skenario 1 blok emergency dimasadriyonow 1102012067

31
Dimas Adriyono Wibowo Blok Emergency 1102012067 Skenario 1 “Perdarahan Persalinan” 1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan 1.1 Definisi Hipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal. 1.2 Etiologi Penyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi 1. Faktor kardio-reno-vaskuler Glomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia. Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan . 2. Faktor trauma Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas, versi luar atau tindakan pertolongan persalinan Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain- lain. 3. Faktor paritas ibu Lebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian menerangkan bahwa makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium. 4. Faktor usia ibu Makin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

Upload: dimas-adriyono

Post on 11-Dec-2015

243 views

Category:

Documents


8 download

DESCRIPTION

skenario 1 blok emergency

TRANSCRIPT

Page 1: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Dimas Adriyono Wibowo Blok Emergency

1102012067 Skenario 1 “Perdarahan Persalinan”

1. Memahami dan Menjelaskan Hipertensi dalam Kehamilan

1.1 DefinisiHipertensi dalam kehamilan adalah adanya tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih setelah kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya normotensif, atau kenaikan tekanan sistolik 30 mmHg dan atau tekanan distolik 15 mmHg di atas nilai normal.

1.2 EtiologiPenyebab primer belum diketahui pasti, namun ada beberapa faktor yang menjadi predisposisi

1. Faktor kardio-reno-vaskulerGlomerulonefritis kronik, hipertensi essensial, sindroma preeklamsia dan eklamsia.

Pada penelitian di Parkland, ditemukan bahwa terdapat hipertensi pada separuh kasus solusio plasenta berat, dan separuh dari wanita yang hipertensi tersebut mempunyai penyakit hipertensi kronik, sisanya hipertensi yang disebabkan oleh kehamilan.

2. Faktor trauma

Dekompresi uterus pada hidroamnion dan gemeli. Tarikan pada tali pusat yang pendek akibat pergerakan janin yang banyak/bebas,

versi luar atau tindakan pertolongan persalinan Trauma langsung, seperti jatuh, kena tendang, dan lain-lain.

3. Faktor paritas ibuLebih banyak dijumpai pada multipara dari pada primipara. Beberapa penelitian

menerangkan bahwa  makin tinggi paritas ibu makin kurang baik keadaan endometrium.

4. Faktor usia ibuMakin tua umur ibu, makin tinggi frekuensi hipertensi menahun.

5. Leiomioma uteri (uterine leiomyoma) yang hamil dapat menyebabkan solusio plasenta apabila plasenta berimplantasi di atas bagian yang mengandung leiomyoma.

6. Faktor pengunaan kokainPenggunaan kokain mengakibatkan peninggian tekanan darah dan peningkatan

pelepasan katekolamin yang bertanggung jawab atas terjadinya vasospasme pembuluh darah uterus dan berakibat terlepasnya plasenta. Namun, hipotesis ini belum terbukti secara definitive.

7. Faktor kebiasaan merokok.Ibu yang perokok juga merupakan penyebab peningkatan kasus solusio plasenta

sampai dengan 25% pada ibu yang merokok ≤ 1 (satu) bungkus per hari. Ini dapat diterangkan pada ibu yang perokok plasenta menjadi tipis, diameter lebih luas dan beberapa abnormalitas pada mikrosirkulasinya.

Page 2: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

8. Riwayat solusio plasenta sebelumnyaHal yang sangat penting dan menentukan prognosis ibu dengan riwayat solusio

plasenta adalah bahwa resiko berulangnya kejadian ini pada kehamilan berikutnya jauh lebih tinggi dibandingkan dengan ibu hamil yang tidak memiliki riwayat solusio plasenta.

9. Pengaruh lain, seperti anemia, malnutrisi/defisiensi gizi, tekanan uterus pada vena cava inferior dikarenakan pembesaran ukuran uterus oleh adanya kehamilan, dan lain-lain.

1.3 KlasifikasiKlasifikasi yang dipakai di Indonesia adalah berdasarkan Report of the National High Blood Pressure Education Program Working Group on High Blood Pressure in Pregnancy tahun 2001, ialah:

1. Hipertensi kronik2. Preeclampsia-eklamsia3. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia4. Hipertensi gestasional.

Penjelasan pembagian klasifikasi

1. Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minngu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetapsampai 12 minggu persalinan.

2. Preeklamsia adalah hypertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria

3. Eklamsia adalah preeklamsi yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma4. Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik

disertai tanda-tanda preeklamsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria5. Hipertensi gestasional( disebut juga transient hypertension) adalah hipertensi yang

timbul pada kehamilan tanpa disertai dengan proteinuria dan hypertensi menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.

1.4 PatofisiologiPenyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dekemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satu pun teori tersebut dianggap mutlak benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:

1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin4. Teori adaptasi kardiovaskularori genetic5. Teori defisiensi gizi6. Teori inflamasi7. Teori Stimulasi Inflamasi

2

Page 3: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

1) Teori kelainan vaskularisasi plasenta

Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang – cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

2) Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel

a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas

Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH) yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel

b. Disfungsi Endotel

Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan menyebabkan terjadinya :

a) Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2) yang merupakan suatu vasodilator kuat.

b) Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam Keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah.

c) Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .d) Peningkatan permeabilitas kapiler.e) Peningkatan produksi bahan – bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO

menurun sedangkan endotelin meningkat.f) Peningkatan faktor koagulasi

3

Page 4: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

3) Teori intoleransi imunologik ibu dan janin

Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.

4) Teori Adaptasi kardiovaskular

Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter ini terjadi akibat adanya sintesis prostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.

