minyak dan lemak

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Defenisi Minyak Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak, berwujud cair pada suhu kamar (25˚C) dan lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak adalah gliserida yang berbentuk padat pada suhu kamar (Wikipedia 2013). 2.2. Defenisi Minyak Goreng Minyak goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan gliserol yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Asam lemak yang terkandung dalam minyak goreng ada yang bersifat jenuh dan ada yang bersifat tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh (rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah rusak apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak dengan rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau lemak yang berasal dari hewan (Sjahmien,1992) Di Indonesia minyak pangan yang banyak digunakan adalah minyak nabati. Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng yang berasal dari hewan yang terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak atau lemak berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun, dll. Universitas Sumatera Utara

Upload: al-frina

Post on 02-Oct-2015

54 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

minyak

TRANSCRIPT

  • BAB II TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Defenisi Minyak

    Minyak termasuk salah satu anggota dari golongan lipid, yaitu merupakan

    lipid netral. Minyak merupakan trigliserida yang tersusun atas tiga unit asam lemak,

    berwujud cair pada suhu kamar (25C) dan lebih banyak mengandung asam lemak

    tidak jenuh sehingga mudah mengalami oksidasi. Sedangkan lemak adalah gliserida

    yang berbentuk padat pada suhu kamar (Wikipedia 2013).

    2.2. Defenisi Minyak Goreng

    Minyak goreng adalah minyak pangan yang terdiri dari asam lemak dan

    gliserol yang berfungsi sebagai media penghantar panas. Asam lemak yang

    terkandung dalam minyak goreng ada yang bersifat jenuh dan ada yang bersifat tidak

    jenuh. Asam lemak tidak jenuh yaitu asam lemak yang mempunyai ikatan tidak jenuh

    (rangkap) baik tunggal maupun ganda. Asam lemak tidak jenuh bersifat mudah rusak

    apabila terkena panas. Asam lemak yang bersifat jenuh yaitu asam lemak dengan

    rantai tunggal. Asam lemak jenuh biasanya terdapat dalam minyak atau lemak yang

    berasal dari hewan (Sjahmien,1992)

    Di Indonesia minyak pangan yang banyak digunakan adalah minyak nabati.

    Secara umum, di pasaran ditawarkan dua macam minyak goreng yaitu minyak goreng

    yang berasal dari tumbuhan (minyak nabati) dan minyak goreng yang berasal dari

    hewan yang terkenal tallow (minyak atau lemak berasal dari sapi) dan lard (minyak

    atau lemak berasal dari babi). Minyak goreng nabati contohnya minyak sawit, minyak

    kelapa, minyak jagung, minyak kedelai, minyak zaitun, dll.

    Universitas Sumatera Utara

  • Minyak goreng yang baik mempunyai sifat tahan panas, stabil pada cahaya

    matahari, tidak merusak flavor hasil gorengan, sediki gum, menghasilkan tekstur dan

    rasa yang bagus, asapnya sedikit setelah digunakan berulang-ulang, serta

    menghasilkan warna keemasan pada produk. ( Wijana,dkk 2005 dalam Fransiswa)

    Minyak goreng biasanya bisa digunakan hingga 3-4 kali penggorengan. Jika

    digunakan berulang kali, minyak akan berubah warna. Saat penggorengan dilakukan,

    ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tak jenuh akan putus membentuk

    asam lemak jenuh. Minyak yang baik adalah minyak yang mengandung asam lemak

    tak jenuh lebih banyak dibandingkan dengan kandungan asam lemak jenuhnya.

    Minyak goreng dikatakan berkualitas apabila mempunyai stabilitas yang tinggi

    terhadap panas. Selain itu, mutu minyak goreng ditentukan oleh titik asapnya, yaitu

    suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat

    menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Makin tinggi titik asap makin baik mutu

    minyak goreng tersebut. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar

    gliserol bebas. Akibat penggorengan berkali-kali asam lemak yang terkandung dalam

    minyak akan semakin jenuh dan membuat ikatan rangkap minyak teroksidasi. Hal ini

    akan mengakibatkan makanan yang digoreng menjadi berbahaya bagi kesehatan

    (http://id.wikipedia.org., 2013).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.3. Klasifikasi Minyak

    2.3.1. Berdasarkan sifat mengering, minyak dapat diklasifikasikan sebagai

    berikut :

    1. Minyak tidak mengering ( non drying oil)

    - Tipe minyak zaitun, yaitu minyak zaitun, minyak buah persik, inti peach dan

    minyak kacang.

