tri kurnia utami_12.70.0189_nata de coco

20
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan pembuatan Nata de coco pada tinggi media awal, tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de coco Ke l Tinggi Media Awal (cm) Tinggi Ketebalan Nata (cm) % Lapisan Nata 0 7 14 0 7 14 B1 2,00 0 0,30 0,80 0 15 40 B2 1,50 0 0,50 0,60 0 33,3 40 B3 2,90 0 0,30 0,50 0 10,34 17,24 B4 2,00 0 0,40 0,50 0 20 25 B5 1,50 0 0,50 0,80 0 33,3 53,3 Dari hasil pengamatan nata de coco pada tabel 1. Dapat dilihat bahwa hasil pengamatan ketebalan dan presentase lapisan nata pada pengamatan yang dilakukan pada hari ke-0, 7 dan 14. Pada semua kelompok dihari ke-0 belum tampak terbentuknya lapisan nata nya. Sehingga belum dapat dihitung presentasenya. Pada hari ke-7, lapisan nata kelompok B2 dan B5 mempunyai nilai ketebalan nata yang terbesar yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan 33%, sedangkan pada kelompok B1 dan B3 mempunyai nilai ketebalan nata terkecil diantara kelompok lain, yaitu 0,3 cm dengan presentase lapisan 10% hingga 15%. Pada hari ke-14 lapisan nata kelompok B5 yang mengalami peningkatan paling tinggi yaitu mencapai presentase 53,3%. 1

Upload: james-gomez

Post on 11-Sep-2015

259 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fermentasi substrat cair fermentasi nata de coco

TRANSCRIPT

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pembuatan Nata de coco pada tinggi media awal, tinggi ketebalan nata dan % lapisan nata dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Lapisan Nata de cocoKelTinggi MediaAwal (cm)Tinggi Ketebalan Nata (cm)% Lapisan Nata

07140714

B12,0000,300,8001540

B21,5000,500,60033,340

B32,9000,300,50010,3417,24

B42,0000,400,5002025

B51,5000,500,80033,353,3

Dari hasil pengamatan nata de coco pada tabel 1. Dapat dilihat bahwa hasil pengamatan ketebalan dan presentase lapisan nata pada pengamatan yang dilakukan pada hari ke-0, 7 dan 14. Pada semua kelompok dihari ke-0 belum tampak terbentuknya lapisan nata nya. Sehingga belum dapat dihitung presentasenya. Pada hari ke-7, lapisan nata kelompok B2 dan B5 mempunyai nilai ketebalan nata yang terbesar yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan 33%, sedangkan pada kelompok B1 dan B3 mempunyai nilai ketebalan nata terkecil diantara kelompok lain, yaitu 0,3 cm dengan presentase lapisan 10% hingga 15%. Pada hari ke-14 lapisan nata kelompok B5 yang mengalami peningkatan paling tinggi yaitu mencapai presentase 53,3%.

8

2. 9

3. PEMBAHASAN

Nata de coco menurut teori (Santosa, et al, 2012), merupakan suatu produk hasil fermentasi yang menggunakan air kelapa sebagai media. Selama proses fermentasi berlangsung melibatkan bakteri Acetobacter xylinum yang bekerja mengonversi komponen gula yang terdapat dalam air kelapa menjadi selulosa. Selulosa inilah yang dikenal sebagai nata de coco. nata de coco memiliki kandungan air sebesar 98%, berbentuk padat, memiliki tekstur Kenyal, dan bewarna putih transparan (Anastasia,et al, 2008). Hal ini didukung dengan teori dari (Astawan & Astawan,1991), yang mangatakan bahwa nata de coco dengan kualitas baik memiliki tekstur yang kenyal, rasa seperti kolang-kaling, warna putih transparan, tekstur padat, kuat dan kokoh.

