k2n coco print

Upload: ratu-ayu-asih-putri

Post on 09-Jul-2015

528 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1

LAPORAN AKHIR K2N UI 2009 MIANGAS

KATA PENGANTARPuji syukur kami panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karuniaNya laporan K2N UI 2009 kelompok Christina Martha Tiahahu telah dapat diselesaikan dengan baik. 32 hari pulau Miangas telah menjadi rumah kami, lengkap dengan sejuta kehidupan pengisi denyut nadinya. 32 hari kami mengusahakan kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan laporan ini sebagai pertanggungjawabannya. Samudera Hindia itu luas tanpa batas, dan di pulau ini kami belajar menghargai makna. Kali ini, pohon multiguna dari belahan bumi selatan dicoba untuk dioptimalisasikan pemanfaatannya. Cocos Nucifera, atau pohon kelapa itulah dia. Bukanlah suatu hal baru bagi masyarakat Miangas untuk memanfaatkan kelapa yang tumbuh dari tanah pujaan mereka. Produk seperti arang batok kelapa, kopra, telah diusahakan secara luas. Permasalahan pun muncul karena pemanfaatan pohon kelapa di Miangas jauh dari potensi besar yang sesungguhnya, dari akar hingga daun. Oleh karena itu, program K2N akan pemanfaatan pohon kelapa di Miangas amat tepatlah adanya. Laporan kami berjudul Pelaksanaan Program Optimalisasi Budidaya Pohon Kelapa. Dengan 3 program besar: Virgin Coconut Oil (VCO), kecap dari air kelapa, dan briket arang batok kelapa bagi masyarakat Miangas. Berbekal ilmu pengetahuan sebagai pijakan, kami melangkah dalam misi Kuliah Kerja Nyata (K2N). Terdapat banyak tantangan yang menghadang, baik dari awal pra K2N hingga pasca-K2N. Namun kami sadar bahwa segala kesulitan adalah tangga menuju kesuksesan. Seperti susah hidupnya para Pandawa, berlawanan dengan kefoyaan bangsa Kuru dalam cerita pewayangan. Miangas dengan segala rupa dan maknanya telah menjadi satu guru kehidupan kami, tak lekang dimakan waktu. Kami berharap laporan ini dapat memberikan ide dan semangat bagi pembaca untuk terus berkarya, berkreasi, dan berpetualang di bumi yang maha luas ini. Kritik dan saran bagi kesempurnaan laporan ini sangat kami harapkan. Great is the power of memory, O my God, and awe inspiring its infinite, profound complexity. And that is the mind, and that is myself. (Augustine, Confession) Depok, 13 September 2009 Kelompok Cristina Martha Tiahahu

Page 2

LAPORAN AKHIR K2N UI 2009 MIANGAS

UCAPAN TERIMA KASIHPuji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas nikmat sehat, nikmat iman, dan segala karunia-Nya, kami dapat mengikuti K2N di Pulau Miangas dengan baik dan lancar serta dalam keadaan sehat walafiat. Kepada pahlawan nasional yang namanya kami gunakan yaitu Chistina Martha Tiahahu sebagai penyemangat dan kegigihannya menjadi dasar sebagai motivasi dan tekad untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negara melalui Kuliah Kerja Nyata di Pulau Miangas. Tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada ayahanda, ibunda dan kakanda serta adinda tercinta yang selalu mendoakan dan mendukung kami baik secara material dan spiritual. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bang Arman (Arman Nefi) yang membantu kami di Miangas sebagai Dosen Pembimbing kelompok CMT (kritik dan saran yang membangun dan membuat kami termotivasi), Mba Uchi (Sri Murni), Pak Aad (Aad Rasyad), Mas Pri (Priadi) serta para pemdamping K2N yaitu Ka Toha yang mendampingi kami dalam melakukan kegiatan di Miangas. Untuk keluarga Teguh yang telah menyediakan makan dan memberikan fasilitas selama kami berada di Bandung. Untuk Khemal (Mahasiswa Unpad) yang telah menemani kami mengunjungi Fakultas Pertanian Unpad. Untuk Pak Bambang, dosen Fakultas Pertanian yang memberikan bimbingan mengenai VCO sehingga kami menjadi lebih paham. Untuk Kak Adi asisten laboratorium Unpad yang telah menjelaskan langkah-langkah pembuatan VCO. Untuk Bapak Krisna, ketua asosiasi pengusaha jamur yang telah menjelaskan budidaya jamur dengan media batang kelapa. Pak Iman dosen mikrobiologi yang memberi ilmu baru tentang kelapa. Ibu Titi, dosen biologi yang menjelaskan tentang manfaat VCO. Serta teman-teman fakultas kami yang mendukung dan memberi semangat kepada kami. Terima kasih pula yang sebesar-besarnya kepada Keluarga Besar Tallu-Wudu, Tinetalolang, Roli Mangoli, Binambumi, Awalapase, DJ Namare, Lantaa, Laling, Essing Walle yang telah bersedia memberikan kami tempat berlindung dari teriknya panas matahari dan dinginnya malam. Terima kasih kaka Mina, kaka Kres, kaka Netty, Bang Togar, Bang Agus, Bang George dan Pak Nyong yang membantu kami survey kelapa di kebun dan menemani kami selama di Miangas. Mama Rosana dan Pak Lukas atas bantuannya membantu percobaan VCO.

U CA P A N T ERIM A KA SI H

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 3

Mama Maria (mama Ayu) yang memberi kami makanan ikan penyu. Keluarga Roli Mangoli atas rumahnya yang dijadikan base camp kami, keluarga Awwala Pase atas rumahnya sebagai basecamp untuk kegiatan masak-masak kami. Pak Binambuni (ayah Ghamal) atas rumahnya, sebagai tempat untuk kami menginap bersama. Pak Handoyo, Mas Imsyak, Mas Asmuein, Mas Maryanto, dan Mas Koneng atas dapur POSAL nya yang untuk buat makanan dan lem briket . POSAD atas pelampungnya untuk kami berenang di dermaga. Tim Bekang TNI AD atas makanannya selama kami hidup di Miangas (pedas makanannya, tapi mapiya rasanya). Terima kasih kepada adik-adik Miangas yang ceria sebagi obat kerinduan kami pada Jakarta. Seluruh warga Miangas yang telah menerima kami dengan baik dan membantu kami dalam melaksanakan semua program kami. Serta Teman-teman peserta K2N 2009 dan COCONUTERSZ tercinta Ayu, Teguh, Ipin, Jenny, Indah, Nui, Ghamal, Wiko dan Tipa, serta Banu terima kasih banyak atas kerjasamanya selama ini. Kita adalah keluarga yang baik yang mau diajak stress bareng, nyanyi-nyanyi, narsis, berenang, seru-seruan, menurunkan bendera, dan masak-masak bersama. Seperti satu peribahasa Miangas: sansiotte sampatte-patte, susah dan senang dibawa bersama-sama.

Kamio maapu COCONUTERZ Kamio maapu Miangas(Kami cinta COCONUTERSZ, Kami cinta Miangas)

Page 4

LAPORAN AKHIR K2N UI 2009 MIANGAS

DAFTAR ISIKata Pengantar Ucapan Terima Kasih Daftar Isi Keterangan Gambar BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang I.2 Tujuan Program I.3 Sasaran Program I.4 Format Program I.5 Indikator Kesuksesan I.6 Tim Pelaksana I.7 Program Pilihan I.8 Alasan Pemilihan Program I.9 Rancangan Anggaran BAB II DESKRIPSI PROGRAM II.1 Masa Pra Keberangkatan A. VCO (Virgin Coconut Oil) A.1 Uji Coba Pembuatan Produk A.1.1 Percobaan I A.1.2 Percobaan II A.2 Kunjungan dan Konsultasi A.2.1 Kunjungan ke UKM Center Fakultas Ekonomi UI A.2.2 Kunjungan ke Fakultas Pertanian dan Teknologi Pangan Unpad A.2.3 Kunjungan ke Dosen Fakultas MIPA UI B. Kecap Air Kelapa C. Briket Tempurung Kelapa D. Gula Kelapa dan Batang Kelapa sebagai Media Jamur Kuping 19 20 21 22 30 32 15 17 14 9 10 10 10 11 11 12 12 13 1 2 4 6

DAFTAR ISI

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 5

II.2 Masa K2N UI 2009 Miangas A. Orientasi Medan A.1 Informasi yang Diperoleh A.2 Prospek dan Rencana Realisasi Program B. Pelaksanaan Program VCO Bapak Lukas dan Mama Rosana Kunjungan Gubernur Sulawesi Utara Penyuluhan Budidaya Kelapa (Minggu I) Pelatihan VCO (Minggu II) Pelatihan Kecap (Minggu III) Pelatihan Briket (Minggu IV) Buah Pangi dan Pikiran Penyuluhan VCO, Kecap, dan Briket di SMK Penemuan Jamur Kuping Penyadapan Nira Kaderisasi BAB III ANALISA III.1 Analisa Kinerja Kelompok III.2 Analisa Program Kerja III.3 Analisa Program VCO III.4 Analisa Program Kecap III.5 Analisa Program Briket III.6 Interpretasi Analisa Program BAB IV PENUTUP IV.1 Kesimpulan IV.2 Saran SUMBER REFERENSI LAMPIRAN Booklet Foto-foto Publikasi media masa 67 68 70 71 54 58 60 61 63 65 34 34 36 37 37 38 39 41 44 46 47 49 51 51 52

Page 6

LAPORAN AKHIR K2N UI 2009 MIANGAS

KETERANGAN GAMBARGbr 1. 1 Pohon Kelapa di Pulau Miangas (dok. Ayu-CMT) Gbr 1. 2 Suasana Pulau Miangas (dok. Indah-CMT) Gbr 1. 3 Buah Kelapa di Pulau Miangas (dok. Ipin-CMT) Gbr 1. 4 Daging Buah Kelapa (dok. Jenny-CMT) Gbr 1. 5 Pulau Miangas dari atas KRI Teluk Cendrawasih (dok. Ayu-CMT) Gbr 1. 6 TIM PELAKSANA (dok. Dasril Guntara) Gbr 1. 7 Produk-produk pilihan yang akan dilatihkan di Miangas oleh Kelompok 6 (dok. WikoCMT) Gbr 2. 2 Pembuatan santan kelapa yang akan dijadikan VCO pada percobaan I (dok. NhuwiCMT) Gbr 2. 3 Santan didiamkan dalam toples/wadah plastic (dok. Nhuwi-CMT) Gbr 2. 4 Santan ayang akan dijadikan VCO (dok. Nhuwi-CMT) Gbr 2. 5 3 Jenis VCO yang diuji cobakan pada percobaan Kelompok 6 yang pertama (dok. Nhuwi -CMT) Gbr 2. 6 VCO hasil uji coba ke-II (dok. Indah-CMT) Gbr 2. 7 Tabung VCO hasil karya Zaenal Arifin (dok. Tipa-CMT) Gbr 2. 8 Berfoto bersama Pak Bambang di UNPAD (dok. Khemal) Gbr 2. 9 Bahan-bahan pembuatan kecap yang kami siapkan ketika melakukan uji coba I (dok. Nhuwi-CMT) Gbr 2. 10 Kecap hasil uji coba I (dok. Wiko-CMT) Gbr 2. 11 Suasana pelatihan kecap (dok. Ayu-CMT) Gbr 2. 11 Kedelai yang dijemur pada uji coba I (dok. Nhuwi-CMT) Gbr 2. 12 Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat kecap pada uji coba I (dok. NhuwiCMT) Gbr 2. 13 Kecap kelapa manis yang dibuat pada uji coba I dan dibawa ke Miangas sebagai sampel (dok. Indah-CMT) Gbr 2. 14 Briket yang beredar di pasaran (dok. Ipin-CMT)