    - Tipe minyak rape, yaitu minyak biji rape dan minyak biji mustard.

    - Tipe minyak hewani, yaitu minyak babi.

    2. Minyak setengah mengering, misalnya minyak biji kapas dan minyak biji bunga

    matahari.

    3. Minyak mengering, misalnya minyak kacang kedelai dan minyak biji karet.

    2.3.2. Berdasarkan sumbernya, minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

    1. Bersumber dari tanaman

    a. Biji-bijian palawija : minyak jagung, biji kapas, kacang, rape seed, wijen,

    kedelai, bunga matahari.

    b. Kulit buah tanaman tahunan : minyak zaitun dan kelapa sawit

    c. Biji-bijian dari tanaman tahunan : kelapa, coklat, inti sawit, babassu,

    cohune dan sejenisnya.

    2. Bersumber dari hewani : minyak ikan sardin dan minyak ikan paus

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.4. Fungsi Minyak

    Dalam pengolahan makanan, minyak berfungsi sebagai :

    a. Sebagai media penghantar panas sewaktu menggoreng makanan

    b. Sebagai bahan untuk memperbaiki tekstur dan cita rasa makanan

    c. Sebagai penambah kandungan energi dalam makanan (Hambali,dkk 2007)

    2.5. Sifat Fisik dan Sifat Kimia Minyak

    2.5.1. Sifat Fisik Minyak

    Warna

    Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu :

    1. Zat Warna Alamiah ( Natural Coloring Matter)

    Zat warna yang termasuk golongan ini terdapat secara alamiah di dalam bahan

    yang mengandung minyak dan ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi.

    Zat warna tersebut antara lain terdiri dari dan karoten, xanthofil, klorofil, dan

    anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning

    kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan.

    Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang

    bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak

    jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga ikut terhidrogenasi,

    sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada

    suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang.

    Karotenoid tersebut tidak dapat dhilangkan dengan proses oksidasi.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Warna dari hasil degradasi zat warna alamiah

    a. Warna Gelap

    Disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak

    bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil yang berwarna hijau turut terekstrak

    bersama minyak, dan klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.

    Warna gelap ini dapat terjadi selama proses pengolahan dan penyimpanan,

    yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu :

    1. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi pada waktu pengepresan dengan cara hidraulik

    atau expeller, sehingga sebagian minyak teroksidasi. Di samping itu minyak yang

    terdapat dalam suatu bahan, dalam keadaan panas akan mengekstraksi zat warn yang

    terdapat dalam bahan tersebut.

    2. Pengepresan bahan yang mengandung minyak dengan tekanan dan suhu yang lebih

    tinggi akan menghasilkan minyak dengan warna yang lebih gelap

    3. Ekstraksi minyak dengan menggunakan pelarut organik tertentu, misalnya

    campuran pelarut petroleum-benzena akan menghasilkan minyak dengan warna lebih

    cerah jika dibandingkan dengan minyak yang diekstraksi dengan pelarut trichlor

    etilen, benzol dan heksan.

    4. Logam seperti Fe,Cu dan Mn akan menimbulkan warna yang tidak diingini dalam

    minyak.

    5. Oksidasi terhadap fraksi tidak tersabunkan dalam minyak menghasilkan warna

    kecoklat-coklatan.

    Universitas Sumatera Utara

  • b. Warna Coklat

    Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal

    dari bahan yang telah busuk atau memar.

    c. Warna Kuning

    Hubungan yang erat antara proses absorbsi dan timbulnya warna kuning

    dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini

    timbul selama penyimpanan dan intensitas warna berasal dari kuning sampai ungu

    kemerah-merahan.

