makalah kdm b s.pernafasan lengkap
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pemeriksaan diagnostik yaitu suatu proses yang menggunakan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan penunjang, serta tes lain untuk
mengidentifikasi penyakit pada pasien.
Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada system
pernafasan dibagi ke dalam dua metode, yaitu: Metode Morfologi dan Metode
Fisiologi.
Adapun salah satunya yaitu pemeriksaan laboratorium yang merupakan
prosedur pemeriksaan khusus yang dilakukan pada pasien untuk membantu
menegakan diagnosis pada penyakit system respirasi. Prosedur dan pemeriksaan
khusus dalam keperawatan merupakan bagian dari tindakan untuk mengatasi
masalah kesehatan yang dilaksanakan secara tim, perawat melakukan fungsi
kolaboratif dalam memberikan tindakan.
Hasil suatu pemeriksaan diagnostik sangat penting dalam membantu diagnose
kelainan pada system respirasi, memantau perjalanan penyakit serta menentukan
prognosa dari suatu penyakit /keluhan pasien yang merupakan pendukung untuk
kelainan system respirasi.
1
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk memperoleh informasi tentang klien, penyakit, dan kebutuhan klien
serta meningkatkan tekhnik-tekhnik yang digunakan dalam melakukan
pemeriksaan diagnostic pada kelainan system respirasi.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeteksi kelainan system respirasi,
b. Untuk menentukan risiko terjadinya penyakit pada system respirasi,
c. Untuk memantau perkembangan penyakit system respirasi,
d. Untuk memantau pengobatan pada penderita penyakit system respirasi.
e. Mengetahui ada tidaknya kelainan/penyakit system respirasi yang
dijumpai dan potensial membahayakan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pemeriksaan diagnostic adalah suatu proses yang menggunakan anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan penunjang, serta tes lain untuk
mengidentifikasi penyakit pada pasien. Tujuannya untuk memberikan pengobatan dan
informasi yang lebih akurat tentang prognosis pasien tersebut. (Harnoto : 2002)
Pengobatan hanya dapat dipertanggungjawabkan dan mempunyai arti apabila
diagnostic pasti atau paling tidak diagnostic banding dari penyakit sudah diketahui
sebelumnya. Prosedur diagnostic yang digunakan untuk mendeteksi gangguan pada
system pernafasan dibagi ke dalam dua metode, yaitu: Metode Morfologi dan
Metode Fisiologi.
A. METODE MORFOLOGI
1. Teknik radiologi
Toraks merupakan tempat yang ideal untuk pemeriksaan radiologi.
Parenkim paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap
jalannya sinar X, karena itu parenkim menghasilkan bayangan yang sangat
bersinar-sinar. Jaringan lunak dinding dada, jantung dan pembuluh-pembuluh
darah besar serta diafragma lebih sukar ditembus sinar X dibandingkan
parenkim paru sehingga bagian ini akan tampak lebih padat pada radiogram.
Struktur toraks yang bertulang (termasuk iga, sternum dan vertebra) lebih sulit
lagi ditembus, sehingga bayangannya lebih padat lagi. Metode radiografi yang
biasa digunakan untuk menentukan penyakit paru adalah:
3
a. Radiografi Dada Rutin
Dilakukan pada suatu jarak standar setelah inspirasi maksimum
dan menahan napas untuk menstabilkan diafragma. Radiograf diambil
dengan sudut pandang posteroanterior dan kadang juga diambil dari
sudut pandang lateral dan melintang. Radiograf yang dihasilkan
memberikan informasi sebagai berikut:
1) Status rangka toraks termasuk iga, pleura dan kontur diafragma
dan saluran napas atas pada waktu memasuki dada
2) Ukuran, kontur dan posisi mediastinum dan hilus paru, termasuk
jantung, aorta, kelenjar limfe dan percabangan bronkus
3) Tekstur dan derajat aerasi parenkim paru
4) Ukuran, bentuk, jumlah dan lokasi lesi paru termasuk kavitasi,
tanda fibrosis dan daerah konsolidasi.