5) Teori Genetik

Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26% anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu mengalami pre eklamsia.

6) Teori Defisiensi Gizi

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.

7) Teori Stimulasi Inflamasi

Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat. Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala – gejala pre eklamsia pada ibu.

4

Page 5: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

1.5 Diagnosis dan Diagnosis Banding

Diagnosis Hipertensi Dalam Kehamilan

1. HG-Hipertensi Gestasional

TD-Tekanan darah ≥ 140/90 mmHg terjadi pertama kali dalam kehamilan. Tidak terdapat Proteinuria, Tekanan darah kembali normal dalam waktu < 12 minggu pasca persalinan. Diagnosa akhir hanya dapat ditegakkan pasca persalinan. Dapat disertai dengan gejala PE Berat : nyeri epgastrium atau trombositopenia.

2. Preeclampsia

1. Pre eclampsia ringan Diagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasarkan timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu.- Hipertensi : Sistolik/diastolic ≥ 14/90 mm Hg. Kenaikan sistolik ≥ 30 mmHg dan kenaikan diastolic ≥ 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria pre eclampsia- Proteinuria : ≥ 300 mg/24 jam atau ≥ +1 dipstick- Edema : edema local tidak dimasukan dalam kriteria pre eclampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisata.2. Pre eclampsia Berat

Diagnosis ditegakkan berdasarkan kriteria preeklampsia berat sebagaimana tercantum di bawah ini. Preeklampsia di golongkan preeklampsia berat bila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut.- Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah diastolic ≥ 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun meskipun ibu hamil sudah di rawat di rumah sakit dan menjalani tirah baring.- Proteinuria lebih 5 g/ 24 jam atau 4 + dalam pemeriksaan kualitatif- Oliguria yaitu produksi urin kurang dari 500 cc/ 24 jam- Kenaikan kadar kreatinin plasma- Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala , scotoma dan pandangan kabur- Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen (tereganggnya kapsula glisonni)- Edema paru-paru dan sianosis- Hemolisis mikroangiopati- Trombositopenia berat: < 100.000 sel /mm3 atau penurunan trombosit dengan cepat- Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatosellular): peningkatan kadar alanine dan aspartate aminotransferase- Sindrom HELLP (Hemolisis Evaluated Liver enzymes Low Platelets count)

3. Eklampsia

Kejang yang tidak diakibatkan oleh sebab lain pada penderita pre eklampsia

4. Superimposed Preeklampsia ( pada hipertensi kronik )

Proteinuria “new onset” ≥ 300 mg / 24 jam pada penderita hipertensi yang tidak menunjukkan adanya proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu. Atau Peningkatan TD

5

Page 6: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

atau kadar proteinuria secara tiba tiba atau trombositopenia < 100.000/mm3 pada penderita hipertensi dan proteinuria sebelum kehamilan 20 minggu.

5. Hipertensi Kronis

TD ≥ 140 / 90 mmHg sebelum kehamilan atau sebelum kehamilan 20 minggu dan tidak terkait dengan penyakit trofoblas gestasional

HT terdiagnosa pertama kali setelah kehamilan 20 minggu dan menetap sampai > 12 minggu pasca persalinan.

ALT = Alanin aminotranferase AST = Aspartate aminotranferase

LDH = Lactate Dehydrogenase

Diadaptasi dari National High Blood Presssure in Pregnancy (2000)

Dari : Cunningham FG et al : Hypertensive Disorder In Pregnancy in “ Williams Obstetrics” , 22nd ed, McGraw-Hill, 2005

Diagnosis Banding

Kejang pada eklampsia harus dipikirkan kemungkinan kejang karena penyakit lain. Oleh karena itu diagnosis banding eklamsia menjadi sangat penting, misalnya perdarahan otak, hipertensi, lesi otak, kelainan metabolok, meningitis, epilepsi iatrogenik. Eklampsia selalu didahului oleh pre-eklampsia. Perawatan pranatal untuk kehamilan dengan predisposisi preeklampsia perlu ketat dilakukan agar dapat dikenal sedini mungkin gejala-gejala prodoma preeklampsia. Sering dijumpai perempuan hamil yang tampak sehat mendadak kejang-kejang eklampsia, karena tidak terdeteksi adanya preeklampsia sebelumnya.

Kejang-kejang dimulai dengan kejang tonik. Tanda-tanda kejang tonik adalah dengan dimulainya gerakan kejang berupa twitching dari otot-otot muka khususnya sekitar mulut, yang beberapa detik kemudian disusul kontraksi otot-otot tubuh yang menegang, sehingga seluruh tubuh menjadi kaku. Pada keadaan ini wajah penderita mengalami distorsi, bola mata menonjol, kedua lengan fleksi, tangan menggenggam, kedua tungkai dalam posisi invers. Semua otot tubuh pada saat ini dalam keadaan kontraksi tonik. Keadaan ini berlangsung 15-30 detik.

Kejang tonik ini segera disusul dengan kejang klonik. Kejang klonik dimulai dengan terbukanya rahang dengan tiba-tiba dan tertutup kembali dengan kuat disertai pula dengan terbuka dan tertutupnya kelopak mata. Kemudian disusul dengan kontraksi intermiten pada otot muka dan otot-otot seluruh tubuh. Begitu kuat kontraksi otot-otot tubuh ini sehingga seringkali penderita terlempar dari tempat tidur. Seringkali pula lidah tergigit akibat kontraksi otot rahang yang terbuka. Dari mulut keluar liur yang berbusa yang kadang-kadang disertai dengan bercak-bercak darah. Wajah tampak membengkak karena kongesti dan pada konjungtiva mata dijumpai titik-titik perdarahan.