    2.5.2. Sifat Kimia Minyak

    1. Hidrolisa

    Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam

    lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan

    minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak

    tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan

    flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

    2. Oksidasi

    Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen

    dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau

    tengik pada minyak dan lemak. Faktor-faktor yang menyebabkan minyak goreng

    teroksidasi dengan cepat diantaranya : pemanasan berulang, cahaya, katalis logam

    seperti besi dan tembaga, senyawa oksidator pada bahan pangan yang digoreng,

    jumlah oksigen, dan derajat ketidakjenuhan asam lemak dalam minyak. Oksidasi

    selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi

    Universitas Sumatera Utara

  • hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity

    terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi, kenaikan Peroxida Value (PV)

    hanya indikator dan peringatan bahwa minyak sebentar lagi akan berbau tengik.

    3. Polimerisasi

    Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena

    reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh. Hal ini terbukti dengan

    terbentuknya bahan menyerupai gum (gummy material) yang mengendap di dasar

    wadah penggoreng. Proses polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah

    mengering atau minyak mengering, karena minyak tersebut mengandung asam lemak

    tidak jenuh dalam jumlah besar.

    Kerusakan lemak atau minyak akibat pemanasan pada suhu tinggi (200-

    250C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam penyakit

    misalnya diarrhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah, kanker dan

    menurunkan nilai cerna lemak. Bahan makanan yang mengandung lemak dengan

    bilangan peroksida tinggi akan mempercepat ketengikan, dan lemak dengan bilangan

    peroksida lebih besar dari 100 dapat meracuni tubuh.

    3. Hidrogenasi

    Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan

    ikatan rangkap dan rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi

    hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan

    serbuk nikel sebagai katalisator.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.6. Parameter Kualitas Minyak Goreng

    1. Bilangan Peroksida

    Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas,

    sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida.

    Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi

    beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin

    A,C,D,E,K, dan sejumlah kecil vitamin B).

    Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara non enzimatis

    dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan

    denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoproein dalam keadaan

    normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida, dan jika

    lipoprotein mengalami denaturasi akan mengakibatkan deposisi lemak dalam

    pembuluh darah (aorta) sehingga menimbulkan gejala atherosclerosis. (Ketaren,

    1986).

    Bilangan peroksida didefinisikan sebagai jumlah miliequivalen peroksida

    dalam setiap 1000 g minyak atau lemak. Bilangan peroksida >20 menunjukkan

    kualitas minyak yang sangat buruk, biasanya teridentifikasi dari bau yang tidak enak

    (Rahman, 2007 dalam Dwi Krisna Fatoni, 2012). Bilangan peroksida adalah nilai

    terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam

    lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga

    membentuk peroksida (Ketaren,1986).

    Bilangan peroksida ditentukan berdasarkan jumlah iodin yang dibebaskan

    setelah lemak atau minyak ditambahkan KI. Lemak direaksikan dengan KI dalam

    Universitas Sumatera Utara

  • pelarut asam asetat dan kloroform, kemudian iodin yang terbentuk ditentukan dengan

    titrasi memakai Na2S2O3 (Winarno,1992).

    Secara umum reaksi pembentukan peroksida dapat digambarkan sebagai berikut :

    R CH = CH R + O O

    R CH CH R R CH CH R R C O

    O O O

    O

    Monoksida Peroksida Aldehid

    Bilangan peroksida menyatakan terjadinya oksidasi dari minyak. Bilangan

    peroksida berguna untuk penentuan kualitas minyak setelah pengolahan dan

    penyimpanan. Peroksida akan meningkat sampai pada tingkat tertentu selama

    penyimpanan sebelum penggunaan, yang jumlahnya tergantung pada waktu,suhu, dan

    kontaknya dengan cahaya dan udara. Tingginya bilangan peroksida menandakan

    oksidasi yang berkelanjutan, tetapi rendahnya bilangan peroksida bukan berarti bebas

    dari oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida meningkat, tetapi menguap dan

    meninggalkan sistem penggorengan pada temperatur yang tinggi (Sinaga,2010).

