pbl 29-asfiksia emergency medicine -rozma

23

Click here to load reader

Upload: ica-ompusunggu

Post on 09-Feb-2016

147 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Bayi Lahir pada Usia Kehamilan 36 minggu (SC.E), Tidak Menangis, Pucat, Kaki-Tangan Lemah dan Tidak Bergerak, Dilakukan Resusitasi tapi Tidak Ada Respon. Denyut Jantung 50 kali/menit.

Rozma Connica Bertha Ompusunggu*102009251

*Mahasiswa Fakultas Kedokteran UKRIDA

Alamat korespondensi:Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Arjuna Utara No. 6 Kebon Jeruk, Jakarta 11510

*Email : [email protected]

Pendahuluan

Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Laporan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa sejak tahun 2000-2003 asfiksia menempati urutan ke-6, yaitu sebanyak 8%, sebagai penyebab kematian anak diseluruh dunia setelah pneumonia, malaria, sepsis neonatorum dan kelahiran prematur. Diperkirakan 1 juta anak yang bertahan setelah mengalami asfiksia saat lahir kini hidup dengan morbiditas jangka panjang seperti cerebral palsy, retardasi mental dan gangguan belajar.

Asupan kalori dan mikronutrien juga menyebabkan keluaran yang buruk. Telah diketahui bahwa hampir tiga per empat dari semua kematian neonatus dapat dicegah apabila wanita mendapatkan nutrisi yang cukup dan mendapatkan perawatan yang sesuai pada saat kehamilan, kelahiran dan periode pasca persalinan.Asfiksia neonatorum adalah kegawatdaruratan bayi baru lahir berupa depresi pernapasan yang berlanjut sehingga menimbulkan berbagai komplikasi. Oleh sebab itu, asfiksia memerlukan intervensi dan resusitasi segera untuk meminimalkan mortalitas dan morbiditas. Survei atas 127 institusi pada 16 negara—baik negara maju ataupun berkembang—menunjukkan bahwa sarana resusitasi dasar seringkali tidak tersedia, dan tenaga kesehatan kurang terampil dalam resusitasi bayi.

1

Page 2: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Pembahasan

Scenario 2

Seorang bayi dilahirkan dari ibu G1P0A0 36 minggu melalui emergency section cesaria kaarena mengalami abraptio plasenta/solution plasenta. Pada menit pertama, bayi tidak menangis, tampak pucat, kaki dan tangan lemah tidak bergerak. Saat dilakukan pembersihan jalan napas, bayi tidak ada respon, denyut jantung 50 kali/menit.

Abraptio/solusio plasenta

Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya, sehingga menimbulkan berbagai manifestasi klinik yang tergantung dari luas lepasnya plasenta dan besarnya hematom. Manifestasi klinis dapat berupa perdarahanyang tampak di luar atau hanya retroplasenter sehingga menimbulkan ketegangan dan rasa sakit.

Sebab-sebab terjadinya solusio plasenta adalah:

a) Sebab maternal- Idiopatik- Trauma langsung abdomen- Pengosongan uterus terlalu cepat (pecahnya ketuban pada hidramnion, setelah

persalinan anak pertama pada kehamilan ganda)- Pada paritas dan usia maternal yang makin tinggi- Terjadi pada hipertensi maternal (hipertensi pada kehamilan, pada superimposed

hipertensi kehamilan)b) Sebab janin

- Tali pusat pendek/lilitan atali pusat dengan aktifitas janin yang besar dapat menimbulkan hematoma retroplasenter sirkulasi

- Ibu hamil dengan kekurangan asam folatc) Akibat tindakan obstetric

- Terjadi setelah versi luar pada tali pusat yang kebetulan pendek/lilitan tali pusat- Kesalahan dalam melakukan versi luar yang menyebabkan tali pusat tegang dan

menimbulkan perdarahan retroplasenter.1

1. Apgar Score

Skor Apgar atau nilai Apgar (Apgar score) adalah sebuah metode yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 1952 oleh Dr. Virginia Apgar sebagai sebuah metode sederhana untuk secara cepat menilai kondisi kesehatan bayi baru lahir sesaat setelah kelahiran.Apgar yang berprofesi sebagai ahli anestesiologi mengembangkan metode skor ini untuk mengetahui dengan pasti bagaimana pengaruh anestesi obstetrik terhadap bayi.

