pbl 1 emergency [pendarahan pasca persalinan]

25
1. Pendarahan pasca persalinan a.Definisi Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia b.Klasifikasi Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pasca persalinan primer dan sekunder. a. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pasca persalinan segera).Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama. b. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran. c.Etiologi 1. Atonia uteri Atonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan. Predisposisi atonia uteri : 1 HADI SYARIFUDIN

Upload: rhiri-elbie

Post on 27-Oct-2015

93 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

PBL skenario 1 Emergency

TRANSCRIPT

Page 1: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

1. Pendarahan pasca persalinana. Definisi

Perdarahan pascapersalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III. Perkiraan kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya setengah dari yang sebenarnya. Darah tersebut tercampur dengan cairan amnion atau dengan urin. Darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain, di dalam ember dan di lantai. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu. Seseorang ibu dengan kadar hemoglobin normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap kehilangan darah yang akan berakibat fatal pada yang anemia

b. Klasifikasi

Perdarahan pascapersalinan di bagi menjadi perdarahan pasca persalinan primer dan sekunder.

a. Perdarahan pascapersalinan primer (Early Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan pasca persalinan segera).Perdarahan pascapersalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pasca persalinan primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.

b. Perdarahan pascapersalinan sekunder (Late Postpartum Haemorrhage, atau perdarahan masa nifas, atau perdarahan pascapersalinan lambat, atau PPP kasep). Perdarahan pascapersalinan sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama Perdarahan pascapersalinan sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran.

c. Etiologi

1. Atonia uteriAtonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya Perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.

Predisposisi atonia uteri :

Grandemultipara Uterus yang terlalu regang (hidramnion, hamil ganda, anak besar (BB > 4000 gr) Kelainan uterus (uterus bicornis, mioma uteri, bekas operasi) Plasenta previa dan solutio plasenta (perdarahan anteparturn) Partus lama (exhausted mother) Partus precipitatus Hipertensi dalam kehamilan (Gestosis) Infeksi uterus Anemi berat Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi partus) Riwayat perdarahan pascapersalinan sebelumnya atau riwayat plasenta manual Pimpinan kala III yang salah, dengan memijit-mijit dan mendorong-dorong uterus

sebelum plasenta terlepas IUFD yang sudah lama, penyakit hati, emboli air ketuban (koagulopati)

1

HADI SYARIFUDIN1102010116

Page 2: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

Tindakan operatif dengan anestesi umum yang terlalu dalam.

2. Robekan jalan lahirRobekan jalan lahir merupakan penyebab kedua tersering dari Perdarahan pasca persalinan. Robekan dapat terjadi bersamaan dengan atonia uteri. Perdarahan pascapersalinan dengan uterus yang berkontraksi baik biasanya disebabkan oleh robekan serviks atau vagina.

a. Robekan serviksPersalinan selalu mengakibatkan robekan serviks, sehingga serviks seorang multipara berbeda dari yang belum pernah melahirkan pervaginam. Robekan serviks yang luas menimbulkan perdarahan dan dapat menjalar ke segmen bawah uterus. Apabila terjadi perdarahan yang tidak berhenti meskipun plasenta sudah lahir lengkap dan uterus sudah berkontraksi baik, perlu dipikirkan perlukaan jalan lahir, khususnya robekan serviks uteri.

b. Perlukaan vaginaPerlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering terjadi sebagai akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar. Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan spekulum.

c. Robekan perineumRobekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.

3. Retensio plasentaRentensio plasenta adalah belum lahirnya plasenta ½ jam setelah anak lahir. Tidak semua retensio plasenta menyebabkan terjadinya perdarahan. Apabila terjadi perdarahan, maka plasenta dilepaskan secara manual lebih dulu.

4. Inversio uterusUterus dikatakan mengalami inversi jika bagian dalam menjadi di luar saat melahirkan plasenta. Reposisi sebaiknya segera dilakukan. Dengan berjalannya waktu, lingkaran konstriksi sekitar uterus yang terinversi akan mengecil dan uterus akan terisi darah.

5. Perdarahan karena gangguan pembekuan daraha. solusio plasentab. kematian janin dalam kandungan c. eklamsiad. emboli cairan ketubane. sepsis

d. Manifestasi

2

Page 3: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

e. Diagnosis & pemeriksaan

Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalam jangka waktu lama, tanpa disadari pasien telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat. Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat dan tekanan darah menurun.

Seorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik. Gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah 20%. Jika perdarahan berlangsung terus, dapat timbul syok. Diagnosis perdarahan pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi perdarahan pascapersalinan dan plasenta belum lahir, perlu diusahakan untuk melahirkan plasenta segera. Jika plasenta sudah lahir, perlu dibedakan antara perdarahan akibat atonia uteri atau perdarahan karena perlukaan jalan lahir.

Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpasi. sedangkan pada perdarahan karena perlukaan jalan lahir, uterus berkontraksi dengan baik. Dalam hal uterus berkontaraksi dengan baik, perlu diperiksa lebih lanjut tentang adanya dan dimana letaknya perlukaan jalan lahir. Pada persalinan di rumah sakit, dengan fasilitas yang baik untuk melakukan transfusi darah, seharusnya kematian akibat perdarahan pascapersalinan dapat dicegah.

Tetapi kematian tidak dapat terlalu dihindarkan, terutama apabila penderita masuk rumah sakit dalam keadaan syok karena sudah kehilangan banyak darah. Karena persalinan di Indonesia sebagian besar terjadi di luar rumah sakit, perdarahan post partum merupakan sebab utama kematian dalam persalinan.

3

Page 4: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

Diagnosis Perdarahan Pascapersalinan(1) Palpasi uterus: bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uteri(2) Memeriksa plasenta dan ketuban apakah lengkap atau tidak.(3) Lakukan eksplorasi cavum uteri untuk mencari:- Sisa plasenta atau selaput ketuban- Robekan rahim- Plasenta suksenturiata(4) Inspekulo: untuk melihat robekan pada serviks, vagina, dan varises yang pecah(5) Pemeriksaan Laboratorium periksa darah yaitu Hb, COT (Clot Observation Test), dll

Perdarahan pascapersalinan ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan hingga dalam waktu singkat ibu dapat jatuh kedalam keadaan syok. Atau dapat berupa perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus yang juga bahaya karena kita tidak menyangka akhirnya perdarahan berjumlah banyak, ibu menjadi lemas dan juga jatuh dalam presyok dan syok. Karena itu, adalah penting sekali pada setiap ibu yang bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin, serta pengawasan tekanan darah, nadi, pernafasan ibu, dan periksa juga kontraksi uterus perdarahan selama 1 jam.

f. Tatalaksana

Anemia dalam kehamilan, harus diobati karena perdarahan dalam batas batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah menderita anemia. Apabila sebelumnya penderita sudah pernah mengalami perdarahan post partum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan banyak, kematian janin dalam uterus, dan solutio plasenta.

Dalam kala III, uterus jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan pascapersalinan. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskular segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir, hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin, intramuskular. Kadang-kadang pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir pada presentasi kepala menyebabkan plasenta terlepas segera setelah bayi seluruhnya lahir; dengan tekanan pada fundus uteri, plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu bayi lahir adalah terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gameli yang tidak diketahui sebelumnya. Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir, ada dua hal yang harus segera dilakukan, yaitu menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Tetapi apabila plasenta sudah lahir, perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Pada perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri, dengan segera dilakukan massage uterus dan suntikan 0,2 mg ergometrin intravena.

Tiga tindakan ini tidak memberikan hasil yang diharapkan dalam waktu singkat, perlu dilakukan:

a. Kompresi bimanual pada uterusCaranya:Tangan kiri penolong dimasukkan kedalam vagina dan sambil membuat kepalan letakkan pada forniks anterior vagina. Tangan kanan diletakkan pada perut penderita dengan memegang fundus uteri dengan telapak tangan dan dengan ibu jari didepan serta jari-jari lain dibelakang uterus.

4

Page 5: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

Sekarang corpus uteri terpegang antara dua tangan; tangan kanan melakukan massage pada uterus dan sekalian menekannya terhadap tangan kiri.

Kelemahannya:Kompresi bimanual melelahkan penolong sehingga jika tidak lekas mberi hasil, perlu diganti dengan perasat lain.

b. Perasat DickinsonPerasat Dickinson mudah dilakukan pada seorang multipara dengan dinding perut yang sudah lembek.Caranya:Tangan kanan diletakkan melintang pada bagian-bagian uterus, dengan jari kelingking sedikit diatas symphisis pubis melingkari bagian tersebut sebanyak mungkin, dan mengangkatnya ke atas. Tangan kiri memegang corpus uteri dan sambil melakukan massage,menekannya kebagian bawah kearah tangan kanan dan ke belakang kearah peritonium. Akhirnya masih dapat dilakukan tamponade uterovaginal.

Kelemahannya:Tindakan ini sekarang oleh banyak dokter tidak dilakukan lagi karena umumnya tanpa usaha-usaha tersebut diatas perdarahan yang disebabkan oleh atonia uteri sudah dapat diatasi. Lagipula dikhawatirkan bahwa tamponade yang dilakukan dengan teknik yang tidak sempurna tidak menghindarkan perdarahan dalam uterus belakang tampon.

c. Teknik lainDengan seorang pembantu memegang dan menahan fundus uteri, tangan kiri penolong diletakkan di vagina dengan ujung-ujung jari untuk sebagian masuk ke serviks uteri. Tangan kanan dengan petunjuk tangan kiri memasukkan tampon kasa panjang kedalam uterus sampai cavum uteri terisi penuh. Untuk menjamin bahwa tampon benar-benar mengisi cavum uteri dengan padat, kadang-kadang usaha memasukkan tampon dihentikan sebentar untuk memberi kesempatan kepada tangan dalam uterus untuk menekan tampon pada dinding cavum uteri. Dengan mengisi cavum uteri secara padat, dapat dihindarkan terjadinya perdarahan di belakang tampon. Tekanan tampon pada dinding uterus menghalangi pengeluaran darah dari sinus-sinus yang terbuka selain itu tekanan tersebut menimbulkan rangsangan pada myometrium untuk berkontraksi. Sesudah uterus diisi, tampon dimasukkan juga ke dalam vagina. Tampon diangkat 24 jam kemudian.

