kecap_roderick gunawan_12.70.0031.d4

18
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan pembuatan kecap menggunakan bahan baku kedelai putih dan kedelai hitam dengan perbedaan konsentrasi inokulum dan hasil analisa sensori kecap dapat dilihat di Tabel 1 Tabel 1. Analisa Sensoris Kecap Manis. Ke l Bahan & Perlakuan Aroma Warna Rasa Kenampak an D1 Kedelai Hitam + 0,15% Inokulum + + + + + + + D2 Kedelai Putih + 0,75% Inokulum - - - - D3 Kedelai Hitam + 0,75% Inokulum + + + + + + + + D4 Kedelai Putih + 1% Inokulum + + + + + + + D5 Kedelai Hitam + 1% Inokulum + + + + + + Keterangan: Aroma Warna Rasa Kenampakan + : Kurang kuat + : Kurang hitam + : Kurang Kuat + : Kurang kental + + : Kuat + + : Hitam + + : Kuat + + : Kental + + + : Sangat kuat + + + : Sangat hitam + + + : Sangat kuat + + + : Sangat Kental Tabel 1 memperlihatkan hasil percobaan pembuatan kecap menggunakan bahan baku kedelai putih dan kedelai hitam dengan perbedaan konsentrasi inokulum yang diberikan ke kedelai pada tiap kelompok saat tahap koji beserta hasil uji sensoris dari kecap. Karakteristik. D1 memperoleh kecap dengan aroma kurang kuat, berwarna kurang hitam, berasa 1

Upload: james-gomez

Post on 16-Dec-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Laporan membahas mengenai fermentasi substrat padat untuk membuat kecap dengan bahan dasar kedelai.

TRANSCRIPT

6

1. hasil pengamatanHasil pengamatan pembuatan kecap menggunakan bahan baku kedelai putih dan kedelai hitam dengan perbedaan konsentrasi inokulum dan hasil analisa sensori kecap dapat dilihat di Tabel 1

Tabel 1. Analisa Sensoris Kecap Manis.KelBahan & PerlakuanAromaWarnaRasaKenampakan

D1Kedelai Hitam + 0,15% Inokulum+++ ++ + +

D2Kedelai Putih + 0,75% Inokulum----

D3Kedelai Hitam + 0,75% Inokulum+ +++ ++ + +

D4Kedelai Putih + 1% Inokulum++ ++ ++ +

D5Kedelai Hitam + 1% Inokulum+ ++++ +

Keterangan:Aroma

Warna

Rasa

Kenampakan

+: Kurang kuat+: Kurang hitam+: Kurang Kuat+: Kurang kental

+ +: Kuat

+ +: Hitam

+ +: Kuat

+ +: Kental

+ + +: Sangat kuat+ + +: Sangat hitam+ + +: Sangat kuat+ + +: Sangat Kental

Tabel 1 memperlihatkan hasil percobaan pembuatan kecap menggunakan bahan baku kedelai putih dan kedelai hitam dengan perbedaan konsentrasi inokulum yang diberikan ke kedelai pada tiap kelompok saat tahap koji beserta hasil uji sensoris dari kecap. Karakteristik. D1 memperoleh kecap dengan aroma kurang kuat, berwarna kurang hitam, berasa kuat dan kenampakan sangat kental. D2 tidak memperoleh hasil dikarenakan tempe busuk setelah tahap koji. D3 menghasilkan kecap dengan aroma kuat, warna kurang hitam rasa yang kuat dan kenampakan sangat kental. Karakteristik sensoris dari kecap yang dihasilkan D4 adalah beraroma kurang kuat, berwarna hitam, berasa kuat dan berpenampakan kental. Sedangkan pada kelompok D5 diperoleh kecap dengan karakteristik aroma kuat, warna kurang hitam rasa kurang kuat dan kenampakan kental.2. pembahasan