2

Page 3: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Skor Apgar dihitung dengan menilai kondisi bayi yang baru lahir menggunakan lima kriteria sederhana dengan skala nilai nol, satu, dan dua. Kelima nilai kriteria tersebut kemudian dijumlahkan untuk menghasilkan angka nol hingga 10. Kata “Apgar” belakangan dibuatkan jembatan keledai sebagai singkatan dari Appearance, Pulse, Grimace, Activity, Respiration (warna kulit, denyut jantung, respons refleks, tonus otot/keaktifan, dan pernapasan), untuk mempermudah menghafal.Tabel1.1 Kriteria penilaian skor apgar.

  Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2 Akronim

Warna kulit

seluruhnya biru

warna kulit tubuh normal merah muda, tetapi tangan dan kaki kebiruan (akrosianosis)

warna kulit tubuh, tangan, dan kaki normal merah muda, tidak ada sianosis Appearance

Denyut jantung tidak ada <100 kali/menit >100 kali/menit Pulse

Respons reflex

tidak ada respons terhadap stimulasi

meringis/menangis lemah ketika distimulasi

meringis/bersin/batuk saat stimulasi saluran napas Grimace

Tonus ototlemah/tidak ada sedikit gerakan bergerak aktif Activity

Pernapasan tidak adalemah atau tidak teratur

menangis kuat, pernapasan baik dan teratur Respiration

Interpretasi skor

Tes ini umumnya dilakukan pada waktu satu dan lima menit setelah kelahiran, dan dapat diulangi jika skor masih rendah.

3

Page 4: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Tabel1.2 Interpretasi skor apgar

Jumlah skor Interpretasi Catatan

7-10Bayi normal  

4-6Agak rendah

Memerlukan tindakan medis segera seperti penyedotan lendir yang menyumbat jalan napas, atau pemberian oksigen untuk membantu bernapas.

0-3Sangat rendah

Memerlukan tindakan medis yang lebih intensif

Nilai 0-3   : Asfiksia berat Nilai 4-6   : Asfiksia sedang Nilai 7-10 : NormalJumlah skor rendah pada tes menit pertama dapat menunjukkan bahwa bayi yang baru lahir ini membutuhkan perhatian medis lebih lanjut tetapi belum tentu mengindikasikan akan terjadi masalah jangka panjang, khususnya jika terdapat peningkatan skor pada tes menit kelima. Jika skor Apgar tetap dibawah 3 dalam tes berikutnya (10, 15, atau 30 menit), maka ada risiko bahwa anak tersebut dapat mengalami kerusakan syaraf jangka panjang. Juga ada risiko kecil tapi signifikan akan kerusakan otak. Namun demikian, tujuan tes Apgar adalah untuk menentukan dengan cepat apakah bayi yang baru lahir tersebut membutuhkan penanganan medis segera; dan tidak didisain untuk memberikan prediksi jangka panjang akan kesehatan bayi tersebut.

Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit  masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7.Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan  menentukan prognosis, bukan untuk memulai resusitasikarena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar).2

4

Page 5: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

2. Langkah Resusitasi

Indikasi

Secara garis besar pelaksanaan resusitasi mengikuti algoritma resusitasi neonatal. Pada pemeriksaan atau penilaian awal dilakukan dengan menjawab 4 pertanyaan yaitu:

apakah bayi cukup bulan?

apakah air ketuban jernih?

apakah bayi bernapas atau menangis?

apakah tonus otot bayi baik atau kuat?

