hematologi i

22
HEMATOLOGI I Oleh : Nama : Annisa Dwinda Fatimah NIM : B1J011082 Rombongan : VI Kelompok : 5 Asisten : Tochirun LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

Upload: annisa-dwinda-f

Post on 05-Aug-2015

133 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

Page 1: Hematologi i

HEMATOLOGI I

Oleh :

Nama : Annisa Dwinda FatimahNIM : B1J011082Rombongan : VIKelompok : 5Asisten : Tochirun

LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN I

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS BIOLOGIPURWOKERTO

2012

Page 2: Hematologi i

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Darah terdiri dari sel-sel yang terendam dalam cairan yang disebut plasma

(Frandson 1992). Darah terdiri atas cairan (plasma), garam-garam, zat-zat

kimia dan butiran sel-sel darah. Sel-sel tersebut terdiri atas eritrosit (sel darah

merah) dan leukosit (sel darah putih). Menurut Nielsen (1997) volume darah

total pada burung sebesar 5-10 % dari berat badannya, dan menurut

Swenson (1977) sebanyak 8 % dari 13 berat bnnya. Variasi volume darah

dalam tubuh tergantung pada umur, nutrisi, kesehatan ternak, aktivitas tubuh,

jenis kelamin dan faktor lingkungan. Komposisi sel - sel darah merupakan

salah satu cara untuk melihat adanya penyakit ataupun stress pada hewan.

Menurut Post et al. (2002) peubah sel darah merupakan ukuran yang

berguna pada penelitian kesehatan dan kesejahteraan hewan. Pemeriksaan

darah merupakan salah satu metode untuk menetapkan suatu diagnosis

penyakit yang dapat memberi gambaran tentang keadaan patologis dan

fisiologis. Kelainan-kelainan dalam darah atau organ-organ pembentuk tubuh

ternak dapat diketahui melalui pemeriksaan darah ini (Guyton 1986).

Gambaran darah merupakan salah satu parameter dari status kesehatan

hewan karena pengaturan fisiologis tubuh. Fungsi darah secara umum

berkaitan dengan transportasi komponen di dalam tubuh seperti nutrisi,

oksigen, karbon dioksida, metabolit, hormon, panas, dan imun tubuh

sedangkan fungsi tambahan dari darah berkaitan dengan keseimbangan

cairan dan pH tubuh (Reece 2006, diacu dalam Sismin, A, dkk. 2010).

Leukosit atau sel darah putih mempunyai nukleus dan memiliki

kemampuan gerak independen. Kebanyakan sel-sel darah putih di dalam

aliran darah bersifat non fungsional karena hanya diangkut ke jaringan dan di

lokasi ketika dibutuhkan (Frandson 1992). Leukosit dibagi menjadi dua

kelompok besar yaitu granulosit dan agranulosit. Granulosit mengandung

granula dalam sitoplasmanya yang terdiri atas heterofil, eosinofil dan basofil.

Agranulosit tidak mempunyai granula pada sitoplasmanya yang terdiri dari

atas monosit dan limfosit.

Fungsi leukosit yaitu menghancurkan agen penyerang dengan proses

sistem pertahanan tubuh (Guyton 1986). Jumlah leukosit yaitu heterofil atau

Page 3: Hematologi i

limfosit akan meningkat pada penyakit yang disebabkan oleh bakteri.

Pengamatan leukosit adalah sebagai cara yang bermanfaat untuk

mendiagnosis kondisi atau status kekebalan ternak yang bersangkutan.

Respon pertahanan atau kekebalan tubuh yang tertekan disebabkan oleh

rusaknya jaringan-jaringan tubuh yang berfungsi untuk membentuk atau

mendewasakan sel-sel yang berperanan dalam respon kekebalan misalnya

timus, bursa fabrisius, sumsum tulang, limpa dan jaringan lainnya karena

pada jaringan - jaringan tersebut dibentuk sistem pertahanan tubuh yaitu

leukosit. Jumlah leukosit jauh di bawah eritrosit dan bervariasi yang

tergantung pada jenis hewannya. Menurut Tizzard (1987), variasi jumlah

leukosit yang tinggi dipengaruhi oleh genetik, hormon, status nutrisi yang

bervariasi antara individu ternak. Fluktuasi jumlah leukosit pada setiap

individu cukup besar pada kondisi-kondisi tertentu, misalnya stress, aktivitas

fisiologis, gizi dan umur.

