oke
DESCRIPTION
okeTRANSCRIPT
1
RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN
MASYARAKAT
(STUDI TERHADAP PERAN PONDOK PESANTREN AL-HASAN DALAM
PEMBINAAN KEBERAGAMAAN REMAJA DUSUN BANYU PUTIH
TIMUR, SIDOREJO LOR, SIDOREJO, SALATIGA)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam
Oleh :
WAHYU NUGROHO _______________________________________
NIM : 111 09 060
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
2014
MOTTO
Hanya orang yang memiliki kemauan yang keras,
yang bisa bertindak cerdas.
Dalam hidup menjadi juara tidak harus jadi yang
nomor satu.
Berbuatlah dengan hati berkreasi dengan rasa.
ABSTRAKSI
Nugroho, Wahyu. 2014. Relasi Pondok Pesantren dengan Masyarakat (Studi
Terhadap Peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam Pembinaan
Keberagamaan Remaja Dusun Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo,
Salatiga). Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan Agama Islam
Negeri Salatiga. Dosen Pembimbing. Achmad Maimun, M.Ag.
Kata kunci: Relasi pondok pesantren dengan masyarakat dan pembinaan
keberagamaan
Penelitian ini berupaya menggali lebih dalam dalam tentang relasi masyarakat
dengan pondok pesantren dan peran pondok pesantren dalam pembinaan
keberagamaan remaja. Pertanyaan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini
adalah bagaimana perilaku keberagamaan remaja?, bagaimana peran pondok
pesantren dalam meningkatkan perilaku keberagamaan?, apa problematika
pembinaan keberagamaan remaja?.
Metode yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif.
Penelitian ini dilakukan mulai bulan November 2013 di pondok Al-Hasan.
Responden dalam penelitian ini terdiri atas, pengasuh, pengurus dan santri serta
remaja sekitar. Teknik pengumpulan data yang di gunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara dan observasi.
Setelah melakukan analisis, di peroleh hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa keberagamaan remaja yang beragam dan agak minim. Peran pondok yang
dijalankan sebagai fasilitator, mobilisasi, sumber daya manusia, agent of development
dan agen of excellence kurang berjalan maksimal. Pembinaan yang dilakukan kurang
berjalan maksimal karena di pengaruhi berbagai faktor salah satunya kurang
komunikasi antara remaja dengan pondok pesantren.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i
GAMBAR LOGO STAIN SALATIGA .................................................................... ii
HALAMAN NOTA PEMBIMBING ......................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ............................................ v
MOTTO ..................................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................... viii
ABSTRAKSI ............................................................................................................. x
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xvi
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………………..1
B. Fokus Penelitian……………………………………………………………..6
C. Tujuan Penelitian…………………………………………………………….6
D. Kegunaan Penelitian…………………………………………………………7
E. Penegasan Istilah…………………………………………………………….8
F. Metode Penelitian……………………………………………………………9
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian……………………………………..9
2. Kehadiran Peneliti………………………………………………….10
3. Lokasi dan Objek Penelitian……………………………………….10
4. Sumber Penelitian dan Informan…………………………………..11
5. Prosedur Pengumpulan Data………………………………………12
6. Analisis Data………………………………………………………13
7. Pengecekan Keabsahan Data……………………………………...14
8. Tahap-tahap Penelitian…………………………………………….15
G. Sistematika Penelitian……………………………………………………..18
BAB II KAJIAN PUSTAKA……………………………………………………..20
A. Pondok Pesantren Di Indonesia……………………………………………20
1. Pengertian Pondok Pesantren………………………………………20
2. Sejarah Pondok Pesantren………………………………………….21
3. Tipologi Pondok Pesantren………………………………………...23
4. Elemen-elemen Pondok Pesantren…………………………………26
5. Peran Pondok Pesantren dan Permasalahan Umum yang di Hadapi
Pondok Pesantren ………………………………………………….32
B. Keberagamaan Remaja……………………………………………………..36
1. Perilaku Keberagamaan…………………………………………….36
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan Remaja………..43
3. Fungsi Agama Bagi Manusia……………………………………….48
4. Peran Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Perilaku Keberagamaan
Remaja………………………………………………………………54
5. Problematika pembinaan keberagamaan remaja…………………….57
BAB III RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT………..63
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren………………………………………..63
1. Sejarah Singkat Pondok Pesantren………………………………….63
2. Visi dan Misi………………………………………………………..64
3. Letak Geografis……………………………………………………..65
4. Keadaan Sarana dan Prasarana……………………………………...66
5. Struktur Organisasi………………………………………………….67
6. Keadaan Santri dan ustadz………………………………………….68
B. Program Pendidikan………………………………………………………...75
1. Program Harian……………………………………………………..75
2. Program Mingguan dan Bulanan…………………………………...77
3. Program Tahunan…………………………………………………...78
C. Kondisi Remaja di Sekitar Pondok Pesantren……………………………....78
1. Pendidikan………………………………………………………….78
2. Keberagamaan……………………………………………………...79
3. Organisasi…………………………………………………………..80
D. Pola Hubungan dengan Masyarakat………………………………………..81
1. Hubungan Individu………………………………………………...81
2. Hubungan Kelembagaan…………………………………………...82
3. Hubungan Timbal Balik……………………………………………83
BAB IV PEMBINAAN KEBERAGAMAAN DAN PROBLEMATIKA………..84
A. Program Pembinaan………………………………………………………..84
B. Peran Pondok Pesantren …………………………………………………..88
C. Problematika……………………………………………………………….93
D. Solusi………………………………………………………………………97
BAB V PENUTUP………………………………………………………………...99
A. Kesimpulan…………………………………………………………………99
B. Saran………………………………………………………………………103
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….105
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Sarana dan Prasarana ......................................................................... 66
Tabel 2: Struktur Organisasi ............................................................................ 67
Tabel 3: Data Santri Putra dan Putri ................................................................ 69
Tabel 4: Keadaan Ustadz ................................................................................. 74
Tabel 5: Sistem Pendidikan Pondok Pesantren ................................................ 75
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sejak awal kelahirannya pesantren tumbuh dan berkembang di
berbagai daerah di Indonesia yang sangat kental sebagai lembaga keislaman
yang memiliki nilai-nilai strategis dalam pengembangan masyarakat Indonesia
yang ditunjukkan dengan realitas sebagian penduduknya terdiri dari umat
Islam yang prosentasenya mencapai 80%. Pesantren telah hidup sejak ratusan
tahun lalu yang menjangkau berbagai lapisan masyarakat muslim, dan telah
diakui sebagai lembaga pendidikan yang telah ikut mencerdaskan kehidupan
bangsa.
Pondok pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan yang ada
dalam masyarakat mempunyai peran penting dalam meningkatkan kualitas
sumber daya manusia, pendidikan pesantren tidak saja memberikan
pengetahuan dan keterampilan teknis tetapi yang jauh lebih penting adalah
menanamkan nilai-nilai moral dan agama. Filosofi pendidikan pesantren
didasarkan atas hubungan yang bermakna antara manusia, ciptaan atau
makhluk, dan Allah SWT. Hubungan tersebut baru bermakna jika bermuatan
atau menghasilkan keindahan dan keagungan. Ibadah yang dijalani oleh
semua guru dan santri di pondok pesantren diutamakan dalam hal mencari
ilmu, mengelola pelajaran, mengembangkan diri, mengembangkan kegiatan
bersama santri dan masyarakat (M. Dian Nafi‟, dkk, 2007: 9).
Sama halnya dengan pondok Al-Hasan yang berdiri pada tahun 1960an
oleh Bapak Isom yang awalnya seorang pengajar jama‟ah pengajian di Desa
Bancaan, Salatiga. Karena beliau ikut berpindah ke tempat istri mudanya yang
berada di Dusun Banyu Putih sehingga para jama‟ah yang dulunya belajar
mengaji di Desa Bancaan juga mengikuti sang ustadz pindah dan meneruskan
kegiatan di sana. Seiring dengan perkembangannya kini Al-Hasan telah
menjadi pondok pesantren ternama di daerahnya. Nama Al-Hasan yang
diambil dari sebuah nama masjid di dekat beliau tinggal dan mengajarkan
pengajian hingga sekarang yang telah memasuki generasi ketiga yang diasuh
oleh Bapak KH. Ichsanudin, MZ. Santri di Pondok Pesantren Al-Hasan yang
dulunya diprakarsai oleh generasi tua, kini para remaja dan anak-anak usia
sekolah yang lebih mendominasi. Hal tersebut bukan menjadi suatu hambatan
bagi pengasuh pondok Al-Hasan untuk mengembangkan visi misinya.
Menurutnya, remaja memiliki peranan yang besar bagi perubahan zaman.
Usia remaja merupakan fase perkembangan yang sangat dinamis, masa
remaja adalah masa peralihan yang ditempuh seseorang dari anak-anak
menuju dewasa, karena pada fase inilah remaja mulai mencari jati dirinya.
Remaja-remaja seringkali menarik diri dari masyarakat, acuh tak acuh
terhadap lingkungan sekitar, bahkan kadang-kadang mereka tampak
menentang adat kebiasaan dan nilai-nilai yang dianut masyarakat sekitar, hal
ini biasanya karena mereka tidak mendapat tempat kedudukan yang jelas
dalam masyarakat, dipandang masih seperti anak-anak, pendapatnya dan
keinginannya kurang didengar, karena dipandang kurang matang saja.
Sikap atau perlakuan masyarakat yang kurang memberikan kedudukan
yang jelas pada remaja sering mempertajam konflik yang sebenarnya telah
ada pada diri remaja. Mereka lebih memilih bergabung dan bersenang-senang
dengan teman sebayanya ketika menghadapi sebuah masalah dibandingkan
dengan melakukan hal-hal yang dapat meningkatkan religiusitasnya, karena
bagi mereka religiusitas menjadi barang mewah dan langka. Sama halnya
dengan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga. Di sana
jarang sekali ditemui anak-anak usia remaja yang aktif di kegiatan-kegiatan
keagamaan. Hanya beberapa saja dari mereka yang aktif itupun remaja usia
sekitar 13-15 tahun atau mereka yang masih duduk di bangku Sekolah
Menengah Pertama (SMP). Selebihnya, mereka memiliki berbagai kegiatan di
luar dan jarang mengikuti kegiatan yang bersifat keberagamaan.
Seharusnya, remaja usia sekolah mendapatkan perhatian yang lebih
tentang perilaku keberagamaan atau religiusitasnya. Karena kehidupan di luar
rumah yang sangat beragam baik kegiatan positif maupun negatif harus
direfleksikan kembali kepada agama. Sedangkan tingkat religiusitas seseorang
dalam hal ini remaja usia sekolah dapat dilihat dari perilaku keberagamaannya
sehari-hari. Sikap keberagamaan seseorang dapat dilihat dari berbagai
dimensi. Glock dan Stark mengatakan bahwa sikap keberagamaan manusia
dapat dilihat dari lima dimensi, yaitu: ideological, ritual, mistikal, intelektual,
dan sosial. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat (1996:35) agama seseorang
ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan pelatihan-pelatihan yang dilalui
semasa kecilnya dulu, seorang yang semasa kecilnya tidak pernah
mendapatkan pendidikan agama maka pada saat dewasa nanti, ia kurang
merasakan pentingnya akan agama dalam hidupnya, terutama pada anak usia
remaja.
Seperti halnya dengan sebuah aliran empirisme yang di cetuskan oleh
John Locke yang mana aliran ini memandang bahwa perkembang manusia
ditentukan oleh pengalaman dari lingkungannya (Lilik Sriyanti,2009:19).
Misalkan seseorang yang berada pada lingkungan yang baik akan tumbuh
menjadi pribadi yang baik pula. Pondok pesantren Al-Hasan merupakan salah
satu solusi bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja dan ingin
mengenalkan lebih jauh tentang agama kepada anak-anaknya. Hubungan
antara warga pesantren di satu pihak dan masyarakat di lain pihak meliputi
berbagai aspek kehidupan, salah satunya yang bersifat pendidikan. Pihak
warga pesantren terutama para kyai dan mubalig berperan sebagai pemberi
informasi (komunikator), baik yang bersifat agama (melalui pesantren),
maupun ilmu pengetahuan umum melalui lembaga-lembaga pendidikan
formal yang ada di lingkungan pesantren. Sedangkan warga masyarakat
khususnya remaja usia sekolah berperan sebagai penerima informasi ( Sindu
Galba, 1995: 65-66).
Namun hal ini kurang berlaku bagi sebagian remaja di Dusun Banyu
Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kota Salatiga, meskipun tinggal di area
pondok pesantren yang masyarakatnya identik memiliki sikap keberagamaan
yang tinggi, sebagian remaja di daerah tersebut kurang berminat dengan
kegiatan keagamaan baik yang dilakukan oleh masyarakat sekitar maupun
agenda pondok pesantren tersebut. Mereka memilih kegiatan yang cenderung
berimplikasi negatif. Misalnya, mereka memilih menonton konser musik
dibanding ikut kegiatan pengajian rutin hari minggu atau touring dengan klub
motor yang diikutinya dan sibuk dengan hobinya daripada harus mengikuti
jama‟ah sholat di masjid. Hal tersebut mecerminkan merosotnya nilai-nilai
kehidupan rohani dan terdegradasinya moral.
Berdasarkan alasan tersebut peneliti ingin meneliti tentang relasi
pondok pesantren dengan masyarakat (studi terhadap peran yang di hadapi
Pondok Pesantren Al-Hasan dalam pembinaan keberagamaan remaja Dusun
Banyu Putih Timur, Sidorejo Lor, Sidorejo, Salatiga).
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka fokus penelitian ini
sebagai berikut:
1. Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar ponpes Al-Hasan,
Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota
Salatiga?
2. Bagaimana peran pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo
Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga ?
3. Apa problematika pembinaan keberagamaan remaja di lingkungan pondok
pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor,
Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui perilaku keberagamaan remaja di sekitar pondok
pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor,
Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
2. Untuk mengetahui peran pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan remaja Dusun Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo
Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
3. Untuk mengetahui problematika pembinaan keberagamaan remaja di
lingkungan pondok pesantren Al-Hasan, Dusun Banyu Putih Timur, Desa
Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara teori
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah pengetahuan bagi
pembaca umumnya dan mahasiswa STAIN Salatiga pada khususnya, serta
dapat menambah pengetahuan bagi remaja.
2. Secara praktis
a. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat dijadikan panduan bahwa
keberadaan pondok pesantren memiliki peran penting dalam
meningkatkan perilaku keberagamaan remaja di lingkungan
sekitarnya.
b. Penelitian ini juga dapat dijadikan panduan bagi orang tua dalam
membimbing remaja agar memiliki religiusitas yang tinggi.
c. Bagi remaja, dengan penelitian ini dapat menambah pengetahuan agar
dapat meningkatkan perilaku keberagamaannya.
E. Penegasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman mengenai maksud dari judul
penelitian ini, maka peneliti merasa perlu memberikan pengertian istilah-
istilah yang ada pada judul tersebut sebagai berikut:
1. Relasi pondok pesantren dengan masyarakat
Relasi menurut KBBI (2007:934) adalah hubungan, pertalian, atau
perhubungan. Sedangkan masyarakat merupakan sejumlah manusia
dalam arti yang seluas-luasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang
mereka anggap sama (KBBI, 2007:721). Sedangkan relasi yang di
maksud dalam penelitian ini adalah hubungan pondok pesantren Al-
Hasan dengan masyarakat atau orang-orang di lingkungan pondok
pesantren.
2. Peran Pembinaan keberagamaan remaja di lingkungan pondok pesantren
Peran adalah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh
orang yang berkedudukan dalam masyarakat (KBBI,2007:854).
Pembinaan berasal dari kata bina yang mendapat imbuhan pe-an. Kata
bina berarti membangun atau mengusahakan agar mempunyai kemajuan
lebih. Keberagamaan menurut Mudzar dapat dilihat dari lima dimensi
yaitu: scripture atau naskah-naskah, penganut, ritus-ritus atau ritual, alat-
alat seperti masjid, gereja, lonceng, dan organisasi keagamaan
(Suprayogo,2001:21).
Lingkungan adalah daerah atau kawasan yang terdapat
didalamnya (KBBI,2007:675). Sedangkan pondok pesantren adalah
tempat berkumpulnya para santri atau asrama tempat mengkaji ilmu
agama Islam (Nurcholis Majid,1997:5). Jadi peran pembinaan
keberagamaan remaja dilingkungan pondok pesantren yang penulis
maksud dalam penelitian ini ialah upaya yang dilakukan pondok
pesantren Al-Hasan dalam mengalami masalah aktivitas keberagamaan
remaja terutama ritual keberagamaan remaja yang tinggal di kawasan
pondok pesantren dalam mengkaji ilmu agama Islam dan ilmu
pengetahuan umum.
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan lapangan (field
research), dimaksudkan untuk mengetahui data responden secara
langsung di lapangan, yakni suatu penelitian tentang studi yang
mendalam mengenai suatu unit sosial sedemikian rupa sehingga
menghasilkan gambaran yang terorganisir dengan baik mengenai unit
sosial tersebut.
Sedangkan penelitian ini menggunakan metode penelitian
kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang berusaha
menemukan makna dari sebuah situasi atau kondisi. Metode penelitian
ini berlandaskan pada filsafat postpositivisme yang memandang
realitas sosial sebagai suatu yang utuh, komplek, dinamis dan penuh
makna serta bersifat interaktif dan hasil penelitiannya lebih
menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2011:8). Dalam
penelitian ini peneliti mencoba mencari tahu bagaimana sikap
keberagamaan remaja pada lingkungan pondok pesantren.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif menggunakan human instrument
yaitu peneliti sebagai intrumen penelitian itu sendiri. Kehadiran
peneliti di lapangan untuk melakukan pengamatan, wawancara, serta
melakukan berbagai kegiatan secara mendalam untuk mendapat data
dan informasi yang digunakan sebagai data penelitian. Dalam hal ini
peneliti akan terjun langsung kelapangan tanpa mewakilkan
kehadirannya kepada orang lain agar data dan informasi yang di dapat
lebih akurat.
3. Lokasi dan Objek Penelitian
Penelitian ini di lakukan di pondok pesantren Al-Hasan, Dusun
Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo, Kota
Salatiga. Sedangkan yang menjadi objek penelitian ini adalah pondok
pesantren Al-Hasan.
4. Subjek Penelitian dan Informan
Pemilihan informan merupakan hal yang sangat berguna untuk
kelangsungan proses penelitian. Subyek penelitian adalah orang dari
lokasi penelitian yang dianggap paling mengetahui masalah penelitian
guna memperoleh data-data penelitian. Informan adalah orang dari
lokasi penelitian yang paling mengetahui permasalahan dan bersedia
dijadikan sumber informasi, bersedia bekerja sama, mau diajak diskusi
membahas hasil penelitian (Kasiram, 2010: 283). Dalam penelitian ini
yang menjadi subyek penelitian adalah pondok pesantren Al-Hasan,
Dsn Banyu Putih Timur, Desa Sidorejo Lor, Kecamatan Sidorejo,
Kota Salatiga.
Fungsi dari subyek penelitian dan informan adalah membantu
peneliti dalam waktu yang relatif singkat dapat memperoleh data yang
banyak dan yang dibutuhkan selama penelitian berlangsung. Cara
yang digunakan untuk mendapatkan informasi dari informan yang
dapat dipertanggung jawabkan, dapat melalui wawancara. Untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan maka peneliti berpedoman
pada informasi yang diberikan oleh pengurus pondok pesantren Al-
Hasan, para santri, dan remaja sebagai informan.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
dalam mencari data dan informasi penelitian adalah sebagai berikut:
a. Wawancara
wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar
informasi dan ide melalui Tanya jawab, sehingga dapat
dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu (Sugiyono,
2011:231). Dalam hal ini penulis berpedoman pada informasi yang
diberikan oleh pengasuh pondok pesantren, pengurus dan remaja
Dusun Banyu Putih, Desa Sidorejo Lor.
b. Observasi
Observasi adalah metode pengumpulan data dengan cara
mengamati secara langsung tentang kegiatan, keadaan umum
kejadian-kejadian yang ada dalam obyek penelitian dengan secara
sistematis.
Secara umum, observasi berarti pengamatan, penglihatan.
Sedangkan secara khusus, dalam dunia penelitian, observasi
adalah mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab,
mencari bukti terhadap fenomena social keagamaan (perilaku,
kejadian-kejadian, keadaan, benda, dan symbol-simbol tertentu)
selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang di
observasi, dengan mencatat, merekam, mempotret fenomena
tersebut guna penemuan data analisis (Suprayogo dan Tabroni,
2001:167). Metode observasi dalam penelitian ini dimanfaatkan
untuk mengamati kondisi remaja Dusun Banyu Putih Timur yang
diharapkan dapat membantu untuk melengkapi data yang
diperlukan dengan cara mengamati aktivitas kehidupan sehari-hari
remaja tersebut.
c. Dokumentasi
Dokumen merupakan metode penelitian yang berbentuk
tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang
(Sugiyono, 2011:240). Peneliti menggunakan metode ini untuk
mendapat data tentang kondisi dan keadaan Dusun Banyu Putih
Timur, agamanya, dan sarana prasarana yang dimiliki dalam
kegiatan keagamaan.
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan
temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain. Analisis data
penelitian kualitatif bersifat iterative (berkelanjutan) dan
dikembangkan sepanjang program. Dengan menganalisis data sambil
mengumpulkan data, maka peneliti dapat mengetahui kekurangan data
yang harus dikumpulkan.
Tahap analisis data dalam penelitian ini secara umum dimulai
sejak pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan atau verifikasi. Reduksi data merupakan proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan,
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan lapangan
(Imam Suprayogo, 2001:192-193). Pada proses ini peneliti dapat
melakukan penggolongan, dan membuang yang tidak diperlukan.
Setelah datanya terpilih maka dilakukan penyajian data yang didapat
melalui informan dan data yang diperoleh dilapangan selama
penelitian berlangsung. Penyajian data adalah menyajikan sekumpulan
informasi yang tersusun yang memberi kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Sehingga setelah
penyajian data dapat ditarik kesimpulan sebagai hasil akhir penelitian.
