nata de coco eiza shinta 12.70.0088 d4

15
FERMENTASI SUBSTRAT CAIR FERMENTASI NATA DE COCO LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun Oleh : Nama : Eliza Shinta Maharani NIM : 1!"#!##$$ Kel%m&%' D( PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI)ERSITAS KATOLIK SOEGI*APRANATA SEMARANG #1+

Upload: james-gomez

Post on 04-Nov-2015

8 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Pembuatan nata de coco ini menggunakan air kelapa dengan starter yang digunakan adalah Acetobacter xylinum dan parameter yang diuji adalah ketebalan nata de coco selama 2 minggu, kemudian uji sensori yaitu tekstur, warna, dan aroma

TRANSCRIPT

FERMENTASI SUBSTRAT CAIRFERMENTASI NATA DE COCO

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun Oleh :Nama : Eliza Shinta MaharaniNIM : 12.70.0088Kelompok D4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2015

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pada pembuatan nata de coco dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.Tabel 1.Hasil Pengamatan Ketebalan Lapisan Nata de Coco KelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

D12-0,50,7-2535

D21,2-0,50,6-41,6750

D31,3-0,40,5-30,7738,46

D41-0,40,5-4050

D52,5-0,60,6-2424

Dari tabel 1 diatas diketahui bahwa tinggi awal media paling rendah adalah pada kelompok D4 yaitu 1 cm dan yang paling tinggi adalah kelompok D5 dengan tinggi 2,5 cm. Pada tinggi ketebalan nata setelah 14 hari semua kelompok mengalami peningkatan kecuali pada kelompok D5 dengan tidak mengalami peningkatan. Kemudian pada % lapisan nata pada hari ke-7 paling tinggi adalah D2 dengan 41,67% dan pada hari ke-14 paling tinggi adalah D2 dan D4 yaitu 50%.

Tabel 2. Hasil Pengamatan Lapisan NataKelompokAromaWarnaTekstur

D1++++

D2++++++

D3+++++++

D4+++++

D5++++

Keterangan:Aroma Warna Tekstur++++ : tidak asam++++ : putih ++++ : sangat kenyal+++ : agak asam+++ : putih bening +++ : kenyal++ : asam++ : putih agak bening ++ : agak kenyal+ : sangat asam+ : bening + : tidak kenyal

Dari tabel 2 diatas dilakukan uji sensori nata de coco yaitu meliputi aroma, warna, dan tekstur. Untuk aroma dihasilkan aroma yang sangat asam pada kelompok D4 dan pada kelompok D3 menghasilkan aroma yang agak asam. Kemudian pada uji warna dihasilkan warna yang kuning kecuali kelompok D3 dengan menghasilkan warna putih bening. Pada sensori tekstur, menghasilkan tekstur yang tidak kenyal pada kelompok D1 dan D5 kemudian menghasilkan tekstur yang kenyal pada kelompok D2 dan D4.