Bila semua jawaban ‘ya’ maka bayi dapat langsung dimasukkan dalam prosedur perawatan rutin dan tidak dipisahkan dari ibunya. Bayi dikeringkan, diletakkan di dada ibunya dan diselimuti dengan kain linen kering untuk menjaga suhu. Bila terdapat jawaban ”tidak” dari salah satu pertanyaan di atas maka bayi memerlukan satu atau beberapa tindakan resusitasi berikut ini secara berurutan: 2,3,4

Peralatan

Alat penghisap lendir DeLee atau bola karet

Peralatan balon dan sungkup

Peralatan intubasi

Laringoskop

Selang endotrakeal (endotracheal tube) dan stilet (bila tersedia) yang cocok dengan pipa endotrakeal yang ada

Alat pemancar panas (radiant warmer) atau sumber panas lainnya

Protocol resusitasi

Protocol resusitasi neonates berikut ini direkomendasikan oleh American of Pediatrics and the American Heart Association (1994).

5

Page 6: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

6

Page 7: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Langkah awal dalam stabilisas

a) Memberikan kehangatan

Bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas (radiant warmer) dalam keadaan telanjang agar panas dapat mencapai tubuh bayi dan memudahkan eksplorasi seluruh tubuh.

b) Memposisikan bayi dengan sedikit menengadahkan kepalanya

Bayi diletakkan telentang dengan leher sedikit tengadah dalam posisi menghidu agar posisi farings, larings dan trakea dalam satu garis lurus yang akan mempermudah masuknya udara. Posisi ini adalah posisi terbaik untuk melakukan ventilasi dengan balon dan sungkup dan/atau untuk pemasangan pipa endotrakeal.

c) Membersihkan jalan napas sesuai keperluan

Aspirasi mekoneum saat proses persalinan dapat menyebabkan pneumonia aspirasi. Cara yang tepat untuk membersihkan jalan napas adalah bergantung pada keaktifan bayi dan ada/tidaknya mekonium. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion dan bayi tidak bugar (bayi mengalami depresi pernapasan, tonus otot kurang dan frekuensi jantung kurang dari 100x/menit) segera dilakukan penghisapan trakea sebelum timbul pernapasan untuk mencegah sindrom aspirasi mekonium. Penghisapan trakea meliputi langkah-langkah pemasangan laringoskop dan selang endotrakeal ke dalam trakea, kemudian dengan kateter penghisap dilakukan pembersihan daerah mulut, faring dan trakea sampai glotis. Bila terdapat mekoneum dalam cairan amnion namun bayi tampak bugar, pembersihan sekret dari jalan napas dilakukan seperti pada bayi tanpa mekoneum.3,5

d) Mengeringkan bayi, merangsang pernapasan dan meletakkan pada posisi yang benar

Meletakkan pada posisi yang benar, menghisap sekret dan mengeringkan akan memberi rangsang yang cukup pada bayi untuk memulai pernapasan. Bila setelah dilakukan hal itu namun bayi belum bernapas adekuat, maka dapat dilakukan perangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil telapak kaki, atau dengan menggosok punggung, tubuh atau ekstremitas bayi. Bayi yang berada dalam apnu primer akan bereaksi pada hampir semua rangsangan, sementara bayi yang berada dalam apnu sekunder, rangsangan apapun tidak akan menimbulkan reaksi pernapasan. Karenanya cukup satu atau dua tepukan pada telapak kaki atau gosokan pada punggung.

Penilaian

Penilaian dilakukan setelah 30 detik untuk menentukan perlu tidaknya resusitasi lanjutan. Tanda vital yang perlu dinilai adalah sebagai berikut:

a) Pernapasan = gerakan dada, frekuensi dan dalamnya pernapasan bertambah setelah rangsang taktil. Pernapasan yang megap-megap memerlukan intervensi lanjutan.

7

Page 8: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

b) Frekuensi jantung >100x/menit hitung permenitc) Warna kulit = tampak kemerahan pada bibir dan seluruh tubuh. Warna kulit bayi yang

berubah dari biru menjadi kemerahan adalah petanda yang paling cepat akan adanya pernapasan dan sirkulasi yang adekuat. Pada sianosis sentral yang memerlukan intervensi

Pemberian oksigen

Bila bayi masih terlihat sianosis sentral, maka diberikan tambahan oksigen. Pemberian oksigen aliran bebas dapat dilakukan dengan menggunakan sungkup oksigen, sungkup dengan balon tidak mengembang sendiri, T-piece resuscitator dan selang/pipa oksigen. Pada bayi cukup bulan dianjurkan untuk menggunakan oksigen 100%.