Menurut Jain (1993), kerusakan bentuk pada membran eritrosit dapat

mempengaruhi mengandung dua lapisan fosfolipid (bilayer) dengan molekul

kolesterol tidak teresterifikasi berada di antara rantai asam lemak. Membran

tersebut juga terdiri atas protein membran integral yang masuk ke dalam

bagian lemak dan mempertahankan bilayer serta protein skeletal yang

membentuk atau menempel pada permukaan dalam lapisan ganda lipid

(Meyer dan Harvey 2004, diacu dalam Sismin, A, dkk. 2010). Karbonik

anhidrase berperan penting dalam respirasi. Enzim ini mengkatalis reaksi

ekskresi karbondioksida, mengakibatkan pembuangan karbon dioksida terjadi

secara cepat. Karbonik anhidrase pada eritrosit meningkatkan kapasitas

darah untuk membawa karbon dioksida dengan mengubah karbon dioksida

secara cepat menjadi asam karbonik (Meyer dan Harvey 2004, diacu dalam

Sismin, A, dkk. 2010).

Karakteristik morfologi dari sel darah bangsa aves beragam. Variasi dalam

karakteristik dan populasi sel ada diantara spesies dalam kelas Aves (Fudge

2000, diacu dalam Salakij 2003). Evaluasi dari hematologram dari bangsa

aves telah menjadi alat yang berguna untuk mendiagnosis penyakit pada

Aves (Campbell 1995, diacu dalam Salakij 2003). Ayam broiler seperti juga

ternak umumnya, termasuk kelompok hewan homeothermis, artinya suhu

tubuhya relatif konstan walaupun suhu lingkungan berubah-ubah.

Pemeliharaan ayam broiler di daerah panas (daerah tropik pada umumnya),

Page 4: Hematologi i

nampaknya akan mendatangkan masalah karena akan terjadi penimbunan

panas. Hal ini mengingat suhu nyaman ayam broiler berkisar antara 20 –

24oC (Charles 1981, diacu dalam Kusnadi 2008), sementara suhu harian di

daerah tropis pada siang hari dapat mencapai 34oC. Agar terjadi

keseimbangan panas dalam tubuh sehingga dicapai suhu tubuh yang relatif

konstan, maka selain kelebihan panas harus dibuang, juga panas yang

diproduksi dalam tubuh ayam tersebut harus ditekan. Pada ayam, bagian

terbanyak dari sel darah putih adalah limfosit yang berperan dalam

kekebalan. IgG adalah antibodi yang utama yang dihasilkan limfiosit

(Swenson 1993, diacu dalam Kusnadi 2008).

Beberapa usaha dilakukan ayam antara lain meningkatkan pengeluaran

panas terutama melalui mulut, meningkatkan konsumsi air minum dan

mengurangi konsumsi ransum. Akibatnya akan terjadi penurunan dalam

pertumbuhan. Tingginya suhu lingkungan merupakan salah satu penyebab

terjadinya stres oksidatif yakni keadaan dimana aktivitas oksidan (radikal

bebas) melebihi antioksidan. Radikal bebas berkemungkinan mengambil

partikel dari molekul lain, kemudian menimbulkan senyawa yang abnormal

dan memulai reaksi berantai yang dapat merusak sel-sel dengan

menyebabkan perubahan yang mendasar pada materi genetis serta bagian-

bagian sel penting lainnya (Miller et al.,1993 ; Auroma, 1999 dan Yoshikawa

dan Naito, 2002 diacu dalam Kusnadi 2008).

Mencit (Mus musculus) banyak digunakan sebagai hewan percobaan

karena hewan ini mudah diperoleh dalam jumlah banyak, mempunyai respon

yang cepat, memberikan gambaran secara ilmiah yang mungkin terjadi pada

manusia, dan harganya relatif murah. Dalam kode etik penelitian kesehatan

dicantumkan bahwa salah satu prinsip dasar riset biomedis dengan manusia

sebagai subjek harus memenuhi prinsip ilmiah yang telah diakui dan harus

didasarkan atas eksperimen laboratorium dan hewan percobaan yang

memadai serta berdasarkan pengetahuan yang lengkap dari literatur ilmiah

(Oemijati et al., 1987 diacu dalam Sihombing, M dkk. 2011).