Terdapat beberapa jenis nata yang umumnya dikenal oleh masyarakat diantaranya nata de coco yang berasal dari air kelapa, nata de larry yang berasal dari air cucian beras, nata de soya yang berasal dari limbah tahu, nata de cashew yang berasal dari sari buah jambu, nata de pina dari sari nanas dan nata de cassava yang berasal dari air singkong. Dimana pada jenis nata tersebut dalam prosesnya fermentasinya melibatkan peran bakteri yang sama yaitu Acetobacter xylinum. Bakteri tersebut berperan dalam pembentukan gel selulosa pada permukaan larutan yang mengandung gula. Menurut teori (Palungkun,1996), bakteri Acetobacter xylinum tersebut mengambil glukosa pada larutan gula dimana kemudian digabungkan dengan asam lemak sampai terbentuk prekursor pada membrane sel, sehingga prekursor akan dikeluarkan bersama enzim menjadi selulosa. Menurut (Santosa et al., 2012), nata de coco termasuk makanan berkalori rendah sehingga sangat baik dikonsumsi bagi yang diet, tidak hanya itu nata de coco juga kaya dengan serat yang dibutuhkan oleh tubuh untuk menjaga kesehatan seperti memperlancar pencernaan serta mencegah serangan kanker usu besar.

Dalam pembuatan nata de coco dapat memanfaatkan limbah air kelapa, hal ini untuk mengoptimalkan pemanfaatan dari buah kelapa, karena didalam air kelapa terdapat berbagai nutrisi yang bisa dimanfaatkan oleh bakteri penghasil nata de coco. menurut (Woodroof, 1972), nutrisi didalam air kelapa yaitu gula sukrosa 1,28%, sumber mineral Mg2+3,54 gr/l, adanya mineral didalam substrat dapat membantu meningkatkan aktivitas enzim kinase dalam memetabolisme sel Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa, serta menurut (Lapus, et al, 1967), terdapat adanya faktor pendukung pertumbuhan (growth promoting factor) yaitu suatu senyawa yang mampu meningkatkan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum.

Dan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh (Hayati, 2003), terdapat hal-hal yang perlu untuk diperhatikan dalam membuat nata, yakni:a) Peralatan untuk membuat nata harus steril b) Suhu yang digunakan harus stabil yaitu sekitar 30Cc) pH yang digunakan dalam membuat nata harus optimal, yaitu sekitar 4,3-4,5. pH dapat diukur saat penambahan asam asetat glaciald) Sisa media nata yang sudah dipanen, dapat dimanfaatkan kembali sebagai starter untuk membuatnata.

3.1. Cara Pembuatan Nata de coco 3.1.1. Pembuatan Media Mula-mula air kelapa sebanyak 1000 ml untuk satu kloter B disaring dengan menggunakan kain saring, hal ini untuk membersihkan kotoran-kotoran yang terdapat pada air kelapa. Hal ini sesuai dengan dengan teori yang dikemukakan oleh (Astawan & Astwan 1991), tujuan dari penyaringan tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang mungkin terdapat pada air kelapa. Pada proses penyaringan dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Penyaringan Air KelapaAir kelapa yang sudah disaring tersebut kemudian dipanaskan dan ditambah dengan gula pasir sebanyak 10%, yaitu (100 gram) dan diaduk sampai larut. menurut teori dari (Awang, 1991), mengemukakan bahwa pada penambahan gula ke dalam air kelapa, bertujuan sebagai sumber C (karbon) organic yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Acetobacter xylinum supaya dapat menghasilkan selulosa secara maksimal. Menurut teori (Palungkun, 1996), tujuan dari pemanasan air kelapa sampai mendidih adalah untuk membunuh mikroba yang dapat mengkontaminasi/ mencemari nata yang akan dihasilkan. Apabila tidak dilakukan pemanasan, maka akan ditemukan mikroba lain yang dapat menganggu pertumbuhan serta aktivitas Acetobacter xylinum dalam mengkonversi gula menjadi selulosa. Sedangkan menurut teori (Astawan & Astawan, 1991), pemanasan tidak hanya bertujuan membunuh mikroba, tetapi juga dapat berfungsi untuk melarutkan gula. Pelarutan gula dapat mempengaruhi keberhasilan pembentukan nata, karena pada prinsipnya dengan kelarutan gula yang rendah, akan menyebabkan gula sulit untuk diserap oleh Acetobacter xylinum, sehingga tidak dapat menghasilkan selaput tebal dipermukaan larutan. Penambahan gula pasir dapat dilihat pada Gambar 2, pemanasan dapat dilihat pada gambar 3 dan pengadukan dapat dilihat pada gambar 4. .