Penghentian pemberian oksigen dilakukan secara bertahap bila tidak terdapat sianosis sentral lagi yaitu bayi tetap merah atau saturasi oksigen tetap baik walaupun konsentrasi oksigen sama dengan konsentrasi oksigen ruangan.

Ventilasi Tekanan Positif

Ventilasi tekanan positif (VTP) dilakukan sebagai langkah resusitasi lanjutan bila semua tindakan diatas tidak menyebabkan bayi bernapas atau frekuensi jantungnya tetap kurang dari 100x/menit. Kontra indikasi penggunaan ventilasi tekanan positif adalah hernia diafragma.9

Frekuensi denyut jantung dievaluasi setelah pemberian ventilasi tekanan positif 15-30detik. Jika frekuensi denyut jantung sekarang diatas 100, evaluasi warna. Jika frekuensi denyut jantung 60-100 dan meningkat, lanjutkan ventilasi. Jika frekuensi denyut jantung dibawah 60 dan tidak meningkat, ventilasi dilanjutkan dengan kompresi dada dimulai. Pada situasi ini intubasi trakea perlu dipertimbangkan.2

Kompresi dada

Tindakan kompresi dada (cardiac massage) terdiri dari kompresi yang teratur pada tulang dada, yaitu menekan jantung ke arah tulang belakang, meningkatkan tekanan intratorakal, dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Ventilasi dan kompresi harus dilakukan secara bergantian.6

Prinsip dasar pada kompresi dada adalah:

1. Posisi bayi: Topangan yang keras pada bagian belakang bayi dengan leher sedikit tengadah.

2. Kompresi:

Lokasi ibu jari atau dua jari: Pada bayi baru lahir tekanan diberikan pada 1/3 bawah tulang dada yang terletak antara processus xiphoideus dan garis khayal yang menghubungkan kedua puting susu.

8

Page 9: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Gambar 2.1. Lokasi Kompresi. Sumber http://www.nengbidan.com/2012/04/keputusan-resusitasi-bayi-baru-lahir.html

Kedalaman : diberikan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada sedalam kurang lebih 1/3 diameter anteroposterior dada, kemudian tekanan dilepaskan untuk memberi kesempatan jantung terisi.6

Frekuensi : Satu siklus yang berlangsung selama 2 detik, terdiri dari satu ventilasi dan tiga kompresi.

Penghentian kompresi:

- Setelah 30 detik, untuk menilai kembali frekuensi jantung ventilasi dihentikan selama 6 detik. Penghitungan frekuensi jantung selama ventilasi dihentikan.

- Jika frekuensi jantung telah diatas 60 x/menit kompresi dada dihentikan, namun ventilasi diteruskan dengan kecepatan 40-60 x/menit. Jika frekuensi jantung tetap kurang dari 60 x/menit, maka pemasangan kateter umbilikal untuk memasukkan obat dan pemberian epinefrin harus dilakukan.

- Jika frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit dan bayi dapat bernapas spontan, ventilasi tekanan positif dapat dihentikan, tetapi bayi masih mendapat oksigen alir bebas yang kemudian secara bertahap dihentikan. Setelah observasi beberapa lama di kamar bersalin bayi dapat dipindahkan ke ruang perawatan. 6

Intubasi Endotrakeal

Intubasi endotrakeal penting pada empat situasi; ketika ventilasi tekanan positip memanjang dibutuhkan, ketika kantung dan masker ventilasi tidak efektif, ketika dibutuhkan pengisapan trakea dan ketika dicurigai terjadi hernia diafragmatika.

Teknik intubasi

Kepala janin berada dalam posisi menghadap keatas. Laringoskop dimasukkan kedalam sisi kanan mulut, kemudian diarahkan ke posterior kearah orofaring kemudian laringoskop digerakkan secara perlahan kedalam ruang diantara dasar lidah dan epiglotis. Elevasi perlahan

9

Page 10: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

ujung laringoskop akan mengangkat ujung epiglotis serta memajankan glotis dan pita suara. Pipa endotrakeal dimasukkan melalui sisi kanan mulut dan dimasukkan melalui pita susara sampai pipa mencapai glotis.