    Rumus untuk menentukan bilangan peroksida :

    Bilangan peroksida

    Dimana :

    A = Jumlah ml larutan Na2S2O3

    N = Normalitas larutan Na2S2O3

    Universitas Sumatera Utara

  • G = berat contoh minyak (gram) (Ketaren,1986)

    Cara Penentuan Bilangan Peroksida :

    1. Timbang sampel yang dibutuhkan dengan menggunakan timbangan dan masukkan

    ke dalam Erlenmeyer 250 ml.

    2. Tambahkan asam asetat-kloroform 6:4, kemudian kocok larutan sampai semua

    larut.

    3. Tambahkan 1 ml larutan KI jenuh dan 1 ml larutan pati 1% dan didiamkan selama

    2 menit.

    4. Titrasi dengan Natrium thiosulfat 0,1 N.

    5. Hitung volume Na2S2O yang habis untuk titrasi.

    6. Hitung bilangan peroksida

    2. Bilangan Asam

    Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang

    terdapat dalam minyak.

    3. Bilangan Iodine

    Bilangan iodine memberikan gambaran mengenai derajat ketidakjenuhan suatu lemak

    atau minyak. Besarnya jumlah iodine yang diserap menunjukkan banyaknya ikatan rangkap

    atau ikatan tidak jenuh.

    4. Bilangan Penyabunan

    Bilangan ini menyatakan besar kecilnya molekul lemak. Makin besar bilangan

    penyabunan suatu lemak, makin kecil molekul lemak tersebut, sebaliknya makin kecil

    bilangan penyabunan suatu lemak makin besar molekul lemaknya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 5. Kadar Air

    Air adalah konstituen yang keberadaannya dalam minyak sangat tidak diinginkan

    karena akan menghidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang

    menyebabkan bau tengik pada minyak.

    6. Kadar Kotoran

    Kadar kotoran yang terdapat pada minyak dapat menurunkan kualitas minyak karena

    dapat mempengaruhi rasa, bau, dan warna pada bahan pangan yang digoreng.

    7. Indeks Bias

    Indeks bias dapat digunakan untuk menentukan kemurnian minyak dan dapat

    menentukan dengan cepat terjadinya hidrogenasi katalisis. Semakin panjang rantai karbon

    dan semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias bertambah besar. Indeks bias dipengaruhi

    oleh faktor-faktor seperti kadar asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu.

    8. Titik Asap

    Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asap tipis

    yang kebiru-biruan pada pemanasan.

    9. Titik Kekeruhan

    Titik kekeruhan adalah untuk menentukan adanya pencemaran oleh bahan asing atau

    pencampuran minyak.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.7. Komposisi Minyak

    Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-1995

    seperti pada tabel berikut :

    Tabel 2.7 Standar mutu minyak goreng di Indonesia diatur dalam SNI 01-3741-

    1995

    No KRITERIA UJI PERSYARATAN UJI

    1 Bau Normal 2 Rasa Normal 3 Warna Muda Jernih 4 Cita rasa Hambar 5 Kadar air Max 0,3% 6 Berat jenis 0,900 g/L 7 Asam lemak bebas Max 0,3% 8 Bilangan peroksida Max 2 meq/Kg 9 Bilangan iodium 45-46 10 Bilangan penyabunan 196-206 11 Titik asap Minimal 200C 12 Indeks bias 1,448-1,450 13 Cemaran logam :

    Besi Timbal Tembaga Seng Raksa Timah Arsen

    Max 1,5 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg

    Max 40 mg/Kg Max 0,05 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg Max 0,1 mg/Kg

    Sumber : Departemen Perindustrian (SNI 3741-1995)

    2.8. Minyak Goreng Bekas

    Minyak goreng bekas atau minyak jelantah adalah minyak yang dihasilkan

    dari sisa penggorengan, baik dari minyak kelapa maupun minyak sawit. Minyak

    jelantah dapat menyebabkan minyak berasap atau berbusa pada saat penggorengan,

    Universitas Sumatera Utara

  • meninggalkan warna coklat, serta flavor yang tidak disukai dari makanan yang

    digoreng. Dengan meningkatnya produksi dan konsumsi minyak goreng, ketersediaan

    minyak jelantah kian hari kian melimpah. Sampai saat ini minyak jelantah belum

    dimanfaatkan dengan baik dan hanya dibuang sebagai limbah rumah tangga ataupun

    industri (Hambali,dkk 2007 hal 25-26).

