makalah imunologi dx typhoid
TRANSCRIPT
Evaluasi Terhadap Beberapa Rapid Tes
Diagnostik untuk Demam Typhoid
Terjemahan
DISUSUN OLEH :
Nurul Ayuningtyas 011001037
Prasetyaningrum Adilistiani 011001013
D3 ANALIS MEDIS FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2013
Evaluasi Terhadap Beberapa Rapid Tes Diagnostik untuk
Demam Typhoid
(Evaluation of Rapid Diagnostic Tests for Typhoid Fever)Sonja J. Olsen,1 Jim Pruckler,1 William Bibb,1 Nguyen Thi My Thanh,2
Tran My Trinh, 2 Nguyen Thi Minh,3 Sumathi Sivapalasingam,1 Amita Gupta, 1 Phan Thu
Phuong,4 Nguyen Tran Chinh,5 Nguyen Vinh Chau, 5 Phung Dac Cam,4 and Eric D. Mintz1
Foodborne and Diarrheal Diseases Branch, Centers for Disease Control and
Prevention, Atlanta, Georgia,1 and Pasteur Institute2 and Hospital for Tropical
Diseases,5 Ho Chi Minh City, Cai Lay Medical Center, Cai Lay,3 and National
Institute of Hygiene and Epidemiology, Hanoi,4 Vietnam
Received 10 September 2003/Returned for modification 7 January 2004/Accepted
12 January 2004
ABSTRAK
Untuk menegakkan diagnosa laboratorium demam tifoid diperlukan isolasi
dan identifikasi terhadap bakteri Salmonella enterica serotipe Typhi. Banyak
daerah endemik terhadap penyakit ini yang kualitas laboratoriumnya terbatas.
Kemajuan terbaru dalam bidang imunologi molekuler telah menemukan metode
identifikasi penanda yang sensitif dan spesifik untuk demam tifoid dan teknologi
untuk memproduksi kit praktis dan murah untuk mendeteksi secara cepat (rapid
detection). Dalam penelitian ini, diadakan evaluasi terhadap tiga kit komersial
untuk diagnosis serologi demam tifoid. Pasien yng diperiksa yaitu pasien dengan
demam >4hari yang terdaftar pada dua rumah sakit di Vietnam Selatan. Bahan
yang digunakan dalah darah sampel dari pasien dengan serotyphi yang telah
diisolasi dan kontrol yang digunakan adalah sampel dari pasien yang telah
dinyatakan sakit dan telah dikonfirmasi pada laboratorium lainnya. Isolat dari
serotipe Typhi telah diuji dan dikonfirmasi untuk kerentanan antimikroba di
Institut Pasteur di Ho Chi Minh City. Untuk Widal tes nantinya juga dilaksanakan
di rumah sakit dan Institut Pasteur. Serum yang telah dibekukan dikirim ke Pusat
Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (the Centers for Disease Control and
Prevention) dan diuji dengan menggunakan multi-test Dipstick untuk mendeteksi
immunoglobulin G (igG), TyphiDot untuk mendeteksi IgG dan IgM, dan Tubex
untuk mendeteksi IgM. Masing-masing tes dilaksanakan sesuai intruksi protokol
atau prosedur kerja yang sudah menjadi satu paket dalam kit. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 59 pasien dengan 21 kontrol. Sensitivitas
dan spesifisitas yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 89 dan 53% untuk Multi-
Test Dipstick, 79 dan 89% untuk TyphiDot, 78 dan 89% untuk Tubex, dan 64 dan
76% untuk Widal pengujian di rumah sakit dan 61% dan 100% untuk pengujian
Widal di Institut Pasteur. Untuk semua tes, sensitivitas tertinggi didapatkan pada
minggu kedua demam tifoid. Tes Widal tidak sensitif dan menampilkan
variabilitas yang tinggi. Dua kit rapid tes, TyphiDot dan Tubex, menunjukan hasil
yang menjanjikan untuk diagnosa laboratoriumnya.
PENDAHULUAN
Demam tifoid yang disebabkan oleh serotipe enterica Salmonella typhi,
merupakan penyebab utama morbiditas dan kematian di seluruh dunia,
diperkirakan 16.6 juta infeksi baru dan 600.000 kematian setiap tahun (14). Di
Vietnam, demam tifoid sangat endemik, pada provinsi-provinsi Selatan yang
sangat dipengaruhi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di provinsi Dong
Thap pada tahun 1995 dan 1996, angka kejadian pada infeksi yang telah
dikonfirmasi serotipe Typhi adalah 198 per 100.000 untuk segala usia (11).
Isolasi serotipe Typhi dari darah, air seni atau kotoran adalah cara yang
paling dapat diandalkan dalam mengkonfirmasikan infeksi. Namun, hal ini
memerlukan peralatan laboratorium dan pelatihan teknis yang memadai
disamping fasilitas kesehatan yang paling utama di negara berkembang.