7. Pengecekan Keabsahan Data
Untuk menjamin keabsahan data temuan yang diperoleh di
lapangan peneliti melakukan beberapa upaya, di samping menanyakan
kepada obyek secara langsung, peneliti juga berusaha mencari jawaban
dari sumber lain.
Dalam melakukan pengecekan keabsahan data didasarkan pada
beberapa kriteria. Kriteria tersebut terdiri dari credibility (derajat
kepercayaan), transferability (validitas eksternal), dependability
(reliabilitas) dan confirmability (obyektivitas). Masing-masing teknik
tersebut menggunakan cara pemeriksaan sendiri-sendiri. Untuk kriteria
derajat kepercayaan dalam memeriksa data maka peneliti
memperpanjang keikutsertaannya, ketekunan dalam mengamati segala
sesuatu objek di lapangan, triangulasi (teknik pengumpulan data yang
bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
sumber data yang telah ada), diskusi dengan teman sejawat, analisis
kasus negatif dan membercheck atau pengecekan data yang diperoleh
peneliti kepada pemberi data (Sugiyono, 2011:270).
8. Tahap-tahap Penelitian Kualitatif
Tahap-tahap yang dimaksudkan dalam penelitian kualitatif di
bagi ke dalam tiga tahap, yaitu: tahap pra-lapangan, tahap pekerjaan
lapangan, dan tahap analisis data (Moleong, 2009:127-148)
a. Tahap Pra-lapangan
Tahap pra-penelitian adalah sebelum berada di lapangan.
Sebagaimana yang di kutip Moleong, ada enam kegiatan yang harus
dilakukan oleh peneliti. Dalam tahap ini di tambah satu pertimbangan
yang perlu dipahami yaitu etika penelitian lapangan. Kegiatan dan
pertimbangan antara lain: pertama, menyusun rancangan penelitian,
kedua, memilih lapangan penelitian, ketiga, mengurus perizinan,
keempat, menjajaki dan menilai lapangan, kelima, memilih dan
memanfaatkan informan, keenam, menyiapkan perlengkapan
penelitian.
b. Tahap Pekerjaan Lapangan
Pada tahap ini merupakan tahap penelitian yang sebenarnya.
Tahap ini di bagi atas tiga bagian, yaitu: pertama, memahami latar
penelitian dan persiapan diri, kedua, memasuki lapangan, ketiga,
berperan serta sambil mengumpulkan data.
c. Tahap Analisis Data
Analisis data adalah tahap kegiatan sesudah kembali dari
lapangan. Pada tahap ini analisis data yang sudah tersedia dari sumber
yaitu dari wawancara, pengamatan yang sudah dituliskan dalam
catatan lapangan, dokumen pribadi dan sebagainya.
Dalam analisis data, terdapat beberapa alur kegiatan yang
terjadi secara bersamaan, yaitu:
1) Pengumpulan Data
Adalah kegiatan analisis yang mengantisipasi kegiatan atau
dilakukan sebelum penelitian lapangan, ketika penelitian di rancang.
2) Reduksi Data
Adalah proses pemilihan, pemusatan perhatian data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data
bukanlah suatu hal yang terpisah dari analisis. Reduksi data merupakan
bagian dari analisis.
3) Penyajian Data
Adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi
kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan. Dengan melihat data kita akan memahami apa yang sedang
terjadi dan apa yang harus dilakukan untuk lebih jauh menganalisis
atau mengambil tindakan berdasarkan atas pemahaman yang di dapat
dari penyajian tersebut.
4) Kesimpulan atau Verifikasi Data
Kegiatan analisis ketiga adalah menarik kesimpulan atau
verifikasi. Dari permulaan pengumpulan data, seorang penganalisis
kualitatif mencari makna, penjelasan, dan sebab akibat.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pertahapan dalam
penelitian ini adalah bentuk urutan atau berjenjang yakni dimulai dari
tahap pra-penelitian, tahap pekerjaan lapangan, dan tahap pasca
penelitian. Namun walau demikian, sifat dari kegiatan yang dilakukan
pada masing-masing tahap tersebut tidaklah bersifat ketat, melainkan
sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.
G. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan hasil penelitian ini dibagi dalam 5 bab, setiap bab
terdiri dari beberapa sub bab, yaitu:
BAB I: PENDAHULUAN
Dalam pendahuluan ini meliputi: latar belakang masalah, masalah penelitian,
tujuan penelitian, kegunaan penelitian, penegasan istilah, metode penelitian
dan sistematika penelitian.
BAB II: KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini pokok pembahasan diantaranya pondok pesantren di Indonesia
yang meliputi pengertian pondok pesantren, sejarah pondok pesantren,
tipologi pondok pesantren, elemen-elemen pondok pesantren, upaya pondok
pesantren dan permasalahan umum yang dihadapi pondok pesantren.
Keberagamaan remaja yang terdiri dari pengertian perilaku keberagamaan,
faktor-faktor yang mempengaruhi keberagamaan remaja, dan fungsi agama
bagi manusia dan upaya pondok pesantren dalam meningkatkan perilaku
keberagamaan remaja, problematika pembinaan keberagamaan remaja.
BAB III: RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT
Pada bab ini terdiri dari : gambaran umum objek penelitian yang terdiri dari
sejarah singkat pesantren, visi dan misi pesantren, letak geografis pesantren,
keadaan sarana dan prasarana, struktur organisasi , keadaan santri dan ustad,
Program pendidikan meliputi program harian, program mingguan dan
bulanan, progam tahunan, kondisi remaja di sekitar meliputi pendidikan,
keberagamaan dan organisasi, pola hubungan dengan masyarakat sekitar
pondok pesantren meliputi hubungan individu, hubungan kelembagaan dan
hubungan timbal balik.
BAB IV: PERAN PONDOK DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN
Dalam bab ini meliputi: Program pembinaan, peran pondok pesantren,
problematika dan solusi.
BAB V: PENUTUP
Penutup merupakan bab terakhir yang berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pondok Pesantren di Indonesia
1. Pengertian Pondok Pesantren
Pesantren berasal dari kata santri, dengan awalan pe dan akhiran an
yang berarti tempat tinggal para santri, Profesor Jhons berpendapat bahwa
istilah santri berasal dari bahasa Tamil yang berarti guru mengaji,
sedangkan C.C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari
istilah shastri yang dalam bahasa India berarti orang yang tau buku-buku
suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu
( Zamakhsyari Dhofier,1983:18).
Sedangkan pondok pesantren menurut Nurcholis Majid (1997:5)
adalah tempat berkumpulnya para santri atau asrama tempat mengkaji
ilmu agama Islam, di mana santri mempunyai image sebagai seorang
yang mengerti lebih jauh mengenai perihal agama di banding masyarakat
umum. Pesantren adalah lembaga pendidikan keagamaaan yang
mempunyai ciri khasnya sendiri dibanding dengan lembaga pendidikan
lainnya. Sebagai lembaga pendidikan yang sudah lama berkembang di
Indonesia, pesantren berhasil membina dan mengembangkan kehidupan
beragama masyarakat.
Pondok pesantren merupakan sarana untuk menyiapkan para santri
sebagai mutafaqqih fi ad-din (mengkaji ilmu agama) yang mampu
mencetak kader-kader ulama‟ dan pendakwah menyebarkan agama Islam,
serta pembentukan akhlak. Selain itu, pondok pesantren juga
dimanfaatkan masyarakat sebagai sarana mengembangkan kepercayaaan
Islam, dan khususnya untuk mengembangkan kemampuan menafsirkan
inti ajaran Islam.
2. Sejarah Pondok Pesantren
Menelusuri tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga
pendidikan keagamaan Islam di Indonesia, termasuk awal berdirinya
pondok pesantren tidak terlepas dari hubungannya dengan sejarah
masuknya Islam di Indonesia. Pendidikan Islam di Indonesia bermula
ketika orang-orang yang masuk Islam ingin mengetahui lebih banyak
tentang isi ajaran Islam yang baru dipeluknya, baik mengenai cara
beribadah, membaca Al-Qur‟an dan pengetahuan Islam yang lebih luas
dan mendalam. Mereka biasanya belajar di rumah, masjid, langgar atau
surau.
Dalam perkembangannya, keinginan untuk lebih memperdalam
ilmu-ilmu agama telah mendorong tumbuhnya pesantren yang merupakan
tempat untuk melanjutkan belajar agama setelah tamat belajar di surau,
langgar atau masjid. Sejarah pendidikan Indonesia mencatat, bahwa
pondok pesantren adalah bentuk lembaga pendidikan pribumi tertua di
Indonesia. Lembaga ini telah berkembang khususnya di Jawa selama
berabad-abad. Maulana Malik Ibrahim salah satu spiritual father
Walisongo yang meninggal tahun 1419 di Gresik dalam masyarakat Jawa
biasanya dipandang sebagai gurunya guru tradisi pesantren di tanah Jawa.
Dalam catatan sejarah, pondok pesantren dikenal di Indonesia sejak
zaman Walisongo. Ketika itu pula Sunan Ampel mendirikan sebuah
padepokan di Ampel Surabaya dan menjadikannya pusat pendidikan di
Jawa. Para santri yang berasal dari pulau Jawa datang untuk menuntut
ilmu agama. Bahkan di antara para santri ada yang berasal dari Gowa dan
Talo, Sulawesi.
Pesantren Ampel merupakan cikal bakal berdirinya pesantren-
pesantren di tanah air. Sebab para santri setelah menyelesaikan studinya
merasa berkewajiban mengamalkan ilmunya di daerahnya masing-
masing. Maka di dirikanlah pondok-pondok pesantren dengan mengikuti
pada apa yang mereka dapatkan di Pesantren Ampel.
Mengenai pendirian dan pelembagaan pesantren pertama kali, baru
muncul pada pertengahan abad ke-18 M. Dari pesantren-pesantren kuno
yang terlacak, pesantren Tegalsari Panaraga yang didirikan tahun 1742
adalah pesantren paling tua. Pada akhir abad 18 M, lembaga pesantren di
Jawa semakin bertambah dan mengalami perkembangan pesat. Hal itu
terjadi pada rentang abad ke-19 M. Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa pesantren muncul pada abad ke-18 M dan melembaga pada abad
ke-19 M (Depag RI, 2003: 7-8).
3. Tipologi Pondok Pesantren
Pondok pesantren adalah sebuah sistem yang unik, bukan hanya
dalam pendekatan pembelajarannya tapi juga pandangan hidup dan tata
nilai yang dianut, masing-masing pondok pesantren mempunyai
keistimewaan tersendiri, secara garis besar pondok pesantren dapat
dikategorikan dalam tiga kategori:
a. Pondok Pesantren Salafiyah
Salaf artinya lama, dahulu atau tradisional. Pondok pesantren
Salafiyah adalah pondok pesantren yang menyelenggarakan
pemebelajaran dengan pendekatan tradisional, sebagaimana yang
berlangsung sejak awal pertumbuhannya. Pembelajaran ilmu-ilmu agama
Islam dilakukan secara individual atau kelompok dengan konsentrasi pada
kitab-kitab klasik berbahasa Arab, penjenjangan tidak didasarkan pada
waktu tetapi berdasarkan tamatnya (khatam) kitab yang di pelajari.
Dengan selesai satu kitab tertentu maka santri dapat naik jenjang dengan
mempelajari kitab yang tingkat kesulitannya lebih tinggi. Pendekatan ini
sejalan dengan prinsip pendidikan modern yang di kenal dengan sistem
belajar tuntas. Dengan cara ini, santri dapat lebih intensif mempelajari
suatu cabang ilmu.
b. Pondok Pesantren Khalafiyah (A’shriyah)
Khalaf artinya kemudian, atau belakang. Sedangkan ashri artinya
sekarang atau modern. Pondok pesantren khalafiyah adalah pondok
pesantren yang menyelenggarakan kegiatan pendidikan dengan
pendekatan modern, melalui satuan pendidikan formal baik madrasah
atau sekolah umum, tetapi dengan pendekatan klasikal. Pembelajaran
pada pondok pesantren ini, dilakukan secara berjenjang dan
berkesinambungan, dengan satuan program didasarkan pada satuan
waktu, seperti catur wulan, semester, tahun atau kelas dan seterusnya.
Pada pondok pesantren tipe ini pondok lebih banyak berfungsi sebagai
asrama dan memberikan lingkungan yang kondusif untuk pendidikan
agama.
c. Pondok Pesantren Campuran/Kombinasi
Pondok pesantren salafiyah dan khalafiyah dengan penjelasan di
atas adalah salafiyah dan khalafiyah dalam bentuknya yang ekstrim.
Barangkali kenyataan di lapangan tidak ada atau sedikit sekali pondok
pesantren salafiyah atau khalafiyah dengan pengertian tersebut. Sebagian
besar yang ada sekarang adalah pondok pesantren yang berada di antara
rentangan dua pengertian di atas. Sebagian besar pondok pesantren yang
mengaku atau menanamkan diri pesantren salafiyah, pada umum
menyelenggarakan pendidikan secara klasikal dan berjenjang, walaupun
tidak dengan nama madrasah atau sekolah. Demikian juga pesantren
khalafiyah pada umumnya juga menyelenggarakan pendidikan dengan
pendekatan pengajian kitab klasik sebagai salah satu identitas pondok
pesantren.
Di samping tipologi pesantren berdasarkan model pendekatan
pendidikan yang dilakukan, ada juga tipologi berdasarkan konsentrasi
ilmu-ilmu agama yang diajarkan yang di kenal dengan pesantren Al-
Qur‟an yang lebih berkonsentrasi pada pendidikan Al-Qur‟an, mulai
qira‟ah sampai tahfizh. Ada pesantren hadits yang lebih berkonsentrasi
pada pembelajaran hadits. Ada pesantren fiqh, pesantren ushul fiqh,
pesantren tashawwuf (Departemen Agama RI, 2003: 28-31).
Ada tipologi lain di buat berdasarkan penyelenggaraan fungsinya
sebagai lembaga pengembangan masyarakat melalui program-program
pengembangan usaha, seperti pesantren pertanian, pesantren
keterampilan, pesantren agribisnis dan sebagainya. Maksudnya pesantren
ini selain juga menyelenggarakan pendidikan agama juga
mengembangkan pertanian, keterampilan, dan agribisnis tertentu.
Dilihat dari berbagai tipologi pesantren di atas, menunjukkan bahwa
eksistensi pesantren dari masa ke masa semakin berkembang melalui
berbagai macam evaluasi. Sehingga pesantren tidak lagi di pandang
sebagai lembaga pendidikan Islam yang kuno, dan alumni pondok
pesantren hanya bisa menguasai pendidikan Islam saja melainkan mereka
mampu bersaing dengan lembaga pendidikan umum yang sarat dengan
teknologi modern.
4. Elemen-elemen Pondok Pesantren
Sebuah pondok pesantren biasanya mempunyai elemen-elemen
yang mendukung eksistensi pondok pesantren tersebut. Elemen-elemen
pondok pesantren setidaknya terdiri atas (Dhofier,1983: 44-55) adalah:
a. Pondok
Sebuah pesantren pada dasarnyaadalah sebuah asrama pendidikan
Islam tradisional dimana para siswanya tinggal bersama dan belajar di
bawah bimbingan seseorang (atau lebih) guru yang lebih di kenal dengan
sebutan ” kyai”. Asrama untuk para santri biasanya berada di lingkungan
komplek pesantren di mana kyai bertempat tinggal yang menyediakan
sebuah tempat ibadah dan ruang untuk belajar dan kegiatan-kegiatan
keagamaan yang lain. Komplek pesantren ini biasanya dikelilingi dengan
tembok untuk dapat mengawasi keluar dan masuknya para santri sesuai
dengan peraturan yang berlaku.
Sistem pondok bukan saja elemen yang paling penting dari tradisi
pesantren, tetapi juga penopang utama bagi pesantren untuk dapat terus
berkembang. Meskipun keadaan pondok sangat sederhana namun anak-
anak muda yang pertama meninggalkan desanya untuk melanjutkan
pelajaran di suatu wilayah yang baru tidak perlu mengalami kesukaran
dalam tempat tinggal atau penyesuaian diri dengan lingkungan sosial
yang baru.
b. Masjid
Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan
pesantren dan di anggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik
santri, terutama dalam praktek-praktek keberagaamaan misalnya, shalat
lima waktu, khotbah, dan pengajaran kitab-kitab klasik. Kedudukan
masjid yang sangat penting sebagai pusat pendidikan dalam tradisi
pesantren yang merukan manivestasi universalisme dari sistem
pendidikan Islam tradisional.
Sejak zaman Nabi, masjid telah menjadi pusat pendidikan Islam
dan mereka selalu menggunakan masjid sebagai tempat pertemuan, pusat
pendidikan, dan sebagainya. Bahkan di zaman sekarang seringkali kita
temukan para ulama penuh pengabdian menggunakan masjid sebagai
tempat mengajar murid-muridnya, memberikan nasehat dan apa saja yang
berhubungan dengan ilmu pendidikan.
Serang kyai yang ingin mengembangkan sebuah pesantren,
biasanya akan mendidrikan masjid di dekat rumahnya. Langkah ini
biasanya di ambil atas perintah gurunya yang telah menilai bahwa ia akan
sanggup memimpin sebuah pesantren.
c. Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik
Pada masa lalu, pengajaran kitab-kitab Islam klasik terutama di
kalangan-kalangan ulama yang mengandung paham syafi‟iyah merupakan
satu-satunya pengajaran formal yang diberikan dalam lingkungan
pesantren. Pengajaran ini sering diterapkan bagi para santri yang tinggal
di pesantren dalam jangka waktu pendek (kurang dari satu tahun) yang
bertujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pengalaman perasaan
keagamaan. Adapun santri yang ingin mengembangkan keahliannya
dalam berbahasa Arab melalui sistem sorogan dalam pengajian sebelum
pergi ke pesantren mengikuti sistem bandongan.
Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan di sebuah pesantren
biasanya dapat digolongkan menjadi 8 macam meliputi: nahwu dan saraf,
fiqh, usul fiqh, hadits, tafsir, tauhid, tasawuf dan etika, dan cabang-
cabang lain seperti balaghah dan tarikh. Kesamaan kitab yang diajarkan
dan sistem pengajarannya akan menghasilkan homogenitas pandangan
hidup, kultural, dan praktik kaberagamaan di kalangan para santri.
Meskipun sekarang kebanyakan pesantren telah memasukkan
pengajaran umum sebagai suatu bagian penting dalam pendidikan
pesantren, namun pengajaran kitab-kitab Islam klasik tetap diberikan
sebagai tradisi yang merupakan ciri khas dan upaya meneruskan tujuan
utama pesantren dalam mendidik santri yang sesuai faham Islam
tradisional.
d. Santri
Sesuai dengan pengertian yang dipakai oleh lingkungan orang-
orang pesantren, seorang kyai apabila memiliki pesantren dan santri yang
tinggal dalam pesantren dan mempelajari kitab-kitab Islam klasik, maka
dari itu santri merupakan elemen penting dalam lembaga pesantren.
Dengan demikian sesuai tradisi pesantren, santri dapat dikelompok
menjadi 2 macam; pertama santri mukim yaitu murid-murid yang berasal
dari daerah jauh dan menetap dalam kelompok pesantren, dan santri yang
telah lama bermukim atau tinggal di pesantren biasanya memegang
tanggung jawab dan mengurusi kepentingan pesantren sehari-hari. Kedua
santri kalong yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa sekitar
pesantren yang biasanya tidak menetap dalam pesantren dan hanya
mengikuti proses pembelajarannya saja, mereka bolak balik(nglaju) dari
rumahnya sendiri.
Biasanya perbedaan antara santri mukim dan santri kalong dapat di
lihat dari besarnya sebuah pesantren, dengan kata lain apabila semakin
besar sebuah pesantren maka santri mukimnya juga akan semakin banyak
jumlah pula sedangkan sebuah pesantren yang kecil maka akan terlihat
lebih banyak santri kalongnya.
e. Kyai
Kyai merupakan elemen yang paling esensial dari suatu pesantren,
sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu pesantren sangat bergantung
kepada kemampuan pribadi kyainya. Kebanyakan orang beranggapan
bahwa suatu pesantren diibaratkan sebagai suatu kerajaan kecil di mana
kyai merupakan sumber mutlak dari kekuasaan dan kewenangan (power
and authority) dalam kehidupan lingkungan pesantren.
Meskipun kebanyakan kyai berasal dari pedesaan, mereka
merupakan bagian dari kelompok elite dalam struktur sosial. Para kyai
dengan berbagai kelebihan yang dimilikinya tentang pengetahuan dalam
Islam, seringkali di lihat sebagai orang yang senantiasa dapat memahami
keagungan Tuhan dan rahasia alam sehingga dengan demikian mereka di
anggap memiliki kedudukan yang tak terjangkau terutama bagi orang
awam, dan ditunjukkan dengan berbagai kekhususan dalam bentuk-
bentuk berpakaian yang merupakan simbol kealiman yang dilengkapi
dengan kopiah dan surban.
Masyarakat biasanya mengharapkan seorang kyai dapat
menyelesaikan persoalan-persoalan keagamaan praktis sesuai dengan
kedalaman pengetahuan yang dimilikinya. Semakin tinggi kitab-kitab
yang di pelajari dan diajarkan, maka ia akan semakin dikagumi juga dapat
diharapkan dapat menunjukkan kepemimpinannnya, kepercayaannya dan
kemampuannya karena banyak orang yang datang meminta nasehat serta
bimbingan dalam berbagai hal. Ia juga diharapkan untuk rendah hati,
menghormati semua orang tanpa memandang tinggi rendahnya kelas
sosial, kekayaan dan pendidikannya dan penuh pengabdian kepada
Tuhan. Serta tidak berhenti memberikan kepemimpinannya dalam hal
keagamaan seperti memimpin sholat lima waktu, memberikan khutbah
dan menerima undangan perkawinan, kematian.
