bst teori typhoid
TRANSCRIPT
BAB ITINJAUAN PUSTAKA
1.1 DefinisiDemam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut,yang ditandai dengan
bakteremia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus,
pembentukan mikroabses dan ulserasi nodus peyer di distal ileum. Penulis lain
membuat kriteria demam tifoid yaitu penyakit infeksi akut yang disebabkan
Salmonella typhi, ditandai adanya demam 7 hari atau lebih, gejala saluran pencernaan
dan gangguan pada sistem saraf pusat (sakit kepala, kejang, dan gangguan kesadaran).
1.2 Epidemiologi
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang dijumpai secara luas di daerah
tropis dan subtropis terutama di daerah dengan kualitas sumber air yang tidak
memadai dengan standar hygiene dan sanitasi yang rendah. Manusia merupakan satu-
satunya sumber penularan alami Salmonella typhi, melalui kontak langsung maupun
tidak langsung dengan seorang penderita demam tifoid atau karier kronis. Prevalens
91% kasus demam tifoid terjadi pada umur 3-19 tahun, kejadian meningkat setelah
umur 5 tahun. Sembilan puluh enam persen (96%) kasus demam tifoid disebabkan
S.typhi, sisanya disebabkan oleh S.paratyphi.Transmisi kuman terutama dengan cara
menelan makanan atau air yang tercemar tinja manusia. Kuman masuk melalui
makanan setelah menembus dinding usus sehingga mencapai usus halus (ileum) dan
setelah menembus dinding usus sehingga mencapai folikel limfoid usus halus (plaque
Peyeri). Kuman ikut aliran limfe mesenterial ke dalam sirkulasi darah (bakteremia
primer) mencapai jaringan RES (hepar,lien,sumsum tulang untuk bermultiplikasi).
Setelah mengalami bakteremia sekunder, kuman mencapai sirkulasi darah untuk
menyerang organ lain (intra dan ekstraintestinal). Masa inkubasi 10-14 hari.
Transmisi secara kongenital dapat terjadi secara transplasental dari seorang ibu yang
mengalami bakteremia kepada bayi dalam kandungan, atau tertular pada saat
dilahirkan oleh seorang ibu yang merupakan karier tifoid dengan rute fekal oral.
1.3 Faktor resiko
Berbagai faktor ikut berpengaruh terhadap gambaran klinis demam tifoid.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan infeksi Salmonella yang berat antara lain :
umur < 12 bulan, berkurangnya keasaman lambung, stress (dingin,malnutrisi),
penggunaan antibiotik, penekanan sistem imun, dan hemolisis. Secara garis besar
faktor yang berpengaruh terhadap gambaran klinis demam tifoid dibagi dalam tiga hal
yaitu faktor mikroorganisme, pejamu dan lingkungan.
1.4 Etiologi
Etiologi demam tifoid adalah Salmonella typhoid yang berhasil diisolasi pertama
kali dari seorang pasien demam tifoid oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884.
Mikroorganisme ini merupakan bakteri gram negatif yang motil, bersifat aerob dan
tidak membentuk spora. Salmonella typhi dapat tumbuh dalam semua media, pada
media yang selektif bakteri ini memfermentasi glukosa dan manosa, tetapi tidak dapat
memfermentasi laktosa.
Bakteri ini mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:
1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik
grup.
2. Antigen flagel (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella
dan bersifat spesifik spesies.
3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang
melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses
aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses
fagositosis. Antigen Vi berhubungan dengan daya invasif bakteri dan
efektivitas vaksin. Salmonella typhi menghasilkan endotoksin yang merupakan
bagian terluar dari dinding sel, terdiri dari antigen O yang sudah dilepaskan,
lipopolisakarida dan lipid A. Ketiga antigen di atas di dalam tubuh akan
membentuk antibodi aglutinin.
