off book hematologi
DESCRIPTION
Off Book HematologiTRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN KASUS HEMATOLOGI
KELOMPOK D2
1. SUBJEKTIF
Nama pasien : Ny. AP (27 tahun)
MRS : 06/05/2011
KRS : 15/05/2011
Keluhan : Demam ± 2 hari, eneg di ulu hati, perut kenceng, mata terlihat kuning
2. OBJEKTIF
Data Laboratorium
Parameter Normal 6/5 7/5 8/5 9/5 10/5 Ket
TD 90/120-
60/80
130/80 130/70 130/70 130/70 120/60 Normal
N 70-1330 80 84 84 88 88 Normal
RR 20-40 20 20 20 20 Normal
S 36-38 36,9 36,9 36,9 36,9 Normal
Hb 12-16 7,8 7 Down
Leukosit 5000-
10000
13000 9980 Up
Ht 36-50 25 23 Down
Bil. Total <1 3,19 Up
Bil. Ind <3 3,04 Up
Albumin 4,79
Eritrosit 3,6-5,0 4,3 3,8 Down
Diagnosa: Obs. Febris, Anemia Mikrositik Hipokromik
3. ASSESMENT
A. PATOFISIOLOGI
Anemia Mikrositik Hipokrom adalah ukuran sel-sel darah merah kecil
mengandung Hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV maupun
MCHC kurang). Yang termasuk dalam kategori Anemia Mikrositik Hipokrom adalah
Anemia defisiensi bisa terjadi akibat kekurangan besi, pirodoksin atau tembaga
(Arliana, 2010). Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalah:
a. anemia defisiensi besi (gangguan besi)
b. anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)
c. thalasemia (gangguan globin)
d. anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)
(Permono, 2006)
Anemia mikrositik hipokrom tergantung dari penyebabnya, diantaranya:
1. Anemia defisiensi besi
Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat
kosongnya cadangan besi tubuh (depleted iron store) sehingga penyediaan besi
untuk eritropoesis berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb)
berkurang. Anemia defisiensi besi secara morfologis diklasifikasikan sebagai
anemia mikrositik hipokrom disertai penurunan kuantitatif pada sintesis
hemoglobin. Defisiensi besi merupakan penyebab terpenting suatu anemia
mikrositik hipokromik, dengan ketiga indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
berkurang dan sediaan hapus darah menunjukkan eritrosit yang kecil (mikrositik)
dan pucat (hipokrom) (Muhammad dan Sianipar, 2005).
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe
yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan
cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
Tahap 1 (Iron depletion/Tahap Laten), Ditandai dengan cadangan besi
menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada
keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Tahap 2 (Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis/Tahap
Laten). Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk
menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe
serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat
(Tetapi Hb masih normal).
Tahap 3 (Iron deficiency anemia/Tahap Defisiensi Besi)
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai
dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah,
saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah (eritrosit menjadi
mikrositik hipokrom).
(Respati, dkk, 2005)
2. Anemia pada penyakit kronis
Anemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang
mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak pada
feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah (Permono, 2006).
3. Anemia sideroblastik
Terjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi yang
ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang baru
terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus (Permono, 2006).
4. Thalasemia
Terjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena
sintesis hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai
alfa atau beta yang normal (Permono, 2006).
Patofisiologi yang berhubungan dalam kasus ini adalah Anemia Defisiensi
Besi tahap 3 yaitu merupakan tahap defisiensi besi, dimana feritin, saturasi transferin,
dan Hb turun (eritrosit menjadi mikrositik hipokrom).
B. ETIOLOGI
Anemia mikrositik hipokromik adalah anemia defisiensi besi yang terjadi
akibat defisiensi besi dalam gizi, atau hilangnya darah secara lambat dan kronik.
Anemia defisiensi besi disebabkan oleh karena rendahnya asupan besi, gangguan
absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun yaitu kehilangan besi
sebagai akibat dari rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi
akibat perdarahan menahun.
