pbl skenario 1

10
PBL SKENARIO 1 “PILEK PAGI HARI” Dira Sari Puji A ( 110 2011 082) L.I 1 Anatomi saluran pernapasan 1.1 Makroskopis ANATOMI SISTEM PERNAFASAN A. Saluran Nafas Atas 1. Hidung - Terdiri atas bagian eksternal dan internal - Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago - Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum - Kavum nasi terdiri dari : 1. Dasar hidung : dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. 2. Atap hidung : terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal prosesus frontalis, os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa. 3. Dinding lateral : dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial. 4. Konka : pada dinding lateral terdapat empat buah konka yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema. Konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan konka yang terbesar dan merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila. Sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari etmoid. 5. Meatus nasi : diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus superior yang merupakan ruang antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid. 6. Dinding medial: dinding medial hidung adalah septum nasi - Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung - Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia - Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru - Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru - Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia 2. Faring - Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring - Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)

Upload: dira-sari-puji-astuti

Post on 17-Feb-2015

57 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

PBL 1

TRANSCRIPT

Page 1: PBL SKENARIO 1

PBL SKENARIO 1 “PILEK PAGI HARI”Dira Sari Puji A ( 110 2011 082)

L.I 1 Anatomi saluran pernapasan1.1 Makroskopis

 ANATOMI SISTEM PERNAFASANA. Saluran Nafas Atas1. Hidung- Terdiri atas bagian eksternal dan internal- Bagian eksternal menonjol dari wajah dan disangga oleh tulang hidung dan kartilago- Bagian internal hidung adalah rongga berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi vertikal yang sempit, yang disebut septum- Kavum nasi terdiri dari : 1. Dasar hidung : dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum. 2. Atap hidung : terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal prosesus frontalis, os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa.3. Dinding lateral : dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.4. Konka : pada dinding lateral terdapat empat buah konka yaitu konka inferior, konka media, konka superior dan konka suprema. Konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan konka yang terbesar dan merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila. Sedangkan konka media, superior dan suprema merupakan bagian dari etmoid.5. Meatus nasi : diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus inferior terdapat muara duktus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus superior yang merupakan ruang antara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.6. Dinding medial: dinding medial hidung adalah septum nasi- Rongga hidung dilapisi dengan membran mukosa yang sangat banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung- Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang mensekresi lendir secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh gerakan silia- Hidung berfungsi sebagai saluran untuk udara mengalir ke dan dari paru-paru- Hidung juga berfungsi sebagai penyaring kotoran dan melembabkan serta menghangatkan udara yang dihirup ke dalam paru-paru- Hidung juga bertanggung jawab terhadap olfaktori (penghidu) karena reseptor olfaktori terletak dalam mukosa hidung, dan fungsi ini berkurang sejalan dengan pertambahan usia

2. Faring- Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke laring- Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring), oral (orofaring), dan laring (laringofaring)- Fungsi faring adalah untuk menyediakan saluran pada traktus respiratorius dan digestif

3. LaringLaring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan faring dan trakeaLaring sering disebut sebagai kotak suara dan terdiri atas :- Epiglotis : daun katup kartilago yang menutupi ostium ke arah laring selama menelan- Glotis : ostium antara pita suara dalam laring- Kartilago tiroid : kartilago terbesar pada trakea, sebagian dari kartilago ini membentuk jakun (Adam’s apple)- Kartilago krikoid : satu-satunya cincin kartilago yang komplit dalam laring (terletak di bawah kartilago tiroid)- Kartilago aritenoid : digunakan dalam gerakan pita suara dengan kartilago tiroid- Pita suara : ligamen yang dikontrol oleh gerakan otot yang menghasilkan bunyi suara (pita suara melekat pada lumen laring)Fungsi utama laring adalah untuk memungkinkan terjadinya vokalisasiLaring juga berfungsi melindungi jalan nafas bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batu