Tabel 2.1 ukuran pipa endotrakeal

Ukuran pipa (diameter) Berat (gram) Usia kehamilan (minggu)

2,5 <1000 <28

3,0 1000-2000 28-34

3,5 2000-3000 34-38

3,5-4,0 >3000 >38

Langkah yang diambil untuk memastikan pipa berada dalam trakea dan bukan di esofagus adalah dengan mendengar bunyi napas atau suara gurgling jika udara dimasukkan kedalam lambung. Jika lambung mengembang, kemungkinan pipa masuk esofagus.2

3. Identifikasi Resiko Neonatus

Asfiksia Janin

Asfiksia neonatorum dapat merupakan kelanjutan dari ketegangan janin (fetal distress) intrauterine yang disebabkan oleh banyak hal seperti yang terlihat pada penjabaran dalam tabel. Fetal distress adalah keadaan ketidakseimbangan kebutuhan O2 dan nutrisi janin sehingga menimbulkan perubahan metabolism janin menuju metabolism anaerob yang menyebabkan hasil akhir metabolismenya bukan lagi CO2.

Beberapa sumber mendefinisikan asfiksia neonatorum sebagai :

WHO (World Health Organization) Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir.7

ACOG dan AAP (American College of Obstetricians and Gynecologists ACOG dan American Academy of Pediatrics)3Seorang neonatus disebut mengalami asfiksia bila memenuhi kondisi sebagai berikut:

- Nilai Apgar menit kelima 0-3

- Adanya asidosis pada pemeriksaan darah tali pusat (pH<7.0)

- Gangguan neurologis (misalnya: kejang, hipotonia atau koma)

10

Page 11: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

- Adanya gangguan sistem multiorgan (misalnya: gangguan kardiovaskular, gastrointestinal, hematologi, pulmoner atau renal)

Asfiksia merupakan penyebab utama kematian pada neonatus. Di negara maju, asfiksia menyebabkan kematian neonatus sebanyak 8 -35%.

Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit pertama kelahiran dan kemudian disusul dengan pernapasan teratur. Apabila terjadi gangguan pertukaran gas atau gangguan pengangkutan oksigen dari ibu ke janin maka akan terjadi asfiksia neonatorum . Gangguan ini dapat timbul pada masa kehamilan, persalinan atau segera setelah lahir. Towell (1996) mengajukan penggolongan penyebab kegagalan pernapasan pada bayi terdiri dari: 6,7

Faktor ibu

- Hipoksia

- Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun

- Gravida empat atau lebih

- Social ekonomi rendah

- Setiap penyakit pembuluh darah yang mengganggu pertukaran gas janin. (kolesterol, hipertensi, hipotensi, jantung, paru-paru/tbc, ginjal, gangguan kontraksi uterus)

- Malnutrisi

- Asidosis dan dehidrasi

- Anemia maternal

Faktor plasenta

- Degenerasi vaskularnya

- Solution plasenta

- Perdarahan plasenta

- Plasenta kecil

- Plasenta tipis plasenta tidak menempel pada tempatnya

Faktor neonatus

- Kompresi tali pusat, simpul mati, lilitan tali pusat

- Hilangnya Jelly Wharton

- Infeksi, anemia janin, perdarahan

- Malformasi atau kelainan kongenital

- Prematur, IUGR, gemeli

11

Page 12: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Faktor persalinan

- Partus lama

- Patus dengan tindakan

- Lain-lain

Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah rangasangan terhadap N.vagus sehingga bunyi jantung janin jadi lambat. Bila kekurangan O2 ini terus berlangsung, maka N.vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah kini rangsangan dari N.simpatikus. denyut jantaung janin (DJJ) menjadi lebih cepat akhirnya irreguler dan menghilang. Secara klinis tanda-tanda asfiksia adalah denyut jantung janin yang lebih cepat dari 160 kali per menit atau kurang dari 100 kali per menit, halus dan irreguler, serta adanya pengeluaran mekonium.

