skenario 1 emergency

74
SKENARIO 1 PERDARAHAN PERSALINAN Seorang perempuan, berusia 18 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan mau melahirkan. Pada pemeriksaan oleh dokter laki-laki, didapatkan kehamilan aterm (G1P0A0) usia kehamilan 38 minggu, his teratur, pembukaan 8. Tanda-tanda vital: tekanan darah: 90/60 mmHg; denyut nadi: 120x/menit; frekuensi nafas: 24x/menit; suhu: 37,5 °C. Pasca persalinan didapatkan perdarahan post partum. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan denyut nadi 150x/menit, frekuensi nafas 40x/menit, suhu 36 °C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.

Upload: siti-noor-fadhila

Post on 24-Nov-2015

29 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

perdarahan persalinan

TRANSCRIPT

SKENARIO 1PERDARAHAN PERSALINAN

Seorang perempuan, berusia 18 tahun berobat ke Puskesmas dengan keluhan mau melahirkan. Pada pemeriksaan oleh dokter laki-laki, didapatkan kehamilan aterm (G1P0A0) usia kehamilan 38 minggu, his teratur, pembukaan 8. Tanda-tanda vital: tekanan darah: 90/60 mmHg; denyut nadi: 120x/menit; frekuensi nafas: 24x/menit; suhu: 37,5 C. Pasca persalinan didapatkan perdarahan post partum. Bayi langsung menangis, BB 1500 gr, PB 48 cm. Pemeriksaan terhadap bayi didapatkan denyut nadi 150x/menit, frekuensi nafas 40x/menit, suhu 36 C. Pada usia 40 jam bayi terlihat kuning, kadar bilirubin total 15 gr/dL, bilirubin indirek 14,2 gr/dL, sehingga dilakukan fototerapi.

Kata - Kata Sulit

1. Perdarahan Post Partum: Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan.2. Kehamilan Aterm: Kehamilan cukup bulan.3. Fototerapi: Modalitas terapi dengan menggunakan sinar biru yang digunakan untuk pengobatan hiperbilirubinemia (unconjugated) atau ikterus pada bayi baru lahir.

Pertanyaan Berdasarkan Skenario

1. Mengapa terjadi perdarahan post partum?2. Mengapa bayi mengalami BBLR?3. Mengapa bayi berwarna kuning?4. Mengapa dilakukan fototerapi?5. Apa saja faktor resiko dari perdarahan post partum?

Menjawab Pertanyaan Berdasarkan Brainstorming

1. Karena adanya faktor resiko yang mencetuskan terjadinya perdarahan post partum.2. Kurangnya asupan gizi, kurang edukasi tentang gizi untuk ibu hamil.3. Karena adanya hiperbilirubinemia.4. Untuk menurunkan kadar bilirubin.5. Usia terlalu muda (< 21 tahun), nulipara, tekanan darah rendah.

Membuat Hipotesis Berdasarkan Skenario

Ibu usia muda, nulipara hipotensi, denyut nadi meningkat, frekuensi nafas meningkat perdarahan post partum bayi BBLR dengan hiperbilirubinemia fototerapi

SASARAN BELAJAR1. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Post Partum Definisi Epidemiologi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Manifestasi Klinis Diagnosis dan Diagnosis Banding Penatalaksanaan Pencegahan Komplikasi Prognosis

2. Memahami dan Menjelaskan Hiperbilirubinemia pada Bayi baru Lahir Definisi Epidemiologi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Manifestasi Klinis Diagnosis dan Diagnosis Banding Penatalaksanaan Pencegahan Komplikasi Prognosis

3. Memahami dan Menjelaskan Hipotermia pada Bayi baru Lahir Definisi Epidemiologi Etiologi Klasifikasi Patofisiologi Manifestasi Klinis Diagnosis dan Diagnosis Banding Penatalaksanaan Pencegahan Komplikasi Prognosis

1. Memahami dan Menjelaskan Perdarahan Post Partum

DefinisiPerdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia.

Epidemiologi1. Insiden

Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan.