6

Page 7: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Pada waktu timbul kejang, diafragma terfiksir sehingga pernafasan tertahan, kejang klonik terjadi kurang lebih 1 menit. Setelah itu berangsur-angsur kejang melemah dan akhirnya penderita diam tidak bergerak.

Lama kejang klonik ini kurang lebih 1 menit kemudian berangsur-angsur kontraksi melemah dan akhirnya berhenti serta penderita jatuh ke dalam koma. Pada waktu timbulo kejang, tekanan darah dengan cepat meningkat. Demikian juga suhu badan meningkat yang mungkin oleh karena gangguan cerebral. Penderita mengalami Incontinensia disertai dengan oli guria atau anuria dan kadang-kadang terjadi aspirasi bahan muntah.

Koma yang terjadi setelah kejang, berlangsung sangat bervariasi dan bila tidak segera tidak diberi obat-obat anti kejang akan segera disusul dengan episode kejang berikutnya. Setelah berakhirnya kejang, frekuensi pernafasan meningkat, dapat mencapai 50 kali permenit akibat terjadinya hiperkardia atau hipoksia. Pada beberapa kasus bahkan dapat menimbulkan sianosis. Penderita yang sadar kembali dari koma umumnya mengalami disorientasi dan sedikit gelisah.

1.6 Terapi

Manajemen Pre eclampsia ringanTatalaksana preeklampsia yang paling utama adalah terminasi kehamilan. Keputusan terminasi kehamilan bergantung pada beberapa hal, seperti beratnya penyakit, kematangan janin, kondisi ibu dan janin, serta kondisi serviks

7

Temuan ibu dan janin

Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

Atau

Usia kehamilan 34 minggu atau lebih

Dengan:

Tanda inpartu atau KPD

Hasil CTG abnormal

Perkiraan berat bayi melalui USG lebih rendah dari 5 %

Curiga abruptio placentae

Usia kehamilan 37 minggu

Rawat inap atau rawat jalan dengan evaluasi setiap 2 minggu

Evaluasi janin:

Dengan preeklampsia : 2 minggu sekali dengan uji nonstress

Dengan hipertensi gestasional :1 minggu sekali dengan uji nonstress

TDK

YA

Lahirkan (Terminasi kehamilan)

Prostaglandin jika diperlukan untuk induksi

Usia kehamilan 37 minggu atau lebih

Kondisi ibu atau janin memburuk

Inpartu atau KPD

YA

Gambar 1. Manajemen Hipertensi Gestasional ringan atau preeklampsia tanpa tanda bahaya

Page 8: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Manajemen Pre eclampsia berat

Eklampsia Prioritas utama adalah menjaga jalan napas agar tetap bebas serta mencegah cedera dan aspirasi ini lambung. Diazepam dan lorazepam hanya boleh digunakan jika kejang tetap bertahan. Pemberian MgSO4 parenteral sangatlah direkomendasikan untuk pasien eclampsia setelah kejang berlalu.

Hipertensi kronis dalam kehamilanBeberapa anti hipertensi lini pertama yang dapat digunakan dalam kehamilan adalah:

- Metildopa 500-2000 mg dibagi dalam 2-4 dosis sehari. Metildopa merupakan golongan α adrenergic yang diekskresikan terutama melalui ginjal efek samping utamanya adalah sedasi dan hipotensi postural

- Labetalol dosis awal 2 x 100 mg dapat dinaikan setiap minggu sampai maksimal 2400mg sehari. Titrasi dosis tidak boleh lebih dari 2x200 mg setiap harinya

- Nifedipin dengan dosis 30 mg sehari. Nifedipin harus hati-hati digunakan pada pasien yang mendapatkan MgSO4 karena berpotensi memperkuat blockade kanal kalsium pada otot.

- Antihipertensi golongan ACE Blocker dan ARB merupakan kontraindikasi karena dapat menyebabkan defek ginjal, anuria, dan kematian janin

1.7 PencegahanBeberapa poin terbaru dikeluarkan oleh ACOG pada tahun 2013 mengenai pencegahan preeklampsia:

Pemberian aspirin 60-80 mg/hari dimulai pada akhir trisemester pertama disarankan pada perempuan dengan riwayat eclampsia dan kelahiran preterm kurang dari 34 minggu atau preeklampsia pada lebih dari satu kehamilan sebelumnya

8

Page 9: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Tirah baring atau pembatasan aktivitas fisik lain tidak disarankan sebagai pencegahan primer preklampsia dan komplikasinya

Asupan garam harian disarankan untuk tidak restriksi selama kehamilan untuk pencegahan preeklampsia

1.8 Komplikasi

1. Perubahan Kardiovaskuler

Perubahan ini pada dasarnya berkaitan dengan meningkatnya afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang secara nyata dipengaruhioleh berkurangnya secara patologis hipervolemia kehamilan.

2. Perubahan hematologis

3. Gangguan fungsi ginjal

4. Edema paru

1.9 PrognosisPrognosis selalu dipengaruhi oleh komplikasi yang menyertai penyakit tersebut. Prognosis untuk hipertensi dalam kehamilan selalu serius. Penyakit ini adalah penyakit paling berbahaya yang dapat mengenai wanita hamil dan janinnya. Angka kematian ibu akibat hipertensi ini telah menurun selama 3 dekade terakhir ini dari 5% -10% menadi kurang dari 3% kasus.