Penampilan radiografi dada yang normal bervariasi dalam beberapa hal
bergantung pada:
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Keadaan pernapasan
Gambar rontgen: Destroyed Lung
4
Gambar rontgen: Efusi Pleura
Gambar rontgen: konsolidasi pada pneumonia
5
Gambar rontgen: Fibrosis pada TB paru
b. Tomografi computer (CT Scan)
Yaitu suatu teknik gambaran dari suatu “irisan paru” yang diambil
sedemikian rupa sehingga dapat diberikan gambaran yang cukup rinci.
CT scan dipadukan dengan radiograf dada rutin. CT scan berperan
penting dalam:
1) Mendeteksi ketidaknormalan konfigurasi trakea serta cabang
utama brronkus.
2) Menentukan lesi pada pleura atau mediastinum (nodus, tumor,
struktur vaskular).
3) Dapat mengungkapkan sifat serta derajat kelaianan bayangan yang
terdapat pada paru dan jaringan toraks lain CT scan bersifat tidak
infasif sehingga CT scan mediastinum sering digunakan untuk
menilai ukuran nodus limfe mediastinum dan stadium kanker paru,
walaupun tidak seakurat bila menggunakan mediastisnokopi.
6
CT digunakan untuk mengidentifikasi massa dan perpidahan
struktur yang»disebabkan oleh neoplasma, kista, lesi inflamasi fokal,
dan abses. CTscan dapat dilakukan dengan cepat-dalam 20 menit, tidak
termasuk proses analisis.
Sebelum pemeriksaan, pastikan izin tindakan telah didapatkan dari
klien, jawab setiap pertanyaan klien dan keluarga tentang CTscan. Klien
dipuasakan, dan jelaskan bahwa pemeriksaan ini sering membutuhkan
media kontras. Karena media kontras biasanya mengandung yodium
(Juga disebut zat warna), tanyakan klien apakah ia mempunyai alergi
terhadap yodium, zat warna, atau kerang. Ingatkan agar klien tidak
bergerak selama prosedur, namun ia dapat bercakap-cakap dengan
teknisinya.
Gambar CT Scan : Pericardial Effusion
7
Gambar CT-Scan : Tumor (Limpoma)
c. Pencitraan Resonansi Magnetik (MRI)
MRI menggunakan resonansi magnetic sebagai sumber energy untuk
mengambil gambaran potongan melintang tuubuh. Gambaran yang
dihasilkan dalam berbagai bidang, dapat membedakan jaringan yang
normal dan jaringan yang terkena penyakit (pada CT scan tidak dapat
dibedakan), dapat membedakan antara pembuluh darah dengan struktur
nonvascular, walaupun tanpa zat kontras. Namun, MRI lebih mahal
dibandingkan CT scan. MRI khususnya digunakan dalam mengevaluasi
penyakit pada hilus dan mediastinum.
d. Ultrasonografi
Dalam pemeriksaan ini terjadi emisi dan penetrasi gelombang suara
berfrekuensi tinggi. Pemeriksaan ini relatif tidak membahayakan.
Gelombang suara dipantulkan kembali dan diubah oleh suatu transduser
untuk menghasilkan image piktorial dari area yang sedang diperiksa.
8
Ultrasonografi toraks dapat memberikan informasi tentang efusi pleural
atau opasitas dalam paru.
Tidak dapat mengidentifikasi penyakit parenkim paru. Namun,
ultrasonografi dapat membantu mendeteksi cairan pleura yang akan
timbul dan sering digunakan dalam menuntun penusukan jarum untuk
mengambil cairan pleura pada torakosentesis.
e. Angiografi Pembuluh Paru
Memasukkan cairan radoopak melalui kateter yang dimasukkan
lewat vena lengan ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan lalu ke dalam
arteri pulmonalis utama. Teknik ini digunakan untuk menentukan lokasi
emboli massif atau untuk menentukan derajat infark paru. Resiko utama
dalam angiografi yaitu timbulnya aritmia jantung saat kateter
dimasukkan ke dalam bilik jantung.
f. Pemindaian Paru
Pemindaian paru dengan menggunakan isotop, walaupun merupakan
metode yang kurang dapat diandalkan untuk mendeteksi emboli paru,
tetapi prosedur ini lebih aman dibandingkan dengan angiografi.