4. Outer membrane protein (OMP). Antigen OMP S.typhi merupakan bagian dari
dinding sel terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan
peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya. OMP
berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan masuknya zat dan cairan ke
dalam membran sitoplasma, reseptor untuk bakteriofag dan bakteriosin. OMP
sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada patogenesis demam
tifoid dan merupakan antigen yang penting dalam mekanisme respon imun
pejamu. Sedangkan protein nonpurin hingga kini fungsinya belum diketahui
secara pasti. Salmonella typhi hanya dapat hidup pada tubuh manusia. Sumber
penularan berasal dari tinja dan urine karier dari penderita pada fase akut dan
penderita dalam fase penyembuhan.
1.5 Patogenesis dan Patofisiologis
Infeksi didapat dengan cara menelan makanan atau minuman yang terkontaminasi
dan dapat pula dengan kontak langsung jari tangan yang terkontaminasi
tinja,urine,sekresi saluran nafas,atau dengan pus penderita yang terinfeksi. Pada fase
awal demam tifoid biasa ditemukan adanya gejala saluran nafas atas. Ada
kemungkinan sebagian kuman ini masuk ke dalam peredaran darah melalui jaringan
limfoid di faring. Pada tahap awal ini penderita juga sering mengeluh nyeri telan yang
disebabkan karena kekeringan mukosa mulut. Lidah tampak kotor tertutup selaput
berwarna putih sampai kecoklatan yang merupakan sisa makanan, sel epitel mati dan
bakteri, kadang-kadang tepi lidah tampak hiperemis dan tremor. Bila terjadi infeksi
dari nasofaring melalui saluran tuba eustachi ke telinga telinga dan hal ini dapat
terjadi otitis media.
Di lambung organisme menemui suasana asam dengan pH rendah dimana kuman
dimusnahkan. Pengosongan lambung yang bersifat lambat merupakan faktor
pelindung terhadap terjadinya infeksi. Setelah melalui barier asam lambung
mikroorganisme sampai di usus halus dan menemui dua mekanisme pertahanan tubuh
yaitu motilitas dan flora normal usus. Flora normal usus berada di lapisan mukus atau
menempel pada epitel saluran cerna dan akan berkompetisi untuk mendapatkan
kebutuhan metabolik untuk keperluan pertumbuhan, memproduksi asam amino rantai
pendek sehingga menurunkan suasana asam serta memproduksi zat antibakteria
seperti colicin.
Di usus halus organisme ini dengan cepat menginvasi sel epitel dan tinggal di
lamina propia. Di lamina propia mikroorganisme melepaskan endotoksin yaitu suatu
molekul lipopolisakarida yang terdapat pada permukaan luar dinding sel berbagai
patogen usus. Penetrasi mukosa pada manusia berlangsung di daerah jejunum. Di
lamina propia organisme mengalami fagositosis dan berada di dalam sel
mononuklear. Mikroorganisme yang sudah berada di dalam sel mononuklear ini
masuk ke folikel limfoid intestin atau nodus Peyer dan mengadakan multiplikasi.
Selanjutnya sel yang sudah terinfeksi berjalan melalui nodus limfe intestinal regional
dan duktus thorasikus menuju sistem sirkulasi sistemik dan menyebar serta
menginfeksi sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Kelainan patologis paling
penting pada demam tifoid disebabkan karena proliferasi sel endotel yang berasal dari
sel RES. Akumulasi sel-sel tersebut menyumbat pembuluh darah di daerah tersebut
menyebabkan nekrosis lokal dan kerusakan jaringan. Secara patologis didapatkan
infiltrasi sel mononuklear, hiperplasia dan nekrosis lokal di hepar, lien, sumsum
tulang, nodus Peyer ileum terminal dan jejunum, dan kelenjar limfe mesenterik.
Penderita mengalami hepatomegali : hepar menjadi hiperemis, lunak, kekuningan dan
sedikit membesar. Splenomegali disebabkan karena pembesaran yang bersifat lunak,
kemerahan dan kongesti yang berisi nodul tifoid.