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari :
Saluran Cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang. Saluran genitalia wanita :
menorrhagia, atau metrorhagia. Saluran kemih : hematuria. Saluran napas :
hemoptoe.
2. Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(bioavaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan
rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik.
(Bakta, 2007)
Pada kasus, anemia terjadi akibat defisiensi besi. Anemia karena kekurangan zat
besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul
pada stadium lanjut.
Stadium 1. Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan
cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang
menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.
Stadium 2. Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan
untuk pembentukan sel darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan
jumlahnya lebih sedikit.
Stadium 3. Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak
normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.
Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi
dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan
ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan
zat besi.
Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka
akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena
anemia semakin memburuk.
(Permono, 2006)
C. HUBUNGAN DATA LAB DENGAN PATOFISIOLOGI
Berdasarkan diagnosa, pasien menderita obs febris dan anemia mikrositik
hipokronik. Terjadi penurunan jumlah Hemoglobin (Hb) yaitu sebesar 7,8 gr/dL dan 7
gr/dL, sedangkan kadar normal Hb adalah 12-16 gr/dL. Penurunan kadar Hb pasien
kemungkinan disebabkan karena psien menderia anemia mikrositik yang disebabkan
karena difisiensi zat besi ( Di piro, 2007).
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).
Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga
menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit daripada biasa sehingga timbul
anemia mikrositik hipokromik. Defisiensi besi merupakan penyebab terpenting suatu
anemia mikrositik hipokromik, dengan ketiga indeks eritrosit (MCV, MCH, MCHC)
berkurang (Muhamad dan Sianipar, 2005). Penurunan hemoglobin ini juga diikuti
dengan penurunan Hematocrite (Ht) yaitu sebesar 25 dan 23, sedangkan kadar normal
Ht adalah 36 - 48. Kadar eritrosit dari pasien terpantau normal yaitu sebesar 4,3.
Namun kemudian eritrosit mengalami penurunan menjadi sebesar 3,8 dan terjadi, kadar
normal eritrosit adalah 3,6-5,0x106 / mm3. Pada pasien anemia mengalami penurunan
kdar Hb dan Hct dan atau disertai dengan penurunan kadar eritrosit. Selain itu, kadar
leukosit pasien sebesar 13000 cells/mm3 dan melebihi kadar leukosit normal yaitu
sebesar 5000-10.000 cells/mm3 sedangkan pada tanggal 7 kadar leukosit normal yaitu
sebesar 9980 cells/mm3. Namun kenaikan ini tidak berkaitan dengan anemia.
(...............................)
Observasi febris hanya merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Observasi
febris ini digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa penyakit pasien. Pada
kasus ini, pasien mengeluh deman ± 2 hari, namun berdasarkan data klinik suhu
tubuhnya normal. Jadi dapat disimpulkan bahwa febris yang dirasakan hanya bersifat
subjective.
4. PLAN
A. TUJUAN TERAPI
Menyembuhkan anemia mikrositik yang dialami pasien
Meringankan mual (eneg) di ulu hati pasien
Memberikan infus untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
B. TERAPI FARMAKOLOGI
1. FERRO FUMARAT
Merk: EMINETON, Produksi PT. Kalbe Farma
Komposisi & Informasi nilai gizi : Takaran saji : 1 tablet (620 mg)
Jumlah sajian per kemasan : 100
%AKG
Ferrous Fumarate ........................................ 90 mg 243
Cupric Sulfate ..............................................0,35 mg --
Cobaltous Sulfate ........................................0,15 mg --
Manganese Sulfate ....................................... 0,05 mg --
Pyridoxine Hydrochloride .............................. 3 mg 176
Cyanocobalamine ......................................... 5 mcg 0,192
Ascorbic Acid ................................................. 60 mg 115
dl - a - Tocopherol Acetate ........................... 5 mg 57
Folic Acid ...................................................... 400 mcg 0,115
Calcium Phosphate, Dibasic ........................... 60 mg 2
*AKG berdasarkan pada diet 200 Kcal
Farmakologi: EMINETON adalah tablet yang mengandung zat besi organik
(Ferrous Fumarate) dalam dosis terapeutik dengan kombinasi mangan, tembaga,
asam askorbat, vitamin B, kalsium, vitamin E dan asam folat, sehingga sangat
membantu mempercepat proses pembentukan sel-sel darah. Dapat digunakan untuk
menghilangkan gejala anemia dan kurang gizi pada segala tingkat usia.
