hematologi i.docx
TRANSCRIPT
HEMATOLOGI I
Oleh :
Nama : Ita Pratiwi KNIM : B1J012042Rombongan : VI Kelompok : 1Asisten : Rio Rakhmanandika Saputra
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO
2013
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pengukuran hematologi merupakan pengukuran yang meliputi
pengukuran kadar hemoglobin, perhitungan total eritrosit, perhitungan total
leukosit dan pengukuran hematokrit. Hematokrit adalah persentase darah berupa
sel. Angka hematokrit darah ditentukan dengan mensentrifugasi darah dalam
tabung berkalibrasi. Pengaruh hematokrit terhadap viskositas darah adalah
beberapa kali lebih viskus daripada air dan viskositas ini meningkatkan derajat
kesukaran aliran darah yang melalui pembuluh darah semakin besar persentase
sel darah yaitu semakin besar angka hematoktitnya (Guyton, 1976).
Darah merupakan cairan yang memiliki korpuskula yang tersuspensi
dalam plasma. Darah hewan terdiri atas komponen primer plasma berupa air dan
komponen seluler (sel-sel darah). Sel-sel darah tersebut dapat dibedakan
menjadi erirosit yang mengangkut oksigen, leukosit yang berperan dalam
kekebalan dan pertahanan tubuh dan trombosit yang berperan dalam
homeostatis. Darah sangat penting bagi organisme, jika kekurangan atau
kelebihan sel darah mengakibatkan tidak normalnya proses fisiologis suatu
organisme sehingga menimbulkan suatu penyakit (Pearce, 1989).
Eritrosit merupakan tipe sel darah yang jumlahnya paling banyak,
berbentuk lonjong dan berinti kecuali pada mammalia (Ville et al., 1988). Ukuran
eritrosit berbeda-beda pada setiap spesies, umumnya berbentuk oval dengan
diameter 7-20 nm (Lagler et al., 1977). Leukosit merupakan salah satu
pertahanan tubuh yang utama terhadap infeksi. Leukosit atau sel-sel darah putih
bukan merupakan komponen yang tetap dalam darah, sebab sel-sel darah putih
bermigrasi ke jaringan di mana sel-sel darah putih dapat melakukan berbagai
fungsi. Berdasarkan jenis granula dalam sitoplasma dan bentuk intinya, sel darah
putih digolongkan menjadi 2 golongan yaitu granulosit dan agranulosit.
Penggolongan dalam granulosit ialah neutrofil, eosinofil, dan basofil. Agranulosit
terdiri dari limfosit dan monosit yang tidak memiliki granula spesifik. Leukosit
terlibat dalam pertahanan selular dan humoral dari organisme terhadap materi
asing (Junqueira et al., 1997).
Hematologi normal dan nilai biokimia plasma dilaporkan untuk keperluan
biologi dan segala konservasinya tersebut sangat diprlukan dalam mempelajari
spesies-spesies dalam suatu kawasan, sehingga penelitian-penelitian mengenai
hematologi terus berkembang (Coke et al., 2004). Alasan praktikum kali ini
adalah untuk mengetahui jumlah eritrosit, leukosit dan kadar hemoglobin pada
hewan uji.
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum kali ini adalah untuk melakukan pengambilan darah hewan,
mengetahui perbedaan bentuk sel darah pada berbagai hewan, dan melakukan
perhitungan eritrosit, leukosit, dan kadar hemoglobin hewan.
II. MATERI DAN CARA KERJA
2.1 Materi
Bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah larutan Hayem, larutan
Turk, larutan 0,1 N HCl, larutan EDTA, akuades, hewan uji berupa ikan nila
(Oreochromis niloticus), mencit (Mus musculus), dan ayam (Gallus gallus) yang
akan diambil darahnya.
Alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah hemositometer,
hemometer, tabung dan pipet Sahli, pipet Thoma eritrosit, pipet Thoma leukosit,
pipet tetes, cawan petri, beaker glass, mikroskop, object glass, cover glass, hand
counter, batang pengaduk, spuit, dan tissue.