Gbr 2. 15 Desain alat press briket yang dirancang oleh Zaenal Arifin (kelompok 6 K2N UI Mian gas) (dok. Ipin-CMT) Gbr 2. 16 Kelompok 6 ketika hendak menaiki KRI Teluk Cendrawasih (dok. Thoha Khaled) Gbr 2. 17 Survei di tempat pengusaha kopra keluarga Awala Pane (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 18 Survei ke Tatanan Sosial Masyarakat (Tansosmas) Wui Batu dan Bapak Lukas, pen gusaha VCO di Miangas (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 19 Uji coba pembakaran briket di Pos AL (dok. Wiko-CMT) Gbr 2. 20 Pemntapan kecap setiba di Pulau Miangas (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 21 Berlatih mencukur kelapa untuk VCO di rumah Pak Lukas (dok. Ghamal-CMT) Gbr 2. 22 Berfoto di depan Pendopo Baru di sela-sela pelaksanaan program (dok. Jenny-CMT) Gbr 2. 23 Penyambutan Gubernur Sulut (dok. Teguh-CMT) Gbr 2. 24 Gubernur dan pejabat lainnya (dok. Indah-CMT) Gbr 2. 25 Suasana penyambutan Gubernur dan pejabat lainnya (dok. Indah-CMT) Gbr 2. 26 Uji sampel kecap dan VCO (dok. Indah_CMT ) Gbr 2. 27 Berfoto bersama peserta penyuluhan (dok. Thoha Khaled) Gbr 2. 28 Suasana penyuluhan di Pendopo Baru, Miangas (dok. Wiko-CMT) Gbr 2. 29 Sosialisasi produk yang dilatihkan (dok. Ghamal-CMT) Gbr 2. 30 Booklet mengenai budidaya kelapa seara umum (dok. Jenny-CMT) Gbr 2. 31 Presentasi budidaya kelapa sesi II (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 32 Presentasi budidaya kelapa sesi I (dok. Teguh-CMT) Gbr 2. 32 Presentasi budidaya kelapa sesi I (dok. Teguh-CMT) Gbr 2. 33 VCO yang dihasilkan dari pelatihan (dok. Tipa-CMT) Gbr 2. 34 VCO hasil pelatihan (dok. Ipin-CMT) Gbr 2. 35 Ibu-ibu memeras santan (dok. Wiko-CMT) Gbr 2. 36 Suasana pelatihan kecap (dok. Ayu-CMT) Gbr 2. 37 Ipin dan Jenny membuat kecap (dok. Tipa-CMT) Gbr 2. 38 Berfoto setelah pelatihan sesi Idok. (Wiko-CMT ) Gbr 2. 39 Seorang ibu sedang memasak kecap (dok. Teguh-CMT) Gbr 2. 40 Suasana pelatihan kecap (dok. Teguh-CMT) Gbr 2. 41 Kecap yang sedang dipanaskan (dok. Ghamal-CMT) Gbr 2. 42 Kecap hasil pelatihan (dok. Nhuwi-CMT) Gbr 2. 43 Pelatihan kecap sesi II (dok. Ghamal-CMT) Gbr 2. 44 Berfoto setelah pelatihan (dok. Wiko-CMT) Gbr 2. 45 Ipin mempraktekkan cara membuat briket (dok. Tipa-CMT) Gbr 2. 46 Bernyanyi sehabis pelatihan briket (dok. Jenny-CMT)

Gbr 2. 47 Peralatan dan bahan pembuatan briket (dok. Ghamal-CMT) Gbr 2. 48 Bagian dalam buah pangi (dok. Ipin-CMT) Gbr 2. 49 Buah pangi (dok. Ipin-CMT) Gbr 2. 50 Buah pikiran (dok. Ipin-CMTGbr 2.51 Siswa SMK yang mengikuti penyuluhan (dok. Teguh-CMT) Gbr 2. 52 Bernyanyi setelah penyuluhan (dok. Sandy) Gbr 2. 53 Suasana penyuluhan (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 57 Bunga Nira yang disadap (dok. Ipin-CMT) Gbr 2. 58 Penyadapan oleh Pak Richard (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 59 Pemilihan bunga nira yang baik (dok. Wiko-CMT) Gbr 2. 60 Berfoto bersama Pak James (dok. Ipin-CMT) Gbr 2. 61 Bapak James juga menemani kami mencari ketang kenari dan tarara yaitu kuliner yang cukup popular di Miangas. Rasanya yang seperti kepiting/lobster membuat ketang sangat diminati peserta K2N UI (dok. Indah-CMT) Gbr 2. 62 Kelompok 6 di Danau Tondano, Sulawesi Utara (dok. Rony Wijaya) Gbr 2. 63 Berfoto sehabis Fashion Show kelompok 7 (dok. Eko Budi Wa) Gbr 2. 64 Berfoto di bawah bulan purnama (dok. CMT) Gbr 2. 65 VCO (dok. Indah-CMT) Gbr 2. 66 KECAP (dok. Jenny-CMT) Gbr 2. 67 BRIKET (dok. Ayu-CMT) Gbr 2. 68 Kelompok 6 berfoto bersama pendamping dalam peresmian Rumah Baca (dok. Sandy)

LAPORAN AKHIR K2N UI 2009 MIANGAS

BAB II PENDAHULUANI.1 LATAR BELAKANGKelapa disebut sebagai pohon kehidupan. Dapat dilihat bahwa tanaman kelapa sangat berguna bagi kehidupan manusia dan hampir seluruh bagian dari tanaman ini dari akar, batang, daun, sampai buahnya dapat diolah untuk memenuhi kebutuhan manusia. Potensi kelapa di Pulau Miangas sendiri sangat besar. Pulau Miangas sendiri memiliki 116.890 pohon kelapa dengan spesifikasi 20.506 pohon belum menghasilkan, 84.992 pohon telah produktif (menghasilkan), dan 11.392 pohon telah tidak produktif (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kepulauan Talaud, 2008). Dengan kondisi Pulau Miangas yang kaya akan tanaman kelapa tersebut, budidaya kelapa secara optimal dengan Gbr 1. 1. Pohon Kelapa memanfaatkan seluruh bagian tanaman tersebut akan sangat potensial bagi di Pulau Miangas (dok. Ayu-CMT) pengembangan masyarakat, terutama dari segi ekonomi. Terlebih harga 1 ikat kelapa (2 buah) di Miangas teramat murah yaitu hanya berkisar Rp. 1000,00. Kondisi sedemikian memberikan peluang yang sangat luas bagi kami untuk mengoptimalisasi budidaya tanaman kelapa di pulau tersebut. Diharapkan mlalui program Kuliah Kerja Nyata ini, secara spesifik program pelatihan budidaya kelapa, masyarakat Miangas dapat lebih melihat nilai tambah dari tanaman kelapa ini dan dapat mengoptimalisasikannya sebagai produk ekonomis yang dapat diproduksi dan dipasarkan.WAKTU DAN TEMPAT PELAKSANAAN: 15 Juli s.d. 18 Agustus 2009 Pulau Miangas, Sulawesi Utara

Tentang Tanaman KelapaTanaman kelapa (Cocos nucifera) ini pada dasarnya merupakan tanaman serbaguna yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Jika dilihat dari komposisi tanaman, buah kelapa terdiri dari sabut, tempurung, daging buah dan air kelapa dengan berat buah kelapa yang telah tua kira-kira dapat mencapai 2 kg per butir. Tanaman kelapa dapat tumbuh di daerah tropis, baik di dataran rendah maupun di dataran tinggi. Namun tanaman ini akan tumbuh dan berbuah dengan baik di daerah dataran rendah dengan ketinggian 0-450 m dari permukaan laut. Pada ketinggian 4501000 m dari permukaan laut, walaupun pohon ini dapat tumbuh, waktu berbuahnya lebih lambat, produksinya lebih sedikit dan kadar minyaknya rendah.

Gbr 1. 2 Suasana Pulau Miangas (dok. Indah-CMT)

Page 10

B A B I P E N D A HU LU A N

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

I.2 TUJUAN PROGRAMAdapun tujuan dari program pelatihan budidaya ini adalah: Gbr 1. 3. Buah Kelapa di Pulau Miangas (dok. Ipin-CMT)

Meningkatkan nilai tambah dari produktivitas kelapa di Miangas Meningkatkan perekonomian masyarakat Miangas Sebagai salah satu upaya pemberdayaan masyarakat di Miangas Sebagai bahan pembelajaran mahasiswa dalam hal pengembangan potensi masyarakat

I.3 SASARAN PROGRAMProgram pelatihan budidaya ini terutama ditujukan bagi:

Ibu-ibu rumah tangga PKK/Karang Taruna Pengusaha Kelapa/Kopra Masyarakat Miangas secara umum

Pulau Miangas jauh terpisah...dari kepulauan Indonesia...satu pulau perbatasan. Lagu Pulau Miangas

I.4 FORMAT PROGRAM

Survey dan wawancara pendahuluan dengan sasaran-sasaran program untuk mengukur pemahaman masyarakat secara umum dan feasibilitas pelaksanaan program pelatihan Satu hingga dua hari sosialisasi mengenai diversifikasi produk tanaman kelapa sekaligus sosialisasi mengenai program pelatihan budidaya kepada sasaran-sasaran program. Berisikan demo singkat sekaligus uji sampel, kegiatan ini pun dilakukan melalui pendekatan yang berbedabeda terhadap setiap sasaran program. Empat minggu periode K2N diisi dengan program pelatihan budidaya tanaman kelapa terutama 5 program utama kelompok 6 dengan partisipasi aktif dari peserta. Setiap minggunya diisi dengan pelatihan 1 produk yang berbeda-beda. Evaluasi hasil dan uji hedonik kepada masyarakat dan peserta K2N secara keseluruhan yang dilakukan pada minggu terakhir K2N UI 2009.

Gbr 1. 4 Daging Buah Kelapa (dok. Jenny-CMT)

Itu sungguh tanahku pujaanku...walaupun sering-sering ditimpa bencana alam Lagu Pulau Miangas

B A B I P E N D A HU LU A N

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 11

I.5 INDIKATOR KESUKSESAN

Peserta pelatihan budidaya mampu menghasilkan produk secara mandiri dengan kualitas sesuai acuan Peserta pelatihan budidaya terdorong untuk mengembangkan produk sebagai produk ekonomi Budidaya ini mampu menjadi suatu proses berkelanjutan baik sebagai alat pemenuh kebutuhan rumah tangga maupun produk ekonomi masyarakat MiangasGbr 1. 5 Pulau Miangas dari atas KRI Teluk Cendrawasih (dok. Ayu-CMT)

I.6 TIM PELAKSANA

Program pelatihan budidaya ini akan dilaksanakan sepenuhnya oleh kelompok VI K2N UI 2009 yaitu kelompok Kristina Martha Tiahahu yang beranggotakan sebagai berikut.

Pembimbing Ketua Kelompok Wakil Ketua Sekretaris Kelompok

: Arman Nefi : R.M. Ghamal Satya M. (FIB) : Teguh Iman Maulana (FE) : Ratu Ayu Asih Kusuma Putri (FISIP)Tinggilah harapan setiap masa...kepada Tuhan Yang Maha Esa...Hidupku aman sentosa Lagu Pulau Miangas

Bendahara Kelompok : Jenny Maria Doan (Fakultas Hukum) Penanggung Jawab Program Utama:

Zaenal Arifin (Fakultas Teknik) Siti Tenricapa (FMIPA) Nurindah Laili M. (Fakultas Ilmu Keperawatan)

Humas Publikasi Dokumentasi

Nurul Ain Syahrina (Fakultas Ilmu Budaya) Yesmar Banu (Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik) : Agus Sarwiko (Fakultas Psikologi) : Thoha Khaled

Seksi Umum Pendamping

Gbr 1. 6 TIM PELAKSANA (dok. Dasril Guntara)

Page 12

B A B I P E N D A HU LU A N

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

I.7 PROGRAM PILIHAN

Gbr 1. 7 Produk-produk pilihan yang akan dilatihkan di Miangas oleh Kelompok 6 (dok. Wiko-CMT)

I.8 ALASAN PEMILIHAN PROGRAMSebagaimana telah dipaparkan di bagian awal proposal bahwa tanaman kelapa memiliki beraneka ragam manfaat yang terkandung di dalam hampir seluruh bagian tanaman. Namun dalam proposal ini hanya ada 3 program pelatihan budidaya yang akan dilakukan oleh kelompok kami. Hal ini dikarenakan adanya beberapa kendala dalam optimalisasi tanaman kelapa secara penuh dalam kegiatan K2N UI 2009 ini, yaitu:1. Durasi kegiatan K2N UI 2009 yang singkat, yaitu hanya sekitar 30 hari sehingga budidaya

tanaman secara keseluruhan pada setiap bagiannya sulit untuk dilakukan dalam rentang waktu yang sedemikian.2. Aspek program berkelanjutan yang diupayakan oleh kelompok sehingga produk-produk

kelapa yang dirasa akan mampu dibudidayakan secara berkelanjutan oleh masyarakat Miangas dengan melihat kondisi sosial dan ekonomi setempat merupakan program yang kami utamakan.3. Prinsip sesederhana mungkin, murah, dan dapat terjangkau oleh setiap penduduk yang

kelompok kami tonjolkan sehingga budidaya yang dilatihkan tidak menyulitkan masyarakat dan mampu dilakukan di dalam pulau tanpa harus mencari bahan baku ke luar.4. Banyak produk budidaya kelapa yang memerlukan bahan dasar yang tidak ditemukan di

Pulau Miangas sehingga produk-produk tersebut kami rasa kurang sesuai dengan prinsip-prinsip yang kami usung di atas.

B A B I P E N D A HU LU A N

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 13

I.9 RANCANGAN ANGGARAN

LAPORAN AKHIR K2N UI 2009 MIANGAS

BAB II DESKRIPSI PROGRAMII.1 MASA PRA-KEBERANGKATAN (8 Juni-14 Juli 2009)Meskipun keberangkatan dilakukan pada tanggal 14 Juli 2009, proses pembekalan dan pemantapan program Kuliah Kerja Nyata (K2N) UI 2009 Miangas sudah dimulai sejak tanggal 8 Juni 2009. Ada beberapa hal krusial yang dilakukan oleh kelompok 6 pada periode pra keberangkatan ini di antaranya kunjungan ke beberapa lembaga penelitian budidaya kelapa dan eksperimen yang dilakukan secara mandiri terhadap produk-produk pilihan.

