makalah emergency
TRANSCRIPT
Blok Emergency medicine pemicu 1
Tema blok : Blok Emergency Medicine
Fasilitator : dr. Tetty A. Nasution, M.Med,Sc
Data:
a) Tanggal tutorial : 05 April & 08 April 2010
b) Pemicu Ke – 1
c) Jam : 1030 – 1300 & 1030 – 1300 wib
d) Ruangan tutorial 9
Pemicu :
Tn. R, 30 tahun, dibawa ke IGD RSUP H Adam Malik dengan keluhan sesak napas dan gelisah.
Keluhan ini terjadi sejak 3 jam yang lalu,setelah mengalami kecelakaan jatuh dari sepeda motor
karena ditabrak truk dari belakang. Pasien mengalami benturan di daerah dada sebelah kanan.
Selain itu, dijumpai juga adanya patah tulang yang terbuka pada paha kanan.
Dari pemeriksaan dijumpai:
Kesedaran : Respon terhadap verbal
Laju napas : 40x/menit,dangkal
Suara napas : mengorok
Tekanan darah : 80/40 mmHg
Denyut nadi : 120x/menit, halus dan teratur
Perfusi perifer : dingin, pucat, basah
Tujuan Pembelajaran :
1. Mempelajari triage.
2. Mempelajari primary survey dan secondary survey dan alur penanganan darurat
3. Memahami Shock.
4. Mengetahui Hemotoraks.
5. Memahami Pneumotoraks.
6. Mengetahui indikasi rujukan ke unit gawat darurat, UGD.
7. Mengetahui informed consent
1
Blok Emergency medicine pemicu 1
Pertanyaan yang muncul dalam mencurah pendapat :
1. Apakah yang dimaksudkan dengan triase?
2. Apakah yang dilakukan dalam primary survey dan secondary survey dan alur
penanganan darurat?
3. Apakah Shock?
4. Apakah Hemotoraks?
5. Apakah Pneumotoraks?
6. Apakah indikasi rujukan ke unit gawat darurat, UGD?
7. Apakah informed consent?
Jawapan atas pertanyaan :
1. Triase
Triase adalah proses khusus memilah pasien berdasar beratnya cedera atau penyakit
berdasarkan yang paling mungkin akan mengalami perburukan klinis segera untuk
menentukan prioritas perawatan gawat darurat medik serta prioritas transportasi
berdasarkan ketersediaan sarana untuk tindakan. Artinya memilih berdasar prioritas
atau penyebab ancaman hidup.
Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE yang merupakan proses yang sinambung
sepanjang pengelolaan gawat darurat medik. Proses triase inisial harus dilakukan oleh
petugas pertama yang tiba / berada ditempat dan tindakan ini harus dinilai ulang terus
menerus karena status triase pasien dapat berubah. Bila kondisi memburuk atau
membaik, lakukan retriase.
Triase harus mencatat tanda vital, perjalanan penyakit pra RS, mekanisme cedera, usia,
dan keadaan yang diketahui atau diduga membawa maut. Temuan yang mengharuskan
peningkatan pelayanan antaranya cedera multipel, usia ekstrim, cedera neurologis
berat, tanda vital tidak stabil, dan kelainan jatung-paru yang diderita sebelumnya.
Survei primer membantu menentukan kasus mana yang harus diutamakan dalam satu
kelompok triase misal pasien obstruksi jalan nafas dapat perhatian lebih dibanding
amputasi traumatik yang stabil. Di UGD, disaat menilai pasien, saat bersamaan juga
2
Blok Emergency medicine pemicu 1
dilakukan tindakan diagnostik, hingga waktu yang diperlukan untuk menilai dan
menstabilkan pasien berkurang.
Di institusi kecil, pra RS, atau bencana, sumber daya dan tenaga tidak memadai hingga
berpengaruh pada sistem triase. Tujuan triase berubah menjadi bagaimana
memaksimalkan jumlah pasien yang bisa diselamatkan sesuai dengan kondisi. Proses
ini berakibat pasien cedera serius harus diabaikan hingga pasien yang kurang kritis
distabilkan. Triase dalam keterbatasan sumber daya sulit dilaksanakan dengan baik.
Saat ini tidak ada standard nasional baku untuk triase. Metode triase yang dianjurkan
bisa secara METTAG (Triage tagging system) atau sistim triase Penuntun Lapangan
START (Simple Triage And Rapid Transportation). Terbatasnya tenaga dan sarana
transportasi saat bencana mengakibatkan kombinasi keduanya lebih layak digunakan.
Tag Triase adalah tag (label berwarna dengan form data pasien) yang dipakai oleh
petugas triase untuk mengindentifikasi dan mencatat kondisi dan tindakan medik
terhadap korban. Triase dan pengelompokan berdasar tagging. Prioritas nol (hitam)
diberikan kepada pasien mati atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin
diresusitasi. Prioritas pertama (merah) untuk pasien cedera berat yang memerlukan
penilaian cepat serta tindakan medik dan transport segera untuk tetap hidup misalnya
gagal nafas, cedera torako-abdominal, cedera kepala atau maksilo-fasial berat, shok
atau perdarahan berat, luka bakar berat.