Janin akan mengadakan pernapasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian, terdapat banayk air ketuban dan mekonium dalam paru. Bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis, bila janin lahir alveoli tidak berkembang.

Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekonium keluar sebagai tanda janin dalam asfiksia.

Jika DJJ lebih cepat dari 160x/menit atau kurang dari 100 x/menit, halus dan irregular serta adanya pengeluaran meconium.

Jika DJJ normal dan ada mekonium : janin mulai asfiksia

Jika DJJ 160x/menit ke atas dan ada mekonium : janin sedang asfiksia

Jika DJJ 100x/menit ke bawah dan ada mekonium : janin dalam gawat

Diagnosa asfiksia:

In utero

- DJJ irregular dan frekuensinya lebih dari160 atau kurang dari 100 kali per menit- Terdapat mekonium dalam air ketuban- Amnioskopi, kardiotokografi, ultrasonografi

Setelah bayi lahir

- Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan - Denyut lemah- Pernapasan tidak ada atau megap-megap- Kehilangan tonus otot- Refleks hilang atau berakhir

12

Page 13: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Acute Respiratory Distress Syndrom (ARDS)

ARDS merupakan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler terhadap air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus dan akumulasi cairan yang mengandung protein dalam parenkim paru.

Dasar definisi dipakai kosensus komite konferensi ARDS Amerika-Eropa tahun 1994, yaitu:

a. gagal napas (respiratory failure) dengan onset akutb. rasio tekanan oksigen pembuluh arteri berbanding fraksi oksigen yang diinspirasi

(PaO2/FIO20 <200mmHg-hipoksemia beratc. Ro thorak: infiltrate alveolar bilateral yang sesuai dengan edema paru d. Tekanan baji kapiler pulnomer (pulmonary capillary wedge pressure)<18 mmHg, tanpa

tanda klinis adanya hiertensi arterial kiri.8

Penyebab pasti sindrom ini masih belum diketahui, tetapi pada umumnya diduga karena pematangan paru yang belum sempurna. Faktor-faktor risikonya adalah :

Asfiksia Persalinan seksio sesaria Ibu dengan diabetes. Faktor genetik ( Ras kulit putih, riwayat RDS pada persalinan sebelumnya) Bayi kurang bulan (usia kehamilan 35 minggu) Ibu dengan gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan, perdarahan antepartum

Gagal nafas (RDS – respiratory distress syndrome) pada kondisi defisiensi surfaktan sekunder merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian bayi preterm. Def siensi surfaktan sekunder ini juga dapat menyebabkan terjadinya gagal nafas pada neonatus matur dengan sindrom aspirasi mekonium, penumonia dan sepsis, dan mungkin juga perdarahan paru. Risiko RDS meningkat seiring dengan penurunan usia kehamilan.

Sedangkan faktor maternal meliputi: DM, ras kulit putih, janin laki-laki. Asfiksia serta sepsis turut meningkatkan risiko RDS. Secara umum, akan terjadi RDS pada 60% neonates usia kehamilan < 29 minggu. Secara alamiah, tubuh janin akan memproduksi surfaktan untuk persiapan pernafasan spontan pada saat dilahirkan. Surfaktan disintesis oleh sel-sel pneumosit tipe II, selanjutnya akan disekresikan dan membentuk surfaktan monolayer pada permukaan alveolus. Surfaktan paru ini mengandung 80% fosfolipin, 8% lemak netral, dan 12% protein termasuk protein dari plasma dan jaringan paru. Secara fi siologi surfaktan ini mempunyai fungsi antara lain: menurunkan tekanan permukaan alveolus, menjaga secara dinamis permukaan alveolus pada saat proses pernafasan (penarikan dan peregangan permukaan alveolus), serta membantu proses difusi antara udara pada alveolus. Selain tindakan yang secara umum dilakukan untuk penanganan RDS seperti: oksigenasi dengan pemasangan ventilasi mekanik, penggunaan kortikosteroid (saat ini mulai ditinggalkan), SRT (surfactant replacement therapy) merupakan terapi yang mempunyai bukti ilmiah kuat. SRT merupakan tindakan pemberian