2. Peningkatan angka kematian di Negara berkembang

Di negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

Etiologia. perdarahan dari tempat implantasi plasenta hipotoni sampai atonia uteri akibat anestesi distensi berlebihan partus lama partus presipitatus / terlalu cepat persalinan karena induksi oksitosin multiparitas korioamnionitis pernah atonia sebelumnya sisa plasenta selaput ketuban tersisa plasenta susenturiata plasenta akreta, inkreta, perkreta Plasenta akreta : vili melekat pada permukaan miometrium Plasenta inkreta : vili melakukan invasi kedalam miometrium Plasenta perkreta : vili menembus miometrium sampai serosa perdarahan karena robekan: episiotomi yang melebar robekan pada perineum , vagina dan serviks ruptur uteri gangguan koagulasi- trombositopeniFaktor resiko: Atonia uteri: Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.

Predisposisi atonia uteri: Grandemultipara Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) Partus lama (exhausted mother) Partus precipitatus Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Infeksi uterus Anemi berat Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus sebelum plasenta terlepas IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati) Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam

Robekan jalan lahir: Robekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pascapersalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

a. Robekan serviks: Persalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

b. Perlukaan vagina: Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

c. Robekan perineum: Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. Retensio plasenta: Rentensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu. Inversio uterus: Uterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

5. Perdarahan karena gangguan pembekuan daraha. solusio plasentab. kematian janin dalam kandungan c. eklamsiad. emboli cairan ketubane. sepsis

Klasifikasi1. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pascapersalinan segera).Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.2. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep)Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

PatofisiologiDalam persalinan pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk meningkatkansirkulasi ke sana, atoni uteri dan subinvolusi uterus menyebabkan kontraksi uterus menurun sehingga sehingga pembuluh darah- pembuluh darah yang melebar tadi tidak menutup sempura sehinga pedarahan terjadi terus menerus. Trauma jalan terakhir seperti epiostomi yang lebar, laserasi perineum, dan rupture uteri juga menyebabkan perdarahan karena terbukanya pembuluh darah, penyakit darah pada ibu; misalnya afibrinogemia atau hipofibrinogemia karena tidak ada kurangnya fibrin untuk membantu proses pembekuan darah juga merupakan penyabab dari perdarahan dari postpartum. Perdarahan yang sulit dihentikan bisa mendorong pada keadaan shock hemoragik.

Manifestasi Klinis1. Atonia uteriGejala dan tanda yang selalu ada:a. Uterus tidak berkontraksi dan lembekb. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Syok (tekanan darah rendah,denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual,dan lain-lain).2. Robekan jalan lahirGejala dan tanda yang selalu ada:a. Perdarahan segerab. Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahirc. Uterus kontraksi baikd. Plasenta baikGejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Pucatb. Lemahc. Menggigil3. Retensio plasentaGejala dan tanda yang selalu ada:a. Plasenta belum lahir setelah 30 menitb. Perdarahan segerac. Uterus kontraksi baikGejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Tali pusat putus akibat traksi berlebihanb. Inversio uteri akibat tarikanc. Perdarahan lanjutan4. Inversio uterusGejala dan tanda yang selalu ada:a. Uterus tidak terabab. Lumen vagina terisi massac. Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir)d. Perdarahan segerae. Nyeri sedikit atau beratGejala dan tanda yang kadang-kadang ada:a. Syok neurogenikb. Pucat dan limbung

Diagnosis dan Diagnosis BandingBerikut langkah-langkah sistematik untuk mendiagnosa perdarahan postpartum 1. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri2. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak3. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari :a. Sisa plasenta dan ketubanb. Robekan rahim c. Plasenta succenturiata4. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.5. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain-lain1.AnamnesisAnamnesis adalah cara pemeriksaan yang dilakukan dengan wawancara baik langsung pada pasien (Auto anamnese) atau pada orang tua atau sumber lain (Allo anamnese). 80% untuk menegakkan diagnosa didapatkan dari anamnesis.Tujuan anamnesis yaitu untuk mendapatkan keterangan sebanyak-banyaknya mengenai kondisi pasien, membantu menegakkan diagnosa sementara. Ada beberapa kondisi yang sudah dapat ditegaskan dengan anamnesis saja, membantu menentukan penatalaksanaan selanjutnya.Anamnesis yang baik merupakan tiang utama diagnosis. Anamnesis dimulai dengan mencari keterangan mengenai nama, alamat, umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan sebagainya. Keterangan yang didapat ini kadang sudah memberi petunjuk permulaan kepada kita.Berdasarkan anamnesis yang baik dokter akan menentukan beberapa hal mengenai hal-hal berikut:1. Penyakit atau kondisi yang paling mungkin mendasari keluhan pasien (kemungkinandiagnosis)2. Penyakit atau kondisi lain yang menjadi kemungkinan lain penyebab munculnya keluhan pasien (diagnosis banding)3. Faktor-faktor yang meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit tersebut (faktor predisposisi dan faktor risiko)4. Kemungkinan penyebab penyakit (kausa/etiologi)5. Faktor-faktor yang dapat memperbaiki dan yang memperburuk keluhan pasien (faktor prognostik, termasuk upaya pengobatan)6. Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang medis yang diperlukan untuk menentukan diagnosisnya

