makalah imunologi lengkap

Upload: ifahongstar-kembar-autis-mandeslinkitriboy

Post on 02-Jun-2018

319 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    1/47

    1

    AUTOIMUN

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    2/47

    2

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

    disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk

    mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Potensi autoimun

    ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat mengeskpresikan

    reseptor spesifik untuk banyak self antigen (Baratawidjaya , 2006).

    Dalam kaitannya dengan fenomena autoimun harus dibedakan antarapengertian respon autoimun dan penyakit autoimun. Respons autoimun selalu

    dikaitkan dengan didapatkannya autoantibodi atau reaktivitas limfosit terhadap

    antigennya sendiri. Respons autoimun tidak selalu harus mempunyai kaitan

    dengan penyakit autoimun yang dideritanya, bahkan respon autoimun tidak

    selalu menampakkan gejala penyakit autoimun.

    Dalam keadaan normal, sistem imun dapat membedakan self antigen

    (antigen tubuh sendiri) dari antigen asing, karena tubuh mempunyai toleransi

    terhadap self antigen (self-tolerance), tetapi pengalaman klinis menunjukkan

    bahwa adakalanya timbul reaksi autoimunitas. Autoimunitas terjadi karena self-

    antigen yang dapat menimbulkan aktivasi, proliferasi serta diferensiasi sel T

    autoreaktif menjadi sel efektor yang menimbulkan kerusakan jaringan dan

    berbagai organ.

    Dalam autoimunitas, antigen disebut autoantigen, sedang antibodi disebut

    autoantibodi. Sel autoreaktif adalah limfosit yang mempunyai reseptor untuk

    autoantigen. Bila sel tersebut memberikan respon autoimun, disebut SLR (sel

    limfosit reaktif).

    Dalam populasi, sekitar 3,5% orang menderita penyakit autoimun. 94%

    dari jumlah tersebut berupa penyakit Grave (Hipertiroidism), Diabetes Mellitus

    tipe 1, Anemia Pernisiosa, Artritis Rheumatoid, Tiroiditis, Vitiligo dan Sclerosis

    Multiple. Penyakit ditemukan lebih banyak pada wanita (2,7 kali dibandingkan

    pria), yang diduga karena disebabkan oleh hormon.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    3/47

    3

    I.2 Rumusan Masalah

    1.

    Apa yang dimaksud dengan Autoimun ?2. Apa saja Klasifikasi Penyakit Autoimun ?

    3. Apa saja Teori-Teori Fenomena Autoimun ?

    4.

    Apakah Faktor-Faktor yang berperan pada Autoimun ?

    5. Bagaimana Contoh dan Gejala Penyakit Autoimun ?

    6. Bagaimana Pengobatan Penyakit Autoimun ?

    I.3 Tujuan Penulisan

    1. Untuk menjelaskan definisi dari autoimun

    2. Untuk menjelaskan klasifikasi penyakit autoimun

    3. Untuk menjelaskan teori-teori fenomena autoimun

    4. Untuk menjelaskan faktor-faktor yang berperan pada autoimun

    5. Untuk menjelaskan contoh dan gejala penyakit autoimun

    6.

    Untuk menjelaskan pengobatan penyakit autoimun

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    4/47

    4

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Definisi Autoimun

    Respons autoimun selalu dikaitkan dengan didapatkannya autoantibodi

    atau reaktivitas limfosit terhadap antigennya sendiri. Respons autoimun tidak

    selalu harus mempunyai kaitan dengan penyakit autoimun yang dideritanya,

    bahkan respon autoimun tidak selalu menampakkan gejala penyakit autoimun.

    Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

    disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untukmempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya. Potensi autoimun

    ditemukan pada semua individu oleh karena limfosit dapat mengeskpresikan

    reseptor spesifik untuk banyak self antigen.

    II.2 Klasifikasi Penyakit Autoimun

    Penyakit autoimun dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, menurut

    mekanisme terjadinya, yaitu melalui antibodi/humoral, kompleks imun, selular,

    selular dan humoral atau menurut organ yang menjadi sasaran yaitu organ

    spesifik dan non organ spesifik atau sistemik.

    A. Klasifikasi Penyakit Autoimun Menurut Organ yang Terlibat

    Contoh alat tubuh yang menjadi sasaran penyakit autoimun adalah

    darah, saluran cerna, jantung, paru, ginjal, susunan saraf, endokrin, kulit,

    otot, alat reproduksi, telinga-tenggorok dan mata.3

    Berdasarkan organ yang menjadi sasaran , penyakit-penyakit autoimun

    dapat dianggap membentuk spektrum. Suatu upaya untuk mengelompokkan

    penyakit-penyakit utama yang dianggap berkaitan dengan autoimunitasdalam suatu spektrum penyakit autoimun yang organ spesifik dan non organ

    spesifik (sistemik) diperlihatkan pada tabel 1.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    5/47

    5

    Pada salah satu ujung spektrum kita lihat penyakit autoimun spesifik

    organ dengan autoantibodi spesifik organ. Penyakit Hashimoto pada kelenjar

    tiroid merupakan satu contoh yang menunjukkan lesi spesifik pada tiroid.

    Sedangkan Pada ujung lain dari spektrum terdapat penyakit autoimun tidak

    spesifik organ (sistemik) yang secara luas digolongkan penyakit

    reumatologik; salah satu contoh adalah lupus eritematosus sistemik (SLE)

    yang baik lesi maupun autoantibodinya tidak terbatas pada organ tertentu.

    Ada kecenderungan bahwa pada seseorang dapat dijumpai lebih dari

    satu jenis kelainan autoimun dan apabila ini terjadi maka seringkali

    kelainan-kelainan itu berada dalam satu kelompok pada spektrum. Jadi

    penderita dengan tiroiditis autoimun (penyakit Hashimoto atau miksedema

    primer) lebih sering menderita anemia pernisiosa dibanding yang

    diharapkan pada populasi umum dengan umur dan jenis kelamin yang sama

    (10 % vs 0,2 %). Hubungan lain sering dijumpai antara penyakit Addison

    dengan penyakit tiroid autoimun dan pada remaja yang menderita anemiapernisiosa dan poliendokrinopati termasuk penyakit Addison,

    hipoparatiroidisme, diabetes dan tiroiditis.

    Perbedaan dan kesamaan antara penyakit autoimun organ spesifik dan

    non-organ spesifik (sistemik) terlihat pada tabel 2.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    6/47

    6

    B. Klasifikasi Penyakit Autoimun menurut Mekanismenya

    1). Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi

    Berbagai antibodi dapat menimbulkan kerusakan langsung.

    Penyakit-penyakit yang ditimbulkannya serta autoantigennya terlihat

    pada tabel.

    Tabel 3. Efek patogenik antibodi humoral langsung

    2). Penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi dan sel T

    Pada banyak penyakit autoimun, kerusakan dapat ditimbulkan oleh

    antibodi (humoral) serta sel T.

    Tabel 4. Contoh-contoh penyakit autoimun yang terjadi melalui antibodi

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    7/47

    7

    3). Penyakit autoimun yang terjadi melalui kompleks antigen-antibodi

    Kompleks imun yang terbentuk dalam sirkulasi menimbulkan

    penyakit sistemik seperti LES. Sebaliknya, autoantibodi atau respons sel

    T terhadap self antigen menimbulkan penyakit dengan distribusi

    jaringan yang terbatas, organ spesifik seperti miastenia gravis, diabetes

    melitus tipe I dan sklerosis multipel.

    4). Penyakit autoimun yang terjadi melalui komplemen

    Oleh sebab yang belum jelas, defisiensi komplemen dapat

    menimbulkan penyakit autoimun seperti LES. Di samping itu beberapa

    alotipe dari komplemen memudahkan timbulnya autoimunitas. Diduga

    bahwa kompleks imun yang mungkin timbul dalam tubuh tidak dapat

    disingkirkan oleh sistem imun yang komplemen dependen.

    II.3 Teori Fenomena Autoimun

    Ada tiga hipotesis yang mencoba menjelaskan tentang fenomena

    autoimunitas :

    - Teori klon terlarang (forbidden clones theory)

    - Teori antigen terasing (sequestered/hidden antigen theory)

    - Teori defisiensi imun (immunologic deficiency theory)

    a. Teori klon terlarang (forbidden clones theory)

    Burnett mengajukan teori forbidden clones, yang menyatakan bahwa

    tubuh menjadi toleran terhadap jaringannya sendiri oleh karena sel-sel yang

    autoreaktif selama perkembangan embriologiknya akan musnah.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    8/47

    8

    Mutan yang memiliki antigen permukaan akan segera dibinasakan,

    sedangkan mutan yang memiliki antigen tersembunyi dapat hidup terus

    sehingga berfungsi dalam respon imun dan menimbulkan kerusakan.