Dari kelima elemen diatas merupakan faktor yang begitu penting
dan berjalan secara berkesinabungan dengan demikian beberapa uraian
tentang elemen-elemen umum pesantren, yang pada dasarnya merupakan
syarat dan gambaran kelengkapan elemen sebuah pondok pesantren yang
terklasifikasi asli meskipun tidak menutup kemungkinan berkembang
atau bertambah seiring dengan perkembangan zaman dan kebutuhan
masyarakat.
5. Peran Pondok Pesantren dan Permasalahan Umum yang dihadapi
Pondok Pesantren
a. Peran Pondok Pesantren
Masyarakat dan pemerintah mengharapkan pondok pesantren memiliki
peranan yang besar terhadap pendidikan Islam di Indonesia, karena pondok
pesantren dinilai memiliki peranan penting di dunia pendidikan di antaranya:
1) Peran Instrumental dan Fasilitator
Hadirnya pondok pesantren tidak hanya sebagai lembaga pendidikan
dan keagamaan, tetapi juga sebagai lembaga pemberdayaan umat
menunjukkan bahwa pondok pesantren menjadi sarana bagi pengembangan
potensi dan pemberdayaan umat.
2) Peran Mobilisasi
Pondok pesantren merupakan lembaga yang berperan dalam
memobilisasi masyarakat dalam perkembangan mereka, artinya lembaga ini
dibangun atas dasar kepercayaan masyarakat bahwa pondok pesantren adalah
tempat yang tepat untuk menempa akhlak dan budi pekerti yang baik.
3) Peran Sumber Daya Manusia
Dalam system pendidikan yang dikembangkan oleh pondok pesantren
sebagai upaya mengoptimalkan potensi yang dimiliki, pondok pesantren
memberikan pelatihan khusus atau tugas magang dibeberapa tempat yang
sesuai dengan pengembangan yang akan dilakukan di pondok pesantren.
4) Sebagai Agent of Development
Pondok pesantren dilahirkan untuk memberikan respon terhadap
situasi dan kondisi sosial di masyarakat yang tengah dihadapkan pada
runtuhnya sendi-sendi moral, melalui transformasi nilai yang diharapkan.
5) Sebagai Center of Excellence
Institusi pondok pesantren berkembang sedemikian rupa akibat
persentuhan-persentuhannya dengan kondisi dan situasi zaman yang selalu
berubah. Untuk itu pondok pesantren mengembangkan perannya dari sekedar
lembaga keagamaan dan pendidikan menjadi lembaga pengembangan
masyarakat (Depag RI, 2003: 93-94).
b. Permasalahan Umum yang dihadapi Pondok Pesantren
Kesadaran yang mulai tumbuh mengenai sebuah pesantren sering
disertai dengan apresiasi yang secukupnya, misalnya dengan memberikan
sebuah penilaian bahwa sistem pesantren merupakan sesuatu yang bersifat asli
atau indigenous Indonesia, sehingga dengan sendirinya bernilai positif dan
harus dikembangkan. Penilaian tersebut menempatkan dunia pesantren pada
pengakuan yang mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan nasional namun peranan dan sumbangan pesantren pada sistem
pendidikan nasional dinilai belum mampu menandingi organisasi-organisasi
pendidikan lainnya.
Menurut Nurcholish Madjid(1997: 104-105) pesantren dalam melihat
dirinya, sebagai lembaga pendidikan di bagi dalam empat kelompok. Pertama
yang merupakan bagian terbesar, yaitu kelompok pesantren yang tidak
menyadari dirinya, apakah bernilai baik atau kurang baik, mereka
menganggap bahwa apa yang terjadi adalah terjadi begitu saja tanpa ada
persoalan serius yang perlu dipikirkan. Kedua fanatik karena dengan
kefanatikan tersebut sering membuat penilaian yang kurang obyektif. Ketiga
kelompok yang kehinggapan rasa rendah diri, sehingga mereka merasa
menganggap identitas pesantrennya tidak perlu lagi dipertahankan. Keempat
pesantren-pesantren yang sepenuhnya menyadari dirinya baik dari segi-segi
positif maupun negatif, sanggup dengan jernih melihat mana yang harus
diteruskan dan mana yang harus ditinggalkan. Kalau kita telusuri secara
historis keberadaan pesantren, maka kita akan menemukan kenyataan yang tak
terbantah bahwa pesantren lahir pada zaman yang tepat, pada saat itu
pesantren sangat fungsional memberi jawaban terhadap tantangan zaman,
misalnya dalam menghadapi penetrasi asing kolonial baik di bidang politik
maupun sosial budaya. Tetapi peranan pesantren masa kini dan masa
mendatang adalah peranan dalam menjawab tantangan yang membuatnya
berada pada persimpangan jalan, yang harus menyesuaikan diri dengan
keadaan dan keikutsertaan sepenuhnya dalam arus pengembangan ilmu
pengetahuan(modern), termasuk di dalamnya bagian yang merupakan ciri
utama kehidupan abad ini, yaitu tekhnologi. Akan sangat janggal jika
dikatakan bahwa pesantren tidak sepenuhnya mampu mengemban tugas
keilmuan, mungkin persoalan yang dihadapi bisa dikategorikan menjadi dua
yaitu:
1) Primer yaitu persoalan bagaimana menyuguhkan kembali isi pesan
moral yang diembannya itu kepada masyarakat abad ini begitu rupa
sehingga tetap relevan dan mempunyai daya tarik. Tanpa relevansi dan
daya tarik keampuhan atau efektifitasnya tidak dapat diharapkan.
2) Sekunder yaitu persoalan yang memungkinkan jika pesantren hanya
memilih peranan moral moral saja, dengan tidak disertai dengan usaha
meningkatkan mutu penyuguhan (ini pun bertolak dari sisi segi isi
sudah tidak ada persoalan lagi). Sehingga yang akan terjadi adalah
semakin lemahnya hak hidup pesantren di tengah kehidupan abad ini,
untuk kemudian tidak diakui sama sekali dan lenyap. Maka dari itu,
idealnya yang dapat dilakukan pesantren adalah dengan mengambil
posisi sebagai amanat ganda (duo mission), yaitu amanat keagamaan
atau moral dan amanat ilmu pengetahuan.
Tuntutan utama pelaksanaan amanat ganda ini adalah efisiensi yang
menyangkut;
1) Penggunaan waktu, dana, dan daya (juga ruang) dengan sebaik-
baiknya. Kalau bias faktor-faktor itu harus dipergunakan dua kali lebih
efektif daripada yang ada sekarang ini.
2) Mungkin “streamlining” apa yang diperlukan sebagai pengetahuan.
Barangkali hal ini tidak perlu mengenai isi atau materi, tetapi metode
atau cara penyampaian dalam pengajaran misalnya. Juga menyangkut
pengintesifan segi-segi yang bersifat pembentukan watak dari
penciptaan suasana keagamaan.
3) Mungkin pula pemilihan yang tepat tentang ilmu pengetahuan yang
terdekat dalam jangkauan penguasaan. Lebih-lebih desakan keperluan
ini relatif mudah dideteksi, yaitu tinggal lebih melihat dan membaca
kondisi masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu (Nurcholis
Madjid,1997:103-108)
B. Keberagamaan Remaja
1. Pengertian Perilaku Keberagamaan
Perilaku menurut KBBI (2007:859) adalah tanggapan atau reaksi
individu terhadap rangsangan atau lingkungan. Sedangkan keberagamaan
adalah fenomena sosial yang diakibatkan oleh agama, fenomena ini bisa
berupa struktur sosial, pranata sosial, dan perilaku sosial. Glock dan R.
Stark mengatakan bahwa perilaku keberagamaan seseorang dapat dilihat
dari lima dimensi, yaitu: ideological, ritual, mistikal, intelektual, dan
social (Muhammad Fauzi,2007:65).
a. Dimensi ideologis (ideological dimension) atau popular dikenal
dengan sebagai keyakinan beragama (religious belife). Hal ini
berkaitan dengan pengakuan dan penerimaan terhadap sesuatu Zat
yang sakral, yang Maha Besar sebagai suatu kebenaran. Keyakainan
beragama ini meliputi dua aspek, yaitu religius dan kosmologi. Nilai
religius berkaitan dengan konsepsi tentang apa yang dipersepsikan
sesuatu yang baik atau buruk, pantas atau tidak pantas, benar atau
tidak benar, dan tepat atau tidak tepat dalam sebuah agama.
Sedangkan kosmologi berkaitan dengan penerimaan atau pengakuan
tentang penjelasan mengenai devinitas, alam ghaib, termasuk
kehidupan, kematian, syurga, neraka, dan lain-lainya yang bersifat
dogmatik.
b. Dimensi ritual (ritual involvement), setiap pemeluk agama
berkewajiban untuk menjalankan sebuah ritual sebagai bentuk
ketaatan terhadap agama yang diyakininya, misalnya seorang muslim
diharuskan melaksanakan ritual seperti; sholat, puasa, membayar
zakat, berdo‟a, mambaca kitab suci, dan pergi ke masjid. Perilaku ini
bersifat aktif dan dapat diamati sebagai indikasi bahwa orang tersebut
sebagai orang yang beragama.
c. Dimensi mistikal (experimental involvement) atau keterlibatan
pengalaman yang meliputi perasaan dan persepsi tentang proses
kontaknya dengan apa yang diyakininya sebagai” The Ultimate
Reality” yang berisikan pengalaman yang unik dan spektakuler yang
datang dari tuhan.
d. Dimensi intelektual (intellectual involvement), dimensi ini
menunjukkan tingkat pemahaman seseorang terhadap doktrin dan
dogma suatu agama yang dipeluknya, artinya orang beragama
memiliki pengetahuan yang berkaitan dangan agama yang
dipeluknya.
e. Dimensi sosial (consequential involvement) atau keterlibatan
konsekuensial. Dimensi ini merupakan manifestasi ajaran agama dan
kemudian sikap itu tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Apakah
dai menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan sosial seperti;
apakah dia mengunjungi tetangga yang sedang sakit, bershodaqoh,
membantu fakir miskin, menyumbangkan uangnya untuk
membangun tempat ibadah.
Dimensi-dimensi di atas dapat digunakan untuk mengukur tingkat
religiusitas seseorang. Hal ini merupakan konsep yang ideal perilaku
keberagamaan secara integral, apabila salah satu tidak terpenuhi maka
dapat mengidentifikasikan masih rendahnya tingkat keberagamaan
seseorang.
Masing-masing individu memiliki pengalaman keagamaan yang
berbeda-beda, perilaku keberagamaan sebagai realitas kehidupan sosial
ditandai sedikitnya oleh tiga corak pengungkapan yang universal;
pertama, pengungkapan teoretik berwujud system kepercayaan (belief
sistem), kedua, pengungkapan praktiknya sebagai system persembahan
(belief of workship), ketiga, serta pengungkapan sosiologinya sebagai
suatu system hubungan masyarakat (sistem of social relation).
Religiusitas sesungguhnya merupakan suatu pandangan hidup yang harus
diterapkan dalam kehidupan setiap orang (Muhammad Fauzi,2007:77).
Secara garis besar arti agama bagi anak remaja dewasa ini menjadi
kompleks, sebab agama sesuai dengan fungsi dan tujuannya memang
multi dimensional. Anak-anak remaja yang merupakan bagian yang harus
menerima agama sesuai dengan fitrahnya, yakni merupakan suatu subjek
yang memiliki dua kondisi yaitu jasmaniah dan rohaniah. Maka dari itu
agama dalam perwujudannya mencangkup dua segi: memperbaiki,
meluruskan serta mengharmoniskan sifat tabiat, watak manusia kearah
tujuan yang benar, sedangkan sisi lain agama menyinggung segi
jasmaniah. Anak remaja yang sehat mental, moral dan spiritualnya dalam
arti sebenar-benarnya, maka jasmaninya akan sehat pula (Sudarsono,
2004:120).
Keberagamaan dan juga perilaku beragama tidak hanya menjadi
bagian sistem kesadaran, tetapi juga menjadi bagian integral sistem sosial.
Cakupan lingkup keberagamaan dalam Islam yang demikian utuh
mencakup seluruh segi kehidupan manusia, dan pengaruh lingkungan
yang sangat beragam. Perilaku keberagamaan seseorang memerlukan
akurasi sosok dimensi yang konkret (Muslim A.Kadir, 2003:278).
Istilah fundamental untuk ritual Islam adalah ibadah,
penghambaan dari yang lebih rendah kepada Yang Maha Agung. Semua
kewajiban resmi dalam Islam terangkum dalam ibadah: lima rukun
menjadi kategori utama ritual Islam. Hari Islam termasuk salah satu
makna ritual. Di luar ibadah resmi ada banyak ibadah local dan popular
seperti peringatan atas orang suci. Misalnya sholat lima waktu
memberikan kesaksian atas dominannya ritual dalam kehidupan sehari-
hari, Idul Fitri berperan sebagai penutup puasa ramadhan, dan sebagainya,
dalam sebuah agama tentunya sudah mengenal adanya ritual yang
mengharuskan para pemeluknya melaksanakan sebuah ritual tersebut
(Richard C.Martin, 2002:94).
Seperti halnya dalam Islam nama lain dari ritual ialah ibadah yang
tertuang sesuai QS adz-Dzariyat 56 yang berbunyi
dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
mengabdi kepada-Ku.
Yang menjelaskan tentang tugas hidup manusia ialah beribadah, dalam
agama islam ibadah mencangkup berbagai macam antara lain; sholat,
puasa, zakat dan lain-lain. Di antara ibadat dalam Islam, sholatlah yang
membawa manusia dekat kepada Tuhan, karena di dalamnya terdapat
dialog antara manusia dengan Tuhannya. Dialog ini wajib dilakukan lima
kali sehari guna memohon pensucian roh. Puasa juga merupakan
pensucian roh, karena dalam puasa seseorang berusaha menahan hawa
nafsu dan amarah, dalam hal ini puasa melatih jasmani dan rohani bersatu
dalam usaha mensucikan roh manusia. Zakat juga ikut mengambil bagian
sebagai alat pensucian roh, di sini roh dilatih untuk menjauhi dari sifat
kerakusan pada harta dan memupuk rasa persaudaraan, rasa kasih dan
suka menolong sesame anggota masyarakat yang berada dalam
kekurangan (Harun Nasution, 1985:37).
Perilaku keberagamaan seseorang dapat di nilai dari berbagai
aspek, diantaranya aspek ibadah atau ritual keberagamaannya. Ibadah
dalam Islam sangat bermacam-macam bentuknya, maka dari itu islam
membagi jenis-jenis pelaksanaan ibadah, seperti ibadah harian yang
meliputi sholat lima waktu yang dalam QS al-Ankabut:45 dinyatakan
mempunyai fungsi mencegah perbuatan mungkar (Abu Yasid, 2004:45).
Artinya: “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-
perbuatan) keji dan mungkar”.
Dan juga ibadah yang dilakukan mingguan yaitu sholat jum‟at seperti
yang terkandung dalam (QS al-Jumu‟ah: 9)
Artinya: “Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan
shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui”.
Dan ada pula ibadah tahunan seperti puasa ramadhan yang sangat efektif
untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan, sesuai dengan bunyi (QS
al-Baqarah: 183) :
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar
kamu bertakwa”.
Perilaku keberagamaan akan melahirkan berbagai kreasi budaya dengan
nilai kepercayaan yang dikandungnya, manusia dan agama merupakan
dua sisi yang tak dapat dilepaskan bagaikan sebuah koin mata uang logam
yang saling berpengaruh. Sebagai unsur yang berpengaruh bagi manusia,
agama dapat memberikan layanan psikologi yang dibutuhkannya.
Sementara manusia disisi lain juga memberikan kontribusi yang
signifikan dalam proses perubahan nilai yang banyak dipengaruhi oleh
agama dalam membentuk tatanan dalam masyarakat.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberagamaan Remaja
Perkembangan agama seseorang terjadi melalui pengalaman
dalam hidupnya yang dialami sejak kecil dalam lingkungan mulai dari
kelurga, masyarakat dan lingkungan sekolah. Semakin banyak
pengalaman yang dialami khususnya yang bersifat agama maka setiap
tindakan dan perilaku serta cara menghadapi sesuatu dalam hidupnya
sehari-hari sesuai dengan ajaran agamanya.
Menurut Zakiah Darajat (1996:68-90) faktor yang dapat
mempengaruhi perkembangan agama pada remaja antara lain:
a. Pertumbuhan mental remaja
Agama merupakan sebuah faktor penting yang memegang peranan
dalam menentukan kehidupan remaja, sebenarnya masa remaja
merupakan masa peralihan, yang di tempuh oleh seseorang kanak-
kanak menuju masa dewasa. Pada dasarnya dasar-dasar dan pokok-
pokok agama seseorang telah di terima pada masa kecilnya, dan akan
berkembang apabila remaja dalam menganut kepercayaan itu tidak
mendapat kritikan-kritikan. Pertumbuhan tentang ide-ide agama
sejalan dengan pertumbuhan kecerdasannya, remaja-remaja yang
mendapat didikan agama dengan cara tidak memberi kesempatan
berfikir logis dan mengeritik pendapat-pendapat yang tidak masuk
akal disertai pula oleh kehidupan lingkungan dan orang tua yang
menganut agama yang sama, maka kebimbangan pada masa remaja
itu agak berkurang, remaja-remaja akan merasa gelisah dan kurang
aman apabila agama atau keyakinannya berlainan dari kepercayaan
orang tuanya.
Sebagian besar kebimbangan itu terjadi akibat pertumbuhan
keinginan mengembalikan penilaian apa yang telah dipelajari remaja
pada waktu kecilnya. Ia melihat dengan mata terbuka disertai dengan
keheranan yang sangat, dan kecondongan baru kepada teman-teman
dan keluarganya serta kedudukannya dalam masyarakat dan
kepercayaan agamanya. Kebimbangan remaja adalah bukti bahwa dia
bersedia untuk memikirkan permasalahan hidunya yang rumit dan
penting, terkadang kebimbangan beragama pada banyak remaja
menyebabkan keguncangan kejiwaan, remaja yang telah percaya
kepada Tuhan akan melihat keindahan alam dan keharmonisan segala
sesuatu sehingga bertumbuhlah kekaguman dan rasa keindahan alam
yang kemudian diserahkannya pula sifat tersebut kepada Tuhan.
Gambaran remaja tentang Tuhan merupakan gambarannya terhadap
alam, dan hubungan yang komplek terjalin melalui alam.
b. Masalah mati dan kekelan
Pada masa remaja dapat dipahami bahwa mati itu adalah sesuatu
yang hak dan tidak dapat dihindari bahkan merupakan fenomena
yang alami. Kendatipun pengertian mati itu telah meningkat namun
remaja tidak menghilangkan kegelisahannya dalam bentuk
terputusnya hubungan emosi dengan keluarga, orang yang
dicintainya dan rasa dosa. Maka takut neraka dan harap akan surga
dalam ajaran agama memerankan peran penting dalam mengurangi
kegelisahan akan mati.
c. Emosi dan pengaruhnya terhadap kepercayaan agama
Masa remaja adalah masa bergejolaknya bermacam-macam
perasaan yang terkadang bertentangan satu sama lain, emosi
memegang peranan penting dalam sikap dan tindak agama sering kali
kita melihat remaja terombang ambing dalam gejolak emosi yang
tidak terkuasainya sehingga memunculkan konflik pada remaja dalam
kehidupannya. Konflik yang membingungkan dan menggelisahkan
remaja ialah jika mereka merasa atau mengetahui adanya
pertentangan antara ajaran agama dan ilmu pengetahuan.
Masa tidak stabilnya emosi tumbuh di mana perasaan sering tidak
tentram dan keyakinannya akan terlihat maju-mundur, dan
pandangan terhadap sifat Tuhan akan berubah-ubah sesuai dengan
keadaan emosinya pada waktu tertentu, itulah sebabnya agama pada
remaja sering dilihat adanya perasaan maju-mundur dalam beriman.
d. Perkembangan moral dan perkembangannya dengan agama
Pembinaan moral terjadi melalui pengalaman-pengalaman dan
kebiasaan, yang ditanamkan sejak kecil oleh orang tua yang dimulai
dengan pembiasaan hidup sesuai dengan nilai-nilai moral, yang
ditirunya dari orang tua dan mendapat latihan untuk itu. Dalam
pembinaan moral agama mempunyai peranan yang penting, karena
nilai-nilai moral datang dari agama tetapi tidak berubah-ubah oleh
waktu dan tempat. Jika kita mengambil nilai-nilai moral dari agama
maka tidak akan ada perbedaan dari suatu masyarakat. Agama
mempunya peranan penting dalam pengendalian moral seseorang,
tetapi harus diingat bahwa pengertian tentang agama tidak otomatis
sama dengan bermoral. Betapa banyak orang yang mengerti agama,
tetapi moralnya merosot, dan tidak sedikit pula orang yang tidak
mengerti agama sama sekali tetapi moralnya cukup baik. Dengan itu
dapat ditegaskan bahwa Tuhan bagi remaja adalah keharusan moral.
Tuhan lebih menonjol sebagai penolong moral daripada sandaran
emosi.
e. Kedudukan remaja dalam masyarakat dan pengaruhnya terhadap
keyakinannya
Dalam menjalankan aktivitas-aktivitas agama, beribadah biasanya
remaja sangat dipengaruhi oeh teman-temannya. Remaja yang sering
menarik diri dari masyarakat dan acuh tak acuh kepada agama
biasanya disebabkan karena perlakuan dan sikap masyarakat yang
kurang memberikan kedudukan yang jelas seringkali mempertajam
konflik yang ada pada diri remaja. Sehingga timbul kelompok-
kelompok yang sikap dan tindakannya menentang nilai-nilai yang
dianut masyarakat dan tak jarang yang menjadi sasaran adalah agama
dan lembaga keagamaan. Jika lembaga keagamaan dapat memberi
penghargaan dan menolong menyelesaikan masalah yang dihadapi
remaja, maka remaja akan ikut aktif dan bekerja giat di bidang
agama.