Dalam praktikum fermentasi kali ini dilakukan pembuatan kecap dari bahan baku kedelai putih dan kedelai hitam dengan proses fermentasi. Rahman (1992) menyatakan jika kecap adalah produk makanan tradisional yang dibuat dengan memfermentasi kedelai hitam atau jenis kacang lain. Hasil fermentasi oleh kapang, bakteri atau khamir dalam pembuatan kecap akan menghasilkan cairan dengan warna kecoklatan sampai kehitaman. Wu et al. (2010) mengungkapkan jika dalam pembuatan kecap terdapat 2 tahap fermentasi yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Fermentasi koji dilakukan dengan mencampur kedelai dengan inokulum Aspergillus oryzae sehingga dihasilkan enzim protease, amilase dan enzim lainnya. Enzim-enzim tersebut akan memecah komponen bahan baku menjadi bentuk lebih sederhana. Protein kedelai akan diubah menjadi asam amino dan peptida oleh protease sedangkan pati akan diubah oleh amilase menjadi gula sederhana. Fermentasi tahap moromi menurut Elbashiti (2010) dimulai dengan merendam kedelai dari tahap koji didalam larutan garam. Menurut Mao et al. (2013) selama proses fermentasi moromi, inokulum akan terus menghidrolisis komponen kimiawi pada kedelai sehingga dihasilkan kecap. Cara kerja praktikum pembuatan kecap dimulai dengan merendam kedelai hitam atau kedelai putih yang masih memiliki kulit air didalam air selama 1 malam. Menurut Suhaidi (2003) perendaman akan membuat pengupasan kulit ari kedelai menjadi lebih mudah. Pengupasan kulit ari tersebut menurut Wahyuhapsari & Wardani (2013) dilakukan untuk memudahkan kinerja enzim dari inokulum saat proses fermentasi. Kedelai yang telah direndam semalaman kemudian direbus hingga empuk lalu ditiriskan dan dikeringkan. Tujuan perebusan sendiri menurut Peppler & Perlman (1979) berguna untuk melunakan biji kedelai, menginaktivasi zat antinutrisi, merusak protein inhibitor, menghilangkan bau langu (beanny) serta membunuh mikroorganisme pada kedelai. Setelah ditiriskan, kedelai kemudian dikeringkan menggunakan tissue kemudian diletakkan dalam besek yang telah dialasi daun pisang. Sebelumnya besek telah dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan daun pisang juga telah dibersihkan dari debu. Inokulum komersial untuk pembuatan tempe kemudian ditambahkan ke kedelai dengan persentase tertentu sesuai kelompok masing-masing. Kelompok D1 dengan bahan kedelai putih menggunakan 0,5%, kelompok D2 dengan kedelai putih dan D3 dengan kedelai hitam menggunakan 0,75% sementara kelompok D4 dengan kedelai putih dan D5 dengan kedelai hitam menggunakan 1%. Kedelai yang telah ditambahkan inokulum kemudian diaduk merata lalu diinkubasi selama 3 hari. Waktu Inkubasi selama 3 hari menurut Astawan & Astawan (1991) dikarenakan fermentasi yang terlalu cepat akan menyebabkan enzim tidak bekerja secara maksimal sehingga komponen penting fermentasi tidak terbentuk. Diharapkan dengan proses inkubasi 3 hari fermentasi kapang dapat berjalan sempurna. Namun fermentasi yang terlalu lama dapat menyebabkan cita rasa kurang baik pada tempe dikarenakan banyaknya jumlah enzim yang dihasilkan. Kasmidjo (1990) menambahkan jika kontak dengan udara dibutuhkan saat inkubasi dikarenakan fermentasi kapang membutuhkan oksigen. Selain itu kadar air, aerasi dan temperatur perlu diperhatikan untuk mencegah tumbuhnya mikroorganisme kontaminan semisal Mucor sp. dan bakteri proteolitik yang dapat mempengaruhi hasil akhir produk kecap yang dihasilkan.Setelah inkubasi selama 3 hari terbentuklah tempe kedelai yang berjamur. Tempe kedelai kemudian dipotong-potong hingga berukuran kecil kemudian dikeringkan dalam dehumidifier selama 3 jam. Pengeringan dalam dehumidifier menurut Rahayu et al. (1993) berguna agar kapang yang masih melekat pada permukaan tempe mudah dihilangkan. Pengeringan juga menurunkan kadar air kedelai sehingga menghambat pertumbuhan kapang yang masih hidup.