Gbr 2. 1 Pohon Kelapa di Pulau Miangas (dok. Banu-CMT)

A. Virgin Coconut Oil (Minyak Kelapa Murni)Pada pembagian tugas besar kelompok yang diberikan pada hari pertama pembekalan Kuliah Kerja Nyata (K2N), kelompok kami mendapatkan program utama pemberdayaan optimalisasi pohon kelapa. Berdasarkan masukan salah satu dosen pembimbing, Ibu Sri Murni, salah satu produk yang dapat dikembangkan dari pohon kelapa adalah minyak kelapa murni atau virgin coconut oil (VCO). Masukan tersebut menjadi ide yang berharga bagi kami untuk kemudian ditindaklanjuti dengan mencari informasi pada literatur baik yang berasal dari kepustakaan maupun materi dunia maya. Setelah memperoleh banyak materi mengenai budidaya kelapa, khususnya proses pengolahan kelapa menjadi VCO, kami menilai bahwa produk VCO memiliki prospek yang baik untuk diperkenalkan kepada warga Pulau Miangas. Pertimbangan tersebut didasarkan:

Teknologi pengolahan yang sederhana sehingga sangat dimungkinkan untuk diterapkan warga Miangas, mengingat sulitnya memperoleh peralatan yang bersifat padat modal.

Proses pengolahan yang sangat mudah dan cepat, mengingat keterbatasan waktu yang kami miliki untuk menguasai proses pengolahan suatu produk maupun untuk menyosialisasikannya di Miangas.

Page 15

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Nilai jual yang tinggi dengan biaya produksi yang sangat rendah. Khasiat yang dimiliki oleh VCO bervariasi dan bermanfaat bagi kehidupan harian masyarakat, sebagai contoh untuk kecantikan, kesehatan, dan obat.

Keberadaan informasi yang melimpah tentang pembuatan VCO yang menggunakan berbagai metode. Selain itu, untuk memperoleh hasil yang maksimal dari pembuatan VCO, kami

melakukkan pencarian informasi di Institut Pertanian Bogor; dua kali percobaan pembuatan VCO di Depok; kunjungan ke Laboratorium Perikanan dan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian dan Teknologi Pangan (Faperta), Universitas Padjadjaran Bandung; berkonsultasi kepada beberapa dosen Kimia Fakultas MIPA UI; serta berdiskusi masalah pemasaran produk olahan kelapa dengan UKM Center Fakultas Ekonomi UI. Berikut narasi beberapa kegiatan yang kami lakukan sebelum keberangkatan kami ke Pulau Miangas

A.1 Uji Coba Pembuatan ProdukA.1.1 Percobaan I Waktu pelaksanaan Tempat : Rabu, 17 Juni 2009 : Kosan Zaenal Arifin (Kukusan Teknik-Depok)

Kehadiran : Zaenal Arifin, Agus Sarwiko, Rm Ghamal Satya, Nurul Ain S., Nurindah L. Maghfirah, Jenny Maria Doan, dan Siti Tenricapa. Sedangkan Yesmar Banu, Teguh Iman M., dan Ratu Ayu Asih K.P. berhalangan hadir. Penyediaan alat dan bahan yang kami lakukan pada percobaan pertama ini adalah sebagai berikut : Alat :

Wadah transparan Saringan Mixer Tisu

Bahan :

Kelapa parut (900gr) Air (450 ml) Ragi Daun pepayaGbr 2. 2 Pembuatan santan kelapa yang akan dijadikan VCO pada percobaan I (dok. Nhuwi-CMT) Gbr 2. 3. Santan didiamkan dalam toples/wadah plastic (dok. Nhuwi-CMT)

Page 16

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Cara Pembuatan: VCO dengan mixer (tanpa pemicu fermentasi) :

Campur kelapa parut dengan air dengan perbandingan 3 : 1 atau (400 gr parutan kelapa : 133 ml air) Remas-remas dengan kuat, kemudian peras dan saring sehingga menghasilkan santan kental, tunggu sampai 1jam Mixer santan kental tersebut selama 25 menit Taruh santan tersebut dalam wadah transparan, kemudian diamkan selama 10 jam Setelah 10 jam, pada santan tersebut terdapat tiga lapisan. Ambil bagian teratas (lapisan yang bening), kemudian disaring dengan tisu Hasil saringan tersebut adalah minyak kelapa murni (VCO) Catat dan dokumentasi hasil uji coba

VCO dengan ragi sebagai pemicu fermentasi :

Campur kelapa parut dengan air dengan perbandingan 2 : 1 atau (400 gr parutan kelapa : 200 ml air) Remas-remas dengan kuat, kemudian peras dan saring sehingga menghasilkan santan kental Masukan ragi yang sebelumnya telah diberi air secukupnya dan telah didiamkan selama satu jam Taruh santan tersebut dalam wadah transparan, kemudian diamkan selama maksimal 48 jam Setelah 48 jam, pada santan tersebut terdapat tiga lapisan. Ambil bagian teratas (lapisan yang bening), kemudian disaring dengan tisu Hasil saringan tersebut adalah minyak kelapa murni (VCO) Catat dan dokumentasi hasil uji coba

Gbr 2. 4. Santan ayang akan dijadikan VCO (dok. Nhuwi-CMT)

Gbr 2. 5. 3 Jenis VCO yang diuji cobakan pada percobaan Kelompok 6 yang pertama (dok. Nhuwi-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 17

VCO dengan enzim papain (dari daun pepaya) sebagai pemicu fermentasi :

Campur kelapa parut dengan air dengan perbandingan 3 : 1 atau (400 gr parutan kelapa : 133 ml air) Remas-remas dengan kuat, kemudian peras dan saring sehingga menghasilkan santan kental, tunggu sampai 1jam, terdapat dua bagian lalu diambil bagian yang teratas (krim). Pisahkan bagian tersebut (krimnya) kedalam wadah transparan Masukkan cacahan daun papaya yang telah diiris kasar ke dalam krim tersebut Aduk-aduk sampai rata kemudian diamkan selama 20 jam Setelah 20 jam, pada santan tersebut terdapat tiga lapisan. Ambil bagian teratas (lapisan yang bening), kemudian disaring dengan tisu Hasil saringan tersebut adalah minyak kelapa murni (VCO) Catat dan dokumentasi hasil uji cobaAda sebuah cerita.cerita zaman dahulu...Ada si Raja Ular yang besar-besar Lagu Si Raja Ular, ciptaan Opa Max

Percobaan pertama tersebut dilakukan dengan pengetahuan yang kami peroleh dari beberapa studi literatur dan hasil berdiskusi dengan teman dari Jurusan Kimia FMIPA UI. Hasil yang diperoleh cukup baik, terdapat perbedaan hasil yang diperoleh dari ketiga jenis percobaan. Percobaan yang menggunakan mixer sebagai pengocok, menghasilkan VCO dengan kejernihan yang paling baik dibandingkan dua VCO yang dihasilkan dengan metode lainnya. Metode peragian menghasilkan VCO yang agak keruh, sedangkan menggunakan enzim papain menghasilkan VCO yang berwarna hijau. Namun, bila dibandingkan dari segi rasa, VCO yang menggunakan enzim papain memiliki rasa yang lebih lezat dibandingkan VCO yang dihasilkan metode lain.

A.1.2 Percobaan II Percobaan kedua kami lakukan kembali setelah kami melakukan konsultasi dan kunjungan di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Berdasarkan diskusi dengan asisten laboratorium dan dosen Unpad, kami mencoba pembuatan VCO tanpa pemicu apapun dimana proses pembuatannya sangat sederhana yaitu santan yang telah dibuat dengan perbandingan kelapa dengan air adalah 2:1 kemudian langsung didiamkan, hanya saja waktu yang dibutuhkan jauh lebih lama yaitu sekitar 2 hari atau 48 jam. Untuk lebih jelasnya, penjelasan secara rinci terdapat dibawah ini : Waktu pelaksanaan Tempat : 6 Juli 2009 : Kosan Zaenal Arifin (Kukusan Teknik-Depok)

Kehadiran : Agus Sarwiko, Zaenal Arifin, Yesmar Banu, Teguh Iman M., Rm Ghamal Satya, dan Ratu Ayu Asih K.P. Sedangkan Jenny Maria Doan, Siti Tenricapa. Nurul Ain S., dan Nurindah L. Maghfirah berhalangan hadir

Page 18

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Penyediaan alat dan bahan yang kami lakukan adalah sebagai berikut : Alat :

Wadah transparan Saringan Botol Selang TisuGbr 2. 6. VCO hasil uji coba ke-II (dok. Indah-CMT)

Bahan :

Kelapa parut (900gr) Air (450 ml)

Gbr 2. 7. Tabung VCO hasil karya Zaenal Arifin (dok. Tipa-CMT)

Cara Pembuatan VCO tanpa pemicu:

Campur kelapa parut dengan air dengan perbandingan 2 : 1 atau (400 gr parutan kelapa : 200 ml air) Remas-remas dengan kuat, kemudian peras dan saring sehingga menghasilkan santan kental Taruh santan tersebut dalam botol yang bagian tutup botolnya telah diberi selang. Adapun fungsinya adalah agar pemisahan antara blondo-minyak-blondo-air dapat dengan mudah. Kemudian diamkan selama 48 jam dengan posisi botol terbalik Setelah 48 jam, pada santan tersebut terdapat lapisan blondo-minyak-blondo-air Lalu perlahan buka sumbat selang untuk melakukkan pemisahan minyak Minyak yang telah terpisah kemudian disaring kembali dengan menggunakan tisu Hasil saringan tersebut adalah minyak virgin (VCO) Catat dan dokumentasi hasil uji coba Proses pengamatan untuk percobaan kedua in menghasilkan VCO yang sangat bening. Berdasarkan hasil beberapa kali percobaan dengan menggunakan metode yang berbeda-beda, akhirnya kami menyepakatinya untuk menggunakan cara yang terakhir yaitu tanpa alat pemicu dan tanpa alat bantu pengocokan meskipun membutuhkan waktu sedikit lebih lama untuk diperoleh minyaknya dengan alat bantu inkubator sebagai alat untuk menjaga kestabilan suhu. Pertimbangan ini diambil karena metode pendiaman saja dinilai metode yang paling sederhana terutama untuk mengantisipasi keterbatasan alat dan bahan yang ada di Miangas.

...Itu si Raja Ular kawin Putri Sangiang...tinggal di Gunung Karang...di Gunung Batu Garuda...Oh Miangas, dahulu masih tersambung...mengapa jadi putus menjadi dua pulau...Yakni Miangas yang besar...Tanjung Wora yang kecil Lagu si Raja Ular, ciptaan Opa Max

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 19

A.2 Kunjungan dan KonsultasiA.2.1 Kunjungan ke UKM Center Fakultas Ekonomi UIWaktu pelaksanaan Tempat Kehadiran : Kamis, 22 Juni 2009 (13.30 15.00 WIB) : Kampus FEUI Depok : Agus Sarwiko, Yesmar Banu, Teguh Iman M., Rm Ghamal Satya, Jenny

Maria Doan, dan Siti Tenricapa. Sedangkan Zaenal Arifin, Nurul Ain S., Nurindah L. Maghfirah, dan Ratu Ayu Asih K.P. berhalangan hadir Kunjungan kami kali ini bertujuan untuk mencari informasi dan rekomendasi terkait usaha kecil dan menengah yang telah menjalankan usaha produk turunan kelapa khususnya untuk VCO, briket dan nata de coco. Di UKM Center, kami bertemu dengan Bapak Nursalim dari Divisi Kredit. Berdasarkan penuturan Beliau, sejauh ini di sekitar Depok belum ada UKM yang berada di bawah binaan UKM Center yang bergerak dalam pengolahan produk VCO, briket atau nata de coco. UKM yang ada baru bergerak pada pengolahan kerajinan tangan dari sabut maupun tempurung kelapa. Adapun sebuah UKM yang dibina dan bergerak dalam pengolahan briket berada di wilayah Jawa Tengah. Walaupun tujuan utama kami tidak tercapai, kami akhirnya berdiskusi mengenai masalah pemasaran yang biasanya dihadapi industri kecil dan menengah. Menurut Beliau, ada tiga permasalahan utama yang harus diperhatikan terutama dalam hal pemberdayaan masyarakat melalui usaha kecil dan menengah. Masalah tersebut adalah apakah masyarakat dapat mendapatkan manfaatnya, kedua bagaimana menghubungkan dengan sektor perusahaan, dan ketiga bagaimana memperoleh akses pemerintah. Permasalahan apakah masyarakat dapat memperoleh manfaat dari produk yang ditawarkan dapat diatasi dengan pendekatan yang intensif kepada masyarakat tersebut. Masyarakat dapat diperkenalkan dengan perbandingan biaya yang dikeluarkan dengan keuntungan yang diperoleh bila usaha tersebut konsisten dan berhasil dijalankan. Permasalahan kedua dan ketiga dapat diatasi dengan cara menghubungkan dengan Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, maupun Kadin atau bisa melalui perwakilan instansi tersebut di daerah tujuan. Hal yang menjadi fokus perhatian adalah diharapkan instansi-instansi tersebut dapat membantu usaha kecil yang dibangun masyarakat dalam hal pemasaran produk, promosi produk, pengurusan legalitas produk seperti hak kekayaan intelektual, bahkan lebih lanjut lagi produk yang dihasilkan dapat menjadi produk unggulan wilayah.