Kebanyakan serotipe Typhi yang menginfeksi, didiagnosis murni atas dasar klinis
dan diperlakukan presumptively (berdasarkan dugaan). Sebagai akibatnya,
diagnosis mungkin tertunda atau tertiggal, sementara penyakit demam lain
terdiagnosa positif, dan pasien tanpa demam tifoid mungkin menerima terapi
antimikroba yang tidak perlu dan tidak seharusnya. Munculnya resistensi obat
diantara strain serotipe Typhi yang beredar di Vietnam (6, 15) dan di tempat lain
(16) memperumit pengobatan penyakit demam tipus dan perlunya diagnosis yang
cepat, akurat, tepat, dan selektif untuk penggunaan agen mikrobial yang
organismenya sejauh ini masih peka.
Serodiagnosis dari demam tifoid telah diupayakan sejak abad ke-19 ketika
widal dan sicard menunjukkan bahwa serum pasien dengan demam tifoid typhoid
agglutinated tipus basil ( 20 ). Sayangnya, baik tes widal, yang tetap di tersebar
luas di negara berkembang, maupun salah satu dari serodiagnostic tes yang telah
dikembangkan, terbukti cukup sensitif, spesifik, dan praktis untuk menjadi nilai di
daerah di mana penyakit ini endemik ( 9 ). Kemajuan terbaru dalam imunologi
molekuler telah menghasilkan identifikasi penanda yang berpotensi lebih sensitif
dan spesifik dalam darah dan urin pasien dengan demam tifoid dan telah
memungkinkan pembuatan kit praktis dan murah untuk deteksi. Di sini kita
melaporkan hasil evaluasi dari tiga komersial serodiagnostic assays untuk
diagnosis akut infeksi serotipe typhi dengan spesimen yang dikumpulkan di
vietnam selatan.
MATERIAL DAN METODE
Pengumpulan spesimen. Spesimen yang dikumpulkan dari pasien di dua
rumah sakit di Vietnam Selatan: rumah sakit distrik Cai Lay (180 tempat tidur) di
Provinsi Tien Giang dan rumah sakit untuk penyakit-penyakit tropis (rumah sakit
Cho Quan) (500 tempat tidur) di kota Ho Chi Minh. Pasien berusia ≥ 3 tahun
dengan keadaan demam 4 hari, antara Oktober 2000 dan April 2002, yang
memenuhi syarat untuk partisipasi. Pasien yang memenuhi kriteria diminta untuk
memberikan persetujuan dan menjawab quesioner singkat tentang tanda-tanda
klinis dan gejala, pengobatan antimikroba dan sejarah demam tifoid dan vaksinasi.
Peserta memberikan 5 ml darah (3 ml dari anak-anak berusia 3 sampai 5 tahun)
dari venapungsi rutin untuk kultur darah. Hanya pasien dengan etiologi yang
dikonfirmasi laboratorium dari demam mereka yang dimasukkan dalam analisis.
Sampel darah tersebut disentrifugasi, dan serum dibagi menjadi aliquots dan
disimpan di -20oC. Untuk meminimalkan degradasi antibodi serum, spesimen
segera dibekukan dan tetap beku sampai saat pengujian. Dengan interval yang
rutin, petugas dari Institut Pasteur memperoleh isolat dan serum spesimen dari
rumah sakit; serum disimpan di -70 C. Semua isolat dikonfirmasi di Institut
Pasteur, dan serum dievaluasi kembali dengan menggunakan tes Widal. Serum
spesimen dari semua pasien, telah dikonfirmasi laboratorium sedang sakit, yang
terkumpul dan dikirim di dalam es setiap beberapa bulan ke Pusat Pengendalian
dan Pencegahan Penyakit (Centers for Disease Control and Prevention (CDC)) di
Atlanta, Ga., untuk pengujian lebih lanjut dengan tes komersial. Pasien dengan
serotipe Typhi terisolasi dari darah dibandingkan dengan pasien yang didiagnosis
laboratorium lain patogen oleh tiga kit komersial untuk cepat diagnosis akut
demam tifoid.
Analisis laboratorium. (i) Kultur darah. Cai Lay Hospital, 5 ml darah
pasien ditambahkan ke medium kultur darah (biphasic tryptic kedelai agar-agar
dan pusat jantung yang disuntik kaldu dengan SPS [0.6 mg/ml]) yang disediakan
oleh Institut Pasteur. Kultur darah dalam botol kemudian diinkubasi di 37 C
selama 24 jam sebelum dimiringkan sehingga cairan mengalir di atas media padat.
Kaldu dikultur pada agar darah setelah 1, 2, 3, dan 7 hari, dan media padat yang
dilakukan subkultur sewaktu-waktu akan terlihat ada sebuah koloni pada
kemiringan tersebut. Mengisolasi dengan pewarnaan Gram dan diidentifikasi
dengan metode biokimia standar. Uji serotipe dilakukan dengan menggunakan
aglutinasi terhadap Salmonella O, H, dan Vi antisera. Jika tidak ada pertumbuhan
setelah 10 hari, kultur dianggap negatif. Pada Rumah Sakit untuk Penyakit-
Penyakit Tropis menggunakan sistem BACTEC dan mengamati hasil setelah 5
hari. Jika ada pertumbuhan, koloni dikultur pada agar-agar darah dan
diidentifikasi seperti dijelaskan di atas.