Gambar 8. Hasil Fermentasi Koji.Pada gambar hasil fermentasi koji dapat dilihat perbedaan antar tiap kelompok terutama pada jumlah miselia dan kepadatan dari koji. Menurut Kasmidjo (1990) perbedaan tersebut dipengaruhi oleh perbedaan persentase penambahan inokulum. Apabila jumlah inokulum yang ditambahkan kecil maka bagian kedelai yang tertutupi oleh miselia jamur akan sedikit. Namun semakin besar jumlah inokulum yang ditambahkan maka semakin banyak bagian kedelai yang tertutupi oleh miselia. Shurtleff & Aoyagi (2012) menambahkan jika penambahan inokulum dalam konsentrasi kecil (0,5%) akan menyebabkan kepadatan dan kekompakan tempe berkurang dikarenakan jumlah miselia jamur untuk menyelimuti antar kedelai sedikit. Penambahan konsentrasi inokulum yang tinggi (0,75% hingga 1%) akan meningkatkan jumlah miselia yang terbentuk sehingga berpengaruh pada tekstur hasil fermentasi koji.

Gambar 9. Hasil Pencacahan Koji.

Koji yang telah kering dimasukkan ke toples plastik kemudian ditambahkan larutan garam 20% untuk direndam. Perendaman tempe dalam larutan garam tersebut dilakukan selama 1 minggu dengan pengadukan selama 1 jam dibawah sinar matahari sambil diaduk setiap harinya. Tortora et al. (1995) menjelaskan jika perendaman koji dalam larutan garam akan memberi rasa asin dan mengekstrak komponen sederhana hasil hidrolisis dari tahap fermentasi koji sebelumnya. Larutan garam juga berperan sebagai medium selektif untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan namun masih memungkinkan pertumbuhan mikroorgasnime yang dibutuhkan untuk membentuk flavor khas. Proses pengadukan sendiri bertujuan untuk menghomogenkan larutan garam sehingga seluruh permukaan kedelai tersentuh larutan garam serta memberi aerasi sehingga pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan terpacu.Pada akhir proses moromi, tidak ditemukan adanya yang besar pengaruh dari jumlah inokulum terhadap hasil akhir moromi. Tidak ditemukan adanya perbedaan yang besar antar kelompok dikarenakan hampir samanya hasil dari tiap kelompok (larutan berwarna kecoklatan dengan bau kurang sedap). Menurut Mao et al. (2013) selama proses moromi, inokulum akan terus menghidrolisis komponen kimiawi pada kedelai. Berdasarkan pernyataan barusan maka kemungkinan perbedaan yang terjadi adalah perbedaan kadar nutrisi pada tiap koji. Pernyataan tersebut didukung Kasuga et al. (2003) jika konsentrasi ragi yang ditambahkan akan berpengaruh pada karakteristik kimia pada produk contohnya jumlah etanol dan asam laktat.Setelah perendaman selama seminggu, hasil fermentasi kemudian diambil dan disaring menggunakan kain saring hingga diperoleh filtrat sebanyak 250 ml. Filtrat kemudian ditambahkan air sebanyak 750 ml untuk dimasak dalam penggorengan menggunakan kompor. Larutan kemudian ditambahkan 1 kg gula jawa dan dimasak hingga larut kemudian ditambahkan bahan lainnya yaitu 20 gr kayu manis, 3 gr ketumbar, 1 strip laos, 1 biji pekak dan bahan lainnya sesuai kelompok (D1 & D2 1 gr cengkeh, D3 & D4 daun serai yang digeprak dan ditali, D5 1 buah pala). Larutan tersebut terus dimasak hingga mengental lalu didinginkan dan dimasukkan ke botol kaca dan akhirnya dihasilkan kecap. Kecap kemudian dianalisis karakteristik sensorinya yang meliputi aroma, warna, rasa dan kenampakan kecap.