Volume darah pada ikan lebih sedikit dibandingkan dengan vertebrata

lainnya, yaitu sekitar 3% dari berat tubuhnya. Darah mengalir dengan

membawa oksigen dari insang ke jaringan, karbondioksida ke kulit dan isang,

serta produk pencernaan dari hati ke jaringan dan ion seperti Na+ dan Cl-

yang berperan dalam osmoregulasi. Parameter darah merupakan suatu

Page 5: Hematologi i

indikator adanya perubahan kondisi kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi

(mikroorganisme) maupun karena faktor non infeksi oleh lingkungan, genetik,

dan nutrisi.

Eritrosit mamalia tidak berinti berinti, dan berbentuk bulat. Eritrosit ikan

berinti, berbentuk elips dan berwarna muda. Eritrosit ayam berbentuk oval

sampai pleiomorphic (Salakij, Chaleow et.al, 2003). Eritrosit pada ikan

merupakan sel yang terbanyak yang berfungsi sebagai transport oksigen.

Pada ikan air tawar berjumlah sekitar 1-2 juta sel /mm3 (Bowser 1993, diacu

dalam Wedemeyer 1996). Sedangkan menurut Roberts (1978), pada ikan

normal jumlah sel darah merah berkisar 1,05 – 3,00 x 106 sel/mm3.

Rendahnya jumlah eritrosit menandakan ikan mengalami anemia dan

kerusakan organ ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan

ikan dalam keadaan stress dan terserang patogen (Wedemeyer dan

Nasutake 1997).

Pada ikan yang terserang penyakit terjadi perubahan pada nilai hematokrit,

kadar hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih

(Bastiawan, dkk., 1995 diacu dalam Estetika, dkk., 2006). Pemeriksaan darah

(hematologis) dapat digunakan sebagai indikator tingkat keparahan suatu

penyakit (Bastiawan, dkk., 2001 diacu dalam Estetika, dkk., 2006). Studi

hematologis merupakan kriteria penting untuk diagnosis dan penentuan

kesehatan ikan (Lestari 2001, diacu dalam Estetika, dkk., 2006). Menurut

Bastiawan dkk, (2001) apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makannya

menurun, maka nilai hematokrit darahnya menjadi tidak normal, jika nilai

hematokrit rendah maka jumlah eritrositpun rendah. Hemoglobin adalah

protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan

pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit. Kemampuan darah untuk

mengangkut oksigen bergantung pada kadar Hb dalam darah (Lagrer et al.

1977)

I.2 Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah memberikan keterampilan pada mahasiswa

tentang cara pengambilan darah hewan, mengetahui perbedaan bentuk sel

darah pada berbagai hewan, serta cara melakukan perhitungan sel darah

merah, sel darah putih dan kadar hemoglobin hewan.

Page 6: Hematologi i

II. MATERI DAN CARA KERJA

II.1 Materi

Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah hewan coba

(ayam), larutan Hayem, larutan Turk, larutan EDTA, dan larutan 0,1 N HCl.

Alat yang digunakan adalah haemometer, haemositometer, tabung

Sahli, pipet kapiler, mikroskop, objek gelas dan kaca penutup, spuit, cawan

petri, dan hand counter.

II.2 Cara Kerja

II.2.1 Menghitung Jumlah Leukosit (pengenceran 10 kali) :

1. Darah ayam dihisap dengan pipet thoma sampai pengenceran

menunjukkan angka 1, kemudian ujungnya dibersihkan dengan

tissue.

2. Larutan turk yang telah dituangkan ke dalam tabung reaksi dihisap

sampai angka 11.

3. Pipa karet diambil dari pipet, kedua ujungnya dipegang dengan

ibu jari telunjuk dan dikocok selama dua menit.

4. Dibuang 1 – 2 tetes, kemudian tetes berikutnya dipakai untuk

perhitungan.

5. Bilik hitung disiapkan. Cairan dalam pipet diteteskan sehingga

cairan dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik hitung.