Riwayat obstetric:a. Riwayat menstruasi meliputi: menarche, lamanya siklus, banyaknya, baunya, keluhan waktu haid, HPHT.b. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawin, kawin yang keberapa, usia mulai hamil.c. Riwayat hamil, persalinan dan nifas yang lalu. Riwayat hamil meliputi: waktu hamil muda, hamil tua, apakah ada abortus, retensi plasenta. Riwayat persalinan meliputi: tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.1. Riwayat nifas meliputi: keadaan luka, apakah ada pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas, tinggi fundus uteri dan kontraksi.2. Riwayat kehamilan sekarang. Hamil muda, keluhan selama hamil muda. Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat badan, tinggi badan, suhu,nadi, pernafasan, peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual, keluhan lain.3. Riwayat antenatal care meliputi: dimana tempat pelayanan, beberapa kali, perawatan serta pengobatannya yang didapat.2.Pemeriksaan fisikPemeriksaan tanda-tanda vital:1. Suhu badan. Suhu biasanya meningkat sampai 380C dianggap normal. Setelah satu hari suhu akan kembali normal (360C 370C), terjadi penurunan akibat hipovolemia.2. Denyut nadi. Nadi akan meningkat cepat karena nyeri, biasanya terjadi hipovolemia yang semakin berat.3. Tekanan darah. Tekanan darah biasanya stabil, memperingan hipovolemia.4. Pernafasan. Bila suhu dan nadi tidak normal, pernafasan juga menjadi tidak normal.Pemeriksaan Khusus:Observasi setiap 8 jam untuk mendeteksi adanya tanda-tanda komplikasi dengan mengevaluasi sistem dalam tubuh. Pengkajian ini meliputi:1. Nyeri/ketidaknyamanan: nyeri tekan uterus (fragmen-fragmen plasenta tertahan), ketidaknyamanan vagina/pelvis, sakit punggung (hematoma).2. Sistem vaskuler:a. Perdarahan di observasi tiap 2 jam selama 8 jam 1, kemudian tiap 8 jam berikutnya.b. Tensi diawasi tiap 8 jam.c. Apakah ada tanda-tanda trombosis, kaki sakit, bengkak dan merah.d. Haemorroid diobservasi tiap 8 jam terhadap besar dan kekenyalan.3. Riwayat anemia kronis, konjungtiva anemis/sub anemis, defek koagulasi kongenital, idiopatik trombositopeni purpura.4. Sistem Reproduksia. Uterus diobservasi tiap 30 menit selama empat hari post partum, kemudian tiap 8 jam selama 3 hari meliputi tinggi fundus uteri dan posisinya serta konsistensinya.b. Lochea diobservasi setiap 8 jam selama 3 hari terhadap warna, banyak dan bau.c. Perineum diobservasi tiap 8 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi, luka jahitan dan apakah ada jahitannya yang lepas.d. Vulva dilihat apakah ada edema atau tidak.e. Payudara dilihat kondisi areola, konsistensi dan kolostrum.f. Tinggi fundus atau badan terus gagal kembali pada ukuran dan fungsi sebelum kehamilan (sub involusi).g. Traktus urinarius.Diobservasi tiap 2 jam selama 2 hari pertama. Meliputi miksi lancar atau tidak, spontan dan lain-lain.h. Traktur gastro intestinal.Observasi terhadap nafsu makan dan obstipasi.i. Integritas Ego: mungkin cemas, ketakutan dan khawatir.