Gambar 16. Kecap yang telah Mengental.Gambar 17. Kecap untuk Analisa Sensori.Pada hasil analisa sensoris, hasil seluruh kelompok tidak memiliki perbedaan yang terlalu jauh satu dengan yang lain. Kecilnya perbedaan parameter sensoris dikarenakan samanya jumlah bahan-bahan tambahan khususnya gula jawa yang ditambahkan ke kecap saat proses pemasakan. Pada parameter aroma menurut Kasmidjo (1990) dipengaruhi oleh senyawa alkohol dan senyawa aromatik yang dihasilkan mikororganisme selama proses fermentasi moromi. Selain itu Astawan & Astawan (1991) menambahkan jika reaksi kimia selama pemanasan dan penambahan bumbu dapat mempengaruhi aroma dari kecap. Jenis bumbu yang digunakan seperti kayu manis, ketumbar, laos, cengkeh, pekak, pala dan daun sereh akan memberi efek aroma yang kuat pada kecap.Pada parameter warna, sebagian besar kelompok memperoleh warna kurang hitam (kecoklatan) sementara hanya D4 yang memperoleh warna hitam dan D2 tidak memperoleh hasil apapun. Menurut Kasmidjo (1990) munculnya warna kecoklatan hingga hitam dikarenakan penambahan gula jawa serta adanya reaksi asam amino dengan gula reduksi sehingga menyebabkan reaksi maillard. Astawan & Astawan (1988) juga menyatakan jika perubahan warna kecap menjadi keruh disebabkan oleh reaksi pencoklatan atau browning antara gugus asam amino dari protein dengan gula pereduksi. Pada parameter rasa, hampir seluruh kelompok kecuali D2 dan D5 memperoleh rasa yang kuat. D2 tidak dapat dinilai dikarenakan hasil koji memiliki bau busuk sehingga tidak dapat dilanjutkan ke tahap moromi. Sementara D5 memiliki rasa kurang kuat dengan adanya sedikit rasa asin. Judoamidjojo et al. (1987) menyebutkan jika pembentukan rasa pada kecap dipengaruhi oleh penambahan gula jawa. Penambahan gula jawa akan memberi rasa manis pada kecap terkait kadar gula yang tinggi pada gula jawa seperti glukosa, fruktosa, sukrosa dan maltosa. Selain karena kadar gula, rasa manis kecap juga dipengaruhi oleh proses karamelisasi gula jawa saat pemanasan. Selain itu Purwoko (2007) menambahkan jika bumbu-bumbu seperti kayu manis, ketumbar, laos, cengkeh, pekak, pala dan daun sereh dapat memberi cita rasa pada kecap manis yang dihasilkan. Rasa asin yang muncul pada kelompok D5 diduga berasal dari penambahan bumbu pada saat pemasakan.Untuk parameter kenampakan, seluruh kelompok kecuali D2 yang gagal saat koji memperoleh kecap dengan kenampakan kental (D4) hingga sangat kental (D1, D3 & D5). Kekentalan kecap menurut Judoamidjojo et al. (1987) dikarenakan penambahan gula jawa yang tidak hanya mempengaruhi rasa tapi juga bepengaruh pada viskositas kecap. Berpengaruhnya gula jawa terhadap viskositas kecap dikarenakan tingginya kadar gula (glukosa, fruktosa, sukrosa dan maltosa) dari gula jawa. Dikarenakan samanya jumlah gula jawa yang ditambahkan ke kecap saat pemasakan pada seluruh kelompok maka kekentalan produk kecap seluruh kelompok-pun tidak terlalu berbeda.Perbedaan konsentrasi inokulum jika dihubungkan dengan kualitas sensori (aroma, warna, rasa dan kenampakan) tidak ditemukan adanya pengaruh yang cukup besar. Hal tersebut dikarenakan kualitas sensori tersebut terpengaruh oleh penambahan bahan dan bumbu (gula jawa, kayu manis, laos, cengkeh, ketumbar dll) khususnya pada karakteristik rasa sesuai dengan yang telah diungkapkan oleh Judoamidjojo et al. (1987), Purwoko (2007), Kasmidjo (1990) dan Astawan & Astawan (1988) sebelumnya. Pada praktikum, kelompok 2 mengalami kegagalan berupa bau yang tidak sedap pada tempe setelah fermentasi koji. Adanya bau tidak tersebut menyebabkan kedelai tidak dapat diolah lebih lanjut menjadi kecap dengan proses moromi karena dikhatirkan dapat mempengaruhi kualitas produk akhir. Menurut Sarwono (2010), adanya bau yang tidak sedap dipengaruhi beberapa faktor antara lain suhu fermentasi koji yang terlalu tinggi, alat dan lokasi fermentasi yang tidak higienis atau terkontaminasi, kadar air tinggi serta kontaminasi mikroorganisme patogen atau bahan beracun.3. kesimpulan

Pembuatan kecap dilakukan dengan 2 tahap fermentasi, yaitu fermentasi koji dan fermentasi moromi. Fermentasi koji dilakukan dengan inokulasi starter tempe ke kedelai dan diinkubasi selama 3 hari. Pada fermentasi koji, komponen kimia (protein & pati) akan dipecah menjadi bentuk sederhananya (asam amino - peptida & gula sederhana).