II.2 Cara Kerja
Metode yang digunakan dalam praktikum pengukuran jumlah leukosit, jumlah
eritrosit dan kadar hemoglobin adalah sebagai berikut :
1. Menghitung jumlah leukosit (pengenceran 10x) :
1. Siapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Ikan Nila (Oreochromis niloticus) yang akan digunakan sebagai
hewan uji diambil dari bak dan diambil dengan tangan dan lap agar
ikan mudah dipegang.
3. Darah ikan nila (Oreochromis niloticus) diambil dengan menggunakan
spuit pada bagian jantung.
4. Darah yang sudah didapatkan ditempatkan pada cawan petri yang
sebelumnya sudah dibilas dengan larutan EDTA.
5. Darah ikan dihisap dengan pipet thoma leukosit hingga angka 1.
6. Larutan Turk dihisap hingga angka 11.
7. Pipa karet dari pipet diambil, kemudian pipet dipegang pada kedua
ujungnya dengan ibu jari telunjuk dan dikocok selama 1 menit.
8. Beberapa tetes (1–2 tetes) dibuang, kemudian tetes berikutnya
digunakan untuk perhitungan.
9. Hemositometer disiapkan dan teteskan cairan yang ada dalam pipet
sehingga cairan dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik
hitung.
10. Amati di bawah mikroskop, mula-mula dengan perbesaran lemah
kemudian dengan perbesaran kuat.
11. Leukosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pojok dihitung. Jadi
jumlah bujur sangkar yang dihitung menjadi 4x16=64 bujur sangkar
dengan sisi masing-masing 1/4 mm.
12. Dihitung dengan rumus:
Jumlah bujur sangkar yang dihitung = 64
Volume = 1/160 mm3
Pengenceran 10 kali
Jumlah leukosit terhitung = L
Jumlah leukosit per mm3 = L/64 x 160 x 10 = 25 L
2. Menghitung jumlah eritrosit (pengenceran 100x) :
Menghitung eritrosit, cara kerjanya sama dengan cara kerja menghitung
leukosit bedanya hanya:
1. Tingkat pengenceran 100 kali
2. Larutan pengencer menggunakan larutan Hayem
3. Semua eritrosit yang dihitung terdapat di dalam bujur sangkar kecil
dengan sisi 1/20 atau dengan volume masing-masing 1/4000 mm3.
4. Dihitung dengan rumus:
Volume bujur sangkar kecil = 1/4000 mm3
Pengenceran 100 kali
Jumlah eritrosit terhitung = E
Jumlah bujur sangkar = 80
Jumlah eritrosit per mm3 = E/80 x 4000 x 100 = 5000 E
3. Menghitung kadar hemoglobin :
1. Isi tabung Sahli dengan HCl 0,1 N sampai batas 10.
2. Darah dihisap dengan pipet Sahli sampai angka 20, jangan sampai
ada gelembung udara terhisap.
3. Selama satu menit didiamkan.
4. Aquades ditambahkan tetes demi tetes, aduk dengan batang
pengaduk.