3. Fungsi Agama bagi Manusia
Agama merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan
seseorang, hal ini tidak lepas dari peranan sebuah agama yang
menentukan orientasi kehidupan manusia, baik individu maupun
masyarakat. Agama bagi kehidupan manusia merupakan suatu aturan
yang digunakan sebagai pedoman dalam hidupnya.
Seyyid Hossein Nasr mengatakan bahwa agama itu sangat penting
bagi manusia, tanpa agama manusia belum menjadi manusia seutuhnya.
Hanya turut serta dalam tradisi yang berupa petunjuk Tuhan tentang cara
hidup dan berfikir dapat membawa manusia pada kesadaran tentang arti
diri dan hidupnya (Muhammad Fauzi,2007:25).
Dapat disaksikan betapa besar perbedaan antara orang yang
beriman yang hidup dengan menjalankan agamanya dan orang yang acuh
tak acuh kepada agamanya. Pada orang yang hidup beragama mereka
senantiasa bathinnya merasa tentram dan sikapnya selalu tenang, mereka
merasa tidak mudah gelisah atau cemas, kelakuannya dan perbuatannya
tidak akan ada yang menyengsarakan orang lain. Beda halnya dengan
orang yang hidup terlepas dari ikatan agama, mereka biasanya mudah
terganggu oleh perubahan suasana apabila terjadi suasana yang mungkin
mengancam maka akan terjadi kepanikan dan kebingungan pada diri
seseorang.
Maka dari itu agama memiliki pengaruh yang begitu besar bagi
manusia, baik bagi diri sendiri maupun lingkungan keluarga, atau
dikalangan masyarakat umum. Karena itu dapat dikatakan bahwa agama
mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tanpa
agama manusia tidak mungkin merasakan kebahagiaan dan ketenangan
hidup, dan mustahil dapat membina suasana aman, tentram dalam
masyarakat.
Menurut Zakiah Darajat (1994:56-62) agama begitu ampuh dan
memiliki arti yang besar dalam kehidupan manusia antara lain:
a. Agama memberikan bimbingan dalam hidup.
Pengendalian utama pada kehidupan manusia adalah
kepribadiannya yang mencangkup segala unsur meliputi pengalaman,
pendidikan, dan keyakinan yang di dapat semasa kecil. Apabila dalam
pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian harmonis yang
dapat menentramkan bathin maka seseorang dalam menghadapi
kebutuhannya yang bersifat jasmani maupun rohani mampu
mengendalikan dirinya tanpa menyusahkan orang lain. Sedangkan
sebaliknya apabila pertumbuhan seseorang terbentuk dari situasi
kurang baik maka sikap dan tingkah lakunya dapat merugikan orang
lain. Agama yang ditanamkan sejak dini kepada anak-anak maka akan
terus terbawa sampai remaja atau bahkan sampai tua, seiring dengan
bertambahnya pengalaman yang bersifat keagamaan maka
keberagamaan seseorang akan semakin matang pula dalam
menjalankan aktifitas yang sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya. Sebagai contoh jika kita menjadi orang tua yang
mempunyai keterunan maka akan terdorong untuk membesarkan anak-
anaknya dengan pendidikan dan asuhan sesuai dengan apa yang di
ridhoi oleh Allah, maka tidak akan membiarkan anak-anaknya
melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar norma agama.
Maka dari itu betapa pentingnya peranan agama yang mampu
memberikan bimbingan dalam hidup manusia. Agama mengakui
adanya dorongan-dorongan dan keinginan yang perlu dipenuhi oleh
tiap individu dalam kebutuhan jasmaninya. Namun dalam memenuhi
semua kebutuhan itu ada ketentuan-ketentuan agama yang akan
memelihara orang agar jangan sampai mengganggu ketentraman
bathinnya.
b. Menolong dalam menghadapi kesukaran.
Kesukaran yang paling sering dirasakan seseorang adalah
kekecewaan, apabila perasaan ini sering dialami maka akan membawa
orang dalam perasaan rendah diri, pesimis, dan apatis dalam hidupnya
yang akan sangat menggelisahkan bathinnya. Lain halnya dengan
orang yang benar-benar menjalankan agamanya, setiap kekecewaan
yang menimpanya tidak akan merasa putus asa dan akan dihadapinya
dengan tenang dan sabar. Dengan ketenangan bathin maka ia akan
cepat mengingat Allah dan menganalisa penyebab dari kekecewaannya
sehingga dapat menghindari gangguan perasaan yang mengakibatkan
kekecewaan itu, dan tidak akan mudah putus asa atau pesimis dalam
hidupnya. Bagi orang yang beragama, kesukaran atau cobaan sebesar
apapun harus dihadapinya dengan sabar karena dia merasa bahwa
cobaan itu merupakan bagian dari ujian dalam hidupnya yang
diberikan Allah kepada hamba-Nya dan menganggap akan terdapat
harapan-harapan di balik cobaan yang menimpanya.
c. Menentramkan bathin.
Belakangan ini banyak kita lihat suasana rumah tangga yang
tegang, mungkin juga kerena persoalan anak-anak yang sedang
menginjak usia remaja, dimana orang tua menyangka anaknya sulit di
atur, nakal dan tidak mau mendengarkan nasehat orang tua. Begitu
juga sebaliknya anak-anaknya kebingungan dan merasa menderita
mempunyai orang tua yang kurang memperhatikan perasaan mereka
yang sedang bergejolak tumbuh dengan segala persoalan.
Ketika kita berbicara tentang agama bagi anak remaja, sebenarnya
akan lebih tampak betapa gelisahnya anak-anak remaja yang tidak
pernah menerima didikan agama, karena pada usia remaja itu adalah
usia di mana jiwa sedang mengalami gejolak, penuh dengan
kegelisahan dan pertentangan batin yang mengakibatkan kegelisahan.
Maka dari itu agama bagi anak remaja mempunyai fungsi penentram
dan penenang jiwa.
Menurut Ishomuddin (2002:54) fungsi agama dalam masyarakat
antara lain sebagai berikut:
a. Fungsi Edukatif
Para pemeluk agama berpendapat bahwa ajaran agama yang
dianut memberikan ajaran–ajaran harus dipatuhi dan secara yuridis
berfungsi menyuruh dan melarang.
b. Fungsi Penyelamat
Dimana pun manusia berada selalu menginginkan keselamatan
atas dirinya, dalam ajaran agama keselamatan yang diberikan
kepada penganutnya meliputi keselamatan dunia dan akhirat.
c. Fungsi Sebagai Perdamaian
Apabila seseorang melakukan perbuatan dosa maka dia
melakukan tobat maka rasa berdosa dan bersalah akan hilang.
Melalui sebuah agama pula seseorang dapat mencapai kedamaian
bathin.
d. Fungsi Sebagai Kontrol
Setiap penganut ajaran agama maka secara otomatis akan terikat
oleh agama yang dianutnya, yang dianggap sebagai norma.
Sehingga setiap pemeluk suatu agama harus berusaha mentaatinya
sebagai pengawasan sosial.
e. Fungsi Sebagai Pemupuk Rasa Solidaritas
Penganut suatu agama yang sama secara psikologi akan merasa
memiliki kesamaan dan akan membina rasa solidaritas yang tinggi
karena dianggap sebagai satu kesatuan iman dan kepercayaan.
f. Fungsi Transformatif
Agama mampu mengubah kepribadian seseorang atau kelompok
menjadi kehidupan baru sesuai ajaran agama yang dianutnya.
g. Fungsi Kreatif
Ajaran agama mendorong dan mengajak para pengikutnya untuk
bisa bekerja produktif bagi kepentingan diri sendiri maupun orang
lain.
h. Fungsi Sublimatif
Ajaran agama mengkhuduskan segala usaha manusia, bukan saja
yang bersifat ukhrowi tetapi juga yang bersifat duniawi. Karena
semua usaha manusia yang dilakukan dangan niatan yang tulus
merupakan ibadah.
4. Upaya Pondok Pesantren dalam Meningkatkan Perilaku
Keberagamaan Remaja.
Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan Islam yang sekaligus
berkontribusi sebagai lembaga bimbingan keagamaan, keilmuan,
kepelatihan, pengembangan masyarakat, dan simpul budaya. Pesantren
merupakan tempat berkumpulnya para santri, dimana santri mempunyai
image sebagai seorang yang mengerti lebih jauh mengenai perihal agama
di banding masyarakat umum, terutama masalah agama.
Keberadaan (eksistensi) pesantren beserta perangkatnya sebagai
lembaga pendidikan dan dakwah serta lembaga kemasyarakatan yang
telah memberikan warna di daerah-daerah serta tumbuh dan berkembang
bersama mayarakatnya sejak berabad-abad. Oleh karena itu tidak hanya
secara kultural lembaga ini bisa diterima, bahkan telah ikut serta
memberikan corak nilai kehidupan masyarakat yang senantiasa tumbuh
dan berkembang. Latar belakang pesantren yang paling patut diperhatikan
adalah peranannya sebagai alat transformasi kultural yang menyeluruh
dalam masyarakat (Zamakahsyari Dhofier, 2000:16).
Seiring berkembangnya IPTEK dan maraknya westernisasi yang
mengakibatkan berkurangnya intensitas keberagamaan masyarakat
terutama remaja maka, pesantren hadir guna mengantisipasi merosotnya
nilai-nilai moral dan kehidupan rohani, sehingga pesantren diharapkan
mampu mengimbangi atau bahkan bisa membentengi dampak yang
ditimbulkan dari bentuk implikasi negatif sebuah perkembangan zaman.
Era global kini telah merambah ke segala aspek kehidupan, baik
ekonomi, sosial, politik, juga agama. Perkembangan yang ada juga telah
dinikmati oleh semua kalangan mulai anak-anak, remaja, bahkan
kalangan dewasa. Masalah yang sangat kompleks dirasakan bagi orang
tua yang memiliki anak-anak usia remaja, mereka mengeluhkan bahkan
bersusah hati karena anak-anak yang menginjak usia remaja mulai sulit
diatur dan semaunya sendiri, hal ini tedorong oleh berbagai kesibukan
orang tuanya. Perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan yang
sangat pesat mengalahkan segalanya. Kebanyakan anak-anak usia remaja
sering banyak menghabiskan waktunya untuk berlama-lama dengan
bersosial media yang tak jarang mereka sering mengabaikan praktik
keberagamaannya seperti sholat berjamaah, dan mengikuti kegiatan yang
dapat meningkatkan spiritualitasnya.
Jika sudah demikian, pondok pesantren menjadi salah satu pilihan
yang tepat bagi orang tua yang memiliki anak usia remaja. Perilaku anak
dapat di lihat salah satunya dengan intensitas keberagamaannya. Di
pondok-pondok pesantren, anak-anak akan mendapatkan bekal
spiritualitas yang lebih sehingga dapat meningkatkan perilaku
keberagamaan anak.
Profesor Mastuhu menjelaskan bahwa tujuan utama pesantren
ialah untuk mencapai hikmah atau wisdom (kebijaksanaan) berdasarkan
pada ajaran Islam dan meningkatkan pemahaman tentang arti kehidupan
serta realisasi dari peran-peran dan tanggung jawab sosial, dari
keterangan ini para alumni pesantren diharapkan mempunyai kompetensi
keilmuan yang memadai, integritas yang tinggi, dan mampu mentransfer
ilmu yang telah diperoleh kedalam kehidupan masyarakat terutama
dibidang keagamaan (M. Dian Nafi‟,2007:49).
Pondok pesantren merupakan salah satu solusi dalam menghadapi
masalah kontemporer yang dihadapi oleh masyarakat muslim masa kini.
Masalah yang tengah berkembang saat ini, terlebih mengenai perilaku
keberagamaan remaja sudah dapat dicarikan solusinya bersama-sama
dengan cara dikembalikan pada syari‟at hukum yang hakiki yaitu Al
Qur‟an dan Hadits.
Dalam meningkatkan perilaku keberagamaan remaja, pondok
pesantren yang berkembang saat ini memiliki beberapa upaya dan
langkah-langkah yang konkret selain menggunakan Al-Qur‟an dan
Sunnah sebagai sumber dalam menghadapi berbagai permasalahan yang
ada. Berbagai metode dan cara belajar juga telah dikembangkan dari masa
ke masa. Bahkan pondok pesantren modern saat ini telah memanfaatkan
berbagai macam teknologi yang sedang berkembang di masyarakat
sebagai sarana dakwah dan menarik perhatian pemuda muslim untuk
tetap mempelajari ilmu agama. Dengan demikian, tekhnologi tidak
dijadikan kambing hitam merosotnya moral keberagamaan remaja
manakala terdapat seorang yang mengarahkannya ke hal-hal yang positif.
Selain memanfaatkan tekhnologi yang ada, pondok pesantren masa kini
lebih banyak memberikan pelajaran yang bersifat empiris. Tujuannnya,
setelah mereka keluar dari lingkungan pondok pesantren, dan terjun di
lingkungan masyarakat mereka telah memiliki bekal yang cukup.
5. Problematika Pembinaan Keberagamaan Remaja
Masalah remaja sebenarnya bukanlah masalah baru, dan bukan
pula masalah satu bangsa pula melainkan setiap manusia pernah melalui
masa yang disebut remaja. Masalah tersebut menyangkut keseluruhan
aspek kehidupan mulai dari aspek jasmani sampai kepada aspek rohani
dan sosial. Hanya saja segi yang menonjol pada seseorang atau
masyarakat berbeda satu sama lain. Masalah tersebut diantaranya:
a. Masalah yang menyangkut jasmani
Pada permulaan masa remaja kira-kira umur 13-16 tahun,
terjadi pertumbuhan jasmani yang cepat. Remaja mengalami
perubahan jasmani dari anak menjadi dewasa, tubuhnya segera
menyerupai tubuh orang dewasa dalam masa yang relatif singkat.
Pertumbuhan jasmani yang cepat tersebut membawa kegoncangan
bagi remaja terutama ketita perubahan-perubahan yang dialami tidak
dapat dipahami sehingga menimbulkan kecemasan, ketidakpuasan
dan kebingungan.
b. Masalah agama dan akhlak
Para remaja menghadapi pula problema yang menyangkut
agama dan budi pekerti atau akhlak. Masa remaja adalah masa di
mana remaja mulai ragu-ragu terhadap kaidah-kaidah akhlak dan
ketentuan agama. Ketegangan-ketegangan emosi, peristiwa-peristiwa
yang menyedihkan dan keadaan yang tidak menyenangkan
mempunyai pengaruh besar dalam sikap remaja terhadap masalah
agama dan akhlak (Zakiah,1978:172).
Masa remaja adalah masa keragu-raguan, goncangnya iman
remaja terhadap Tuhan merupakan hal yang wajar, di lain pihak
remaja merupakan masa bersemangatnya terhadap agama.
Kebimbangan remaja terhadap agama bersifat tidak tetap.
Kepercayannya terhadap tuhan kadang-kadang ikut terganggu,
kadang-kadang ia sangat rajin beribadah, kadang-kadang mogok dan
lalai solah-olah ia kurang percaya kepada Tuhan.
c. Masalah sosial
Remaja terutama yang telah berada pada bagian akhir masa
remaja yaitu umur 17-21 tahun, perhatian terhadap kedudukan dalam
masyarakat lingkungannya terutama kalangan remaja sangat besar. Ia
ingin di terima oleh kawan-kawannya, ia merasa sedih kalau di pencil
dari kelompok teman-temannya. Karena itu ia meniru segala sesuatu
yang ada pada kelompoknya. Kadang-kadang remaja di hadapkan
pada pilihan yang sangat berat. Apakah ia mematuhi orang tua dan
meninggalkan teman-temannya, ataukah hanyut dalam pergaulan
teman yang menyenangkan dan meninggalkan orang tua. Tak jarang,
pilihannya jatuh kepada kawan, jika hubungan dengan orang tua
dengan serasi.
Semakin banyak pengalaman remaja, semakin bertambah
kesadaran terhadap problem sosial. Mula-mula ia merasakan
tanggung jawab terhadap kelompoknya, kemudian meluas pada
masalah kecil dan selanjutnya masyarakat yang lebih luas. Kadang-
kadang remaja merasa bahwa problem orang lain seolah-olah adalah
problemnya sendiri sehingga berusaha untuk memberikan
pertolongan (Zakiah, 1978:179).
Untuk membantu remaja dalam melalui masa yang sangat berat
itu dengan selamat, berbagai usaha pembinaan di lakukan antara lain:
a. Meningkatkan pengertian remaja akan dirinya
Pertumbuhan jasmani yang cepat, tidak stabil dan kurang
serasi, hendaknya di pahami oleh remaja dan orang tuanya. Sehingga
remaja tidak cemas dan orang tua tidak melemparkan ucapan-ucapan
atau tindakan-tindakan yang menyebabkan kecemasan bertambah.
Kalau remaja telah mengerti apa sebenarnya yang telah terjadi pada
dirinya maka hal-hal yang di sangkanya kelainan dapat di terima
sebagai hal yang wajar. Apabila orang tua dan gurunya dapat
meyakinkan bahwa jalan pertumbuhan yang di laluinya seperti itu
adalah kehendak Tuhan.
b. Menciptakan hubungan baik dengan orang tua
Hubungan yang baik antara orang tua dengan anak akan
membantu pembinaan remaja. Apabila saling pengertian antara remaja
dan orang tua maka ia akan dapat mencurahkan berbagai masalah
dengan terbuka. Sikap terbuka itu akan memudahkan bimbingan dan
pembinaan bagi remaja, tetapi jika hubungannya dengan orang tua
kurang baik maka ia akan mencari jalan penyaluran dari kecemasan
dan kegoncangan jiwanya, mungkin mereka akan mencari teman-
teman senasibnya.
c. Pendidikan agama
Pendidikan agama yang di terima oleh remaja sejak kecil, dari
orang tua, guru dan lingkungannya akan menimbulkan dalam
pribadinya unsur-unsur agama. Hal itu sangat membantu bagi remaja
dalam menghadapi berbagai kesukaran, kegoncangan, dan kekecewaan
yang di lalui pada usia remaja.
Pendidikan agama merupakan alat pembinaan yang sangat
ampuh bagi remaja. Agama yang tertanam dan bertumbuh secara
wajar dalam jiwa remaja itu, akan dapat di gunakan untuk
mengendalikan kinginan-keinginan dan dorongan yang kurang baik
serta membantu dalam menghadapi berbagai masalah kehidupan pada
umumnya. Dengan hidup dan matangnya keyakinan agama dalam diri
remaja akhlaknya dengan sendirinya akan baik karena kontrol datang
dari dalam bukan dari luar.
d. Bimbingan ke arah hari depan yang baik
Sistem pendidikan banyak sekali memberi pengaruh dalam
pembinaan remaja. Pendidikan hendaknya mendorong remaja untuk
dapat hidup dan mencari hidup dengan kekuatan sendiri, jangan
hendaknya selalu menyangka bahwa ia dapat mencari nafkah dan
hidup baik dengan menjadi pegawai, karena remaja terpengaruh oleh
keadaan emosinya ia belum dapat berfikir objektif dan menilai secara
rasional.
e. Bimbingan hidup bermasyarakat
Setiap remaja merasa ingin dirinya berguna dan berharga
dalam masyarakat lingkungannya. Untuk itu harus di bantu
mengembangkan dan menonjolkan segi-segi keistimewaannya dalam
berbagai bidang, baik guru, maupun orang tua bahkan masyarakat
hendaknya membantunya.
Karena itu hendaknya remaja di ikutkan dalam kegiatan sosial
sehingga ia tidak menjadi penonton tapi menjadi pelaku yang aktif dan
di terima dalam masyarakat, dalam hal ini mereka dapat digerakkan
dalam berbagai aktifitas sosial yang cocokdengan bakat dan
kemampuannya (Zakiah,1976:118-120).
BAB III
RELASI PONDOK PESANTREN DENGAN MASYARAKAT
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren
1. Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Al-Hasan
Keunikan pondok pesantren dibandingkan lembaga formal salah
satunya dapat dilihat dari sejarah berdirinya, di mana pada waktu itu
datang sejumlah santri untuk menyantri kepada kyai. Dalam proses
perkembangannya, santri benar-benar merasa memiliki tali persaudaraan
dan adanya ikatan emosional yang kuat antara santri dan kyai. Kita sering
menjumpai bagaimana seorang santri alumni yang sering silaturahmi
kepada kyainya, sehingga pondok pesantren mempunyai jaringan yang
luas di berbagai lapisan masyarakat.
Pondok pesantren Al-Hasan berdiri pada tahun 1960-an oleh Bapak
Isom seorang pengajar jama‟ah pengajian di Desa Bancaan, Salatiga.
Pondok pesantren Al-Hasan mulai berpindah ke Desa Banyu Putih kerena
Bapak Isom selaku pengajar berpindah ke desa tersebut. Nama Al-Hasan
yang diambil dari sebuah nama masjid di dekat beliau tinggal.
Sekitar tahun 1973 jama‟ah pengajian yang Al-Hasan pengasuhan di
lanjutkan oleh Bapak KH. Ichsanudin MZ seorang murid jama‟ah
pengajian yang didirikan Bapak Isom. Seiring bertambahnya waktu,
jama‟ah pengajian yang menempati sebuah masjid mulai membangun
tempat untuk mereka berkumpul. Bukan sekedar berkumpul, mereka juga
mengembangkan kajian ilmunya dan merambah mempelajari kitab-kitab
dan mendalami Al-Qur‟an.
Jama‟ah pengajian yang menempati sebuah gedung baru kini mulai
dapat disebut pondok pesantren. Kurikulum mulai di kenalkan dan jumlah
santri dari kehari juga semakin bertambah. Tidak hanya dari golongan tua
yang merupakan pemrakarsa, tatapi kini anak-anak usia sekolah mulai
mendominasi.