    Gambar 1. Bagan teori klon terlarang

    b. Teori antigen terasing (sequestered/hidden antigen theory)Pada masa embrio merupakan tahap pengenalan antigen. Sequestered

    atau hidden antigen adalah antigen yang karena sawar anatomik tidak pernah

    terpajan dengan sistem imun misalnya antigen sperma, lensa mata, dan saraf

    pusat. Bila sawar tersebut rusak pada tahap dewasa, antigen yang tadinya

    terasing sekarang terpapar sehingga limfosit mengenal sebagai asing sehingga

    dapat timbul penyakit autoimun.

    c. Teori defisiensi imun

    Hilangnya self tolerance mungkin disebabkan oleh karena adanya

    gangguan sistem limfoid. Teori ini didasarkan atas kemunduran fungsi sistem

    imun. Adanya kenyataan pada pengamatan bahwa penyakit autoimun sering

    ditemukan bersamaan pada individu dengan defesiensi imun, misalnya pada

    lanjut usia.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    9/47

    9

    II.4 Faktor yang Berperan pada Autoimun

    1.

    Faktor mikroba (Infeksi dan Kemiripan Molekular)Banyak infeksi yang menunjukkan hubungan dengan penyakit autoimun

    tertentu. Beberapa penyakit memiliki epitope yang sama dengan antigen

    sendiri. Respon imun yang timbul terhadap bakteri tersebut bermula pada

    rangsangan terhadap sel T yang selanjutnya merangsang sel B untuk

    membentuk autoantibodi.

    Gambar 2. Pembentukan autoantibodi 2

    Infeksi virus dan bakteri dapat berkontribusi dalam terjadinya

    eksaserbasi autoimunitas. Pada kebanyakan hal, mikroorganisme tidak

    dapat ditemukan. Kerusakan tidak disebabkan oleh penyebab mikroba,

    tetapi merupakan akibat respon imun terhadap jaringan pejamu yang rusak.

    Contoh penyakit yang ditimbulkan oleh kemiripan dengan antigen sendiri

    adalah demam reumatik pasca infeksi streptococcus grup A, disebabkan

    antibodi terhadap streptococcus yang diikat jantung dan menimbulkan

    miokarditis.

    Berbagai infeksi yang berhubungan dengan eritema nodosum

    terlihat pada tabel 5.

    Tabel 5. Infeksi yang berhubungan dengan eritema nodosum

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    10/47

    10

    2. Sequestered Antigen

    Sequestered antigen adalah antigen sendiri yang karena letak

    anatominya, tidak terpapar dengan sistem imun. Pada keadaan normal,

    sequestered antigentidak ditemukan untuk dikenal sistem imun. Perubahan

    anatomik dalam jaringan seperti inflamasi (sekunder oleh infeksi, kerusakan

    iskemia atau trauma), dapat memajankan sequestered antigendengan sistem

    imun yang tidak terjadi pada keadaan normal. Contohnya protein

    intraoktakular pada sperma.

    Inflamasi jaringan dapat pula menimbulkan perubahan struktur pada

    self antigen dan pembentukan determinan baru yang dapat memacu reaksiautoimun.

    Gambar 3. Penglepasan sequestered antigen

    3. Kegagalan Autoregulasi

    Regulasi imun berfungsi untuk mempertahankan homeostasis.

    Gangguan dapat terjadi pada presentasi antigen, infeksi yang meningkatkan

    respons MHC, kadar sitokin yang rendah (misalnya TGF-) dan gangguan

    respons terhadap IL-2. Pengawasan beberapa sel autoreaktif diduga

    bergantung pada sel Ts atau Tr. Bila terjadi kegagalan sel Ts atau Tr, maka

    sel Th dapat dirangsang sehingga menimbulkan autoimunitas.

    4. Aktivasi Sel B Poliklonal

    Autoimunitas dapat terjadi oleh karena aktivasi sel B poliklonal oleh

    virus (EBV), LPS dan parasit malaria yang dapat merangsang sel B secaralangsung yang menimbulkan autoimunitas. Antibodi yang dibentuk terdiri

    atas berbagai autoantibodi.

    Gambar 4. Aktivasi anergi anti-selfsel B

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    11/47

    11

    5. Faktor non mikroba (Lingkungan, Makanan dan Obat)

    Sinar matahari merupakan perangsang timbulnya kelainan kulit pada

    SLE. Pemaparan pada larutan organik dapat mengawali penyakit autoimun

    membran basal yang menyebabkan sindroma Good-pasture.

    Diet mungkin merupakan salah satu faktor. Minyak ikan yang

    mengandung asam lemak tak jenuh omega-3 yang berantai panjang dianggap

    menguntungkan bagi penderita artritis reumatoid.

    Beberapa jenis penyakit yang disebabkan oleh obat misalnya SLE,

    trombositopenia, miastenia gravis, anemia hemolitik autoimun dan lain-lain.

    Berbagai obat dapat memacu LES, misalnya hidralazin, metildopa,prokainamid, sulfalazin, penisilamin, klorpromazin, sitokin, antibodi

    monoklonal, kinidin dan kinin, antikonvulsan (fenitoin, mefenitoin,

    etoksuksidin, trimetadion, karbamazepin, valproat dan primidon). Obat

    (penisilamin) dapat menginduksi pemfigus dengan efek direk terhadap

    epidermis atau indirek melalui modifikasi sistem imun. Sejumlah obat

    seperti -metil-dopa, iproniazid, minosiklin, asam tienilik, klometasin,

    halotan dan herbal dai-saiko dapat menginduksi hepatitis melalui produksi

    autoantibodi organ non spesifik. Diduga bahwa -bloker dapat menginduksi

    psoriasis melalui ikatan dengan reseptor di kulit, sehingga menjadi lebih

    imunogenik.

    Tabel 6. Obat-obat yang berhubungan dengan LES

    6. Faktor keturunan/genetik

    Penyakit autoimun mempunyai persamaan predisposisi genetik.

    Meskipun sudah diketahui adanya kecenderungan terjadinya penyakit pada

    keluarga, tetapi bagaimana hal tersebut diturunkan, pada umumnya adalah

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    12/47

    12

    kompleks dan diduga terjadi atas pengaruh beberapa gen. Bukti yang ada

    hanya menunjukkan hubungan antara penyakit dan HLA. Halotipe HLA

    merupakan risiko relatif untuk penyakit autoimun tertentu.

    Fenomena autoimun cenderung dijumpai pada satu keluarga tertentu.

    Misalnya, anggota keluarga generasi pertama (saudara kandung, orang tua

    dan anak-anak) dari penderita penyakit Hashimoto mengandung

    autoantibodi dan tiroiditis yang nyata maupun yang subklinis dengan angka

    kekerapan tinggi. Persentase anggota keluarga yang mengandung

    autoantibodi lebih tinggi dalam keluarga dengan lebih dari seorang anggota

    keluarga menderita penyakit itu.Hubungan dalam keluarga ini dapat disebabkan oleh faktor lingkungan

    misalnya kuman penyebab infeksi, tetapi ada bukti bahwa peran satu atau

    lebih komponen genetik perlu dipertimbangkan secara serius. Pertama-

    tama, bila tiroiditis terjadi pada kembar, kemungkinan bahwa keduanya

    menderita penyakit yang sama lebih besar pada kembar identik dibanding

    kembar tidak identik. Kedua, autoantibodi terhadap tiroid lebih sering

    dijumpai pada penderita dengan disgenesis ovarium yang menunjukkan

    aberasi kromosom X misalnya XO khususnya kelainan isokromosom X.

    7. Faktor hormon dan seks

    Hormon dari kelenjar tiroid, hipotalamus dan adrenal memang

    diketahui mempengaruhi homeostasis sistem imun dan rangsangan

    terhadap antigen. Hormon seks berbeda yang terdapat pada pria dan wanita

    mungkin juga berperan pada kekerapan untuk menderita penyakit

    autoimun.SLE dan artritis reumatoid lebih kerap berlaku pada wanita, dan

    myasthenia gravis lebih kerap berlaku pada pria.

    Tabel 7. Angka kekerapan penyakit autoimun yang meningkat pada wanita

    http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html#SLE#SLEhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html#myasthenia#myastheniahttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html#myasthenia#myastheniahttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html#SLE#SLE
  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    13/47

    13

    Ada kecenderungan umum bahwa penyakit autoimun lebih sering

    dijumpai pada wanita dibanding pria. Alasan pasti untuk hal ini belum

    diketahui. Ada kemungkinan bahwa kadar estrogen yang tinggi dijumpai

    pada penderita dan mencit dengan SLE. Kehamilan sering dikaitkan dengan

    makin beratnya penyakit, terutama pada artritis reumatoid, dan kadang-

    kadang terjadi kekambuhan setelah melahirkan, pada saat mana terjadi

    perubahan kadar hormon yang drastis dan hilangnya plasenta.

    II.5 Beberapa Contoh dan Gejala Penyakit Autoimun

    1. Lupus Eritematosus Sistemik (LES)

    Lupus eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit autoimun sistemik

    yang ditandai dengan adanya autoantibodi terhadap autoantigen,

    pembentukan kompleks imun, dan disregulasi sistem imun, menyebabkan

    kerusakan pada beberapa organ tubuh. Perjalanan penyakitnya bersifat

    episodic (berulang) yang diselingi periode sembuh. Pada setiap penderita,

    peradangan akan mengenai jaringan dan organ yang berbeda. Beratnya

    penyakit bervariasi mulai dari penyakit yang ringan sampai penyakityang

    menimbulkan kecacatan, tergantung dari jumlah dan jenis antibodi yang

    muncul dan organ yang terkena. Perjalanan penyakit LES sulit diduga dan

    sering berakhir dengan kematian.