3.Pemeriksaan penunjang1. Golongan darah: menentukan Rh, ABO,dan percocokan silang.2. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16gr/dl, saat hamil: 10-14gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil:32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3. saat hamil 5.000-15.000).3. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pasca partum.4. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.5. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

PenatalaksanaanTujuan utama pertolongan pada pasien dengan perdarahan postpartum adalah menemukan dan menghentikan penyebab dari perdarahan secepat mungkin. Terapi pada pasien dengan perdarahan postpartum mempunyai 2 bagian pokok : a. Resusitasi dan manajemen yang baik terhadap perdarahanPasien dengan perdarahan postpartum memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke organ organ penting. Pantau terus perdarahan, kesadaran dan tanda tanda vital pasien. Pastikan dua kateter intravena ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat. Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine (dikatakan perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 1 jam 30 cc atau lebih)

b. Manajemen penyebab perdarahan postpartumTentukan penyebab perdarahan postpartum : Atonia uteriPeriksa ukuran dan tonus uterus dengan meletakkan satu tangan di fundus uteri dan lakukan massase untuk mengeluarkan bekuan darah di uterus dan vagina. Apabila uterus teraba lembek dan tidak berkontraksi dengan baik perlu dilakukan massase yang lebih keras dan pemberian oxytocin.Pengosongan kandung kemih bisa mempermudah kontraksi uterus dan memudahkan tindakan selanjutnya. Lakukan kompres bimanual apabila perdarahan masih berlanjut, letakkan satu tangan di belakang fundus uteri dan tangan yang satunya dimasukkan lewat jalan lahir dan ditekankan pada fornix anterior. Pemberian uterotonica jenis lain dianjurkan apabila setelah pemberian oxytocin dan kompresi bimanual gagal menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah ergotamine. (KOMPRESI BIMANUAL INTERNAL) Sisa plasentaApabila kontraksi uterus jelek atau kembali lembek setelahkompresi bimanual ataupun massase dihentikan, bersamaan pemberian uterotonica lakukan eksplorasi. Beberapa ahlimenganjurkan eksplorasi secepatnya, akan tetapi hal ini sulitdilakukan tanpa general anestesi kecuali pasien jatuh dalamsyok. Jangan hentikan pemberian uterotonica selama dilakukaneksplorasi. Setelah eksplorasi lakukan massase dan kompresibimanual ulang tanpa menghentikan pemberian uterotonica.Pemberian antibiotic spectrum luas setelah tindakan ekslorasi dan manual removal. Apabila perdarahan masih berlanjut dan kontraksi uterus tidak baik bisa dipertimbangkan untuk dilakukan laparatomi. Pemasangan tamponade uterrovaginal juga cukup berguna untuk menghentikan perdarahan selama persiapan operasi. (KOMPRESI AORTA) Trauma jalan lahirPerlukaan jalan lahir sebagai penyebab pedarahan apabila uterus sudah berkontraksi dengan baik tapi perdarahan terus berlanjut. Lakukan eksplorasi jalan lahir untuk mencari perlukaan jalan lahir dengan penerangan yang cukup. Lakukan reparasi penjahitan setelah diketahui sumber perdarahan, pastikan penjahitan dimulai diatas puncak luka dan berakhir dibawah dasar luka. Lakukan evaluasi perdarahan setelah penjahitan selesai.Hematom jalan lahir bagian bawah biasanya terjadi apabila terjadi laserasi pembuluh darah dibawah mukosa, penatalaksanaannya bisa dilakukan incise dan drainase.Apabila hematom sangat besar curigai sumber hematom karena pecahnya arteri, cari dan lakukan ligasi untuk menghentikan perdarahan. Gangguan pembekuan darahJika manual eksplorasi telah menyingkirkan adanya ruptur uteri, sisa plasenta dan perlukaan jalan lahir disertai kontraksi uterus yang baik maka kecurigaan penyebab perdarahan adalah gangguan pembekuan darah. Lanjutkan dengan pemberian produk darah pengganti ( trombosit, fibrinogen).