4. Trakea- Disebut juga batang tenggorok- Ujung trakea bercabang menjadi dua bronkus yang disebut karina

Page 2: PBL SKENARIO 1

B. Saluran Nafas Bawah1. Bronkus- Terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri- Disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2 bronkus)- Bronkus lobaris kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri terbagi menjadi 9 bronkus segmental- Bronkus segmentalis ini kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki : arteri, limfatik dan saraf2. Bronkiolus- Bronkus segmental bercabang-cabang menjadi bronkiolus- Bronkiolus mengadung kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan napas3. Bronkiolus Terminalis- Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)4. Bronkiolus respiratori- Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori- Bronkiolus respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan jalan udara pertukaran gas5. Duktus alveolar dan Sakus alveolar- Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan sakus alveolar- Dan kemudian menjadi alveoli6. AlveoliMerupakan tempat pertukaran O2 dan CO2Terdapat sekitar 300 juta yang jika bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2Terdiri atas 3 tipe :- Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli- Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan mensekresi surfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps)- Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis dan bekerja sebagai mekanisme pertahananPARU- Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut- Terletak dalam rongga dada atau toraks- Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar- Setiap paru mempunyai apeks dan basis- Paru kanan lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris- Paru kiri lebih kecil dan terbagi menjadi 2 lobus- Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnyaPLEURAMerupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastisTerbagi mejadi 2 :- Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada- Pleura viseralis yaitu yang menyelubingi setiap paru-paruDiantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paruTekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap paru-paruhttp://blog.mediakeperawatan.com/anatomi-sistem-pernafasan.html

ANATOMI dan FISIOLOGI Rongga hidung merupakan suatu ruangan yang kaku yang letaknya memanjang dari nares anterior (nostril)

ke arah koana bergabung dengan nasofaring. Bagian dalam hidung panjangnya 10-12 cm. Rongga hidung dibagi 2 oleh septum nasi. Katup hidung (nasal valve) berada lebih kurang 1,3 cm dari nares anterior dan merupakan segmen

Page 3: PBL SKENARIO 1

tersempit serta tahanan terbesar dari jalan nafas hidung. Dengan memasuki daerah yang sempit ini akan terjadi peningkatan aliran dan mengakibatkan penurunan tekanan intralumen (fenomena Bernoulli).

Di dinding lateral hidung terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior serta meatus superior, meatus media dan meatus inferior. Konka dapat berubah ukuran sehingga dapat mempertahankan lebar rongga udara yang optimum.

Bronkus dan cabang-cabangnya mempunyai cincin kartilago yang tidak lengkap dengan otot polos. Semakin ke distal kartilago semakin kecil, akhirnya hilang pada bronkiolus. Kontraksi otot polos akan mempengaruhi diameter saluran nafas. Kontraksi inilah yang dipengaruhi oleh mediator-mediator serta sel-sel inflamasi dalam proses terjadinya asma bronkial.

Tiga fungsi utama hidung adalah sebagai organ pembau (olfactory), respirasi dan proteksi. Turbulensi aliran udara saat inspirasi dengan mukosa rongga hidung merupakan dasar dari fungsi fisiologi hidung.

Obstruksi saluran nafas dapat terjadi karena vasodilatasi, edema mukosa, sumbatan bronkus dan kontraksi otot polos. Pada rinitis peranan vasodilatasi ini sangat menonjol. Hal ini terbukti bila diberikan obat golongan alfa adrenergik, obstruksi atau sumbatan hidung akan segera berkurang atau hilang dan hal ini tidak terjadi pada asma. Sebaliknya pada asma, bronkus mengandung otot polos yang mempunyai respons sangat baik terhadap ß2-agonis. (repository.usu.ac.id)

1.2 MikroskopisAda di catatan

L.I 2 Mekanisme PernapasanAda di catatan

L.I 3 Rhinitis Alergi3.1 definisi

inflamasi pada membran mukosa hidung yang disebabkan oleh adanya alergen yang terhirup yang dapat memicu respon hipersensitivitas(Zullies Ikawati's Lecture Notes)

3.2 etiologiPenyebab belum bisa dipastikan, tetapi nampaknya ada kaitan dengan meningkatnya polusi udara,populasi dust mite, kurangnya ventilasi di rumah atau kantor, dll.(Zullies Ikawati's Lecture Notes)Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada dewasa dan ingestan pada anak-anak.(repository.ucu.ac.id)

3.3 klasifikasiBerdasarkan waktunya, ada 3 golongan rhinitis alergi :- Seasonal allergic rhinitis (SAR): terjadi pada waktu yang sama setiap tahunnya musim bunga, banyak serbuk sari beterbangan- Perrenial allergic rhinitis (PAR): terjadi setiap saat dalam setahun penyebab utama: debu, animal dander, jamur, kecoa- Occupational allergic rhinitis: terkait dengan pekerjaan(Zullies Ikawati's Lecture Notes)

Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas: • Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.

• Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat, ikan dan udang. • Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan lebah.

• Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003). (repository.ucu.ac.id)

Klasifikasi rinitis alergi berdasarkan WHO (ARIA : 2008) terdapatnya gejala: 1. Intermitten, bila gejala terdapat: - Kurang dari 4 hari per minggu - Atau bila kurang dari 4 minggu 2. Persisten, bila gejala terdapat: - Lebih dari 4 hari per minggu - Dan bila lebih dari 4 minggu

Page 4: PBL SKENARIO 1

Berdasarkan beratnya gejala: 1. Ringan, jika tidak terdapat salah satu dari gangguan sebagai berikut: - Gangguan tidur - Gangguan aktivitas harian - Gangguan pekerjaan atau sekolah 2. Sedang-berat, bila didapatkan salah satu atau lebih gejala-gejala tersebut diatas. (repository.usu.ac.id)

3.4 patofisiologi / pathogenesis

(Zullies Ikawati's Lecture Notes)

PATOFISIOLOGIRinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu :

1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin.

2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisi antigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental.

Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin.Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik.

Page 5: PBL SKENARIO 1

Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera.Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hariSebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos.Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup.(http://ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/03/rinitis-alergi/) accesed on 20 February 2013

3.5 manisfestasi klinis Gejala rinitis alergi meliputi hidung gatal, bersin berulang, cairan hidung (rinore) yang jernih dan hidung tersumbat yang bersifat hilang timbul atau reversibel, secara spontan atau dengan pengobatan.(repository.usu.ac.id)

3.6 diagnosis dan diagnosis bandingAnamnesis :- riwayat penyakit secara umum - gejala di hidung termasuk keterangan mengenai tempat tinggal, tempat kerja dan pekerjaan pasien.

Gejala-gejala rinitis alergi yang perlu ditanyakan adalah:- rinore (cairan hidung yang bening encer),- bersin berulang dengan frekuensi lebih dari 5 kali setiap kali serangan,- hidung tersumbat baik menetap atau hilang timbul,- rasa gatal di hidung, telinga atau daerah langit-langit, mata gatal, berair atau kemerahan, hiposmia atau anosmia (penurunan atau hilangnya ketajaman penciuman) dan batuk kronik.Ditanyakan juga apakah ada variasi diurnal (serangan yang memburuk pada pagi hari sampai siang hari dan membaik saat malam hari). Frekuensi serangan dan pengaruh terhadap kualitas hidup perlu ditanyakan.Manifestasi penyakit alergi lain sebelum atau bersamaan dengan rinitis, riwayat atopi di keluarga, faktor pemicu timbulnya gejala, riwayat pengobatan dan hasilnya adalah faktor-faktor yang tidak boleh terlupakan.

Pada pemeriksaan hidung (rinoskopi anterior) diperhatikan adanya edema dari konka media atau inferior yang diliputi sekret encer bening, mukosa pucat dan edema. Perhatikan juga keadaan anatomi hidung lainnya seperti septum nasi dan kemungkinan adanya polip nasi.

Pemeriksaan penunjang diagnosis dipertimbangkan sesuai dengan fasilitas yang ada.6,10,11 1. Uji kulit cukit (Skin Prick Test). Tes ini mudah dilakukan untuk mengetahui jenis alergen penyebab alergi. Pemeriksaan ini dapat ditoleransi oleh sebagian penderita termasuk anak-anak. Tes ini mempunyai sensitifitas dan spesifisitas tinggi terhadap hasil pemeriksaan IgE spesifik. Akan lebih ideal jika bisa dilakukan Intradermal Test atau Skin End Point Titration Test bila fasilitas tersedia. 2. IgE serum total.