6. Dilihat di bawah mikroskop, mula – mula dengan perbesaran

lemah, kemudian dengan perbesaran kuat.

7. Semua leukosit yang terdapat di dalam bujur sangkar pojok

dihitung.

II.2.2 Menghitung Jumlah Eritrosit

1. Darah ayam dihisap dengan pipet thoma sampai pengenceran

menunjukkan angka 1, kemudian ujungnya dibersihkan dengan

tissue.

2. Larutan Hayem yang telah dituangkan ke dalam tabung reaksi

dihisap sampai angka 101.

Page 7: Hematologi i

3. Pipa karet diambil dari pipet, kedua ujungnya dipegang dengan

ibu jari telunjuk dan dikocok selama dua menit.

4. Dibuang 1 – 2 tetes, kemudian tetes berikutnya dipakai untuk

perhitungan.

5. Bilik hitung disiapkan. Cairan dalam pipet diteteskan sehingga

cairan dapat masuk dengan sendirinya ke dalam bilik hitung.

6. Dilihat di bawah mikroskop, mula – mula dengan perbesaran

lemah, kemudian dengan perbesaran kuat.

7. Semua eritrosit yang terdapat di dalam bujur sangkar kecil dengan

sisi 1/20 atau dengan volume masing – masing 1/4000 mm3

dihitung.

II.2.3 Menghitung Kadar Hemoglobin

1. Larutan HCl diteteskan ke dalam pipet Sahli hingga menunjuk ke

batas 10.

2. Darah ayam yang sudah ditampung dihisap dengan tepat,

dibersihkan sisa darah yang ada di ujung pipet.

3. Darah dimasukkan ke dalam tabung Sahli, kemudian diaduk

hingga tercampur rata.

4. Diletakkan tabung tersebut ke komparator yang memiliki warna

pembanding, kemudian dibandingkan larutan darah dengan

larutan pembanding.

Page 8: Hematologi i

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1 Hasil

Tabel hasil pengamatan perhitungan hematologi

Kelompok Hewan Uji Kadar Hb

(gr/dl)

∑ Leukosit

(sel/mm3)

∑ Eritrosit

(sel/mm3)

1 Mencit 2 5825 610000

2 3 3550 3135000

3 Ikan 2,8 16375 447500

4 4 38725 605000

5 Ayam 10 41425 360000

6 10,1 433501 2050000

Perhitungan (Kelompok 5)

A. Pengukuran eritrosit darah ayam

Kotak E1 = 26

E2 = 12

E3 = 12

E4 = 9

E5 = 13

∑ Eritrosit (sel/mm3) = (E1+E2+E3+E4+E5) x 5000

= (26 + 12 + 12 + 9 + 13) x 5000

= 72 x 5000

= 360000 sel/mm3

B. Pengukuran leukosit darah ayam

Kotak L1 = 427

L2 = 487

L3 = 302

L4 = 441

Page 9: Hematologi i

∑ Leukosit (sel/mm3) = (L1+L2+L3+L4) x 25

= (427 + 487 + 302 + 441) x 25

= 1657 x 25

= 41425 sel/mm3

III.2 Pembahasan

Metode yang digunakan dalam hematologi hewan dari pengambilan

sampel darah pada ayam, ikan dan mencit pada dasarnya sama,

perbedaannya hanyalah terletak pada pengambilan darah pada hewan

tersebut dan pengencerannya. Pengenceran pada leukosit 10 kali,

sedangkan eritrosit 100 kali. Ayam diambil darahnya pada bagian sisi ventral

sayap, ikan di bagian ekor, serta tikus di bagian mata dan ekornya. Darah

diperiksa dengan cara memotong ujung ekor tikus.

Pemeriksaan jumlah sel darah merah (eritrosit) dilakukan dengan

menggunakan larutan pengencer Hayem kemudian dihitung menggunakan

bilik hitung (neubauer) di bawah mikroskop dengan pembesaran 100x. Hal

yang sama juga dilakukan untuk menghitung jumlah lekosit dengan larutan

pengencer Turk (Soebrata 1989, diacu dalam Sihombing, M dkk. 2011)..