Gambar 2. PemanasanGambar 3. Penambahan Gula Gambar 4. Pengadukan

Setelah air kelapa tersebut dipanaskan dan ditambah gula, kemudian didinginkan terlebih dahulu, lalu ditambahkan dengan Ammonium sulfat sebanyak 0,5% dari 1000 ml yaitu ( 5 gram). Menurut teori (Pambayun,2002), penambahan Ammonium sulfat bertujuan sebagai sumber nitrogen untuk mendukung pertumbuhan dari aktivitas bakteri nata de coco. tetapi sumber nitrogen akan lebih baik bila menggunakan Ammonium fosfat (ZA), karena jika dibandingkan dengan urea, ZA dapat menghambat pertumbuhan Acetobacter aceti yang merupakan pesaing Acetobacter xylinum. Tidak hanya itu penambahan urea yang lebih banyak dapat menyebabkan larutan menjadi lebih asam (kondisi pH cairan berkisar 4). Jika hal ini telah terpenuhi sebagai substrat, maka aktivitas bakteri dapat lebih optimal dalam memfermentasikan air kelapa menjadi produk nata de coco. setelah ditambahkan Ammonium sulfat, lalu ditambahkan asam cuka glacial yang diambil dari ruang asam, penambahan cuka sampai pH larutan media mencapai 4-5, Untuk kloter mencapai hasil pH 4,94. Kemudian dipanaskan lagi sampai mendidih dan disaring. Menurut teori (Rahman,1992), pengaturan atau penambahan asam ini terkait dengan sifat dan karakteristik dari bakteri Acetobacter xylinum yang hanya dapat tumbuh optimal pada kondisi asama yaitu berkisar pH 4,3 dan untuk media yang digunakan biasanya berkisar antara 4-5. Hal ini sudah sesuai dengan teori (Rahman,1992), bahwa pH yang digunakan pada kloter B 4,94. Beberapa proses diatas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5. Penambahan Ammonium sulfat Gambar 6. Penambahan Asam cuka Gambar 7. Pemanasan kedua

Teori (Pato & Dwiloted,1994), mengemukakan pada proses pemasakan kedua ini bertujuan untuk memastikan bahwa air kelapa yang digunakan sebagai media tidak mengandung mikroorganisme kontaminan.2.1.2.Fermentasi