13

Page 14: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

surfaktan eksogen; saat ini dikenal dua jenis surfaktan utama: a) surfaktan natural merupakan derivat paru-paru hewan yang diperoleh dengan teknik ekstraksi, dan b) surfaktan sintentik dan rekombinan yang salah satunya adalah Lucinactant. Lucinactant merupakan surfaktan sintetik yang mengandung fosfolipid dan peptid sinpultide, yang didisain mempunyai fungsi mirip dengan protein surfaktan B. Lucinactant ini sebelumnya dikembangkan untuk mencegah dan mengobati RDS (respiratory distress syndrome) yang disebabkan oleh defi siensi surfaktan.

4. Penatalaksanaan

Obat-obatan jarang diberikan pada resusitasi bayi baru lahir. Bradikardi pada bayi baru lahir biasanya disebabkan oleh ketidaksempurnaan pengembangan dada atau hipoksemia, dimana kedua hal tersebut harus dikoreksi dengan pemberian ventilasi yang adekuat. Namun bila bradikardi tetap terjadi setelah VTP dan kompresi dada yang adekuat, obat-obatan seperti epinefrin atau volume ekspander dapat diberikan. Obat yang diberikan pada fase akut resusitasi adalah epinefrin. Obat-obat lain digunakan pada pasca resusitasi atau pada keadaan khusus lainnya. 6

Epinefrin

Indikasi pemakaian epinefrin adalah frekuensi jantung kurang dari 60x/menit setelah dilakukan VTP dan kompresi dada secara terkoordinasi selama 30 detik. Epinefrin tidak boleh diberikan sebelum melakukan ventilasi adekuat karena epinefrin akan meningkatkan beban dan konsumsi oksigen otot jantung. Dosis yang diberikan 0,3 ml/kgBB larutan1:10.000 (setara dengan 0,01-0,03 mg/kgBB) intravena atau melalui selang endotrakeal. Dosis dapat diulang 3-5 menit secara intravena bila frekuensi jantung tidak meningkat. Dosis maksimal diberikan jika pemberian dilakukan melalui selang endotrakeal.2

Volume Ekspander

Volume ekspander diberikan dengan indikasi sebagai berikut: bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi, hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil atau lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Dosis awal 10 ml/kg BB IV pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa larutan kristaloid isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat) atau tranfusi golongan darah O negatif jika diduga kehilangan darah banyak.

Bikarbonat

Indikasi penggunaan bikarbonat adalah asidosis metabolik pada bayi baru lahir yang mendapatkan resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas darah dan kimiawi. Dosis yang digunakan adalah 2 mEq/kg BB atau 4 ml/kg BB BicNat yang

14

Page 15: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

konsentrasinya 4,2 %. Bila hanya terdapat BicNat dengan konsetrasi 7,4 % maka diencerkan dengan aquabides atau dekstrosa 5% sama banyak. Pemberian secara intra vena dengan kecepatan tidak melebihi dari 1 mEq/kgBB/menit.

Nalokson

Nalokson hidroklorida adalah antagonis narkotik diberikan dengan indikasi depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik dalam waktu 4 jam sebelum melahirkan. Sebelum diberikan nalokson ventilasi harus adekuat dan stabil. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya dicurigai sebagai pecandu obat narkotika, sebab akan menyebabkan gejala putus obat pada sebagian bayi. Cara pemberian intravena atau melalui selang endotrakeal. Bila perfusi baik dapat diberikan melalui intramuskuler atau subkutan. Dosis yang diberikan 0,1 mg/kg BB, perlu diperhatikan bahwa obat ini tersedia dalam 2 konsentrasi yaitu 0,4 mg/ml dan 1 mg/ml.

