma, dan kelainan darah. Hifema spontan pada anak sebaiknya dipikirkan kemungkinan leukemia dan retinoblastoma.Pada penyembuhan darah pada hifema dikeluarkan dari COA dalam bentuk sel darah merah melalui sudut COA menuju kanal Schiem sedangkan sisanya akan diabsorbsi melalui permukaan iris. Penyerapan pada iris dipercepat dengan adanya enzim fibrinolitik di daerah ini. Sebagian hifema dikeluarkan setelah terurai dalam bentuk hemosiderin. Bila terdapat penumpukan dari hemosiderin ini, dapat masuk ke dalam lapisan kornea, menyebabkan kornea menjadi bewarna kuning dan disebut hemosiderosis atau imbibisio kornea, yang hanya dapat ditolong dengan keratoplasti. Imbibisio kornea dapat dipercepat terjadinya oleh hifema yang penuh disertai glaukoma.Hifema yang terjadi karena trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan bagian dalam bola mata, misalnya terjadi robekan-robekan jaringan iris, korpus siliaris dan koroid. Jaringan tersebut mengandung banyak pembuluh darah, sehingga akan menimbulkan perdarahan. Perdarahan di dalam bola mata yang berada di kamera anterior

Page 26: Pbl Skenario 2 Emergency

akan tampak dari luar. Timbunan darah ini karena gaya berat akan berada di  bagian terendah.

Klasifikasi hifema.

Tingkatan dari hifema ditentukan oleh banyaknya perdarahan dalam bilik depan bola mata. Pembagian mengenai tingginya hifema sangat berbeda-beda dari berbagai pengarang. Tetapi pembagian yang cukup berguna dan paling sering digunakan adalah pembagian menurut :

Edward Layden: Hifema tingkat 1: bila perdarahan kurang dari1/3 bilik depan mata. Hifema tingkat II: bila perdarahan antara 1/3 sampai 1/2 bilik depan mata. Hifema Tingkat III bila perdarahan lebih dari ½ bilik depan mata.

Rakusin membaginya menurut  : Hifema tk I: perdarahan mengisi 1/4 bagian bilik depan mata. Hifema tk II : perdarahan mengisi 1/2 bagian bilik depan mata. Hifema tk III: perdarahan mengisi 3/4 bagian bilik depan mata. Hifema tk IV : perdarahan mengisi penuh biIik depan mata.

Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi: Hifema traumatika adalah perdarahan pada bilik mata depan yang disebabkan

pecahnya pembuluh darah iris dan badan silier akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

Hifema akibat tindakan medis (misalnya kesalahan prosedur operasi mata). Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan silier, sehingga

pembuluh darah pecah. Hifema akibat kelainan sel darah atau pembuluh darah (contohnya juvenile

xanthogranuloma). Hifema akibat neoplasma (contohnya retinoblastoma).

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi atas 2 yaitu: Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke 2. Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

I.3. Patofisiologi hifema.Trauma tumpul yang mengenai mata dapat menyebabkan robekan pada pembuluh darah iris, akar iris dan badan silier sehingga mengakibatkan perdarahan dalam bilik mata depan. Iris bagian perifer merupakan bagian paling lemah. Suatu trauma yang mengenai mata akan menimbulkan kekuatan hidraulis yang dapat menyebabkan hifema dan iridodialisis, serta merobek lapisan otot spingter sehingga pupil menjadi ovoid dan non reaktif. Tenaga yang timbul dari suatu trauma diperkirakan akan terus ke dalam isi bola mata melalui sumbu anterior posterior sehingga menyebabkan kompresi ke posterior serta menegangkan bola mata ke lateral sesuai dengan garis ekuator. Hifema yang terjadi

Page 27: Pbl Skenario 2 Emergency

dalam beberapa hari akan berhenti, oleh karena adanya proses homeostatis. Darah dalam bilik mata depan akan diserap sehingga akan menjadi jernih kembali.

Umumnya pendarahan yang timbul dapat berasal dari: Kumpulan arteri utama dan cabang dari badan ciliar, Arteri koroid, Vena badan siliar dapat juga terlibat/tidak, Pembuluh darah iris pada sisi pupil.  

Manifestasi klinis hifema.

Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan epifora (pengaliran air matayang berlebihan ke pipi) dan blefarospasme (kelopak mata berkedip tidakterkendali) . Penglihatan pasien kabur dan akan sangat menurun, ini karena darah menggangumedia refraksi yang sangat berperan pada proses penglihatan. Terdapat penumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnyacukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan,dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan. Selain itu, dapat terjadi peningkatan tekanan intraocular, sebuah keadaan yang harusdiperhatikan untuk menghindari terjadinya glaucoma. Glukoma ini terjadi karenaadanya darah dalam COA dapat menghambat aliran cairan bilik mata oleh karenaunsur-unsur darah menutupi COA dan trabekula, sehingga terjadi glaukoma sekunder,glukoma ini bisa juga menyebabkan rasa sakit pada mata. Kadang-kadang terlihat iridoplegia (kelumpuhan sphincter dari iris sehingga pupilmenjadi lebar/ midriasis) dan iridodialisis (keadaan dimana iris terlepas daripangkalnya sehingga bentuk pupil tidak bulat dan pada pangkal iris terdapat lubang) Terdapat pula tanda dan gejala yang relative jarang: penglihatan ganda, edemapalpebra, midriasis (dilatasi atau pelebaran pupil berlebihan), anisokor pupil(perbedaan diameter pupil kanan dan kiri) dan sukar melihat dekat.Hifema pada 1/3 bilik mata depan Hifema pada . bilik mata depan

Diagnosis hifema.

Pemeriksaan lengkap perlu dilakukan pada pasien trauma bola mata untuk menyingkirkan trauma terbuka pada bola mata. Dan setiap kunjungan selanjutnya ketajaman visus, keadaan jaringan mata lainnya, luas hifema, dan tekanan bola mata harus diperiksa.Pemeriksaan menggunakan slit lamp digunakan untuk menilai jumlah akumulasi darah, memastikan tidak ada darah yang menggeras (clot), dan penyerapan darah tetap lancar. Pemeriksaan Laboratorium; seluruh orang kulit hitam dan keturunan Hispanik dengan hifema harus diketahui keadaan sel darah sabitnya6. Pemeriksaan Radiologi; tidak terlalu diperlukan, tetapi dapat menilai adanya tulang orbita yang patah atau retak.

Page 28: Pbl Skenario 2 Emergency

Pemeriksaan ketajaman penglihatan: menggunakan kartu mata Snellen; visus dapat menurun akibat kerusakan kornea, aqueous humor, iris dan retina.

Lapangan pandang: penurunan dapat disebabkan oleh patologi vaskuler okuler, glaukoma.

Pengukuran tonografi: mengkaji tekanan intra okuler. Slit Lamp Biomicroscopy: untuk menentukan kedalaman COA dan

iridocorneal contact, aqueous flare, dan synechia posterior. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler. Tes provokatif: digunakan untuk menentukan adanya glaukoma bila

TIO normal atau meningkat ringan.

Penatalaksanaan hifema.

Konservatif - Istitahat baring penuh dengan elevasi kepala 30o. pada dewasa tutup kedua mata, pada

anak cukup satu mata agar tidak gelisah. Pada anak-anak yang gelisah dapat diberikan obat penenang. Biasanya hifema akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari tergantung pada banyaknya darah.

- Untuk mengurangi nyeri, dapat diberikan paracetamol. Tidak disarankan pemberian jenis aspirin karena salah satu efek aspiran akan menyebabkan perdarahan kembali pada hifema yang disebabkan trauma. Obat-obatan untuk mengurangi tekanan intraocular dan kortikosteroid dapat diberikan.

- Diet makanan cair atau lunak agar tidak banyak mengunyah dan defekasi mudah dan sedikt.

Tunggu 24 jam.- Bila tekanan intraocular menurun atau normal, pengobatan diteruskan.- Bila tekanan intra ocular tetap tinggi lakukan parasentesis. Paresentesis sebaiknya dilakukan dipusat mata.

Indikasinya : Terdapat glaucoma sekunder akibat hifema. Hifema yang penuh dan berwarna hitam. Bila setelah 5 hari tidak ada tanda-tanda hifema akan berkurang.

Lama sakit Tekanan intraokuler normal Tekanan intraokuler meninggi< 5 hari Konservatif Asetazolamid 3x250 mg +

hemostatik5-10 hari Konservatif Parasentesis>10 hari Parasentesis parasentesis

Prognosis hifema.

Tergantung pada banyaknya darah yang tertimbun pada kamera okuli anterior. Biasanya hifema dengan darah yang sedikit dan tanpa disertai glaukoma, prognosisnya baik (bonam) karena darah akan diserap kembali dan hilang sempurna dalam beberapa hari. Sedangkan hifema yang telah mengalami glaukoma, prognosisnya bergantung pada seberapa besar glaukoma tersebut menimbulkan defek pada ketajaman penglihatan. Bila

Page 29: Pbl Skenario 2 Emergency

tajam penglihatan telah mencapai 1/ 60 atau lebih rendah maka prognosis penderita adalah buruk (malam) karena dapat menyebabkan kebutaan.