Page 20

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Beliau memberikan sedikit arahan bahwa untuk mewujudkan itu semua, setidaknya ada beberapa tahap yang harus dilakukan.

Realisasikan program yang direncanakan. Praktekkan program di hadapan masyarakat dan perkenalkan manfaatnya. Perkenalkan produk ke dinas terkait. Buatkan semacam proposal atau gambaran untuk mendukung produk yang telah dihasilkan masyarakat. Tahap yang paling krusial di sini adalah apakah kita dapat meyakinkan masyarakat akan

manfaat yang akan diperoleh. Sedangkan tahap berikutnya akan menghadapi masalah yang bersifat birokratis dan dapat diatasi melalui pendekatan terhadap orang yang dihormati. Hal terakhir yang disampaikan beliau adalah selain dengan otoritas daerah, usaha masyarakat yang terbentuk dapat juga dihubungkan dengan badan usaha milik negara karena biasanya perusahaan-perusahaan tersebut memiliki dana pengembangan masyarakat sebesar 5% yang disisihkan dari keuntungan bersihnya. Pendekatan dapat dilakukan sebelum kami berangkat ke daerah tujuan ataupun setelah kami menilai bahwa usaha yang dibentuk dapat berjalan untuk tujuan pengembangan.

A.2.2 Kunjungan ke Fakultas Pertanian dan Teknologi Pangan Universitas PadjadjaranWaktu Tempat : 3-4 Juli 2009 : Fakultas Pertanian Jurusan Teknik Pertanian UNPAD dan Laboratorium Perikanan dan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian

Pukul 07.30 kami sudah siap berangkat menuju UNPAD. Pukul 10.00 kami tiba di UNPAD dan disambut oleh Kemal, salah satu mahasiswa di UNPAD jurusan Teknologi Industri Pangan, Fakultas Teknologi Industri Pertanian. Kami kemudian dipertemukan dengan Bapak Bambang Nurhadi, STP., MSc yang merupakan spesialis teknologi industri pangan di UNPAD. Beliau berkenan memberikan penjelasan tentang VCO dan proses pengolahan VCO yang baik. Pada tahun 2000 dan 2008 mengenai VCO. Hasil dari penelitian tersebut cukup mengagumkan, yaitu VCO yang telah dikembangkan sebagai Gbr 2. 8. Berfoto bersama Pak Bambang di sirup dan minuman ringan dengan menghilangkan rasa minyaknya. UNPAD (dok. Khemal) Sehingga, VCO dapat dikonsumsi masyarakat dengan lebih nikmat.

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 21

Bahan yang dicampurkan dalam VCO tersebut pada dasarnya cukup sederhana yaitu gom arab, perisa makanan dan sedikit pewarna. Beliau juga memberitahukan ciri-ciri VCO yang baik: tidak berbau tengik, beraroma kelapa Sedangkan untuk pengemasan, kemasan yang baik untuk VCO pun adalah botol kaca baru dan steril (yang belum pernah digunakan sebelumnya untuk menghindari terkontaminasi dari zat lain), berwarna dan transparan (tidak putih bening) seperti kemasan produk minuman energy yang beredar di pasaran. Setelah sholat Jumat dan makan siang, kami mengunjungi Laboratorium Perikanan dan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian UNPAD dan bertemu dengan Bapak Adi, Asisten Laboratorium Fakultas Pertanian UNPAD. Beliau menjelaskan hal-hal yang bersifat teknis mengenai pembuatan VCO. Di sini kami memperoleh pengetahuan mengenai pembuatan VCO yang paling sederhana. Beliau memaparkan mengenai mengenai sifat rantai VCO, bersifat rantai sedang dan memiliki titik didih rendah. Sehingga VCO tidak boleh terkena panas berlebih karena dapat merusak kombinasi rantainya dan dapat menghilangkan khasiat dari VCO itu sendiri. VCO juga tidak boleh ditempatkan pada suhu yang terlalu rendah karena dapat mengakibatkan kebekuan sementara. Suhu yang baik untuk VCO adalah suhu kamar, antara 25C-27C. Selain itu beliau juga menerangkan mengenai proses pemecahan rantai VCO secara sederhana dengan proses pendiaman selama 2 hari. Metode inilah yang akan kami gunakan untuk pelaksanaan K2N di Miangas nanti.

A.2.3 Kunjungan ke Dosen Fakultas MIPA UIUntuk memperkuat informasi dan menguji hasil VCO yang telah kami hasilkan. Kunjungan kami ke MIPA kali ini bertemu dengan Bapak Imam, salah seorang staf pengajar Departemen Biologi. Awalnya kami ingin berdiskusi mengenai VCO dan nata de coco. Ternyata Beliau hanya menguasai proses pembuatan nata de coco. Menurut Beliau, sebaiknya produk nata de coco tidak dimajukan saat ini kepada masyarakat, karena

Nata de coco membutuhkan waktu yang cukup lama hingga diperoleh produknya. Nata de coco memiliki tingkat kesulitan yang cukup tinggi sehingga dikhawatirkan akan menjadi beban bagi warga yang menerima informasi. Proses pembuatan nata de coco membutuhkan suhu udara yang pas, dan tampaknya suhu di Miangas kurang tepat untuk pembuatan nata de coco.

Selain mengenai nata de coco, beliau pun banyak memberikan masukan mengenai produk turunan apa saja yang dapat diperkenalkan dari pohon kelapa bagi warga Miangas. Selain VCO dan briket, beliau menyebutkan produk-produk kerajinan dari tempurung dan sabut kelapa, cocopeat sebagai media menanam anggrek, dan media pembudidayaan jamur kuping menggunakan batang pohon kelapa. Kami menindaklanjuti saran beliau dengan mencari informasi lebih lanjut atas produk yang disarankan. Untuk cocopeat tidak mungkin diperkenalkan walaupun memiliki nilai jual yang sangat tinggi, tetapi waktu pengolahannya sangat lama yaitu mencapai 6 bulan. Sedangkan untuk media budidaya jamur menjadi salah satu produk yang ingin diperkenalkan dengan catatan setelah mengetahui kondisi suhu Miangas secara langsung.

Page 22

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Hal terakhir dari diskusi kami dengan Bapak Imam adalah Beliau menekankan bahwa kami harus dapat memberikan penjelasan yang dapat membuat masyarakat setempat memahami manfaat yang diperoleh atas apa yang kami tawarkan. Setelah mereka memahami manfaatnya hal krusial lainnya yang perlu diperhatikan adalah bagaimana memastikan keberlanjutan program, di sini kami disarankan untuk membantu dengan membuatkan proposal pendukung untuk diajukan kepada program pemerintah seperti PNPM Mandiri. Setelah itu, kami mencoba untuk bertemu dengan salah seorang guru besar FMIPA UI yang menguasai pembuatan VCO, sayangnya beliau tidak ada di tempat. Kemudian kami menuju Laboratorium Kimia, FMIPA UI untuk menguji produk VCO kami. Sayangnya di laboratorium tersebut tidak bisa dilakukan untuk pengujian bahan pangan karena lebih berorientasi untuk menguji bahan keperluan industri. Namun, kami mendapatkan rekomendasi bahwa pengujian bahan pangan dapat dilakukan di Balai Pengujian Produk Pangan di Institut Petanian Bogor. Kami pun mendapatkan informasi bahwa untuk pengujian kadaluarsa produk dapat kami lakukan sendiri dengan menunggu hingga VCO yang kami buat berubah karakteristik dasarnya.

B. Kecap Air KelapaSebelum keberangkatan, yaitu pada masa pembekalan (8 Juni-6 Juli 2009), kami melakukan berbagai penelusuran tentang budidaya kelapa. Penelusuran kami terutama melalui dunia maya. Dari penelusuran tersebut kami mendapatkan beberapa pengetahuan baru terkait budidaya kelapa, antara lain cuka, briket, karpet, bahan pengisi jok mobil, shampoo, kecap, dll. Dari keseluruhan olahan kelapa yang kami dapatkan, ada 3 produ Dari keseluruhan olahan kelapa yang kami dapatkan, ada 4 produk kelapa yang kami ajukan sebagai program utama, yaitu VCO, kecap manis/asin, gula kelapa dan briket. Menurut Standar Industri Indonesia (SII No. 32 th 1974), kecap adalah cairan kental yang mengandung protein yang diperoleh dari rebusan kedelai yang telah diragikan dan ditambahkan gula, garam serta rempah-rempah. Keuntungan pembuatan kecap dari air kelapa antara lain prosesnya lebih cepat dan lebih mudah daripada pembuatan kecap dari kedelai. Dipilihnya kecap sebagai salah satu program utama yang akan kami lakukan di Miangas dikarenakan beberapa hal, yaitu :

Kami menilai selama ini kecap yang beredar di masyarakat merupakan hasil olahan dari kacang kedelai, yang masih merupakan komoditas impor, sehingga dengan

mensosialisasikan kecap dari air kelapa dapat membantu mencari alternatif pengurangan konsumsi kacang kedelai.

Air kelapa yang digunakan dalam pembuatan kecap adalah air kelapa tua. Air kelapa tua

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 23

selama ini jarang digunakan. Pemanfaatan air kelapa lebih banyak didominasi oleh kelapa muda, yang digunakan sebagai minuman. Dengan adanya kecap dari air kelapa tua ini, maka kita dapat memberi nilai tambah lain pada air kelapa tua.

Kecap merupakan salah satu penambah cita rasa masakan yang banyak digunakan di Indonesia. Melihat pada kebiasaan orang Indonesia yang menyukai rasa manis, di samping pedas, serta merakyatnya masakan nasia goreng, yang menggunakan kecap sebagai penambah rasa, maka keberadaan kecap haruslah diperhitungkan. Harga kecap di pasaran yang tergolong tinggi dapat teratasi apabila kita dapat membuat sendiri kecap yang akan kita gunakan.

Melimpahnya kelapa di Miangas merupakan modal tersendiri bagi perekonomian pulau tersebut. Selama ini, kelapa lebih banyak dimanfaatkan untuk kopra serta minyak kelapa. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa kecap air kelapa masih jarang ditemui, maka potensi Miangas sebagai suatu sentra pembuatan kecap air kelapa, yang dapat menjadi salah satu produk unggulan pulau tersebut.

Sebisa mungkin kami mencari program utama yang tidak berbenturan dengan program kelompok lain. Selain maksimalisasi budidaya kelapa, terdapat pula kelompok makanan ringan, kerajinan tangan, serta tata rias yang kemungkinan besar juga akan memanfaatkan kelapa. Oleh karenanya, kami mencari olahan lain dari kelapa yang mungkin tidak akan dipakai kelompok-kelompok tersebut. Maka, lahirlah 3 program utama kami yaitu VCO, kecap dan briket. Akan tetapi, kami tetap melakukan koordinasi dengan kelompok tersebut berupa pemberian informasi terkait segala olahan kelapa, yang kami lakukan pada saat pembekalan.

Pengadaan bahan-bahan. Kecap air kelapa kami pilih karena kemudahan pengadaan bahan-bahan yang digunakan. Memang, di dalam berbagai sumber yang kami peroleh, pembuatan kecap air kelapa menggunakan keluwek, pehkak, serta bubuk kedelai. Akan tetapi, pada uji coba yang kami lakukan, ternyata hasilnya juga tetap memuaskan. Hal ini dapat dipahami karena kegunaan keluwek hanya untuk menghitamkan, yang sebenarnya juga akan hitam karena kecap tersebut menggunakan gula merah. Pehkak, digunakan dalam skala kecil, yaitu 3 butir kelopak bunganya, sebagai pengharum. Sementara bubuk kedelai, sekitar 200 gram saja, dan tanpa menggunakannyapun akan tetap menghasilkan kecap. Oleh karena adanya alternatif pengurangan bahan baku namun tidak berdampak besar tersebut, maka kami memutuskan kecap sebagai salah satu program unggulan kami.

Page 24

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Berdasarkan literatur yang kami dapat, yaitu dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) serta penelusuran di dunia maya, maka alur proses pembuatan kecap air kelapa adalah sebagai berikut : Bahan:

Air kelapa tua 2 liter Gula merah 800 gram atau sesuai selera Kedelai bubuk 200 gram (2 ons) Keluwak 120 gram Laos 40 gram Bawang putih 30 gram Sereh 4 batang Daun salam 4 lembar Vetsin 10 gram Pengawet/ natrium benzoat 0,4 gram (0,2%) Pehkak 6 gram Kemiri 20 gramGbr 2. 9. Bahan-bahan pembuatan kecap yang kami siapkan ketika melakukan uji coba I (dok. Nhuwi-CMT)

Alat:

Wajan/panci garing tengah 20 cm 1 buah Tampah/nyiru dan anyaman bambu 1 buah Sendok pengaduk dan kayu 1 buah Kompor 1 buah Saringan plastik garis tengah 20 cm 1 buah Botol kecap isi 600 ml 2 buahGbr 2. 10 Kecap hasil uji coba I (dok. WikoCMT)

Cara Pembuatan:

Pehkak disangrai, kemudian digiling halus Selanjutnya keluwak dan kemiri dihaluskan Air kelapa disaring dari sisa sabut kelapa dan kotoran lainnya, masukkan ke dalam wajan yang telah disiapkan. Masukkan ulekan gula merah, ulekan bawang putih, kedelai bubuk 9hasil proses penjamuran), keluwak, kemiri pehkak dan wijen, kemudian dimasak hingga warnanya berubah menjadi kekuning-kuningan dan mulai kental.