    Gejala sistemik meliputi lemah, anoreksia, demam, lemah, dan

    menurunnya berat badan. Gejala di kulit termasuk ruam malar (butterfly

    rash), ulkus di kulit dan mukosa, purpura, alopesia (kebotakan), fenomena

    Raynaud, dan fotosensitifitas. Gejala sendi sering ditemukan. Bersifat

    simetris dan tidak menyebabkan kelainan sendi. Nefritis lupus umumnya

    belum bergejala pada masa awitan, tetapi sering berkembang menjadiprogresif dan menyebabkan kematian. Gejalanya berupa edema, hipertensi,

    gangguan elektrolit, dan gagal ginjal akut. Biopsi ginjal diindikasikan pada

    pasien yang tidak responsive pada terapi kortikosteroid. Pengendalian

    hipertensi sangat penting untuk mempertahankan fungsi ginjal.

    2. Penyakit Graves

    Pada tahun yang sama Adams dan Purves menemukan pula stimulator

    tiroid abnormal pada penderita penyakit Graves yang kerjanya mirip TSH,

    disebut sebagai long-acting thyroid stimulator (LATS). Baru sekitar 20

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    14/47

    14

    tahun kemudian diketahui bahwa LATS adalah suatu autoantibodi yang

    mampu merangsang reseptor TSH (thyrotropinreceptor antibodies = TRAb)

    untuk menghasilkan hormon tiroid tiroksin dan triiodotironin. Pada tahun-

    tahun berikutnya ditemukan pula berbagai antibodi antitiroid lainnya.

    Penyakit Graves dan Hashimoto merupakan penyakit tiroid autoimun

    (Autoimmune Thyroid Disease = AITD ; Penyakit Tiroid Autoimun = PTAI)

    yang paling sering ditemukan di klinik, tergolong dalam penyakit autoimun

    bersifat organ spesifik.

    3.Atritis Reumatoid

    Kelaianan sendi pada arthritis rheumatoid pada dasarnya disebabkanoleh pertumbuhan ganas sel-sel sinovial sebagai suatu selaput yang melapisi

    dan merusak tulang rawan dan tulang. Membran sinovial yang mengelilingi

    dan membentuk rongga sendi menjadi sangat seluler sebagai akibat

    hipereaktivitas imunologik seperti yang ditunjukkan oleh adanya sejumlah

    besar sel-T, terutama CD4, dalam berbagai stadium maturasi, biasannya

    disertai sel-sel dendrite dan makrofag; gumpalan sel-sel plasma sering

    terlihat dan bahkan kadang-kadang folikel sekunder dengan pusat-pusat

    germinal seolah-olah membrane sinovial menjadi kelenjar limfe yang aktif.

    Sintesis autoantibody terhadap bagian Fc IgG yang dikenal sebagai

    antiglobulin atau factor rheumatoid, merupakan cirri khas penyakit ini,

    dijumpai pada hampir semua penderita dengan arthritis rheumatoid. Salah

    satu hal yang menarik pada arthritis rheumatoid adalah penemuan bahwa

    IgG peenderita mengalami glikosilasi yang abnormal.

    Sinovium yang terkena radang kronik penuh dengan sel-T yang

    teraktivasi dan perannya yang penting pada proses penyakit. Seperti

    dijelaskan sebelumnya bahwa sekresi TNF dan GM-CSF oleh sel-T akan

    menyebabkan pembentukan selaput ganas dengan konsekuensi erosi tulang

    rawan dan tulang.

    4. Tiroiditis Autoimun

    Infiltrat radang pada tiroiditis autoimun biasanya hanya terdiri atas

    sel-sel mononuclear dan walaupun bukan merupakan petunjuk pastii, hal ini

    dianggap menunjukkan hipersensitivitas sel-T Bukti kuat partisipasi

    langsung limfosit-T masih harus dicari walaupun adanya molekul kelas II

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    15/47

    15

    pada tirosit penderita dan sel-T spesifik antigen dalam kelenjar tiroid sesuai

    dengan adanya keterlibatan sel ini.

    5. Diabetes Melitus Insulin-Dependen (IDDM)

    Seperti halnya pada tiroiditis autoimun, pada IDDM terdapat infiltrasi

    radang kronik dan destruksu jaringan spesifik, yaitu destruksi sel-sel pulau

    Langerhans pancreas yang memproduksi insulin. Kelambatan timbulnya

    awal penyakit yang disebabkan oleeh pengobatan awal siklosporin A dengan

    kadar yang hanya memberi dampak sedikit pada produksi antibody,

    menunjukan bahwa sel-T efektor adalah penyebab destruksi karena obat itu

    ditujukan pada sintesis sitokin oleh sel-T secara spesifik. In vitro, respons selT terhadap antigen-antigen sel pulau, termasuk glutamic acid decarboxylase,

    secara langsung menggambarkan resiko perkembangan ke arah IDDM klinik.

    6. Sklerosis Multipel (SM)

    Dugaan bahwa MS mungkin merupakan penyakit autoimun telah lama

    diramalkan berdasarkankemiripan morfologik dengan ensefalomielitis

    alergik eksperimental (EAE), yaitu suatu penyakit dengan demielinasi yang

    berakibat paralysis motorik. Diduga bahwa sel-T mencetuskan radang local

    pada sel-sel endotel jaringan sawar darah-otak yang menyebabkan antibody

    dari darah bisa masuk ke dalam jaringan otak.

    II.6 Pengobatan Penyakit Autoimun

    1. Pegontrolan Metabolik

    Pada banyak penyakit spesifik organ, upaya memperbaiki

    metabolisme, biasanya mencukupi, misalnya pemberian tiroksin pada

    miksedema primer, insulin pada diabetes juvenile, vitamin B12 pada anemia

    pernisiosa, obat abtitiroid pada penyakit Graves, dan lain-lain. Obatantikolinergik biasanya digunakan untuk pengobatan jangka panjang

    miastenia gravis; timektomi bermanfaat untuk sebagian besar kasus dan

    dapat dimengerti bahwa kelenjar pada keadaan imunogenik tertentu

    mengandung resseptor terhadap Ach.

    2. Obat Anti Inflamasi

    Penderita dengan gejala miastenia berat memberikan respon baik

    terhadap steroid dosis tinggi, demikian pula penyakit autoimun berat yang

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    16/47

    16

    lain, misalnya SLE dan nefritis kompleks imun di mana obat-obat itu

    mengurangi lesi inflamasi.

    Pada Artritis rheumatoid, selain steroid, obat anti inflamasi seperti

    salisilat dan obat sintetik penghambat prostaglandin yang tak terhitung

    banyaknya digunakan secara luas. Sulfasalazin, penisilamin, garam emas dan

    anti malaria seperti klorokuin, semuanya mendapat tempat penting dalam

    tempat pengobatan, tetapi cara kerjanya tidak diketahui.

    3. Obat Imunosupresif

    Pada dasarnya karena siklosporin menghambat sekresi limfokin oleh

    sel-T, disebut obat anti inflamasi dan karena limfokin seperti IL-2 padakeadaan tertentu juga dapat meningkatkan proliferasi, siklosporin juga

    dapat dianggap sebagai obat anti mitotic. Obat ini telah terbukti bermanfat

    pada uveitis, diabetes dini tipe I, sindroma nefrotik dan psoriasis, dan

    terbukti menunjukkan manfaat moderat pada purpura trombositopenia

    idiopatik, SLE, poliomiositis, penyakit Crohn, sirosis bilier primer dan

    miastenia gravis. Pada uji klinik obat dengan cara double blind acak,

    siklosporin menunjukkan penekanan gejala penyakit secara bermakna

    selama 12 bulan walaupun tidak lengkap pada kelompok penderita arthritis

    rheumatoid yang sebelumnya refrakter.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    17/47

    17

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 Kesimpulan

    Dari hasil pembahasan diatas, bahwa dapat ditarik kesimpulan yaitu

    sebagaiberikut :

    1. Autoimun adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang

    disebabkan kegagalan mekanisme normal yang berperan untuk

    mempertahankan self-tolerance sel B, sel T atau keduanya.

    2.

    Penyakit autoimun dapat diklasifikasikan menjadi dua golongan, yaitumenurut mekanisme terjadinya dan menurut ogan yang menjadi sasaran.

    3. Teori-teori Autoimun ialah forbidden clones theory, Sequestered/hidden

    antigen theory dan immunologic deficiency theory.

    4. Faktor-faktor yang berperan ialah faktor mikroba, Faktor non mikroba,

    keturunan, sequestered antigen dan lain sebagainya.

    5.

    Salah satu contoh penyakit autoimun ialah Lupus Eritematosus Sistemik,

    Rheumatoid artritis, Diabetes Mellitus dan Penyakit Graves.

    6.

    Pengobatannya yaitu dengan pengontrolan metabolic, pembeian obat anti

    inflamasi dan obat imunosupresif

    III.2 Saran

    -

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    18/47

    18

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Harnawatiaj. Teori Autoimunitas. Maret 2008, dari :

    http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/teori-autoimunitas.html

    2. Penyakit Autoimun. Dalam : Imunologi Klinik

    3. Baratawidjaja, K. Autoimunitas . Dalam : Imunologi Dasar ed. ke-7. Jakarta :

    Balai Perbit FKUI; 2006 : 202 304.