Setelah bagian awal pembuatan media dilakukan, selanjutnya melakukan proses fermentasi. Setelah dilakukan pemanasan yang kedua, media steril tersebut disaring dengan menggunakan kain saring untuk memisahkan kotoran yang tertinggal. Lalu 5 wadah plastic bersih disediakan pada tiap kelompok, lalu masing-masing kelompok mendapat media air kelapa sebanyak 200 ml, kemudian ditutup dan ditunggu agak dingin atau hangat, karena apabila dalam kondisi panas akan mematikan biang nata. Setelah media dingin selanjutnya ditambahkan biang nata (starter) sebanyak 10% (20 ml) dari masing-masing media wadah plastic secara aseptis. Pemberian starter tersebut sesuai dengan teori (Pato & Dwiloka, 1994), yang menyatakan bahwa jumlah starter yang ditambahkan untuk pembuatan nata yakni 4-10%. Hal tersebut di perkuat oleh teori (Rahayu, et al, 1993), menyatakan bahwa bakteri atau biakan murni yang dapat digunakan untuk membuat nata de coco tergantung pada jumlah dan umur inokulumnya, jumlah yang ditambahkan biasanya berkisar antara 1-10%. Untuk proses pemanasan yang dilakukan, sesuai dengan teori (Dwidjoseputro,1994), yang mengemukakan bahwa perlakuan secara aseptis bertujuan untuk mencegah kontaminasi oleh mikroorganisme yang tidak diinginkan selama proses fermentasi berlingsung. Adanya mikroorganisme lain selama proses fermentasi nata de coco dapat berakibat pada menurunnya jumlah selulosa yang akan terbentuk, sehingga proses fermentasi tidak maksimal. Kemudian media dan starter yang telah berada didalam wadah tersebut diaduk perlahan hingga seluruh starter bercampur, Lalu tutup rapat dengan menggunaka kertas coklat serta diikat dengan karet gelang. Proses penuangan hingga, pemberian starter dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 8. Penyaringan MediaGambar 9. Pengambilan Sampel

Gambar 10. Penuangan MediaGambar 11. Penambahan Starter

Lalu proses selanjutnya, media diinkubasi selama 2 minggu pada suhu ruang (sekitar 28C). proses ini sesuai dengan teori yang ada yaitu teori (Pambayun, 2002), yang menyatakan bahwa bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada suhu ruang. Suhu di atas maupun dibawah 28C dapat mengakibatkan pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum terhambat, sedangkan pada suhu 40C dapat membunuh bakteri Acetobacter xylinum.

Gambar 12. Proses InkubasiPada saat proses inkubasi berlangsung, wadah plastic yang berisi media dan stater tersebut tidak boleh digoyang-goyangkan agar lapisan yang terbentuk tidak terpisah-pisah. Menurut teori (Pambayun,2002), proses inkubasi pada suhu ruang bertujuan untuk menciptakan suhu yang optimal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Setelah itu dilakukan pengamatan nata de coco pada hari ke-0, ke-7 dan ke-14, yang meliputi tinggi awal media, serta tinggi ketebalan nata, lalu dihitung % lapisan nata yang terbentuk dengan rumus:

Berdasarkan hasil pengamatan, dapat diketahui ketebalan dan persentase lapisan nata de coco dengan pengamatan yang dilakukan pada hari ke-0, 7, dan 14. Pada hari ke-0, pada semua kelompok kloter B masih belum terlihat bentuk lapisan natanya, sehingga persentase lapisan nata tidak dapat dihitung. Pada hari ke-7, lapisan nata kelompok B5 mempunyai nilai ketebalan nata yang terbesar yaitu 0,5 cm dengan presentase lapisan tertinggi yaitu sebesar 33%, sedangkan pada kelompok B3 mempunyai ketebalan terkecil yaitu dengan nilai 0,3 dan memperoleh nilai presentase lapisan sebesar 10,3%. Sedangkan pada hari ke-14, nilai tinggi ketebalan nata tertinggi dimiliki oleh kelompok B5 dengan nilai sebesar 0,8 dan presentase lapisan sebesar 53%. Sedangkan pada kelompok B3 memiliki tinggi ketebalan nata terendah yaitu 0,5 pada hari ke -14 dengan presentase lapisan nata sebesar 17,24%. Maka dapat disimpulkan dari semua kelompok pada kloter B, dari hari ke-0 hingga hari ke-14 mengalami peningkatan tinggi ketebalan nata dan presentase lapisan nata. Pada hasil tersebut mengalami adanya perbedaan hasil ketebalan dan presentase nata, hal ini dikarenakan pada tiap kelompok menggunakan wadah plastic yang tidak seragam, bentuk dan ukurannya berbeda-beda. Menurut teori (Pato & Dwiloted,1994), Faktor lain yang mempengaruhi ketidakefektivan hasil nata de coco adalah sumber karbon, sumber nitrogen, umur kelapa, temperature, pH, dan keberadaan mikroorganisme yang mengkontaminasi. Sedangkan menurut teori (Seumahu et al, 2005),juga menambahkan bahawa nata yang bagus merupakan nata yang memiliki ketebalan 1,5-2 cm. nata de coco yang terbentuk tidak bagus, dan menimbulkan bau yang tidak sedap, hal ini dimungkinkan karena terjadi kontaminasi pada saat inokulasi, sehingga bakteri Acetobacter xylinum,terhambat pertumbuhannya atau karena suhu ruangan yang tidak stabil, atau kurang sesuai untuk inkubasi sehingga pertumbuhan dari Acetobacter xylinum tidak dapat optimal.