Sereh dan laos dipipihkan, daun salam dan vetsin dimasukkan ke dalam wajan Panaskan terus di atas kompor dengan api kecil sambil diaduk selama kurang lebih 2 jam, hingga warna larutan berubah menjadi hitam dan kental. Setelah itu angkat dari kompor dan

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 25

dinginkan

Supaya tahan lebih lama, ke dalam kecap bisa ditambahkan natrium benzoat Selanjutnya disaring dan dimasukkan ke dalam botol yang bersih dan steril. Untuk mendapatkan botol yang steril bisa dilakukan dengan cara merebus botol dalam wajan berisi air hingga mulut (terendam) selama kurang lebih 15 menit dan keringkan dengan posisi mulut botol di bawah.

Kecap manis dan air kelapa siap digunakan atau dipasarkan.

Cara lain: (tanpa kedelai) Bersihkan air kelapa dari kotoran dengan menyaringnya. Tuangkan air kelapa ke dalam panci kemudian rebus Tambahkan bumbu-bumbu yang telah halus sambil diaduk-aduk Biarkan adonan tersebut panas diatas kompor sampai berwarna coklat tua dan menimbulkan

bau sedap Jika adonan sudah kelihatan masak segera diangkat dan dinginkan

Biarkan kotoran mengendap dan kemudian saring Agar kecap dapat bertahan lama maka dapat diberikan pengawet seperti asam benzoat sebanyak 0,02% untuk setiap liter kecap

Kemas dalam botol yang telah disterilkan.

Gbr 2. 11 Kedelai yang dijemur pada uji coba I (dok. Nhuwi-CMT)

Gbr 2. 12 Bahan-bahan yang dipergunakan untuk membuat kecap pada uji coba I (dok. Nhuwi-CMT)

Page 26

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Secara sistematis, proses pembuatan kecap tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.Persiapan Fermentasi Kacang Kedelai

Perendaman Kedelai selama 12 (dua belas) jamTiriskan/Keringkan

Difermentasi selama 3 hari pada suhu kamar

Direndam dalam larutan garam 20% selama 1 minggu

Persiapan Bumbu

Pemasakan I selama 3 jam (Kedelai 400 gr + 5 ltr air

Penyaringan Hasil Penyaringan I dimasukan larutan gula dan Bumbubumbu

Pemasakan II selama 1 jam

Kecap Manis Air Kelapa Penyaringan II

Dikemas dalam Botol

Gambar 7. Skema proses pembuatan Kecap dari Air Kelapa Sumber: Dikutip dari hasil penelitian yang dikeluarkan oleh Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTT Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, ditulis oleh Don Bosco Meke et al., Gelar Teknologi Penanganan Pasca Panen Komoditas Pertanian Unggulan Daerah Kabupaten Ende (Penanganan Pasca Panen Kelapa)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 27

Adapun pada masa pembekalan tersebut, kelompok kami telah melakukan berbagai percobaan pembuatan kecap. Percobaan tersebut kami lakukan guna menilai kelayakan serta uji coba praktek agar kami semakin mahir nantinya dalam mensosialisasikan program kecap ini kepada masyarakat di Miangas. Pada percobaan pertama, kami membuat kecap sekaligus VCO. Percobaan pertama tersebut dapat dikatakan tidak sempurna, karena kecap yang kami buat justru menjadi karamel. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kedelai yang dipakai seharusnya adalah kedelai bubuk. Kami membeli biji kedelai, karena takut percuma, maka kami merendam biji kedelai dengan air panas, lalu dijemur sebentar. Selanjutnya mengupas kulitnya dan menumbuknya menjadi bubuk. Proses pengeringan biji kedelai sampai menjadi bubuk yang seharusnya memakan waktu 3 hari, kami persingkat menjadi kurang lebih 2 jam. Hasilnya, gagal total. Selain karena salah menggunakan kedelai, juga karena waktu memasak yang terlalu lama sehingga kecap justru mengeras dan menjadi karamel. Percobaan kedua dilakukan 3 hari kemudian. Percobaan kedua ini tidak menggunakan bubuk kedelai. Alasannya, berdasarkan informasi yang kita dapat dari BPS, di Miangas tidak terdapat data mengenai tanaman kacang-kacangan. Oleh karenanya, sebisa mungkin kami meminimalkan penggunaan bahan-bahan yang sukar didapat. Akan tetapi, keluwek dan pehkak tetap kami pakai karena kami belum tahu alternatif penggantinya. Percobaan kedua ini berjalan sukses. Kecap yang dihasilkan sesuai dengan keinginan dan rasanya memang seperti kecap, walaupun oleh beberapa teman dikatakan terlalu manis. Hasil percobaan ini kami bawa ke Miangas sebagai sampel.

Cara Pembuatan Kedelai BubukKedelai bubuk dapat dibuat dengan dua cara: 1. Dari bahan tempe beli yang bermutu dipasar, bisa dilihat dari bau wangi khas tempe dan kedelai yang kompak terbalut dengan jamur di sekelilingnya. Selanjutnya tempe tersebut diiris tipis dan dijemur hingga kering. Kemudian tempe dihaluskan/ digiling dan diayak. 2. Proses penjamuran kedelai rendam sebanyak 1 kg kedelai dengan 3 liter air dingin/ mentah selama 1 malam. Setelah itu dicuci dengan air dingin hingga kulit kedelai mengelupas. Selanjutnya ditambah air 3 liiter dimasak selama 1 jam, angkat dari kompor, buang airnya dan tiriskan dengan saringan pelastik. Selanjutkan dihamparkan di nyiru, lalu tutup dengan nyiru lain dan simpan selama 3 hari. Setelah 3 hari akan terbentuk kedelai berjamur seperti tempe lalu dijemur sampai kering. Giling tempe kering dan diayak dengan saringan plastik hingga menjadi bubuk kedelai.

Gbr 2. 13 Kecap kelapa manis yang dibuat pada uji coba I dan dibawa ke Miangas sebagai sampel (dok. Indah-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 28

C. Briket Tempurung KelapaUntuk pemantapan program briket ini kami melakukan beberapa tahap untuk pendalaman pengetahuan tentang briket yaitu studi literatur, konsultasi dengan dosen lingkungan dan melakukan beberapa kali percobaan pembuatan briket arang batok kelapa di halaman rumah kost salah satu anggota kelompok kami dan mendesain serta membuat alat yang berfungsi untuk mencetak dan mengepres arang batok kelapa sehingga menjadi briket . Studi literature yang kami lakukan adalah mencari informasi tentang briket melalui beberapa media yaitu internet dan buku-buku teknologi terapan. Dari studi literature tersebut kami mulai mengerti apa itu briket, fungsi dan kegunaan serta proses pembuatannya. Dari studi literature itu juga kami mengerti bahwa pulau miangas memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan menjadi industri pembuatan briket mengingat di pulau tersebut tersedia bahan baku berupa batok kelapa yang sangat melimpah. Hal itu yang membuat kami semakin semangat untuk terus belajar tentang briket ini sehingga kami bisa mengajarkannya kepada msayarakat disana. Untuk menambah pengetahuan tentang briket kami juga melakukan konsultasi dengan salah satu dosen teknik lingkungan di departemen teknik sipil Universitas Indonesia yang sebelumnya pernah mengikuti pelatihan tentang pembuatan briket itu sendiri, yaitu Ir. Evi N.Z. Msc Beliau menjelaskan tentang proses pembakaran batok kelapa sehingga menjadi arang briket serta menjelaskan tentang material yang digunakan sebagai bahan perekat untuk mencetak arang menjadi briket. Setelah melakukan studi literatur dan konsultasi dengan dosen selanjutnya kami melakukan percobaan membuat arang dari batok kelapa dan pencetakan briket dengan skala kecil. Kalau dari literature disebutkan bahwa proses pembuatan arang ini menggunakan drum minyak tetapi dalam percobaan ini kami menggunakan kaleng cat tembok ukuran paling besar sedangkan untuk pencetakannya kami masih mencetaknya secara manual dengan menggunakan gelas plastik bekas. Untuk bahan-bahannya yaitu batok kelapa dan tepung kanji cukup mudah kami dapatkan di daerah depok. Awalnya kami sempat mengalami kesulitan saat pertama melakukan percobaan pembuatan arang, kesulitannya yang kami hadapi adalah api untuk membakar batok kelapa menjadi arang selalu padam sebelum batok kelapa menjadi arang, namun setelah kami melakukan analisa kami mengetahui penyebab padamnya api tersebut yaitu karena tidak adanya rongga udara diantara tum-

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 29

pukan batok kelapa, untuk mengatasi masalah ini kami membuat lubang di bagian bawah kaleng cat tersebut dan hasilnya seluruh batok kelapa dapat terbakar menjadi arang. Proses selanjutnya dalam percobaan pembuatan briket ini adalah penghancuran arang batok kelapa menggunakan martil sehingga menjadi serpihan arang, pencampuran dengan adonan dari tepung kanji serta pencetakan. Pada percobaan ini kami masih belum memiliki alat cetak dan alat pengepres sehingga briket yang kami hasilkan tidak padat, ringan dan permukaannya kasar. Kalau briket yang kami hasilkan kualitasnya seperti ini maka kami tidak yakin akan membuat masyarakat Miangas tertarik untuk mempelajari tentang briket tersebut, sehingga kami memutuskan untuk mendesain serta mengajukan anggaran ke panitia untuk membuat alat tersebut. Akan tetapi karena panitia baru menyetujui anggaran kami beberapa hari menjelang keberangkatan jadi kami baru bisa membuat alat tersebut di hari-hari akhir menjelang keberangkatan sementara barang-barang yang akan dibawa lewat kargo sudah harus masuk ke panitia karena itu kami membuat alatnya sesederhana mungkin agarnya beratnya masih cukup untuk bisa dibawa kedalam bagasi pesawat. Dan karena alat tersebut baru jadi sehari sebelum berangkat kami belum sempat mencobanya sehingga kami sempat khawatir apakah alat tersebut cukup bisa menghasilkan briket dengan kualitas yang baik atau tidak. Beberapa kendala yang kami temui selama proses pembekalan dan pemantapan program adalah program yang akan kami jalankan ini membutuhkan percobaan-percobaan agar kami benar -benar menguasai program tersebut dan bisa mendapatkan hasil yang baik untuk kemudian ajarkan kepada masyarakat sementara untuk melakukan percobaan-percobaan tersebut panitia tidak memfasilitasinya sehingga selama kami melakukan percobaan-percobaan untuk membuat briket ini kami harus mencari alat-alat dan bahannya sendiri.

Gbr 2. 14 Briket yang beredar di pasaran (dok. Ipin-CMT)

Gbr 2. 15 Desain alat press briket yang dirancang oleh Zaenal Arifin (kelompok 6 K2N UI Miangas) (dok. Ipin-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 30

D. Program Alternatif: Gula Kelapa dan Batang Kelapa sebagai Media Jamur KupingDi samping 3 program unggulan yang sudah dipaparkan di atas, kelompok kami juga mempersiapkan 2 program alternatif yang potensial untuk dilakukan pada K2N UI 2009 jika waktu dan kondisi memungkinkan. Dua program yang dipilih adalah pelatihan gula kelapa dan budidaya batang kelapa sebagai media tumbuh jamur kuping. Alasan dipilihnya dua program alternatif ini adalah:

Sebagai bahan pendukung pembuatan kecap kelapa, gula kelapa akan sangat bermanfaat. Kontinuitas produk dari gula kelapa kemudian mengalami pengolahan lebih lanjut sebagai kecap kelapa akan menambah nilai ekonomis kedua produk sekaligus meringankan biaya produksi. Harga jamur kuping yang cukup tinggi di pasaran dapat menjadi potensi ekonomi yang besar bagi masyarakat Miangas. Selain mudah dilakukan, budidaya jamur kuping ini tidak memerlukan biaya besar. Kedua program ini dijadikan program alternatif dan bukan program unggulan karena muncul prediksi awal bahwa program ini akan menemukan kendala yang cukup signifikan. Prediksi mengenai kendala-kendala yang mungkin dihadapi ini muncul berdasarkan riset dan konsultasi yang dilakukan kelompok kami dengan beberapa pihak serta keterbatasan waktu yang menyebabkan kedua program ini belum sempat diujicobakan.