(ii) Konfirmasi dan kerentanan antimikroba pengujian isolat di Institut
Pasteur. Hasil identifikasi isolat yang diduga serotipe Typhi, dikonfirmasi di
Institut Pasteur dengan standar tes biokimia dan Salmonella serotipe. Uji
kerentanan antimikroba dilakukan dengan menggunakan metode difusi cakram
Kirby-Bauer. Agen antimikroba (zona ukuran untuk perlawanan) yang
digunakan: ampicillin (≥17 mm), Tetrasiklin (≥19 mm), kloramfenikol (≥18 mm),
ceftriaxone (≥21 mm), siprofloksasin (≥21 mm), ofloxacin (≥16 mm), norfloxacin
(≥17 mm), nalidixic asam (≥19 mm), dan gentamisin (≥15 mm).
(iii) Konfirmasi laboratorium dari patogen lain. Konfirmasi patogen lain
dilakukan sebagai berikut: hapusan darah untuk malaria, Basil Tahan Asam
(BTA) hapusan sputum untuk kultur tuberkulosis, darah atau urine untuk bakteri
patogen lain, atau serum Antibodi M (IgM) dideteksi dengan antibodi-capture
enzim immunosorbent assay (MAC EIA) untuk demam dengue. BTA smear dan
kultur darah dan urin dilakukan di rumah sakit, Serum dikirim dari rumah sakit
Cai Lay ke Pusat Obat Pencegahan (Center for Preventive Medicine) di Provinsi
Tien Giang untuk pengujian demam dengue dengan menggunakan sebuah kit
MAC EIA yang dihasilkan oleh Institut Pasteur (divalidasi oleh perbandingan
untuk Omega, UK, kit komersial). Rumah sakit untuk Penyakit-Penyakit Tropis
tidak menguji atau merujuk spesimen untuk serologi demam dengue.
(iv) Tes widal. Pengujian widal dilakukan dengan menggunakan alat tes
aglutinasi kualitatif Sanofi (Bio-Rad) dengan dua metode yang berbeda. Dalam
metode kedua, serum diencerkan secara berurutan, mulai dari 1/10, dalam cairan
garam fisiologis dan kemudian 1/10 diencerkan lebih lanjut, kemudian
ditamabahkan suspense serotipe Typhi O dan H antigen, secara terpisah. Rumah
sakit Cai Lay menggunakan teknik sentrifugasi cepat di mana tabung
disentrifugasi pada rpm 3.000 selama 5 menit. Meresuspensikan endapan dengan
menekan bagian bawah tabung; Jika terlihat aglutinasi, hasil dianggap positif.
Rumah sakit untuk Penyakit-Penyakit Tropis dan Pasteur Institute menggunakan
teknik klasik dengan inkubasi di mana tabung diinkubasi dalam penangas air 37˚C
selama 2 jam untuk suspensi H dan pada suhu kamar selama semalam untuk
suspensi O. Jika terlihat aglutinasi , hasil dianggap positif.
(v) Rapid test. Serum dievaluasi dengan menggunakan tiga komersial rapid
diagnostic kit, yaitu : Multi-Test Dipstick (PANBIO INDX, Inc, Baltimore, Md.),
TUBEX (IDL biotek, Sollentuna, Swedia) dan TyphiDot (Malaysia Biodiagnostic
Research SDN BHD, Singapura, Malaysia). Secara singkat, Multi-Test Dipstick
menguji untuk lima patogen, termasuk Salmonella serotipe Typhi. Tes ini
berformat dipstick yang mendeteksi anti-O, anti-H, anti-Vi, IgM, atau antibodi
IgG dalam serum pasien, plasma, atau darah heparin. Peneliti hanya mengevaluasi
kit IgG. TyphiDot adalah DOT enzim immunoassay yang dapat mendeteksi
antibodi IgM atau IgG terhadap antigen khusus pada protein membran luar
serotipe Typhi. Untuk spesimen yang tak tentu (IgM negatif dan positif IgG), tes
konfirmasi, TyphiDot-M disarankan oleh produsen. Karena ada masalah dengan
produksi TyphiDot-M, maka hanya TyphiDot yang digunakan dalam evaluasi ini.
Ini pertama kalinya dua tes, yang multi-test dipsticks dan typhidot, menguji secara
kualitatif. Tes ketiga adalah Tubex, tes semiquantitative yang menggunakan
partikel polistirena aglutinasi untuk mendeteksi IgM antibodi terhadap O9
antigen. Spesimen diperiksa sesuai dengan prosedur yang tercantum pada paket
sisipan (kit insert).
Multi-Dipstick
Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik dikembangkan di Belanda
dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik terhadap antigen LPS S. typhi
dengan menggunakan membran nitroselulosa yang mengandung antigen S.
typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM anti-human immobilized
sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang sudah
distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat digunakan di
tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang lengkap.
TUBEX TES
TUBEX merupakan alat diagnostik demam tifoid yang diperoduksi oleh
IDL Biotech,Sollentuna, Sweden. Tes ini sangat cepat 5-10min, simpel, dan
akurat. Tes TUBEX ini menggunakan sistem pemeriksaan yang unik dimana
tes ini mendeteksi serum antibody immunoglobulin M (Ig M) terhadap antigen
O9 (LPS) yang sangat spesifik terhadap bakterisalmonella typhi. Pada orang
yang sehat normalnya tidak memiliki Ig M anti-O9 LPS ( Lim,et al., 1998;
Tam,et al., 2008).