2. Memahami dan menjelaskan Perdarahan Antepartum (Solutio Plasenta)

2.1 DefinisiSolusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta dari tempat implantasinta yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya lahir. Solusio plasenta merupakan hasil akhir dari suatu proses yang bermula dari suatu keadaan yang dapat memisahkan vili-vili korialis plasenta dari tempat implantasinya pada desidua basalis, sehingga terjadi perdarahan.

2.2 Epidemiologi

Insiden solusio plasenta bervariasi antara 0,2-2,4 % dari seluruh kehamilan. Literatur lain menyebutkan insidennya 1 dalam 77-89 persalinan, dan bentuk solusio plasenta berat 1 dalam 500-750 persalinan . Slava dalam penelitiannya melaporkan insidensi solusio plasenta di dunia adalah 1% dari seluruh kehamilan. Di sini terlihat bahwa tidak ada angka pasti untuk insiden solusio plasenta, karena adanya perbedaan kriteria menegakkan diagnosisnya.

Penelitian Cunningham di Parkland Memorial Hospital melaporkan 1 kasus dalam 500 persalinan. Tetapi sejalan dengan penurunan frekuensi ibu dengan paritas tinggi, terjadi pula penurunan kasus solusio plasenta menjadi 1 dalam 750 persalinan. Menurut hasil penelitian yang dilakukan Deering didapatkan 0,12% dari semua kejadian solusio

9

Page 10: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

plasenta di Amerika Serikat menjadi sebab kematian bayi. Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Ducloy di Swedia melaporkan dalam 894.619 kelahiran didapatkan 0,5% terjadi solusio plasenta.

Cunningham di Amerika Serikat melakukan penelitian pada 763 kasus kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan. Hasilnya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel Kematian ibu hamil yang disebabkan perdarahan.

No. Penyebab Perdarahan Sampel (%)

1. Solusio Plasenta 141 19

2. Laserasi/ Ruptura uteri 125 16

3. Atonia Uteri 115 15

4. Koagulopathi 108 14

5. Plasenta Previa 50 7

6. Plasenta Akreta/ Inkreta/ Perkrata 44 6

7. Perdarahan Uterus 44 6

8. Retained Placentae 32 4

Pada tabel diketahui bahwa solusio plasenta menempati tempat pertama sebagai penyebab kematian ibu hamil yang disebabkan oleh perdarahan dalam masa kehamilan.

Menurut data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSUPNCM) Jakarta didapat angka 2% atau 1 dalam 50 persalinan. Antara tahun 1968-1971 solusio plasenta terjadi pada kira-kira 2,1% dari seluruh persalinan, yang terdiri dari 14% solusio plasenta sedang dan 86% solusio plasenta berat. Solusio plasenta ringan jarang didiagnosis, mungkin karena penderita terlambat datang ke rumah sakit atau tanda-tanda dan gejalanya terlalu ringan sehingga tidak menarik perhatian penderita maupun dokternya.

2.3 Etiologi

Penyebab primer dari solusio plasenta tidak diketahui tetapi berikut ini adalah beberapa

faktor resiko solusi plasenta :

Riwayat dahulu solusio plasenta / solusio plasenta rekurens Ketuban pecah preterm/korioamnionitis Sindrom pre-eklampsia Hipertensi kronik Merokok/nikotin Mioma di belakang plasenta terutama mioma submukosum Gangguan sistem pembekuan darah seperti trombofilia.

10

Page 11: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Acquired antiphospholipid autoantibodies Trauma abdomen dalam kehamilan Plasenta sirkumvalata Usia muda

2.4 Patofisiologi1) Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk

hematoma pada desidua,sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila perdarahan sedikit,hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,pedarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu,dan tanda serta gejala pun belum jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir,yang pada pemeriksaan di dapatkan cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-hitaman.

Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan perdarahannya. Akibatnya hematoma retroplasenter akan bertambah besar,sehingga sebagian dan seluruh plasenta lepas dari dinding uterus. Sebagian darah akan menyeludup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ektravasasi di antara serabut-serabut otot uterus.

Apabila ektravasasinya berlangsung hebat,maka seluruh permukaan uterus akan berbercak biru atau ungu. Hal ini di sebut uterus Couvelaire (Perut terasa sangat tegang dan nyeri). Akibat kerusakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter,maka banyak trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu,sehinga terjadi pembekuan intravaskuler dimana-mana,yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di uterus tetapi juga pada alat-alat tubuh yang lainnya.

Keadaan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus. Apabila sebagian besar atau seluruhnya terlepas,akan terjadi anoksia sehingga mengakibatkan kematian janin. Apabila sebagian kecil yang terlepas,mungkin tidak berpengaruh sama sekali,atau juga akan mengakibatkan gawat janin. Waktu sangat menentukan beratnyaa gangguan pembekuan darah,kelainan ginjal,dan keadaan janin. Makin lama penanganan solusio plasenta sampai persalinan selesai,umumnya makin hebat komplikasinya.

2) Pada solusio plasenta,darah dari tempat pelepasan akan mencari jalan keluar antara selaput janin dan dinding rahim hingga akhirnya keluar dari serviks hingga terjadilah perdarahan keluar atau perdarahan terbuka.

Terkadang darah tidak keluar,tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta. Perdarahan semacam ini disebut perdarahan ke dalam atau perdarahan tersembunyi.

Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi menimbulkan tanda yang lebih khas karena seluruh perdarahan tertahan di dalam dan menambah volume uterus. Umumnya

11

Page 12: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

lebih berbahaya karena jumlah perdarahan yang keluar tidak sesuai dengan beratnya syok. Perdarahan pada solusio plasenta terutama berasal dari ibu,namun dapat juga berasal dari anak.