Perubahan pada jaringan limfoid di daerah ileocecal yang timbul selama demam
tifoid dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu : hiperplasia, nekrosis jaringan, ulserasi
dan penyembuhan. Adanya perubahan pada nodus Peyer tersebut menyebabkan
penderita mengalami gejala intestinal yaitu nyeri perut, diare, perdarahan dan
perforasi. Diare dengan gambaran pea soup merupakan karakteristik yang khas,
dijumpai pada kurang dari 50% kasus dan biasanya timbul pada minggu kedua.
Karena respon imunologi yang terlibat dalam patogenesis demam tifoid adalah sel
mononuklear maka keterlibatan sel PMN hanya sedikit dan pada umumnya tidak
terjadi pelepasan prostaglandin sehingga tidak terjadi pelepasan prostaglandin
sehingga tidak terjadi aktivasi adenil siklase. Hal ini menerangkan mengapa pada
serotipe invasif tidak didapatkan adanya diare.
Nyeri perut pada demam tifoid dapat bersifat menyebar atau terlokalisir di kanan
bawah daerah ileum terminalis. Konstipasi dapat terjadi pada ulserasi tahap lanjut,
dan merupakan tanda prognosis yang baik. Ulkus biasanya menyembuh sendiri tanpa
meninggalkan jaringan parut, tetapi ulkus dapat menembus lapisan serosa sehingga
terjadi perforasi. Pada keadaan ini tampak adanya distensi abdomen.
Hoffman mengemukakan bahwa gambaran klinis yang khas pada demam tifoid
merupakan hasil interaksi antara Salmonella typhi dan makrofag di hati, limpa,
kelenjar limfoid intestinal dan mesenterika. Sejumlah besar bakteri yang berada di
dalam jaringan limfoid intestinal, hati, limfa dan sumsum tulang menyebabkan
inflamasi di tempat tersebut dan melepaskan mediator inflamasi dari makrofag.
Makrofag memproduksi sitokin,diantaranya tumor necrosing factor (cachetin), IL-1
dan interferon. Selain itu juga merupakan sumber metabolit arakhidonat dan reactive
oxygen intermediates. Produk makrofag tersebut diatas dapat menyebabkan necrosis
seluler, perangsangan sistem imun, ketidakstabilan sistem imun, ketidakstabilan
vaskuler, permujaan mekanisme pembekuan, penekanan sumsum tulang, demam dan
kelainan yang berhubungan dengan demam tifoid. Tampaknya endotoksin
merangsang makrofag untuk melepaskan produknya yang secara lokal menyebabkan
nekrosis intestin maupun sel hati dan secara sistemik menyebabkan gejala klinis
demam tifoid.
Penderita yang telah sembuh dari demam tifoid biasanya mendapatkan kekebalan
sepanjang hidup. Adanya aglutinin O,H dan Vi dalam serum menunjukkan kekebalan
terhadap demam tifoid tetapi lebih bersifat diagnostik.
1.6 Manifestasi klinis
Manifestasi klinis demam tifoid pada anak tidak khas dan sangat bervariasi.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi menifestasi klinis dan beratnya penyakit
adalah S.typhi, jumlah mikroorganisme yang tertelan, keadaan umum dan status
nutrisi, status imunologi faktor genetik.
Masa inkubasi demam tifoid berlangsun selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60
hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi
penderita tetap dalam keadaan asimptomatis. Setelah masa inkubasi penderita mulai
menunjukkan gejala klinis. Onset penyakit berjalan secara perlahan tetapi bisa juga
timbul secara tiba-tiba. Demam makin lama makin tinggi tetapi dapat pula remitten
atau menetap. Pada awalnya suhu meningkat secara bertahap menyerupai anak tangga
selama 2-7 hari, lebih tinggi pada sore dan malam hari. Akan tetapi demam bisa pula
mendadak tinggi. Setelah suhu mencapai sekitar 400C kemudian akan menetap selama
minggu kedua, mulai menurun secara tajam pada minggu ketiga dan mencapai normal
kembali pada minggu keempat. Sedangkan bayi dan anak kecil mempunyai pola
panas yang tidak beraturan. Pada anak besar demam seringkali disertai menggigil.