Metode dari tes TUBEX ini adalah mendeteksi antibody melalui
kemampuannya untuk memblok ikatan antara reagent monoclonal anti-O9
s.typhi (antibody-coated indicator particle) dengan reagent antigen O9 s.typhi
(antigen-coated magnetic particle) sehingga terjadi pengendapan dan pada
akhirnya tidak terjadi perubahan warna (Tam,et al., 2008; IDL Botech, 2005).
Protokol kerja dari tes TUBEX adalah sebagai berikut :
1. Masukkan 45µl antigen-coated magnetic particle (Brown reagent) pada
reactioncontainer yang disediakan (satu set yang terdiri dari enam tabung
berbentuk V)
2. Masukan 45µl serum sampel (serum harus jernih), lalu campurkan
keduanya denganmenggunakan pipette tip
3. Inkubasi dalam 2 menit
4. Tambahkan 90µl antibody-coated indicator particle (Blue reagent)
5. Tutup tempat reaksi tersebut dengan menggunakan strip, lalu ubah posisi
tabung darivertikal menjadi horisontal dengan sudut 90°. Setelah itu
goyang-goyangkan tabung kedepan dan kebelakang selama 2 menit.
Perlakuan ini bertujuan utuk memperluas bidang reaksi.
6. Pada akhir proses reaksi ini tabung berbentuk V ini diletakkan diatas
magnet stand, lalu diamkan selama 5 menit untuk membiarkan terjadi
proses pemisahan (pengendapan). Pembacaan skor hasil dari reaksi ini
dilakukan dengan cara mencocokkan warna yang terbentuk pada akhir
reaksi dengan skor yang tertera pada color scale (IDL Botech, 2005).
Gambar 1. Sekema dari protokol kerja tes TUBEX (IDL Biotech, 2005) dan Sekema dari
protokol kerja tes TUBEX(IDL Biotech 2005)
Hasil tes TUBEX akan bernilai positive (pasien terindikasi menderita
penyakitdemam tifoid) apabila tidak terjadi perubahan warna (tetap berwarna
biru). Hal inimenunjukan terdapatnya anti-s typhi O9 antibody yang mampu
menghambat ikatan antara antigen-coated magnetic particle dengan blue latex
antibody-coated indicator particle. Sehingga pada akhir reaksi blue latex
particle tidak ikut tersedimentasi pada dasar tabung, sehingga warna tabung
tetap berwarna biru (Lim,et al., 1998).
Tes TUBEX merupakan tes yang subjektif dan semiquantitative dengan
cara membandingkan warna yang terbentuk pada reaksi dengan TUBEX color
scale yang tersedia. Range dari color scale adalah dari nilai 0 (warna paling
merah) hingga nilai 10 (warna paling biru) (Lim,et al., 1998).
Adapun cara membaca tes TUBEX adalah sebagai berikut menurut IDL
Biotech 2008:
1. Nilai <2 menunjukan nilai negative (tidak ada indikasi demam tifoid)
2. Nilai 3 inconclusive score dan memerlukan pemeriksaan ulang.
3. Nilai 4 menunjukan positif lemah
4. Nilai >5 menunjukan nilai positif (indikasi kuat terjadi demam
tifoid)
Nilai TUBEX yang menunjukan nilai positive ditambah dengan
symptom dan signyang sesuai dengan gejala demam tifoid, merupakan indikasi
yang sangat kuat terjadinyademam tifoid.
TyphiDot
The TYPHIDOT Rapid IgG / IgM uji imunokromatografi adalah fase
padat inderect. Antibodi dan reagen S untuk menangkap anti-S. typhi IgM dan
IgG yang bergerak ke selulosa nitrat membrane sebagai uji garis. Ketika
sampel uji ditambahkan ke pad sampel, sampel bermigrasi ke atas bersama
dengan pewarna konjugasi S. typhiantigens. Jika antibodi spesifik terdapat
dalam sampel uji (serum atau plasma), membentuk sebuah ikatan antigen
antibodi-kompleks dengan antigen terkonjugasi. Kompleks antibodi-antigen
kemudian ditangkap di zona jendela tes oleh antibodi immobil dan reagen,
memberikan pita berwarna merah muda keunguan-setelah buffer mencuci
kelebihan konjugat.
Langkah kerja penggunaan TyphiDOT :
1. Bawa uji kaset dan reagen penyangga (buffer) pada suhu kamar (jika
terdapat endapan pada reagen penyangga (buffer), kocok botol dan
jika memungkinkan lakukan untuk pemanasan lebih lanjut).
2. Buka kantong dengan memotong sisi disegel kantong
3. Label perangkat tes dengan nama sampel.
4. Lanjutkan dengan prosedur uji seperti yang digambarkan
Sampel Serum / Plasma
Tambahkan serum 30μl pada sumuran/ pad.
Pastikan bahwa tidak ada gelembung udara.
Setelah 15 detik tambahkan 1 tetes buffer.
Sampel akan mulai bergerak naik. Baca hasil
dalam waktu 15 menit.