2. Bronkoskopi
Merupakan suatu teknik yang memungkinkan visualisasi langsung
trakea dan cabang-cabang utamanya. Cara ini paling sering digunakan untuk
memastikan diagnosis karsinoma bronkogenik, tetapi dapat juga digunakan
untuk mengangkat benda asing.
9
3. Pemeriksaan Biopsi
Spesimen untuk pemeriksaan biopsi dapat dikumpulkan dari berbagai
jaringan sistem pernapasan. Biopsi struktur trakheobronkhial dapat dilakukan
selama bronkhoskopi. Biopsi scalene dan nodus mediastinal dapat dilakukan
(dengan anestesi lokal) untuk mendapatkan jaringan guna pemeriksaan
patologis, kultur, atau pengkajian sitologi.
a. Biopsi pleural
Biopsi pleural dapat dilakukan melalui insisi torakotomi kecil secara
bedah atau selama torasentesis, menggunakan jarum cope. Biopsi jarum
adalah prosedur diagnostik yang relatif aman dan sederhana yang sangat
berguna untuk menentukan penyebab efusi pleural. Jarum mengangkat
fragmen kecil pleura parietalis, yang digunakan untuk pemeriksaan kultur
dan selular mikroskopis. Jika diperlukan pemeriksaan bakteriologi,
spesimen biopsi harus didapatkan sebelum dimulai kemoterapi.
Dapatkan izin tindakan dari klien dan jelaskan tujuan dan pentingnya
pemeriksaan diagnostik ini. Persiapan dan posisi klien untuk biopsi pleural
serupa dengan persiapan dan posisi untuk torasentesis. Pemeriksaan ini
menimbulkan nyeri, dan klien harus diam takbergerak. Pemeriksaan ini
membutuhkan waktu 15 sampai 30 menit.
Komplikasi yang jarang terjadi termasuk nyeri sementara akibat
cedera saraf interkosta, pneumotoraks, dan hemotoraks. Setelah prosedur
amati klien terhadap komplikasi (mis, dispnea, pucat, diaforesis, nyeri
hebat). Pneumotoraks yang berkaitan dengan biopsi jarum dapat saja
terjadi. Perawat harus menyediakan selang dada dan peralatan drainase
dada. Pemeriksaan ronsen biasanya dilakukan setelah prosedur ini.
Terjadinya hemotoraks ditandai dengan peningkatan cairan dalam rongga
pleural dan membutuhan tindakan torasentesis segera.
Seperti halnya dengan biopsi pleural, biopsi paru dapat dilakukan
dengan pemajanan bedah paru (biopsi paru terbuka) dengan atau tanpa
10
endoskopi menggunakan jarum yang dirancang untuk mengangkat
jaringan paru. Jaringan kemudian diperiksa terhadap struktur selular
abnormal dan bakteri. Biopsi paru paling sering dilakukan untuk
mengidentifikasi tumor pulmonal atau perubfthan parenkim (mis.
sarkoidosis).
4. Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum biasanya diperlukan jika diduga adanya penyakit
paru. Membran mukosa saluran pernapasan berespons terhadap inflamasi
dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung organisme
penyebab. Perhatikan dan catat volume, konsistensi, warna dan bau sputum.
Pemeriksaan sputum mencakup pemeriksaan :
1) Pewarnaan Gram, biasanya pemeriksaan ini memberikan cukup
informasi tentang organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis
presumtif.
2) Kultur sputum mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakkan
diagnosa defmitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus
dikumpulkan sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya untuk
menentukan kemanjuran terapi.
3) Sensitivitas berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiotik yang mencegah pertumbuhan organisme
yang terdapat dalam sputum. Untuk pemeriksaan ini sputum
dikumpulkan sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan kultur dan
sensitivitas biasanya diinstruksikan bersamaan.