Pada saat awal demam penderita biasanya mengalami gejala yang mirip sindroma
flu yaitu sakit kepala, malaise, nyeri menelan, anoreksia, nyeri perut, nyeri otot dan
nyeri sendi. Pada akhir minggu pertama demam sekitar 38,80C - 400C, penderita
mengeluh sakit kepala hebat, tampak apatis, bingung dan lelah. Mulut menjadi kering
karena saliva berkurang, lidah tampak kotor dilapisi selaput putih sampai kecoklatan,
bisa disertai dengan tepi yang hiperemis dan tremor. Pada akhir minggu pertama
sering didapatkan rasa mual dan muntah. Penderita kadang-kadang masih mengalami
batuk dan didapati gambaran klinis bronkitis. Bronkitis biasanya didapatkan pada
kasus demam tifoid berat. Tidak didapatkan nyeri perut yang jelas tetapi penderita
merasa tidak enak di perut dan mungkin juga masih disertai konstipasi.abdomen
tampak membesar sekitar 2-3 cm dibawah lengkung iga kanan. Kulit tampak kering
dan panas yang mungkin juga didapatkan bercak Rose di daerah abdomen, dada atau
punggung. Bercak Rose merupakan ruam makular atau makulopapular dengan garis
tengah 1-6 mm yang akan menghilang dalam 2-3 hari.
Pada minggu kedua sebagian besar penderita demam tinggi terus berlangsung
mencapai 38,30C – 39,40C, bersifat kontinua dengan perbedaan suhu sekitar 0,50C
pada pagi dan petang hari. Pada keadaan ini mungkin didapatkan bradikardi relatif,
gejala klasik yang sekarang hanya dijumpai pada kurang dari 25% penderita. Keadaan
umum penderita makin menurun, apatis, binggung, kehilangan kontak dengan orang
di sekitarnya, tidak bisa tidur. Lidah tertutup selaput tebal dan penderita kehilangan
nafsu makan serta minum. Pemeriksaan abdomen sulit diinterpretasikan, gambaran
yang klasik menyerupai adonan (doughy) dan mudah diraba usus yang berisi air dan
udara. Didapatkan di daerah nyeri yang merata di seluruh kuadran bawah, dan distensi
abdomen dengan daerah yang meteorismus atau timpani oleh karena konstipasi,
penumpukan tinja atau berkurangnya tonus lapisan otot intestin dan lambung.
Pada minggu ketiga penderita memasuki tahapan typhoid state, yang ditandai
dengan disorientasi, bingung, insomnia, lesu dan tidak bersemangat. Bisa didapatkan
pula adanya delirium, tetapi jarang dijumpai stupor dan koma. Wajah tampak toksik :
mata berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak mata cekung, pucat, dan flushing di
daerah pipi. Pernapasan tampak cepat dan dangkal dengan tanda stagnasi di bangsal
paru. Abdomen tampak lebih distensi dari sebelumnya. Nodus Peyer mungkin
mengalami nekrotik dan ulserasi, sehingga sewaktu-waktu dapat timbul perdarahan
dan perforasi. Saat ini penderita mengalami berak lembek dan berwarna coklat tua
atau kehijauan dan berbau. Hal ini dikenal dengan dengan pea soup diarrhoea, tetapi
mungkin penderita mungkin masih mengalami konstipasi. Pada akhir minggu ketiga
suhu mulai menurun secar lisis dan mencapai normal pada minggu berikutnya.