Sampel darah lengkap
Tambahkan 40μl darah pada sumuran/ pad.
Pastikan bahwa tidak ada udara gelembung.
Tambahkan 1 tetes buffer setelah 15 detik.
Sampel akan mulai bergerak naik. Baca hasil
dalam waktu 15 menit.
[Catatan: Jika sampel berhenti meresap naik
sementara, tambahkan setetes reagen penyangga]Gambar 2. TyphiDot Rapid
(kit insert Rezon Diagnostics
International Sdn. Bhd., 2011)
Gambar 3. Interpretasi hasil (kit insert Rezon Diagnostics International Sdn. Bhd., 2011)
Tinjauan Etis. Protokol penelitian telah disetujui oleh lembaga peninjau
dari CDC dan Institut Nasional Ilmu Kesehatan dan Epidemiologi (National
Institute of Hygiene and Epidemiology), Hanoi, Vietnam.
Analisis statistik. Analisis dilakukan menggunakan SPSS versi 11.0.1
(SPSS, Inc, Chicago, Illinois). Median dibandingkan dengan menggunakan tes
rata-rata untuk data nonparametric yang dihitung dengan Statistik Chi-kuadrat.
Untuk setiap assay, peneliti menghitung sensitivitas, spesifisitas dan nilai-nilai
prediktif positif dan negatif. Fleiss kuadrat 95% keyakinan berkala yang dihitung
dengan menggunakan Epi Info 6 (CDC, Atlanta, GA). Usia pasien dihitung
dengan menggunakan periode pertengahan tanggal lahir dan tanggal wawancara.
HASIL
Terdaftar 59 kasus serotipe Typhi dan 20 kontrol dikonfirmasi laboratorium
penyakit demam lainnya. Diagnosa kontrol sebagai berikut: 7 subjek dengan
demam berdarah, 4 subjek dengan Escherichia coli kultur dari darah, 1 subjek
dengan E. coli kultur dari urin, 2 subjek dengan malaria (Plasmodium
falciparum), 2 subjek dengan tuberkulosis, 2 subjek dengan Klebsiella
pneumoniae kultur dari darah, dan 2 subjek dengan S. enterica serotipe Paratyphi
A dari kultur darah.
Karakteristik demografis dari pasien serotipe Typhi dan kontrol tercantum
dalam tabel 1. Di rumah sakit untuk Penyakit-Penyakit Tropis ada waktu sedikit
lebih lama, tetapi tidak signifikan, antara onset demam dan jumlah yang terdaftar
dibandingkan di rumah sakit Cai Lay (rata-rata jumlah hari, 11 versus 8 [P=0,07]).
Dua puluh lima pasien meminum antibiotik setelah onset demam (10 dari 15
kasus banding 6 dari 10 kontrol), namun, 74 dari 75 (99%) melaporkan meminum
beberapa obat pada minggu yang sama. Kebanyakan orang (54 dari 79 [68%])
tidak tahu jika mereka meminum obat antibiotik atau tidak. Tanggal terjadinya
demam pada pasien dengan serotipe Typhi berkisar dari Januari 2001 sampai
Maret 2002, memuncak pada April-Oktober (Fig. 1). Tak satu pun dari para
peserta melaporkan vaksinasi untuk demam tifoid, satu pasien dan dua kontrol
dilaporkan memiliki sejarah demam tifoid.
Perbandingan dari tiga tes di disajikan dalam tabel 2. Sebuah pendingin
diperlukan untuk penyimpanan semua kit tetapi sangat sedikit peralatan tambahan
yang diperlukan. Metode Multi-Test Dipstick memerlukan water bath, dan
TyphiDot memerlukan pipet yang telah dikalibrasi. Sekitar $ 10 per tes, Multi-Tes
Dipstick adalah yang paling mahal, diikuti oleh TUBEX di sekitar $4 per tes dan
TyphiDot di sekitar $1 per tes.
Sensitivitas, spesifisitas dan nilai-nilai prediksi yang ditampilkan dalam
tabel 3. Meskipun kepekaan dari Multi-Test Dipstick cukup tinggi (89%), namun
spesifisitasnya rendah (50%). TyphiDot dan TUBEX memiliki sensitivitas tinggi
(79 dan 78%, masing-masing) dan spesifisitas (89 dan 94%, masing-masing). Tes
Widal adalah tes paling sensitif dari assay, dan variasi hasil berdasarkan tempat
pelaksaan (64% sensitif dan 76% di rumah sakit dan 61% sensitif dan 100% di
Institut Pasteur).
Peneliti memeriksa sensitivitas dari alat tes menurut minggu setelah demam
awal ( gambar 2 ). Ini bukanlah tes yang dilakukan pada spesimen dari pasien
yang sama pada Minggu 1, 2, dan 3 tetapi hasil gabungan satu sampel
dikumpulkan pada satu waktu titik dari setiap pasien. Sensitivitas dari semua tes
tertinggi adalah serum spesimen yang diperoleh selama minggu kedua penyakit.
Angka-angka itu terlalu kecil untuk melakukan evaluasi spesifisitas alat tes pada
minggu setelah demam awal (data tidak ditampilkan).