5. Warna larutan tabung pengencer dan larutan standar dibandingkan.
Bila sudah sama penambahan aquades dihentikan, baca kadar Hb
pada skala yang ada di hemometer
III. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil
Tabel 1. Hasil Pengamatan Perhitungan Hematologi
Kelompok Hewan UjiKadar Hb
(gr/dl)
Σ Leukosit
(sel/mm3)
Σ Eritrosit
(sel/mm3)
1Ikan
4,8 188.225 1.535.000
2 5,8 48.625 3.395.000
3 Mencit 4,1 7600 3.130.000
4Ayam
6 26.100 1.280.000
5 7 12.475 5.530.000
Gambar Hasil Pengamatan Perhitungan Leukosit dan Eritroat pada
Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Perhitungan Leukosit dan Eritosit Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
pada Haemositometer dan Perhitungan kadar Hb pada haemometer
Leukosit = 25Ltotal yang terhitung Kadar Hemoglobin = 4,8 gr/dl
= 25 (7529)
= 188.225 sel/mm3
Eritrosit = 5.000Etotal yang terhitung
= 5.000(307)
= 1.535.000 sel/ mm3
Gambar 1. Leukosit Gambar 1. Eritrosit
3.2. Pembahasan
Cara pengambilan sampel darah pada ayam, ikan dan mencit pada
dasarnya sama, perbedaannya hanyalah pada letak pengambilan darah pada
hewan tersebut dan pengencerannya. Pengenceran pada leukosit 10 X
sedangkan eritrosit 100 X. Ayam diambil darahnya pada bagian sisi ventral sayap
sedangkan pada ikan di bagian ventral tepatnya di bagian jantung dan mencit
diambil dari ekornya. Masing-masing cawan diberi larutan EDTA untuk
mencegah terjadinya penggumpalan darah. Perhitungan leukosit dibutuhkan
larutan Turk yang berfungsi untuk mengencerkan dan dituangkan ke dalam
tabung reaksi sampai angka sebelas, sedangkan pengukuran eritrosit digunakan
larutan Hayem, untuk pengenceran eritrosit. Perhitungan jumlah eritrosit
dibutuhkan larutan Hayem untuk megencerkan. Jumlah bujur sangkar yang
dihitung 4 x 16 = 64 bujur sangkar dengan sisi masing-masing = ¼ mm. Jumlah
leukosit per mm3 = 25 L. Eritrosit dihitung pada bilik hitung di dalam bujur
sangkar kecil dengan sisi 1/20 atau dengan volume masing-masing 1/4000 mm3.
Jumlah eritrosit per mm3 = 5000 E.
Alat-alat yang digunakan seperti Hemositometer digunakan untuk
menghitung sel darah. Pipet thoma diginakan untuk mengambil darah dengan
cara menyedotnya. Pipet sahli digunakan untuk alat ukur. Pengamatan
komponen darah dapat memberikan informasi mengenai kesehatan tubuh suatu
organisme, misalnya dengan menghitung kadar eritrosit, leukosit darah, glukosa
darah, hemoglobin dan hematokrit. Larutan-larutan yang digunakan yaitu larutan
turk sebagai pengencer leukosit, larutan hayem sebagai pengencer eritrosit, dan
EDTA (Ethylen Diamin Tetra Acetic Acid) berfungsi sebagai antikoagulan atau
zat yang menyebabkan darah tidak membeku (Hoffbrand dan Pettit, 1987).
Hasil praktikum kelompok 1 yang menggunakan darah dari ikan nila
(Oreochromis niloticus) didapatkan jumlah eritrosit 1.535.000 sel/mm3 sedang
jumlah leukositnya 188.225 sel/mm3 dan kadar hemoglobinnya 4,8%. Sedangkan
hasil dari kelomok 2 yang menggunakan darah dari ikan nila (Oreochromis
niloticus) pun mendapatkan hasil total eritrosit sebanyak 3.395.000 sel/mm3 , total
leukosit sebanyak 48.625 dan kadar hemoglobin sebanyak 5,8 %. Menurut
Lagler et al. (1977) jumlah eritrosit normal pada ikan adalah 20.000 sel/mm3 dan
jumlah leukosit normal pada ikan adalah 20.000-150.000 sel/mm3. Hal ini
menunjukan bahwa ikan nila yang digunakan sebagai bahan praktikum dalam
keadaan tidak normal. Ketidak normalan tersebut dapat dilihat pada jumlah
leukosit kelompok 1 dan jumlah eritrosit pada kelompok 2.