    4. Kresno, S. Penyakit Autoimun . Dalam : Imunologi : Diagnosis dan Prosedur

    Laboratorium. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001 : 286 307.

    5.

    Baratawidjaja, K., Rengganis, I. Imunologi Dasar . Dalam : Buku Ajar IlmuPenyakit Dalam. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

    Penyakit Dalam FKUI; 2006

    6.

    Subowo. Otoimunitas dan Penyakit Otoimun . Dalam : Imunologi Klinik.

    Bandung : Penerbit Angkasa Bandung; 1993 : 37 70.

    7. Danial. Penyakit Penyakit Autoimun. 2008, dari :

    http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.html

    8. Lupus Eitematosus Sistemik. pdf diakses dari :

    http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/lupuseritematosussistemik.pdf

    http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/teori-autoimunitas.htmhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.htmlhttp://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/lupuseritematosussistemik.pdfhttp://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/lupuseritematosussistemik.pdfhttp://pkukmweb.ukm.my/~danial/Penyakit%20autoimun.htmlhttp://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/09/teori-autoimunitas.htm
  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    19/47

    19

    TRANSPLANTASI

    (PENCANGKOKAN ORGAN : GRAFTING)

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    20/47

    20

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran saat ini telah

    berkembang dengan pesat. Salah satu diantaranya adalah teknik transplantasi

    organ manusia. Transplantasi organ manusia merupakan suatu teknologi medis

    untuk penggantian organ tubuh pasien yang tidak berfungsi lagi dengan organ

    dari manusia lain yang masih berfungsi dengan baik.

    Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atauorgan, disebut dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke individu

    yang lain. Individu yang memberikan graft disebut dengan donor, sedangkan

    yang mendapatkan graft disebut dengan resipien.

    Abad ini transplantasi organ telah menjadi salah satu jalan keluar yang

    paling berarti dalam dunia kedokteran modern, banyak nyawa manusia yang

    tertolong dengan cara transplantasi organ ini. Didukung dengan semakin

    majunya ilmu dan teknologi bidang transplantasi organ manusia maka tingkat

    keberhasilan dari transplantasi yang dilakukan pun semakin tinggi.

    Faktor utama yang membatasi kesuksesan transplantasi adalah respon

    imun dari resipien terhadap jaringan donor. Kegagalan ini terjadi akibat suatu

    proses inflamasi yang disebut sebagai rejeksi (Abbas et al, 2007). Rejeksi

    merupakan hasil dari proses reaksi inflamasi yang merusak jaringan transplant.

    Antigen dari allograft yang berperan utama sebagai target rejeksi adalah protein

    major histocompatibility complex (MHC).

    Imunologi transplantasi pentig terkait dengan dua alasan, yaitu selain

    karena respon rejeksi imunologi yang hingga saat ini masih menjadi barier utama

    pada proses transplantasi, respon imun terhadap molekul allogeneik model studi

    mekanisme aktivasi limfosit.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    21/47

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    22/47

    22

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Definisi Transplantasi

    Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Online transplantasi adalah

    pemindahan jaringan tubuh dari suatu tempat ke tempat lain (seperti menutup

    luka yg tidak berkulit dengan jaringan kulit dari bagian tubuh yg lain).

    Menurut Medicastore, pencangkokan (Transplantasi) adalah

    pemindahan sel, jaringan maupun organ hidup dari seseorang (donor) kepada

    orang lain (resipien) atau dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lainnya(misalnya pencangkokan kulit), dengan tujuan mengembalikan fungsi yang

    telah hilang.

    Jadi dapat disimpulkan transplantasi atau pencangkokan adalah

    pemindahan organ sel, atau jaringan dari si pendonor kepada orang lain yang

    membutuhkan penggantian organ disebabkan kegagalan organ, kerusakan sel

    maupun jaringan dengan tujuan untuk mengembalikan fungsi organ, sel,

    maupun jaringan yang telah rusak tersebut.

    II.2 Jenis-Jenis Transplantasi

    1. Dari Segi Pemberi Organ (Pendonor)

    Jika ditinjau dari sudut penyumbang atau donor atau jaringan tubuh,

    maka transplantasi dapat dibedakan menjadi :

    a. Transplantasi dengan donor hidup

    Transplantasi dengan donor hidup adalah pemindahan jaringan

    atau organ tubuh seseorang yang hidup kepada orang lain atau ke bagian

    lain dari tubuhnya sendiri tanpa mengancam kesehatan. Biasanya yang

    dilakukan adalah transplantasi ginjal, karena memungkinkan seseorang

    untuk hidup dengan satu ginjal saja. Akan tetapi mungkin bagi donor

    hidup juga untuk memberikan sepotong/sebagian dari organ tubuhnya

    misalnya paru, hati, pankreas dan usus. Juga donor hidup dapat

    memberikan jaringan atau selnya degeneratif, misalnya kulit, darah dan

    sumsum tulang.

    b. Transplantasi dengan donor mati atau jenazah

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    23/47

    23

    Transplantasi dengan donor mati atau jenazah adalah

    pemindahan organ atau jaringan dari tubuh jenazah orang yang baru saja

    meninggal kepada tubuh orang lain yang masih hidup. Pengertian donor

    mati adalah donor dari seseorang yang baru saja meninggal dan biasanya

    meninggal karena kecelakaan, serangan jantung, atau pecahnya

    pembuluh darah otak. Jenis organ yang biasanya didonorkan adalah

    organ yang tidak memiliki kemampuan untukregenerasi misalnya

    jantung, kornea, ginjal dan pankreas, hati, jantung dan hati.

    2. Dari Penerima Organ (Resipien)

    Sedangkan ditinjau dari sudut penerima organ atau resipien, makatransplantasi dapat dibedakan menjadi:

    a. Autograft

    Autotransplantasi adalah pemindahan suatu jaringan atau organ

    ke tempat lain dalam tubuh orang itu sendiri. Biasanya transplantasi ini

    dilakukan pada jaringan yang berlebih atau pada jaringan yang dapat

    beregenerasi kembali. Sebagai contoh tindakan skin graft pada penderita

    luka bakar, dimana kulit donor berasal dari kulit paha yang kemudian

    dipindahkanpada bagian kulit yang rusak akibat mengalami luka bakar.

    b. Isograft

    Termasuk dalam autograft adalah "syngraft" atau isograft yang

    merupakan prosedur transplatasi yang dilakukan antara dua orang yang

    secara genetik identik. Transplantasi model seperti ini juga selalu

    berhasil, kecuali jika ada permasalahan teknis selama operasi.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    24/47

    24

    c.

    Allograft

    Allograft adalah pemindahan suatu jaringan atau organ dari tubuh

    seseorang ke tubuh orang lain. Misalnya pemindahan jantung dari

    seseorang yang telah dinyatakan meninggal pada orang lain yang masih

    hidup. Kebanyakan sel dan organ manusia adalah Allografts.

    d.

    Xenotransplantation

    Xenotransplantation adalah pemindahan suatu jaringan atau

    organ dari spesies bukan manusia kepada tubuh manusia. Contohnya

    pemindahan organ dari babi ke tubuh manusia untuk mengganti organ

    manusia yang telah rusak atau tidak berfungsi baik.

    e. Transplantasi Domino (Domino Transplantation)

    Merupakan multiple transplantasi yang dilakukan sejak tahun

    1987. Donor memberikan organ jantung dan parunya kepada penerima

    donor, dan penerima donor ini memberikan jantungnya kepada penerima

    donor yang lain. Biasanya dilakukan pada penderita "cystic fibrosis"

    (hereditary disease) dimana kedua parunya perlu diganti dan secara

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    25/47

    25

    teknis lebih mudah untuk mengganti jantung dan paru sebagai satu

    kesatuan.

    f. Transplantasi Dibagi (Transplantation Split)

    Kadangkala donor mati khususnya donor hati, hatinya dapat

    dibagi untuk dua penerima, khususnya dewasa dan anak, akan tetapi

    transplatasi ini tidak dipilih karena transplantasi keseluruhan organ lebih

    baik.

    3. Dari Sel Induk (Stem Cell)

    Sedangkan khusus mengenai transplantasi sel induk dibedakan

    menjadi:a. Transplantasi sel induk dari sumsum tulang (bone marrow

    transplantation)

    Sumsum tulang adalah jaringan spons yang terdapat dalam

    tulang-tulang besar seperti tulang pinggang, tulang dada, tulang

    punggung dan tulang rusuk. Sumsum tulang merupakan sumber yang

    kaya akan sel induk hematopoetik.

    b. Transplantasi sel induk darah tepi (peripheral blood stem cell

    transplantation)

    Peredaran tepi merupakan sumber sel induk walaupun jumlah sel

    induk yang terkandung tidak sebanyak pd sumsum tulang untuk jumlah

    sel induk mencukupi suatu transplantasi.biasanya pada donor diberikan

    granulocyte-colonystimulating factor (G-CSF). Transplantasi dilakukan

    dengan proses yang disebut Aferesis.

    c. Transplantasi sel induk darah tali pusat (Stem cord)

    Darah tali pusat mengandung sejumlah sel induk yang bermakna

    dan memiliki keunggulan diatas transplantasi sel induk dari sumsum

    tulang atau dari darah tepi bagi pasien-pasien tertentu. Transplantasi

    sel induk dari darah tali pusat telah mengubah bahan sisa dari proses

    kelahiran menjadi sebuah sumber yang dapat menyelamatkan jiwa.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    26/47

    26

    II.3 Istilah Lain pada Transplantasi

    1.