Perdarahan keluar Perdarahan tersembunyi

1. Keadaan umum penderita relative lebih baik.

2. Plasenta terlepas sebagian atau inkomplit.

3. Jarang berhubungan dengan hipertensi.

1. Keadaan penderita jauh lebih jelek.

2. Plasenta terlepas luas,uterus

keras/tegang.

3. Sering berkaitan dengan hipertensi.

Terlepasnya plasenta sebelum waktunya menyebabkan timbunan darah antara plasenta dan dinding uterus yang menimbulkan gangguan penyulit terhadap ibu dan janin.

Penyulit terhadap ibu Penyulit terhadap janin

1. Berkurangnya darah dalam sirkulasi darah umum

2. Terjadi penurunan tekanan darah,peningkatan nadi dan pernapasan

3. Ibu tampak anemis

4. Dapat timbul gangguan pembekuan darah,karena terjadi pembekuan intravaskuler diikuti hemolisis darah sehingga fibrinogen makin berkurang dan memudahkan terjadinya perdarahan (hipofibrinogenemia)

5. Dapat timbul perdarahan packapartum setelah persalinan karena atonia uteri atau gangguan pembekuan darah

6. Dapat timbul gangguan fungsi ginjal dan terjadi emboli yang menimbulkan komplikasi sekunder

7. Timbunan darah yang meningkat dibelakang plasenta dapat menyebabkan uterus menjadi keras,padat dan kaku.

1. Tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai kematian dalam uterus.

2.5 Tatalaksana

12

Page 13: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Penanganan kasus-kasus solusio plasenta didasarkan kepada berat atau ringannya gejala klinis, yaitu:

a. Solusio plasenta ringan

Ekspektatif, bila usia kehamilan kurang dari 36 minggu dan bila ada perbaikan (perdarahan berhenti, perut tidak sakit, uterus tidak tegang, janin hidup) dengan tirah baring dan observasi ketat, kemudian tunggu persalinan spontan.

Bila ada perburukan (perdarahan berlangsung terus, gejala solusio plasenta makin jelas, pada pemantauan dengan USG daerah solusio plasenta bertambah luas), maka kehamilan harus segera diakhiri. Bila janin hidup, lakukan seksio sesaria, bila janin mati lakukan amniotomi disusul infus oksitosin untuk mempercepat persalinan.

b. Solusio plasenta sedang dan berat

Apabila tanda dan gejala klinis solusio plasenta jelas ditemukan, penanganan di rumah sakit meliputi transfusi darah, amniotomi, infus oksitosin dan jika perlu seksio sesaria.

Apabila diagnosis solusio plasenta dapat ditegakkan berarti perdarahan telah terjadi sekurang-kurangnya 1000 ml. Maka transfusi darah harus segera diberikan. Amniotomi akan merangsang persalinan dan mengurangi tekanan intrauterin. Keluarnya cairan amnion juga dapat mengurangi perdarahan dari tempat implantasi dan mengurangi masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi ibu yang mungkin akan mengaktifkan faktor-faktor pembekuan dari hematom subkhorionik dan terjadinya pembekuan intravaskuler dimana-mana. Persalinan juga dapat dipercepat dengan memberikan infus oksitosin yang bertujuan untuk memperbaiki kontraksi uterus yang mungkin saja telah mengalami gangguan.

Gagal ginjal sering merupakan komplikasi solusio plasenta. Biasanya yang terjadi adalah nekrosis tubuli ginjal mendadak yang umumnya masih dapat tertolong dengan penanganan yang baik. Tetapi bila telah terjadi nekrosis korteks ginjal, prognosisnya buruk sekali. Pada tahap oliguria, keadaan umum penderita umumnya masih baik. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang teliti yang harus secara rutin dilakukan pada penderita solusio plasenta sedang dan berat, apalagi yang disertai hipertensi menahun dan preeklamsia. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang, pemberantasan infeksi yang mungkin terjadi, mengatasi hipovolemia, menyelesaikan persalinan secepat mungkin dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

Kemungkinan kelainan pembekuan darah harus selalu diawasi dengan pengamatan pembekuan darah. Pengobatan dengan fibrinogen tidak bebas dari bahaya hepatitis, oleh karena itu pengobatan dengan fibrinogen hanya pada penderita yang sangat memerlukan, dan bukan pengobatan rutin. Dengan melakukan persalinan secepatnya dan transfusi darah dapat mencegah kelainan pembekuan darah.

13

Page 14: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Persalinan diharapkan terjadi dalam 6 jam sejak berlangsungnya solusio plasenta. Tetapi jika itu tidak memungkinkan, walaupun sudah dilakukan amniotomi dan infus oksitosin, maka satu-satunya cara melakukan persalinan adalah seksio sesaria.

Apoplexi uteroplacenta (uterus couvelaire) tidak merupakan indikasi histerektomi. Akan tetapi, jika perdarahan tidak dapat dikendalikan setelah dilakukan seksio sesaria maka tindakan histerektomi perlu dilakukan.

2.6 DiagnosisKeluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini. Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namun juga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehingga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.

Menurut penelitian retrospektif yang dilakukan Hurd dan kawan-kawan pada 59 kasus solusio plasenta dilaporkan gejala dan tanda pada solusio plasenta:

Tabel 2. 2 Tanda dan Gejala Pada Solusio Plasenta

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perdarahan pervaginam merupakan gejala atau tanda dengan frekuensi tertinggi pada kasus-kasus solusio plasenta.

