makalah 1 ss
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

MODUL SUSUNAN SARAF
KASUS 1 : KECELAKAAN LALU LINTAS
KELOMPOK 10
0302008059 BHASTIYAN D W
0302009068 DHIKA CLARESTA
0302010009 ADRIAN PRADIPTA SETIAWAN
0302010024 AMANDA FITRIADHIANTI KADAR
0302010040 ARIYANTI PUTRI
0302010055 BERNADINA YUNITA DWIMAHARANI
0302010070 SARAH MARGARETH FELICIA
0302010084 DION RUKMINDAR
0302010097 FADHILA SEKAR PRIHARSANI
0302010110 FRIYOGA SYAHRIL
0302010130 I NYOMAN HERLIAN BUDIMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
Jakarta
JAKARTA, 29 JUNI 2012

DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB II : LAPORAN KASUS
BAB III : PEMBAHASAN
- Identifikasi Masalah
- Anamnesis
- Hipotesis
- Pemeriksaan Fisik
- Pemeriksaan laboratorium
- Pemeriksaan Penunjang
- Diagnosis Kerja
- Patofisiologi
- Diagnosis Banding
- Penatalaksanaan
- Komplikasi
- Prognosis
BAB IV : TINJAUAN PUSTAKA
BAB V : KESIMPULAN
DAFTARPUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling
berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem saraf ini, mengkoordinasikan,
mengatur, dan mengendalikan interaksi antar seorang individu dengan lingkungan
sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur aktivitas sebagian besar
system tubuh lainnya. Tubuh mampu berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis
karena pengaturan hubungan saraf di antara berbagai system. Fenomena mengenai
kesadaran, daya piker, daya ingat, bahasa, sensasi, dan gerakan semuanya berasal dari
sistem ini. Oleh karena itu, keampuan untukmemahami, belajar, dan berespons
terhadap rangsangan merupakan hasil dari integrasi fungsi sistem saraf, yang
memuncak dalam kepribadian dan perilaku, seseorang.
Epidural hematom adalah salah satu jenis perdarahan intracranial yang
mengakibatkan akumulasi darah di ruang potensial antara duramater dan tulang
tengkorak dan paling sering terjadi karena fraktur pada tulang tengkorak.
Otak di tutupi olek tulang tengkorak yang kaku dan keras. Otak juga di
kelilingi oleh sesuatu yang berguna sebagai pembungkus yang di sebut dura.
Fungsinya untuk melindungi otak, menutupi sinus-sinus vena, dan membentuk
periosteum tabula interna. Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala
kemungkinan akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang mengelilingi otak
dan dura, ketika pembuluh darah mengalami robekan maka darah akan terakumulasi
dalam ruang antara dura dan tulang tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan
sebutan epidural hematom. Epidural hematom merupakan komplikasi terburuk dari
cedera kepala sehingga memerlukan diagnosis segera dan intervensi bedah.

BAB II
LAPORAN KASUS
Lembar 1
Seorang laki-laki usia 38 tahun, dibawa polisi ke UGD dengan penurunan
kesadaran karena mengalami kecelakaan lalu lintas 2 jam sebelumnya.
Lembar 2
menurut polisi, setelah kecelakaan pasien sempat pingsan beberapa saat. Ketika
sadar pasien mengeluh nyeri kepala, nyeri dada sebelah kanan terutama bila
bernafas dan tidak dapat mengingat kejadian yang menimpanya, namun dapat
menjawab waktu ditanya nama dan alamat rumahnya. Dalam perjalanan ke RS
pasien sempat muntah satu kali. Hasil pemeriksaan: tekanan darah 90/60, nadi
60x/menit, pernapasan 28x/menit, suhu 36 derajat celcius. Pemeriksaan neurologis
menunjukkan eksadaran pasien GCS E3M5V3. Pemeriksaan diameter pupil kiri 3 mm
kanan 5 mm. refleks cahaya +/+, refleks fisiologis positif dan refleks patologis
babinski -/+. Tampak jejas hematom di daerah parietal kanan dan dada sebelah kanan
bawah. Tampak deformitas daerah paha kanan, disertai hematom dan edema.
Lembar 3
Laboratorium
Hb 7,5
Eritrosit 4450
Leukosit 13300
Trombosit 365000
GDS 155
Ureum 29