2. Visi dan Misi Pesantren
Visi dan misi pondok pesantren Al-Hasan adalah sebagai berikut:
Visi:
a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa
b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam)
c. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Misi:
a. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam
kehidupan sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan
kepribadian yang kokoh.
b. Menjadikan ilmu agama Islam sebagai sarana dan prasarana
tercapainya tujuan untuk keselamatan dan kemaslahatan dunia
dan akhirat.
c. Melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai
iman dan taqwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Letak Geografis Pesantren
Pondok pesantren Al-Hasan beralamat di Jl. Imam Bonjol, Dusun
Sidorejo Lor, Desa Sidorejo, Kota Salatiga, 50714. Secara geografis
pondok pesantren Al-Hasan terletak di tengah pemukiman padat
penduduk. Sebelah utara berbatasan dengan Jl. Gang Buntu, Dusun
Sinoman Lor. Sebelah selatan berbatasan dengan Dusun Cabean, batas
sebelah barat berdampingan dengan Dusun Banyu Putih Barat dan
sebelah timur berbatasan dengan Dusun Sinoman.
4. Keadaan Sarana dan Prasarana
Tabel 1
Sarana dan Prasarana
No. Sarana Prasarana Jumlah
1. Luas tanah 500 m2
2. Luas bangunan 500 m2
3. Ruang asrama putrid 15
4. Ruang asrama putra 11
5. Ruang mengaji 2
6. Ruang pengurus 1
7. Toilet santri putra 3
8. Toilet santri putrid 6
9. Koperasi 1
10. Ruang administrasi 1
11. Sumber penerangan PLN
12. Gedung TPA 1
5. Struktur Organisasi
Tabel 2
Struktur Organisasi
6. Keadaan Santri dan Ustadz
a. Keadaan Santri
PENGASUH
BPK. IKHSANUDIN MZ
SEKRETARIS
SYIFA FITRI C
BENDAHARA
M. KHOIRUL UMAM
LURAH
M. ZAENAL ARIFIN
WAKIL LURAH
ZAENAL ARIFIN
SIE. KEGIATAN
M. ARIS FAISOL
SIE. KEBERSIHAN
ANDI NAY
SIE KEAMANAN
SYAMSUL MA‟ARIF
SIE. MADING
EZAR
SIE. MEDIS
M. ARIF
SIE. PERLENGKAPAN
TAUFIQ NUR A
SIE. HUMAS
YETNA YUONO
Hingga tanggal 17 September 2013, terdapat 93 santri yang
berstatus santri mukim di pondok pesantren Al-Hasan yang terdiri dari
58 santri putri dan 35 santri putra. Semuanya merupakan remaja usia
sekolah mulai SMP hingga perguruan tinggi. Rata-rata santri yang
mondok adalah dari keluarga menengah ke bawah, orang tuanya
berpenghasilan rata-rata Rp700.000,00 sampai Rp1.500.000,00 per
bulan. Oleh karena itu pondok pesantren Al-Hasan tidak memungut
biaya apapun bagi santri, mereka hanya membayar living cost sebesar
Rp20.000,00 bagi mereka yang tidak menggunakan laptop, dan
Rp25.000,00 bagi mereka yang menggunakan fasilitas tambahan
berupa laptop per bulannya. (Dokumentasi Pondok Pesantren Al-
Hasan).
Tabel 3
Data Santri Putri dan Putra
Pondok Pesantren Al-Hasan
Tahun 2013-2014
NO. NAMA TTL ALAMAT
1. Arifah Wulandari Semarang, 16-03-1993 Krajan, Suruh
2. Miftakhul Nurul Grobogan, 03-07-1993 Kedungjati, Grobogan
3. Nurus sa‟adah Magelang, 03-11-1993 Ngablak, Magelang
4. Dewi Uswatun Semarang, 02-04-1994 Rejosari, Semarang
5. Risalatul Mufidah Grobogan, 13-11-1991 Kluwan,Grobogan
6. Umi Khoirotun Nisa‟ Magelang, 03-12-1992 Secang, kab Magelang
7. Anisa Khomsiyah Semarang, 08-11-1992 Bulu, dadap ayam Suruh
8. Inni Nadhiroh Semarang, 04-01- 1996 Pabelan, Kab. Semarang
9. Siti Aisyah Gunungrejo,28-12-1992 Pasawaran, Lampung
10. Aisyah Mirani. W. Semarang, 09-06-1996 Sumowono, Semarang
11. Vivi Lutfiatul Amalia Semarang, 27-12-1996 Krajan, Suruh
12. Ima Yunita Papanrejo, 08-05-1992 Bringin, Semarang
13. Intan Pratiwi Boyolali, 28-11-1996 Wonosegoro, Boyolali
14. Dewi Inayati Boyolali, 20-09-1995 Ampel, Boyolali
15. Nurunnisa Innafi‟ah Purworejo, 30-08-1991 Bener, Purworejo
16. Fitria Widayanti Semarang, 26-02-1996 Bancak, Semarang
17. Purwati Semarang, 01-07-1996 Baran, Ambarawa
18. Maudina Agustin S. Kendal, 26-08-1997 Banyubiru, Semarang
19. Wafiratul Laila Semarang, 24-06-1997 Bandungan, Semarang
20. Lestika Semarang, 20-11-1999 Bandungan, Semarang
21. Reggi Novita Sari Papanrejo, 26-05-1997 Lampung Utara
22. Ani Mantikhotul Semarang, 26-12-1996 Gondoriyo, Bergas
23. Siti Fatimah Grobogan, 31-08-1997 Kedung jati, Grobogan
24. Nur Vita Isnaini Semarang, 27-06-1998 Bandungan, Semarang.
25. Aghnia Mustaghfiroh Semarang, 06-11-1996 Pringapus, Semarang
26. Nuryana Wahyuni Semarang, 19-02-1997 Karangjati, Semarang
27. Cholifah Azizah A Kendal, 25-03-1998 Kendal
28. Qieqy Khalidatul Jazil Kendal, 18-07-1997 Singaraja, Kendal
29. Khisna Faizatul Muna Pringapus, 18-11-1996 Pringapus, Semarang
30. Shofie Maulani Salatiga, 02-10-1997 Gedangan, Semarang
31. Khusna Maulida
Temanggung,
28-07-1995
Wonoboyo, Temanggung
32. Ana Ardiyani Magelang, 01-08-1995 Mangunsari, Magelang
33. Damara Qonita Semarang, 23-12-2000 Rembes, Semarang
34. Nur Afifah Nabilah Boyolali, 02-10-2000 Karanggede, Boyolali
35. Nur Asma Azizah Boyolali, 27-06-1998 Karanggede, Boyolali
36. Lusi Eka Permatasari Semarang, 06-06-1995 Bergas, Semarang
37. Ririh Annasa Etikasari Semarang, 11-06-1999 Mendiro, Ungaran Timur
38. Firda Aprilia Ariyanti Semarang, 28-04-1998 Bergas, Semarang
39. Penti Dahlina
Gunung rejo,
20-11-1998
Pesawaran, Lampung
40. Esa Puspitasari Magelang, 16-08-1995 Windusari, Magelang
41. Nur Fatikah Sari Grobogan, 17-02-1998 Karangrayung, Grobogan
42. Nafida Alfi Faeruza Semarang, 16-12-1997 Candi, Bandungan
43. Ayu Permatasari Jakarta, 16-09-1993 Mranggen, Sukoharjo
44. Indah Nurul Hamidah Demak, 26-01-1995 Mranggen, Demak
45. Alifah Amri Mirfaqoh Salatiga, 21-05-1995 Pabelan, Salatiga
46. Istinganatun Nafi‟ah Magelang, 14-06-1994 Tegalrejo, Magelang
47. Siti Kholisoh Magelang, 20-06-1994 Ungaran Timur
48. Arihatul Laili Kendal, 06-05-1994 Bulak Rowosari, Kendal
49. Isnadziya Sumowono, 18-03-1995 Sumowono, Semarang
50. Septi Arum Melati Grobogan, 08-09-1999 Kedungjati, Grobogan
51. Nuriya Wafiroh Magelang, 27-05-1994 Tempuran, Magelang
52. Arina Sa‟diyah Semarang, 06-08-1997 Gunungpati, Semarang
53. Enggar Ayu Ning tyas Semarang, 16-09-1993 Spakung, Banyubiru
54. Viva Hedia Jaty K Semarang, 26-04-1999 Spakung, Banyubiru
55. Lailya N.U Semarang, 19-03-1998 Palagan, Ambarawa
56. Dian Anugrah S. Grobogan, 20-11-1994 Kluwan, Purwodadi
57. Rahmat Dewi. H Magelang, 23-06-1993 Kajoran, Kab, Magelang
58. Cinta Amalia Kasih Salatiga, 20-05-1997 Kauman Kidul, Salatiga
N
O NAMA TTL ALAMAT
1 M. Sukron Boyolali, 23-06-1991 Karanggede, Boyolali
2 M. Fahrurrozi Magelang, 08-07-1991 Ngablak, Magelang
3 M. Taslim Boyolali, 10-12-1993 Wonosegoro, Boyolali
4 M. Arisfaisol Demak, 21-07-1991 Guntur, Demak
5 Taufiq N. A. Semarang, 15-01-1998 Jambu, Semarang
6 M. Bagus M. Boyolali, 12-06-1992 Klego, Boyolali
7 M. fikri S. Demak, 21-09-1996 Bintoro, Demak
8 M. zaenal A. Magelang, 20-09-1994 Banjarsari, Magelang
9 Andi Nafi Alamul Y Grobogan, 19-07-1997 Kuwaron, grobogan
10 Raynald Asvan S. Boyolali, 22-01-1996 Ampel, Boyolali
11 M. Khanafi Demak, 13-09-1996 Turirejo, Demak
12 Syifa Fitri Choirullah Grobogan, 31-01-1998 Kedungjati, Grobogan
13 Muhammad Arif Semarang, 08-09-1996 Banyubiru, Semarang
14 Saifuddin Semarang, 14-01-1996 Jambu, Semarang
15 Riky Rivaldi Pratama Boyolali, 10-05-1997 Wonosegoro, Boyolali
16 Aditya M. Semarang, 01-07-2000 Bandungan, Semarang
17 M. Abdul Ghofur Semarang, Banyubiru, Semarang
18 Abi Hidayat Boyolali, 25-09-1997 Karanggede, Boyolali
19 Firdan Thoriq Faza Boyolali, 28-05-1998 Karanggede, Boyolali
20 M. Mujiburrohman Jayapura, 04-04-1995 Karangmulya, Nabire
21 M. Musthafa Ezar Jayapura, 25-06-1998 Karangmulya, Nabire
22 Ahmad Bahrul Grobogan, 23-08-1998 Kedungjati, Grobogan
b. Keadaan Ustadz
Ustadz di pondok pesantren Al-Hasan berjumlah tiga orang.
Beliau adalah Bapak Ma‟arif, Bapak Khusnul, dan Ibu Kamalah Isom,
23 Muhammad Rexsa Boyolali, 08-05-1999 Klego, Boyolali
24 Faris Mahendra Tama Karanganyar,
05-05 1999
Kauman, Salatiga
25 Alfian Muzadi Semarang, 05-04-2000 Bancar, Semarang
26 Condro Mukti Grobogan, 18-09-1996 Kedungjati, Grobogan
27 Khakim Slamet Temanggung, 19-07-
1996
Kaloran, Temanggung
28 Yitna Yuono Magelang, 07-03-1991 Candimulyo, Magelang
29 Tri Murdiyanto Palembang, 04-06-1995 Muba, Palembang
30 Avif Irwansyah Boyolali, 14-11-1996 Karanggede, Boyolali
31 M.C. Umam Semarang, 02-09-1995 Pringapus, Semarang
32 Zainal Arifin Kendal, 14 -01-1994 Merangin, Jambi
33 Elfa Rahmananda S. Salatiga, 28-09-2000 Suruh, Semarang
34 Samsul Ma‟arif Demak, 12-03-1992 Guntur, Demak
35 Lia Pundhi Tahwoto Boyolali, 04-03-1997 Karanggede, Boyolali
S.E dan empat orang pengajar TPA. Semua pengajarnya menetap di
wilayah sekitar pondok. Berikut data ustadz pondok pesantren dan
pengajar TPA Al-Hasan:
Table 4
Data Ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan
No. Nama Kedudukan Pendidikan Terakhir
1. Ma‟arif Ustadz SMA
2. Khusnul Kirom, S.Ag Ustadz/ pengajar
TPA S-1
3. Khamalah Isom, S.E Ustadzah S-1
4. Istiqomah Pengajar TPA SMA
5. Haniatul Anisah, S.Pd.I Pengajar TPA S-1
6, Ambar Dewi M, A.M.d Pengajar TPA D-3
7. Amanatun, S.Ag Pengajar TPA S-1
Tabel 5
Sistem Pendidikan Pondok Pesantren Al-Hasan
No. Program Pendidikan Metode Pembelajaran
1. Al-Qur‟an Sorogan
2. Fiqih Bandongan
3. Pasolatan Bandongan
4. Nahwu Sorof Sorogan dan Bandongan
5. Qoroibul Qiro‟ah Bandongan
6. Subul Iman Bandongan
7. Mar‟ah Sholikhah Bandongan
8. Yasinan Bandongan
9. Dibak Sorogan (hafalan)
10. Manakib Sorogan (hafalan)
B. Program Pendidikan
1. Program Harian
Program harian yang di laksanakan pondok pesantren Al-Hasan adalah
sebagai berikut:
a. Kajian Al-Qur‟an binnadhor dilaksanakan oleh semua santri putra
setiap hari setelah shalat subuh. Sedangkan bagi santri putri,
dilaksanakan setiap hari setelah shalat maghrib, sementara santri
putra membaca suratul yasin di waktu yang sama.
b. Kajian kitab safinah dilaksanakan setiap hari pukul 17.00 oleh
semua santri baik putra maupun putri. Metode yang digunakan
dalam kajian ini adalah bandongan, di mana seluruh santri
mempelajari kitab sesuai penjelasan ustadz. Kemudian melakukan
tanya jawab seputar materi yang di pelajari.
c. Pasolatan khusus bagi santri baru yang dilaksanakan sebelum
kajian Al-Qur‟an. Metode yang digunakan adalah metode
sorogan. Biasanya santri baru di minta untuk setoran surat-surat
pendek Al-Qur‟an, bacaan shalat, dan sebagainya.
d. Kajian dziba‟ dilakukan bagi santri yang telah menyelesaikan
semua studi di pondok pesantren. Kajian ini hanya diwajibkan
satu kali selama belajar di pondok.
e. Kajian manaqib, kajian ini dilaksanakan bagi santri yang telah
menjalankan kajian Dziba‟ dan dinyatakan lulus kajian. Biasanya
kegiatan ini dilaksanakan pada pagi hari setelah shalat subuh. Di
sini santri harus mengatamkan sebelas kali kajian manaqib
sebelum dinyatakan selesai studinya.
f. Qoroibul Qira‟ah kajian ini diikuti baik santri putra maupun putri
yang dilaksanakan setelah shalat isya khusus bagi santri kelompok
ula, sedangkan kelompok wusto belajar kajian nahwu sorof serta
subul iman.
2. Program Mingguan dan Bulanan
Program Mingguan dan Bulanan pondok pesantren Al-Hasan adalah
sebagai berikut:
a. Kajian fiqh dilaksanakan dua kali seminggu yaitu setiap hari senin
dan kamis oleh semua santri putra maupun putri.
b. Kajian Mar‟ah Sholihah yang dilaksanakan setiap hari kamis
malam. Kajian ini di khususkan bagi santri putri. Selain itu juga
dilaksanakan kajian Qiro‟atul Qur‟an
c. Qiyamullail dilaksanakan setiap hari Jum‟at bagi santri putra dan
putri.
d. Pada hari sabtu minggu terakhir setiap bulan dilakasanakan rapat
pengurus, membahas evaluasi program kerja.
e. Khitobah dilakukan setiap malam Sabtu bagi semua santri.
f. Mujahadah dilakukan setiap seminggu sekali pada waktu yang
sesuai situasi dan kondisi.
3. Program Tahunan
Program tahunan yang dilaksanakan di pondok pesantren Al-Hasan
adalah sebagai berikut:
a. Penerimaan santri baru
b. Kegiatan Masa Orientasi Santri
c. Ziarah ke makam-makam sunan
d. Kemah santri
e. Akhirusanah
f. Khotmil Qur‟an
C. Kondisi Remaja di Sekitar Pondok Pesantren
1. Pendidikan
Remaja Dusun Banyu Putih Timur berjumlah 59 orang.
Sedangkan remaja di sekitar pondok pesantren dan aktif mengikuti
kegiatan berjumlah 24 orang. Latar belakang pendidikan remaja sekitar
sangat beragam. Mayoritas masih duduk di bangku SMA dan sebagian
dari mereka sedang dalam proses pendidikan di perguruan tinggi.
Meskipun demikian ada beberapa dari anggota remaja yang tamat
Sekolah Dasar (Dokumentasi Karang Taruna Dusun Banyu Putih Timur).
2. Keberagamaan
Remaja di lingkungan pondok pesantren Al-Hasan mayoritas anak
usia sekolah, sehingga kegiatan keberagamaan yang ada di dominasi oleh
anak usia sekolah.
“…kalau yang ikut kegiatan itu mayoritas anak usia sekolah, kalau
remaja yang senior sedikit karena udah pada pergi merantau…”,ujar
MZA selaku lurah putra pondok pesantren Al-Hasan.
Masyarakat juga mengakui bahwa sebenarnya pondok pesantren
Al-Hasan sudah menyediakan tempat bagi remaja yang ingin
mengembangkan pengetahuan agamanya. Mereka juga mengakui
keberadaan pondok pesantren Al-Hasan sebagai salah satu tempat yang
potensial bagi mempersiapkan generasi penerus yang Islami. Namun,
keinginan masyarakat masih terhalang bermacam faktor. Remaja yang
aktif di kegiatan pondok adalah mereka yang berusia sekolah saja,
biasanya setelah mereka lulus sekolah mereka merasa malu belajar
mengaji di pondok dan memilih meninggalkan forum pengajian.
Takmir masjid bekerja sama dengan pihak pondok pesantren Al-
Hasan juga telah berupaya membentuk sebuah forum kegiatan yang
khusus diperuntukkan bagi remaja Islam masjid sekitar, namun pada
pelaksanaannya kurang maksimal karena kesadaran dalam hal keagamaan
masih belum sesuai dengan harapan.
“… untuk sekarang sulit mencari bibit-bibit baru yang mau ikut
bergabung dengan kegiatan pondok. Meskipun sudah di bentuk sebuah
kegiatan yang dikhususkan bagi remaja, namun dalam pelaksanaannya
kurang berjalan karena satu dan lain hal” ujar KY selaku ketua takmir
masjid.
Remaja yang aktif melaksanakan shalat berjama‟ah di masjid juga
kebanyakan anak usia sekolah yang ikut mengaji di pondok pesantren.
Hingga saat ini, pondok pesantren dan takmir masjid bersama-sama
melakukan pembinaan terhadap mereka yang bergabung di organisasi
Remaja Islam Masjid (Remas). Remas dijadikan sebagai perantara bagi
mereka dalam membina remaja di lingkungan pondok pesantren Al-
Hasan yang mayoritas beragama Islam.
3. Organisasi
Organisasi yang ada di lingkungan sekitar pondok pesantren Al-
Hasan adalah remaja masjid dan karang taruna. Agenda remaja salah
satunya rapat bulanan guna membahas program kerja yang akan
dijalankan. Sedangkan agenda kegiatan yang lain diakui kurang berjalan
karena berbagai macam kendala, di antaranya:
a. Kurangnya koordinasi antara pengurus dengan anggota.
b. Minimnya generasi penerus, sehingga menciptakan jarak antara remaja
senior dan junior.
c. Tidak ada agenda yang pasti.
d. Kesadaran akan berorganisasi remaja kurang.
D. Pola Hubungan dengan Masyarakat
1. Hubungan Individu
Secara personal antara pondok pesantren Al-Hasan dengan
masyarakat tidak ada masalah yang berarti. Mereka sedapat mungkin
menjalin komunikasi yang baik. Meskipun, ada beberapa masyarakat yang
merasa kurang puas dengan komunikasi yang terjalin antara santri dengan
remaja pada khususnya. Menurutnya remaja dan santri era sekarang
terdapat jarak dan kurang komunukasi. Seperti di paparkan RZ seorang
remaja sekitar pondok pesantren bahwa:
“… kalau remaja dulu sekitar tahun 2008-an sregep-sregep, tapi
sekarang remaja sini kurang sosialnya cenderung individual jadi terlihat
kaya ada jarak padahal sebenarnya pihak pondok sudah ngasih tempat
untuk sosialisasi.”
Meskipun demikian, pihak pondok pesantren berupaya untuk
dekat dengan remaja sekitar pondok pesantren sebagai suatu bentuk
menjalin komunikasi di antara keduanya. Misalkan dengan di agendakan
kegiatan pertemuan setiap sebulan sekali merupakan salah satu upaya
pondok pesantren membangun komunikasi.
Pandangan masyarakat terhadap kyai dan pengasuh pondok
pesantren Al-Hasan juga sangat baik. Dibuktikan dengan adanya
permintaan masyarakat untuk diadakan kajian atau pencerahan seperti
pengajian setiap malam Jum‟at yang dilakukan kyai pondok pesantren Al-
Hasan untuk meningkatkan keimanan. Mereka beralasan pada fitrahnya
manusia membutuhkan agama dan segala sesuatu akan di kembalikan
pada tuntunan agama. Kyai dan pengasuh pondok pesantren Al-Hasan
dijadikan sebagai salah satu rujukan dalam masyarakat dalam memenuhi
kebutuhan spiritualnya.
2. Hubungan Kelembagaan
Selain hubungan personal antar individu, terjalin juga hubungan
kelembagaan antara pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat
terutama remaja sekitar pondok pesantren. Seperti halnya dituturkan oleh
KH sebagai berikut:
“… selama ini remaja merespon dengan baik kegiatan yang di agendakan
pondok pesantren untuk remaja, meskipun hanya pada waktu-waktu
tertentu seperti PHBI.”
Selain keterangan KH, terdapat juga keterangan dari KD sebagai berikut:
“…saling mendukung antara pondok pesantren dan remaja terutama
remaja masjid.”