Prioritas kedua (kuning) adalah untuk pasien memerlukan bantuan, namun dengan
cedera yang kurang berat dan dipastikan tidak akan mengalami ancaman jiwa dalam
waktu dekat. Pasien mungkin mengalami cedera dalam jenis cakupan yang luas
misalnya cedera abdomen tanpa shok, cedera dada tanpa gangguan respirasi, fraktura
mayor tanpa shok, cedera kepala atau tulang belakang leher tidak berat, serta luka
bakar ringan.
Prioritas ketiga (hijau) adalah diberikan kepada pasien degan cedera minor yang tidak
membutuhkan stabilisasi segera, memerlukan bantuan pertama sederhana namun
memerlukan penilaian ulang berkala cedera jaringan lunak, fraktura dan dislokasi
ekstremitas, cedera maksilo-fasial tanpa gangguan jalan nafas, serta gawat darurat
psikologis. Sebagian protokol yang kurang praktis membedakakan prioritas 0 sebagai
3
Blok Emergency medicine pemicu 1
prioritas keempat (biru) yaitu kelompok korban dengan cedera atau penyaki kritis dan
berpotensi fatal yang berarti tidak memerlukan tindakan dan transportasi, dan prioritas
kelima (putih)yaitu kelompok yang sudah pasti tewas. Bila pada retriase ditemukan
perubahan kelas, ganti tag / label yang sesuai dan pindahkan kekelompok sesuai.
Triase sistim METTAG adalah pendekatan yang dianjurkan untuk memprioritasikan
tindakan atas korban. Resusitasi ditempat. Triase Sistem Penuntun Lapangan START
adalah berupa penilaian pasien 60 detik dengan mengamati ventilasi, perfusi, dan status
mental (RPM : R= status Respirasi ; P = status Perfusi ; M = status Mental) untuk
memastikan kelompok korban (lazimnya juga dengan tagging) yang memerlukan
transport segera atau tidak, atau yang tidak mungkin diselamatkan atau mati. Ini
memungkinkan penolong secara cepat mengidentifikasikan korban yang dengan risiko
besar akan kematian segera atau apakah tidak memerlukan transport segera.
Resusitasi diambulans.
Triase sistem kombinasi METTAG dan START. Sistim METTAG atau sistim tagging
dengan kode warna yang sejenis bisa digunakan sebagai bagian dari Penuntun
Lapangan START. Resusitasi di ambulans atau di area tindakan utama sesuai keadaan.
Lakukan penilaian ditempat dan prioritas triase. Bila jumlah korban serta parahnya
cedera tidak melebihi kemampuan pusat pelayanan, pasien dengan masalah
mengancam jiwa dan cedera sistem berganda ditindak lebih dulu.
Selepas triase, tindakan dan evakuasi medik dilakukan. Tim Medik dari Tim Tanggap
Pertama (bisa saja petugas yang selesai melakukan triase) mulai melakukan stabilisasi
dan tindakan bagi korban berdasar prioritas triase, dan kemudian mengevakuasi mereka
ke Area Tindakan Utama sesuai kode prioritas. Kode merah dipindahkan ke Area
Tindakan Utama terlebih dahulu. Koodinator transportasi mengatur kedatangan dan
keberangkatan serta transportasi yang sesuai. Koordinator transportasi bekerjasama
dengan Koordinator Medik menentukan rumah sakit tujuan, agar pasien trauma serius
sampai kerumah sakit yang sesuai dalam periode emas hingga tindakan definitif
dilaksanakan pada saatnya. Ingat untuk tidak membebani RS rujukan melebihi
kemampuannya. Cegah pasien yang kurang serius dikirim ke RS utama. (Jangan
pindahkan bencana ke RS).
4
Blok Emergency medicine pemicu 1
Perimeter Terluar adalah mengontrol kegiatan keluar masuk lokasi. Petugas keamanan
mengatur perimeter sekitar lokasi untuk mencegah masyarakat dan kendaraan masuk
kedaerah berbahaya. Perimeter seluas mungkin untuk mencegah yang tidak
berkepentingan masuk dan memudahkan kendaraan gawat darurat masuk dan keluar.
Disediakan jalur untuk transport korban. Petugas keamanan bersama petugas medis
menetapkan perimeter sekitar lokasi bencana yang disebut Zona Panas. Ditentukan
jalur yang dinyatakan aman untuk memindahkan korban ke perimeter kedua atau zona
dimana berada Area Tindakan Utama. Tidak seorangpun diizinkan melewati perimeter
Zona Panas untuk mencegah salah menempatkan atau memindahkan pasien secara
tidak aman tanpa izin. Faktor lain yang mempengaruhi kemantapan Zona Panas
antaranya lontaran material, api, jalur listrik, bangunan atau kendaraan yang tidak stabil
atau berbahaya.