Berdasarkan kepada gejala dan tanda yang terdapat pada solusio plasenta klasik umumnya tidak sulit menegakkan diagnosis, tapi tidak demikian halnya pada bentuk solusio plasenta sedang dan ringan. Solusio plasenta klasik mempunyai ciri-ciri nyeri yang hebat pada perut yang datangnya cepat disertai uterus yang tegang terus menerus

No. Tanda atau Gejala Frekuensi (%)

1. Perdarahan pervaginam 78

2. Nyeri tekan uterus atau nyeri pinggang 66

3. Gawat janin 60

4. Persalinan prematur idiopatik 22

5. Kontraksi berfrekuensi tinggi 17

6. Uterus hipertonik 17

7. Kematian janin 15

14

Page 15: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

seperti papan, penderita menjadi anemia dan syok, denyut jantung janin tidak terdengar dan pada pemeriksaan palpasi perut ditemui kesulitan dalam meraba bagian-bagian janin.

Prosedur pemeriksaan untuk dapat menegakkan diagnosis solusio plasenta antara lain :

1. Anamnesis

Perasaan sakit yang tiba-tiba di perut, kadang-kadang pasien dapat menunjukkan tempat yang dirasa paling sakit.

Perdarahan pervaginam yang sifatnya dapat hebat dan sekonyong-konyong (non-recurrent) terdiri dari darah segar dan bekuan-bekuan darah yang berwarna kehitaman.

Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan akhirnya berhenti (anak tidak bergerak lagi).

Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat, mata berkunang-kunang. Ibu terlihat anemis yang tidak sesuai dengan jumlah darah yang keluar pervaginam.

Kadang ibu dapat menceritakan trauma dan faktor kausal yang lain.

2. Inspeksi

Pasien gelisah, sering mengerang karena kesakitan. Pucat, sianosis dan berkeringat dingin. Terlihat darah keluar pervaginam (tidak selalu).

3. Palpasi

Tinggi fundus uteri (TFU) tidak sesuai dengan tuanya kehamilan. Uterus tegang dan keras seperti papan yang disebut uterus in bois (wooden

uterus) baik waktu his maupun di luar his. Nyeri tekan di tempat plasenta terlepas. Bagian-bagian janin sulit dikenali, karena perut (uterus) tegang.

4. Auskultasi

Sulit dilakukan karena uterus tegang, bila denyut jantung terdengar biasanya di atas 140, kemudian turun di bawah 100 dan akhirnya hilang bila plasenta yang terlepas lebih dari satu per tiga bagian.

5. Pemeriksaan dalam

Serviks dapat telah terbuka atau masih tertutup. Kalau sudah terbuka maka plasenta dapat teraba menonjol dan tegang, baik

sewaktu his maupun di luar his. Apabila plasenta sudah pecah dan sudah terlepas seluruhnya, plasenta ini akan

turun ke bawah dan teraba pada pemeriksaan, disebut prolapsus placenta, ini sering meragukan dengan plasenta previa.

6. Pemeriksaan umum

15

Page 16: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh dalam keadaan syok. Nadi cepat, kecil dan filiformis.

7. Pemeriksaan laboratorium

Urin : Albumin (+), pada pemeriksaan sedimen dapat ditemukan silinder dan leukosit.

Darah : Hb menurun, periksa golongan darah, lakukan cross-match test. Karena pada solusio plasenta sering terjadi kelainan pembekuan darah hipofibrinogenemia, maka diperiksakan pula COT (Clot Observation test) tiap l jam, tes kualitatif fibrinogen (fiberindex), dan tes kuantitatif fibrinogen (kadar normalnya 15O mg%).

8. Pemeriksaan plasenta

Plasenta dapat diperiksa setelah dilahirkan. Biasanya tampak tipis dan cekung di bagian plasenta yang terlepas (kreater) dan terdapat koagulum atau darah beku yang biasanya menempel di belakang plasenta, yang disebut hematoma retroplacenter.

9. Pemeriksaaan Ultrasonografi (USG)

Pada pemeriksaan USG yang dapat ditemukan antara lain :

Terlihat daerah terlepasnya plasenta Janin dan kandung kemih ibu Darah Tepian plasenta

2.6 PrognosisPrognosis ibu tergantung luasnya plasenta yang terlepas dari dinding uterus, banyaknya perdarahan, ada atau tidak hipertensi menahun atau preeklamsia, tersembunyi tidaknya perdarahan, dan selisih waktu terjadinya solusio plasenta sampai selesainya persalinan. Angka kematian ibu pada kasus solusio plasenta berat berkisar antara 0,5-5%. Sebagian besar kematian tersebut disebabkan oleh perdarahan, gagal jantung dan gagal ginjal.

Hampir 100% janin pada kasus solusio plasenta berat mengalami kematian. Tetapi ada literatur yang menyebutkan angka kematian pada kasus berat berkisar antara 50-80%. Pada kasus solusio plasenta ringan sampai sedang, keadaan janin tergantung pada luasnya plasenta yang lepas dari dinding uterus, lamanya solusio plasenta berlangsung dan usia kehamilan. Perdarahan lebih dari 2000 ml biasanya menyebabkan kematian janin. Pada kasus-kasus tertentu tindakan seksio sesaria dapat mengurangi angka kematian janin.

2.7 KomplikasiKomplikasi solusio plasenta pada ibu dan janin tergantung dari luasnya plasenta yang terlepas, usia kehamilan dan lamanya solusio plasenta berlangsung.

Komplikasi yang dapat terjadi pada Ibu:

16

Page 17: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

1. Syok perdarahan

Pendarahan antepartum dan intrapartum pada solusio plasenta hampir tidak dapat dicegah, kecuali dengan menyelesaikan persalinan segera. Bila persalinan telah diselesaikan, penderita belum bebas dari perdarahan postpartum karena kontraksi uterus yang tidak kuat untuk menghentikan perdarahan pada kala III persalinan dan adanya kelainan pada pembekuan darah. Pada solusio plasenta berat keadaan syok sering tidak sesuai dengan jumlah perdarahan yang terlihat.