2. PEMBAHASAN

Menurut Misgiyarta (2007), nata de coco merupakan makanan yang memiliki kandungan banyak serat dan mengandung selulosa dengan kadar tinggi dan bermanfaat bagi kesehatan untuk membantu proses pencernaan. Nata de coco memiliki kandungan kalori yang rendah dan dapat digunakan sebagai makanan diet. Seiring dengan berkembangnya zaman, teknologi fermentasi juga berkembang dengan keluarnya berbagai produk nata yang tidak hanya berasal dari limbah kelapa. Selain itu nata berasal dari bahasa Spanyol yang diterjemahkan ke bahasa Latin sebagai nature dan berarti terapung-terapung. Bentuknya sel berwarna putih sampai abu-abu muda dan memiliki tekstur kenyal (Suryani et al., 2005). Menurut Saputra & Darmansyah (2010), berdasarkan sifat fisik dari kandungan serat nata de coco, menunjukkan bahwa serat selulosa yang ada dapat digunakan sebagai bahan dasar serat alami yang dapat digunakan sebagai material komposit baru. Menurut Ochaikul et al., (2006), tekstur dari nata de coco lembut dan kandungan seratnya tinggi. Penampilan dari nata de coco agar menarik diberi penambahan warna. Pewarna alami yang paling terkenal adalah pewarna mikroba yang diproduksi oleh kelompok Monascus. Pigmen Monascus sudah digunakan di Timur sebagai pewarna makanan secara umum misal untuk pewarna anggur dan bean curd. Pigmen ini dapat larut air atau minyak dan stabil pada kisaran pH antara 2-10. Pigmen Monascus juga stabil terhadap panas dan dapat diautoklaf. Nata de coco adalah hasil proses fermentasi air kelapa yang menggunakan bakteri Acetobacter xylinum yang merupakan golongan bakteria gram negatif. Kemudian Acetobacter xylinum memetabolismekan glukosa dalam air kelapa ke selulosa bakteri (Halib et al., 2012). Nata de coco memiliki kandungan serat selulosa yang biasa disebut dengan selulosa bakteri. Selulosa bakteri ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu mempunyai kemurnian tinggi tanpa pektin, ligini, hemiselulosa yang biasanya berasal di pabrik selulosa. Selain itu, sifat fisik yang unik selulosa yang berasal dari bakteri ini adalah kristalinitas, kekuatan mekanik, dan porositas, dan juga memiliki kapasitas cukup untuk menyerap air dan mudah untuk didapatkan (Saputra & Darmansyah, 2010). Proses fermentasi nata de coco dengan proses tradisional belum sepenuhnya dipelajari. Dengan adanya dinamika pada populasi mikroba maka dapat mengetahui peran mikroorganisme dalam proses fermentasi sehingga kultur starter dapat dihasilkan dengan baik (Seumahu et al., 2007).Starter yang dipakai dalam pembuatan nata de coco yaitu Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum ini jika ditumbuhkan pada media yang memiliki kandungan gula akan mengubah gula tersebut menjadi selulosa dan kemudian diakumulasikan ke bentuk polikel selama proses fermentasi (Rahayu et al., 1993). Bakteri Acetobacter xylinum memiliki kemampuan untuk membentuk selaput tebal pada permukaan cairan fermentasi. Kemudian bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh membentuk nata de coco karena memiliki kandungan nutrisi dalam air kelapa (Palungkun, 1996). Pada proses pembuatan nata de coco dalam praktikum ini tahapan awal yang dilakukan adalah pertama-tama adalah pembuatan media. Air kelapa yang digunakan disaring untuk memisahkan kotorannya dengan menggunakan kain saring. Air kelapa ini digunakan dalam pembuatan nata de coco karena dapat sebagai substrat fermentasi karena memiliki kandungan nutrisi yang tinggi dan dapat dimanfaatkan oleh bakteri dalam pertumbuhannya (Misgiyarta, 2007). Lalu ditambahkan gula pasir sebanyak 10% dan diaduk hingga larut di atas kompor menyala. Tujuan dari penambahan gula pasir ini adalah untuk sumber karbon karena unsur karbon yang ada adalah substrat untuk bakteri tumbuh (Pambayun, 2002). Selain itu menurut Hayati (2003), dengan adanya gula dalam pembuatan nata de coco akan dapat memperoleh penampakan dan tekstur yang baik dan dapat berguna sebagai pengawet.

Gambar 1. Penyaringan air kelapa Gambar 2. Air kelapa yang sudah disaring

Gambar 3. Penambahan gula pasir

Tujuan dari pemanasan ini adalah untuk mengurangi kontaminan yang dapat mengganggu pembuatan nata de coco (Astawan & Astawan, 1991). Setelah penambahan gula pasir, ditambahkan amonium sulfat sebanyak 0,5% dan ditambahakn pula asam cuka glasial hingga pH mendekati 4-5. Amonium sulfat ini berfungsi untuk sumber nitrogen pertumbuhan bakteri (Pambayun, 2002). Asam cuka glasial ini berhubungan dengan karakteristik dari bakteri Acetobacter xylinum yaitu dapat tumbuh optimal dalam kondisi asam yaitu pada pH 4,3 dan untuk medium yang digunakan antara 4 5 (Rahman, 1992). Selain itu asam cuka glasial ini ditambahkan agar mendapat suasana asam karena konsisi asam yang baik untuk pertumbuhan dari Acetobacter xylinum. Penambahan asam ini juga disebut dengan acidulan sehingga pH yang diinginkan dapat tercapau agar pertumbuhan dari Acetobacter xylinum dapat tercapai. Kemudian setelah ditambah asam cuka glasial dilakukan pemanasan kembali dan disaring lagi menggunakan kain saring bersih.