    Hukum TransplantasiAutograft dan isograft biasanya memberikan hasil yang baik, sedang

    allograft sering ditolak. Telah dibuktikan bahwa rejeksi allograft disebabkan

    karena reaksi imun yang ditimbulkan oleh limfosit. Reaksi tersebut terjadi

    dengan memori, sehingga jaringan kedua yang dicangkokkan dari donor

    yang sama akan menimbulkan rejeksi yang lebih cepat.

    2.

    Histokompatibilitas

    Histokompatibilitas adalah kemampuan seseorang untuk menerima

    graft dan orang lain, suatu keadaan bila tidak terjadi respons imun.

    3. Gen Histokompatibilitas

    Gen histokompatibilitas adalah gen yang menentukan apakah graft

    dapat diterima. Banyak lokus gen yang dapat menolak graft, tetapi yang

    terpenting adalah gen MHC. Gen MHC diwarisi sebagai suatu kelompok

    (haplotype), satu dari setiap orangtua. Dengan demikian, manusia mewarisi

    heterozigot satu dari ayah dan satu dari ibu, masing-masing berisi tiga

    kelas-I (B, C dan A) dan tiga kelas II (DP, DQ dan DR) lokus. Karena molekul

    MHC kelas II terdiri dari dua rantai yaitu alpha dan beta, dengan beberapa

    determinan antigen pada setiap rantai, dan rantai alpha dan beta DR dapat

    terkait dengan kombinasi cis atau trans eter, seorang individu dapat

    memiliki spesifitas DR tambahan.

    4. Antigen Transplantasi

    Sebelum transplantasi dilakukan, harus ditentukan terlebih dahulu

    kompatibilitas donor dan resipien untuk mendapatkan hasil optimal dan

    hidupgraft dan meminimalkan penolakan.a. Antigen golongan darah

    Kompatibilitas golongan darah ABO merupakan hal yang pertama

    harus dilakukan. Antigen ABO yang merupakan golongan darah utama,

    ditemukan pada permukaan sel darah merah. Gen yang memberi

    kodenya adalah polimorfik.

    Antigen karbohidrat ditemukan pada sel darah merah dan

    beberapa jaringan lain. Kebanyakan orang mempunyai antibodi

    (isohemaglutinin) yang mengenal antigen tersebut.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    27/47

    27

    b. Antigen Histokompatibilitas Mayor

    Tissue typing adalah identifikasi antigen MHC. MHC-I menentukan

    antigen permukaan semua sel dalam tubuh yang memiliki nukleus yang

    dapat menjadi sasaran rejeksi pada transplantasi atas pengaruh CTL,

    antibodi dan komplemen. Gen-gen yang memberi kode molekul MHC

    adalah polimorfik.

    Antigen yang ditentukan lokus A dan B memberikan respons kuat

    sedang antigen yang ditentukan lokus C hanya memberikan respons

    lemah. Antigen MHC-II atau antigen Ia merupakan antigen yang

    mengaktifkan sel Th. Antigen MHC-II merupakan antigen terpentingpada rejeksi tandur. Pada umumnyagraft tidak akan hidup bila donor

    dan resipien tidak memiliki satu haplotip DR pun yang sama.

    c.

    Antigen Histokompatibilitas Minor

    Antigen histokompatibilitas minor antara lain adalah golongan

    non ABO dan antigen yang berhubungan dengan kromosom seks.

    Antigen tersebut biasanya lebih lemah dibanding antigen MHC, dan

    diduga merupakan antigen yang dijadikan sasaran pada rejeksi.

    5.

    Sel Passenger

    Sel passenger adalah sel leukosit donor yang terdapat dalam jaringan

    tandur. Sel Th resipien dapat memberikan respons terhadap antigen donor.

    Interaksi dapat pula terjadi antara sel-sel sistem imun donor dan resipien

    karena keduanya memiliki profil MHC-II. Leukosit donor dapat bermigrasi

    ke luar darigraft dan masuk ke dalam sistem limfoid resipien .

    II.4 Respon Imun terhadap Allograft

    Proses rejeksi yang menyebabkan kerusakan pada graft merupakan

    akibat dari respon imun yang terjadi pada tubuh resipien terhaap graft dari

    donor. Beberapa penelitian menunjukkan keterlibatan dari respon imun adaptif

    dalam prose rejeksi. Skin graft ditransplantasikan antara dua individu yang

    secara genetic tidak berhubungan, sebagai contoh, dari mencit strain A ke

    mencit strain B dan terjadi rejeksi oleh resipien naiv dalam 7 hingga 10 hari.

    Proses ini disebut dengan first set rejection. Hal ini terkait dengan respon imun

    primer tehadap graft. Transplantasi kedua dari donor yang sama atau donor

    yang sama secara genetic dengan donor pertama direjeksi lebih cepat, yaitu 2

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    28/47

    28

    hingga 3 hari. Respon yang lebih cepat ini terkait dengan respon imun

    sekunder. Sehingga dapat disimpulkan bahwa graft yang berbeda secara genetic

    menginduksi timbulnya memori immunologi sebagai salah satu tanda respon

    imun adaptive.

    Kemampuan dalam merejeksi ini dapat ditransfer dari mencit strain B

    yang telah mendapat graft ke strain B naiv melalui perantara limfosit.

    Eksperimen ini menunjukkan bahwa second set rejection dimediasi oleh limfosit

    yang telah tersensitisasi dan memastikan bahwa rejeksi merupakan akibat dari

    respon imun adaptive.

    Interaksi antara faktor humoral dan selular yang terjadi pada rejeksi

    graft sangat kompleks. Sistem imun yang berperan pada proses rejeksi adalah

    sistem imun yang juga berperan terhadap mikroba. Sebabnya adalah

    polimorfisme genetik, terutama oleh karena antigen transplantasi merupakan

    produk gen yang polimorfik. Golongan darah dan molekul MHC di antara

    berbagai individu berbeda. Reaksi rejeksi dapat dikurangi dengan

    menggunakan anggota keluarga sebagai donor, tissue typing dan obat

    imunosupresi.

    II.5 Mekanisme Effektor Rejeksi Allograft

    Reaksi allograft adalah suatu keadaan dimana transplantasi jaringan, sel

    atau alat tubuh dan donor singeneik dengan cepat diterima resipien dan

    mendapat vaskularisasi serta berfungsi normal. Graft yang berasal dan donor

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    29/47

    29

    allogeneik akan diterima untuk sementara dan mendapat vaskularisasi.

    Selanjutnya dapat terjadi rejeksi yang lamanya tergantung dari derajat

    inkompatibilitas. Reaksi rejeksi pada umumnya berlangsung sesuai respon CMI.

    Pada beberapa eksperimen menggunakan hewan coba dan pada transplantasi

    di klinik, sel T CD4 atau CD8 alloreaktif maupun alloantibody dapat memediasi

    terjadinya rejeksi allograft. Effektor imun yang berbeda ini menyebabkan

    mekanisme yang berbeda.

    Terkait dengan alasan historikal, rejeksi graft diklasifikasikan

    berdasarkan dasar dari gambaran histopathologinya atau waktu terjadinya

    rejeksi setelah transplantasi dari pada berdasarkan dasar mekanismeeffektornya. Istilah hiperakut, akut, dan kronik, menggambarkan kecepatan

    terjadinya rejeksi, sebagai contoh adalah proses rejeksi terhadap transplant

    ginjal.

    a.

    Reaksi Hiperakut

    Rejeksi hiperakut ditandai dengan oklusi trombotik vaskularisasi

    graft yang terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam sesudah

    transplantasi dan terjadi anastomose pembuluh darah host dengan

    pembuluh darah graft. Hal ini disebabkan destruksi oleh antibodi yang

    sudah ada pada sirkulasi resipien terhadap tandur/antigen donor akibat

    transplantasi, transfusi darah atau kehamilan sebelumnya. Antibodi yang

    terikat pada endothelium tersebut mengaktifkan komplemen yang

    Tabel. Rejeksi hiperakut, akut dan

    kronik

    Gambar klasifikasi rejeksi graft

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    30/47

    30

    menimbulkan edema dan perdarahan interstisial dalam jaringan graft

    sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh jaringan.

    Pada awal transplantasi, rejeksi hiperakut biasanya dimediasi oleh

    alloantibody IgM dengan titer yang tinggi sebelum dilakukan

    transplaantasi. Alloantibody yang telah diketahui dengan baik adalah

    antigen golongan darah ABO yang diekspresikan oleh sel darah merah.

    Antigen ABO juga diekspresikan oleh sel endotel vaskuler. Tidak seperti

    graft lain, ginjal mempunyai antigen ABO yang diekspresikan pada endotel

    pembuluh darah. Jadi bila donor mempunyai golongan darah lain dari

    resipien, antibodi akan menimbulkan reaksi hipersensitivitas tipe 2 dalamgraft ginjal. Saat ini, rejeksi hiperakut terhadap antibodo anti-ABO

    sangatlah jarang terjadi karena proses seleksi sebelumnya, namun mayor

    antibody inilah yang menjadi barrier utama dalam pelaksanaan

    xenotransplantasi.