1.7 Diagnosis
Anamnesis
a. Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir
minggu pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi.
b. Anak sering menggigau (delirium), malaise, letargi, anoreksia, nyeri kepala,
nyeri perut, diare atau konstipasi, muntah, perut kembung.
c. Pada demam tifoid berat dapat dijumpai penurunan kesadaran, kejang, dan
ikterus.
Pemeriksaan fisis
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun, delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah tifoid yaitu
di bagian tengah kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali
lebih sering dijumpai daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki
pada pemeriksaan paru.
Pemeriksaan penunjang
Darah tepi perifer :
Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe,
atau perdarahan usus.
Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/mm3
Limfositosis relatif
Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
Pemeriksaan serologi :
Serologi Widal : kenaikan titer S.typhi titer O 1:200 atau kenaikan 4 kali titer
fase akut ke fase konvalesens
Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
Pemeriksaan biakan Salmonella :
Biakan darah terutama pada minggu 1-2 dari perjalanan penyakit.
Biakan sumsum tulang masih positif sampai minggu ke-4
Pemeriksaan radiologik
Foto toraks, apabila diduga terjadi komplikasi pneumonia
Foto abdomen, apabila diduga terjadi komplikasi intraintestinal seperti
perforasi usus atau perdarahan saluran cerna
Pada perforasi usus tampak :
- Distribusi udara tak merata
- Air fluid level
- Bayangan radiolusen di daerah hepar
- Udara bebas pada abdomen
Tatalaksana
- Antibiotik
Chloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV,
dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari.
Amoxicillin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena, selama 10 hari
Cotrimoksazol 6 mg/kgBB/hari, oral, selama 10 hari
Ceftriaxone 80 mg/kgBB/hari, IV/IM, sekali sehari,selama 5 hari
Cefixime 10 mg/kgBB/hari,oral, dibagi dalam 2 dosis, selama 10 hari
- Kortikosteroid diberikan pada kasus berat denga gangguan kesadaran
Dexamethason 1-3 mg/kgBB/hari intravena, dibagi 3 dosis hingga kesadaran
membaik.
- Bedah : diperlukan pada penyulit perforasi usus.
- Suportif :
Demam tifoid ringan dapat dirawat di rumah
Tirah baring
Isolasi memadai
Kebutuhan cairan dan kalori dicukupi
Diet :
o Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
o Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang
lebih padat dengan kalori cukup
- Transfusi darah : kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna
dan perforasi usus
Pemantauan
Terapi :
- Evaluasi demam dengan memonitor suhu. Apabila pada hari ke 4-5 setelah
pengobatan demam tidak reda, maka harus segera kembali dievaluasi adakah
komplikasi, sumber infeksi lain, resistensi S.typhi terhadap antibiotik, atau
kemungkinan salah menegakkan diagnosis.
- Pasien dapat dipulangkan apabila tidak demam selama 24 jam tanpa
antipiretik, nafsu makan membaik, klinis perbaikan, dan tidak dijumpai
komplikasi. Pengobatan dapat dilanjutkan di rumah.
Komplikasi
Intraintestinal : perforasi usus atau perdarahan saluran cerna : suhu
menurun, nyeri abdomen, muntah,nyeri tekan pada palpasi, bising usus
menurun sampai menghilang, defance muscular positif, dan pekak hati
menghilang.