Keamanan perlu diutamakan.Mengamankan penolong dan korban. Petugas keamanan
mengatur semua kegiatan dalam keadaan aman bagi petugas rescue, pemadaman api,
evakuasi, bahan berbahaya dll. Bila petugas keamanan melihat keadaan berpotensi
bahaya yang bisa membunuh penolong atau korban, ia punya wewenang menghentikan
atau merubah operasi untuk mecegah risiko lebih lanjut. Semua anggota Tim Tanggap
Pertama dapat bekerja bersama secara cepat dan efektif dibawah satu sistem komando
yang digunakan dan dimengerti, untuk menyelamatkan hidup, untuk meminimalkan
risiko cedera serta kerusakan.
5
Blok Emergency medicine pemicu 1
2. Survei primer dan survei sekunder
Penilaian awal mencakup protokol persiapan, triase, survei primer, resusitasi-stabilisasi,
survei sekunder dan tindakan definitif atau transfer ke RS sesuai. Diagnostik absolut
tidak dibutuhkan untuk menindak keadaan klinis kritis yang diketakui pada awal proses.
Bila tenaga terbatas jangan lakukan urutan langkah-langkah survei primer. Kondisi
pengancam jiwa diutamakan.
Survei Primer.
Langkah-langkahnya sebagai ABCDE (airway and C-spine control, breathing, circulation
and hemorrhage control, disability, exposure/environment). Jalan nafas merupakan
prioritas pertama. Pastikan udara menuju paru-paru tidak terhambat. Temuan kritis
seperti obstruksi karena cedera langsung, edema, benda asing dan akibat penurunan
6
Blok Emergency medicine pemicu 1
kesadaran. Tindakan bisa hanya membersihkan jalan nafas hingga intubasi atau
krikotiroidotomi atau trakheostomi.
Nilai pernafasan atas kemampuan pasien akan ventilasi dan oksigenasi. Temuan kritis
bisa tiadanya ventilasi spontan, tiadanya atau asimetriknya bunyi nafas, dispnea,
perkusi dada yang hipperresonans atau pekak, dan tampaknya instabilitas dinding dada
atau adanya defek yang mengganggu pernafasan. Tindakan bisa mulai pemberian
oksigen hingga pemasangan torakostomi pipa dan ventilasi mekanik.
Nilai sirkulasi dengan mencari hipovolemia, tamponade kardiak, sumber perdarahan
eksternal. Lihat vena leher apakah terbendung atau kolaps, apakah bunyi jantung
terdengar, pastikan sumber perdarahan eksternal sudah diatasi. Tindakan pertama atas
hipovolemia adalah memberikan RL secara cepat melalui 2 kateter IV besar secara
perifer di ekstremitas atas. Kontrol perdarahan eksternal dengan penekanan langsung
atau pembedahan, dan tindakan bedah lain sesuai indikasi.
Tetapkan status mental pasien dengan GCS dan lakukan pemeriksaan motorik.
Tentukan adakah cedera kepala atau kord spinal serius. Periksa ukuran pupil, reaksi
terhadap cahaya, kesimetrisannya. Cedera spinal bisa diperiksa dengan mengamati
gerak ekstremitas spontan dan usaha bernafas spontan. Pupil yang tidak simetris
dengan refleks cahaya terganggu atau hilang serta adanya hemiparesis memerlukan
tindakan atas herniasi otak dan hipertensi intrakranial yang memerlukan konsultasi
bedah saraf segera.
Tidak adanya gangguan kesadaran, adanya paraplegia atau kuadriplegia menunjukkan
cedera kord spinal hingga memerlukan kewaspadaan spinal dan pemberian
metilprednisolon bila masih 8 jam sejak cedera (kontroversial). Bila usaha inspirasi
terganggu atau diduga lesi tinggi kord leher, lakukan intubasi endotrakheal.
Tahap akhir survei primer adalah eksposur pasien dan mengontrol lingkungan segera.
Buka seluruh pakaian untuk pemeriksaan lengkap. Pada saat yang sama mulai tindakan
pencegahan hipotermia yang iatrogenik biasa terjadi diruang ber AC, dengan
memberikan infus hangat, selimut, lampu pemanas, bila perlu selimut dengan pemanas.
Prosedur lain adalah tindakan monitoring dan diagnostik yang dilakukan bersama survei
primer. Pasang lead ECG dan monitor ventilator, segera pasang oksimeter denyut.
7
Blok Emergency medicine pemicu 1
Monitor memberi data penuntun resusitasi. Setelah jalan nafas aman, pasang pipa
nasogastrik untuk dekompresi lambung serta mengurangi kemungkinan aspirasi cairan
lambung. Katater Foley kontraindikasi bila urethra cedera (darah pada meatus, ekimosis
skrotum / labia major, prostat terdorong keatas). Lakukan urethrogram untuk
menyingkirkan cedera urethral sebelum kateterisasi.