Pada perdarahan diatas masih ada kemungkinan dilakukannya laparotomi yaitu melakukan ikatan arteria hipogastrika kanan dan kiri atau histrektomi. Sedangkan terapi terbaik terhadap perdarahan yang disebabkan oleh hipofibrinogenemia ialah transfusi darah segar, ditambah dengan pemberian fibrinogen jika ada persediaan.

Jadi tergantung pada banyaknya perdarahan dan derajat atonia uteri dibagi dalam tiga tahap:

Tahap I : Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberian uterotonika, mengurut rahim (massage), dan memasang gurita.

Tahap II: Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya diberikan infus dan transfusi darah dan dapat dilakukan:

a. Perasat Zangemeisterb. Perasat Fritchc. Kompresi bimanuald. Kompresi aorta

5

Page 6: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

e. Tamponade utero-vaginalf. Jepitan arteri uterina dengan cara HenkelTamponade utero-vaginal walaupun secara fisiologis tidak tepat, hasilnya masih memuaskan, terutama di daerah pedesaan di mana fasilitas lainnya sangat minim atau tidak ada.

Tahap III: Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahan, dapat ditempuh dua cara, yaitu dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi.

Tindakan untuk mencegah pendarahan :

1. Kompresi bimanual dan masase uterus 2. Kuretase 3. Tampon uterus 4. Uterotonik 5. Tranfusi 6. Tindakan operatif ( di rumah sakit rujukan )

Ligasi arteri uterina Ligasi arteri iliaca interna Embolisasi pelvik Jahitan dengan metode B-lynch Histerektomi

PENCEGAHAN DENGAN OBAT :

Yang dimaksud pencegahan dengan obat adalah pemberian obat uterotonika setelah lahirnya plasenta. Namun, pemberian obat ini sama sekali tidak dibolehkan sebelum bayi lahir. Keuntungan pemberian uterotonika ini adalah untuk mengurangi perdarahan kala III dan mempercepat lahirnya plasenta. Karena itu, pemberian pencegahan dapat diberikan pada setiap persalinan atau bila ada indikasi tertentu.

Indikasi yang dimaksud, adalah hal-hal yang dicurigai akan menimbulkan perdarahan pasca persalinan. Yaitu;

Riwayat persalinan yang kurang baik, misalnya:1. Riwayat perdarahan pada persalinan yang terdahulu.2. Grande multipara (lebih dari empat anak).3. Jarak kehamilan yang dekat (kurang dari dua tahun).4. Bekas operasi Caesar.5. Pernah abortus (keguguran) sebelumnya.

Bila terjadi riwayat persalinan kurang baik, ibu seyogyanya melahirkan dirumah sakit, dan jangan di rumah sendiri.

hasil pemeriksaan waktu bersalin, misalnya:1. Persalinan/kala II yang terlalu cepat, sebagai contoh setelah ekstraksi vakum, forsep.2. Uterus terlalu teregang, misalnya pada hidramnion, kehamilan kembar, anak besar.

6

Page 7: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

3. Uterus yang kelelahan, persalinan lama.4. Uterus yang lembek akibat narkosa.5. Inersia uteri primer dan sekunder.

Obat-obatan yang dipakai untuk pencegahan adalah Oksitosin dan Ergometrin. Caranya, disuntikkan intra muskuler atau intravena (bila diinginkan kerja cepat), setelah anak lahir.

g. Prognosis

”Perdarahan pascapersalinan tidak perlu membawa kematian pada ibu bersalin”. Pendapat ini memang benar bila kesadaran masyarakat tentang hal ini sudah tinggi dan dalam klinik tersedia banyak darah dan cairan serta fasilitas lainnya. Dalam masyarakat kita masih besar anggapan bahwa darahnya adalah merupakan hidupnya karena itu mereka menolak menyumbangkan darahnya, walaupun untuk menolong jiwa istri dan keluarganya sendiri.

Pada perdarahan pascapersalinan, Mochtar R.ddk, melaporkan angka kematian ibu 7,9% dan Wiknjosastro H. 1,8-4,5%. Tingginya angka kematian ibu karena banyak penderita yang dikirim dari luar dengan keadaan umum yang sangat jelek dan anemis dimana tindakan apapun kadang-kadang tidak menolong.

h. Komplikasi

Disamping menyebabkan kematian, perdarahan pascapersalinan memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan banyak kelak bisa menyebabkan sindrom Sheehan sebagai akibat nekrosis pada hipofisisis pars anterior sehingga terjadi insufisiensi pada bagian tersebut. Gejalanya adalah asthenia, hipotensi, anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia.

Penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenore dan kehilangan fungsi laktasi.

Syok pada perdarahan post partum

1. Definisi

syok hipovolemik merupakan akibat kehilangan darah yang cepat (syok hemoragik). adalah suatu kondisi dimana perfusi jaringan menurun dan menyebabkan inadekuatnya hantaran oksigen dan nutrisi yang diperlukan sel. Keadaan apapun yang menyebabkan kurangnya oksigenasi sel, maka sel dan organ akan berada dalam keadaan syok.

2. Klasifikasi

Syok ringan : takikardi minimal, hipotensi sedikit, vasokonstriksi tepi ringan, kulit dingin, pucat, basah, Urin normal/sedikit berkurang, keluhan merasa dingin.

7

Page 8: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

Syok sedang : takikardi 100-120/m, hipotensi sistolik 90-100 mmHg, oliguria/anuria, keluhan has.

Syok berat : takikardi < 120/m, hipotensi sistolik<60 mmHg, Pucat sekali, anuria, agitasi, kesadaran menurun.

3. Etiologi

Hipovolemik syok sering dijumpai dalam klinis, secara etiologi adalah akibat hilangnya volum sirkulasi, misal: pasien luka tusuk dan trauma tumpul, perdarahan saluran cerna dan perdarahan saat kehamilan. Tubuh sebenarnya punya mekanisme kompensasi terhadap kehilangan ini dalam batas tertentu melalui mekanisme neuronal dan humoral. Dengan pengetahuan tatalaksana trauma terkini memungkinkan pasien bisa diselamatkan disaat mekanisme kompensasi tubuh tidak memadai.

4. Manifestasi

Gejala umum yang timbul saat syok bisa sangat dramatis. Kulit kering, pucat dan dengan diaphoresis. Pasien bingung, agitasi dan tidak sadar.Pada fase awal nadi cepat dan dalam dibandingkan denyutnya. Tekanan darah sistolik bisa saja masih dalam batas normal karena kompensasi.

5. Patofisiolgi

Pada yang ringan terjadi penurunan perfusi ke organ yg tahan lama terhadap iskemi seperti kulit, pH arteri normal

Syok sedang terjadi penurunan perfusike organ yg tahan iskemi pd waktu singkat, terjadi asidosis metabolik

Syok berat,penurunan perfusi ke organ vital,terjadi asidosis metabolik berat dan asidosis respitarorik

6. Diagnosis

Syok umumnya memberi gejala klinis kearah turunnya tanda vital tubuh, seperti: hipotensi, takikardia, penurunan urin output dan penurunan kesadaran. Kumpulan gejala tersebut bukanlah gejala primer tapi hanya gejala sekunder dari gagalnya sirkulasi tubuh. Kumpulan gejala tkarena mekanisme kompensasi tubuh, berkorelasi dengan usia dan penggunaan obat tertentu, kadang dijumpai pasien syok yang tekanan darah dan nadinya dalam batas normal. Oleh karena itu pemeriksaan fisik menyeluruh pada pasien dengan dilepas pakaiannya harus tetap dilakukan.

7. Tatalaksana

Resusitasi syok hemoragik 1. Atasi perfusi jaringan 2. Baringkan terlentang dengan kaki ditinggikan 3. Bebaskan jalan napas

8

Page 9: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

4. Beri O2 5-10 l/m

Resusitasi cairan 1. Pasang abocath no 16 G dan ambil contoh darah dan pasang kateter vena sentral 2. Berikan RL atau Nacl fisiologis sebanyak 2-3 x darah yg keluar dgn tetesan cepat selama 20-

30 menit 3. Pertahankan tekanan vena sentral 3-8 cmH2O4. Pada syok hemoragik berat dapat diberika cairan koloid seperti dekstran sebanyak 10-20

ml/kgbb

Obat obatan• Sodium bikarbonat, bila pH arteri <7,2,diberikan dgn rumus base excess x BB x 1/3, separuh

diberikan bolus iv, sisanya melalui infus • Vasokonstriktor,cth dopamin, diberikan sudah diberikanresusitasi cairan • Kortikosteroid • Antibiotika,dosis tinggi dan kombinasi cth clindamisin 600 mg/6jam dan garamisin 2mg/kg

bb/8 jam• Heparin bila terjadi DIC

i. Pencegahan

Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum adalah memimpin kala II dan

kala III persalinan secara lega artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang dokter spesialis obstetrik

dan ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan ergometrin secara IV setelah

anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah perdarahan yang terjadi.