Berdasarkan kunjungan kami ke Bapak Krisna Rubowo yang merupakan salah seorang ahli budidaya jamur kuping se-Indonesia, kami mendapat masukan bahwa budidaya jamur kuping di Pulau Miangas cukup sulit dilakukan karena kondisi iklim yang panas sedangkan jamur kuping memerlukan kondisi lingkungan yang lembab dan bersuhu sedang hingga rendah. Meskipun Bapak Krisna belum pernah ke Miangas, namun berdasarkan pengalamannya di Sulawesi Utara dan Kepulauan Talaud, budidaya jamur kuping akan sulit dilakukan. Selain itu bibit jamur kuping yang rencananya akan kami bawa ternyata dipusatkan di Bogor sehingga karena keterbatasan waktu dan transportasi, kami tidak sempat mengambil bibit tersebut. Untuk program gula kelapa sendiri kami tidak menemukan lembaga atau pihak yang cukup signifikan untuk berkonsultasi maupun memberikan kami pelatihan mengenai gula kelapa di wilayah Jabodetabek. Kendala waktu yang terbatas pula yang mengakibatkan kami tidak sempat belajar proses penyadapan nira kelapa yang merupakan proses tersulit dari pembuatan gula kelapa ini. Proses penyadapan sendiri memerlukan waktu kurang lebih 1 bulan untuk menghasilkan 1 kg gula kelapa. Hal tersebut sulit kami lakukan sehingga keputusan akhirnya adalah menjadikan kedua produk ini sebagai program alternatif dan kami mempersiapkan diri dengan membawa buku-buku serta bahan-bahan yang merangkum proses budidaya kedua produk tersebut. Harapan kami, meskipun tidak melakukan pelatihan namun kami dapat memberikan semacam rekomendasi kepada masyarakat mengenai produk kelapa lain yang mungkin dikembangkan di Miangas.

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 31

II.2 MASA K2N UI 2009 MIANGAS (17 JULI 17 AGUSTUS 2009)Pelaksanaan sesungguhnya program-program yang kami persiapkan dimulai ketika kami tiba di pulau yang selama ini kami nantikan, yaitu Pulau Miangas. Perjalanan selama 2 hari dengan menumpang pesawat Lion Air dan dilanjutkan dengan KRI Teluk Cendrawasih memberikan kesan tersendiri bagi kami. Kelelahan karena perjalanan terobati dan tergantikan dengan semangat yang membuncah ketika kami melihat Pulau Miangas dan warganya yang menyambut hangat di dermaga Pantai Lobbo. Masa K2N UI 2009 Miangas pun diawali pada tanggal, 17 Juli 2009

Gbr 2. 16 Kelompok 6 ketika hendak menaiki KRI Teluk Cendrawasih (dok. Thoha Khaled)

A. Orientasi Medan (17-19 Juli 2009)

Gbr 2. 17 Survei di tempat pengusaha kopra keluarga Awala Pane (dok. Banu-CMT) Gbr 2. 18 Survei ke Tatanan Sosial Masyarakat (Tansosmas) Wui Batu dan Bapak Lukas, pengusaha VCO di Miangas (dok. BanuCMT)

Berdasarkan kesepakatan jadwal dengan panitia, dalam 3 hari pertama keberadaan kami di Miangas adalah melakukan orientasi medan dan melakukan survei terutama tentang buah kelapa dan kondisi Pulau Miangas secara umum baik alam maupun masyarakat. Kondisi lapangan pulau Miangas memiliki penggunaan lahan untuk perkebunan laluga, pandan, dan kelapa yang menjadi sumber daya alam yang melimpah sedangkan untuk pemukimannnya memiliki luasan yang kecil. Metode yang kami terapkan untuk melakukan orientasi medan kali ini adalah observasi dan wawancara. Observasi kami lakukan terhadap keberadaan perkebunan kelapa dan pengolahan kelapa yang ada di Miangas. Hasil observasi lapangan adalah Miangas memiliki potensi perkebunan kelapa yang besar. Untuk melengkapi observasi yang kami lakukan, kami mewawancarai beberapa penduduk terutama tentang pemanfaatan dan pengolahan pohon kelapa oleh warga Miangas.

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 32

Berbasis pada sasaran program yang kami canangkan sejak masa pembekalan (lihat Bab I), pada periode orientasi medan ini ada beberapa pihak dan situs yang kami kunjungi yaitu: Pengusaha kopra (milik keluarga Awala Pase) Perkebunan kelapa (milik keluarga Awala Pase) Tansosmas Wui Batu (wawancara dengan ibu Laling selaku ketua lembaga) Pengusaha VCO (Bapak Lukas dan Ibu Rosana) Situs pembuatan arang batok kelapa (Pos Angkatan Laut)

A. 1 Informasi yang Diperoleh

Hampir setiap keluarga di Miangas memiliki kebun kelapa sendiri yang dimiliki berdasarkan hak waris secara turun temurun. Hal ini merupakan suatu potensi besar bagi Miangas apabila budidaya kelapa dapat berhasil sehingga membantu mensejahterakan penduduk di Miangas. Keunggulan kelapa di Miangas adalah tidak ada kelapa yang disuntik. Sebelum tiba di Miangas, kami memperoleh informasi bahwa kelapa di Miangas ada yang disuntik sehingga jika kita ingin mengambil buahnya harus bertanya terlebih dahulu. Ternyata, setelah survey dan wawancara, kami mengetahui bahwa kelapa di Miangas tumbuh dengan sendirinya, tidak disuntik sedikitpun. Hal ini dikarenakan hama kelapa yang ada di Miangas tidak banyak seperti yang ada di Bitung, sehingga tidak diperlukan penyuntikan. Sejauh ini warga Miangas telah memanfaatkan dan mengolah buah kelapa sebagai sapu lidi, bahan baku material (kusen, pintu, atap rumah, dan perabotan), minyak kelapa untuk menggoreng (minyak ini berbeda dengan VCO), arang batok kelapa (berbeda pula dengan briket), kopra, dan ampas dari parutan kelapa biasa digunakan oleh warga sebagai alat pancing untuk menangkap ketang kenari, sedangkan untuk air kelapa tua sendiri belum dimanfaatkan oleh warga Pemanfaatan kelapa sebagai produk ekonomi di Miangas terutama pada kopra dan minyak kelapa. Biasanya masyarakat memanen kelapa tua yang akan dijadikan kopra dalam jangka waktu 2-3 bulan sekali. Kopra, pada umumnya dijual secara perorangan oleh warga karena belum adanya suatu wadah koperasi yang menaungi bisnis ini. Harga termahal kopra tersebut ketika dijual di Bitung adalah Rp 4000/kg. Kopra tersebut kebanyakan dijual kepada salah satu perusahaan minyak goreng, yaitu Bimoli. Untuk minyak kelapa sendiri, selama ini warga Miangas lebih banyak menggunakan minyak kelapa untuk konsumsi pribadi, umunya sebagai minyak goreng. Untuk VCO, walau tergolong baru, akan tetapi telah ada warga yang pernah membuat serta memasarkan VCO ini ke luar pulau. Bapak Lukas serta Ibu Rosana (pasangan suami istri) pernah menjual VCO dan memasarkannya ke luar pulau, namun sudah berhenti sekitar 4 bulan lalu karena stok botol untuk pengemasan yang dimilikinya sudah habis. Botol tersebut sulit diperoleh di Pulau Miangas. Untuk memperolehnya, mereka harus memesannya dalam skala besar dari distributor yang ada di Lirung seharga Rp 2.500,- per botol. Botol-botol tersebut

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 33

merupakan botol yang diproduksi di Surabaya. Sejauh ini, produk VCO mereka sudah dipasarkan di Lirung melalui kantor Sinode Germite dengan harga jual berkisar Rp.60.000,hingga Rp 70.000,- per 60 ml. VCO hasil produksi mereka cukup disukai di daerah tujuan pemasaran hal tersebut dibuktikan dengan tingginya permintaan di Lirung dan siklus penjualan yang relatif cepat. Untuk briket, belum ada warga Miangas yang benar-benar menggunakan maupun mengembangkan briket sebagai produk ekonomi. Meskipun diketahui bahwa ada seorang bapak yang pernah membuat briket dan memasarkannya ke Filipina, namun hal itupun terhenti. Alasannya adalah briket yang dibuatnya mudah hancur selama berada di kapal, padahal penadah di Filipina hanya menerima briket yang utuh saja. Mayoritas masyarakat di sana menggunakan arang sebagai bahan bakar tungku dan biasanya arang tersebut hanya digunakan untuk kebutuhan pribadi, bukan untuk dijual, karena memang arang tidak memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Terkait program kecap, selama survey kami mendapatkan data bahwa masyarakat di Pulau Miangas belum mengetahui kegunaan air kelapa tua untuk dijadikan kecap. Selama ini, kelapa tua hanya digunakan untuk kopra saja, sementara airnya dibuang begitu saja. Selain itu, harga kecap per sachet mencapai harga Rp 1000. Padahal, di Jakarta, dengan harga yang sama, kita bisa mendapatkan 4 sachet kecap. Ketika kami mengemukakan wacana kecap dari air kelapa, antusias warga, terutama ibu-ibu, sangat besar. Padahal, selama pembekalan, kami menempatkan kecap sebagai program utama yang terakhir. Tetapi, antusias warga yang besar membuat kami bersemangat untuk menjadikan tidak hanya briket dan VCO, tetapi juga kecap sebagai produk unggulan dari Pulau Miangas. Gula kelapa juga bukan merupakan hal baru bagi warga Miangas. Dulu, banyak warga yang menyadap nira, akan tetapi hanya sedikit yang memprosesnya menjadi gula kelapa. Kebanyakan menyadap nira untuk digunakan sebagai saguwer (sejenis tuak). Tapi, ada seorang bapak bernama Ricardo yang memang dulu merupakan pembuat gula kelapa, namun sama seperti briket dan VCO, pembuatan gula kelapapun berhenti. Untuk media jamur kuping sendiri kami belum menemukan informasi berarti selama masa orientasi medan ini. Berdasarkan observasi terhadap berbagai afiliasi yang ada di dalam masyarakat, kami menemukan bahwa ada 8 kelompok pelayanan ibadah yang memiliki koordinasi kuat dan meliputi nyaris 100 persen dari warga Miangas yang mayoritas beragama Kristen Protestan.

Gbr 2. 19 Uji coba pembakaran briket di Pos AL (dok. Wiko-CMT)

Gbr 2. 20 Pemntapan kecap setiba di Pulau Miangas (dok. Banu-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 34

A. 2 Prospek dan Rencana Realisasi Program

Animo warga yang cukup positif yang kami tangkap ketika periode orientasi medan memantapkan optimisme kami untuk melaksanakan setiap tahapan program yang sudah kami canangkan sejak di Jakarta (lihat Bab I). Tidak ada perubahan dalam jadwal maupun mekanisme pelaksanaan program. Ketiga produk belum berkembang secara luas di masyarakat Miangas, sehingga peluang untuk menarik minat dan antusiasme warga terhadap program pelatihan cukup besar. Penyuluhan kelapa secara umum dan sosialisasi pelatihan positif akan dilaksanakan di Minggu I, tepatnya hari Jumat, 24 Agustus 2009. Dilanjutkan dengan pelatihan VCO di Minggu II, pelatihan kecap di Minggu III, dan briket di Minggu IV. Prospek positif ini kemudian kami respon dengan merencanakan strategi-strategi pelaksanaan program yang efektif. Ada beberapa hal yang kami cermati yaitu: 1. Ada beberapa metode pengerahan massa, yaitu pelatihan per kelompok pelayanan ibadah, pelatihan per lobo (gang di wilayah pemukiman Miangas), pelatihan diadakan 1 minggu sebanyak 2-4 kali, atau pelatihan diadakan 1 minggu 1 kali. Dari beberapa metode ini kami memutuskan menggunakan kelompok pelayanan ibadah dan pelatihan 1 minggu 1 kali untuk 1 program. Hal ini kami anggap sebagai metode yang paling efektif dalam pengerahan massa maupun koordinasi ketika dilakukan pengecekan hasil pelatihan. 2. Berlatih pembuatan VCO ala Pak Lukas dan Ibu Rosana untuk membandingkan kualitas sekaligus melihat metode pembuatan VCO mana yang lebih mudah dilakukan oleh masyarakat Miangas secara umum dan akan dilatihkan pada Minggu II 3. Melakukan uji coba briket dan observasi keunggulan briket dibandingkan arang batok kelapa yang sudah lebih umum dipergunakan warga Miangas agar lebih meyakinkan masyarakat akan potensi produk tersebut. 4. Membuat kecap untuk dijadikan sampel pada penyuluhan kelapa di Minggu I. Melakukan pemantapan kecap dan modifikasi agar bahan yang sulit diperoleh di Miangas dapat memiliki alternatif dan tidak mempengaruhi rasa maupun kualitas. 5. Rencana kedatangan Gubernur Sulawesi Utara kami manfaatkan sebagai momen sosialisasi produk sehingga kami mempersiapkan sampel produk yang cukup banyak.