Indikasi: Untuk membantu mengurangi gejala anemia karena kekurangan zat besi.
Efek samping: Pemakaian EMINETON secara berlebihan dapat menyebabkan
gangguan gastroenterik seperti diare atau gastritis, mual dan muntah.
Peringatan dan perhatian: Ada kemungkinan timbul faeces berwarna hitam setelah
makan obat ini.
Dosis dan cara pemakaian: Dewasa : 1 - 2 tablet / hari pada waktu atau sesudah
makan. Anak-anak : 1 tablet / hari pada waktu atau sesudah makan.
Cara Pemberian: Pukul 06.30 WIB dan Pukul 18.30 WIB, setiap hari selama 3 hari
Interaksi: Dengan Obat Lain : Penggunaan bersamaan vitamin C > 200 mg per 30
mg Fe akan meningkatkan absorpsi oral Fe. Absorpsi oral Fe dan tetrasiklin akan
menurun jika digunakan bersamaan. Absorpsi fluorokuinolon, levodopa, metildopa
dan penisilinamin akan menurun karena terbentuknya kompleks Fe-kuinolon.
Penggunaan bersamaan antasida, bloker H2 atau inhibitor pompa proton akan
menurunkan absorpsi. Respon terhadap Fe akan tertunda dengan adanya
kloramfenikol. Dengan Makanan : Sereal, serat makanan, teh, kopi, telur dan susu
akan menurunkan absorpsi.
Mekanisme kerja: Sebagai Fe yang ada dalam hemoglobin, myoglobin dan enzim
lainnya, memfasilitasi pengangkutan oksigen melalui hemoglobin. zat besi
membentuk inti dari cincin heme Fe-porfirin yang bersama-sama dengan rantai
globin membentuk hemoglobin. Zat ini lebih mudah di absorpsi dalam bentuk fero.
Transportnya melalui sel mukosa usus terjadi secara transport aktif. Ion fero yang
sudah di absorpsi akan di ubah menjadi ion feri dalam sel mukosa. Selanjutnya ion
feri akan masuk kedalam plasma dengan perantara transferin, atau di ubah menjadi
feritin dan di simpan dalam sel mukosa usus. Setelah di absorpsi, fe dalam tubuh
akan di ikat dalam transferin ( siderofilin ), suatu beta 1-globulin glikoprotein, untuk
kemudian di angkut ke beberapa jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot fe
Kemasan:
Box berisi 10 strip @ 10 tablet. POM SD. 031 505 341
` (Kalbe Farma, 2011).
Alasan Pemilihan Obat: Dalam tubuh pasien, penyediaan besi untuk eritropoesis
berkurang, yang pada akhirnya pembentukan hemoglobin (Hb) berkurang. Obat ini
mengandung ferro fumarat yang berfungsi sebagai zat besi untuk membantu dalam
proses pembentukan hemoglobin. Juga mengandung bahan-bahan lain, misalnya
asam folat. Pada pemberian oral absorpsi folat baik sekali, terutama di 1/3 bagian
proksimal usus halus. Dengan dosis oral yang kecil, absorpsi memerlukan energi,
sedangkan pada kadar tinggi absorpsi dapat berlangsung secar difusi. Walaupun
terdapat gangguan pada usus halus, absorpsi folat biasanya masih mencukupi
kebutuhan terutama sebagai PmGA. Sehingga, pasien akan sangat terbantu dengan
pemberian sediaan obat ini.