Fase Resusitasi.
Sepanjang survei primer, saat menegakkan diagnosis dan melakukan intervensi,
lanjutkan sampai kondisi pasien stabil, tindakan diagnosis sudah lengkap, dan prosedur
resusitatif serta tindakan bedah sudah selesai. Usaha ini termasuk kedalamnya
monitoring tanda vital, merawat jalan nafas serta bantuan pernafasan dan oksigenasi
bila perlu, serta memberikan resusitasi cairan atau produk darah.
Pasien dengan cedera multipel perlu beberapa liter kristaloid dalam 24 jam untuk
mempertahankan volume intravaskuler, perfusi jaringan dan organ vital, serta keluaran
urin. Berikan darah bila hipovolemia tidak terkontrol oleh cairan. Perdarahan yang tidak
terkontrol dengan penekanan dan pemberian produk darah, operasi. Titik capai
resusitasi adalah tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin
normal 0,5-1 cc/kg/jam, dan tidak ada bukti disfungsi end-organ. Parameter (kadar laktat
darah, defisit basa pada gas darah arteri) bisa membantu.
Survei Sekunder.
Formalnya dimulai setelah melengkapi survei primer dan setelah memulai fase
resusitasi. Pada saat ini kenali semua cedera dengan memeriksa dari kepala hingga jari
kaki. Nilai lagi tanda vital, lakukan survei primer ulangan secara cepat untuk menilai
respons atas resusitasi dan untuk mengetahui perburukan. Selanjutnya cari riwayat,
termasuk laporan petugas pra RS, keluarga, atau korban lain.
Bila pasien sadar, kumpulkan data penting termasuk masalah medis sebelumnya, alergi
dan medikasi sebelumnya, status immunisasi tetanus, saat makan terakhir, kejadian
sekitar kecelakaan. Data ini membantu mengarahkan survei sekunder mengetahui
mekanisme cedera, kemungkinan luka bakar atau cedera karena suhu dingin (cold
injury), dan kondisi fisiologis pasien secara umum.
8
Blok Emergency medicine pemicu 1
Pemeriksaan fisik berurutan dilakukan dengan diktum “jari atau pipa dalam setiap
lubang“ mengarahkan pemeriksaan. Periksa setiap bagian tubuh atas adanya cedera,
instabilitas tulang, dan nyeri pada palpasi. Periksa lengkap dari kepala hingga jari kaki
termasuk status neurologisnya. Pemeriksaan radiologis memberikan data diagnostik
penting yang menuntun penilaian awal. Saat serta urutan pemeriksaan adalah penting
namun tidak boleh mengganggu survei primer dan resusitasi. Pastikan hemodinamik
cukup stabil saat membawa pasien keruang radiologi.
Pemeriksaan Laboratorium saat penilaian awal.
Paling penting adalah jenis dan x-match darah yang harus selesai dalam 20 menit. Gas
darah arterial juga penting namun kegunaannya dalam pemeriksaan serial digantikan
oleh oksimeter denyut. Pemeriksaan Hb dan Ht berguna saat kedatangan, dengan
pengertian bahwa dalam perdarahan akut, turunnya Ht mungkin tidak tampak hingga
mobilisasi otogen cairan ekstravaskuler atau pemberian cairan resusitasi IV dimulai.
Urinalisis dipstick untuk menyingkirkan hematuria tersembunyi. Skrining urin untuk
penyalahguna obat dan alkohol, serta glukosa, untuk mengetahui penyebab penurunan
kesadaran yang dapat diperbaiki. Pada kebanyakan trauma, elektrolit serum, parameter
koagulasi, hitung jenis darah, dan pemeriksaan laboratorium umum lainnya kurang
berguna saat 1-2 jam pertama dibanding setelah stabilisasi dan resusitasi.
Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan sempurna dalam peran
khusus dan pertanggung-jawabannya dalam usaha penyelamatan pasien. Karena
banyak keadaan bencana yang kompleks, dianjurkan bahwa semua petugas harus
berperan-serta dan menerima pelatihan tambahan dalam pengelolaan bencana agar
lebih terampil dan mampu saat bencana sebenarnya.
3. Shock
Syok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler jantung dan
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang
memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel
maupun jaringan. Syok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung misalnya serangan jantung atau
9
Blok Emergency medicine pemicu 1
gagal jantung, volume darah yang rendah akibat perdarahan hebat atau dehidrasi atau
perubahan pada pembuluh darah misalnya karena reaksi alergi atau infeksi.