Terapi pembedahano LaparatomiPemilihan jenis irisan vertical ataupun horizontal (Pfannenstiel) adalah tergantung operator. Begitu masuk bersihkan darah bebas untuk memudahkan mengeksplorasi uterus dan jaringan sekitarnya untuk mencari tempat rupture uteri ataupun hematom. Reparasi tergantung tebal tipisnya rupture. Pastikan reparasi benar-benar menghentikan perdarahan dan tidak ada perdarahan dalam karena hanya akan menyebabkan perdarahan keluar lewat vagina. Pemasangan drainase apabila perlu. Apabila setelah pembedahan ditemukan uterus intact dan tidak ada perlukaan ataupun rupture lakukan kompresi bimanual disertai pemberian uterotonica.

o Ligasi arteri Ligasi uteri uterineProsedur sederhana dan efektif menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus karena uteri ini mensuplai 90% darah yang mengalir ke uterus. Tidak ada gangguan aliran menstruasi dan kesuburan. Ligasi arteri ovariiMudah dilakukan tapi kurang sebanding dengan hasil yang diberikan. Ligasi arteri iliaca internaEfektif mengurangi perdarahan yang bersumber dari semua traktus genetalia dengan mengurangi tekanan darah dan sirkulasi darah sekitar pelvis. Apabila tidak berhasil menghentikan perdarahan, pilihan berikutnya adalah histerektomi.o HisterektomiMerupakan tindakan kuratif dalam menghentikan perdarahan yang berasal dari uterus. Total histerektomi dianggap lebih baik dalam kasus ini walaupun subtotal histerektomi lebih mudah dilakukan, hal ini disebabkan subtotal histerektomi tidak begitu efektif menghentikan perdarahan apabila berasal dari segmen bawah rahim, servix, fornix vagina.Referensi pemberian uterotonica :1. Pitocina. Onset in 3 to 5 minutesb. Intramuscular : 10-20 unitsc. intravenous : 40 units/liter at 250 cc/hour2. Ergotamine ( Methergine )a. Dosing : 0.2 mg IM or PO every 6-8 hourb. Onset in 2 to 5 minutesc. Kontraindikasi : Hypertensi Pregnancy Induced hypertntion Hypersensitivity3. Prostaglandin ( Hemabate )a. Dosing : 0.25 mg Intramuscular or intra myometriumb. Onset < 5 minutesc. Administer every 15 minutes to maximum of 2 mg4. Misoprostol 600 mcg PO or PRTambahan : Tampon Kasa/ HaasMerupakan penatalaksanaan standar hingga tahun 1950-an. Kasa panjang steril 16 meter dipasang dengan menggunakan klem ovarium dari fundus lapis demi lapis dari kiri ke kanan hingga porsio. Tidak dipakai lagi karena RISIKO INFEKSI! Kateter urologi Rsch-Teknik Masukkan kateter Rsch 24 ke kavum uteri Kembangkan dengan NaCl 0.9 % 400-500cc dengan spuit 50 cc Pertahankan sampai 24 jam Antibiotik dan drips oksitosin

Gambar.1. Kateter Urologi Rsch Tampon Balon SOS Bakri Kapasitas maksimum 800 cc (Anjuran : 250 hingga 500cc) Menggunakan kateter silicon no. 24

Gambar.2. Tampon balon SOS Bakri Balon Kondom-Teknik Antibiotik dan drips oksitosin! Kateter Foley 16 dimasukkan ke dalam kondom dan diikat dengan benang silk Sambung dengan infus set dan NaCl 0.9%

Gambar.3. Balon Kondom Jepit porsio anterior dan posterior dengan klem ovarium, masukkan kondom hingga kavum uteri Masukkan NaCl 0.9% hingga 250-500 cc atau hingga perdarahan tampak berkurang Bila perlu tampon di vagina Keluarkan setelah 24-48 jam