Selain itu, remaja juga sering disertakan dalam berbagai kegiatan
yang diagendakan pondok pesantren. Hal ini menunjukkan adanya
komunikasi yang baik terjalin antara lembaga pondok pesantren Al-Hasan
dengan masyarakat sekitar terutama kalangan remaja.
3. Hubungan Timbal Balik
Bukan hanya pondok pesantren Al-Hasan saja yang berupaya
membangun komunikasi dengan masyarakat, melainkan juga dari pihak
masyarakat. Masyarakat di sekitar pondok pesantren mengakui keberadaan
santri pondok dan menganggap mereka merupakan bagian dari
masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan berbagai macam kegiatan
kemasyarakatan yang juga disosialisasikan dengan pihak pondok.
Misalnya, jika ada acara hajatan di lingkungan sekitar pondok, masyarakat
mengikutsertakan remaja bersama santri pondok pesantren Al-Hasan
dalam acara tersebut.
Bukan hanya itu, masyarakat juga sering mengundang santri pondok
untuk menghadiri acara-acara syukuran yang diadakan warga sekitar.
Sama halnya dengan masyarakat, pihak pondok pesantren juga
mengagendakan acara tahunan berupa santunan kepada anak yatim piatu
di sekitar pondok pesantren Al-Hasan sebagai timbal balik.
BAB IV
PERAN PONDOK PESANTREN DALAM PEMBINAAN KEBERAGAMAAN
A. Program Pembinaan
Dari hasil wawancara peneliti kepada informan tentang program yang
dilakukan PPAH dalam meningkatkan keberagamaan remaja sekitar,
dikemukakan bahwa tidak ada pembinaan yang khusus dari pondok pesantren
untuk remaja. Seperti dipaparkan beberapa informan di antaranya sebagai
berikut:
“ Pembinaan remaja secara langsung itu tidak ada. Tetapi dalam
praktiknya apabila ada remaja yang ikut mengaji atau di undang rapat
ketakmiran atau kegiatan lain maka secara tidak langsung masyarakat
dan pondok pesantren sudah ikut membina remaja”, ujar KH (5
Desember 2013, 04.45 WIB).
Hal tersebut di perkuat juga dengan penuturan T,
“kalau pembinaan remaja tidak ada, tetapi setiap mengadakan acara
apa saja pasti antara santri pondok dengan remaja saling membantu
dalam melaksanakan kegiatan tersebut” (25 Desember 2013, 19.00
WIB).
Dari kedua informan tersebut dapat digambarkan bahwa tidak terdapat
program pembinaan yang khusus diadakan bagi remaja sekitar pondok
pesantren. Meskipun demikian, pembinaan secara tidak langsung tetap
dilaksanakan dan diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan di antaranya
sebagai berikut:
a. Akhirusanah
Sebagian Pondok Pesantren mengadakan akhirusanah menjelang akhir
tahun ajaran, di mana kegiatan ini melibatkan masyarakat sekitar pondok
pesantren terutama. Begitu pula dengan Pondok Pesantren Al-Hasan yang
juga mengadakan kegiatan yang sama. Bapak KH menjelaskan bahwa:
“…melalui kegiatan akhirusanah pondok pesantren melibatkan remaja
sekitar dengan harapan terjalin komunikasi antara keduanya…”
Hal tersebut menandakan bahwa ada upaya kongkrit dari pondok
pesantren dalam meningkatkan keberagamaan remaja sekitar.
b. Peringatan Hari Besar Islam
Peringatan hari besar di Dusun Banyu Putih Timur biasanya di isi
dengan tabligh pengajian misalnya pengajian Isro‟ Mi‟roj, halal bi halal,
maulid Nabi dan sebagainya. Pondok pesantren Al-Hasan juga
menyelenggarakan kegiatan yang sama dengan melibatkan masyarakat sekitar
khususnya remaja sebagai pelaksana acara. Seperti dijelaskan oleh RO yang
menginformasikan bahwa:
“… ketika peringatan hari besar Islam yang acaranya diadakan di
masjid maka remaja dengan senang hati ikut membantu jalannya
kegiatan…”
Dengan diadakannya peringatan hari besar Islam diharapkan intensitas
pertemuan antara santri pondok pesantren dengan remaja sekitar semakin
bertambah. Sehingga tetap terjalin komunikasi yang baik antara keduanya.
Melalui kegiatan-kegiatan yang beragam pula pembinaan keberagamaan
remaja Dusun Banyu Putih Timur dapat berjalan secara tidak langsung.
c. Hari Raya Qurban
Hari Raya Qurban merupakan salah satu sarana menjalin hubungan
yang baik antara para santri dengan masyarakat sekitar terutama remaja.
Seperti dipaparkan oleh RO sebagai ketua remaja yang mengatakan bahwa:
“…saya dan rekan-rekan merasa senang ketika di ikut sertakan dalam
sebuah kegiatan seperti ketika hari raya idul Qurban kemarin selain
menambah ilmu agama bagi kami juga dapat menjalin tali silaturahmi
antara remaja dengan santri di pondok pesantren Al-Hasan…”
Hal tersebut di perkuat juga oleh penuturan MAF yang mengatakan bahwa:
“…ketika malam Idul Adha itu mengadakan takbir keliling bersama
santri dan masyarakat sekitar…”
RD juga memaparkan bahwa:
“…Paling pas malam Idul Adha itu sama pas menyembelih hewan
qurban…”
Idul Adha dijadikan sebagai salah satu sarana menjalin relasi yang
baik antara pondok pesantren dan remaja sekitar lingkungan pondok
pesantren. Melalui kegiatan ini juga pihak pondok pesantren berkesempatan
memberikan pembinaan baik moral maupun spiritual kepada remaja sekitar.
d. TPA
TPA merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang disediakan
pondok pesantren Al-Hasan bagi masyarakat. Mereka yang memiliki anak
usia sekolah dapat menitipkan anaknya belajar di TPA Al-Hasan. Berikut
penjelasan dari R mengakatan:
“…setiap sore kami mengadakan TPA bagi anak-anak usia sekolah
dasar. Sebenarnya kami mengharapkan remaja untuk membantu
mengajar di TPA…”
Penuturan ini ditegaskan oleh pendapat KH yang mengatakan:
“… kami bersama pengurus takmir juga memberi kesempatan bagi
remaja terutama bagi yang menguasai ilmu agama untuk menyalurkan
bakat yang dimiliki untuk membantu mengajar anak-anak TPA agar
bisa memanfaatkan ilmu yang dimilikinya...”
Hal ini diperkuat juga dengan penuturan KD yang mengatakan:
“…Kami pihak takmir menginginkan anak pondok mau membantu
kegiatan TPA. Karena menurut kami, santri pondok memiliki bekal
keagamaan yang lebih…”
Dari beberapa keterangan informan di atas dapat disimpulkan bahwa
program pembinaan yang diadakan oleh pondok pesantren Al-Hasan terhadap
keberagamaan remaja kurang berjalan maksimal. Hal ini dikarenakan berbagai
faktor baik dari internal maupun eksternal. Dari faktor internal menurut
keterangan beberapa remaja sekitar, pondok pesantren Al-Hasan kurang
variatif dalam mengemas kegiatan, sehingga kaum remaja enggan untuk
mengikuti kegiatan yang diadakan. Selain itu kesadaran masyarakat dalam
pembinaan keberagamaan remaja masih rendah hal ini dibuktikan dengan
keberadaan organisasi baik remaja masjid maupun karang taruna tidak dapat
berkembang sehingga agenda rutin remaja seringkali terbengkelai dengan
berbagai alasan, di sisi lain faktor ekonomi keluarga sering di sebut-sebut
menjadi faktor utama kurangnya pembinaan keberagamaan remaja.
Sedangkan faktor eksternal berasal dari lingkungan dan berkembangnya
ilmu pengetahuan dan teknologi. Lingkungan menduduki posisi tertinggi
terhadap rendahnya spiritual dan religiusitas remaja. Dari lingkungan di mana
mereka bersosialisasi pengaruh apapun dapat masuk ke dalam kepribadian
remaja. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin hari semakin
berkembang memicu rendahnya sosialisasi remaja. Dengan demikian,
pembinaan berupa apapun sulit untuk disampaikan.
B. Peran Pondok Pesantren
Berdasarkan pengamatan yang penulis lakukan di lapangan dan teori
yang di paparkan pada bab sebelumnya, maka peran pondok pesantren Al-
Hasan adalah sebagai berikut:
1. Sebagai Fasilitator
Keberadaan pondok pesantren Al-Hasan dapat dijadikan sebagai salah
satu sarana untuk menambah pengalaman keagamaan masyarakat sekitar.
Dalam hal ini pondok pesantren Al-Hasan sudah berupaya memberikan
fasilitas dan pelayanan bagi terpenuhinya kebutuhan keberagamaan
masyarakat sekitar. Sebagian remaja sekitar pondok pesantren telah
memanfaatkan sarana yang tersedia untuk mengembangkan pengetahuan
agamanya. Sehingga program pembinaan yang dijalankan pondok
pesantren tidak hanya memprioritaskan penggunaan sarana dan prasarana
bagi santrinya, meskipun bersifat insindental dan kurang terjadwal.
Kalaupun ada, pembinaan yang dilakukan hanya pada waktu-waktu
tertentu, salah satunya peringatan hari besar Islam itupun hanya
membantu kelancaran acara. Dengan demikian, pondok pesantren
berharap nilai-nilai moral keberagamaan dapat tersampaikan sehingga
mempengaruhi berkembangnya perilaku keberagamaan sebagian remaja
yang tinggal di sekitar pondok pesantren.
2. Peran Mobilisasi
Berbagai kegiatan yang diagendakan pondok pesantren tidak lain
bertujuan untuk memberikan pembinaan kepada masyarakat. Pondok
pesantren Al-Hasan juga melakukan hal yang sama. Ada beberapa
kegiatan yang diperuntukkan bagi masyarakat khususnya remaja sekitar
pondok pesantren. Kegiatan tersebut umumnya dilakukan dalam rangka
membina akhlaq dan perilaku keberagamaan remaja. Kegiatan yang rutin
dilakukan diantaranya TPA dan peringatan hari besar Islam. Dalam
perjalanannya pondok pesantren mengutamakan pembentukan akhlak
remaja yang religius dan berbudi pekerti luhur. Misalnya, kegiatan rutin
TPA, dikhususkan bagi anak-anak usia sekolah saja. Sehingga pembinaan
yang diberikan terbatas kepada anak-anak usia sekolah yang mengikuti
kegiatan TPA. Meskipun demikian pondok pesantren membuka peluang
bagi remaja yang ingin berpartisipasi sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan agama untuk turut serta membantu pelaksanaan kegiatan
TPA di pondok pesantren Al-Hasan.
3. Peran Sumber Daya Manusia
Dengan melibatkan masyarakat khususnya remaja di sekitar pondok
pesantren dalam bidang pendidikan dan keagamaan, diharapkan mampu
menambah pengalaman keberagamaan masyarakat. Sehingga perjalanan
keberagamaan masyarakat didasarkan pada ilmu yang telah dikajinya.
Namun, hal tersebut kurang berlaku bagi masyarakat yang tinggal di
sekitar pondok pesantren Al-Hasan. Sebagian masyarakat khususnya
remaja kurang terpengaruh dengan adanya pondok pesantren. Kurangnya
komunikasi dan intensitas interaksi menyebabkan minimnya informasi
mengenai agama kepada remaja. Sebenarnya pondok pesantren telah
menjalankan perannya sebagai pembentuk Sumber Daya Manusia.
Namun hal tersebut bukan menjadi masalah utama, kesadaran remaja
terhadap pentingnya ilmu agama yang masih minim juga menjadi salah
satu faktor pendukung. Sehingga, pembinaan remaja kurang berjalan
maksimal. Hal tersebut berimbas kepada kualitas sumber daya remaja
sekitar. Di sana akan jarang di temui remaja yang memiliki religiusitas
yang tinggi. Jika ada, mungkin hanya beberapa itupun dari asal usul
keluarga yang religius. Mayoritas remaja hanya memiliki tingkat
religiusitas yang sedang atau bahkan rendah.
4. Sebagai Agent of Development
Keberadaan pondok pesantren Al-Hasan diharapkan dapat dijadikan
sebagai kontrol sosial keberagamaan masyarakat. Misalnya masyarakat
khususnya remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan akan berperilaku
baik ketika berada di dalam lingkungan, meskipun notabene beberapa
orang tersebut di pandang sebagai sekelompok remaja yang sering
melakukan kegiatan yang menyimpang, atau ada beberapa remaja yang
mengaku bahwa kebiasaan pondok pesantren yang melibatkan remaja
sekitar dalam beberapa kegiatan peringatan hari besar agama,
menciptakan suasana akrab bagi remaja dan santri sehingga sesekali
waktu mereka akan saling memberikan informasi yang positif. Bukan
hanya itu, meskipun jarang dilakukan, namun masyarakat yang telah
menganggap santri pondok pesantren Al-Hasan sebagai bagian dari
anggotanya, juga tidak segan memberikan barbagai nasehat ataupun
masukan bagi kegiatan pondok pesantren bahkan bagi kepribadian
individu para santri.
5. Sebagai Agent of Excellence
Seiring dengan perkembangan zaman, pondok pesantren Al-Hasan
bukan hanya berperan sebagai transfer ilmu agama tetapi juga ilmu
pengetahuan umum. Sehingga pondok pesantren Al-Hasan berupaya
menambahkan berbagai model pendidikan. Pondok pesantren Al-Hasan
mengembangkan metode belajar yang sering di sebut dengan kajian
diniyah. Kajian ini terdiri dari beberapa kelas di mana masing-masing
kelas memiliki tingkatan yang berbeda satu sama lain, dalam hal materi
yang di ajarkan. Meskipun demikian, model pembelajaran yang
dikembangkan di pondok pesantren ini oleh masyarakat khususnya di
nilai kurang variatif, sehingga masyarakat sekitar pondok kurang tertarik
dengan pembelajaran pondok pesantren Al-Hasan. Sehingga kebanyakan
santri berasal dari luar daerah. Dari pihak pondok pesantren juga
mengakui hal tersebut. Menurutnya, pondok pesantren Al-Hasan telah
memberikan fasilitas bagi siapapun yang tertarik memperdalam ilmu
agama. Meskipun mereka yang tertarik berasal dari kalangan orang tua.
C. Problematika
Dimensi praktik agama mencangkup perilaku pemujaan pelaksanaan
ritual formal keagamaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan seseorang untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Di sini ditemukan
bahwa banyak remaja yang kurang memperhatikan ajaran-ajaran agama,
khususnya bagi para santri yang sering kurang memperhatikan waktu sholat
karena disibukkan dengan berbagai hal sehingga apabila waktu sholat sudah
iqomah masih banyak para santri yang belum bersiap-siap ke masjid untuk
melaksanakan sholat berjama‟ah bahkan ada yang tidak ikut berjama‟ah.
Sama halnya dengan santri pondok pesantren Al-Hasan, keberagamaan
remaja di sekitar pondok pesantren terutama dalam kegiatan berjama‟ah
kurang intensif. Mereka yang berjamaah di masjid dan aktif berjama‟ah
karena jarak rumah yang dekat dengan masjid dan masih memiliki ikatan
darah dengan kyai, mereka beralasan jika tidak sholat berjama‟ah di masjid
mereka merasa malu. Meskipun hanya sekali dalam lima waktu, mereka tetap
berjama‟ah dan biasanya masjid akan dipenuhi jama‟ah remaja ketika shalat
maghrib. Remaja sekitar banyak yang tidak tertarik dengan kegiatan masjid
karena dipengaruhi berbagai faktor. Orang tua menjadi faktor utama
minimnya keberagamaan remaja sekitar.
Kehidupan ekonomi masyarakat yang sebagian besar menengah ke
bawah juga menjadi pemicu minimnya keberagamaan remaja sekitar. Orang
tua yang sibuk dengan pekerjaannya maka secara tidak langsung berimbas
pada anak. Akibatnya sekarang banyak anak remaja yang lebih mementingkan
kegiatan perekonomian guna memenuhi kebutuhan jasmaniahnya tanpa
mengimbanginya dengan kebutuhan spiritualnya.
Kondisi ekonomi masyarakat yang seperti itu, tidak dapat dijadikan
alasan untuk saling menyalahkan. Kebutuhan ekonomi merupakan kebutuhan
pokok masing-masing individu, sedangkan religiusitas seseorang merupakan
hak tiap-tiap individu pula. Tokoh masyarakat setempat tidak dapat menuntut
banyak tentang religiusitas remajanya, mereka berprinsip yang terpenting
remaja masih bisa dikendalikan dengan kegiatan-kegiatan yang positif karena
berdampingan dengan lingkungan pondok pesantren. Dari berbagai ritual
keberagamaan yang di alami remaja masih telihat adanya perilaku remaja
yang kurang begitu taat dalam mengamalkan ajaran agama, seharusnya remaja
mengamalkan ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari agar pemahaman
tentang keagamaannya sedikit-sedikit dapat bertambah, atau bahkan bisa
melaksanakan sholat wajib tepat pada waktunya dan tidak menunda-nundanya
lagi.
Pondok pesantren dapat dimanfaatkan untuk memperdalam ilmu
keagamaan yang merupakan kebutuhan pokok spiritual masyarakat.
Kemudian pengetahuan yang di dapat dari pondok harus bisa diamalkan
dalam kehidupan sehari-hari agar bermanfaat sehingga orang tersebut dapat
merasakan akan pentingnya ajaran agama.
Pengalaman keagamaan seseorang akan mampu mendorong dirinya
untuk lebih mendekatkan diri kepada Tuhan yang diwujudkan dalam perilaku
keberagamaannya. Hal tersebut terlihat pada beberapa remaja yang
mengalami pengalaman spiritual sehingga menjadikan mereka lebih baik
daripada sebelumnya, walaupun masih ada sebagian dari mereka yang acuh
tak acuh terhadap pelaksanaan ritual agama. Selain itu ada berbagai
problematika yang di alami remaja sekitar pondok pesantren di antaranya:
a. Bagi anak usia sekolah tingkat lanjut kadang merasa malu untuk
belajar di pesantren karena merasa sudah besar.
Menurut informasi yang diberikan MA (29 September 2013, 20.37
WIB) yang menyatakan bahwa:
“… sebenarnya sudah diupayakan tetapi biasanya kalau sudah
ikut sekolah tingkat SMP bahkan tingkat lebih tinggi sudah
banyak kegiatan di luar jadinya jarang ikut mengaji dengan
alasan malu karena sudah besar…”
b. Remaja merasa minder untuk berkumpul jadi satu dengan anak
pondok.
Remaja sekitar pondok pesantren sebagian besar tamatan SMA
atau sederajatnya. Namun, ada beberapa dari mereka pendidikan
terakhirnya SMP. Sedangkan mayoritas santri di pondok pesantren Al-
Hasan adalah mahasiswa yang pengalaman pendidikannya lebih luas.
Seringkali remaja yang hanya berpendidikan dasar akan merasa
minder, atau kurang nyaman ketika berkumpul dengan santri pondok
pesantren. Sepert pemaparan NA (25 Desember 2013,19.56 WIB)
yang menyatakan bahwa:
“….mayoritas remaja menarik diri dari santri pondok karena
merasa minder jika berkumpul bersama…”
c. Lingkungan yang kurang mendukung
Pondok pesantren Al-Hasan yang berlokasi di tengah-tengah
lingkungan masyarakat, seharusnya dijadikan sarana guna
mengembangkan pengetahuan keagamaan. Namun hal tersebut kurang
berlaku bagi sebagian besar remaja di lingkungan sekitar pondok
pesantren. Kegiatan yang dilakukan pondok pesantren sebenarnya
ditujukan untuk pembinaan keberagamaan remaja, tetapi kebanyakan
dari mereka menganggap pondok pesantren adalah tempat
berkumpulnya kaum intelektual muslim. Jadi ketika remaja sekitar
sering mengadakan kegiatan, dan di hadiri oleh ustadz pondok
pesantren, mereka menjadi enggan untuk berkumpul, bukannya
menyambut dengan pikiran yang lapang. Sehingga pembinaan
keberagamaaan remaja semakin terhambat.
D. Solusi
Sesuai dengan keterangan yang penulis dapat dilapangan maka sebagai
solusi dari problematika pembinaan remaja ialah:
1. Mengadakan pertemuan rutin setiap sebulan di minggu pertama atau
kedua.
Guna menjalin komunikasi baik intern remaja maupun antara
remaja dengan pondok pesantren, pembina kegiatan remaja
mengadakan pertemuan rutin setiap bulan di minggu pertama atau ke
dua. Pada prinsipnya pertemuan rutin hanya ditujukan untuk
mengumpulkan remaja yang jarang bersosialisasi pada hari-hari biasa.
Dengan diadakannya pertemuan rutin tersebut, pembinaan
keberagamaan remaja sedikit demi sedikit dapat disampaikan.
Sehingga religiusitas remaja di sekitar pondok pesantren menjadi
meningkat.
2. Mengikutsertakan remaja dalam berbagai kegiatan pondok pesantren
Pondok pesantren sebagai sarana meminimalisir masuknya
pengaruh negatif terhadap perilaku keberagamaan remaja, sedapat
mungkin mengikutsertakan remaja dalam berbagai kegiatan yang
dilakukan oleh pondok pesantren. Berikut keterangan R (Kamis, 05
Desember 2013, 19.51 WIB)
“…kami berharap pengurus pondok pesantren terus
meningkatkan dan memperbanyak acara keagamaan agar
masyarakat dapat belajar untuk menambah wawasan ilmu
agama dan memperbaiki diri”.
Keterangan diatas diperkuat dengan peryataan U (Rabu, 25 Desember
2013, 19.30)
“…kalau pondok mau mengadakan sebuah kegiatan pengurus
bisa mengajak remaja, kami merasa senang jika diminta
bantuannya, terutama kegiatan yang bersifat keagamaan”.
Hal tersebut dimaksudkan agar terjalin komunikasi yang
harmonis antara remaja sekitar dengan santri pondok pesantren. Jika
komunikasi antara keduanya dapat terjalin, maka pembinaan remaja
dapat disampaikan melalui sosialisasi tersebut.