Kadar Hb yang dperoleh dari ikan nila (Oreochromis niloticus) dengan
menggunakan metode sahli adalah 4,8 gr/dl pada kelompok 1 dan 5,8 gr/dl pada
kelompok 2. Kadar hemoglobin normal pada ikan adalah sekitar 5,05 gr/dl – 8,33
gr/dl, pada ayam 7 gr/dl – 13 gr/dl dan pada mamaia berkisar ± 14,5 gr/dl
(Prosser and Brown, 1961). Hal ini menunjukkan bahwa kadar Hb pada
kelompok 1 terlalu rendah sedangkan kadar Hb pada ikan kelompok 2 normal.
Rendahnya kadar Hb pada ikan nila kelompok 1 mengindikasikan bahwa ikan
yang digunakan dalam praktikum pada keadaan tidak normal.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa jumlah eritrosit lebih banyak daripada
jumlah leukosit. Hal ini sesuai dengan pustaka yang digunakan yaitu menurut
(Storer, 1987), menyatakan bahwa jumlah eritrosit lebih banyak dibandingkan
jumlah leukosit, karena fungsi eritrosit sebagai transport oksigen, sedangkan
leukosit berfungsi memelihara dan menjaga tubuh dan menjaga tubuh dari
serangan penyakit sedangkan pembentukan Hb dipengaruhi oleh adanya
kandungan ion Fe2+ dalam darah. Semakin banyak kandungan ion tersebut
semakin banyak kadar Hb. Hb merupakan pigmen respirasi yang berwarna
merah.
Hasil praktikum kelompok 4 dengan hewan uji ayam (Gallus gallus)
didapatkan jumlah eritrosit 1.280.000 sel/mm3 sedang jumlah leukositnya 26.100
sel/mm3 dan kadar hemoglobinnya 6 gr/dl. Sedangkan hasil dari kelompok 5 yang
juga menggunakan hewan uji yang sama didapatkan jumlah eritrosit sebanyak
5.530.000 sel/mm3, jumlah leukosit sebanyak 12.475 dan kadar hemoglobin
sebesar 7 gr/dl. Berdasarkan hasil yang diperoleh terjadi penyimpangan hasil
untuk jumlah eritrosit maupun leukosit hal ini disebabkan karena adanya
kesalahan dalam menghitung jumlah eritrosit dan leukosit yang terdapat pada
kotak dan juga pemberian EDTA yang terlalu serta hewan uji yang sedang dalam
keadaan yang tidak normal. Dukes (1955) menyatakan bahwa jumlah eritrosit
pada ayam jantan sebesar ± 3.200.000 sel/mm3 sedangkan eritrosit pada ayam
betina sebesar ± 2.800.000 sel/mm3 dan untuk jumlah leukositnya sendiri sebesar
16.000-40.000 sel/mm3. Hasil bahwa jumlah eritrosit lebih banyak daripada
jumlah leukosit. Hal ini sesuai dengan pustaka yang digunakan yaitu leukosit
dalam darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dengan rasio 1:700
(Frandson, 1992).
Kelompok hematologi I yang menggunakan hewan uji mencit adalah
kelompok 3 dan didapatkan jumlah eritrosit pada mencit sebanyak 3.130.000,
jumlah leukosit sebanyak 7.600 dan kadar Hb sebesar 4,1. Jumlah leukosit per
mikroliter darah pada mamalia adalah 4.000 - 11.000 (Dellman dan Brown,
1989). Eritrosit mamalia umumnya berjumlah lebih dari 4.000.000 sel/mm3
(Dukes,1955). Rata-rata jumlah eritrosit dan leukosit mencit dari kelompok tiga
dapat dikatakan masih dalam keadaan normal.
Darah memiliki fungsi sebagai media transportasi yaitu mengangkut zat-zat
makanan dari saluran pencernaan ke jaringan tubuh, mengangkut oksigen dari
paru paru ke jaringan, mengangkut hasil akhir metabolisme sel ke alat ekskresi,
dan membawa hormon dari kelenjar endokrin ke organ lain. Darah juga
membantu mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit sel,
mempertahankan ion hydrogen sebagai buffer supaya tubuh tetap konstan,
dapat mencegah pengeluaran darah yang berlebihan dengan adanya
penggumpalan, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap penyakit
(Ismoyowati et al., 2006).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit antara lain ketinggian
tempat, status makanan, iklim, keadaan fisiologis, umur, jenis kelamin, keadaan
sekitar, dan keadaan patologis. Sementara jumlah leukosit dalam darah
bervariasi menurut umur, jenis kelamin, dan keadaan fisiologis (Junquiera et al.