Pencegahan Perawatan masa kehamilanMencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin tetapi sudah dimulai sejak ibu hamil dengan melakukan antenatal care yang baik. Menangani anemia dalam kehamilan adalah penting, ibu-ibu yang mempunyai predisposisi atau riwayat perdarahan postpartum sangat dianjurkan untuk bersalin di rumah sakit. Persiapan persalinanDi rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah, dan bila memungkinkan sediakan donor darah dandititipkan di bank darah. Pemasangan cateter intravena dengan lobang yang besar untuk persiapan apabila diperlukan transfusi. Untuk pasien dengan anemia berat sebaiknya langsung dilakukan transfusi. Sangat dianjurkan pada pasien dengan resiko perdarahan postpartum untuk menabung darahnya sendiri dan digunakan saat persalinan. PersalinanSetelah bayi lahir, lakukan massae uterus dengan arah gerakan circular atau maju mundur sampai uterus menjadi keras dan berkontraksi dengan baik. Massae yang berlebihan atau terlalu keras terhada puterus sebelum, selama ataupun sesudah lahirnya plasenta bisa mengganggu kontraksi normal myometrium dan bahkan mempercepatkontraksi akan menyebabkan kehilangan darah yang berlebihan dan memicu terjadinya perdarahan postpartum. Kala tiga dan Kala empatUterotonica dapat diberikan segera sesudah bahu depan dilahirkan. Study memperlihatkan penurunan insiden perdarahan postpartum pada pasien yang mendapat oxytocin setelah bahudepan dilahirkan, tidak didapatkan peningkatan insiden terjadinya retensio plasenta. Hanya saja lebih baik berhati-hatipada pasien dengan kecurigaan hamil kembar apabila tidak ada USG untuk memastikan. Pemberian oxytocin selama kala tigaterbukti mengurangi volume darah yang hilang dan kejadian perdarahan postpartum sebesar 40%. Pada umumnya plasenta akan lepas dengan sendirinya dalam 5 menit setelah bayi lahir. Usaha untuk mempercepat pelepasan tidak ada untungnya justru dapat menyebabkan kerugian.Pelepasan plasenta akan terjadi ketika uterus mulai mengecil dan mengeras, tampak aliran darah yang keluar mendadak dari vagina, uterus terlihat menonjol ke abdomen, dan tali plasenta terlihat bergerak keluar dari vagina. Selanjutnya plasenta dapat dikeluarkan dengan cara menarik tali pusat secara hati-hati.Segera sesudah lahir plasenta diperiksa apakah lengkap atau tidak. Untuk manual plasenta ada perbedaan pendapat waktu dilakukannya manual plasenta. Apabila sekarang didapatkan perdarahan adalah tidak ada alasan untuk menunggu pelepasan plasenta secara spontan dan manual plasenta harus dilakukan tanpa ditunda lagi. Jika tidak didapatkan perdarahan, banyak yang menganjurkan dilakukan manual plasenta 30 menit setelah bayi lahir. Apabila dalam pemeriksaan plasenta kesan tidak lengkap, uterus terus di eksplorasi untuk mencari bagian-bagian kecil dari sisa plasenta.Lakukan pemeriksaan secara teliti untuk mencari adanyaperlukaan jalan lahir yang dapat menyebabkan perdarahandengan penerangan yang cukup. Luka trauma ataupun episiotomisegera dijahit sesudah didapatkan uterus yang mengeras danberkontraksi dengan baik.

KomplikasiPerdarahan postpartum yang tidak ditangani dapat mengakibatkan:1. Syok hemorragicAkibat terjadinya perdarahan, ibu akan mengalami syok dan menurunnya kesadaran akibat banyaknya darah yang keluar. Hal ini menyebabkan gangguan sirkulasi darah ke seluruh tubuh dan dapat menyebabkan hipovolemia berat. Apabila hal ini tidak ditangani dengan cepat dan tepat, maka akan menyebabkan kerusakan atau nekrosis tubulus renal dan selanjutnya merusak bagian korteks renal yang dipenuhi 90% darah di ginjal. Bila hal ini terus terjadi maka akan menyebabkan ibu tidak terselamatkan2. AnemiaAnemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.3. Sindrom SheehanHal ini terjadi karena, akibat jangka panjang dari perdarahan postpartum sampai syok. Sindrom ini disebabkan karena hipovolemia yang dapat menyebabkan nekrosis kelenjar hipofisis. Nekrosis kelenjar hipofisis dapat mempengaruhi sistem endokrin. PrognosisPerdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.