    Upaya dalam mencegah rejeksi hiperakut dilakukan skrining secara

    rutin terkait dengan keberadaan antibody alloreaktif sebelum dilakukan

    transplantasi.

    b.

    Rejeksi Akut

    Rejeksi akut merupakan proses injuri vaskuler dan parenchymal

    yang dimediasi oleh sel T dan antibody yang biasanya dimulai minggu

    pertama setelah transplantasi. Penolakan akut terlihat pada resipien yang

    sebelumnya tidak disensitisasi terhadap graft. Hal ini merupakan rejeksi

    umum yang sering dialami resipien yang menerimagraft yang missmatch

    atau yang menerima allograft dan pengobatan imunosupresif yang kurang

    dalam usaha mencegah penolakan. Rejeksi dapat terjadi sesudah beberapa

    minggu sampai bulan setelah tandur/ ginjal tidak berfungsi sama sekali

    dalam waktu 5-21 hari.

    Pada transplantasi ginjal, penolakan akut disertai dengan

    pembesaran ginjal yang disertai rasa sakit, penurunan fungsi dan aliran

    darah, Adanya sel darah dan protein dalam urin. Pemeriksaan histologis

    menunjukkan infiltrasi limfosit dan monosit yang diaktifkan. Bila resipien

    sebelumnya sudah disensitasi antigen donor, reaksi dapat terjadi dalam 2-5

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    31/47

    31

    hari. Rejeksi akut dapat dihambat dengan imunosupresi misalnya serum

    anti limfosit, steroid dan lainnya.

    c. Rejeksi Kronik

    Rejeksi kronik adalah hilangnya fungsi organ yang dicangkokkan

    secara perlahan beberapa bulan sampai tahun sesudah organ berfungsi

    normal. Hal ini disebabkan oleh sensitivitas yang timbul terhadap antigen

    graft atau oleh karena timbulnya intoleransi terhadap sel T. Kadang timbul

    sesudah pemberian imunosupresan dihentikan. Infeksi yang ada akan

    mempermudah timbulnya rejeksi yang kronik.

    Pada transplantasi ginjal, gejala gagal ginjal terjadi perlahan-lahandan progresif. Pemeriksaan histologik menunjukkan proliferasi sejumlah

    besar sel mononuklear yang memacu hal ini, terutama sel T. Mekanisme

    rejeksi tidak jelas, tetapi sesudah transplantasi, respons memori (dan

    primer) yang menimbulkan produksi antibodi dan imunitas selular

    terhadap HLA yang memerlukan waktu lama dapat berperan. Antigen

    transplantasi minor juga dapat memacu respons imun yang cukup berarti

    dan menimbulkan penolakan. Oleh karena kerusakan sudah terjadi,

    pengobatan dengan imunosupresi tidak lagi banyak berguna.

    II.6 Pencegahan dan Pengobatan Rejeksi Allograft

    Jika resepien memiliki system imun yang fungsional secara keseluruhan,

    transplantasi hampir pasti akan direjeksi. Strategi yang di gunakan pada

    praktek klinik maupun pada eksperimen menggunakan hewan coba untuk

    menghindari atau menunda terjadinya ejeksi adalah dengan penggunaan

    imunosupresi dan meminimalisasi kekuatan reaksi allogeneik graft.

    1. Immunosupresi untuk Mencegah atau Mengobati Rejeksi Allograft

    Imunosupresi merupakan pendekatan utama untuk mencegah dan

    memenejemen rejeksi transplantasi. Berbagai metode immunosupressi telah

    banyak digunakan.

    Gambar Tempat kerja berbagai immunosupresan untuk mengontrol rejeksigraft

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    32/47

    32

    Obat-obat bekerja di berbagai tempat dan respons imun. Pengobatan

    yang simultan dengan bahan yang bekerja pada berbagai urutan tahap

    perkembangan respons rejeksi diharapkan terdapat sinergi yang kuat dan

    hal ini jelas terlihat pada siklosporin dan ripampisin.

    Tabel obat imunosupresi yang digunakan untuk menekan rejeksi

    Imunosupresan yang menghambat atau membunuh sel limfosit T

    Di antara bahan-bahan yang menekan respons imun, banyak yang

    bersifat sitotoksik terhadap limfosit T. Contoh bahan-bahan tersebut

    adalah serum anti-limfosit (ALS) atau Anti-Lymphocyte Globulin (ALG).

    Bahan imunosupresan lainnya adalah steroid yang mencegah migrasi

    neutrofil dan produksi IL-i, IL-6 dan IL-i2. Bahan sitotoksik seperti

    azatioprin, metotreksat dan sikiofosfamide dapat membunuh sel yang

    berproliferasi sedangkan siklosporin A, FK506 dan Rapamisin mencegah

    produksi IL-2 atau respons terhadap IL-2 .

    Anti metabolit

    Anti-metabolit menekan respons imun melalui toksin yang

    membunuh sel T yang sedang proliferasi. Agen ini mencegah maturasi

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    33/47

    33

    limfosit dan juga membunuh sel T matur yang sedang berproliferasi

    akibat stimulus alloantigen. Contohnya ialah azatioprin dan

    mercaptopurin yang mencegah sintesis RNA. Klorambusil dan

    sikiofosfamid merupakan bahan yang mengalkylkan DNA dan juga

    memiliki efek antimetabolit dan mencegah metabolisme DNA.

    Antibodi yang bereaksi dengan struktur permukaan sel T

    Antibodi terhadap jaringan asing berkompetisi dengan sel T untuk

    mengikat antigen transplantasi sehingga antibodi tersebut dapat

    mencegah penghancuran oleh CMI. Pencegahan rejeksi dan perpanjangan

    masa hidup graft oleh antibodi spesifik disebut enhancement danantibodi tersebut disebut enhancing antibody .

    Agen yang memblok jalur kostimulator sel T

    Agen yang dapat mengeblok jalur kostimulator sel T digunakan

    untuk mencegah rejeksi allograft akut. Hal ini karena agen ini dapat

    mencegah pengirima signal kedua yang dibutuhkan dalam aktivasi sel T

    Bahan anti inflamasi

    Steroid adrenokortikoid (prednison dan prednisolon) mempunyai

    khasiat anti-inflamasi. Efek steroid ialah menstabilkan membran lisosom

    sehingga mencegah penglepasan enzim lisosom yang dapat merusak

    jaringan. Steroid juga mencegah rejeksi dan presentasi antigen oleh APC

    ke sel T.

    2. Metode untuk mengurangi immunogenicity allograft

    Strategi utama untuk mengurangai immunogenesitas graft pada

    transplantasi adalah dengan meminimalisasi perbedaan alloantigenik antara

    donor dan resipien. Untuk menghindari rejeksi hiperakut, antigen golongan

    darah ABO donor graft harus identik dengan resipien.

    3. Metode untuk menginduksi toleransi tehadap donor (Donor Specific

    Tolerance)

    Rejeksi allograft dapat dicegah dengan membuat host toleran

    terhadap alloantigen graft. Toleransi dalam hal ini berarti host tidak

    menyebabkan injuri graft meskipun tanpa immunosupresif maupun agen

    anti inflamasi. Toleransi terhadap allograft akan melibatkan mekanisme

    yang terlibat dalam toleransi terhadap antigen self, yaitu anergi perifer,

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    34/47

    34

    delesi, atau supresi aktif sel T alloreaktif. Toleransi sangat diharapkan dapat

    terjadi pada transplantasi karena bersifat spesifik alloantigen dan dapat

    menghindarkan dari masalah utama terkait dengan immunosupresif yang

    non spesifik yaitu kerentanan terhadap infeksi dan tumor yang diinduksi

    oleh virus. Selain itu toleransi terhadap graft dapat mengurangi rejeksi

    kronik yang tidak terpengaruh oleh agen immunosupresif.

    II.7 Organ yang dapat Ditransplantasikan

    1. Pencangkokan Ginjal

    Untuk orang-orang yang ginjalnya sudah tidak berfungsi,

    pencangkokan ginjal merupakan alternatif pengobatan selain dialisa dan

    telah berhasil dilakukan pada semua golongan umur. Ginjal yang

    dicangkokkan kadang berfungsi sampai lebih dari 30 tahun. Transplantasi

    ginjal dilakukan pada gagal ginjal tingkat akhir dengan menggunakan ginjal

    asal anggota keluarga atau mayat sebagai donor. Matching lokus HLA-B dan

    HLA-DR sangat penting, Sedang matching lokus HLA-A tidak memberikan

    keuntungan yang lebih bila resipien mendpat pengobatan dengan

    imunosupresan seperti siklosporin.

    2. Pencangkokan Hati

    Jika hati sudah tidak berfungsi lagi, maka satu-satunya pilihan

    pengobatan adalah pencangkokkan hati. Angka keberhasilan transplantasi

    hati lebih rendah daripada transplantasi ginjal, tetapi 70-80% resipien

    bertahan hidup minimal selama 1 tahun. Hati merupakan imunogen yang

    lemah dan masa hidup satu tahun melebihi 70%. Mismatch HLA sering tidak

    praktis dan tidak menunjukkan keuntungan pula, tetapi anti-HLA pada

    resipien dapat menimbulkan kerusakan saluran empedu.Reaksi penolakan pada transplantasi hati tidak sehebat reaksi

    penolakan pada transplantasi organ lainnya (seperti ginjal dan jantung).