4) Basil tahan asam (BTA) menentukan adanya mikobakterium
tuberkulosis, yang setelah dilakukan pewarnaan bakteri ini tidak
mengalami perubahan warna oleh alkohol asam.
5) Sitologi membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum
mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial; sehingga
11
mungkin saja terdapat sel-sel malignan. Sel-sel malignan menunjukkan
adanya karsinoma, tidak terdapatnya sel ini bukan berarti tidak adanya
tumor atau tumor yang terdapat tidak meruntuhkan sel.
6) Tes kuantitatif adalah pengumpulan sputum selama 24 sampai 72jam.
Pengumpulan sputum.
Sebaiknya klien diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan
dapat dikumpulkan sputum yang benar-benar sesuai untuk pemeriksaan ini.
Instruksikan pasien untuk mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari
dalam paru-paru. (Karena sering kali jika klien tidak dijelaskan demikian,
klien akan mengumpulkan saliva dan bukan sputum). Sputum yang timbul
pagi hari biasanya adalah sputum yang paling banyak mengandung organisme
produktif. Biasanya dibutuhkan sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan
laboratorium. Implikasi keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:
1) Klien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang
sangat banyak membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi,
perbanyak asupan cairan klien.
2) Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah
karena batuk.
3) Instruksikan klien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan
spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.
4) Instruksikan klien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen
terkumpul sehingga spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium
secepatnya.
12
B. METODE FISIOLOGI
1. Uji Fungsi Paru
Merupakan Uji untuk mendiagnosis gangguan paru-paru dan seberapa
parah gangguan tersebut. Beberapa macam Uji Fungsi Paru :
a. Spirometry rutin
Spirometer adalah alat untuk mengukur volume udara pernafasan,yg
berfungsi utk mengetahui kondisi paru-paru manusia.ketika manusia
bernafas dlm jangka waktu tertentu, spirometer akan merekamjumlah
udara yang keluar dan masuk ke dlm paru-paru manusia.
Volume statis paru-paru :
1) Volume tidal (VT) yaitu jumlah udara yang dihirup dan
dihembuskan setiap kali bernafas pada saat istirahat. Volume tidal
normal bagi 350-400 ml.
2) Volume residu (RV) yaitu jumlah gas yang tersisa di paru-paru
setelah menghembuskan nafas secara maksimal atau ekspirasi
paksa. Nilai normalnya adalah 1200 ml.
13
3) Kapasitas vital (VC) yaitu jumlah gas yang dapat diekspirasi setelah
inspirasi secara maksimal. VC = VT + IRV + ERV (seharusnya 80
% TLC) Besarnya adalah 4800 ml.
4) Kapasitas total paru-paru (TLC) yaitu jumlah total udara yang dapat
dimasukkan ke dlm paru-paru setelah inspirasi maksimal. TLC =
VT + IRV + ERV + RV. Besarnya adalah 6000 ml.
5) Kapasitas residu fungsional (FRC) yaitu jumlah gas yang tertinggal
di paru-paru setelah ekspirasi volume tidal normal. FRC = ERV +
RV. Besarnya berkisar 2400 ml.
6) Kapasitas inspirasi (IC) yaitu jumlah udara maksimal yang dapat
diinspirasi setelah ekspirasi normal. IC = VT + IRV. Nilai
normalnya sekitar 3600 ml.
7) Volume cadangan inspirasi (IRV) yaitu jumlah udara yang dapat
diinspirasi secara paksa sesudah inspirasi volume tidal normal.
8) Volume cadangan ekspirasi (ERV) yaitu jumlah udara yang dapat
diekspirasi secara paksa sesudah ekspirasi volume tidal normal.
Volume Dinamis Paru-Paru
Parameter: FVC, FEV1 untuk menentukan fungsi paru
FVC : Forced Vital Capacity FEV1 : Forced Expired
Volume in
one second
Volume udara maksimum
yang
dapat dihembuskan secara
paksa untuk kapasitas vital
paksa
Volume udara yang dapat
dihembuskan paksa pada satu
detik pertama
Umumnya dicapai dalam 3
detik Normalnya 3,2 liter
Normalnya: 4 liter
14
Orang sehat dapat menghembuskan 75-80% atau lebih FVC-nya dalam satu detik
dengan rasio FEV1/FVC = 75-80%.
b. Gas Diffusion Test.