2. Memahami dan Menjelaskan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir

DefinisiHiperbilirubinemia adalah ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus ke arah terjadinya kern ikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak dikendalikan(Mansjoer,2008). Hiperbilirubinemia fisiologis yang memerlukan terapi sinar, tetap tergolong non patologis sehingga disebut Excess Physiological Jaundice. Digolongkan sebagai hiperbilirubinemia patologis (Non Physiological Jaundice) apabila kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut Normogram Bhutani (Etika et al,2006).

Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonatus >95% menurut

Normogram Bhutani

Sumber : http://www.juliathomson.co.uk/guidelines/other-guidelines/neonatal- jaundice/bhutanis-nomogram

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih(Sukadi,2008). Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17mol/L) sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin>5mg/dl(86mol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total.

EpidemiologiDi Amerika Serikat, dari 4 juta bayi yang lahir setiap tahunnya, sekitar 65% mengalami ikterus. Sensus yang dilakukan pemerintah Malaysia pada tahun 1998 menemukan sekitar 75% bayi baru lahir mengalami ikterus pada minggu pertama.Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusumo selama tahun 2003, menemukan prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada minggu pertama kehidupan. RS Dr. Sardjito melaporkan sebanyak 85% bayi cukup bulan sehat mempunyai kadar bilirubin di atas 5 mg/dL dan 23,8% memiliki kadar bilirubin di atas 13 mg/dL. Pemeriksaan dilakukan pada hari 0, 3 dan 5. Dengan pemeriksaan kadar bilirubin setiap hari, didapatkan ikterus dan hiperbilirubinemia terjadi pada 82% dan 18,6% bayi cukup bulan. Sedangkan pada bayi kurang bulan, dilaporkan ikterus dan hiperbilirubinemia ditemukan pada 95% dan 56% bayi. Tahun 2003 terdapat sebanyak 128 kematian neonatal (8,5%) dari 1509 neonatus yang dirawat dengan 24% kematian terkait hiperbilirubinemia.Data yang agak berbeda didapatkan dari RS Dr. Kariadi Semarang, di mana insidens ikterus pada tahun 2003 hanya sebesar 13,7%, 78% di antaranya merupakan ikterus fisiologis dan sisanya ikterus patologis. Angka kematian terkait hiperbilirubinemia sebesar 13,1%. Didapatkan juga data insidens ikterus pada bayi cukup bulan sebesar 12,0% dan bayi kurang bulan 22,8%.Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar 30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002. Perbedaan angka yang cukup besar ini mungkin disebabkan oleh cara pengukuran yang berbeda. Di RS Dr. Cipto Mangunkusumo ikterus dinilai berdasarkan kadar bilirubin serum total > 5 mg/dL; RS Dr. Sardjito menggunakan metode spektrofotometrik pada hari ke-0, 3 dan 5 ;dan RS Dr. Kariadi menilai ikterus berdasarkan metode visual. EtiologiPenyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus neonatarum dapat dibagi:a. Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.b. Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak terdapatnya enzim glukorinil transferase(Sindrom Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi protein Y dalam hepar yang berperanan penting dalam uptake bilirubin ke sel hepar.c. Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.d. Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.(Hassan et al.2005)

KlasifikasiTerdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.

2.2.1 Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :1. Timbul pada hari kedua dan ketiga2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan.3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.

2.2.2 Ikterus Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :1. Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.2. Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.3. Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per hari.4. Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama.5. Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.6. Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik. (Arief ZR, 2009. hlm. 29)

Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:a. Faktor Maternal Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh) Penggunaan infus oksitosin dalam larutan hipotonik. ASIb. Faktor Perinatal Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)c. Faktor Neonatus Prematuritas Faktor genetik Polisitemia Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol) Rendahnya asupan ASI Hipoglikemia Hipoalbuminemia