    Tetapi setelah pembedahan harus diberikan obat immunosupresan.

    3. Pencangkokan Jantung dan Paru

    Transplantasi jantung dilakukan pada penderita penyakit jantung

    yang paling serius dan tidak dapat diatasi dengan obat-obatan atau

    pembedahan lainnya. Reaksi penolakan terhadap jantung biasanya berupa

    demam, lemah dan denyut jantung yang cepat atau abnormal.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    35/47

    35

    Meskipun HLA matching dapat menguntungkan pada transplantasi

    jantung dan paru, namun hal tersebut sering tidak sempat dilakukan. Masa

    hidup satu tahun mencapai 80% pada penderita yang ditangani dengan baik.

    rejeksi dini jantung yang menunjukkan adanya peningkatan ekspresi MHC-I

    dapat diukur dengan perubahan elektrokardiogram dan biopsi miokard.

    Adanya perubahan tersebut menunjukkan diperlukannya dosis

    imunosupresan yang lebih tinggi .

    4.

    Pencangkokan Kulit

    Transplantasi kulit hanya dapat dilakukan sebagai homografi oleh

    karena kulit sangat imunogenik. Ada kalanya diperlukan allograft untuksementara menutupi luka yang luas dan kemudian diganti dengan

    homograft.

    5.

    Pencangkokan Pankreas

    Transplantasi pankreas hanya dilakukan pada penderita diabetes

    tertentu. Tujuan dari pencangkokkan adalah untuk mencegah terjadinya

    komplikasi diabetes dan terutama untuk mengontrol kadar gula darah

    secara lebih efektif.

    6.

    Pencangkokan Kornea

    Tramsplantasi komea sangat efektif dan berhasil untuk waktu yang

    lama. Tempat kornea tersebut terlindung dan aliran limfe sehingga biasanya

    tidak mempunyai kapiler (sequestered antigen). Bila terjadi vaskularisasi

    (misalnya akibat trauma) maka risiko rejeksi bertambah. Matching HLA-DR

    mempunyai keuntungan dan imunosupresan yang menggunakan tetes

    steroid juga diperlukan untuk mencegah penolakan

    7. Pencangkokan Sumsum Tulang

    Pencangkokkan sumsum tulang pertama kali digunakan sebagai

    bagian dari pengobatan leukemia, limfomajenis tertentu dan anemia

    aplastik. Transplantasi sumsum tulang dilakukan pada defisiensi imun,

    aplasia hematologis dan untuk mengganti sumsum tulang pada penderita

    yang mendapat pengobatan agresif seperti pada leukemia. Masa hidup

    berbeda yang tergantung dan berat dan jenis penyakit yaitu 70% pada

    anemia aplastik dan 10- 50% pada leukemia.

    Tabel Keadaan klinis yang memerlukan transplantasi sumsum tulang

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    36/47

    36

    Sumsum tulang sangat imunogenik dan donor terbaik adalah saudara

    kembar dengan HLA identik. Kompatibilitas ABO tidaklah terlalu penting,

    oleh karena sel darah merah sudah disingkirkan dari sumsum tulang dan sel

    asal tidak menunjukkan antigen ABO. Resipien sudah mendapat iradiasi total

    dan atau dosis tinggi imunosupresan sebelum dilakukan transplantasi untuk

    mengurangi risiko host versus graft rejection (GvHD), Pada transplantasi

    sumsum tulang selalu ada risiko terjadinya komplikasi berupa GvHD,

    mengingat sumsum tulang mengandung sel T matur.

    Penyakit Graft versus Host (GvH) ialah keadaan yang terjadi bila sel

    yang imunokompeten asal donor mengenal dan memberikan respons imun

    terhadap jaringan resipien. Bila sel T yang matur dan imunokompeten

    ditransfusikan kepada resipien yang alogeneik dan oleh karena salah satu

    sebab tidak dapat menolaknya, maka sel tersebut bereaksi dengan sel

    pejamu. Reaksi yang fatal tersebut disebut GvH. Sel-sel yang diserang ialah

    semua sel yang mengekspresikan MHC-II.

    Tanda dan respons GvH antara lain pembesaran kelenjar getah

    bening, urnpa, hati, diare, kemerahan di kulit, ram- but rontok, berat badan

    menurun dan akhirnya meninggal. Kematian diduga terjadi karena destruksi

    sel pejamu dan jaringan akibat respons CMI yang berlebihan terhadap

    banyak sel sasaran pada pejamu yang memiliki antigen MHC-II. Reaksi GvHdapat terjadi akibat transplantasi sumsum tulang kepada resipien dengan

    supresi sistem imun atau akibat transfusi darah segar kepada anak atau

    neonatus yang imunokompromais. Hal ini lebih mudah terjadi bila sebelum

    transplantasi atau transfusi tidak diusahakan untuk menyingkirkan semua

    sel T matur yang imunokompeten.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    37/47

    37

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 Kesimpulan

    Dari hasil pembahasan diatas, bahwa dapat ditarik kesimpulan yaitu

    sebagaiberikut :

    1. Transplantasi adalah merupakan proses pengambilan sel, jaringan atau

    organ, disebut dengan graft , dari satu individu dan memindahkannya ke

    individu yang lain. Individu yang memberikan graft disebut dengan donor,

    sedangkan yang mendapatkan graft disebut dengan resipien.

    2. Adapun organ-organ yang dapat ditransplantasikan ialah, ginjal, jantung,

    paru, kulit, hati, kornea, pankreas dan sumsum tulang belakang.

    3. Jenis-jenis transplantasi ialah allograft, xenograft, isograft dan autograft.

    4. Molekul utama yang menjadi target rejeksi transplant adalah molekul mhc

    allogeneik kelas I dan II. Molekul allogeneik dipresenasikan melalui dua cara.

    Jalur yang pertama disebut dengan direct presentation dancara yang kedua

    disebut dengan indirect presentation.

    III.2 Saran

    -

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    38/47

    38

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    Abbas AK & Litchtman AH. 2009. Basic Immunology Functions and Disorders of

    The Immune System. Saunders Elsevier, 3:45-63

    2. Abbas AK, Lichtman AH, Pillai S. 2007. Cellular and Molecular Immunology-6th

    edition. Saunders Elsevier, 5-6:97-133.

    3. Baratawidjaja, KG. 2009. Imunologi Dasar-Edisi 9. Jakarta: FKUI, 8:197-217.

    4. Ghaffar A and Nagarkatti P. 2010. MHC: Genetics And Role In Transplantation .

    Http://Pathmicro.Med.Sc.Edu/ Book/Immunol-Sta.Htm. Diakses Pada Tanggal

    26 Desember 2010.

    5. Pauly E, Kunz P, Maurer B, Po schl J, Fritzsching B. Regulatory T cells and

    tolerance induction. Clin Transplant2009: 23 (Suppl. 21): 1014

    6. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, yang diakses dari :

    http://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.php

    7. Medicastore, Pencangkokan organ manusia . Yang diakses dari :

    http://medicastore.com/penyakit/789/Pencangkokan.html

    http://pathmicro.med.sc.edu/%20Book/Immunol-Sta.Htmhttp://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.phphttp://pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/index.phphttp://pathmicro.med.sc.edu/%20Book/Immunol-Sta.Htm
  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    39/47

    39

    IMUNOPROFILAKSIS

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    40/47

    40

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 Latar Belakang

    Imunologi adalah suatu cabang yang luas dari ilmu biomedis yang

    mencakup kajian mengenai semua aspek sistem imun (kekebalan) pada semua

    organisme.

    Kata imun berasal dari bahasa latin imunitas yang berarti

    pembebasan (kekebalan). Sistem imun adalah suatu sistem dalam tubuh yang

    terdiri dari sel-sel serta produk zat-zat yang dihasilkannya, yang bekerja sama

    secara kolektif dan terkoordinir untuk melawan benda asing seperti kuman-

    kuman penyakit atau racun yang masuk ke dalam tubuh.

    Imunoprofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap antibodi

    spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui sistem imun

    dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif terhadap infeksi

    mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek positif untuk

    pertahanan tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi hipersensivitas.

    I.2 Rumusan Masalah

    1. Apa Yang Dimaksud Dengan Imunoprofilaksis Dan Imunisasi ?

    2. Apa Fungsi Imunoprofilaksis ?

    3.

    Apakah Manfaat Imunisasi ?

    4. Apa Saja Tindakan Imunoprofilaksis ?

    5. Bagaimana Jenis-Jenis Imunisasi Dan Vaksin ?

    6.

    Bagaimana Kontraindikasi Pemberian Imunisasi ?

    I.3 Tujuan Penulisan

    1. Untuk mengetahui definisi Imunoprofilaksis dan Imunisasi

    2. Untuk mengetahui Fungsi Imunoprofilaksis

    3.

    Untuk mengetahui Manfaat Imunisasi

    4. Untuk mengetahui Tindakan Imunoprofilaksis

    5. Untuk mengetahui Jenis-Jenis Imunisasi Dan Vaksin

    6.