Barrier Gas / Membran
Respiratorius merupakan bagian yang
membatasi udara alveoli dari darah
kapiler, yang terdiri dari:
1. Selapis cairan yang membatasi alveoli
dan mengandung
campuran fosfolipid
(surfaktan)
2. Lapisan epitel alveolar yaitu sel-sel
epitel yang sangat tipis
3. Epitel membran basalis.
4. Ruangan interstitial yang sangat tipis antara epitel alveolar dan
membran kapiler.
5. Membran basalis kapiler
6. Membran endotel kapiler
Transpor karbondioksida Transpor oksigen
15
2. Analisa Gas Darah
Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga
keseimbangan asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar
bikarbonat, saturasi oksigen, dan kelebihan atau kekurangan basa.Pemeriksaan
gas darah arteri dan pH sudah secara luas digunakan sebagai pegangan dalam
penatalaksanaan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah juga dapat menggambarkan hasil berbagai tindakan
penunjang yang dilakukan, tetapi kita tidak dapat menegakkan suatu diagnosa
hanya dari penilaian analisa gas darah dan keseimbangan asam basa saja, kita
harus menghubungkan dengan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan data-
data laboratorium lainnya.
Pada dasarnya pH atau derajat keasaman darah tergantung pada
konsentrasi ion H+ dan dapat dipertahankan dalam batas normal melalui 3
faktor, yaitu:
a. Mekanisme dapar kimia
Terdapat 4 macam dapar kimia dalam tubuh, yaitu:
1. Sistem dapar bikarbonat-asam karbonat
2. Sistem dapar fosfat
3. Sistem dapar protein
4. Sistem dapar hemoglobin
b. Mekanisme pernafasan
c. Mekanisme ginjal
Mekanismenya terdiri dari:
1. Reabsorpsi ion HCO3-
2. Asidifikasi dari garam-garam dapar
3. Sekresi ammonia
16
Langkah-langkah untuk menilai gas darah:
1. Pertama-tama perhatikan pH (jika menurun klien mengalami asidemia,
dengan dua sebab asidosis metabolik atau asidosis respiratorik; jika
meningkat klien mengalami alkalemia dengan dua sebab alkalosis
metabolik atau alkalosis respiratorik; ingatlah bahwa kompensasi ginjal
dan pernafasan jarang memulihkan pH kembali normal, sehingga jika
ditemukan pH yang normal meskipun ada perubahan dalam PaCO2 dan
HCO3 mungkin ada gangguan campuran).
2. Perhatikan variable pernafasan (PaCO2 ) dan metabolik (HCO3) yang
berhubungan dengan pH untuk mencoba mengetahui apakah gangguan
primer bersifat respiratorik, metabolik atau campuran (PaCO2 normal,
meningkat atau menurun; HCO3 normal, meningkat atau menurun; pada
gangguan asam basa sederhana, PaCO2 dan HCO3 selalu berubah dalam
arah yang sama; penyimpangan dari HCO3 dan PaCO2 dalam arah yang
berlawanan menunjukkan adanya gangguan asam basa campuran).
3. Langkah berikutnya mencakup menentukan apakah kompensasi telah
terjadi (hal ini dilakukan dengan melihat nilai selain gangguan primer, jika
nilai bergerak yang sama dengan nilai primer, kompensasi sedang
berjalan).
4. Buat penafsiran tahap akhir (gangguan asam basa sederhana, gangguan
asam basa campuran).
Tabel Rentang nilai normal :
Nilai
pH 7,35 - 7,45
17
TCO2 23 - 27 mmol/L
PCO2 35 - 45 mmHg
BE ± 2 mEq/L
PO2 80 - 100 mmHg
Saturasi O2 95 % atau lebih
HCO3 22-26 mEq/L
Tabel gangguan asam basa:
Jenis Gangguan pH PCO2 HCO3
Asidosis Respiratorik
turunnaik
turun
Alkalosis Respiratorik naik turun naik
Asidosis Metabolik
turun turunnaik
Alkalosis Metabolik
naikturun
naik
Klasifikasi gangguan asam basa primer dan terkompensasi:
1. Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang
diproduksi dapat dikeluarkan melalui ventilasi.