Syok digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1. Syok kardiogenik berhubungan dengan kelainan jantung
2. Syok hipovolemik akibat penurunan volume darah
3. Syok anafilaktik akibat reaksi alergi
4. Syok septik berhubungan dengan infeksi
5. Syok neurogenik akibat kerusakan pada sistem saraf
Tanda dan gejala syok bagi sistem kardiovaskuler adalah gangguan sirkulasi perifer
akan terlihat pucat, ekstremitas dingin. Kurangnya pengisian vena perifer lebih
bermakna dibandingkan penurunan tekanan darah. Nadi cepat dan halus. Tekanan
darah rendah namun hal ini kurang bisa menjadi pegangan, karena adanya mekanisme
kompensasi sampai terjadi kehilangan 1/3 dari volume sirkulasi darah. Vena perifer
kolaps. Vena leher merupakan penilaian yang paling baik.Center venous pressure, CVP
rendah. Gejala sistem respirasi pernapasan cepat dan dangkal. Gejala sistem saraf
pusat terjadi perubahan mental pasien syok sangat bervariasi. Bila tekanan darah
rendah sampai menyebabkan hipoksia otak, pasien menjadi gelisah sampai tidak sadar.
Obat sedatif dan analgetika jangan diberikan sampai yakin bahwa gelisahnya pasien
memang karena kesakitan. Gejala pada sistem saluran cerna akan bisa terjadi mual dan
muntah. Gejala sistem saluran Kemih akan terlihat produksi urin berkurang. Normal rata-
rata produksi urin pasien dewasa adalah 60 ml/jam (1/5--1 ml/kg/jam).
4. Hemotoraks
Definisi terakumulasinya darah pada rongga toraks akibat trauma tumpul atau tembus
pada dada. Penampakan klinis yang ditemukan sesuai dengan besarnya perdarahan atau
jumlah darah yang terakumulasi. Perhatikan adanya tanda dan gejala instabilitas
hemodinamik dan depresi pernapasan.Hemotoraks maupun hemopneumotoraks adalah
merupakan keadaan yang paling sering dijumpai pada penderita trauma toraks, pada
lebih dari 80% penderita dengan trauma toraks didapati adanya darah pada rongga
pleura.
10
Blok Emergency medicine pemicu 1
Sumber perdarahan dapat berasal dari adanya cedera pada paru-paru, robeknya arteri
mamaria interna maupun pembuluh darah besar lainnya seperti aorta dan bena kava.
Sumber perdarahan umumnya berasal dari A. interkostalis atau A. mamaria interna. Perlu
diingat bahwa rongga hemitoraks dapat menampung 3 liter cairan, sehingga pasien
hematotoraks dapat syok berat (kegagalan sirkulasi) tanpa terlihat adanya perdarahan
yang nyata, oleh karena perdarahan masif yang terjadi terkumpul di dalam rongga toraks.
Pemeriksaan dilakukan dengan membuat Ro toraks (yang boleh dilakukan bila keadaan
pasien stabil). Akan terlihat bayangan difus radio-opak pada seluruh lapangan paru.
Bayangan air-fluid level hanya pada hematopneumotoraks. Bila darah pada rongga pleura
mencapai 1500 ml atau lebih akan menyebabkan kompresi pada paru ipsilateral dan
dapat mengakibatkan hipoksiao. Perdarahan masif pada hemotoraks yang disertai
hipoksia karena hipoventilasi dapat mempercepat kematian penderita.
Penatalaksanaan segera dipasang water seal drainage untuk mengukur jumlah darah
mula-mula dan perdarahan setiap jam. Indikasi Operasi adalah adanya perdarahan masif
(setelah pemasangan WSD). Ditemukan jumlah darah inisial > 750 cc, pada pemasangan
WSD < 4 jam setelah kejadian trauma. Perdarahan 3-5 cc/kgBB/jam dalam 3 jam berturut-
turut. Perdarahan 5-8 cc/kgBB/jam dalam 2 jam berturut-turut. Perdarahan >
8cc/kgBB/jam dalam 1 jam. Bila berat badan dianggap sebagai 60 kg, maka indikasi
operasi, bila produksi WSD: ≥ 200 cc/jam dalam 3 jam berturut-turut, ≥ 300 cc/jam dalam
2 jam berturut-turut, atau ≥ 500 cc dalam ≤ 1 jam. Tujuan operasi adalah evakuasi darah
dan pengembangan paru secepatnya. Penanganan hemodinamik segera untuk
menghindari kegagalan sirkulasi.
5. Pneumotoraks
Pneumotoraks ialah suatu keadaan, di mana terdapat udara di dalam rongga pleura yang
mengakibatkan kolaps jaringan paru. Di dalam praktek sehari-hari, dokter sering
menerima penderita dengan keluhan sakit dada, sesak nafas, dan batuk-batuk. Banyak
11
Blok Emergency medicine pemicu 1
penyakit yang dapat menimbulkan keluhan di atas, baik penyakit jantung maupun penyakit
paru. Penyakit paru yang mempunyai keluhan utama seperti itu antara lain pneumotoraks.