Penanganan umum pada perdarahan post partum : Ketahui dengan pasti kondisi pasien sejak awal (saat masuk) Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman (termasuk upaya

pencegahan perdarahan pasca persalinan) Lakukan observasi melekat pada 2 jam pertama pasca persalinan (di ruang persalinan)

dan lanjutkan pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya (di ruang rawat gabung). Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat Segera lakukan penlilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan dengan

masalah dan komplikasi Atasi syok Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukam pijatan uterus,

berikan uterotonika 10 IU IM dilanjutkan infus 20 IU dalam 500cc NS/RL dengan 40 tetesan permenit.

Pastikan plasenta telah lahir dan lengkap, eksplorasi kemungkinan robekan jalan lahir. Bila perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah. Pasang kateter tetap dan lakukan pemantauan input-outputcairan Cari penyebab perdarahan dan lakukan penangan spesifik

2. Hiperbilirubinemia pada neonatusa. Definisi

9

Page 10: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

kondisi munculnya warna kuning di kulit dan selaput mata pada bayi baru lahir karena adanya bilirubin (pigmen empedu) pada kulit dan selaput mata sebagai akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.

Nilai RujukanDEWASA : total : 0.1 – 1.2 mg/dl, direk : 0.1 – 0.3 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dlANAK : total : 0.2 – 0.8 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dlBAYI BARU LAHIR : total : 1 – 12 mg/dl, indirek : 0.1 – 1.0 mg/dl, direk 0,1 – 0,4 mg/dl.

b. Etiologi & Kalsifikasi

1. Hiperbilirubinemia fisiologisTidak terjadi pada hari pertama kehidupan (muncul setelah 24 jam).Peningkatan bilirubin normal total tidak lebih dari 5 mg% perhari. Pada cukup bulan mencapai puncak pada 72 jam. Serum bilirubin 6 – 8 mg%. pada hari kelima akan turun sampai 3 mg%. selama 3 hari kadar bilirubin 2 – 3 mg%. Turun perlahan sampai dengan normal pada umur 11 – 12 hari. Pada BBLR/premature bilirubin mencapai puncak pada 120 jam serum bilirubin 10 mg% (10 – 15%) dan menurun setelah 2 minggu.

EtiologiUmur eritrosit lebih pendek (80-90 hari), sedangkan pada dewasa 120 hari. Jumlah darah pada bayi baru lahir lebih banyak (± 80 ml/kg BB), pada dewasa 60 ml/kg BB. Sumber bilirubin lain lebih banyak daripada orang dewasa. Jumlah albumin untuk transport bilirubin relative kurang terutama pada premature. Flora usus belum banyak, adanya peningkatan aktivitas dekonjugasi enzim glukoronidase.

2. Hiperbilirubinemia patologisIkterus timbul dalam 24 jam pertama kehidupan, serum bilirubin total meningkat lebih dari 5 mg% perhari. Pada bayi cukup bulan serum bilirubin total lebih dari 12 mg%, pada bayi premature >15 mg%. bilirubin conjugated >1,5 – 2 mg%. ikterus berlangsung >1 minggu pada bayi cukup bulan dan 2 minggu pada bayi premature.Etiologi

1) Pembentukan bilirubin berlebihan karena hemolisis. Disebabkan oleh penyakit hemolitik atau peningkatan destruksi eritrosit karena :

a. Hb dan eritrosit abnormal (Hb S pada anemia sel sabit)b. Inkompabilitas ABOc. Defisiensi G6PDd. Sepsise. Obat-obatan seperti oksitosin

2) Gangguan transport bilirubin, dipengaruhi oleh:a. Hipoalbunemiab. Prematuritasc. Obat-obatan seperti sulfonamide, salisilat, diuretic, dan FFA (free fatty

acid) yang berkompetisi dengan albumin d. Hipoksia, asidosis, hipotermie. Pemotongan tali pusat yang lambatf. Polisitemiag. Hemoragi ekstravasasi dalam tubuh seperti cephalhematoma, memar.

3) Gangguan uptake bilirubin, karena:

10

Page 11: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

a. Berkurangnya ligandinb. Peningkatan aseptor Y dan Z oleh anion lain (novobiosin)

4) Gangguan konjugasi bilirubina. Defisiensi enzim glukoronil transferasi, imaturitas heparb. Ikterus persisten pada bayi yang diberi ASIc. Hipoksia dan hipoglikemia

5) Penurunan ekskresi bilirubin disebabkan karena adanya sumbatan pada duktus biliaris.

6) Gangguan eleminasi bilirubina. Pemberian ASI yang lambatb. Pengeluaran mekonium yang lambatc. Obstruksi mekanik

c. Patofisiologi

a. bilirubin direkBilirubin terkonjugasi bereaksi cepat dengan asam sulfanilat yang terdiazotasi membentuk azobilirubin (reaksi van den Bergh), karena itu sering dinamakan bilirubin direk atau bilirubin langsung.