1997).
Jumlah leukosit dipengaruhi oleh kondisi tubuh, stress, kurang makan atau
disebabkan oleh faktor lain. Penurunan jumlah leukosit dapat terjadi karena
infeksi usus, keracunan bakteri, septicoemia, kehamilan dan partus. Hewan yang
terinfeksi akan mempunyai jumlah leukosit yang bnayak, karena leukosit
berfungsi melindungi tubuh dari infeksi (Schmidt and Nelson, 1990). Aktivitas,
ukuran, serta kadar oksigen juga berpengaruh terhadap kadar eritrosit dan
leukosit dalam darah. Selain faktor yang telah disebutkan sebelumnya, tingkat
stres juga dapat mempengaruhi kadar hemolobin hewan uji (Yuwono, 2001).
Total albumin dan konsentrasi globulin pada ikan yang berasal dari densitas
yang tinggi, dan tidak berjalannya sistem sirkulasi dapat berpengaruh pada
karakteristik organik dan jumlah bakteri yang mempengaruhi sistem kekebalan
immunitas ikan tesebut (Hrubec et al., 2000).
Sel darah merah berfungsi sebagai penyuplai oksigen di dalam darah.
Sitoplasma sel darah merah mengandung protein yang kita sebut haemoglobin
yang berpadu dengan oksigen berbentuk oksihaemoglobin. Kadar haemoglobin
dipengaruhi oleh tinggi tempat, patologi yang timbul dari penyakit, metabolisme
yang terhambat, pendarahan, aktivitas dan umur organisme (Kimball, 1988).
Eritrosit pada aves dan pisces berbentuk elips dan mempunyai inti. Organ
pembentuk sel darah merah pada bangsa burung adalah sumsum tulang
belakang (Soetrisno, 1987). Eritosit pada mamalia dapat hidup selama 100 hari.
Bentuk eritrosit pada mamalia, burung dan ikan berbeda-beda. Sel darah merah
mamalia tidak mempunyai inti, dan juga tidak memiliki organel lain seperti
mitokondria (Yuwono, 2001).
Pada ikan yang terserang suatu penyakit akan terjadi perubahan pada nilai
hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah
putih. Oleh karena itu, Pemeriksaan darah (hematologis) dapat digunakan
sebagai indikator tingkat keparahan suatu penyakit. Studi hematologis
merupakan kriteria penting untuk mendiagnosa dan menetukan kesehatan ikan
(Alamanda et al., 2007).
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Cara pengambilan darah pada hewan uji bermacam-macam. Pengambilan
darah mencit dapat dilakukan dengan memotong ekornya atau melalui
sudut mata bagian dalam menggunakan spuit. Darah ikan dapat diambil
melalui vena caudal dan jantung, atau dengan memotong ekornya. Ayam
memiliki vena jugularis yang terlihat gelap pada ketiaknya saat melebarkan
sayapnya.
2. Eritrosit pada pisces berbentuk elips dan mempunyai inti . Eritosit pada
mamalia dapat hidup selama 100 hari. Bentuk eritrosit pada mamalia,
burung dan ikan berbeda-beda. Sel darah merah mamalia tidak
mempunyai inti, dan juga tidak memiliki organel lain seperti mitokondria
3. Ikan kelompok satu memiliki kadar hemoglobin sebesar 4,8 gr/dl, leukosit
sebanyak 188.225 sel/mm3 dan eritosit sebanyak 1.535.000 sel/mm3 . Ikan
kelompok dua memiliki jumlah total leukosit, eritrosit, dan kadar hemoglobin
berturut-turut sebesar 48.625 sel/mm3, 3.395.000 sel/mm3, dan 5,8 gr/dl.