Ekstraintestinal : tifoid ensefalopati, hepatitis tifosa, meningitis,
pneumonia, syok septik, pielonefritis, endokarditis, osteomielitis,dll
Prognosis
Baik
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Nama : Ifani
No MR : 293773
Umur : 5 tahun 6 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Balai Panjang, Gaduik Payakumbuh
Tanggal masuk : 1 Maret 2011
ANAMNESIS (Alloanamnesis diberikan oleh ayah kandung)
Seorang anak perempuan berumur 5 tahun 6 bulan dirawat di bangsal anak
RSUD Dr. Adnaan W.D, Payakumbuh tanggal 1 Maret 2011 dengan:
Keluhan utama : Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit
Riwayat Penyakit Sekarang :
Demam sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit, tinggi, terus-menerus, tidak
menggigil dan tidak disertai keringat
Muntah sejak 7 hari yang lalu ,frekuensi 1 kali, jumlah satu gelas, berisi apa
yang dimakan, muntah tidak menyemprot, tidak disertai darah
Nafsu makan berkurang sejak sakit
Letih lesu ada
Nyeri pada persendian tidak ada, bercak-bercak kemerahan pada kulit tidak
ada, perdarahan pada gusi, hidung atau telinga tidak ada, nyeri belakang bola
mata tidak ada
Mencret sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, frekuensi 3 kali, warna
kuning kecoklatan, jumlah ½ gelas, tidak bercampur lendir atau darah, BAB
kehitaman tidak ada
Sakit perut disertai kembung sejak 7 hari yang lalu, pasien merasa perutnya
tegang
Nyeri kepala sejak 10 hari yang lalu, pasien sadar, tidak mengigau dan tidak
kejang
Batuk – batuk ada sejak 3 hari yang lalu, tidak berdahak, tidak berdarah
Pilek tidak ada
Sesak nafas tidak ada
Buang air kecil lancar, jumlah dan warna biasa
Riwayat Penyakit Dahulu
- Anak tidak pernah menderita penyakit seperti ini sebelumnya
Riwayat Penyakit Keluarga
- Tidak ada keluarga pasien mengalami demam, muntah-muntah, mencret atau nyeri perut
Riwayat Kehamilan Ibu
- Selama kehamilan ibu tidak pernah menderita penyakit berat, tidak
mengkonsumsi obat-obatan atau jamu, tidak pernah mendapat penyinaran
selama hamil, tidak merokok atau minum minuman beralkohol. Kontrol
kehamilan ke bidan, teratur, mendapat suntikan TT 1x, masa kehamilan cukup
bulan.
Riwayat Kelahiran
- Lahir spontan, ditolong bidan di rumah bidan, saat lahir langsung menangis
kuat, tidak ada kuning, tidak ada biru, berat badan lahir 3300 gram, panjang
badan lahir lupa.
Riwayat Minuman dan Makanan
Bayi: ASI : umur 0 – 1 tahun
Susu formula : umur 1 – 2 tahun
Buah, biskuit : umur 4 bulan – sekarang
Bubur susu : umur 8 bulan – 9 bulan
Nasi tim : umur 8 bulan – 9 bulan
Anak: Makanan utama : nasi 3x sehari, 1/2 piring
Daging: 3x seminggu
Ikan : 2 x seminggu
Telur : 2 x seminggu
Sayur mayur : 6 x seminggu
Kesan: Kualitas cukup dan kuantitas cukup
Riwayat Imunisasi
imunisasi Dasar umur ulangan
BCG Saat lahir, scar +
DPT 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Polio 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Hepatitis B 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
Campak 9 bulan
Kesan: Imunisasi dasar lengkap
Riwayat Perkembangan motorik
Tertawa : umur 3 bulan
Miring : umur 3 bulan
Tengkurap : umur 3,5 bulan
Duduk : umur 6 bulan
Merangkak : umur 7 bulan
Berdiri : umur 9 bulan
Berjalan : umur 10 bulan
Lari : umur 12 bulan
Gigi pertama : umur 10 bulan
Bicara : umur 12 bulan
Riwayat Perkembangan Mental
Isap jempol : (-)
Gigit kuku : (-)
Sering mimpi : (-)
Mengompol : (-)
Aktif sekali : (-)
Apatik : (-)
Membangkang : (-)
Ketakutan : (-)
Pergaulan jelek : (-)
Kesukaran belajar : (-)
Kesan : pertumbuhan fisik dan mental normal.
Riwayat Sosial Ekonomi
- Pasien anak ketiga dari 3 orang bersaudara. Ayah berumur 45 tahun, tamat
SMA, pekerjaan wiraswasta dengan penghasilan Rp 1.000.000. Ibu sudah
meninggal.