3. Pendekatan dengan orang tua
Salah satu upaya yang dilakukan pondok pesantren bersama
dengan tokoh masyarakat dalam membina keberagamaan remaja
adalah melakukan pendekatan dengan orang tua. Keluarga merupakan
faktor utama terbentuknya pribadi anak, terutama perkembangan
keberagamaan pada anak. dengan alasan tersebut, pondok pesantren
bersama dengan tokoh masyarakat memberikan sarana
mengembangkan religiusitas anak, melalui program TPA. Orang tua
yang memiliki anak usia sekolah disarankan untuk mengikutkan putra
putrinya belajar di TPA, sehingga pembinaan keberagamaan remaja
dapat ditanamkan sejak dini.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti dapat
mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren
Kehidupan ekonomi masyarakat yang sebagian besar
menengah ke bawah juga menjadi pemicu minimnya keberagamaan
remaja sekitar. Tokoh masyarakat setempat tidak dapat menuntut
banyak tentang religiusitas remajanya, mereka berprinsip yang
terpenting remaja masih bisa dikendalikan dengan kegiatan-kegiatan
yang positif karena berdampingan dengan lingkungan pondok
pesantren
2. Peran pondok pesantren dalam meningkatkan perilaku keberagamaan
remaja
a. Peran Fasilitator
Keberadaan pondok pesantren sedikit banyak memberikan peran
bagi masyarakat khususnya para remaja sekitar pondok pesantren
Al-Hasan. Sebagian remaja telah memanfaatkan sarana yang
disediakan sebagai tempat mengembangkan ilmu agama dan
bertukar informasi kepada santri. Sehingga diharapkan program
pembinaan berjalan secara maksimal.
b. Peran Mobilisasi
Kegiatan yang diadakan oleh pondok pesantren Al-Hasan belum
menyentuh semua lapisan masyarakat. Tetapi pondok pesantren
telah berupaya memberikan pembinaan remaja melalui TPA.
c. Sebagai Sumber Daya Manusia
Kurangnya kesadaran dan komunikasi antara masyarakat
(khususnya remaja) dengan pondok pesantren Al-Hasan
menjadikan terputusnya informasi keberagamaan yang akan
disampaikan. Hal tersebut berimbas pada kualitas sumber daya
manusia remaja sekitar pondok pesantren Al-Hasan.
d. Sebagai Agent of Development
Pondok pesantren Al-Hasan secara tidak langsung menjalankan
perannya sebagai kontrol sosial. Meskipun kurang berjalan secara
maksimal, namun pondok pesantren bersama-sama masyarakat
berupaya mengutamakan perkembangan akhlak remaja.
e. Sebagai Agent of Excellence
Masyarakat sekitar pondok pesantren kurang tertarik dengan
kegiatan yang dilakukan pondok pesantren Al-Hasan. Mereka
beralasan kegiatan yang diadakan kurang variatif. Meskipun
demikian pondok pesantren Al-Hasan berupaya memberikan
sarana dan pelayanan bagi masyarakat yang ingin memperdalam
ilmu agamanya.
3. Problematika pembinaan keberagamaan remaja
Problematika keberagamaan yang terjadi di remaja sekitar pondok
pesantren Al-Hasan
a. Bagi anak usia sekolah tingkat lanjut kadang merasa malu untuk
belajar di pesantren karena merasa sudah besar.
b. Remaja merasa minder untuk berkumpul jadi satu dengan anak
pondok.
c. Lingkungan yang kurang mendukung.
4. Relasi pondok pesantren Al-Hasan dengan masyarakat sekitar pondok
pesantren terjadi dalam tiga hal:
1) Hubungan secara individu
Secara personal antara pondok pesantren Al-Hasan dengan
masyarakat tidak ada masalah yang berarti. Mereka sedapat
mungkin menjalin komunikasi yang baik.
2) Hubungan kelembagaan
Remaja sering disertakan dalam berbagai kegiatan yang
diagendakan pondok pesantren. Hal ini menunjukkan adanya
komunikasi yang baik terjalin antara lembaga pondok pesantren Al-
Hasan dengan masyarakat sekitar terutama kalangan remaja.
3) Hubungan timbal balik
Bukan hanya pondok pesantren Al-Hasan saja yang berupaya
membangun komunikasi dengan masyarakat, melainkan juga dari
pihak masyarakat. Masyarakat di sekitar pondok pesantren
mengakui keberadaan santri pondok dan menganggap mereka
merupakan bagian dari masyarakat.
5. Pembinaan yang dilakukan pondok pesantren Al-Hasan terhadap
problematika keberagamaan remaja
Pembinaan secara langsung yang dilakukan oleh pondok
pesantren tidak ada, namun ada berbagai program yang diadakan
pondok pesantren yang secara tidak langsung memberikan pembinaan
terhadap keberagamaan remaja sekitar di antaranya:
a. Akhirusannah
b. Peringatan hari besar Islam
c. Hari raya Qurban
d. TPA
Dalam menghadapi problematika yang ada, pondok pesantren
bersama masyarakat melakukan beberapa upaya di antaranya:
1) Mengadakan pertemuan rutin setiap sebulan di minggu pertama
atau kedua.
2) Mengikutsertakan remaja dalam berbagai kegiatan pondok
pesantren.
3) Pendekatan dengan orang tua.
B. Saran
Dari penelitian yang dilakukan penulis memiliki saran saran sebagai
berikut:
a. Bagi pondok pesantren Al-Hasan
1) Santri pondok pesantren Al-Hasan hendaknya dapat memberikan
contoh mengenai ritual keberagamaan, misalnya disiplin dalam
melaksanakan shalat fadhu berjama‟ah.
2) Santri pondok pesantren Al-Hasan hendaknya lebih meningkatkan
interaksi dengan masyarakat terutama dengan remaja sekitar agar
hubungan antara keduanya semakin akrab.
3) Pondok pesantren Al-Hasan sedapat mungkin memberikan
program pembinaan keberagamaan yang khusus bagi remaja
sekitar dan menjalankan program pembinaan yang ada dengan
rutin.
b. Bagi remaja sekitar pondok pesantren
1) Intensitas remaja dalam berkumpul dan bersosialisasi lebih
ditingkatkan agar terjalin komunikasi yang baik antar sesama
remaja.
2) Remaja hendaknya mulai akrab dengan kegiatan kerohanian yang
diadakan baik oleh takmir masjid atau dari pondok pesantren agar
ilmu pengetahuan dan agamanya agar siap terjun ke dalam
masyarakat.
3) Remaja masjid dan karang taruna sebaiknya mengagendakan
kegiatan rutin yang di ikuti oleh seluruh remaja agar pembinaan
remaja sedikit demi sedikit dapat disampaikan.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat, Zakiah, Ilmu Jiwa Agama, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1996.
Darajat, Zakiah, Pembinaan Remaja, PT. Bulan Bintang, Jakarta, 1976.
Darajat, Zakiah, Peran Agama dalam Kesehatan Mental, CV. Haji Masagung,
Jakarta, 1994.
Darajat, Zakiah, Problematika Remaja di Indonesia, PT. Bulan Bintang, Jakarta,
1978.
Departemen Agama RI, Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pertumbuhan
dan Perkembangannya, Depag RI, Jakarta,2003.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Balai Pustaka, Jakarta,
2007.
Dhofier, Zamakhsyari, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,
LP3ES, Jakarta, 1983.
Fauzi, Muhammad, Agama dan Realitas Sosial Renungan dan Jalan Menuju
Kebahagiaan, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
Galba, Sindu, Pesantren Sebagai Wadah Komunikasi, PT Rineka Cipta, Jakarta,
1995.
Ishomuddin, Pengantar Sosiologi Agama, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002.
Kadir, Muslim A., Ilmu Islam Terapan Menggagas Paradigma Amali dalam
Agama Islam, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2003.
Kasiram, Moh, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif, UIN-Maliki Press,
Yogyakarta, 2010.
Madjid Nurcholish, Bilik-Bilik Pesantren Sebuah Potret Perjalanan, Paramadina,
Jakarta, 1997.
Martin, Richard C, Pendekatan Kajian Islam dalam Studi Agama, Muhammadiah
University Press, Surakarta, 2002.
Moleong, M. A, Prof. Dr. Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, PT Remaja
Rosda Karya, Bandung, 2009.
Mu‟tasim, Radjasa, Perlawanan Santri Pinggiran, PT. Bintang Pustaka Abadi,
Yogyakarta, 2010.
Nafi‟, Dian, M, dkk, Praksis Pembelajaran Pesantren, Instite for Training and
Development Amherst MA, Yogyakarta, 2007
Nasution, Harun, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Universitas Indonesia
Press, Jakarta, 1985.
Sudarsono, Kenakalan Remaja, Rineka Cipta, Jakarta, 2004.
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D, Alfabeta,
Bandung, 2011.
Suprayogo, Imam dan Tabroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, PT Remaja
Rosdakarya, Bandung, 2001.
Sriyanti, Lilik, dkk, Teory-Teory Belajar, STAIN Salatiga, Salatiga, 2011.
Tim, Pedoman Penulisan Skripsi dan Tugas Akhir, STAIN Salatiga, Salatiga, 2009.
Yasid, Abu, Islam Akomodatif, LKiS, Yogyakarta, 2004.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran.1: Daftar Riwayat Hidup
WAHYU NUGROHO
DATA PRIBADI
Tempat, tanggal
lahir : Temanggung, 12 Mei 1990
Jenis kelamin : Laki-Laki
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Alamat
: Digelan II RT 02 RW 06, Desa Soropadan, Kecamatan
Pringsurat, Kabupaten Temanggung.
Telepon : 085640573236
PENDIDIKAN
RA Al-Falah, Soropadan, Kab.Temanggung Lulus Tahun 1997
MI Al-Falah, Soropadan, Kab. Temanggung, Lulus Tahun 2002
MTsN Grabag, Kab. Magelang, Lulus Tahun 2005
MAN 1 Kota Magelang, Magelang Lulus Tahun 2009
Lampiran: 6
PEDOMAN WAWANCARA
A. Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan.
1. Bagaimana sejarah berdirinya Pondok Pesantren Al-Hasan?
2. Apa visi, misi, dan tujuan Pondok Pesantren Al-Hasan?
3. Bagaimana letak geografis Pondok Pesantren Al-Hasan?
4. Bagaimana hubungan Pondok Pesantren Al-Hasan dengan remaja
sekitar?
5. Bagaimana remaja menanggapi keberadaan Pondok Pesantren Al-
Hasan?
B. Pengurus dan Ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan.
1. Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di lakukan oleh pondok
pesantren, jika ada apa saja?
2. Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan
dalam upaya meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
3. Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-
Hasan untuk meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja sekitar?
4. Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan pengurus dan
ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
5. Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz Pondok Pesantren
Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan Remaja?
6. Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan
untuk menarik minat Remaja dalam mengikuti kegiatan di Pondok
Pesantren?
C. Remaja Sekitar Pondok Pesantren Al-Hasan.
1. Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok pesantren
Al-Hasan?
2. Bagaimana tanggapan masyarakat ketika pengurus pondok pesantren
Al-Hasan akan melaksanakan sebuah kegiatan?
3. Apa yang memotivasi remaja mengikuti kegiatan yang dilaksanakan
pengurus pondok pesantren Al-Hasan?
4. Bagaimana pandangan masyarakat terhadap figur kyai pondok
pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan
remaja sekitar pondok pesantren?
5. Adakah saran yang ingin remaja sampaikan untuk pengurus pondok
pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan perilaku keberagamaan
remaja?
Lampiran: 7
PROFIL INFORMAN
1. MZA merupakan lurah putra pondok pesantren Al-Hasan. MZA juga
mahasiswa STAIN Salatiga yang kini baru semester 3 progdi Pendidikan
Agama Islam, selain sebagai pengurus pondok ia juga disibukkan dengan
kegiatan organisasi ukm di kampus.
2. KD merupakan ketua takmir di masjid Al-Hasan yang berprofesi sebagai
penjaga di sebuah pabrik celana di dekat rumah beliau.
3. KH adalah ustadz sekaligus ketua pengurus TPA di lingkungan pesantren dan
juga merupakan anak menantu dari pengasuh PPAH, beliau bertempat tinggal
tidak jauh dari pesantren. Keseharian KH selain mengajar di pondok beliau
juga bekerja di kantor Kemenag Salatiga.
4. R adalah remaja di Dusun Banyu Putih Timur, meskipun masih duduk di
bangku sekolah menengah pertama ia merupakan remaja yang aktif mengikuti
kegiatan PPAH.
5. RD merupakan santri dan juga menjabat sebagai lurah santri putri PPAH, ia
merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi Pendidikan Agama Islam
semester 5.
6. MAF merupakan santri yang berasal dari Demak dia dipercaya sebagai
pengurus PPAH, ia merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi
Pendidikan Agama Islam semester 7.
7. MS merupakan seorang remaja di Dusun Banyu Putih Timur yang sekarang
mengemban tugas sebagai ketua karang taruna, kesibukan sehari-hari dia
adalah sebagai karyawan sebuah pabrik di salatiga,
8. T yang merupakan mantan lurah PPAH. Ia berasal dari Boyolali dan juga
merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga Progdi Pendidikan Agama Islam
semester 5.
9. U merupakan remaja di sekitar pondok yang sering mengikuti kegiatan
mengaji di pondok pesantren Al-Hasan, yang kini masih duduk di bangku
SMK Saraswati.
10. NA adalah tokoh masyarakat dan sekaligus menjadi ketua RW di Dusun
Banyu Putih Timur, kesibukan sahari-hari beliua sebagai penjual gorengan.
11. Y adalah santri PPAH dan juga merupakan Mahasiswa STAIN Salatiga
Progdi Pendidikan Agama Islam semester 7.
Lampiran 9.
Foto Bangunan Fisik Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 10.
Foto Kegiatan Mengaji Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 11
Foto Kegiatan Wawancara Dengan Pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 12
Foto Kegiatan Wawancara Dengan Pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan
Lampiran 13
Foto Kegiatan Wawancara Dengan Ketua Takmir Masjid
Lampiran 14
Foto Kegiatan Wawancara Dengan Ketua Remaja
Lampiran 15
Foto Kegiatan Wawancara Dengan Perwakilan Remaja
Lampiran 16
Foto Kegiatan Wawancara Dengan Tokoh Masyarakat
Lampiran 17
Kegiatan Remaja: Kerja Bakti
Lampiran 18
Kegiatan Remaja: Peringatan Maulid Nabi
PONDOK PESANTREN PUTRA-PUTRI
AL - HASAN
Sekretaruat: Jl. Imam Bonjol, Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Sadorejo, Salatiga
No :PPAH/XXVII/XII/2013
Lamp :-
Hal : Surat Pernyataan Penelitian
Kepada Yth.
Kepala STAIN Salatiga
Di Tempat
Assalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Dengan ini pengasuh pondok pesantren Al-Hasan menyatakan bahwa mahasiswa di bawah
ini:
Nama : Wahyu Nugroho
NIM : 11109060
Jurusan : Tarbiyah
Program Studi : Pendidikan Agama Islam
Benar-benar telah melakukan penelitian di pondok pesantren Al-Hasan mulai tanggal 27
November sampai 27 Desember 2013 sebagai bahan penyusunan skripsi.
Demikian surat pernyataan ini, agar dipergunakan sebaik-baiknya dan sebagai mana
mestinya.
Wassalaamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Mengetahui:
Salatiga,27 Desember 2013
Pengasuh Pondok Ketua Pengurus
KH. Ichsanudin MZ M. Zaenal Arifin
Lampiran: 8
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari/tanggal : Jum‟at, 29 November 2013
Pukul : 20.55 WIB
Responden : MZA (Pengurus)
Lokasi : Pesantren
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di
lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I :“Pembinaan yang khusus itu tidak ada mas, paling-paling
pas Peringatan Hari Besar Islam itu, masalahnya di sini
ketemu,e jarang sih mas karena sudah punya kesibukan
sendiri-sendiri paling itu semisal ada acara hajatan dan
tasyakuran anak pondok sering untuk di suruh membantu”.
P : Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren
Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Ya kita sebagai pengurus pelan-pelan berusaha memberi
contoh dulu, agar remaja sekitar tergerak dengan sendirinya
walaupun masih ada para santri bahkan pengurus kurang
memperhatikan untuk sholat berjama‟ah di masjid”.
P : Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Berusaha untuk menjemput bola mas istilahnya, kita
berusaha menyrawungi dan menyapa dulu agar lebih akrab,
tetapi juga ada sebagian remaja yang memandang remeh anak
pondok, tapi juga ada yang terbuka dan mau mengobrol
dengan santri”.
P : Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan
pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I : “Selama ini remaja merespon dengan baik mas, tetapi
namanya juga orang banyak sih ada yang merespon dengan
baik ada juga yang acuh tak acuh”.
P : Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz
Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan Remaja?
I : “Pasti ada ya mas, karena kurangnya komunikasi
menjadikan adanya jarak antara santri dan remaja sekitar,
sehingga semisal mau duduk berdua untuk sharing merasa
sungkan”.
P : Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam
mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
I : “Kami mengharapkan saling keterbukaan antara santri
dengan remaja biar terjalin komunikasi dan keakraban
diantara keduanya”.
Catatan :
Pembinaan keberagamaan remaja secara langsung tidak ada
Kurang komunikasi antara remaja dengan pondok pesantren
Berharap ada saling terbuka dan pengerian antara remaja dan
santri
Hari/tanggal : Kamis, 05 Desember 2013
Pukul : 04.45 WIB
Responden : KH (Ustadz)
Lokasi : Rumah Ustadz
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di
lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I : “Kalau pembinaan remaja secara langsung dalam arti secara
terjadwal itu tidak ada, tetapi dalam praktiknya apabila ada
remaja yang ikut mengaji dan ikut acara rapat yang diadakan
pengurus ketakmiran, maka secara tidak langsung masyarakat
dan pihak pondok sudah ikut membina remaja walaupun
cuma itu-itu saja yang hadir”.
P : Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren
Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Dengan cara yaitu mas, apabila remaja yang ikut mengaji
ke pondok maka secara tidak langsung akan dapat pembinaan
atau arahan yang dijadikan sebagai kontrol dalam diri remaja
dan apabila ada acara sering diikutkan terutama yang
pelaksanaannya dilakukan di masjid agar terjalin suatu
komunikasi yang baik”.
P : Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Sebagai contoh seperti kegiatan Peringatan Hari Besar
Islam dan acara lain yang bersifat keagamaan sebagai bukti
kongkritnya seperti pada waktu bulan ramadhan yang mana
para santri dan remaja sekitar mengadakan tadarus Al-Qur‟an
bersama-sama terutama di awal bulan tanggal 1-15
Ramadhan, dan juga di ikuti sama bapak-bapak dan anak-
anak tetapi hanya waktunya yang berbeda”.
P : Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan
pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I : “Selama ini remaja merespon dengan baik, akan tetapi ya itu
mas, hanya pada waktu-waktu tertentu saja, seperti pas acara
Peringatan Hari Besar Islam”.
P : Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz
Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan Remaja?
I : ”Kendala yang dihadapi terdiri dari beberapa faktor mas, ada
dari internal dan juga eksternal. Yang agak mencolok itu
karena orang tua yang kurang mendukung, tuntutan akademik
yang tinggi dan dari pribadinya yang merasa malu karena
sudah besar dan faktor lingkungan”.
P : Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam
mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
I : “Kami selalu terbuka dengan masyarakat. Misalnya
apabila ada masyarakat sekitar mengadakan musyawarah
dengan tokoh masyarakat terutama pihak takmir dan meminta
perwakilan dari pengurus pondok untuk datang maka sebisa
mungkin pengurus akan mengirim perwakilan untuk
menghadirinya. Dan kami juga memberi kesempatan bagi
remaja terutama bagi yang menguasai ilmu agama untuk
menyalurkan bakat yang dimiliki untuk membantu mengajar
anak-anak TPA agar bisa memanfaatkan ilmu yang
dimilikinya”.
Catatan :
Pembinaan remaja dilakukan secara tidak langsung
dengan mengikut sertakan remaja dalam berbagai
kegiatan pondok pesantren
TPA merupakan salah satu upaya pondok pesantren
melakukan pembinaan terhadap remaja dan anak-anak
Hari/tanggal : Jum‟at, 06 Desember 2013
Pukul : 19.45 WIB
Responden :RD (Pengurus)
Lokasi : Aula Pesantren
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di
lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I : “Tidak ada mas paling pas malam Idul Adha itu sama pas
menyembelih hewan qurban”.
P : Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren
Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Belum terpikirkan mas, meh ngadain acara apa juga
bingung sudah sibuk sendiri mas. Paling ketemu pada waktu-
waktu tertentu saja seperti pada waktu warga ada yang punya
hajatan para santri di suruh membantu”.
P : Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Seperti keterangan saya tadi di atas mas, mungkin nanti
pengurus lain ada yang punya masukan mas. kalau menurut
saya remajanya kurang greget trus juga terlalu sendiri-sendiri,
jadi sini juga kurang bisa berbaur dengan mereka”.
P : Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan
pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I : “Sebenarnya respon remaja juga baik, tetapi karena hanya
sedikit yang sering jadi satu paling cuma pas ngaji saja”.
P : Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz
Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan Remaja?
I : “Kurangnya komunikasi dan kurang akrab diantara remaja
dan para santri, kebanyakan remaja sini kalau sudah khatam
Al-Qur‟an jarang ikut mengaji lagi dan minimnya generasi
penerus, banyak remaja yang pergi merantau, hal ini
menyebabkan terputusnya komunikasi”.
P : Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam
mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
I : “Kalau kegiatannya diadakan di masjid kami dari pihak
pondok berusaha untuk ikut agar bisa terjalin keakraban dan
terjadi komunikasi”.
Catatan :
Remaja merespon baik kegiatan yang diadakan oleh pondok
pesantren
Kurang komunikasi antara remaja dengan santri
Hari/tanggal : Sabtu, 07 Desember 2013
Pukul : 09.36 WIB
Responden : MAF (Pengurus)
Lokasi : Pesantren
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang di
lakukan oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I : “Masalah pembinaan seperti mengaji bagi remaja, agar bisa
membaca Al-Qur‟an dalam rangka untuk kepentingan
bersama. Karena di sini pondok Al-Qur‟an”.