2. METOKLOPRAMIDE
Merk : Primperan, Produksi SOHO
Komposisi : Metoclopramide HCl
Indikasi : Gastrointestinal gangguan , mual dan muntah yang disebabkan oleh obat,
anoreksia , kembung , ulkus peptikum , piloris stenosis (ringan ) , dispepsia ,
epigastralgia , gastroduodenitis , mabukperjalanan , mual di pagihari , endoskopi ,
pasca - gastektomidispepsia , danintubasi .
Dosis : Tablet : Dewasa: 10 mg 3 kali / hari . Sirup :Dewasa : 1-2 sendok teh 3 kali /
hari . Anak-anak 5-15 tahun : 0,5 mg / kg berat badan / hari dalam dosis terbagi .
Tetes Anak-anak< 5 tahun : 0,1 mg / kg berat badan 3 kali / hari atau 0,5 mg / kg
berat badan / hari tubuh dalam beberapa dosis . Ampul :Dewasa : 1 ampul 3 kali /
hari .
Cara Pemberian : Pukul 06.00 WIB, Pukul 14.00 WIB, dan Pukul 22.00 WIB setiap
hari selama 3 hari. Tiap pemberian diberikan setengah jam sebelum makan
KontraIndikasi :Merangsang motilitas GI seperti obstruksi usus , epilepsi ,
pheochromocytoma
Perhatian :Kehamilan , menyusui , anak-anak , diabetes, depresi , reaksi
ekstrapiramidal .
Efek Samping :Mengantuk , sakit kepala , depresi, kecemasan , reaksi
ekstrapiramidal , pusing, kelelahan , hipertensi , gangguan GI .
Interaksi Obat : kebutuhan Insulin bias berubah karena perubahan dalam usus ketika
makanan transportasi , Absorbsi obat digoxin , cimetidine akan terganggu dan
penyerapan di usus kecil ( parasetamol , tetrasiklin , levodopa ) akan meningkat . Efek
pada antagonis oleh analgesic antikolinergik dan narkotik meningkat sedasi dengan
depresan SSP .
Farmakologi / Cara Kerja Obat : Primperan mengandung zat aktif metoclopramide.
Primperan mempunyai cara kerja khusus pada berbagai kelainan pencernaan yang
umum dijumpai dalam bidang kedokteran seperti mual (nausea), muntah-muntah
(vomiting); perasaan kenyang (sensation of heaviness), kembung (meteorism), tidak
enak pada ulu hati (epigastric discomfort) atau kehilangan nafsu makan (anorexia),
perut merasa tidak enak atau sakit (abdominal discomfort or pain), ceklukan (hiccup)
dan sakit kepala karena gangguan pencernaan. Efek farmakologi
dari Metoclopramide adalah bekerja dalam saluran gastrointestinal dan CNS. Dalam
saluran Gastrointestinalmetoclopramide meningkatkan motilitas gastrointestinal tanpa
menstimulasi gastrium, pankreas dan sekresi empedu. Di dalam
CNS,metoclopramide nyata sebagai antagonis dopamine, anti-emeticpusat,
menghalangi dopamine di dalam chemo-reseptor trigger zone, extrapyrimidal, dan
efek stimulasi prolaktin.
Kemasan: Tablet 10 mg x 10 x 10
(Plumb, 1998).
Alasan Pemilihan Obat : Efek farmakologi dari Metoclopramide adalah bekerja
dalam saluran gastrointestinal dan CNS. Dalam saluran
Gastrointestinalmetoclopramide meningkatkan motilitas gastrointestinal tanpa
menstimulasi gastrium, pankreas dan sekresi empedu. Dalam hal ini, pasien
mengalami mual-mual, sehingga perlu pengatasan untuk pasien agar pasien merasa
nyaman. Dengan pemberian obat-obatan serta terapi non farmakologi, jika mual
pasien tidak ditangani, ada kemungkinan kepatuhan pasien dalam meminum obat
untuk anemianya akan mneurun. Mencegah hal tersebut, Metoklopramide dipilih
untuk membuat pasien lebih nyaman tanpa mual-mual.