Titik akhir dari hipotensi yang persisten adalah asfiksia, karena itu pengobatan segera ialah pemulihan defisit volume intravaskuler secepat mungkin. Angka kesakitan dan kematian ibu tertinggi terjadi pada solusio plasenta berat. Meskipun kematian dapat terjadi akibat nekrosis hipofifis dan gagal ginjal, tapi mayoritas kematian disebabkan syok perdarahan dan penimbunan cairan yang berlebihan. Tekanan darah tidak merupakan petunjuk banyaknya perdarahan, karena vasospasme akibat perdarahan akan meninggikan tekanan darah. Pemberian terapi cairan bertujuan mengembalikan stabilitas hemodinamik dan mengkoreksi keadaan koagulopathi. Untuk tujuan ini pemberian darah segar adalah pilihan yang ideal, karena pemberian darah segar selain dapat memberikan sel darah merah juga dilengkapi oleh platelet dan faktor pembekuan.

2. Gagal ginjal

Gagal ginjal merupakan komplikasi yang sering terjadi pada penderita solusio plasenta, pada dasarnya disebabkan oleh keadaan hipovolemia karena perdarahan yang terjadi. Biasanya terjadi nekrosis tubuli ginjal yang mendadak, yang umumnya masih dapat ditolong dengan penanganan yang baik. Perfusi ginjal akan terganggu karena syok dan pembekuan intravaskuler. Oliguri dan proteinuri akan terjadi akibat nekrosis tubuli atau nekrosis korteks ginjal mendadak. Oleh karena itu oliguria hanya dapat diketahui dengan pengukuran pengeluaran urin yang harus secara rutin dilakukan pada solusio plasenta berat. Pencegahan gagal ginjal meliputi penggantian darah yang hilang secukupnya, pemberantasan infeksi, atasi hipovolemia, secepat mungkin menyelesaikan persalinan dan mengatasi kelainan pembekuan darah.

3. Kelainan pembekuan darah

Kelainan pembekuan darah pada solusio plasenta biasanya disebabkan oleh hipofibrinogenemia. Dari penelitian yang dilakukan oleh Wirjohadiwardojo di RSUPNCM dilaporkan kelainan pembekuan darah terjadi pada 46% dari 134 kasus solusio plasenta yang ditelitinya.

Kadar fibrinogen plasma normal pada wanita hamil cukup bulan ialah 450 mg%, berkisar antara 300-700 mg%. Apabila kadar fibrinogen plasma kurang dari 100 mg% maka akan terjadi gangguan pembekuan darah.

Mekanisme gangguan pembekuan darah terjadi melalui dua fase :

a. Fase I

17

Page 18: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Pada pembuluh darah terminal (arteriole, kapiler, venule) terjadi pembekuan darah, disebut disseminated intravasculer clotting. Akibatnya ialah peredaran darah kapiler (mikrosirkulasi) terganggu. Jadi pada fase I, turunnya kadar fibrinogen disebabkan karena pemakaian zat tersebut, maka fase I disebut juga coagulopathi consumptive. Diduga bahwa hematom subkhorionik mengeluarkan tromboplastin yang menyebabkan pembekuan intravaskuler tersebut. Akibat gangguan mikrosirkulasi dapat mengakibatkan syok, kerusakan jaringan pada alat-alat yang penting karena hipoksia dan kerusakan ginjal yang dapat menyebabkan oliguria/anuria.

b. Fase II

Fase ini sebetulnya fase regulasi reparatif, yaitu usaha tubuh untuk membuka kembali peredaran darah kapiler yang tersumbat. Usaha ini dilaksanakan dengan fibrinolisis. Fibrinolisis yang berlebihan malah berakibat lebih menurunkan lagi kadar fibrinogen sehingga terjadi perdarahan patologis. Kecurigaan akan adanya kelainan pembekuan darah harus dibuktikan dengan pemeriksaan laboratorium, namun di klinik pengamatan pembekuan darah merupakan cara pemeriksaan yang terbaik karena pemeriksaan laboratorium lainnya memerlukan waktu terlalu lama, sehingga hasilnya tidak mencerminkan keadaan penderita saat itu.

4. Apoplexi uteroplacenta (Uterus couvelaire)

Pada solusio plasenta yang berat terjadi perdarahan dalam otot-otot rahim dan di bawah perimetrium kadang-kadang juga dalam ligamentum latum. Perdarahan ini menyebabkan gangguan kontraktilitas uterus dan warna uterus berubah menjadi biru atau ungu yang biasa disebut Uterus couvelaire. Tapi apakah uterus ini harus diangkat atau tidak, tergantung pada kesanggupannya dalam membantu menghentikan perdarahan.

Komplikasi yang dapat terjadi pada janin :

1. Fetal distress

2. Gangguan pertumbuhan/perkembangan

3. Hipoksia dan anemia

4. Kematian

3. Memahami dan Menjelaskan Plasenta Previa

Definisi

Plasenta previa adalah plasenta berimplantasi pada segmen bawah uteri sehingga menutupi sebagian hingga seluruh ostium uteri internum.