Pneumotoraks, terutama pneumotoraks ventil dapat menimbulkan darurat gawat, bahkan
dapat mengakibatkan penderita meninggal dunia. Oleh karena itu, bilamana di dalam
praktek kita menerima penderita dengan keluhan utama sakit dada, sesak nafas, dan
batuk-batuk, kita jangan lupa memikirkan ke arah diagnosis pneumotoraks ventil. Dengan
diagnosis yang tepat dan dengan tindakan yang sederhana tapi cepat, kita akan dapat
menyelamatkan nyawa penderita.
Epidemiologi pneumotoraks berkisar antara 2,4 - 17,8 per 100.000 penduduk per tahun.
Menurut Barrie dkk, seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perempuan 5:1. Ada pula
peneliti yang mendapatkan 8:1. Pneumotoraks lebih sering ditemukan pada hemitoraks
kanan daripada hemitoraks kiri. Pneumotoraks bilateral kira-kira 2% dari seluruh
pneumotoraks spontan. Kekerapan pneumotoraks ventil 3 — 5% dari pneumotoraks
spontan. Kemungkinan berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20%
untuk kedua kali, dan 50% untuk yang ketiga kali.
Pneumotoraks dapat dibagi berdasarkan atas beberapa hal, yaitu :
1. Berdasarkan kejadian.
2. Berdasarkan lokalisasi.
3. Berdasarkan tingkat kolaps jaringan paru.
4. Berdasarkan jenis fistel.
Berdasarkan kejadian ada pneumotoraks spontan primer dimana pneumotoraks yang
ditemukan pada penderita yang sebelumnya tidak menunjukkan tanda-tanda sakit.
Pneumotoraks spontan sekunder adalah pneumotoraks yang ditemukan pada penderita
yang sebelumnya telah menderita penyakit, mungkin merupakan komplikasi dari
pneumonia, abses paru, tuberkulosis paru, asma kistafibrosis dan karsinoma bronkus.
Pneumotoraks traumatika adalah pneumotoraks yang timbul disebabkan robeknya pleura
viseralis maupun pleura parietalis sebagai akibat dari trauma. Pneumotoraks artifisialis
merupakan pneumotoraks yang sengaja dibuat dengan memasukkan udara ke dalam
rongga pleura, dengan demikian jaringan paru menjadi kolaps sehingga dapat beristirahat.
Pneumotoraks artifisialis dahulunya sering dikerjakan untuk terapi tuberkulosis paru.
12
Blok Emergency medicine pemicu 1
Klasifikasi berdasarkan lokalisasi terdiri daripada pneumotoraks parietalis, pneumotoraks
mediastinalis dan pneumotoraks basalis. Apabila berdasarkan tingkat kolapsnya jaringan
paru terdiri daripada pneumotoraks totalis, apabila seluruh jaringan paru dari satu
hemitoraks mengalami kolaps. Pneumotoraks parsialis, apabila jaringan paru yang kolaps
hanya sebagian. Berdasarkan jenis fistel adalah pneumotoraks ventil. Fistelnya berfungsi
sebagai ventil sehingga udara dapat masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat ke
luar kembali. Akibatnya tekanan udara di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi
dan dapat mendorong mediastinum ke arah kontra lateral.
Pneumotoraks terbuka mempunyai fistel yang terbuka sehingga rongga pleura
mempunyai hubungan terbuka dengan bronkus atau dengan dunia luar; tekanan di dalam
rongga pleura sama dengan tekanan di udara bebas. Pneumotoraks tertutup, fistelnya
tertutup udara di dalam rongga pleura, terkurung, dan biasanya akan diresobsi spontan.
Pembagian pneumotoraks berdasarkan jenis fistelnya ini sewaktu-waktu dapat berubah.
Pneumotoraks tertutup sewaktu-waktu dapat berubah menjadi pneumotoraks terbuka, dan
dapat pula berubah menjadi pneumotoraks ventil. Hal ini perlu mendapat perhatian.
Pneumotoraks spontan terjadi oleh karena pecahnya bleb atau kista kecil yang
diameternya tidak lebih dari 1 —2 cm yang berada di bawah permukaan pleura viseralis,
dan sering ditemukan di daerah apeks lobus superior dan inferior. Terbentuknya bleb ini
oleh karena adanya perembesan udara dari alveoli yang dindingnya ruptur melalui
jaringan intersisial ke lapisan jaringan ikat yang berada di bawah pleura viseralis. Sebab
pecahnya dinding alveolus ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga ada dua faktor
sebagai penyebabnya. Faktor infeksi atau radang paru. Infeksi atau radang paru alaupun
minimal akan membentuk jaringan parut pada dinding alveoli yang akan menjadi titik
lemah.
Tekanan intra alveolar yang tinggi akibat batuk atau mengejan. Mekanisme ini tidak dapat
menerangkan kenapa pneumotoraks spontan sering terjadi pada waktu penderita sedang
istirahat. Dengan pecahnya bleb yang terdapat di bawah pleura viseralis, maka udara
akan masuk ke dalam rongga pleura dan terbentuklah fistula bronkopleura. Fistula ini
dapat terbuka terus, dapat tertutup, dan dapat berfungsi sebagai ventil.