3.2. Pembahasan Jurnal

Pada jurnal pertama yang berjudul Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composit eof Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. nata dari tair kelapa yang mempunyai kandungan asam asetat sebesar 0,3%, gula 2,0%, dan urea sebesar 0,5%. Pada jurnal kedua yang berjudul The Effect of pH, Sucrose and Ammonium Sulphate Concentrations on The Production of Bacterial Cellulose (Natadecoco) by Acetobacter xylinum, bahwa ketebalan dari nata de coco dapat mempengaruhi daya ikat air. Daya ikat air ini dapat mempengaruhi tekstur fisik dan sifat organoleptik pada nata. Nata de coco yang bagus,memiliki tekstur yang kenyal, permukaannya lembut, halus dan tidak beraroma asam.Pada jurnal yang ketiga Teknologi Pembuatan Nata de coco, pembuatan Nata de coco dengan menggunakan substrat air kelapa dilakukan dengan cara menambahkan gula sukrosa atau gula pasir sebanyak 10%, urea 0,5%,asam asetat glasial 2% atau asam cuka dapur 25% sebanyak 16 ml/ liter airkelapa. Hal ini sesuai dengan yang dilakukan pada saat praktikum. Berdasarkan jurnal yang keempat berjudul Physicochemical Properties and Characterization of Nata de cocofrom Local Food Industries as a Source of Cellulose,dalam jurnal ini dibuktikan dengan serbuk nata de coco yang dihasilkan dapat larut dalam kuprum (II) etilena diamina. Larutan ini dapat membuktikan bahwa nata de coco adalah sumber selulosa bakteri yang baik untuk dikonsumsi oleh manusia. Pada jurnal yang terakhir Studies on Fermentation of Monascus purpureus TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR 967), warna dari nata de coco yang putih dapat diberi pewarna lain, salah satu pewarnanya adalah dengan menggunakan Monascus purpureus. Pewarnaan menggunakan kapang ini sangat aman bagi kesehatan.

4. 5. KESIMPULAN

Nata de coco adalah produk hasil fermentasi oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata de coco berbentuk padat, warnanya putih transparan, serta bertekstur kenyal. Perebusan air kelapa bertujuan untuk mengurangi mikroorganisme kontaminan. Penambahan gula berfungsi sebagai sumber karbon organik. Penambahan ammonium sulfat berfungsi sebagai sumber nitrogen anorganik. pH optimal untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum yakni dengan pH 4,3. Proses penyaringan dilakukan untuk menghilangkan kotoran pada air kelapa. Presentase (starter) yang ditambahkan yakni 4-10%. Penutupan dengan kertas coklat dan diikat dengan karet adalah suatu pencegahan agar oksigen tidak masuk kedalam media fermentasi Lapisan nata berada di bagian atas medium. Faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan nata de coco yaitu sumber karbon, sumber nitrogen, umur kelapa, pH, temperatur, dan mikroorganisme kontaminan.