Mencit kelompok tiga memiliki kadar hemoglobin sebesar 4,1 gr/dl, leukosit
sebanyak 7.600 sel/mm3 dan 3.130.000 sel/mm3 eritrosit. Kadar hemoglobin
ayam kelompok lima adalah 6 gr/dl dengan jumlah total leukosit 26.100
sel/mm3, dan jumlah total eritrosit 1.280.000 sel/mm3. Ayam kelompok enam
memiliki jumlah total leukosit, eritrosit, dan kadar hemoglobin berturut-turut
sebesar 12.475 sel/mm3, 5.530.000 sel/mm3, dan 7 gr/dl.
4. Faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit adalah jenis kelamin, umur,
kondisi tubuh, kehamilan, variasi harian, aktifitas, species, musim dan
keadaan stress. Sedangkan faktor yang mempengaruhi jumlah leukosit
adalah kondisi tubuh, stress, dan kurang makan. Kadar hemoglobin
dipengaruhi oleh faktor banyaknya sel darah dan tempat hidup hewan uji.
DAFTAR REFERENSI
Alamanda, I.E. Handajani, N.S dan Budiharjo, A. 2007. Penggunaan metode Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. Juruan Biologi FMIPA Universitas Sebelas maret. Surakarta.
Coke, R. L. West, G. D and Hoover, J. P. 2004. Hematology and Plasma Biochemistry of Captive Puna Ibis (Plegadis ridgewayi). Journal of Wildlife Diseases. 40(1) 141-144.
Dellman, H.D. dan Brown E. M. 1989. Teks Histologi Veterinner I. UI Press, Jakarta.
Dukes, H. 1995. The Physiology of Domestic Animal. Comstock Publishing Associated, New York.
Frandson, R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. UGM Press. Yogyakarta.
Guyton, A. C. 1976. Text Book of Medical Physiology. W. B. Saunders Company Philadelphia London, Toronto.
Hoffbrand, A. V dan J. E. Pettit. 1987. Haematologi. Penerbit EGC, Jakarta.
Hrubec, T. C. J. L. Cadinale and S. A. Smith. 2000. Hematology adnd Plasma Chemistry Reference Intervals for Cultured Tilapia (Oreochromis hybrid). Journal of veterinary clinical pathology, 29:7-12.
Ismoyowati. Yuwanta, Tri. Sidadolog, J. H. P dan Keman, S. 2006. Performans Reproduksi Itik Tegal Berdasarkan Status Hematologis. Journal of animal production.
Junqueira, L.Carlos, Jose C dan Robert O.Kelley. 1997. Histologi Dasar. EGC, Jakarta.
Kimball, J.W. 1988. Biologi Jilid III. Erlangga, Jakarta.
Lagler K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller and D. R. Passino. 1977. Ichtiology Second Edition. Jhon Willey and Sons, New York.
Pearce, E. 1989. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Prosser and Brown. 1961. Comparative Animal Physiology. WB Saunders Company, London.
Schmidt, W. and Nelson, B. 1990. Animal Physiology. Harper Collins Publisher, New York.
Soetrisno, Pramono E. 1987. Diktat Fisiologi Hewan. Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Storer, R. 1987. General Zoology 2. Mac Graw Hill Company inc, London.
Ville, A. C, W. T. Walker, dan F. E. Smith. 1988. Zoologi Umum. Erlangga, Jakarta.
Yuwono, E. 2001. Fisiologi Hewan I. UNSOED Press. Purwokerto.