13
Blok Emergency medicine pemicu 1
Dalam anamnesis. biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada
seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk -batuk.
Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat
ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan
apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak.
Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks yang minimal sekali pun akan
menimbulkan sesak nafas yang hebat. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti
ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah
bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit
dada biasanya akan berangsur -angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari.
Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru
lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak produktif.
Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan
ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali. Pada penderita
pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama makin hebat, penderita
gelisah, sianosis, akhirnya dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat
penekanan udara pada pembuluh darah dimediastinum.
Pemeriksaan fisik dilakukan dengan inspeksi, mungkin terlihat sesak nafas, pergerakan
dada berkurang, batuk-batuk, sianosis serta iktus kordis tergeser ke arah yang sehat.
Dilanjutkan dengan palpasi, mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar
stemfremitus melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba
atau tergeser ke arah yang sehat. Pada perkusi; mungkin dijumpai sonor, hipersonor
sampai timpani. Auskultasi; mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai
menghilang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan Rontgen foto toraks. Pada
rontgen foto toraks P.A akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut.
Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan
tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan caftan. Sebaiknya
rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal.
14
Blok Emergency medicine pemicu 1
Komplikasi dapat terjadi seperti infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis,
empiema , hidropneumotoraks. Gangguan hemodinamika, pada pneumotoraks yang
hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser ke arah yang sehat dan
mengakibatkan penurunan kardiak "output " , sehingga dengan demikian dapat
menimbulkan syok kardiogenik. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema
mediastinalis. Diagnosis banding pneumotoraks adalah emfisema pulmonum, kavitas
raksasa, kista paru, infark jantung, infark paru, pleuritis, dan abses paru dengan kavitas.
Penatalaksanaan segera dilakukan setelah diagnosis pneumotoraks dapat ditegakkan,
langkah selanjutnya yang terpenting adalah melakukan observasi yang cermat. Oleh
karena itu penderita sebaiknya dirawa di rumahsakit, mengingat sifat fistula pneumotoraks
dapat berubah sewaktu-waktu yaitu dari pneumotoraks terbuka menjadi tertutup ataupun
ventil. Sehingga tidak jarang penderita yang tampaknya tidak apa-apa tiba-tiba menjadi
gawat karena terjadi pneumotoraks ventil atau perdarahan yang hebat. Kalau kita
mempunyai alat pneumotoraks, dengan mudah kita dapat menentukan jenis
pneumotoraks apakah terbuka, tertutup, atau ventil.
Apabila penderita datang dengan sesak nafas, apalagi kalau sesak nafas makin lama
makin bertambah kita harus segera mengambil tindakan. Tindakan yang lazim dikerjakan
ialah pemasangan WSD (Water Seal Drainage). Apabila penderita sesak sekali sebelum
WSD dapat dipasang, kita harus segera menusukkan jarum ke dalam rongga pleura.
Tindakan sederhana ini akan dapat menolong dan menyelamatkan jiwa penderita. Bila
alat-alat WSD tidak ada, dapat kita gunakan infus set, di mana jarumnya ditusukkan ke
dalam rongga pleura di tempat yang paling sonor waktu diperkusi. Sedangkan ujung
selang infus yang lainnya dimasukkan ke dalam botol yang berisi air.
Pneumotoraks tertutup yang tidak terlalu luas (Kurang dari 20% paru yang kolaps) dapat
dirawat secara konservatif, tetapi pada umumnya untuk mempercepat pengembangan
paru lebih baik dipasang WSD. Pneumotoraks terbuka dapat dirawat secara konservatif
dengan mengusahakan penutupan fistula dengan cara memasukkan darah atau glukosa
hipertonis ke dalam rongga pleura sebagai pleurodesi. Ada juga para ahli yang mengobati
pneumotoraks terbuka dengan memasang WSD disertai penghisap terus menerus
(Continuous Suction).
15
Blok Emergency medicine pemicu 1
WSD dicabut apabila paru telah mengembang sempurna. Untuk mengetahui paru sudah
mengembang ialah dengan jalan penderita disuruh batuk-batuk, apabila di selang WSD
tidak tampak lagi fluktuasi permukaan cairan, kemungkinan besar paru telah
mengembang dan juga disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fisik. Untuk mengetahui
secara pasti paru telah mengembang dilakukan Rontgen foto toraks. Setelah dipastikan
bahwa paru telah mengembang sempurna, sebaiknya WSD jangan langsung dicabut tapi
diklem dulu selama 3 hari. Setelah 3 hari klem dibuka. Apabila paru masih tetap
mengembang dengan baik baru selang WSD dicabut. Selang WSD dicabut pada waktu
penderita ekspirasi maksimal.