Gambar 4. Penambahan amonium sulfat Gambar 5. Penambahan asam cuka glasial

Gambar 6. Pemasakan kembaliGambar 7. PenyaringanProses selanjutnya adalah fermentasi. Menurut Misgiyarta (2007), fermentasi merupakan proses dari perubahan senyawa yang terkandung dalam substrat oleh mikroba, baik proses pemecahan ataupun pembentukan di dalam kondisi aerob / anaerob. Pertama-tama media yang sudah dimasukkan ke wadah plastik yang bersih. Kemudian didiamkan hingga agak dingin dan ditambakan starter sebanyak 10% secara aseptis dan dikocok perlahan-lahan hingga seluruh starter bercampur homogen. Menurut Pato & Dwiloka (1994), jika jumlah starter yang ditambahkan terlalu banyak atau terlalu sedikit maka tidak akan mendapat nata de coco dengan karakteristik yang baik dan pembetukan lapisannya akan kurang. Setelah itu ditutup dengan kertas coklat agar terhindar kontak langsung udara dengan permukaan nata dan oksigen karena dapat menghambat pembentukan nata oleh bakteri. Kemudian inkubasi di suhu ruang selama 2 minggu tanpa menggoyangkan wadah agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah. Lalu dilakukan pengamatan ketebalan lapisan nata de coco pada hari ke 7 dan hari ke 14 kemudian dilakukan uji sensori yang meliputi aroma, warna, dan tekstur dan dihitung juga persentase kenaikan ketebalan dengan rumus:% lapisan nata =

Gambar 8. Air kelapa dituang ke wadah bersihGambar 9. Pengukuran tinggi media awal

Gambar 10. Penambahan starter Gambar 11. Wadah ditutup dengan kertas cokelat

Gambar 12. Hasil dari nata de cocoPada tabel 1 diatas menunjukkan hasil bahwa tinggi ketebalan nata pada hari ke 7 berbeda-beda yaitu D1 0,5 cm, D2 0,5 cm, D3 0,4 cm, D4 0,4 cm dan D5 adalah 0,6 cm kemudian pada hari ke 14 kelompok D1 meningkat menjadi 0,7 cm, D2 0,6 cm, D3 0,5 cm, D4 0,5 dan kelompok D5 tidak mengalami peningkatan. Pada kelompok D1-D4 ketebalan nata mengalami peningkatan karena adanya lapisan yang berwarna putih adalah hasil dari aktivitas dari bakteri Acetobacter xylinum. Lapisan ini semakin lama akan semakin memadat dan melebar. Pembentukan nata juga dapat dipengaruhi oleh lama fermentasi dan suhu (Rahman, 1992). Menurut teori dari Rahayu et al (1993), untuk mendapatkan nata dengan ketebalan yang bagus maka proses fermentasi berlangsung antara 10 14 hari dan suhunya yaitu 28-32oC. Selain itu lapisan nata mengalami peningkatan karena Acetobacter xylinum akan melakukan pemecahan gula pada media menjadi selulosa. Pada kelompok D5 tidak mengalami peningkatan ketebalan nata kkarena kemungkinan aktivitas dari bakteri Acetobacter xylinum tidak berkerja yang dikarenakan wadah yang digunakan atau penuangan starter kurang aseptis. Selanjutnya pada uji sensori aroma, diketahui kelompok D1, D2, dan D5 memiliki aroma yang asam, kelompok D3 memiliki aroma yang agak asam dan kelompok D4 memiliki aroma yang sangat asam. Aroma yang sangat asam ini dapat dikarenakan bahwa nata de coco yang dihasilkan memiliki pH yang lebih asam dibandingkan dengan yang beraroma agak asam. Aroma asam yang dihasilkan ini menunjukkan bahwa proses fermentasi sedang berlangsung. Seharusnya nata de coco yang memiliki kualitas bagus tidak beraroma asam karena menurut teori dari Halib et al., (2012), Acetobacter xylinum dapat mengubah gula menjadi selulosa serta asam asetat sehingga aroma yang dihasilkan adalah aroma asam. Uji sensori selanjutnya adalah uji warna. Warna yang dihasilkan pada kelompok D1, D2, D4, D5 memiliki warna yang kuning sedangkan pada kelompok D3 memiliki warna yang putih bening. Pada kelompok D1, D2, D4, D5 tidak sesuai dengan teori karena menurut Santosa et al (2012), nata de coco yang baik memiliki bentuk yang padat, kokoh, kuat, dan memiliki warna yang putih. Warna kuning yang dihasilkan ini dapat dikarenakan adanya adanya penambahan glukosa yang terlalu banyak sehingga akan terjadi reaksi browning. Jika terjadi reaksi browning maka nata de coco akan menghasilkan warna yang semakin gelap (Mashudi, 1993). Selain itu menurut Arsatmodjo (1996) selama proses pemanasan dengan penambahan gula, gula akan terserap ke dalam jaringan selulosa sehingga dapat menentukan warna dari nata de coco.Kemudian untuk analisis tekstur, tekstur yang dihasilkan pada kelompok D1 dan D5 adalah tidak kenyal, kelompok D3 adalah agak kenyal dan kelompok D2 dan D4 kenyal. Nata de coco yang dihasilkan seharusnya kenyal tetapi pada nata de coco yang dihasilkan pada kelompok D1 dan D5 tidak kenyal. Menurut teori dari Arsatmodjo (1996), kekenyalan dari nata de coco dapat ditentukan oleh komponen seratnya atau selulosa yaitu jika semakin banyak selulosa maka kekenyalan dari nata de coco akan meningkat dan ketebalan dari nata de coco juga akan meningkat. Air yang menuju rongga-rongga selulosa semakin banyak maka selulosa akan semakin tebal sehingga mengakibatkan kekenyalan dari nata de coco semakin tinggi.