Fermentasi Moromi dilaksanakan dengan merendam hasil fermentasi koji di larutan garam 20%.

Saat fermentasi moromi, hidrolisis komponen kimia akan dilanjutkan sehingga membentuk kecap.

Perendaman kedelai selama 1 malam membantu proses pengelupasan kulit ari kedelai.

Perebusan kedelai akan melunakan biji, menginaktivasi zat antinutrisi, merusak protein inhibitor, menghilangkan bau langu (beanny) serta membunuh mikroorganisme pada kedelai. Konsentrasi inokulum yang ditambahkan berpengaruh pada jumlah miselia kapang hasil fermentasi koji.

Pengeringan koji dalam dehumidifier akan membantu pelepasan dan menghmbat pertumbuhan kapang.

Perendaman dalam larutan garam akan memberi rasa asin, mengekstrak komponen sederhana hasil hidrolisis dari tahap fermentasi sebelumnya dan mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Pengadukan akan menghomogenkan larutan garam serta memberi aerasi pada larutan.

Penambahan gula jawa berpengaruh pada warna, rasa dan kekentalan produk kecap.

Pemberian bumbu berpengaruh pada aroma dan rasa kecap. Konsentrasi inokulum mempengaruhi nilai gizi serta aroma dari kecap. Konsentrasi inokulum tidak terlalu berpengaruh pada karakteristik rasa, warna dan kekentalan kecap. Kegagalan pada kelompok 2 saat fermentasi koji terjadi karena suhu fermentasi koji yang terlalu tinggi, alat dan lokasi fermentasi yang tidak higienis, kadar air tinggi dan kontaminasi mikroorganisme patogen atau bahan beracun.Semarang, 22 Juni 2015

Praktikan

Asisten dosen:

Roderick Gunawan

- Abigail SharonNIM : 12.70.0031

- Frisca Melia4. daftar Pustaka

Astawan, M. & M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.Elbashiti, T., A. Fayyad and A. Elkichaoui. (2010). Isolation and Identification of Aspergillus oryzae and the Production of Soy Sauce with New Aroma. Pakistan Journal of Nutrition 9 (12): 1171-1175.

Kasuga M., A. Yaginuma, S. Ohkubo, N. Numomura, I. Kimura & M. Watanabe (2003). Method of brewing soy sauce. United States patent US20030129277. Washington D.C.Kasmidjo, R. B. (1990). Tempe : Mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan Serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Judoamidjojo, R. M., E. G. Said & L. Hartoto. (1989). Biokonversi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor

Mao, C., G. He, X. Du, M. Cui & S. Gao. (2013) Biochemical Changes in Fermentation of Soy Sauce Prepare with Bittern. Advanced Journal of Food Science and Technology Vol 5(2):144-147.Peppler, H. J. & D. Perlman. (1979). Microbial Technology, fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, T. (2007). Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara. Jakarta.Rahayu, E., R. Indrati, T. Utami, E. Harmayani & M. N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi Food & Nutition. Collection. PAU Pangan & Gizi. Yogyakarta.Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Sarwono, B. (2010). Usaha Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.Shurtleff, W. & A. Aoyagi. (2012). History of Koji-Grains And/or Soybeans Enrobed with a Mold Culture (300 BCE To 2012): Extensively Annotated Bibliography and Sourcebook. Soyinfo Center.Suhaidi, I. (2003). Pengaruh Lama Perendaman Kedelai dan Jenis Zat Penggumpal Terhadap Mutu Tahu. Universitas Sumatera Utara. USU Digital Library.

Tortora, G. J., R. Funke & C. L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin / Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wahyuhapsari, R., & A. K. Wardani. (2013). Pembuatan Miso dengan Memanfaatkan Edamame (Kajian Konsentrasi Koji dan Suhu Inkubasi). Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol 1. No.1 p.157-167, Oktober 2013 157.

Wu, T. Y., M. S. Kan, L. F. Siow & L. K. Palniandy. (2010). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration. African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), pp.702-706, 1 February, 2010. 5. Lampiran

5.1. Laporan Sementara

5.2. Jurnal2