Penghitungan jumlah eritrosit dilakukan dengan menggunakan alat

hemositometer yang terdiri atas pipet pengencer Thoma, larutan pengencer

dan bilik hitung (Benyamin 1978, diacu dalam Apsari., dkk 2010).

Perhitungan leukosit dibutuhkan larutan Turk yang berfungsi untuk

mengencerkan dan dituangkan ke dalam tabung reaksi sampai angka

sebelas. Perhitungan jumlah eritrosit dibutuhkan larutan Hayem untuk

megencerkan. Jumlah bujur sangkar yang dihitung 4 x 16 = 64 bujur

sangkar dengan sisi masing-masing = ¼ mm. Jumlah leukosit per mm3 = 25

L. Eritrosit dihitung pada bilik hitung di dalam bujur sangkar kecil dengan sisi

1/20 atau dengan volume masing-masing 1/4000 mm3, Jumlah eritrosit per

mm3 = 5000 E. Penghitungan hemoglobin menggunakan tabung sahli

dengan prinsip perbandingan warna.

Fungsi alat dan larutan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya

yaitu: Haemositometer, merupakan alat yang digunakan untuk menghitung

jumlah sel leukosit dan sel eritrosit, gunting digunakan untuk memotong

bagian ekor ikan lele, mikroskop digunakan untuk mengamati jumlah sel

Page 10: Hematologi i

darah, pipet thoma eritrosit digunakan untuk pengenceran eritrosit sebanyak

100x, pipet thoma leukosit digunakan untuk pengenceran leukosit sebanyak

10x, hand counter digunakan untuk menghitung jumlah sel darah, dan tabung

Sahli digunakan untuk mengukur kadar hemoglobin dari eritrosit dan leukosit.

Larutan yang digunakan yaitu larutan EDTA yang berfungsi untuk mencegah

penggumpalan pada darah, larutan Hayem digunakan untuk mengencerkan

eritrosit, larutan Turk digunakan untuk mengencerkan leukosit, larutan HCl

digunakan untuk mengencerkan darah dalam mengukur hemoglobinnya, dan

menggunakan aquades untuk mengencerkan darah.

Frandson (1992) menyatakan bahwa darah pada hewan merupakan

medium transportasi. Beberapa fungsi darah yaitu: (1) membawa nutrien dari

saluran pencernaan ke seluruh jaringan, (2) membawa produk akhir

metabolisme dari sel ke organ pengeluaran, (3) membawa O2 dari paru -paru

ke jaringan, (4) membawa CO2 dari jaringan ke paru-paru dan (5)

mengandung faktor-faktor penting untuk pertahanan tubuh terhadap penyakit.

Kadar hemoglobin mencit pada kelompok 1 sebesar 2 gr/dl dan kelompok 2

sebesar 3 gr/dl. Kadar hemoglobin ikan pada kelompok 3 sebesar 2,8 gr/dl

dan kelompok 4 sebesar 4 gr/dl. Menurut Lagrer (1977), kadar hemoglobin

ikan telostei berkisar antara 37 – 70%. Kadar hemaglobin di bawah kisaran

kadar hemoglobin ikan normal mengindikasikan ikan mengalami anemia.

Kadar hemoglobin ayam pada kelompok 5 sebesar 10 gr/dl dan kelompok 6

sebesar 10,1 gr/dl. Hal ini sesuai dengan referensi yang menyatakan bahwa

kadar normal hemoglobin ayam yaitu 7,0-13,0 g/dl (Jain, 1993). Menurut

Meyer dan Harvey (2004), reaksi oksidatif dapat merusak hemoglobin, enzim

(terutama kelompok sulfhidril), dan lipid membran.

Jumlah leukosit mencit pada kelompok 1 sebesar 5825 sel/mm3 dan

kelompok 2 sebesar 3350 sel/mm3. Hal ini tidak sesuai dengan referensi yang

menyatakan bahwa jumlah leukosit normal pada mamalia betina 3,9-5,6 juta

sel/mm3 dan pada mamalia jantan 4,5-6,5 juta sel/mm3 (Hoffbrand, 1987).