Semarang, 8 Juli 2015Praktikan Asisten Dosen Nies Mayangsari Wulan AprilianaTri Kurnia Utami 12.70.0189

6. 7. DAFTAR PUSTAKAAnastasia; Nadia; dan Afrianto Eddy.(2008). Mutu Nata de Seaweed dalam BerbagaiKonsentrasi Sari Jeruk Nipis.Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II.Universitas Lampung.Astawan, M. dan M. W. Astawan.(1991). Teknologi Pengolahan Nabati Tepat GunaEdisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.Awang, S. A. (1991). Kelapa Kajian Sosial Ekonomi. Aditya Media. Jakarta.Dwijoseputro, D. (1994). Dasar-dasar Mikrobiologi.Djambatan. Jakarta.Halib, Nadia dan Mohd Cairul Iqbal Mohd Amin. (2012). Physicochemical Properties and Characterization of Nata de Coco from Local Food Industries as a Source of Cellulose. Sains Malaysiana 41(2)(2012): 205211.

Hayati, M. ( 2003 ). Membuat Nata de Coco. Adi Cita Karya Nusa. YogyakartaJagannath, A. et al. (2008). The effect of pH, sucrose and ammonium sulphate concentrations on the production of bacterial cellulose (Nata-de-coco) by Acetobacter xylinum. World J Microbiol Biotechnol (2008) 24:25932599.Lapuz, M. M., Gollardo E.G., & Palo M.A. (1967). The Organism and Culture Requirements, Characteristics and Identity. The Philippine J. Science. 98:191 109.Misgiyarta. (2007). Teknologi Pembuatan Nata de coco. Pelatihan Teknologi Pengolahan Kelapa Terpadu. Balai Besar Penelitiandan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Bogor. Ochaikul, Duangjai. Et al. (2006). Studies on Fermentation of Monascus purpureus TISTR 3090 with Bacterial Cellulose from Acetobacter xylinum TISTR 967. KMITL Sci. Tech. J.Vol.6 No. 1.Palungkun, R. ( 1996 ). Aneka Produk Olahan Kelapa.PT Penebar Swadaya. JakartaPambayun, R. (2002). Teknologi Pengolahan Nata de Coco. Kanisius. Yogyakarta.Pato, U. & Dwiloka, B. (1994). Proses & Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Nata de Coco. Sains Teks I (4) : 70-77.Rahayu, E.S. ; R. Indriati ; T. Utami ; E. Harmayanti & M.N. Cahyanto. (1993). Bahan Pangan Hasil Fermentasi. UGM. Yogyakarta.Rahman, A . (1992). Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta Santosa dkk., 2012Santosa, B.; K. Ahmadi & D. Taeque. (2012). Dextrin Concentration and Carboxy Methyl Cellulosa (CMC) in Making of Fiber-Rich Instant Baverage from Nata de Coco. IEESE International Journal of Science and Technology (IJSTE), Vol. 1 No. 1, Mar 2012,6-11. ISSN : 2252-5297.Saputra, Asep Handaya dan Darmansyah. (2010). Evaluation of Physical and Mechanical Properties Composite of Nata de coco Fibers/Resin Filled SiO2, and Al2O3. ISFAChE 2010.

Seumahu, Cecilia. A; Antonius Suwanto & Maggy T. Suhartono. (2005). Dinamika Populasi Acetobacter Selama Proses Fermentasi Nata de Coco. Jurnal Mikrobiologi Indonesia, September 2005, hlm. 75-78. ISSN 0853-358X. Vol. 10, No. 2.Woodroof, J.G. (1972). Coconuts: Production, Processing Product, The AVI Publishing Company, Inc. Conecticut.

8. 9. LAMPIRAN

9.1. Perhitungan

Rumus:

PersentaseLapisanNata = Kelompok B1

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 15%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40% Kelompok B2

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33,33%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 40% Kelompok B3

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 10,34%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 17,24% Kelompok B4

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 20 %

H14 Persentase Lapisan Nata = = 25 % Kelompok B5

H0 Persentase Lapisan Nata = = 0%

H7 Persentase Lapisan Nata = = 33%

H14 Persentase Lapisan Nata = = 53%9.2. Jurnal9.3. Laporan Sementara