Gbr 2. 21 Berlatih mencukur kelapa untuk VCO di rumah Pak Lukas (dok. Ghamal-CMT)

Gbr 2. 22 Berfoto di depan Pendopo Baru di sela -sela pelaksanaan program (dok. Jenny-CMT)

Gbr 2. 23 Penyambutan Gubernur Sulut (dok. Teguh-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 35

B. Pelaksanaan Program (20 Juli17 Agustus 2009) VCO Bapak Lukas dan Ibu RosanaTanggal 20 Juli 2009, kami melakukan percobaan pembuatan VCO di Pulau Miangas yang dibantu oleh Ibu Rosana dan Bapak Lukas. Percobaan ini dilakukan supaya saat diadakan penyuluhan kepada warga dapat berhasil dan kami mengetahui bagaimana kualitas kelapa yang ada di Pulau Miangas untuk digunakan sebagai bahan dasar oembuatan VCO. Percobaan yang kami lakukan bertempat di rumah Ibu Rosana. Peralatan yang dibutuhkan adalah alat cukur kelapa, alat ini berbeda dengan alat parutan kelapa yang biasa kita temukan di daerah Jawa; wadah atau baskom; dan saringan. Bahan utama yaitu kelapa tua telah tersedia, kelapa yang kami lakukan sebagai bahan percobaan adalah 3,5 buah kelapa tua. Dalam percobaan kali ini, kami mendapatkan kemudahan karena seluruh perlatan dan bahan yang kami butuhkan telah tersedia, sehingga hal yang kemudian kami lakukan adalah menyiapkan kelapa parut menggunakan alat cukur yang pertama kali kamu temui. Kami mencukur kelapa tersebut dengan susah payah karena belum terbiasa menggunakan alat tersebut, alhasil, proses pembuatan VCO kali ini membutuhkan waktu yang cukup lama, yakni diakhiri dengan proses pemerasan menjadi santan yang kami lakukan hingga pukul 19.30 WITA. Pada tanggal 21 Juli 2009, kami melakukan pengecekan VCO yang telah kami buat. Kami melihat rancangan alat penyaringan untuk memisahkan minyak VCO yang telah dibuat oleh Bapak Lukas. Alat penyaringan tersebut terdiri dari batu siloit pada bagian atas dan kapas pada bagian bawahnya yang ditempatkan pada sebuah botol air mineral ukuran 1,5 liter yang langsung dihubungkan dengan wadah penampung VCO. Tetapi, pada akhirnya kami memutuskan untuk memperkenalkan metode penyaringan hanya menggunakan kapas, karena batu siloit sulit diperoleh di Miangas.

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 36

Gbr 2. 24 Gubernur dan pejabat lainnya (dok. Indah-CMT)

Gbr 2. 25 Suasana penyambutan Gubernur dan pejabat lainnya (dok. Indah-CMT)

Gbr 2. 26 Uji sampel kecap dan VCO (dok. Indah_CMT )

Kunjungan Gubernur Sulawesi UtaraRabu, 22 Juli 2009, merupakan hari yang sangat spesial bagi kelompok kami. Pada hari itu Gubernur Sulawesi Utara (Bapak S.H Sarundajang), Bapak Polda Sulut, Bapak Komandan Pangkalan Utama AL (Bapak Willem Rampulangi), Komandan Korem, beberapa Anggota DPRD Sulawesi Utara, dan beberapa wartawan nasional dan ibukota datang ke Pulau ini dalam rangka kunjungan kerja dan pengecekan perkembangan tugu santiago. Kesempatan emas ini tidak kami sia-siakan untuk mempromosikan produk-produk olahan kelapa yang kami perkenalkan kepada warga Miangas. Pada sebuah kesempatan, kelompok kami mempresentasikan produk unggulan kami yaitu VCO, kecap, dan briket di hadapan rombongan gubernur. Mereka mencicipi semua produk yang telah kami buat sebelumnya di Depok dan di Miangas. Kami pun mempresentasikan khasiat VCO dan proses pembuatan VCO serta pengemasan VCO yang ideal. Tanggapan mereka semua sangat memuaskan dan memberi penilaian positif terhadap program yang kami sampaikan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pohon kelapa. Pada waktu yang sama, kami pun berdiskusi mengenai produk yang kami tawarkan dan mengutarakan permasalahan yang kemungkinan akan dihadapi warga Miangas. Hasilnya, kami mendapatkan hubungan dengan Bapak Gemmy A. Kawatu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara dan Direktur Bank Indonesia Perwakilan Manado dengan harapan produk yang kami sampaikan kepada warga dapat ditindaklanjuti terutama dalam bidang pemasaran. Tidak hanya itu, kami juga diwawancarai oleh beberapa wartawan. Mereka juga ikut mencoba VCO dan kecap buatan kami. Apresiasi mereka juga tinggi. Jenny dan Banupun sempat memaparkan kegiatan K2N UI di Miangas dan program utama kelompok, yaitu VCO, kecap, dan briket kepada salah seorang wartawan dari Suara Manado. Hasil wawancara tersebut ternyata dimuat pada tanggal 14 Agustus 2009.

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 37

Penyuluhan Budidaya Kelapa (Minggu I)Jumat, 24 Juli 2009, kami melaksanakan penyuluhan pertama kali kepada warga yaitu tentang maksimalisasi pohon kelapa. Berdasarkan kesepakatan kami sebelumnya, penyuluhan umum ini dibagi menjadi dua sesi. Sesi pertama diperuntukkan bagi pelayanan Ihingga IV sedangkan sesi kedua diperuntukkan bagi pelayanan V hingga VIII. Presentasi sesi pertama dibawakan oleh Ayu dan Banu. Sedangkan pada sesi kedua presentasi dibawakan oleh Teguh dan Tipa. Presentasi disajikan dengan menarik dan jelas. Warga sangat antusias dan penuh perhatian berdiskusi dengan kami. Kami pun menyepakati bersama waktu untuk pelaksanaan pelatihan pembuatan VCO yaitu pada hari Selasa, 28 Juli 2009 pukul 09.00 WITA untuk sesi pertama. Untuk sesi kedua disepakati bahwa untuk pelayanan V hingga VIII pelatihan VCO akan dilakukan pada hari yang sama dengan sesi pertama pada pukul 14.00. Tidak lupa kami pun telah meginformasikan alat dan bahan apa saja yang perlu disiapkan oleh setiap kelompok pelayanan yaitu kelapa yang telah dicukur sebanyak 4 butir, air matang 1 liter, baskom atau wadah, dan saringan. Dalam pelaksanaan penyuluhan perdana ini ada beberapa stategi yang digunakan kelompok kami yaitu sebagai berikut : Terkait peserta penyuluhan, kami membaginya menjadi 2 sesi. Sesi pertama adalah Kelompok Pelayanan 1-4, sesi kedua adalah Kelompok Pelayanan 5-8. Kelompok Pelayanan yang ada kami bagi 2 demi memaksimalkan warga yang datang. Terkait waktu, kami memilih jam 9 pagi dan jam 2 siang dengan beberapa pertimbangan. Pertama, menghindari bentrok dengan kelompok lain. Kedua, mencari waktu yang kami anggap luang untuk penduduk demi menjaring massa lebih banyak. Terakhir, agar lebih cepat selesai.

Gbr 2. 27 Berfoto bersama peserta penyuluhan (dok. Thoha Khaled)

Gbr 2. 28 Suasana penyuluhan di Pendopo Baru, Miangas (dok. Wiko-CMT)

Gbr 2. 29 Sosialisasi produk yang dilatihkan (dok. Ghamal-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 38

Terkait tempat, kami memilih pendopo. Pendopo dipilih karena tempat tersebut merupakan pusat aktivitas warga. Selain itu di sana terdapat solar sel yang dapat kita gunakan nantinya dalam penyuluhan. Terkait materi, ada 3 hal pokok yang kami sampaikan. Pertama, sosialisasi budidaya kelapa secara umum. Mulai dari akar sampai daunnya. Semua itu sudah kami rangkum dalam 1 booklet tersendiri. Kedua, pemaparan mengenai program-program utama kelompok kami serta alasan pemilihannya, terutama dari segi ekonomi. Ketiga, menggali informasi dari warga terkait bahan-bahan penunjang pelaksanaan program kami, termasuk bumbu-bumbu kecap.

Pelaksanaan Penyuluhan Kelapa ini berlangsung lancar dan atraktif. Antusiasme warga terhadap penyuluhan tersebut cukup tinggi. Khusus untuk kecap, kami melihat inisiatif warga untuk bersama-sama mencari solusi terkait bumbu-bumbu kecap yang langka di Miangas, seperti keluwek dan pehkak. Berdasarkan informasi warga, ada buah pangi serta buah pikiran yang menurut mereka sama seperti keluwek. Kami segera mencatat hal tersebut untuk diteliti lebih lanjut. Untuk pehkak, mereka menawarkan untuk menggantinya dengan cengkeh. Kami sendiri berpendapat, peran pehkak tidak begitu krusial karena sifatnya hanya sebagai pewangi. Oleh karenanya, kami berpikir cengkeh pun dapat menggantikan pehkak. Selain berdiskusi tentang bumbu-bumbu kecap, kamipun mencobakan kecap dan VCO yang kami buat sebelumnya kepada peserta penyuluhan. Mereka menyukai kecap yang kami buat. Menurut mereka rasanya tidak jauh berbeda dengan kecap yang dijual di pasaran. Para ibu sangat tertarik dengan kecap ini. Alasan utamanya adalah jika tidak sedang musim melaut, maka mereka lebih banyak makan nasi goreng. Padahal harga kecap per sachetnya Rp 1000. Rata-rata mereka menghabiskan 2-3 sachet kecap untuk sekali masak. Selain itu, harga kecap menjadi mahal menjelang Hari Natal. Pada Hari Natal, warga banyak memakai kecap untuk memasak. Hal ini menunjukkan konsumsi kecap di Miangas tergolong tinggi, sementara karena jalur distribusinya yang panjang membuat harganya mahal. Oleh karena itu, para ibu tersebut sangat tertaik terhadap kecap air kelapa ini.

Gbr 2. 30 Booklet mengenai budidaya kelapa seara umum (dok. JennyCMT)

Gbr 2. 31 Presentasi budidaya kelapa sesi II (dok. Banu-CMT)

Gbr 2. 32 Presentasi budidaya kelapa sesi I (dok. Teguh-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 39

Selesai memaparkan materi penyuluhan, kami memberikan booklet kepada masingmasing koordinator pelayanan. Hal ini dikarenakan kami hanya memiliki 10 booklet yang dapat dibagikan. Untuk menghindari kecemburuan antar warga, maka kami memberikannya pada masing-masing koordinator pelayanan. Selain itu, kami juga membuat jadwal praktek dengan warga. Penyuluhan perdana ini memang tanpa praktek karena sifatnya sebagai pengenalan awal serta mensosialisasikan program. Sesuai dengan timeline yang kami buat di Jakarta, maka 3 program utama tersebut kami bagi ke dalam 3 minggu. 27-31 Juli dikhususkan untuk VCO. 3 -7 Agustus dikhusukan untuk kecap, serta 10-14 Agustus dikhususkan untuk briket. Kamipun menanyakan kesediaan warga untuk mengadakan praktek VCO, yang disetujui bersama untuk dilakukan pada hari Selasa, 29 Juli 2009.

Pelatihan VCO (Minggu II)Untuk merealisasikan program pelatihan VCO yang rencananya akan kami lakukan pada Minggu ke-II K2N, beberapa persiapan kemudian kami lakukan. Pada hari Senin 27 Juli 2009, kami mencari botol ukuran 1,5 liter yang akhirnya kami peroleh dari zipur. Kami pun mencari selang atau waterpass di Pos AD karena selang yang kami miliki tidak mencukupi, dan kami berhasil mendapatkannya meskipun awalnya kami tidak diberikan.. Malam harinya, kami membuat media penyimpanan sederhana yang akan digunakan untuk menyimpan santan yang ditempatkan pada botol, desain dan pembuatan alat tersebut dilakukan oleh Zaenal Arifin. Akhirnya pelatihan pertama VCO dilakukan sesuai jadwal pada hari Selasa, 28 Juli 2009, sebelumnya pada pagi harinya, Arifin melanjutkan pembuatan media penyimpanan yang belum selesai. Persiapan alat untuk pelatihan dilakukan oleh Jenny, Teguh, dan Tipa. Sedangkan Nurul, Ghamal, Ayu, Banu, dan Wiko melaksanakan program rutin cuci tangan di sekolah dasar. Warga yang hadir pada sesi pertama 23 orang, setiap pelayanan membawa kelapa yang telah diparut sebanyak empat buah kelapa (dua ikat kelapa) dan air matang satu liter. Kelapa tersebut dicampur dengan air lalu dibuat santan. Santan tersebut ditaruh kedalam botol penampung yang kami persiapkan dan kami berikan kepada setiap pelayanan. Dalam kesempatan ini, kami pun bekerja sama dengan kelompok penyuluhan koperasi yang akan memresentasikan program mereka. Pada pukul 14.00 WITA, kami melaksanakan pelatihan VCO sesi kedua. Keadaan pada sesi kedua ini tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan pada sesi pertama. Hanya yang lebih menarik kami mendapatkan hiburan nyanyian lagu khas Miangas yang dibawakan setiap kelompok pelayanan di sela-sela waktu pelatihan. Tidak lupa, karena proses pembuatan VCO menggunakan metode yang kami tawarkan membutuhkan waktu dua hari hingga diperoleh hasilnya, kami pun menyepakati untuk berkumpul kembali pada hari Kamis, 30 Juli 2009 pada jam sama setiap