5. Komplikasi

Kalau upaya resusitasi tidak segera berhasil, kegagalan mungkin disebabakan oleh kesalahan teknik yang mudah diperbaiki. Kesalahan umum ini meliputi hal-hal berikut:

a. Tidak memeriksa perlengkapan resusitasi lebih dahulu- Kantung resusitasi rusak- Laringoskop dengan cahaya yang redup atau berkedip

b. Penggunaan meja resusitasi yang dinginc. Intubasi tidak berhasil

- Hiperekstansi leher- Penyedotan tidak adekuat- Kekuatan yang diberikan berlebihan- Penggunaan ukuran pipa endotrakeal yang tidak sesuai

d. Ventilasi tidak adekuat- Posisi kepala tidak tepat- Pemasangan masker tidak tepat- Penempatan pipa trakea kedalam esophagus- Kegagalan fiksasi pipa trakea

e. Kegagalan mendeteksi dan menentukan penyebab buruknya gerakan dada dan bradikardi persisten

f. Kegagagaln mendeteksi dan mengatasi hipovolemig. Kegagalan melakukan masase jantung.2

15

Page 16: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

Tabel 3. Komplikasi yang mungkin terjadi dan perawatan pasca resusitasi yang dilakukan

Sistem organ Komplikasi yang mungkin Tindakan pasca resusitasi

Otak - Apnu- Kejang

- Pemantauan apnu - Bantuan ventilasi kalau perlu - Pantau gula darah, elektrolit - Pencegahan hipotermia - Pertimbang terapi anti kejang

Paru-paru - hipertensi pulmoner- pneumonia- pneumotoraks- takipnu transien- sindrom aspirasi- mekonium- defisiensi surfaktan

-Pertahankan ventilasi dan oksigenasi

-Pertimbangkan antibiotika -Foto toraks bila sesak napas -Pemberian oksigen alir bebas -Tunda minum bila sesak -Pertimbangkan pemberian

surfaktan

Kardiovaskular - Hipotensi -Pemantauan tekanan darah dan frekuensi jantung

-Pertimbangkan inotropik (misal dopamin) dan/atau cairan penambah volume darah

Ginjal - nekrosis tubuler akut - Pemantauan produksi urin - Batasi masukan cairan bila ada

oliguria dan volume vaskuler adekuat

- Pemantauan kadar elektrolit

Gastrointestinal - Ileus- enterokolitis- nekrotikans

- Tunda pemberian minum - Berikan cairan intravena - Pertimbangkn nutrisi parenteral

Metabolik/Hematologic

- Hipoglikemia- hipokalsemia- hiponatremia- anemia- trombositopenia

- Pemantauan gula darah - Pemantauan elektrolit - Pemantauan hematokrit - Pemantauan trombosit

16

Page 17: Pbl 29-Asfiksia Emergency Medicine -Rozma

DAFTAR PUSTAKA

1. Manuaba.B.I.G, Manuaba Chandranita.A.I, Manuaba Fajar .B.I.G. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC;2007.h.492-6.

2. Cunningham Gary.F. Obstetri william. Edisi ke 21. Vol 1. Jakarta:EGC;2006.h.423-34.3. American Academy of Pediatrics and American College of Obstetricians and

Gynaecologists. Care of the neonate. Guidelines for perinatal care. Gilstrap LC, Oh W, editors. Elk Grove Village (IL): American Academy of Pediatrics; 2002: 196-7.

4. Lee, et.al. Risk Factors for Neonatal Mortality Due to Birth Asphyxia in Southern Nepal: A Prospective, Community-Based Cohort Study. Pediatrics 2008; 121:e1381-e1390 (doi:10.1542/peds.2007-1966)

5. McGuire W. Perinatal asphyxia. Clin Evid 2006;15:1–2. 6. American Academy of Pediatrics dan American Heart Association. Buku panduan resusitasi

neonatus. Edisi ke-5. Jakarta: Perinasia; 2006.7. World Health Organization. Basic Newborn Resuscitation: A Practical Guide-Revision.

Geneva: World Health Organization; 1999. Diunduh dari: www.who.int/reproductive-health/publications/newborn_resus_citation/index.html, 10 November 2012.

8. Sudoyo.A.W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata.K.Marcellus, Setiati Siti. Buku ilmu penyakit dalam. Edisi ke-4.Jakarta: Interna Publish;2009.h.234-41.

17