Peningkatan kadar bilirubin direk menunjukkan adanya gangguan pada hati (kerusakan sel hati) atau saluran empedu (batu atau tumor). Bilirubin terkonjugasi tidak dapat keluar dari empedu menuju usus sehingga akan masuk kembali dan terabsorbsi ke dalam aliran darah.

b. bilirubin indirekBilirubin tak terkonjugasi (hematobilirubin) yang merupakan bilirubin bebas yang terikat albumin harus lebih dulu dicampur dengan alkohol, kafein atau pelarut lain sebelum dapat bereaksi, karena itu dinamakan bilirubin indirek atau bilirubin tidak langsung.

Peningkatan kadar bilirubin indirek sering dikaitkan dengan peningkatan destruksi eritrosit (hemolisis), seperti pada penyakit hemolitik oleh autoimun, transfusi, atau eritroblastosis fatalis. Peningkatan destruksi eritrosit tidak diimbangi dengan kecepatan kunjugasi dan ekskresi ke saluran empedu sehingga terjadi peningkatan kadar bilirubin indirek.

d. Manifestasi

e. Diagnosis & pemeriksaan

Anamnesis1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat

janin,2. malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)3. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi4. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya5. Riwayat inkompatibilitas darah6. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan

limpa

11

Page 12: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

7. Pemeriksaan Fisik

Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar.

Tekan kulit secara ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit dan jaringan subkutan. Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut.

Pemeriksaan Lab

1. Bilirubin Serum

Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.

2. Bilirubinometer Transkutan

12

Page 13: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.

Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen. Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan untuk diagnosis.

Briscoe dkk. (2002) melakukan sebuah studi observasional prospektif untuk mengetahui akurasi pemeriksaan bilirubin transkutan (JM 102) dibandingkan dengan pemeriksaan bilirubin serum (metode standar diazo). Penelitian ini dilakukan di Inggris, melibatkan 303 bayi baru lahir dengan usia gestasi >34 minggu. Pada penelitian ini hiperbilirubinemia dibatasi pada konsentrasi bilirubin serum >14.4 mg/dL (249 umol/l). Dari penelitian ini didapatkan bahwa pemeriksaan TcB dan Total Serum Bilirubin (TSB) memiliki korelasi yang bermakna (n=303, r=0.76, p<0.0001), namun interval prediksi cukup besar, sehingga TcB tidak dapat digunakan untuk mengukur TSB. Namun disebutkan pula bahwa hasil pemeriksaan TcB dapat digunakan untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan TSB. Umumnya pemeriksaan TcB dilakukan sebelum bayi pulang untuk tujuan skrining. Hasil analisis biaya yang dilakukan oleh Suresh dkk. (2004) menyatakan bahwa pemeriksaan bilirubin serum ataupun transkutan secara rutin sebagai tindakan skrining sebelum bayi dipulangkan tidak efektif dari segi biaya dalam mencegah terjadinya ensefalopati hiperbilirubin.

3. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO

Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak. Hal ini menerangkan mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang rendah.

Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

f. Tatalaksanaa. FototherapiFototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan transfuse pengganti untuk me nurunkan bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a bound of fluorescent light bulbs or bulbs in the bluelight spectrum) akan menurunkan bilirubin dalam kulit. Fototerapi me nurunkan kadar bilirubin dengan cara memfasilitasi ekskresi bilirubin ta k terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorpsi jaringan merubah bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah fotobilirubin berikatan dengan albumin dan di kirim ke hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke empedu dan di ekskresikan kedalam duodenum untuk di buang bersa ma feses tanpa proses konjugasi oleh hati. Hasil fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.

Secara umum fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indire k 4-5 mg/dl. Noenatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difotote rapi dengan konsentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa ilmuwan mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksasi pada 24 jam pe rtama pada bayi resiko tinggi dan berat badan lahir rendah.

13

Page 14: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

b. Transfusi PenggantiTransfusi pengganti digunkan untuk:

Mengatasi anemia sel darah merah yang tidak susceptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap antibody maternal Menghilangkan sel darah mera h untuk yang tersensitisasi (kepekaan) 26 Menghilangkan serum bilirubin Meningkatkan albumin bebas bilirubin dan meningkatkan keterikatan dangan bilirubin

c. Therapi ObatPhenobarbital dapat menstimulus hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi bilirubin dan mengekskresikannya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk bebera pa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan Phenobarbital pada postnatal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi). Coloistrin dapat mengurangi bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga menurunkan siklus enterohepatika.

Antibiotic diberikan bila terkait dengan adanya infeksi.

g. Komplikasi

Ensefalopati bilirubin merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Selain memiliki angka mortalitas yang tinggi, juga dapat menyebabkan gejala sisa berupa cerebral palsy, tuli nada tinggi, paralisis dan displasia dental yang sangat mempengaruhi kualitas hidup.

h. Pencegahan1. Primer

AAP merekomendasikan pemberian ASI pada semua bayi cukup bulan dan hampir cukup bulan yang sehat. Dokter dan paramedis harus memotivasi ibu untuk menyusukan bayinya sedikitnya 8-12 kali sehari selama beberapa hari pertama.