    Menurut Walujo dalam Hartin, 2008, pemanasan berlebihan pada minyak

    goreng dapat mengubah asam lemak tak jenuh menjadi gugus peroksida dan senyawa

    radikal bebas lainnya. Hal ini dapat menimbulkan kanker. Selain itu menggunakan

    minyak goreng berulang-ulang dapat juga mengubah asam lemak tak jenuh menjadi

    asam lemak trans. Hal ini dapat meningkatkan lipoprotein LDL dan menurunkan

    lipoprotein HDL sehingga bisa meningkatkan resiko jantung koroner. Bahan baku

    minyak goreng juga sebaiknya diperhatikan. Hal ini dikarenakan bahan baku dapat

    mempengaruhi stabilitas minyak goreng itu sendiri. Stabilitas minyak goreng

    dipengaruhi oleh ketidakjenuhan asam lemak yang dikandungnya dan penyebaran

    ikatan rangkap. Ada tidaknya bahan lain juga dapat menghambat atau mempercepat

    proses kerusakan minyak.

    Perlu diketahui bahwa semua jenis minyak goreng yang beredar di pasar

    mengandung asam lemak jenuh rantai panjang yaitu >90%. Asam lemak jenuh

    berantai panjang yang dimiliki minyak goreng, dalam sistem metabolisme pencernaan

    dapat beresiko memunculkan penyakit. Hal ini dikarenakan asam lemak jenuh rantai

    panjang tidak bisa langsung diserap oleh tubuh atau usus (Hartin, 2008)

    Kerusakan utama pada minyak adalah timbulnya bau dan rasa tengik,

    sedangkan kerusakan lain meliputi peningkatan kadar asam lemak bebas / free fatty

    Universitas Sumatera Utara

  • acid (FFA), angka peroksida, angka karbonil, timbulnya kekentalan minyak,

    terbentuknya busa dan adanya kotoran dari bumbu bahan penggoreng (Winarno,

    1992). Semakin sering digunakan tingkat kerusakan minyak akan semakin tinggi.

    Penggunaan minyak berkali-kali akan meningkatkan perubahan warna menjadi coklat

    sampai kehitam-hitaman pada minyak tersebut.

    2.9. Bahaya Minyak Goreng Bekas Terhadap Kesehatan

    Minyak goreng bukan hanya sebagai media transfer panas ke makanan, tetapi

    juga sebagai makanan. Selama penggorengan sebagian minyak akan teradsorbsi dan

    masuk ke bagian luar bahan yang digoreng dan mengisi ruang kosong yang semula

    diisi oleh air. Hasil penggorengan biasanya mengandung 5-40 % minyak. Konsumsi

    minyak yang rusak dapat menyebabkan berbagai penyakit seperti pengendapan lemak

    dalam pembuluh darah (Artherosclerosis) dan penurunan nilai cerna lemak.

    Dalam minyak yang dipanaskan kemungkinan juga terdapat senyawa

    karsinogenik yang dibuktikan dari bahan pangan berlemak yang teroksidasi yang

    dapat mengakibatkan pertumbuhan kanker hati. Selain itu selama penggorengan juga

    akan terbentuk senyawa acrolein yang bersifat racun dan menimbulkan rasa gatal

    pada tenggorokan.

    Pemanfaatan minyak goreng bekas dapat dilakukan dengan pemurnian agar

    dapat digunakan kembali dan digunakan sebagai bahan baku produk berbasis minyak

    seperti sabun, shampo, dan bahan bakar diesel (Wijana,dkk 2005).