6. Indikasi rujukan ke unit gawat darurat
Pencegahan dapat dilakukan dengan cara hidup sehat, serta mengonsumsi makanan dan
minuman yang mengandung proxeronin, zat yang sangat baik dalam mengontrol
pembelahan sel secara sempurna. Selain antioksidan yang terbukti mampu memproteksi
radikal bebas serta meningkatkan metabolisme tubuh.
Selain mampu menormalkan fungsi sel dan meregenerasikan sel dengan baik, kandungan
bioaktif seperti damnacanthal dan anthraquinone juga mampu membunuh sel tumor serta
menghentikan penyebarannya.
Berdasarkan prognosis, angka morbiditas semakin meningkat, manakala angka mortalitas
semakin menurun akibat dari perkembangan teknologi dalam visualisasi tumor.
Tergantung pada histologi, saiz dan lokasi tumor serta cara penatalaksanaannya. Kadar
nervus palsi meningkat untuk primary facial schwannomas. Hasil dari operasi tergantung
pada pengalaman dan juga kepakaran dari ahli bedah tersebut.Komplikasi terjadi apabila
tumor bisa tumbuh kembali dari radiasi primer akibat dari pembuangan tumor yang tidak
lengkap.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah kelemahan otot sebahagian dari tubuh yang dikawal
oleh otak seperti kekuatan mengawal pergerakan lengan dan tungkai.Selain itu gangguan
penglihatan di mana otak adalah tempat proses informasi visual.Nyeri kepala hebat yang
menetap.Bisa perubahan personaliti, hilang pendengaran dan kejang akibat peningkatan
listrik di otak.
16
Blok Emergency medicine pemicu 1
7. Inform consent
Berdasarkan Permenkes no.585 tahun 1989 tentang PTM (IC) merupakan persetujuan
yang diberikan pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medik
terhadap pasien tersebut. Tindakan medik adalah suatu tindakan yang dilakukan terhadap
pasien berupa diagnostik atau teraupetik. Untuk pasien dibawah umur 21 tahun dan
pasien penderita gangguan jiwa yang menandatangani adalah orang tua / wali / keluarga
terdekat.
Untuk penderita gawat darurat yang dalam keadaan tidak sadar dan tidak didampingi oleh
keluarga terdekat dan secara medik memerlukan tindakan medik segera untuk
menyelamatkan jiwanya maka tidak diperlukan Persetujuan Tindakan Medik (PTM) dari
siapapun.Ini sesuai dengan KODEKI dimana dokter mengutamakan kesehatan penderita
dan melindungi dan melindungi hidup insani.
Permenkes No.585 tahun 1989, pasal 11, yang berbunyi “Dalam hal pasien tidak sadar /
pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan secara medik berada dalam
keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera untuk kepentingannya,
tidak diperlukan persetujuan siapapun”.
Pada pasien yang sadar sebelum dilakukan tindakan harus diberikan penjelasan
mengenai tindakan yang akan dilakukan, resiko serta komplikasi yang mungkin timbul.
Standar kompetisi dokter adalah dokter mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan lab dan pemeriksaan
tambahan. Dokter merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relavan dan mampu
menindaklanjuti sesudahnya. Lulusan dokter memiliki kemampuan teoritis mengenai
keterampilan baik konsep, teori, prinsip ataupun indikasi, cara melakukan, komplikasi, dan
sebagainya.
17
Blok Emergency medicine pemicu 1
Ulasan
Dengan dikemukakannya berbagai gejala tumor otak CPA diharapkan setidak-tidaknya
kita menjadi lebih waspada akan kemungkinan adanya tumor di dalam otak. Untuk
konfirmasi diagnostik lebih lanjut tentu dibutuhkan berbagai alat bantu diagnostik seperti
EEG, CT Sean atau MRI.
Kesimpulan
Tn. R. Mengalami syok hemorrhagik dan perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk
menentukan penyebab syok yaitu tension pneumotoraks atau hemotoraks
Sumber Pustaka
1. Atlas of Human Anatomy, Frank H.Netter, MD 4th edition : 113-114
2. Neurologi, Lionel Ginsberg, edisi kedelapan : 112-121
3. Kumar & Clark Clinical Medicine, Parveen Kumar, Michael Clark, 6th edition : 1243-
1246
4. Principle Of Anatomy And Physiology, Gerard J. Tortora, Bryan Derrickson, 11th
edition : 481-485, 518-519
5. Pharmacology, Richard A. Harvey, 3rd edition : 323-334, 453-464
6. Brain Structures and Their Function,
http://serendip.brynmawr.edu/bb/kinser/Structure1.html
7. CPA Brain Tumor,
http://www.braintumor.org/GeneralMenu/CPATumor
8. American Medical Assosiation, Patient Physician Relationship Topics, Inform
consent,
http://www.ama-assn.org/ama/pub/physician-resources/legal-topics/patient-
physician-relationship-topics/informed-consent.shtml
18