Tidak ada perbedaan yang terlihat antara 10 kontrol dengan hasil positif
palsu pada salah satu tes tiga komersial dan 9 kontrol lain, meskipun angka-angka
itu kecil. Kontrol dengan hasil positif palsu usianya sedikit lebih muda (rata – rata
usia, 31 banding 37 tahun [P 0.6]) dan cenderung pada perempuan (50% banding
55%, P 1.0); perbedaan tersebut tidak signifikan secara statistik. Sembilan dari
sepuluh kontrol yang positif pada Multi-Test Dipstick, dan empat di antaranya
punya demam berdarah. Satu control dengan hasil positif palsu dilaporkan
memiliki sejarah demam tifoid.
Kerentanan antibiotik. Sebanyak 58 dari 59 serotipe Typhi isolat yang
tersedia untuk pengujian. Dari 58 isolat yang diujikan 14 (24%) adalah
pansensitive. 44 sisa isolat tersebut yang tahan terhadap asam nalidixic; 33 juga
tahan terhadap kloramfenikol dan tetrasiklin, dan 29 ini juga tahan terhadap
ampicillin. Hanya dua isolat yang juga tahan terhadap cefotaxime, salah satunya
adalah juga tahan terhadap norfloxacin. Antara 57 kasus dengan hasil serologi,
tidak ada perbedaan signifikan secara statistik dalam hasil uji tipus oleh
sensitivitas seperti yang didefinisikan oleh pansensitivity atau perlawanan untuk
setidaknya satu agen antimikroba.
DISKUSI
Peneliti mengevaluasi tiga kit komersial diagnostik rapid untuk serotipe
Typhi dengan serum yang merupakan pasien dengan demam akut selama >4hari di
dua rumah sakit di Vietnam. Secara keseluruhan, TyphiDot dan Tubex, yang
keduanya mendeteksi Antibodi IgM, menunjukkan hasil paling akurat. Namun,
kinerja dari uji TyphiDot sudah tidak optimal karena kita tidak mampu memeriksa
15 spesimen tak tentu (tujuh sampel dan delapan kontrol) pada uji TyphiDot-M
untuk konfirmasi. Hanya Multi-Test Dipstick yang mendeteksi antibodi IgG yang
dievaluasi dalam penelitian ini, memiliki spesifisitas yang rendah. Sedangkan,
Multi-Test Dipstick untuk mendeteksi IgM tidak dievaluasi. Tes Widal memiliki
sensitivitas rendah dan sangat tergantung pada kemampuan operator. Jika tiga tes
lain (multi-test dipstick, tubex, dan tiphyDOT) dilakukan hanya pada satu
laboratorium, kita tidak bisa menilai variabilitas operator mereka.
Rumah sakit yang berpartisipasi dalam evaluasi ini cukup berbeda-beda dan
memiliki potensi untuk mengikutkan pasien di berbagai tahap penyakit. Cai Lay
merupakan rumah sakit kecil, rumah sakit pedesaan dengan kemampuan
laboratorium yang minimal, sedangkan Rumah Sakit Penyakit Tropis (Tropical
Diseases) adalah rumah sakit besar, rumah sakit rujukan di perkotaan dengan
kemampuan laboratorium yang baik. Meskipun demikian, ada beberapa perbedaan
dalam karakter pasien-pasien yang terdaftar. Pasien di Rumah Sakit untuk
Penyakit Tropis sedikit lebih tua, lebih banyak pasien perempuan, dan rata-rata
pasien datang 2 hari setelah mereka sakit.
Dalam evaluasi ini, sensitivitas TyphiDot tinggi pada awal minggu pertama
sakit. Dimungkinkan karena TyphiDot mengandalkan lebih banyak pada hasil
IgM yang terjadi pada awal perjalanan penyakit, sedangkan IgG naik kemudian,
namun, peneliti tidak melihat efek ini pada uji Tubex, yang juga mendeteksi
antibodi IgM. Pada uji Widal, aglutinin O dan H (antibodi O dan H) biasanya
muncul sekitar hari ke-8 dan 10 sampai 12 hari. Multi-Test Dipstick adalah tes
yang paling mahal, mungkin karena dipstick ini mengukur antibodi terhadap lima
patogen yang berbeda. Meskipun ketiga tes relatif mudah digunakan, Tubex
adalah yang paling sederhana. Keterbatasan dari Tubex tes, yang menggunakan
reaksi kolorimetrik, adalah potensi terjadinya kesulitan dalam menafsirkan hasil
pada sampel yang hemolisis. Kekhawatiran lain Tubex tes adalah hasil yang
positif palsu pada orang yang baru terinfeksi S.entericaserotipe Enteritidis dan
mengakibatkan pengobatan antibiotik yang tidak sesuai (13). Idealnya, tes Widal
harus dikerjakan pada fase akut dan fase sembuh untuk mendeteksi peningkatan
titer aglutinasi (antibodi). Namun, untuk menginformasikan keputusan
pengobatan sebelum sampel fase penyembuhan diperoleh, umumnya satu sampel
serum fase akut yang akan diperiksa. Hasil dari satu sampel sulit untuk
menafsirkan karena tingginya tingkat variasi pada sirkulasi antibodi terhadap
serotipe Typhi atau Salmonella serotipe lainya yang dapat menghasilkan hasil
positif palsu. Di Vietnam, daerah yang endemis tinggi, tes Widal tunggal dapat
menyebabkan banyak hasil positif palsu dan negatif palsu (17). Variabilitas
pemeriksa juga berkontribusi terhadap hasil yang dapat dipercaya, sebagaimana
dibuktikan dalam penelitian ini.