Page 6: PBL SKENARIO 1

Kadar meningkat hanya didapati pada 60% penderita rinitis alergi dan 75% penderita asma. Kadar IgE normal tidak menyingkirkan rinitis alergi. Kadar dapat meningkat pada infeksi parasit, penyakit kulit dan menurun pada imunodefisiensi. Pemeriksaan ini masih dipakai sebagai pemeriksaan penyaring tetapi tidak untuk diagnostik.3. IgE serum spesifik. Pemeriksaan ini dilakukan apabila pemeriksaan penunjang diagnosis rinitis alergi seperti tes kulit cukit selalu menghasilkan hasil negatif tapi dengan gejala klinis yang positif. Sejak ditemukan teknik RAST (Radioallergosorbent test) pada tahun 1967, teknik pemeriksaan IgE serum spesifik disempurnakan dan komputerisasi sehingga pemeriksaan menjadi lebih efektif dan sensitif tanpa kehilangan spesifisitasnya, seperti Phadebas RAST, Modified RAST, Pharmacia CAP system dan lain-lain. Waktu pemeriksaan lebih singkat dari 2-3 hari menjadi kurang dari 3 jam saja. 4. Pemeriksaan sitologis atau histologis, bila diperlukan untuk menindaklanjuti respon terhadap terapi atau melihat perubahan morfologik dari mukosa hidung. 5. Tes provokasi hidung (Nasal Challenge Test). Dilakukan bila ada keraguan dan kesulitan dalam mendiagnosis rinitis alergi, dimana riwayat rinitis alergi positif, tetapi hasil tes alergi selalu negatif. 6. Foto polos sinus paranasal/CT Scan/MRI. Dilakukan bila ada indikasi keterlibatan sinus paranasal, seperti adakah komplikasi rinosinusitis, menilai respon terhadap terapi dan jika direncanakan tindakan operasi.

DIAGNOSIS BANDING Penyakit-penyakit yang perlu dibedakan dengan rinitis alergi diantaranya adalah10,17,18: 1. Drug induced rhinitis 2. Rinitis hormonal 3. Rinitis infeksi (virus, bakteri atau penyebab lainnya) 4. Rinitis karena pekerjaan 5. Non Allergic Rhinitis with Eosinophilic Syndrome (NARES) 6. Rinitis karena iritan 7. Rinitis vasomotor 8. Rinitis atropi 9. Rinitis idiopatik

3.7 penatalakasaanPenyakit alergi disebabkan oleh mediator kimia seperti histamin yang dilepaskan oleh sel mast yang dipicu oleh adanya ikatan alergen dengan IgE spesifik yang melekat pada reseptornya di permukaan sel tersebut.Tujuan pengobatan rinitis alergi adalah:1. Mengurangi gejala akibat paparan alergen, hiperreaktifitas nonspesifik dan inflamasi. 2. Perbaikan kualitas hidup penderita sehingga dapat menjalankan aktifitas sehari-hari. 3. Mengurangi efek samping pengobatan. 4. Edukasi penderita untuk meningkatkan ketaatan berobat dan kewaspadaan terhadap penyakitnya. Termasuk dalam hal ini mengubah gaya hidup seperti pola makanan yang bergizi, olahraga dan menghindari stres. 5. Mengubah jalannya penyakit atau pengobatan kausal.

Untuk mencapai tujuan pengobatan rinitis alergi, dapat diberikan obat-obatan sebagai berikut: 1. Antihistamin Antihistamin merupakan pilihan pertama untuk pengobatan rinitis alergi.Secara garis besar dibedakan atas antihistamin H1 klasik dan antihistamin H1 golongan baru. Antihistamin H1 klasik seperti:Diphenhydramine, Tripolidine, Chlorpheniramine dan lain-lain.Sedangkan antihistamine generasi baru seperti:Terfenadine, Loratadine, Desloratadine dan lain-lain. Desloratadine memiliki efektifitas yang sama dengan montelukast dalam mengurangi gejala rinitis yang disertai dengan asma. Levocetirizine yang diberikan selama 6 bulan terbukti mengurangi gejala rinitis alergi persisten dan meningkatkan kualitas hidup pasien rinitis alergi dengan asma.