Jumlah leukosit ikan pada kelompok 3 sebesar 16375 sel/mm3 dan kelompok

4 sebesar 38125 sel/mm3. Menurut Rastogi (1977), jumlah sel darah putih

pada ikan air tawar berkisar antara 20.000 – 150.000 sel/mm3 darah. Jumlah

leukosit yang menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti klinis penting

untuk evaluasi proses penyakit (Dellman dan Brown 1989 diacu dalam

Sismin, A, dkk. 2010 ). Jumlah leukosit ayam pada kelompok 5 sebesar

Page 11: Hematologi i

41.425 sel/mm3 dan kelompok 6 sebesar 433.501 sel/mm3. Menurut

referensi, jumlah leukosit pada ayam berkisar antara 16.000-40.000 sel/mm3

(Dukes, 1995). Baik pada kelompok 5 maupun 6, jumlah leukosit melebihi

angka kisaran. Hal ini mungkin disebabkan karena kesalahan dalam

penghitungan jumlah leukosit dengan mikroskop.

Jumlah eritrosit mencit pada kelompok 1 sebesar 610.000 sel/mm3 dan

kelompok 2 sebesar 3.135.000 sel/mm3. Jumlah eritrosit normal pada

mamalia betina 3,9-5,6 juta sel/mm3 dan pada mamalia jantan 4,5-6,5 juta

sel/mm3 (Hoffbrand, 1987). Hasil ini tidak sesuai dengan referensi

kemungkinan disebabkan karena salah dalam penghitungan atau mencit

tersebut menderita suatu penyakit. Jumlah eritrosit ikan pada kelompok 3

sebesar 447.500 sel/mm3 dan kelompok 4 sebesar 605.000 sel/mm3. Menurut

referensi, Jumlah eritrosit pada ikan adalah 50.000 - 3.000.000 sel/mm3

(Hoffbrand, 1987). Rendahnya jumlah eritrosit menandakan ikan mengalami

anemia dan kerusakan organ ginjal. Jumlah yang tidak sesuai dengan

referensi ini juga disebabkan oleh kesalahan dalam penghitungan. Jumlah

eritrosit ayam pada kelompok 5 sebesar 360.000 sel/mm3 dan kelompok 6

sebesar 2.050.000 sel/mm3. Hal ini tidak sesuai dengan referensi yang

menyebutkan bahwa jumlah eritrosit normal pada ayam betina adalah 2,72

juta sel/mm3 dan pada ayam jantan adalah 3,23 juta sel/mm3 (Oslon, 1973).

Ketidaksesuaian ini mungkin disebabkan oleh penghitungan yang salah,

larutan yang belum homogen, atau ayam tersebut sedang menderita suatu

penyakit.

Gambaran darah pada hewan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor

seperti umur, jenis kelamin, bangsa, penyakit, temperatur lingkungan,

keadaan geografis, kebuntingan, dan kegiatan fisik (Sturkie 1976 diacu dalam

Apsari., dkk 2010). Untuk mengetahui adanya penyimpangan terhadap

gambaran darah maka perlu diketahui gambaran darah normal dari hewan

tersebut (Handerson dan Blood 1975 diacu dalam Apsari., dkk 2010). Kondisi

stres pada ayam dapat menyebabkan turunnya jumlah limfosit yang berarti

berkurang pula jumlah sel darah puitih secara keseluruhan (Kusnadi, 2008).

Menurut Sturkie dan Grimminger (1976), faktor – faktor yang

mempengaruhi jumlah leukosit adalah jenis kelamin, umur, pakan, lingkungan,

efek hormon, obat-obatan dan sinar-X. Jumlah total leukosit berpengaruh

Page 12: Hematologi i

nyata pada unggas dengan adanya peradangan (nephritis) dibandingkan

dengan unggas tanpa gejala klinis dan luka.

Faktor – faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah adalah

spesies, perbedaan induk (genetik), kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur

(Dellman dan Brown 1989, diacu dalam Sismin, A, dkk. 2010). Pakan dengan

suplementasi herbal dan zink mampu memberikan peningkatan jumlah

eritrosit, nilai hematokrit, dan hemoglobin tetapi pakan basal yang

ditambahkan kunyit, bawang putih, dan zink relatif kurang memberikan efek

terhadap jumlah eritrosit, nilai hematokrit, dan kadar hemoglobin (Sismin A,

dkk., 2010).