Keadaan Perumahan dan Lingkungan
- Rumah permanen, ventilasi cukup, penyinaran cukup
- Sumber air sumur gali, buang air di jamban, jamban di luar rumah
- Perkarangan ada, luas, sampah dibakar
Kesan: Higiene dan sanitasi lingkungan cukup.
PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Sadar
Tekanan darah : 80/40 mmHg
Frekuensi nadi : 140 x/menit
Frekuensi napas : 54 x/menit
Suhu : 38,40C
Sianosis : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Anemis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Berat badan : 13 kg
Tinggi badan : 98 cm
Status gizi : BB/U = 85, 5 % TB/U = 101,2 %
BB/TB= 84, 8 % Kesan: Gizi kurang
Pemeriksaan Sistemik
Kulit : Teraba hangat, turgor kulit baik
KGB : Tidak teraba pembesaran KGB
Kepala : Bentuk bulat, simetris, tidak ada deformitas, ubun-ubun besar datar,
lingkar kepala 42 cm
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Pupil isokor, diameter 2 mm/2mm, refleks cahaya +/+ normal
Telinga : Tidak ditemukan kelainan
Hidung : Tidak ditemukan kelainan
Mulut : Bibir dan mukosa mulut basah
Tenggorokan : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : Kelenjer tiroid tidak membesar, deviasi trakea (-), KGB leher tidak
membesar
Dada :
Paru
Inspeksi : Normochest, simetris kiri sama dengan kanan, statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus normal, kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor kiri sama dengan kanan
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronki -/-, wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di LMCS RIC V
Perkusi : Batas jantung : Atas : RIC II
Kanan : LSD
Kiri : LMCS RIC V
Auskultasi : Bunyi jantung murni, irama teratur, bising (-)
Perut Inspeksi : Distensi (+)
Palpasi : Hepar teraba ⅓ - ⅓, lien tidak teraba, nyeri tekan (+), nyeri
lepas (-), shifting dullness (-), defans muskuler (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ditemukan kelainan
Ekstremitas : Akral hangat, perfusi baik,
Refleks fisiologis (+/+).
Reflek patologis : (-/-)
Tanda rangsangan meningeal :
Kaku kuduk (-)
Brudzinsky I (-)
Brudzinsky II (-)
Kernig (-)
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Darah : Hb : 10,7 gr%
Leukosit : 7.100 /mm3
Hitung jenis : 2/-/2/49/44/3
Trombosit : 194.000/mm3
Urine : Warna : kuning muda Sedimen : Leukosit : (-)
Protein : (++) Eritrosit : (-)
Reduksi : (-)
Bilirubin : (-)
Urobilin : (+)
Feses : Makroskopis : Mikroskopis :
Warna : kuning kecoklatan Eritrosit : (-)
Konsistensi : encer Leukosit : (+)
Darah : (-) Amuba : (-)
Lendir : (-) Telur cacing : (-)
Diagnosis Kerja:
Demam Tifoid
Penatalaksanaan:
- IVFD Ringer Laktat 12 tetes/menit (makro)
- Injeksi Metoclopramide 2,5mg/8 jam (IV)
- Cotrimoxazole syr 2 x cth 1
- Elsazym 2x1 sachet
- Oralit
- Parasetamol syr 3 x cth 1
- Diet makanan lunak rendah serat
Rencana pemeriksaan selanjutnya:
- Tes Widal
- Kultur darah
Rencana terapi :
- Tirah baring
- Antibiotik
Chloramphenicol (drug of choice) 50 - 100 mg/kgBB/hari, oral atau IV,
dibagi dalam 4 dosis selama 10 - 14 hari
- Diet :
Makanan tidak berserat dan mudah dicerna
Setelah demam reda, dapat segera diberikan makanan yang lebih padat
dengan kalori cukup