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 40

sesinya untuk mengadakan proses pemisahan minyak. Rabu, 29 Juli 2009, terkait dengan program VCO, kami melakukan pembuatan ulang VCO untuk kelompok pelayanan VIII karena sebelumnya santan yang dihasilkan tumpah sehingga kami harus menggantinya. Keesokan harinya, sesuai kesepakatan kami dengan warga, kami berkumpul kempali untuk melanjutkan tahapan pelatihan VCO. Kami memulai kegiatan sekitar pukul 11.00 WITA karena pagi harinya ada kegiatan kerja bakti bersama sehingga mundur dari jadwal semula pukul 09.00. Peserta sesi pertama adalah pelayanan I hingga IV dan mereka cukup antusias dalam proses pemisahan. Hal ini tidak tergolong sulit dan warga berniat untuk mengembangkannya. Namun kendala yang dihadapinya adalah masalah kemasan VCO seperti botol. Hasil pemisahan tersebut kemudian di cek keasamannya. pH ideal VCO antara 4,2 sampai 6,5. Berdasarkan pH ideal, VCO yang telah dihasilkan oleh warga tergolong pH ideal dan sudah layak untuk dikonsumsi namun belum diuji melalui badan penelitian pangan untuk memperoleh lisensi layak untuk dijual. Sesi kedua dihadiri oleh kelompok pelayanan V hingga VIII. Ada hal yang menarik dari sesi ini. Santan yang dibuat oleh kelompok pelayanan V dan VIII ternyata belum menunjukkan hasilnya. Artinya mereka belum dapat melanjutkan ke tahap pemisahan. Kami pun memberitahukan bahwa untuk kelompok pelayanan V dan VIII akan kembali mencoba proses pemisahan esok hari setelah dipastikan apakah VCO yang mereka buat gagal atau memang membutuhkan waktu yang lebih lama hingga proses pemisahan. Keesokkan harinya, setelah kami kembali mengecek VCO yang mereka buat, ternyata proses pemisahan pun tidak terjadi. Akhirnya kami berdiskusi dengan asisten laboratorium yang kami sempat kunjungi di Bandung yang kemudian menjelaskan beberapa kemungkinan penyebabnya. Kami berkesimpulan bahwa penyebab tidak terjadinya proses pemisahan dikarenakan faktor suhu mengingat saat pembuatan VCO memang kondisi cuaca di Miangas sedang kurang cahaya matahari, faktor lainnya adalah kualitas air yang digunakan yang ternyata berpengaruh pula pada kualitas dan kejernihan VCO yang dihasilkan.

Gbr 2. 33 VCO yang dihasilkan dari pelatihan (dok. Tipa-CMT)

Gbr 2. 34 VCO hasil pelatihan (dok. IpinCMT)

Gbr 2. 35 Ibu-ibu memeras santan (dok. Wiko-CMT)

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 41

Pada tanggal 4 Agustus 2009, ketika kami melakukan pelatihan kecap pada tiap pelayan, kami melakukan pengecekan pH VCO yang telah dihasilkan pada setiap pelayanan. Ketika hari Sabtu tepatnya tanggal 8 Agustus 2009, kami melakukan pelatihan di SMK. Kami melakukan pelatihan sekitar pukul 08.00 WITA. Pagi-paginya kami mempersiapkan peralatan yang akan dibawa sebagai contoh dalam presentasi di SMK seperti incubator, selang, dan lain-lainnya. Beberapa hari sebelumnya kami sudah mengkomunikasikan dengan pihak sekolah bahwa kami akan mengadakan pelatihan di SMK untuk kelas I, II, dan III. Pelatihan yang kami sampaikan tidak hanya VCO melainkan Kecap dan Briket juga. Untuk presentasi VCO dibawakan oleh Ayu dan Teguh. Antusias siswa-siswi pun cukup baik dan memperhatikan penjelasan dari kami. Kami menjelaskan tentang proses pembuatan VCO dan manfaatnya. Kami pun memberikan tugas setiap kelas untuk membuat VCO sebagai pelatihan di rumah dan hari Selasa dikumpulkan karena kami tidak memperagakan langsung proses pembuatannya.

Pelatihan Kecap (Minggu III)A. Persiapan dan Pemantapan Program Untuk program kecap,adapun yang kami lakukan sebagai persiapan pelatihan adalah membuat ulang kecap. Balai Desa kemudian dipilih karena di sana kami dapat meminjam kompor dari Kelompok 4 (Program Makanan Ringan). Untuk air kelapa tua, kami mendapat bantuan dari Pak Handoyo (Komandan Pos AL), yang membantu kami memperoleh air kelapa tua tersebut. Bahan-bahan pembuatan kecap yang ada di Mess Pos AL kami ambil dan dibawa ke Balai Desa. Percobaan berjalan sebagai berikut :

1 liter air kelapa tua kami panaskan dengan menggunakan kompor minyak sambil terus diaduk. Sambil menunggu air mendidih, kami menghaluskan bumbu-bumbu, yang terdiri dari 1 siung bawang putih, 1 siung kemiri, 1 butir keluwek, dan 400 gram gula merah (sekitar 7 butir gula merah atau separuh gula merah ukuran batok kelapa). Setelah air kelapa tua tersebut mendidih, bumbu yang telah dihaluskanpun dimasukkan. Setelah bumbu tercampur semua, kami memasukkan 3 kelopak pehkak, 2 lembar daun salam, dan 1 batang sereh yang telah dipukul-pukul sebelumnya, dan sedikit garam. Air kelapa yang telah bercampur bumbu tersebut dimasak sampai kental.

Salah satu kendala dalam penyempurnaan kecap di Miangas ini adalah keadaan kompor minyak itu sendiri. Agar kecap cepat mengental, diperlukan api yang besar. Ternyata minyak tanah pada kompor tersebut tinggal sedikit. Akibatnya, kecap yang dimasak tersebut tidak mengental. Karena hari sudah menunjukkan pukul 17.40 WITA, sementara pada pukul 18.00 WITA akan diadakan peringatan Isra Miraj, maka kami menyudahi pembuatan kecap

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 42

tersebut. Larutan kecap yang belum mengental tersebut kami simpan untuk keesokan harinya kami kentalkan kembali. Keesokan hari, 21 Juli 2009, kami fokus ke VCO. 2 hari lalu kami telah membuat VCO di rumah Bapak Lukas, sehingga hari ini kami belajar teknik penyulingan VCO versi Bapak Lukas. Program VCO berlangsung hingga makan siang. Selesai makan siang, kami menonton pertandingan bola karena 3 orang pria di kelompok kami ikut bermain. Sore hari, kami berniat mengentalkan kecap di Pos AL menggunakan briket, sehingga dapat melakukan 2 program seklaigus. Ternyata briket yang dari kemarin dijemur belum kering benar, komporpun tidak kami dapat, karena tidak ingin merepotkan pihak Pos AL. Akhirnya kami tidak jadi mengentalkan kecap. Kesepakatan kami adalah pengentalan kecap harus menggunakan briket agar dapat menyempurnakan 2 program sekaligus. 22 Juli 2009 kami tetap belum mengentalkan kecap dikarenakan 2 hal. Pertama, kedatangan Gubernur beserta rombongan yang membawa dampak positif bagi program kami. Kedua, kami mendapat giliran program rutin penyuluhan hukum sehingga harus melakukan wawancara dengan beberapa tokoh masyarakat, yang ternyata baru selesai di sore hari. Penyempurnaan program untuk terakhir kali dilakukan pada 23 Juli 2009 di Pos AL. Pengentalan kecap dilakukan dengan menggunakan briket. Kecap yang sudah hampir 3 hari didiamkan tersebut kami panaskan ulang sampai mengental. Proses pengentalan berlangsung selama hampir 1, 5 jam dengan menggunakan 4 buah briket. Hasilnya tidak mengecewakan. Rasa kecap tersebut sama dengan kecap yang kami buat sewaktu masih di Jakarta. Ternyata, walaupun larutan kecap sempat didiamkan selama 3 hari, hal tersebut tidak akan banyak mempengaruhi kecap yang dihasilkan. Dari 1 liter kelapa tua, kecap yang dihasilkan sebanyak 400 ml. Kecap ini kemudian akan kami gunakan untuk display pada penyuluhan kelapa secara umum yang akan diadakan esok hari.

Gbr 2. 36 Suasana pelatihan kecap (dok. Ayu-CMT)

Gbr 2. 37 Ipin dan Jenny membuat kecap (dok. Tipa-CMT)

Gbr 2. 38 Berfoto setelah pelatihan sesi Idok. (Wiko-CMT )

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 43

B. Pelaksanaan Program Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, maka periode praktek kecap di Miangas berlangsung pada tanggal 3-7 Agustus 2009. Kegiatan praktik pembuatan kecap bersama warga sebelumnya telah disosialisasikan seminggu sebelum kegiatan dilaksanakan, tepatnya ketika praktik penyaringan VCO. Waktu dan tempat pelaksanaan kegiatan, kami sepakati bersama yakni hari Selasa tanggal 4 Agustus 2009 di Pendopo. Praktik pembuatan kecap untuk pelayanan 1 sampai 4 akan dilaksanakan pada pukul 09.00 pagi sedangkan pelayanan 5 sampai 8 akan dilaksanakan pada pukul 14.00. Namun ternyata kegiatan ini tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal karena bentrok dengan kegiatan posyandu. Akhirnya pada hari Senin, 3 Agustus 2009 kami menghubungi tiap pelayanan untuk mengatur jadwal kembali. Kami pun menyepakati praktik pembuatan kecap akan dilaksanakan secara bersamaan di rumah kordinator tiap pelayanan pada waktu yang bersamaan yaitu pukul 14.00 sehingga kami nantinya akan membagi diri pada saat pelaksanaan pembuatan kecap. Kami pun menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan kecap di hari Senin. Kami membaginya menjadi 8 paket yang akan dibagikan ke tiap pelayanan. Ada pun satu paket terrsebut berisikan gula merah, kluwak, pehkak, lengkuas, sereh, bawang putih, dan kemiri. Pada 3 Agustus 2009, kami melakukan persiapan untuk penyuluhan kecap yang akan diadakan keesokan harinya. Wiko, Banu, dan Ghamal membuat janji dengan Koordinator Pelayanan, sementara sisanya mengurus bahan-bahan pembuatan kecap. Berdasarkan janji yang dibuat, maka semua Kelompok Pelayanan akan mendapat pelatihan kecap pada esok hari. Ternyata, tidak semua Kelompok Pelayanan dapat kami berikan pelatihan kecap pada tanggal 4 Agustus tersebut. Kelompok Pelayanan 4, 5, 6, dan 7 saja yang berhasil kami beri pelatihan. Hal ini disebabkan 2 hal, yaitu di pagi hari diadakan Posyandu sehingga kebanyakan ibu-ibu pergi ke sana sehingga tidak memungkinkan untuk melakukan penyuluhan kecap di pagi hari. Kedua, di sore hari akan diadakan poco-poco untuk para lansia, akan tetapi menurut informasi yang kami dapat, selian para lansia, ibu-ibupun banyak yang akan ikut berpartisipasi, sehingga praktek kecappun tidak bisa diselesaikan hari ini semuanya. Praktek kecap selanjutnya berlangsung pada 7 Agustus 2009. 5 Agustus 2009 kami memberi pelatihan kecap ke Kelompok Pelayanan 1, 2, 3, dan 8. Ternyata masih terdapat permasalahan waktu di tanggal tersebut. Kelompok Pattimura (Makanan Ringan) mengadakan demo masak yang melibatkan ibu-ibu di Kelompok Pelayanan 8. Akhirnya kami harus mengalah dan menyesuaikan jadwal lagi. Dari yang tadinya pelatihan diberikan di jam 10.00 pagi, khusus untuk kelompok 8 diundur ke jam 14.00. Praktek kecap hari pertama adalah pada tanggal 4 Agustus 2009. Kelompok kami dibagi 2. Jenny, Ayu, Ghamal, Teguh, dan Tipa bertugas di Kelompok Pelayanan 4 dan 5. Wiko, Indah, Banu, Nhuwi, dan Ipin bertugas di Kelompok Pelayanan 6 dan 7. Karena harus memberitahu Kelompok Pelayanan 1, 2, 3, dan 8 tentang perubahan jadwal pelatihan, maka kami datang terlambat ke rumah warga. Kami telat beberapa menit sehingga sudah banyak

B A B II D ES KRI PS I P RO G RAM

KRI S TI N A M A RT HA T IA HA HU

Page 44

ibu-ibu yang berkumpul di rumah masing-masing pelayanan. Bahkan ada beberapa ibu-ibu yang pulang karena lama menunggu namun mereka kembali lagi setelah kami datang. Ibuibu tampak antusias mengikuti praktik pembuatan kecap. Mereka sudah mempersiapkan alat -alat yang dibutuhkan untuk membuat kecap seperti kompor atau tungku. Selain bahanbahan yang relah kami siapkan untuk praktik pembuatan kecap besama ibu-ibu, kami juga menyiapkan materi tentang pembuatan kecap dalam bentuk flip chart atau lembar balik. Meteri tersebut berisikan alat dan bahan yang diperlukan untuk