Klasifikasi

18

Page 19: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Totalis atau komplit (menutupi ostium uteri internum)

Parsialis (menutupi sebagian ostium uteri internum)

Marginalis (tepi plasenta berada di pinggir ostium uteri internum)

Letak rendah (berada di segmen bawah rahim dimana tepi bawah pada jarak 2 cm dari ostium uteri internum)

Ada juga yang membaginya berdasarkan Grade 1-4 atau minor (grade 1-2)/ major (grade 3-4)

Grade 1 : tepi plasenta berada di segmen bawah namun tidak mencapai ostium internum

Grade 2 : tepi plasenta mencapai ostium internum namun tidak menutupinya

Grade 3 : plasenta menutupi ostium internum, asimetris

Grade 4 : plasenta menutupi ostium internum, letaknya di sentral

Etiologi

Riwayat operasi uterus sebelumnya (miomektomi); kuretase ; abortus ≥ 2x ; kehamilan usia tua ≥ 40 tahun, memiliki resiko tinggi

Diagnosis

Perdarahan warna merah segar, tanpa rasa nyeri

Awalnya, sedikit lalu berhenti sendiri. Kemudian, akan berulang tanpa sebab yang jelas dan lebih banyak. Biasanya di mulai pada trisemester 2

Pada kehamilan lanjut, bagian bawah janin tidak masuk pintu atas panggul

Umumnya, kondisi janin baik hingga terjadi perdarahan agak banyak

Plasenta previa sulit di diagnosis hingga sekitar minggu 28 yang mana segmen bawah mulai terbentuk. Untuk membantu menegakan diagnosis di butuhkan pemeriksaan USG.

Tatalaksana

Setiap waita hamil yang mengalami perdarahan dalam trisemester kedua atau ketiga harus di rawat dalam rumah sakit. Jika kemudian perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan masih premature di bolehkan pulang dilanjutkan dengan rawat jalan. Jika terjadi solusio plasenta dan datang dengan tanda his maka dipertimbangkan pemberian sulfas magnesikus untuk menekan his sementara sembari memberi steroid untuk mempercepat pematangan paru janin.

Perdarahan dalam trisemester ketiga perlu pengawasan lebih ketat dengan istirahatt baring yang lebih lama dalam rumah sakit sampai melahirkan. Jika pada waktu perdarahan yang banyak perlu dilakukan terminasi jika janin sudah viable.

Prognosis

19

Page 20: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

Prognosis ibu dan janin pada plasenta previa dewasa ini lebih baik karena diagnosis yang lebih dini dan ketersedian transfuse darah dan cairan infus di hampir semua rumah sakit kabupaten.

4. Memahami dan Menjelaskan Ruptura Uteri

Definisi

Ruptura uteri komplit ialah keadaan robekan pada rahim dimana telah terjadi hubunga langsung antara rongga amnion dan rongga peritoneum

Pada rupture uteri inkomplit kedua rongga tersebut masih di batasi oleh peritoneum viserale.

Klasifikasi

Klasifikasi menurut sebabnya di bagi sebagai berikut;

Kerusakan atau anomaly uterus yang telah ada sebelum hamil:

- Pembedahan pada myometrium

- Trauma uterus koinsidental

- Kelainan bawaan: kehamilan dalam bagian rahim yang tidak berkembang

Kerusakan atau anomaly uterus yang terjadi selama kehamilan:

- Sebelum kelahiran anak : his spontan yang kuat dan terus menerus, pemakaian oksitosin dan prostaglandain untuk merangsang persalinan

- Dalam periode intrapartum : ekstraksi bokong, anomaly janin yang menyebabkan distensi berlebihan pada segmen bawah rahim

- Cacat rahim yang di dapat: plasenta inkreta dan akreta

Diagnosis

Gambaran klinis rupture uteri sangat khas seperti keadaan ibu gelisah karena nyeri abdomen atau his kuat yang berkelanjutan disertai tanda-tanda gawat janin.

Penanganan

Tindakan terpilih hanyalah histerektomi dan resusitasi serta antibiotika yang sesuai. Diperlukan infus cairan kristaloid dan transfuse darah yang banyak, tindakan antisyok, serta pemberian antibiotic spectrum luas.

Komplikasi

Syok hipovolemik karena perdarahan yang hebat dan sepsis akibat infeksi.

20

Page 21: SKENARIO 1 Blok Emergency Dimasadriyonow 1102012067

DAFTAR PUSTAKA

Corwin & Elizabeth, J 2009, Buku saku patofisiologi, edk 3, Nike Budhi, EGC, Jakarta.

DeCherney, AH & Pernoll, ML 2009, Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 10th edn, McGraw-Hill, New York.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/25583/4/Chapter%20II.pdf

Jim Belinda, et al. Hypertension in Pregnancy A Comprehensive Update. Cardiology in Review. Volume 18. Number 4.

Manuaba, IBG, Manuaba, IAC & Manuaba, IBGF 2007, Pengantar kuliah obstetri, EGC, Jakarta.

Manurung, RT & Wiknjosastro 2007, ‘Mortalitas maternal pada preeklampsia berat dan eklampsia di Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo tahun 2003 – 2005 dan faktor-faktor yang mempengaruhinya’, Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology, vol. 31, no. 1, hh. 33 - 41.

Maulidya., Rahardjo E.2002.Sindrom HELLP, Preeklampsia dan Perdarahan

Otak. Majalah kedokteran terapi intensif vol 2 no 1. Hal :45.

Norwitz, Errol. 2007. At a Glance Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Erlangga. Hlm: 88-89.

Obstetri William : panduan ringkas / Kenneth J. Lereno, Egi Komara Yudha, Nike Budhi Subekti, Jakarta EGC 2009.

Prawirodihardjo, S . 2014. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka. Saifuddin, A B. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawihardjo Ed 4. Jakarta : PT

Bina Pustaka.

21