3. INFUS RINGER LAKTAT
Komposisi : Na (130 mEq/L), Cl (109 mEq/L), Ca (3 mEq), dan laktat (28 mEq/L)-
Kemasan : 500, 1000 ml.
Dosis: 14 tetes/menit
Cara Kerja Obat : keunggulan terpenting dari larutan Ringer Laktat adalah
komposisi elektrolit dan konsentrasinya yang sangat serupa dengan yang dikandung
cairan ekstraseluler. Natrium merupakan kation utama dari plasma darah dan
menentukan tekanan osmotik. Klorida merupakan anion utama di plasma darah.
Kalium merupakan kation terpenting di intraseluler dan berfungsi untuk konduksi
saraf dan otot. Elektrolit-elektrolit ini dibutuhkan untuk menggantikan kehilangan
cairan pada dehidrasi dan syok hipovolemik termasuk syok perdarahan.
Indikasi : RL merupakan cairan yang paling fisiologis dapat diberikan pada kebutuha
n volume dalam jumlah besar. RL juga banyak digunakan sebagai
replacement therapy, selain itu dapat mengembalikan keseimbangan elektrolit pada
keadaan dehidrasi dan syok hipovolemik. Ringer laktat menjadi kurang disukai karena
menyebabkan hiperkloremia dan asidosis metabolik, karena akan menyebabkan
penumpukan asam laktat yang tinggi akibat metabolisme anaerob.
Kontraindikasi : hipernatremia, kelainan ginjal, kerusakan sel hati, asidosis laktat.
Adverse Reaction : edema jaringan pada penggunaan volume yang besar, biasanya
paru-paru.
Peringatan dan Perhatian : ”Not for use in the treatment of lactic acidosis”. Hati-
hati pemberian pada penderita edema perifer pulmoner, heart failure/impaired renal
function & pre-eklamsia.
Cara pemakaian: Pemakaian infus perlu bantuan tenaga medis, karena obat ini
diberikan melalui intravena tetes demi tetes dengan infusion set. Untuk usia dewasa,
maka pasienakan diberikan obat ini dengan dosis 14 tetes/menit, dengan lama
pemberian adalah sampaipasien tidak lemas kembali.
(Lacy, 2013).
Alasan pemilihan obat : diberikan sebagai asupan air, elektrolit, kalori dan nutrisi
vena pusat, karena pasien butuh tambahan kalori yang disebabkan karena penyakit
anemia yang dideritanya (nutrisi tubuh tidak terpenuhi akibat jumlah O2 dalam tubuh
yang sedikit dan juga Hb sehingga proses pengangkutan dan penyaluran sari-sari
makanan tidak sempurna sehingga tubuh akan kekurangan nutrisi dan energy). Untuk
mengcover hal tersebut maka diberi infuse ringer laktat. Selain itu infuse ringer laktat
juga tidak ada interaksi dengan makanan atau obat lain sehingga pemberian infus
iniaman untuk digunakan,
C. TERAPI NON FARMAKOLOGI
Mencukupkan asupan nutrisi Fe, asam folat, dan vitamin B12 dengan mengkonsumsi
sayur-sayuran hijau, buah-buahan, ikan laut, dan unggas.
Perbaikan diet sehari-hari yaitu diberikan makanan yang bergizi tinggi dalam hal ini
diutamakan protein hewani, susu, kuning telur.
Istirahat yang cukup dan tidak melakukan aktivitas berlebihan.
Pemberian vitamin C sangat diperlukan untuk membantu penyerapan besi. Diberikan
dengan dosis 3 x 100 mg.
(Bakta, 2007)
D. MONITORING
1. Memantau kepatuhan pasien dalam mengonsumsi obat.
2. Keluhan-keluhan yang dirasakan pasien berkurang.
3. Memantau efek samping yang muncul pada pasien.
4. Memantau diet yang diberikan kepada pasien.
5. Perbaikan gejala anemia.
6. Monitoring terhadap kadar Hb, jika kadar Hb masih rendah maka perlu diberi
transfusi darah.