Rendahnya asupan kalori dan atau keadaan dehidrasi berhubungan dengan proses menyusui dan dapat menimbulkan ikterus neonatorum. Meningkatkan frekuensi menyusui dapat menurunkan kecenderungan keadaan hiperbilirubinemia yang berat pada neonatus. Lingkungan yang kondusif bagi ibu akan menjamin terjadinya proses menyusui yang baik.

AAP juga melarang pemberian cairan tambahan (air, susu botol maupun dekstrosa) pada neonatus nondehidrasi. Pemberian cairan tambahan tidak dapat mencegah terjadinya ikterus neonatorum maupun menurunkan kadar bilirubin serum.

2. SekunderDokter harus melakukan pemeriksaan sistematik pada neonatus yang memiliki risiko tinggi ikterus neonatorum.Pemeriksaan Golongan Darah. Semua wanita hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah ABO dan Rhesus serta menjalani skrining antibodi isoimun. Bila ibu belum pernah menjalani pemeriksaan golongan darah selama kehamilannya, sangat dianjurkan untuk

14

Page 15: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

melakukan pemeriksaan golongan darah dan Rhesus. Apabila golongan darah ibu adalah O dengan Rh-positif, perlu dilakukan pemeriksaan darah tali pusat. Jika darah bayi bukan O, dapat dilakukan tes Coombs.

3. Hipotermia pada neonatusa. Definisi

Bayi hipotermi adalah bayi dengan suhu badan di bawah normal Adapun suhu normal bayi adalah 36,5-37,5 °C. Suhu normal pada neonatus 36,5-37,5°C (suhu ketiak).

b. Etiologi1. Jaringan lemak subkutan tipis.2. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.3. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.4. BBL (Bayi Baru Lahir) tidak mempunyai respon shivering (menggigil) pada reaksi kedinginan. 5. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang beresiko tinggi mengalami

hipotermi.

c. Klasifikasi

Bila seluruh tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermi sedang (suhu 32-36°C). Disebut hipotermi berat bila suhu <32°C, diperlukan termometer ukuran rendah (low reading thermometer) yang dapat mengukur sampai 25°C.

a. Gejala Hipotermi Bayi Baru Lahir Bayi tidak mau minum atau menetek Bayi tampak lesu atau mengantuk saja Tubuh bayi teraba dingin Dalam keadaan berat, denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh bayi

mengeras(Skleremia)

b. Tanda-Tanda Hipotermi Sedang (Stress Dingin) Aktifitas berkurang, letargis Tangisan lemah Kulit berwarna tidak rata Kemampuan menghiisap lemah Kaki teraba dingin

c. Tanda-Tanda Hipotermi Berat (Cedera Dingin) Sama dengan hipotermi sedang Bibir dan kuku kebiruan Pernafasan lambat

15

Page 16: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

Pernafasan tidak teratur Bunyi jantung lambat Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemi dan asidosis metabolic

d. Tanda-Tanda Stadium Lanjut Hipotermi Muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang Bagian tubuh lainnya pucat Kulit memgeras dan timbul kemerahan pada punggung, kaki dan tangan (Sklerema)

d. Patofisiologi

Mekanisme terjadinya Hipotermia: Hipotermia pada bayi baru lahir timbul karena penurunan suhu tubuh yang dapat terjadi melalui:

1. Radiasi : Yaitu panas tubuh bayi memancar kelingkungan sekitar bayi yang lebih dingin, misal : BBL diletakkan ditempat yang dingin.

2. Evaporasi : Yaitu cairan/air ketuban yang membasahi kulit bayi menguap, misal : BBL tidak langsung dikeringkan dari air ketuban.

3. Konduksi : Yaitu pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung kontak dengan permukaan yang lebih dingin, misal : popok/celana basah tidak langsung diganti.

4. Konveksi : Yaitu hilangnya panas tubuh bayi karena aliran udara sekeliling bayi, misal : BBL diletakkan dekat pintu/jendela terbuka.

e. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pengukuran suhu tubuh. Gejala hipotermia:

Sejalan dengan menurunnya suhu tubuh, bayi menjadi kurang aktif, letargis, hipotonus, tidak kuat menghisap ASI dan menangis lemah.

Pernapasan megap-megap dan lambat, denyut jantung menurun. Timbul sklerema : kulit mengeras berwarna kemerahan terutama dibagian punggung,

tungkai dan lengan. Muka bayi berwarna merah terang Hipotermia menyebabkan terjadinya perubahan metabolisme tubuh yang akan berakhir

dengan kegagalan fungsi jantung, perdarahan terutama pada paru-paru, ikterus dan kematian

f. Tatalaksana 1. Bayi yang mengalami hipotermi biasanya mudah sekali meninggal. Tindakan yang harus

dilakukan adalah segera menghangatkan bayi di dalam inkubator atau melalui penyinaran lampu.