18
2. Alkalosis respiratorik. Bila tekanan CO2 kurang dari 30 mmHg dan
perubahan pH, seluruhnya tergantung pada penurunan tekanan CO2 di mana
mekanisme kompensasi ginjal belum terlibat, dan perubahan ventilasi baru
terjadi. Bikarbonat dan base excess dalam batas normal karena ginjal belum
cukup waktu untuk melakukan kompensasi. Kesakitan dan kelelahan
merupakan penyebab terbanyak terjadinya alkalosis respiratorik pada anak
sakit kritis.
3. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2 lebih dari normal akibat
hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan CO2 disertai
penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler, atau
gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai
dengan nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia,
penyakit neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
4. Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas
normal dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan
intervensi dengan perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat.
5. Asidosis metabolik terkompensasi. Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--
7,40. Asidosis metabolik telah terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
6. Alkalosis metabolik tak terkompensasi. Sistem ventilasi gagal melakukan
kompensasi terhadap alkalosis metabolik ditandai dengan tekanan CO2 dalam
batas normal dan pH lebih dari 7,50 misalnya pasien stenosis pilorik dengan
muntah lama.
7. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian. Ventilasi yang tidak adekuat
serta pH lebih dari 7,50.
8. Hipoksemia yang tidak terkoreksi. Tekanan oksigen kurang dari 60 mmHg
walau telah diberikan oksigen yang adekuat
9. Hipoksemia terkoreksi. Pemberian O2 dapat mengoreksi hipoksemia yang ada
sehingga normal.
19
10. Hipoksemia dengan koreksi berlebihan. Jika pemberian oksigen dapat
meningkatkan tekanan oksigen melebihi normal. Keadaan ini berbahaya pada
bayi karena dapat menimbulkan retinopati of prematurity, peningkatan aliran
darah paru, atau keracunan oksigen. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pemeriksaan yang lain seperti konsumsi dan distribusi oksigen.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan diagnostic adalah suatu proses yang menggunakan
anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, pemeriksaan penunjang, serta
tes lain untuk mengidentifikasi penyakit pada pasien. Tujuannya untuk
memberikan pengobatan dan informasi yang lebih akurat tentang prognosis
pasien tersebut.
Pengobatan hanya dapat dipertanggungjawabkan dan mempunyai arti
apabila diagnostic pasti atau paling tidak diagnostic banding dari penyakit
sudah diketahui sebelumnya. Prosedur diagnostic yang digunakan untuk
mendeteksi gangguan pada system pernafasan dibagi ke dalam dua metode,
yaitu: Metode Morfologi dan Metode Fisiologi
B. Saran
Dengan adanya makalah ini kami harapkan kepada mahasiswa mampu
memahami tentang teknik-teknik pemeriksaan diagnostik pada system
respirasi demi mencapai diagnosa suatu penyakit serta mampu
mengaplikasikannya dalam praktek keperawatan.
20
DAFTAR PUSTAKA
Wiryo Harnoto. 2002. Kajian Kritis Makalah Ilmiah Kedokteran Klinik.
Jakarta. Penerbit : CV. AGUNGA SETO
W. Sibuea Herdia dkk. 1996. Riwayat Penyakit dan pemeriksaan jasmani.
Jakarta. Penrbit : PT RINEKA CIPTA
Eny. 2010. Pemeriksaan Diagnostik. Di unduh melalui
http ://enyretnaambarwati.blogspot.com/2010. Pada tanggal 12 November 2011
Kozier,B. 2004. Fundamentals of Nursing : Concepts, Process, and Practice.
Edisi 7. New Jersey : Prentice Hall
Mubarak Wahid Iqbal,dkk.2007.Kebutuhan Dasar Manusia.Jakarta: EGC
21
22