Masing-masing dari ketiga kit komersial yang sebelumnya telah dievaluasi
namun, untuk kita ketahui, ini adalah waktu yang pertama kalinya mereka (3 alat
rapid tes) semua dikerjakan bersama-sama dalam evaluasi yang sama. Baru-baru
ini evaluasi multi-Test Dipstick di Singapura, variasi sensitivitas sangat
tergantung pada definisi kasus (5). Jika dikerjakan secara klinis dan kultur darah
yang positif angka kejadiannya 51%, sedangkan pada kultur darah saja yang
positif angka kejadiannya 78%. Spesifisitas antara pasien kontrol yang memiliki
klinis diagnosis tifus tetapi hasil biakan negatif, memiliki diagnosa laboratorium
lainnya, atau demam yang tidak diketahui penyebabnya adalah 81%. TyphiDot
telah dievaluasi di Pakistan dan Singapura dengan menggunakan berbagai definisi
kasus (2, 5). Sensitivitas berkisar 59-93% untuk TyphiDot dan 73-84% dengan
penambahan TyphiDot-M. Spesifisitas secara konsisten lebih tinggi ketika
TyphiDot-M digunakan, 89% dibandingkan dengan 77% atau lebih rendah dengan
hanya Typhi-Dot. Evaluasi dari TyphiDot di India adalah 100% sensitif dan 80%
spesifik dibandingkan dengan kultur darah "golden standart" (8). Dalam evaluasi
awal, Tubex menunjukkan sensitivitas 100% dan spesifisitas (10). Namun, hal ini
sebelum kit tersedia secara komersial. Di Vietnam, 87% sensitif antara kultur
darah positif pasien dan 76% sensitif antara pasien rawat inap dengan demam (7).
Salah satu keterbatasan dalam evaluasi sebelumnya dan saat ini bahwa
kejadian penyakit pada kultur darah-konfirmasi digunakan sebagai golden
standart. Karena kultur darah kurang sensitif dibandingkan kultur sumsum tulang
untuk mendiagnosis demam tifoid (4), hasilnya harus ditafsirkan dengan hati-hati.
Ada kemungkinan bahwa diagnostik rapid tes lebih sensitif dibandingkan kultur
darah. Jika demikian, hasil tes yang tampaknya positif palsu dibandingkan pada
kultur darah mungkin sebenarnya positif benar. Hipotesis ini membutuhkan
evaluasi yang lebih lanjut. Atau, positif palsu pada tes mungkin merupakan hasil
dari infeksi masa lalu dengan serotipe Typhi atau nontyphoidal lain Salmonella
serotipe yang membagi antigen umum. Para peneliti terus mencari rapid tes yang
ideal untuk mendiagnosis demam tifoid akut. Beberapa tes urin telah
dikembangkan (1, 3, 12, 18), meskipun tidak terbukti optimal. Di lapangan, ada
keuntungan pasti untuk mengumpulkan urin daripada darah, pengumpulan urin
sederhana, lebih tidak invasif dibandingkan venapuncture, dan lebih sedikit
membutuhkan pelatihan dan peralatan. Selain itu, beberapa antigen dapat
diekskresikan dalam konsentrasi yang lebih tinggi dalam urin. Dengan adanya
genom terbaru dari seluruh serotipe Typhi, sekarang dimungkinkan untuk
mengidentifikasi antigen lainnya, seperti antigen asfimbrial, yang mungkin
menghasilkan respon antibodi spesifik untuk serotipe Typhi (19). Teknik
molekuler yang lebih canggih untuk diagnosis, seperti PCR, juga sedang
diexplorasi. Namun, penggunaannya dalam mengembangkan negara kemungkinan
besar akan terbatas.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami berterima kasih Tran Thi My Trinh dan Bui Thu Hien o dari Pasteur
Institute di Kota Ho Chi Minh untuk bantuan mereka pada pengujian
laboratorium.
REFERENCES
1. Barrett, T. J., J. D. Snyder, P. A. Blake, and J. C. Feeley.1982. Enzyme-
linked immunosorbent assay for detection of Salmonella typhiVi antigen in
urine from typhoid patients. J. Clin. Microbiol.15:235–237.
2. Bhutta, Z. A., and N. Mansurali.1999. Rapid serologic diagnosis of pediatric
typhoid fever in an endemic area: a prospective comparative evaluation of
two dot-enzyme immunoassays and the Widal test. Am. J. Trop. Med. Hyg.
61:654–657.
3. Fadeel, M. A., J. A. Crump, F. J. Mahoney, I. A. Nakhla, A. M. Mansour,
B. Reyad, D. E. Melegi, Y. Sultan, E. D. Mintz, and W. F. Bibb.2004. Rapid
diagnosis of typhoid fever by enzyme-linked immunosorbent assay detection
ofSalmonella serotipe Typhi antigens in urine. Am. J. Trop. Med. Hyg.