E. KIE
1. Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit yang dideritanya baik penyebab serta
gejala-gejala yang muncul.
2. Memberitahukan pada pasien mengenai terapi non farmakologi untuk menunjang terapi
farmakologi.
3. Memberikan nasihat pada pasien agar segera melaporkan ke dokter atau apoteker jika ada
keluhan dalam menggunakan obat sehingga tidak memperparah sakit yang
dideritanya.
4. Memberikan penjelasan kepada pasien tentang obat yang diberikan, nama, fungsi,
dosis, waktu dan cara penggunaan, serta menjelaskan kemungkinan efek samping
yang terjadi.
5. Menekankan pada pasien untuk kembali datang dan memeriksakan diri jika setelah
diberi obat justru muncul gejala lain yang diakibatkan oleh obat, agar segera
ditangani dengan tepat.
KESIMPULAN
Diperoleh data subjektif pasien, yakni Ny. AP, usia 17 tahun. Masuk RS pada tanggal
06 Mei 2011 dan keluar pada tanggal 15 Mei 2011. Pasien datang dengan keluhan
demam ± 2 hari, eneg di ulu hati, perut kenceng, mata terlihat kuning
Data laboratorium yang paling berpengaruh adalah Hb dan Hct pasien, serta eritrosit
yang menurun. Diagnosa dokter menyatakan bahwa pasien mengalami anemia
mikrositik hipokromik
Tujuan terapi yang dilakukan adalah menyembuhkan anemia mikrositik yang dialami
pasien, meringankan mual (eneg) di ulu hati yang dialami pasien, dan memberikan
infus untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
Terapi yang direkomedasikan adalah
Obat Dosis 06 Mei 07 Mei 08 Mei
Ferro Fumarat 2 x Sehari, 1
tablet sekali
minum
Ya Ya Ya
Metoklopramide 3 x Sehari, 1
tablet sekali
minum
Ya Ya Ya
Infus Ringer
Laktat
14 tetes per
menit, sejak
masuk RS
Ya Ya Ya
Terapi non farmakologi yang diberikan adalah pemberian makanan atau minuman yang
mengandung Fe, vitamin B12, asam folat, serta asupan makanan dan minuman bergizi
lainnya.
Monitoring dilakukan, terutama terhadap kadar Hb, diharpkan Hb mengalami
peningkatan
DAFTAR PUSTAKA
Arliana, D, 2010, Anemia Defisiensi Zat Besi pada Balita, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Bakta, IM. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC.
Di Piro, T, Joseph, dkk., 2009 Pharmacotherapy Handbook, 7th Edition, The McGraw Hill
Companies
Kalbe Farma, 2011, Emineton,
http://id.kalbe.co.id/ProdukdanJasa/ObatResep/ProdukAZ/tabid/267/ID/2161/
EMINETON.aspx, Diakses tanggal 21 November 2013.
Lacy, Charles F., dkk, 2013, Drug Information Handbook 20th Edition, Lexi Comp, Amerika
Muhammad A, Sianipar O, 2005, Penentuan Defisiensi Anemia Penyakit Kronis
Menggunakan Peran Indeks sTfR-F, Indonesian Journal of Clinical Pathology and
Medical Laboratory 12 (1): 9-15.
Permono, Bambang, IDG Ugrasena, Mia Ratwita A., 2006, Anemia Defisiensi Besi,
http://www.pediatrik.com. Diakses tanggal 20 November 2013.
Plumb, DC, 1998. Veterinary Drug Handbook, Edisi ke-Tiga, Iowa State Univ. Pr, USA.
Raspati H., Reniarti L., Susanah S., 2005, Buku Ajar Hematologi Onkologi Anak.“Anemia”.
Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Sudoyo, Aru W, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Interna Publishing, Jakarta.