2. Dekongestan hidung Obat-obatan dekongestan hidung menyebabkan vasokonstriksi karena efeknya pada reseptor-reseptor α-adrenergik. Efek vasokonstriksi terjadi dalam 10 menit, berlangsung selama 1 sampai 12 jam. Pemakaian topikal sangat efektif menghilangkan sumbatan hidung, tetapi tidak efektif untuk keluhan bersin dan rinore. Pemakaiannya terbatas selama 10 hari. Kombinasi antihistamin dan dekongestan oral dimaksud untuk mengatasi obstruksi hidung yang tidak dipengaruhi oleh antihistamin. 3. Kortikosteroid

Page 7: PBL SKENARIO 1

Pemakaian sistemik kadang diberikan peroral atau suntikan sebagai depo steroid intramuskuler. Data ilmiah yang mendukung relatif sedikit dan tidak ada penelitian komparatif mengenai cara mana yang lebih baik dan hubungannya dengan dose response. Kortikosteroid oral sangat efektif dalam mengurangi gejala rinitis alergi terutama dalam episode akut.Efek samping sistemik dari pemakaian jangka panjang kortikosteroid sistemik baik peroral atau parenteral dapat berupa osteoporosis, hipertensi, memperberat diabetes, supresi dari hypothalamic-pituitary-adrenal axis, obesitas, katarak, glukoma, cutaneous striae. Efek samping lain yang jarang terjadi diantaranya sindrom Churg-Strauss. Pemberian kortikosteroid sistemik dengan pengawasan diberikan pada kasus asma yang disertai tuberkulosis, infeksi parasit, depresi yang berat dan ulkus peptikus.Pemakaian kortikosteroid topikal (intranasal) untuk rinitis alergi seperti Beclomethason dipropionat, Budesonide, Flunisonide acetate fluticasone dan Triamcinolone acetonide dinilai lebih baik karena mempunyai efek antiinflamasi yang kuat dan mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptornya, serta memiliki efek samping sitemik yang lebih kecil. Tapi pemakaian dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan mukosa hidung menjadi atropi dan dapat memicu tumbuhnya jamur.

4. Antikolinergik Perangsangan saraf parasimpatis menyebabkan vasodilatasi dan sekresi kelenjar. Antikolinergik menghambat aksi asetilkolin pada reseptor muskarinik sehingga mengurangi volume sekresi kelenjar dan vasodilatasi. Ipratropium bromida, yang merupakan turunan atropin secara topikal dapat mengurangi hidung tersumbat atau bersin.

5. Natrium Kromolin Digolongkan pada obat-obatan antialergi yang baru. Mekanisme kerja belum diketahui secara pasti. Mungkin dengan cara menghambat penglepasan mediator dari sel mastosit, atau mungkin melalui efek terhadap saluran ion kalsium dan klorida.

6. Imunoterapi Imunoterapi dengan alergen spesifik digunakan bila upaya penghindaran alergen dan terapi medikamentosa gagal dalam mengatasi gejala klinis rinitis alergi. Terdapat beberapa cara pemberian imunoterapi seperti injeksi subkutan, pernasal, sub lingual, oral dan lokal. Pemberian imunoterapi dengan menggunakan ekstrak alergen standar selama 3 tahun, terbukti memiliki efek preventif pada anak penderita asma yang disertai seasonal rhinoconjunctivitis mencapai 7 tahun setelah imunoterapi dihentikan.

3.8 komplikasiKomplikasi rinitis alergi yang sering ialah: a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+), hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa. b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak. c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus para nasal. Terjadi akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan semakin parah (Durham, 2006).(repository.usu.ac.id)

3.9 pencegahanTindakan pencegahan pun perlu dilakukan agar tak merangsang kambuhnya rinitis alergi.1. Menghindari makanan dan obat-obatan yang dapat menimbulkan alergi.2. Jangan biarkan hewan berbulu masuk kedalam rumah, jika alergi terhadap bulu hewan.3. Bersihkan debu dengan menyedot dan lap basah, minimal 2-3 kali dalam satu minggu, jangan menggunakan sapu yang dapat menyebarkan debu.4. Gunakan pembersih udara elektris (AC) untuk membuang debu rumah, jamur dan pollen dari udara. Cuci dan ganti filter secara berkala.5. Tutup perabotan berbahan kain dengan lapisan yang bisa dicuci sesering mungkin.6. Jangan mengunakan bahan atau perabot yang dapat menampung debu didalam debu kamar.7. Untuk menghindari kontak dengar allergen, gunakan sarung tangan dan masker ketika sedang bersih-bersih di dalam maupun di luar rumah.8. Larang rokok dan pengunaan produk yang beraroma di rumah.(http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberitaminggu&kid=24&id=36126) accessed on 20 February 2013

Page 8: PBL SKENARIO 1

3.10 prognosis Ada di catatan L.I 4 pernapasan menurut pandangan Islam