70:323–328.
4. Gilman, R. H., M. Terminel, M. M. Levine, P. Hernandez-Mendoza, and
R. B. Hornick.1975. Relative efficacy of blood, urine, rectal swab, bone-marrow,
and rose-spot cultures for recovery ofSalmonella typhiin typhoid
fever. Lancet i:1211–1213.
5. Gopalakrishnan, V., W. Y. Sekhar, E. H. Soo, and S. Devi.2002. Typhoid
fever in Kuala Lumpur and a comparative evaluation of two commercial
diagnostic kits for detection of antibodies toSalmonella typhi.Singapore
Med. J.43:354–358.
6. Hoa, N. T., T. S. Diep, J. Wain, C. M. Parry, T. T. Hien, M. D. Smith, A. L.
Walsh, and N. J. White.1998. Community-acquired septicaemia in southern
Viet Nam: the importance of multidrug-resistantSalmonella typhi.Trans. R.
Soc. Trop. Med. Hyg.92:503–508.
7. House, D., J. Wain, V. A. Ho, T. S. Diep, N. T. Chinh, P. V. Bay, H. Vinh,
M. Duc, C. M. Parry, G. Dougan, N. J. White, T. T. Hien, and J. J.
Farrar.2001.
Serology of typhoid fever in an area of endemicity and its relevance to
diagnosis. J. Clin. Microbiol.39:1002–1007.
8. IDL Botech, 2005. A review article of Rapid Detection of Typhoid fever
9. Jesudason, M., E. Esther, and E. Mathai.2002. Typhidot test to detect IgG
and IgM antibodies in typhoid fever. Indian J. Med. Res.116:70–72.
10. Levine, M. M., and W. A. Orenstein.1999. Typhoid fever vaccines, p. 781–
814.InS. A. Plotkin (ed.), Vaccines, 3rd ed. W. B. Saunders Co., Philadel-phia,
Pa.
11. Lim, Pak-Leong, et al. 1998. One-Step 2-Minute Test to Detect Typhoid-
SpesificAntibodies Based on Particle Separation in Tube. Journal of Clinical
Microbiology.1998: 2271-2278
12. Lim, P. L., F. C. Tam, Y. M. Cheong, and M. Jegathesan.1998. One-step
2-minute test to detect typhoid-specific antibodies based on particle separa-tion in
tubes. J. Clin. Microbiol. 36:2271–2278.
13. Lin, F. Y., A. H. Vo, V. B. Phan, T. T. Nguyen, D. Bryla, C. T. Tran, B. K.
Ha, D. T. Dang, and J. B. Robbins.2000. The epidemiology of typhoid fever in
the Dong Thap Province, Mekong Delta region of Vietnam. Am. J. Trop.
Med. Hyg.62:644–648.
14. Nguyen, N. Q., P. Tapchaisri, M. Chongsa-nguan, V. V. Cao, T. T. Doan,
Y. Sakolvaree, P. Srimanote, and W. Chaicumpa.1997. Diagnosis of enteric
fever caused bySalmonellaspp. in Vietnam by a monoclonal antibody-based
dot blot ELISA. Asian Pac. J. Allergy Immunol.15:205–212.
15. Oracz, G., W. Feleszko, D. Golicka, J. Maksymiuk, A. Klonowska, and H.
Szajewska.2003. Rapid diagnosis of acute Salmonella gastrointestinal infec-tion.
Clin. Infect. Dis. 36:112–115.
16. Pang, T., M. M. Levine, B. Ivanoff, J. Wain, and B. B. Finlay .1998.
Typhoid fever–important issues still remain. Trends in Microbiology 6:131–133.
17. Parry, C., J. Wain, N. T. Chinh, H. Vinh, and J. J. Farrar.1998.
Quinolone-resistantSalmonella typhiin Vietnam. Lancet 351:1289.
18. Parry, C. M., T. T. Hien, G. Dougan, N. J. White, and J. J. Farrar.2002.
Typhoid fever. N. Engl. J. Med.347:1770–1782.
19. Parry, C. M., N. T. Hoa, T. S. Diep, J. Wain, N. T. Chinh, H. Vinh, T. T.
Hien, N. J. White, and J. J. Farrar.1999. Value of a single-tube Widal
test in diagnosis of typhoid fever in Vietnam. J. Clin. Microbiol.37:2882–
2886.
20. Rockhill, R. C., L. W. Rumans, M. Lesmana, and D. T. Dennis.1980.
Detection ofSalmonella typhiD, Vi, and d antigens, by slide coaggluti-nation, in
urine from patients with typhoid fever. J. Clin. Microbiol.
11:213–216.
21. Tam, Frankie, et al. 2008. Modification of the TUBEX Typhoid Test to
Detect AntibodiesDirectly from Haemolytic Serum and Whole Blood.Journal of
ClinicalMicrobiology.2008:57:1349-1353
22. Wain, J., D. House, J. Parkhill, C. Parry, and G. Dougan.2002. Unlocking
the genome of the human typhoid bacillus. Lancet Infect. Dis. 2:163–170.
23. Widal, F.1896. Serodiagnostique de lafievre typhoide. Semaine Med.16:
259