Berdasarkan hasil praktikum, ikan nilem mempunyai kadar hemoglobin
sebesar 6,6 g/dl, jumlah leukositnya sebanyak 40.800 sel/mm3, jumlah eritrosit
pada ikan nilem adalah 470.000 sel/mm3, sedangkan angka hematokritnya
sebesar 52%. Berdasarkan pernyataan Pearce (1979) jumlah eritrosit normal
ikan nilem ± 1,4 - 2,5x106 sel/ml, rata-rata leukodsit 19.07 x 103.Berdasarkan
hasil praktikum, mencit mempunyai kadar hemoglobin sebesar 3,2 g/dl, jumlah
leukositnya sebanyak 256.800 sel/mm3, jumlah eritrosit pada ikan nilem adalah
2,275x108 sel/mm3, sedangkan angka hematokritnya sebesar 6,4%. Berdasarkan
Hoffbrand and Pettit (1987) standar kadar eritrosit karena pada mamalia betina
3,9-5,6 juta sel/mm3 dan pada mamalia jantan 4,5-6,5 juta sel/ml.
Jumlah eritrosit terbanyak terdapat pada mencit, terbanyak kedua ikan
nilem kemudian ikan lele. Jumlah hemoglobin ikan lele merupakan jumlah yang
paling sedikit dibandingkan mencit dan ikan nilem, sedangkan ikan nilem
mempunyai kadar hemoglobin oaling tinggi. Kadar leukosit yang didapat pada
praktikum tersebut yang terbesar terdapat pada darah ikan lele, kemudian diikuti
oleh leukosit pada mencit, dan jumlah leukosit yang lebih kecil terdapat pada
ikan nilem. Angka hematokrit yang terbesar terdapat pada darah ikan nilem,
kemudian diikuti oleh angka hematokrit pada ikan lele dan angka hematokrit
terkecil pada praktikum ini terdapat pada mencit. Menurut Yuwono (2001) jumlah
eritrosit dan leukosit dalam darah ikan beragam dari satu spesies ke spesies
lainnya. Contohnya antara ikan lele dan ikan nilem yang mempunyai kadar
hemoglobin jumlah leukosit, jumlah eritrosit, dan angka hematokrit yang berbeda
pula. Apalagi pada hewan yang berbeda kelasnya, pasti akan memiliki
perbedaan juga.
Pada percobaan kali ini digunakan beberapa larutan diantaranya yaitu,
larutan Hymen untuk mengencerkan eritrosit. Larutan turk untuk melarutkan
leukosit. Serta EDTA (Etil Diamin Tetra Acetat) yang berfungsi sebagai bahan
anti pembekuan darah (Hoffbrand and Pettit, 1987). Satu ml darah yang
disiapkan untuk hematologi dicampur dengan 2mg EDTA, dimana setengah dari
darah tersebut akan membeku dan terpisah dari serum. Dari 85 sampel,
dianalisis kadar hemoglobin, jumlah eritrosit dan jumlah leukosit (Pampori, 2007).
Menurut Yuwono (2001), darah berfungsi sebagai :
1. Pengangkutan nutrien dari saluran pencernaan ke jaringan, dari dan ke
organ-organ penyimpanan.
2. Pengangkutan produk ekskretori dari jaringan ke organ ekskretori, dari organ
tempat sintesis ke ginjal.
3. Pengangkut gas (oksigen dan karbondioksida) antara organ respiratori dan
jaringan.
4. Pengangkut Hormon.
5. Pengangkut sel fungsi nonrespiratori.
6. Pengangkut panas dari organ dari bagian dalam ke permukaan.
7. pentransmisa gaya tekanan.
8. Kekebalan dan pertahanan tubuh karena serangan organisme penyebab
penyakit.
9. Koagulasi untuk proteksi terhadap kehilangan darah.
Menurut Adisuwirjo (2001), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
jumlah eritrosit adalah :
1. Umur, semakin tua suatu hewan semakin menurun jumlah eritrosit yang
terkandung. Hal ini menandakan bahwa aktifitas metabolisme juga menurun.
2. Jenis kelamin, hewan jantan memiliki jumlah eritrosi lebih banyak dari betina,
karena hewan jantan lebih aktif bergerak sehingga lebih banyak
membutuhkan O2 untuk metabolisme dimana hasilnya berupa energi.