2. Cara lain yang sangat sederhana dan mudah dikerjakan setiap orang ialah metode dekap, yaitu bayi diletakkan telungkup dalam dekapan ibunya dan keduanya diselimuti agar bayi senantiasa hangat.

3. Bila tubuh bayi masih dingin, gunakan selimut atau kain hangat yang diseterika terlebih dahulu yang digunakan untuk menutupi tubuh bayi dan ibu. Lakukan berulangkali sampai tubuh bayi hangat. Tidak boleh memakai buli-buli panas, bahaya luka bakar.

16

Page 17: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

4. Biasanya bayi hipotermi menderita hipoglikemia sehingga bayi harus diberi ASI sedikit-sedikit dan sesering mungkin. Bila bayi tidak dapat menghisap beri infus glukosa 10% sebanyak 60-80 ml/kg per hari.

Pencegahan dan Penanganan Hipotermi Pemberian panas yang mendadak, berbahaya karena dapat terjadi apnea sehingga direkomendasikan penghangatan 0,5-1°C tiap jam (pada bayi < 1000 gram penghangatan maksimal 0,6 °C). (Indarso, F, 2001). Alat-alat Inkubator Untuk bayi < 1000 gram, sebaiknya diletakkan dalam inkubator. Bayi-bayi tersebut dapat dikeluarkan dari inkubator apabila tubuhnya dapat tahan terhadap suhu lingkungan 30°C. Radiant Warner Adalah alat yang digunakan untuk bayi yang belum stabil atau untuk tindakan-tindakan. Dapat menggunakan servo controle (dengan menggunakan probe untuk kulit) atau non servo controle (dengan mengatur suhu yang dibutuhkan secara manual).

g. Pencegahan

Mengeringkan bayi segera setelah lahir Cara ini merupakan salah satu dari 7 rantai hangat ;1. Menyiapkan tempat melahirkan yang hangat, kering dan bersih.2. Mengeringkan tubuh bayi yang baru lahir/ air ketuban segera setelah lahir dengan handuk yang

kering dan bersih.3. Menjaga bayi hangat dengan cara mendekap bayi di dada ibu dengan keduanya diselimuti

(Metode Kangguru).4. Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat merangsang pooting

reflex dan bayi memperoleh kalori dengan : -Menyusui bayi. -Pada bayi kurang bulan yang belum bisa menetek ASI diberikan dengan sendok atau pipet. -Selama memberikan ASI bayi dalam dekapan ibu agar tetap hangat.

5. Mempertahankan bayi tetap hangat selama dalam perjalanan pada waktu rujukan.6. Memberikan penghangatan pada bayi baru lahir secara mandiri.7. Melatih semua orang yang terlibat dalam pertolongan persalinan. Menunda memandikan bayi

lahir sampai suhu tubuh normal

4. Pemeriksaan oleh lawan jenis menurut pandangan islam

Hukum asalnya, apabila ada dokter umum dan dokter spesialis dari kaum muslimah, maka menjadi kewajiban kaum Muslimah untuk menjatuhkan pilihan kepadanya. Meski hanya sekedar keluhan yang paling ringan, flu, batuk, pilek, sampai keadaan genting, semisal persalinan ataupun jika harus melakukan pembedahan. Berkaitan dengan masalah itu, Syaikh Bin Baz rahimahullah mengatakan,

“Seharusnya para dokter wanita menangani kaum wanita secara khusus, dan dokter lelaki melayani kaum lelaki secara khusus kecuali dalam keadaan yang sangat terpaksa. Bagian pelayanan lelaki dan bagian pelayanan wanita masing-masing hendaknya terpisah, agar masyarakat terjauhkan dari fitnah dan ikhtilat yang bisa mencelakakan. Inilah kewajiban semua orang.”

Bila memang dalam keadaan darurat dan memaksa, Islam memang membolehkan untuk menggunakan cara yang mulanya tidak diperbolehkan. Selama mendatangkan maslahat seperti untuk pemeliharaan dan penyelamatan jiwa dan raganya. Seorang muslimah yang keadaannya

17

Page 18: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

benar-benar dalam kondisi terhimpit dan tidak ada pilihan, maka ia boleh pergi ke dokter lelaki, baik karena tidak ada seorang dokter muslimah yang mengetahui penyakitnya maupun memang belum ada yang ahli.

DAFTAR PUSTAKA

Markum, H. 1991. Ilmu Kesehatan Anak. Buku I. FKUI, Jakarta.

Prawirodiharjo, Sarwono. 2009. Ilmu kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka

http://www.penyakithepatitis.com/Bilirubin.htm

Hidayat, A. A., 2005, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Salemba Medika, Jakarta.

Schwart, M.W. 2005. Pedoman Klilik Pediatrik. Jakarta : EGC.

http://jilbab.or.id/archives/605-jika-wanita-muslimah-berobat-ke-dokter-lelaki-2/

18

Page 19: PBL 1 EMERGENCY [Pendarahan Pasca Persalinan]

ID : [email protected] : Kelompoka2

19