PatofisiologiIkterus pada penderita, terjadi akibat penyumbatan aliran empedu dan kerusakan sel-sel parenkim. Peningkatan kadar bilirubin direk dan bilirubin indirek di dalam serum ditemukan pada penderita. Penyumbatan aliran empedu di dalam hati akan mengakibatkan tinja akholis. Pemulihan kembali aliran empedu dapat mengakibatkan pengeluaran kadar bilirubin normal atau bertambah ke duodenum. Urobilinogen, suatu hasil metabolisme bilirubin di dalam usus; secara normal akan diserap kembali. Sel-sel parenkim hati yang mengalami kerusakan mungkin tidak mampu mengeluarkan kemblai bahan ini yang kemudian akan muncul di dalam air kemih penderita. Bukti lain dari penyumbatan empedu adalah peningkatan alkali fosfatase dalam serum, seperti juga 5-nukleotidase atau -glutamil tranpeptidase.Peningkatan kadar bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan. Keadaan yang sering ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban bilirubin pada sel hepar yang berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran eritrosit, polisitemia.Gangguan pemecahan bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar bilirubin tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi hipoksia, asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar bilirubin adalah apabila ditemukan gangguan konjugasi hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi misalnya sumbatan saluran empedu.Pada derajat tertentu bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas terutama ditemukan ada bilirubin indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam lemak. Sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila bilirubin tadi dapat menembus darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus. Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada syaraf pusat tersebut mungkin akan timbul apabila kadar bilirubin indirek lebih dari 20 mg/dl.2Mudah tidaknya kadar bilirubin melewati darah otak ternyata tidak hanya tergantung pada keadaan neonatus. Bilirubin indirek akan mudah melewati darah otak apabila bayi terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah, hipoksia, dan hipolikemia.5Inkompabilitas sistem Rh Apabila seorang wanita Rh D-negatif (Rh d/d atau rr) hamil dengan janin Rh D-positif, eritosit janin Rh D positif melintas ke dalam sirkulasi ibu (biasanya pada saat persalinan) dan mensentisasi ibu untuk membentuk anti D. Sentisasi lebih mungkin terjadi bila ibu dan janin memiliki golongan darah ABO yang sesuai.Ibu juga dapat tersentisasi oleh keguguran sebelumnya, amniosentesis atau trauma lain pada plasenta , atau oleh transfuse darah. Anti D melewati plasenta ke janin selama kehamilan berikutnya dengan janin Rh D-positif, melapisi eritrosit janin dengan antibody dan menyebabkan destruksi sel-sel tersebut oleh system retikuloendotel, menyebabkan anemia dan ikterus. Bila sang ayah heterozigot untuk antigen D (D/d), terdapat kemungkinan bahwa 50% fetus akan D positif.6Inkompabilitas sistem ABO lebih sering terjadi dan menimbulkan gambaran klinis yang serupa namun biasanya lebih ringan. Ibu biasanya mempunyai golongan darah O dan bayi bergolongan darah A atau B. Kadar hemolisin anti-A dan anti-B alamiah akan meningkat tajam, tetapi akan kembali normal setelah kehamilan. Risiko kehamilan berikutnya tidak meningkat, berbeda dengan penyakit rhesus.3Pada 20% kelahiran, seorang ibu tidak memiliki golongan darah ABO yang sesuai dengan janinnya. Ibu golongan darah A dan B biasanya hanya mempunyai antibody ABO IgM. Mayoritas kasus HDN (hemolytic disease of the newborn) ABO disebabkan oleh antibody IgG imun pada ibu golongan O. Walaupun 15% kehamilan pada orang kulit putih merupakan ibu bergolongan O dengan janin golongan A atau B, sebagian ibu tidak menghasilkan IgG anti-A atau anti-B dan sangat sedikit bayi dengan penyakit hemotolik yang cukup berat hingga memerlukan pengobatan. Tranfusi tukar diperlukan pada hanya satu dari 3000 bayi. Ringannya HDN ABO dapat dijelaskan sebagian oleh antigen A dan B yang belum sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena netralisasi sebagian antibody IgG ibu oleh antigen A dan B pada sel-sel lain, yang terjadi dalam plasma dan cairan jaringan.6Berlawanan dengan HDN Rh, penyakit ABO dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan dapat/tidak mempengaruhi kehamilan berikutnya.

Manifestasi klinisBayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning- kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat(Nelson, 2007).Gambaran klinis ikterus fisiologis:

a. Tampak pada hari 3,4b. Bayi tampak sehat(normal)c. Kadar bilirubin total