3. KESIMPULAN

Nata de coco yang kualitasnya baik memiliki bentuk yang padat, kokoh, kuat, kenyal dan memiliki warna yang putih. Air kelapa dapat menjadi substrat untuk Acetobacter xylinum karena memiliki kandungan karbohidrat, protein, mineral dan nutrisi lain. Bakteri Acetobacter xylinum memiliki kemampuan untuk membentuk selaput tebal pada permukaan cairan fermentasi. Tujuan dari penambahan gula pasir ini adalah untuk sumber karbon karena unsur karbon yang ada adalah substrat untuk bakteri tumbuh. Amonium sulfat ini berfungsi untuk sumber nitrogen pertumbuhan bakteri. Asam cuka glasial ini ditambahkan agar mendapat suasana asam karena kondisi asam yang baik untuk pertumbuhan dari Acetobacter xylinum. Jika jumlah starter yang ditambahkan terlalu banyak atau terlalu sedikit maka tidak akan mendapat nata de coco dengan karakteristik yang baik dan pembetukan lapisannya akan kurang Jika semakin banyak selulosa maka kekenyalan dari nata de coco akan meningkat dan ketebalan dari nata de coco juga akan meningkat. Nata de coco yang memiliki kualitas bagus tidak beraroma asam. Lapisan nata mengalami peningkatan karena Acetobacter xylinum akan melakukan pemecahan gula pada media menjadi selulosa.

Semarang, 7 Juli 2015Praktikan Asisten Dosen Nies Mayangsari Wulan Apriliana DewiEliza Shinta Maharani12.70.0088

4. DAFTAR PUSTAKA

Arsatmodjo, E. (1996). Formulasi Pembuatan Nata de Pina. IPB. Bogor.[Skripsi]

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Halib et al. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205-211.

Hayati, M. (2003). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. Yogyakarta.

Mashudi. (1993). Mempelajari Pengaruh Penambahan Amonium Sulfat dan Waktu Penundaan Bahan Baku Air Kelapa Terhadap Pertumbuhan dan Struktur Gel Nata de coco. Jurusan Teknologi Pandan dan Gizi, Fateta. IPB. Bogor.[ Skripsi ]

Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de Coco. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor.

Ochaikul et al. (2006). Studies on Fermentation of Monascus purpureus TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR 967. International Journal of Science and Technology Vol.6 No.1.

Palungkun, R. (1996). Aneka Produk Pengolahan Kelapa. Penebar Swadaya. Jakarta.

Pambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.

Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.

Rahayu et al. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. ARCAN Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB. Bandung.

Santosa et al. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. International Journal of Science and Technology, Vol.1 No. 1.Saputra & Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2 and Al2O3. The 1st International Seminar on Fundamental and Application of Chemical Engineering.

Seumahu et al. (2007). The Dynamics of Bacterial Communities During Traditional Nata de Coco Fermentation. Journal of Microbiology p 65-68.

Suryani et al. (2005). Membuat Aneka Nata. Penebar Swadaya. Jakarta.

5. LAMPIRAN

5.1. Perhitungan

Persentase Lapisan Nata =

Kelompok D1H7 H14 Kelompok D2H7 H14 Kelompok D3H7 H14 Kelompok D4H7 H14 Kelompok D5H7 H14

5.2. Lampiran Jurnal5.3. Laporan Sementara