    Untuk mengetahui Kontraindikasi Pemberian Imunisasi

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    41/47

    41

    BAB II

    PEMBAHASAN

    II.1 Pengertian Imunoprofilaksis dan Imunisasi

    Imunisasi merupakan suatu program yang dengan sengaja memasukkan

    antigen lemah agar merangsang antibodi keluar sehingga tubuh dapat resisten

    terhadap penyakit tertentu. Sedangkan Sistem kekebalan tubuh (imunitas)

    adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap

    pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta

    sel tumor.

    Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang

    luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai

    cacing parasit, serta menghancurkan zat zat asing lain dan memusnahkan

    mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi

    seperti biasa.

    Imunoprofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap

    antibodi spesifik. Selain itu juga, merupakan pencegahan penyakit melalui

    sistem imun dengan tindakan mendapatkan kekebalan resistensi relatif

    terhadap infeksi mikroorganisme yang patogen serta menimbulkan efek

    positif untuk pertahanan tubuh dan efek negatif menimbulkan reaksi

    hipersensivitas.

    Imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis.

    Imunisasi merupakan upaya pencegahan terhadap penyakit tertentu pada diri

    seseorang dengan pemberian vaksin. Vaksin adalah antigen yang dapatbersifat aktif maupun inaktif yang berasal dari mikroorganisme ataupun racun

    yang dilemahkan.

    II.2 Fungsi Imunoprofilaksis

    1. Meningkatkan sistem kekebalan tubuh terhadap penyakit, kekebalan

    terhadap penyakit dapat dipacu dengan pemberian imunostimulan

    termasuk vaksinasi dan vitamin.

    2.

    Mengurangi penularan suatu penyakit.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    42/47

    42

    3.

    Imunisasi menurunkan angka morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas

    (angka kematian) pada balita.

    II.3 Manfaat imunisasi

    1. Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dan

    kemungkinan cacat atau kematian.

    2.

    Untuk keluarga : menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan

    bila anak sakit. Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua

    yakin bahwa anaknya akan menjalani masa kanak-kanak yang nyaman.

    3.

    Untuk Negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yangkuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan Negara.

    II.4 Tindakan Imunoprofilaksis

    Ada beberapa tindakan yang dapat dilakukan yaitu :

    1.

    Tindakan mendapatkan kekebalan

    2. Resistensi relatif hospes terhadap reinfeksi mikro-organisme tertentu

    3. Mencegah penyakit infeksi dengan mikro-organisme patogen

    4.

    Efek (+) : pertahanan tubuh5. Efek (-) : reaksi hipersensitivitas

    II.5 JenisJenis Imunisasi

    Pada dasarnya, ada 2 jenis imunisasi, yaitu :

    A. Imunisasi aktif adalah pemberian satu atau lebih antigen atau agen

    yang menginfeksi pada seorang individu untuk merangsang sistem

    imun untuk memproduksi antibodi yang akan mencegah infeksi.

    Antibodi dapat timbul secara alami, tetapi paling sering sengaja

    diberikan. Antibodi dapat memberi perlindungan seumur hidup atau

    perlindungan untuk sementara waktu. Beberapa vaksin perlu diulangi

    pemberiannya pada interval tertentu. Contoh imunisasi aktif adalah

    imunisasi polio atau campak. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan

    dalam imunisasi aktif, yaitu:

    Perlu ada paparan (exposure) antigen

    Dapat alami (infeksi) atau buatan (vaksin)

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    43/47

    43

    Perlu waktu untuk pembentukan

    Terbentuk kekebalan untuk jangka waktu yang lama terhadap infeksimendatang

    Faktor- factor yang pengaruhi Imunisasi Aktif yaitu :

    Faktor genetik

    Umur

    Metabolisme.

    B. Imunisasi pasif adalah adalah pemindahan antibodi yang telah dibentuk

    yang dihasilkan oleh host lain. Antibodi ini dapat timbul secara alami

    atau sengaja diberikan. Contoh imunisasi pasif adalah penyuntikan ATS

    (Anti Tetanus Serum) pada orang yang mengalami luka

    kecelakaanAdapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam imunisasi

    pasif, yaitu:

    Tak perlu ada paparan (exposure) antigen

    Kekebalan humoral (antibodi)

    Dapat bersifat alami, terdiri dari: maternal mel. Plasenta dan

    kolostrum.

    Dapat bersifat perolehan/buatan, terdiri dari antiserum dan

    imunoglobulin.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    44/47

    44

    Derajat kekebalan

    Antigenisitas

    Portal of entery

    Kuantitas antigen

    Kecepatan penyebaran antigen

    II.6 JenisJenis Vaksin

    Beberapa jenis vaksin dibedakan berdasarkan proses produksinya, antara

    lain:

    a)

    Vaksin hidup (Live Attenuated Vaccine)

    Vaksin terdiri dari kuman atau virus yang dilemahkan, masih

    antigenik namun tidak patogenik. Contohnya adalah virus polio oral. Oleh

    karena vaksin diberikan sesuai infeksi alamiah (oral), virus dalam vaksin

    akan hidup dan berkembang biak di epitel saluran cerna, sehingga akan

    memberikan kekebalan lokal. Sekresi IgA lokal yang ditingkatkan akan

    mencegah virus liar yang masuk ke dalam sel tubuh.

    b)

    Vaksin mati (Killed vaccine/ Inactivated vaccine)Vaksin mati tidak jelas patogenik dan tidak berkembang biak

    dalam tubuh. Oleh karena itu, diperlukan pemberian beberapa kali.

    c)

    Rekombinan

    Susunan vaksin ini (misal hepatitis B) memerlukan epitop

    organisme yang patogen. Sintesis dari antigen vaksin tersebut melalui

    isolasi dan penentuan kode gen epitop bagi sel penerima vaksin.

    d) Toksoid

    Bahan bersifat imunogenik yang dibuat dari toksin kuman.

    Pemanasan dan penambahan formalin biasanya digunakandalam proses

    pembuatannya. Hasil pembuatan bahan toksoid yang jadi disebut sebagai

    natural fluid plain toxoid dan merangsang terbentuknya antibodi

    antitoksin. Imunisasi bakteriil toksoid efektif selama satu tahun. Bahan

    ajuvan digunakan untuk merperlama rangsangan antigenik dan

    meningkatkan imunogenesitasnya.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    45/47

    45

    e)

    Vaksin Plasma DNA (Plasmid DNA Vaccines)

    Vaksin ini berdasarkan isolasi DNA mikroba yang mengandun

    kode antigen yang patogen dan saat ini sedang dalam perkembangan

    penelitian. Hasil akhir penelitian pada binatang percobaan menunjukkan

    bahwa vaksin DNA (virus dan bakteri) merangsang respon humoral dan

    seluar yang cukup kuat, sedangkan penelitian klinis pada manusia saatini

    sedang dilakukan.

    II.7 Kontraindikasi pemberian imunisasi

    Kontraindikasi dalam pemberian imunisasi ada 3 yaitu:1)Analfilaksis atau reaksi hipersensitivitas yang hebat merupakan

    kontraindikasi mutlak terhadap dosis vaksin berikutnya. Riwayat kejang

    demam dan panas lebih dari 38C merupakan kontraindikasi pemberian

    DPT atau HB1 dan campak.

    2)Jangan berikan vaksin BCG kepada bayi yang menunjukkan tanda-tanda

    dan gejala AIDS, sedangkan vaksin yang lain sebaiknya diberikan.

    3)Jika orang tua sangat berkeberatan terhadap pemberian imunisasi kepada

    bayi yang sakit, lebih baik jangan diberikan vaksin, tetapi mintalah ibu

    kembali lagi ketika bayi sudah sehat.

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    46/47

    46

    BAB III

    PENUTUP

    III.1 Kesimpulan

    Imunoprofilaksis adalah pencegahan penyakit infeksi terhadap

    antibodi spesifik. Fungsi imunoprofilaksis yaitu meningkatkan kekebalan

    tubuh terhadap penyakit dan mengurangi penularan penyakit. Tindakan

    yang dilakukan dalam imunoprofilaksis untuk mencegah masuknya virus

    atau vaksin masuk dalam tubuh. Jenis-jenis imunisasi yaitu imunisasi aktif

    dan imunisasi pasif. Jenis jenis vaksin yaitu vaksin hidup, vaksin mati,

    rekombinan, toksoid, dan vaksin plasma DNA.

    III.2 Saran

    -

  • 8/10/2019 makalah imunologi lengkap

    47/47

    DAFTAR PUSTAKA

    1.

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-

    babii.pdf

    2. Rahardjo,P.,Adi,. Imunoprofilaksis dan Imunoterapi , Universitas Airlangga,

    Fakultas Kedokteran Hewan Bagian Mikrobiologi Veteriner,

    Laboratorium Virologi dan Imunologi.

    3. Oen L.H. Majalah Cermin Dunia Kedokteran. Jakarta: PT.Kalbe Farma. 1990. h.58.

    4. Bellanti, J.A. Penggunaan Vaksin. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.1993.

    p. 553-560.

    5. Bratawidjaja, Karnen Garna. Imunologi Dasar. Jakarta: Fakultas Kedokteran

    Universitas Indonesia. 2009. p. 68.

    6. M.William Schwartz. Pediatri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1996.

    p.56.

    http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-babii.pdfhttp://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/118/jtptunimus-gdl-octaviawid-5867-2-babii.pdf