3. Emosi, emosi dipengaruhi oleh hormon adrenalin. Adrenal dalam keadaan
emosi tinggi akan mengubah glikogen darah menjadi glukosa darah. Glukosa
ini akan meningkatkan jumlah eritrosit.
4. Kehamilan, akan menurunkan jumlah eritrosit.
5. Tinggi tempat atau iklim, di daerah pegunungan atau dingin, jumlah eritrosit
lebih banyak dari pada di daerah pantai.
6. Status pakan, semakin banyak asupan makan semakin banyak jumlah
eritrosit.
Menurut Soetrisno (1987), jumlah leukosit dipengaruhi oleh kondisi tubuh,
stress, kurang makan atau disebabkan oleh faktor lain. Penurunan jumlah
leukosit dapat terjadi karena infeksi usus, keracunan bakteri, septicoemia,
kehamilan, dan partus. Hewan yang terinfeksi akan mempunyai jumlah leukosit
yang banyak, karena leukosit berfungsi melindungi tubuh dari infeksi. Kimball
(1988) menyatakan bahwa, sel darah putih berperan dalam melawan infeksi.
Untuk melaksanakan fungsinya dalam menanggapi suatu zat kimia umpan,
leukosit akan keluar melalui dinding kapiler di area terjadinya kerusakan jaringan.
Bila telah bebas dalam jaringan, mereka akan mulai dengan fagositosis.
Leukosit berbeda dengan eritrosit. Leukosit memiliki inti dan dapat
bergerak aktif dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit.
Leukosit merupakan sel imun yang dapat menghancurkan benda asing yang
masuk ke dalam tubuh.bentuk leukosit pada hewan aves tidak berbeda dengan
hewan yang lain yaitu granukar dan agranular (Yuwono, 2001). Leukosit
dibedakan menjadi dua yaitu, granular dan agranular. Leukosit granular terdiri
atas neutrofil, eosinofil dan basofil. Limfosit dan monosit termasuk agranulosit
(Brown, 1989).
Leukosit dalam darah jumlahnya lebih sedikit daripada eritrosit dengan
rasio 1:700 (Frandson, 1992). Jumlah leukosit tergantung dari jenis hewan.
Fluktuasi dari jumlah leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi
tertentu seperti stress, umur, aktivitas fisiologis. Jumlah leukosit dipengaruhi oleh
faktor-faktor patologis yang terjadi didalam tubuh dan akan meningkat bila terjadi
infeksi (Dellman dan Brown, 1992).
Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit yaitu
tergantung pada spesies dan kondisi pakannya, selain itu juga bahan organik
yang terkandung sperti glukosa, lemak, urea, asam urat, dll. Umur, kondisi
lingkungan dan musim juga sangat mempengaruhi jumlah eritrosit dan leukosit
(Pearce, 1979).
Pembentukan Hb dipengaruhi oleh adanya kandungan ion Fe2+ dalam
darah. Semakin banyak kandungan ion tersebut semakin banyak kadar Hb. Hb
merupakan pigmen respirasi yang berwarna merah. Kadar Hb dapat juga
dipengaruhi oleh umur, semakin tua maka semakin rendah kadar Hb. Hal ini
disebabkan oleh adanya aktivitas metabolisme yang menurun sehingga oksigen
yang dibutuhkan untuk aktivitas berkurang dan Hb yang mengikat oksigen juga
berkurang (Paulsen, 2000).
Angka hematrokit merupakan banyaknya sel-sel darah dari seluruh
volume darah atau angka yang menunjukkan banyaknya persentase sel-sel
darah dan plasma darah dalam keseluruhan volume darah (Yuwono, 2001).
Pada ikan yang terserang penyakit terjadi perubahan pada nilai
hematokrit, kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah
putih. Pemeriksaan darah (hematologis) dapat digunakan sebagai indikator
tingkat keparahan suatu penyakit. Studi hematologis merupakan kriteria penting
untuk diagnosa dan penentuan kesehatan ikan (Alamanda, 2007).