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.10. Karbon Aktif

    Karbon atau arang adalah suatu bahan padat berpori yang merupakan hasil

    pembakaran melalui proses pirolisis. Komponennya terdiri dari karbon terikat (fixed

    carbon), abu, air, nitrogen dan sulfur (Djatmiko, 1985). Karbon aktif berwarna hitam,

    berbentuk kristal mikro, karbon non grafit, tidak berbau, tidak mempunyai rasa,

    higroskopis, tidak larut dalam air, basa, asam, pelarut organik dan memiliki luas

    permukaan dan jumlah pori yang sangat banyak. Luas permukaan karbon aktif

    berkisar antara 300-3500 m2/gram. Daya serap karbon aktif sangat besar yaitu 25-

    1000% terhadap berat arang aktif. Karbon aktif tidak terdekomposisi atau bereaksi

    setelah digunakan.

    Sifat fisik karbon aktif dibagi menjadi dua macam, yaitu :

    1. Sifatnya keras dan bobot jenis tinggi, sesuai untuk bahan adsorpsi gas.

    2. Sifatnya lunak dan bobot jenis rendah, sesuai untuk bahan adsorpsi cairan.

    Karbon aktif adalah bahan padat berpori yang berwarna hitam sebagai hasil

    pembakaran tidak sempurna dalam bentuk granular atau bubuk dan mempunyai luas

    permukaan besar yaitu 500-1400 m2/g. Sedangkan menurut Gotz (1953) dalam

    (Khairunisa, 2008), karbon aktif adalah karbon yang sudah diaktifkan atau

    mengalami proses aktivasi sehingga pori-porinya lebih terbuka dan permukaannya

    menjadi lebih luas, dengan demikian daya adsorpsinya menjadi lebih besar.

    Karbon aktif dapat dibuat dari semua bahan baku yang mengandung karbon,

    baik organik, anorganik, limbah, barang tambang, maupun mineral seperti : tulang,

    kayu lunak, sekam padi, tongkol jagung, tempurung kelapa, sabut kelapa, ampas

    Universitas Sumatera Utara

  • penggilingan tebu, ampas pembuatan kertas, serbuk gergaji, kayu keras dan batubara

    (Neal, 2006).

    Karbon aktif dapat digunakan sebagai adsorben (daya serap). Karbon aktif

    dipakai dalam proses pemurnian udara, gas, larutan atau cairan (Kusnaedi, 2010).

    Karbon aktif dapat mengadsorpsi bau, rasa, warna, dan beberapa zat organik. Kualitas

    dari karbon aktif sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan, cara

    pembuatan, bahan aktif yang digunakan dan cara pengaktifannya.

    Pada prinsipnya proses pembuatan arang aktif dibagi menjadi dua yaitu :

    1. Proses Kimia

    Bahan baku dicampur dengan bahan-bahan kimia tertentu seperti HCl, ZnCl2,

    H2SO4, H4PO4, H3PO4, NH4CL, AlCl3, HNO3, KOH, KMN04, SO3, H2SO4, K2S,

    kemudian dibentuk menjadi batangan dan dikeringkan serta dipotong-potong. Pada

    proses pengaktifan, arang direndam dalam larutan pengaktifasi selama 24 jam lalu

    ditiriskan dan dipanaskan pada suhu 600-900C selama 1-2 jam.

    2. Proses fisika

    Bahan baku terlebih dahulu dibuat arang. Selanjutnya arang tersebut digiling.

    Arang yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam tungku aktivasi lalu dipanaskan

    pada suhu 800-1000C. Selama pemanasan ke dalamnya dialirkan uap air atau gas

    CO2.

    Menurut Cheremisinoff dan AC. Moressi dalam Sembiring (1998), proses

    pembuatan arang aktif terdiri dari tiga tahap :

    1. Dehidrasi : proses penghilangan air

    Bahan baku dipanaskan sampai temperatur 170C

    Universitas Sumatera Utara

  • 2. Karbonisasi : pemecahan bahan-bahan organik menjadi karbon.

    Pembentukan karbon terjadi pada temperatur 400-600C.

    3. Aktivasi : proses pembentukan dan penyusunan karbon sehingga pori-pori menjadi

    lebih besar.

    Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kemampuan adsorpsi, yaitu :

    1. Sifat adsorben

    Arang aktif yang merupakan adsorben adalah suatu padatan berpori. Struktur

    pori berhubungan dengan luas permukaan. Semakin kecil pori-pori arang aktif

    mengakibatkan luas permukaan semakin besar. Dengan demikian kecepatan adsorpsi

    bertambah. Untuk meningkatkan kecepatan adsorpsi lebih baik menggunakan arang

    aktif yang dihaluskan. Jumlah dan dosis arang aktif yang digunakan juga

    berpengaruh.

    2. Sifat serapan

    Banyak senyawa yang dapat di adsorpsi oleh arang aktif, tetapi

    kemampuannya dalam mengadsorpsi senyawa-senyawa tersebut berbeda. Adsorpsi

    akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul serapan dari

    struktur yang sama. Adsorpsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi, posisi gugus

    fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa se

    3. Temperatur

    Faktor yang mempengaruhi temperatur proses adsorpsi adalah viskositas dan

    stabilitas thermal senyawa serapan. Jika pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat

    senyawa serapan maka perlakuan dilakukan pada titik didihnya.

    Universitas Sumatera Utara

  • 4. PH (Derajat Keasaman)

    Untuk asam-asam organik adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu

    dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan karena kemampuan asam

    mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik tersebut. Sebaliknya bila pH asam

    organik dinaikkan yaitu dengan menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang

    sebagai akibat terbentuknya garam.

    5. Waktu Kontak

    Semakin lama waktu kontak antara karbon aktif dengan adsorbat maka

    semakin banyak adsorbat yang mengisi pori-pori karbon aktif. Pengadukan juga

    mempengaruhi waktu kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan

    pada partikel karbon aktif untuk bersinggungan dengan senyawa serapan.

    2.11. Adsorpsi Bilangan Peroksida dan Zat Warna oleh Karbon Aktif

    Adsorpsi adalah penyerapan suatu molekul atau suatu zat pada permukaan

    partikel secara fisik maupun kimia yang terjadi antara substrat (zat penyerap) dengan

    produk yang terserap (Makfoeld,2002). Zat yang menyerap disebut adsorben

    sedangkan zat yang diserap disebut adsorbat. Proses adsorpsi dapat terjadi antara

    padatan dengan padatan, gas dengan padatan, gas dengan cairan, dan cairan dengan

    padatan (Ketaren,1986). Dalam hal ini karbon aktif adalah adsorben, sedangkan

    bilangan peroksida dan zat warna adalah adsorbat.

    Daya adsorpsi karbon aktif disebabkan karena karbon aktif mempunyai pori-

    pori dalam jumlah besar, dan adsorpsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi

    potensial antara permukaan karbon dan zat yang diserap. Karbon aktif dapat

    menyerap zat warna sebanyak 95-97 % dari total zat warna yang terdapat dalam

    Universitas Sumatera Utara

  • minyak. Karbon aktif juga dapat menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki yang

    terdapat pada minyak dan menurunkan jumlah bilangan peroksida sehingga dapat

    memperbaiki mutu minyak.

    Jumlah adsorben yang digunakan kurang lebih sebanyak 1,0-1,5 persen dari

    berat minyak. Minyak yang hilang karena proses pemucatan kurang lebih 0,2-0,5

    persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan (bleaching).

    Keuntungan penggunaan karbon aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena

    lebih efektif dibandingkan dengan bleaching clay (tanah pemucat), sehingga karbon

    aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil (Ketaren, 2005).

    Proses adsorpsi pada karbon aktif terjadi melalui tiga tahap dasar, yaitu : zat

    terjerap pada bagian luar, zat bergerak menuju pori-pori karbon dan terjerap ke

    dinding bagian dalam dari karbon.

    Universitas Sumatera Utara

  • 2.12. Kerangka Konsep

    2.13.

    Minyak goreng

    bekas

    Penambahan karbon aktif sebanyak 1 gr, 2 gr, dan 3 gr dengan waktu kontak 30 menit

    Kadar bilangan peroksida dan warna (sebelum

    perlakuan)

    Kadar bilangan

    peroksida dan warna

    Sesuai standar mutu Departemen Perindustrian (SNI 3741-

    1995)

    Tidak sesuai standar mutu Departemen Perindustrian (SNI 3741-

    1995)

    Universitas Sumatera Utara