P : Bagaimana cara pengurus dan ustadz Pondok Pesantren
Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Masalah tadarus Al-Qur‟an pada bulan Ramadhan yang
dilakukan remaja dan santri, memberikan santunan kepada
anak yatim, khotmil Qur‟an yang diselenggarakan pengurus
takmir dan pengurus santri dan melibatkan banyak pihak”.
P : Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan perilaku
keberagamaan Remaja sekitar?
I : “Gini mas, ketika pas malam Idul adha itu kita bersama
remaja dan masyarakat sekitar mengadakan takbiran keliling
tapi ini acara yang tahunan. Kalau masalah yang rutin semisal
seminggu sekali atau sebulan sekali masih dipertimbangkan
karena berbagai kendala”.
P : Bagaimana Remaja merespon kegiatan yang diadakan
pengurus dan ustadz Pondok Pesantren Al-Hasan?
I : “Selama ini remaja sekitar merespon dengan positif dan
saling mendukung, dan juga dapat menambah keakraban”.
P : Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz
Pondok Pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan Remaja?
I : “Selama ini yang jadi kendalanya mas, jarang ketemu karena
sudah punya kesibukan sendiri, kurangnya sikap sosial
terhadap masyarakat, masih minimnya program dalam rangka
untuk mempererat hubungan dengan remaja dan masyarakat
terutama dalam hal keagamaan”.
P : Bagaimana usaha pengurus dan ustadz Pondok
Pesantren Al-Hasan untuk menarik minat Remaja dalam
mengikuti kegiatan di Pondok Pesantren?
I : “Ketika ada masyarakat sekitar yang sedang punya hajat,
santri ikut membantu agar besok ketika pondok punya acara
masyarakat juga mau membantu, istilahnya timbal balik gitu
mas”.
Catatan :
Pembinaan yang masih aktif dilakukan adalah TPA
Masyarakat mengakui keberadaan pondok pesantren Al-Hasan
sebagai sarana pembinaan remaja
Hari/tanggal : Rabu, 04 Desember 2013
Pukul : 19.47 WIB
Responden : KD (Ketua Takmir)
Lokasi : Rumah Informan
P : Bagaimana hubungan pondok pesantren dengan remaja
sekitar?
I : “Saling mendukung ya mas, antara remaja khususnya remas
dengan para santri. Kami pihak takmir menginginkan anak
pondok mau membantu TPQ.
P : Bagaimana remaja menanggapi keberadaan pondok
pesantren?
I :”Semisal ada kegiatan pasti diikutkan. Kalau kegiatan
formal, remaja tidak seluruhnya di ikutkan, tapi kalau masalah
sosial khususnya ketakmiran remaja di ikut sertakan.”
P : Apa kendala yang dihadapi pondok pesantren dalam
pembinaan keberagamaan remaja?
I :”Karena sudah besar terus malu. Sulit mencari bibit-bibit
yang mau ikut bergabung dengan kegiatan yang diadakan
pondok.”
P : Apa saja upaya yang dilakukan masyarakat dalam
kegiatan pembinaan remaja?
I :”Berbagai upaya takmir menggaet remaja biar aktif sudah di
bentuk. Tapi pelaksanaannya kurang berjalan karena berbagai
kendala.”
P : Adakah saran yang ingin disampaikan pada remaja atau
pondok pesantren?
I : “Pokoknya pas ada rapat, pengurus pondok harus tau. Yang
penting ada perwakilan yang hadir.”
Catatan :
Relasi pondok pesantren dengan masyarakat berjalan baik
Saling mendukung satu sama lain antara remaja dan santri
Hari/tanggal : Kamis, 05 Desember 2013
Pukul : 19.51 WIB
Responden : R (Remaja)
Lokasi : Rumah Informan
P : Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar
pondok pesantren Al-Hasan?
I : “Menurut saya pribadi ya mas, pemuda sekitar di sini itu
kurang sosial bahkan cenderung individual karena jarang
kumpul-kumpul. Paling kumpul itu kalau ada rapat itu saja
satu bulan sekali dikarenakan kebanyakan remaja sini banyak
yang merantau jadi jarang ketemunya dan kurang interaksi
dan di dukung juga faktor orang tua yang kurang mendukung
kayak menyuruh anaknya untuk sholat berjama‟ah di masjid”.
P : Bagaimana latar pendidikan remaja sekitar pondok
pesantren Al-Hasan?
I : “Beragam sih mas, ada yang sampai perguruan tinggi juga
ada yang hanya tamat SD hal ini kan juga tergantung pada
latar belakang orang tua, tapi kebanyakan remaja di sini
tamatan SMA”.
P : Bagaimana tanggapan remaja ketika pengurus pondok
pesantren Al-Hasan akan melaksanakan sebuah kegiatan?
I : “Setuju saja mas, untuk diikutsertakan dalam berbagai
kegiatan apalagi digerakkan dalam hal yang positif ”.
P : Apa yang memotivasi remaja mengikuti kegiatan yang
dilaksanakan pengurus pondok pesantren Al-Hasan?
I : “Untuk menambah wawasan dan ilmu karena rasa keingin
tahuan yang tinggi, serta menambah pengalaman dan menjalin
komunikasi dengan para santri agar terjalin silaturahmi”.
P : Bagaimana pandangan masyarakat terhadap figur kyai
pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan remaja sekitar pondok
pesantren?
I : “Saya pribadi memandang Beliau itu dekat dengan
masyarakat mas. Beliau juga dikenal masyarakat sebagai figur
yang ramah, serba bisa dan sederhana, cukup membantu dan
banyak ngasih manfaat terutama bagi masyarakat sekitar.
Tetapi beragam juga antara satu orang dengan yang lain
tergantung mau memandang dari sisi mana, tidak sedikit
remaja sekarang memandang kurang bervariatif sehingga
remaja memandang kurang menarik, tetapi kalau mau di
ambil positifnya juga banyak sih”.
P : Adakah saran yang ingin remaja sampaikan untuk
pengurus pondok pesantren Al-Hasan dalam
meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
I : “Lebih dimaksimalkan lagi, kami berharap pengurus pondok
pesantren terus meningkatkan dan memperbanyak acara
keagamaan agar masyarakat dapat belajar untuk menambah
wawasan ilmu agama dan memperbaiki diri”.
Catatan :
Mayoritas pendidikan remaja adalah tamatan SMA, namun ada
beberapa yang pendidikan terakhirnya SMP
Figur kyai sangat berperan dalam pembinaan keberagamaan
remaja
Remaja berharap pondok pesantren menambah kegiatan yang
positif bagi remaja.
Hari/tanggal : Rabu, 25 Desember 2013
Pukul : 19.30 WIB
Responden : U (Remaja)
Lokasi : Rumah Informan
P : Bagaimana perilaku keberagamaan remaja sekitar
pondok pesantren Al-Hasan?
I : “Kurang baik mas, menurut saya remaja sekitar lebih
mementingkan kehidupan duniawi, tetapi juga masih ada anak
remaja peduli terhadap agamanya. Intinya gini mas, karena
orang tua kurang mendukung, kesadaran pribadi dan factor
lingkungan”.
P : Bagaimana tanggapan masyarakat terutama remaja
ketika pengurus pondok pesantren Al-Hasan akan
melaksanakan sebuah kegiatan?
I : “ Setuju-setuju saja mas, sebab masyarakat sekitar justru
senang bisa membantu soal kegiatan yang diadakan pondok
pesantren Al-Hasan, dan masyarakat merasa komunikasinya
terus terjalin dengan anak pondok”.
P : Apa yang menjadikan remaja termotivasi untuk
mengikuti kegiatan yang diadakan pondok pesantren Al-
Hasan?
I : “Saya merasa kegiatan itu bersifat positif, sehingga dapat
menambah wawasan saya”.
P : Bagaimana pandangan masyarakat terhadap figur kyai
pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku kebaragamaaan remaja sekitar?
I : “Baik, tapi kadang membosankan karena kurang menarik,
soalnya kurang variatif”.
P : Adakah saran yang ingin remaja sampaikan untuk
pengurus pondok pesantren Al-Hasan dalam
meningkatkan perilaku keberagamaan remaja?
I : “Mungkin kalau pondok mau mengadakan sebuah kegiatan
pengurus bisa mengajak remaja, kami merasa senang jika
diminta bantuannya, terutama kegiatan yang bersifat
keagamaan”.
Catatan:
Komunikasi antara remaja dan dengan santri ponok pesantren
kurang terjalin baik
Kegiatan pembinaan yang diadakan pondok pesantren kurang
variatif sehingga remaja kurang tertarik
Hari/tanggal : Rabu, 25 Desember 2013
Pukul : 19.00 WIB
Responden : T (Pengurus)
Lokasi : Pesantren
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan
oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I : “Kalau pembinaan tidak ada, tapi kalau setiap mengadakan
acara apa saja pasti anak pondok dan remaja saling membantu
dalam melaksanakannya”.
P : Bagaimana cara pengurus dan ustadz pondok pesantren
Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan remaja sekitar?
I : “Kalau dari pengurus belum ada, tetapi dari pihak ustadz
sudah ada seperti belajar mengaji sehabis magrib dan sehabis
subuh bagi siapa saja yang mau, dan pengajian rutin setiap
malam jum‟at yang dilaksanakan di masjid”.
P : Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz pondok
pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan keberagamaan
remaja sekitar?
I : “Belajar mengaji sehabis magrib dan sehabis subuh bagi
siapa saja yang mau, dan pengajian rutin setiap malam jum‟at
yang dilaksanakan di masjid yang selama ini dilakukan oleh
ustadz pondok pesantren”.
P : Bagaimana remaja merespon kegiatan yang diadakan
pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan?
I : “Respon yang diberikan remaja pastinya baik, terkadang
juga mengalami kendala. Dan yang berangkat cuma itu-itu
saja”.
P : Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz
pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan remaja?
I : “Pastinya ada ya mas, diantaranya kurangnya komunikasi
antara remaja dengan para santri, kurang adanya bimbingan
dari para sesepuh baik dari pihak santri maupun remaja”.
P : Bagaimana usaha pengurus dan ustadz pondok
pesantren Al-Hasan untuk menarik minat remaja dalam
mengikuti kegiatan di pondok pesantren?
I : “Dengan mengadakan acara besar seperti, akhirusanah,
maulid nabi, peringatan hari besar Islam. Dengan adanya
acara tersebut maka diharapkan dapat terjalin komunikasi
yang bagus”.
Catatan:
Pembinaan keberagamaan remaja yang diadakan secara
langsung tidak ada
Pondok pesantren sudah memberikan sarana untuk
mengembangkan keberagamaan remaja
Hari/tanggal : Kamis, 26 Desember 2013
Pukul : 20.00 WIB
Responden : Y (Pengurus)
Lokasi : Pesantren
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan
oleh pondok pesantren, jika ada apa saja?
I : “Tidak ada, cuma ada kegiatan mengaji bersama dan
pengajian umum yang dilaksanakan di masjid pada hari-hari
besar Islam seperti maulid nabi, dll”.
P : Bagaimana cara pengurus dan ustadz pondok pesantren
Al-Hasan dalam upaya meningkatkan perilaku
keberagamaan remaja sekitar?
I : “Kalau dari pengurus tidak ada mas, mungkin kalau dari
ustadz sendiri saya kurang tau”.
P : Apa saja yang dilakukan pengurus dan ustadz pondok
pesantren Al-Hasan untuk meningkatkan keberagamaan
remaja sekitar?
I : “Mengaji bersama di masjid kaya pas tadarus itu mas, dan
kumpul-kumpul pas acara ketakmiran”.
P : Bagaimana remaja merespon kegiatan yang diadakan
pengurus dan ustadz pondok pesantren Al-Hasan?
I : “Respect mas, tetapi yang berangkat cuma hanya itu-itu saja
paling yang masih punya ikatan kekerabatan dengan keluarga
ndalem”.
P : Adakah kendala yang dihadapi pengurus dan ustadz
pondok pesantren Al-Hasan dalam meningkatkan
perilaku keberagamaan remaja?
I : “Tidak ada mas, yak karena tidak adanya kegiatan
pembinaan yang diadakan pengurus itu jadi saya mengatakan
tidak ada kendala”.
P : Bagaimana usaha pengurus dan ustadz pondok
pesantren Al-Hasan untuk menarik minat remaja dalam
mengikuti kegiatan di pondok pesantren?
I : “Ya dengan mengadakan kegiatan keagamaan itu mungkin
untuk dapat menarik simpati remaja sekitar seprti pengajian”.
Catatan:
Sebagian remaja merespon kegiatan yang diadakan oleh
pondok pesantren
Kegiatan yang rutin diadakan dengan remaja adalah peringatan
hari besar
Hari/tanggal : Kamis, 12 Desember 2013
Pukul : 20.18 WIB
Responden : MS (Ketua Karang Taruna)
Lokasi : Rumah Warga
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan
oleh pondok pesantren?
I : “Kalau sekarang kayaknya belum ada mas, paling sekarang
cuma ada beberapa yang ikut mengaji ke pondok itu saja sih
yang saya tau, kalau pas jamannya saya banyak mas hampir
semua anak sebaya dengan saya ikut mengaji ke pondok,
sekarang mungkin karena jamannya sudah berubah jadi anak-
anak sekarang kurang begitu tertarik untuk mengikuti
kegiatan mengaji dan sering berkegiatan di luar”.
P : Bagaimana hubungan remaja sekitar dengan pondok
pesantren Al-Hasan?
I : “Hubungan dengan pondok antara remaja karang taruna
sekarang sudah ada jarak dan adanya mis komunikasi
dikarenakan perubahan jaman”.
P : Bagaimana perilaku keberagamaan remaja?
I : “Memang saya akui mas, sekarang keagamaan anak remaja
sini dapat dikatakan sangat minim, di dorong beberapa faktor
yaitu pribadi, orang tua dan lingkungan. Walaupun
dilingkungan pondok pesantren sekarang orang memandang
itu hanya pondok saja, karena lingkungan kurang mendukung
untuk belajar di pondok, karena sudah mempunyai kesibukan
masing-masing.”.
P : Bagaimana latar belakang pendidikan remaja sekitar
pondok pesantren?
I : “Sebenarnya latar belakang pendidikan yang dijalani sudah
sangat maju”.
P : Apa saja organisasi yang di ikuti remaja sekitar pondok
pesantren?
I : “Kalau secara organisasi yang diikuti itu hanya remas dan
karang taruna, tetapi dalam pelaksanaanya jarang yang mau
berangkat dikarenakan tidak adanya agenda yang pasti”.
Catatan:
Hubungan remaja dengan santri pondok pesantren semakin
renggang karena berbagai faktor
Keberadaan pondok pesantren bagi remaja kurang di akui,
karena kesibukan masing-masing
Hari/tanggal : Rabu, 25 Desember 2013
Pukul : 19.56 WIB
Responden : NA (Tokoh Masyarakat)
Lokasi : Rumah Warga
P : Bagaimana perilaku keberagamaan remaja?
I :”Remaja di sini, kehidupan ekonominya mertanggung yang
berhasil kebanyakan orang pendatang. Secara tidak
langsungberimbas pada anak. untuk pendidikan rata-rata
SMP-SMA, namun ada sebagian yang tidak bersekolah
karena faktor ekonomi. Untuk keberagamaan sedikit banyak
masih bisa dikendalikan kerena berdampingan dengan
lingkungan pondok. Misalkan berada jauh dari lingkungan
pondok maka beda lagi ceritanya. Kalau dulu maju, karena
masih banyak yang di rumah dan mereka senang dengan
berbagai kegiatan. Namun seiring perkembangan jaman,
kegiatan yang di adakan semakin minim.”
P : Apakah ada kegiatan pembinaan remaja yang dilakukan
oleh pondok pesantren?
I :”Remaja hanya dikumpulkan ketika akan diadakan acara.
Kepingin saya, minimal sebulan sekali antara remaja dengan
santri pondok pesantren dikumpulkan untuk bertukar
informasi. Misalnya belajar bersama bagi anak-anak yang
belum bisa mengaji. Sebenarnya pondok sudah sering
meminta, tapi remaja yang sering menarik diri, malu dan
belum ada kesadaran.”
P : Apa problematika yang di hadapi dalam pembinaan
remaja?
I :”Dorongan orang tua terhadap kegiatan yang diadakan pondok
pesantren kurang dominan. Saya lebih menekankan pada
kesadaran remaja untuk mengikuti kegiatan tersebut.”
P : Apa program pembinaan yang telah dilakukan pondok
pesantren dan masyarakat?
I :”Sebenarnya sudah saya gerakkan tapi belum berjalan karena
berbagai hal. Kalau yang membina itu kharus memiliki
pengalaman yang lebih. Kalau sekedar mengajak dan belum
memiliki pengalaman ya.. sama saja. Agenda remaja
sebenarnya sudah ada, tapi karena kesibukan masing-masing,
mereka hanya bisa dikumpulkan pada hari-hari tertentu.
P : Adakah saran yang ingin disampaikan kepada remaja
atau pondok pesantren?
I :” Demi untuk menunjang pendidikan, rencana saya dari habis
maghrib sampai jam 9 tidak boleh menyalakan televisi, namun
rencana ini masih menimbulkan pro dan kontra. Karena
kondisi pendidikan masyarakat yang mertanggung, maksudnya
di bilang pinter banget ya tidak, atau di bilang tidak pinter ya..
tidak. Kecuali kalau masyarakat desa sekalian biasanya patuh
dengan atasannya.”
Catatan:
Kondisi ekonomi orang tua menengah ke bawah, berimbas
pada sosialisasi remaja
Masyarakat berharap ada agenda rutin yang dikhususkan
bagi remaja agar pembinaan dapat di selipkan.
Lampiran 19.
Jadwal Penelitian
NO TANGGAL KEGIATAN NARASUMBER
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
17 September 2013
24 September 2013
25 September 2013
29 September 2013
27 November 2013
29 November 2013
04 Desember 2013
05 Desember 2013
06 Desember 2013
07 Desember 2013
12 Desember 2013
25 Desember 2013
26 Desember 2013
Observasi
Mendapatkan izin
Wawancara dengan pengurus
Wawancara dengan pengasuh
Penelitian
Wawancara dengan pengasuh
Wawancara dengan ketua
remas
Wawancara dengan lurah
pondok
Wawancara dengan ketua
takmir
Wawancara dengan ustadz
Wawancara dengan remaja
Wawancara dengan pengurus
Wawancara dengan pengurus
Wawancara dengan remaja
Wawancara dengan ketua
remaja
Wawancara dengan tokoh
masyarakat
Wawancara dengan pengurus
Wawancara dengan remaja
Pengurus
Pengasuh
Lurah pondok
Pengasuh
Pengasuh
Ketua remas
Lurah pondok
Ketua takmir
Ustadz
Remaja
Pengurus
Pengurus
Remaja
Ketua remaja
Ketua RW
Pengurus
Remaja
DAFTAR SKK
Nama : Wahyu Nugroho Jurusan : Tarbiyah / PAI
NIM : 111 09 060 Dosen PA : Maslikhah S.Ag.,M.Si
No. Jenis Kegiatan Tanggal
Pelaksanaan
Berperan
Sebagai Nilai
1. OPAK 2009 18-20 Agustus 2009 Peserta 3
2.
Pelatihan ESIQ Mahasiswa Baru
STAIN Salatiga Tahun
Akademik 2009 / 2010
21 Agustus 2009 Peserta 3
3. User Education UPT
Perpustakaan STAIN Salatiga
25-29 Agustus 2009
Peserta 3
4. Musabaqoh Tilawatil Qur‟an II
JQH 24 Mei 2010 Peserta 3
5. Praktikum Baca Tulis Al-Qur‟an
(BTA)
2 November 2010
Peserta 2
6. Praktikum Etika Profesi
Keguruan (EPK)
25 November 2010
Peserta 3
7.
Seminar Keperempuanan dengan
tema “Menumbuhkan Kembali
Jiwa Kartinian dalam Kampus”
17 Mei 2011 Peserta 3
8. Praktikum Kepramukaan Jurusan
Tarbiyah 22-27 Juli 2011 Peserta 3
9.
Praktikum Metodologi
Pendidikan Agama Islam
(MPAI)
23 Septemeber 2011 Peserta 3
10. Praktikum Telaah Kurikulum
Pendidikan Agama Islam 11 Februari 2012 Peserta 3
11.
Publik Hearing “ Meningkatkan
Kepekaan dan Transparansi
Lembaga Menuju Kampus yang
Amanah”
27 Maret 2012 Peserta 3
12.
Seminar Nasional “Mewaspadai
Gerakan Islam Garis Keras di
Perguruan Tinggi”
23 Juni 2012 Peserta 6
13.
Musabaqoh Lughah „Arobiyah
(MLA) dengan tema
“Mewujudkan Potensi Berbahasa
dengan MLA”.
17 Oktober 2012 Peserta 3
14.
Seminar Nasional dengan tema
“HIV/AIDS bukan Kutukan dari
Tuhan”
13 Maret 2013 Peserta 6
15. Seminar nasional dengan tema
“Ahlussunnah Waljamaah dalam
Perspektif Islam Indonesia”
26 Maret 2013 Panitia 6
16.
Seminar Nasional dengan tema
“Norma Hukum serta Kebijakan
Pemerintah dalam
Mengendalikan Harga BBM
Bersubsidi”
27 Mei 2013 Peserta 6
17.
Seminar nasional dengan tema
“Mengawal Pengendalian BBM
Bersubsidi, Kebijakan BLSM
yang tepat sasaran serta
Pengendalian inflasi dalam
negeri sebagai dampak kenaikan
harga BBM bersubsidi”
8 Juli 2013 Peserta 6
Total 65
Salatiga, 18 September 2013
Mengetahui,
Wakil Ketua III Bidang Kemahasiwaan
H. Agus Waluyo, M. Ag.
NIP. 19750211 200003 1 001