Page 13: Hematologi i

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa :

1. Darah ayam diambil di bagian sisi ventral sayap, ikan di bagian ekornya,

serta tikus di bagian mata dan ekornya. Darah diperiksa dengan cara

memotong ujung ekor tikus.

2. Eritrosit mamalia tidak berinti berinti, dan berbentuk bulat. Eritrosit ikan

berinti, berbentuk elips dan berwarna muda. Eritrosit ayam berbentuk oval

sampai pleiomorphic.

3. Leukosit dihitung dalam bujur sangkar dengan sisi ¼ mm (sisi besar),

sedangkan eritrosit dihitung dalam bujur sangkar dengan sisi 1/20 mm (sisi

kecil). Pengukuran kadar hemoglobin menggunakan metode Sahli.

Page 14: Hematologi i

DAFTAR REFERENSI

Apsari IAP, Arta IMS. 2010. Gambaran Darah Merah Ayam Buras yang Terinfeksi Leucocytozoon. Laboratorium Parasitologi Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana Jalan Sudirman- Denpasar.

Durkess, H. H. 1955. The Physiology of Domestic Animals. Cornel University Press, Ithaca. New York.

Estetika IA, Soesanti SH, Budiharjo A. 2006. Penggunaan Metode Hematologi dan Pengamatan Endoparasit Darah untuk Penetapan Kesehatan Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) di Kolam Budidaya Desa Mangkubumen Boyolali. FMIPA Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Frandson RD. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Ed. Ke-4 Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.

Guyton AC. 1986. Textbook of Medical Physiology. Ed ke-5. Jakarta. Terjemahan. EGC.

Hoffbrand, A. V dan J. E. Pettit. 1987. Haematologi. Penerbit EGC. Jakarta.

Jain, N.C. 1993. Essential of Veterinary Hematology. Lea & Febiger. Philadelphia.

Lagrer KF, Bardach JE, Miller RR, Pasino DRM. 1977. Ichthyology. New York : John Wiley and Sons Inc.

Kusnadi, E. 2008. Pengaruh Temperatur Kandang Terhadap Konsumsi Ransum dan Komponen Darah Ayam Broiler. Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang

Meyer, D.J. dan J.W. Harvey. 2004. Veterinary Laboratory Medicine Interpretation & Diagnosis. 3rd ed. Saunders, USA.

Nielsen KS. 1997. Animal Physiologi. Adaptation and Enviromental. Ed. Ke-5. New York. Cambridge University Press.

Oslon, C. 1973. Aulan Hematology in Riester HE and LH Schwarte. The Lower State University Press, USA.

Post J, Rebel MJ, Huurne HM. 2002. Automated Blood Cell Count : A sensitive and reliable method to study corticosterone-related stress in broilers. Poult Sci 82 : 591-595.

Page 15: Hematologi i

Roberts RJ. 1978. Fish Pathology. London : Bailleire Tindal.

Sihombing M, Tuminah S. 2011. Perubahan Nilai Hematologi, Biokimia Darah, Bobot Organ dan Bobot Badan Tikus Putih pada Umur Berbeda. Laboratorium Hewan Percobaan dan Toksikologi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biomedis dan Farmasi, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Sismin AS, Dherti SW, Delima RN. 2010. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Sturkie PD, Grimminger P. 1976. Blood : Physical Characteristic, Formed Elements, Hemoglobin and Coagulation. Ed-ke 3. Sturkie PD (Editor). Avian Physiology. New York. Springer Verlag.

Swenson MJ. 1977. Physiology of Domestic Animals.Ed ke-9. Comstock Publishing Associates. Comell University Press, Itacha.

Salakij, Chaleow. 2003. Hematology, Morphology, Cytochemistry and Ultrastructure of Blood Cells in Painted Stork (Mycteria leucocephala). Faculty of Veterinary Medicine, Kasetsart University, Nakhon Pathom 73140, Thailand.

Tizzard I. 1987. Immunologi Veteriner. Surabaya. Ed ke-3. Terjemahan. Airlangga University Press.

Wedemeyer GA, Yasutake WT. 1977. Clinical Methods for Assesment for The Effect of Enviromental Stress on Fish Health. Washington DC: Fish and Wildlife Service.