Kreatinin 1,1
SGOT 38
SGPT 35
Elektrolit dbn
Foto polos kepala dbn
Foto thoraks gambaran fraktur costae 7,8,9 kanan
Foto femur gambaran fraktur femur dekstra
Pasien tidak punya biaya untuk pemeriksaan CT scan kepala

BAB III
PEMBAHASAN
3.1. IDENTIFIKASI MASALAH
IDENTITAS PASIEN
Nama :-
Umur :38 tahun
Jenis Kelamin :Laki-laki
Status : -
Pekerjaan : -
3.2. ANAMNESIS
Untuk melengkapi informasi kita perlu memerlukam anamnesis tambahan.
Dikarenakan keadaan pasien yang tidak memungkinkan kami melakukan Allo
anamnesis kepada orang yang membawa pasien tersebut.
1. Bagaimana posisi pasien saat ditemukan dijalan?
Untuk mengetahui pasien tersebut ada fraktur cervical atau tidak.
2. Apakah pasien ada muntah atau tidak?
3. Pasien mengendarain kendaraan apa?
Jika pasien mengendarai sepeda motor kemungkinan untuk cedera yang lebih
berat itu lebih tinggi dari pada naik kendaraan roda empat.
4. Pasien menabrak kendaraan apa?
Karena berat atau tidaknya suatu luka bisa kita lihat dari benda atau kendaraan
apa yang menabraknya.
5. Apakah ada kejang?
Dengan adanya gejala seperti kejang maka kita bisa menentukan konplikasi
cedera kepala
6. Apakah pasien tersebut pernah sadar lalu pingsan kembali?

Keadaan tersebut adalah lucid interval dimana pasien tersebut sempat pingsan
lalu sadar sebentar lalu hilang kesadaran kembali, dengan gejala tersebut kita
bisa menentukan komplikasi cedera kepala yang dialami oleh pasien tersebut.
3.3 HIPOTESIS
Masalah Hipotesis
Penurunan kesadaran karena kecelakaan
lalu lintas 2 jam sebelumnya
1. Cedera Kepala Ringan
2. Cedera Kepala Sedang
3. Cedera Kepala Berat
GCS E3M5V3 Cedera Kepala Sedang
1. Sempat pingsan beberapa saat
lalu sadar dan kembali terjadi
penurunan kesadaran
2. Jejas hematom daerah parietal
kanan
Epidural hematom
Nyeri kepala, muntah, penurunan
kesadaran, amnesia retrogard, pupil
anisokor, reflex babinski - / +
1. Subdural hematom
2. Epidural hematom
3. Contusio cerebri
4. Perdarahan intracerebral
Nyeri dada kanan terutama saat bernafas,
hematom sebelah kanan bawah, takipnoe
Fraktur os costae
Deformitas paha kanan, hematom,
edema, takipnoe
Fraktur os femur

3.5 PEMERIKSAAN FISIK
PEMERIKSAAN FISIK INTERPRETASI
Tekanan darah 90/60 mmHg Pasien mengalami
hipotensi dikarenakan
mengalami perdarahan.
Nadi 60x/menit Normal
Pernafasan 28x/menit Pasien mengalami
takipnea. Fraktur costae
yang menyebabkan nyeri
dada saat inspirasi
mengakibatkan pasien
takut bernafas lebih dalam,
sehingga pernafasan yang
dangkal menyebabkan
frekuensi nafas pasien
meningkat sebagai
kompensasi untuk
memenuhi kekurangan
oksigen dalam tubuh.
Suhu 36oC Subnormal
Pemeriksaan neurologis Menunjukkan kesadaran
pasien GCS E3M5V3
E3: Mata membuka
dengan rangsang suara.
(jangan keliru dengan
pasien yang baru
terbangun dari tidur,
pasien seperti demikian
mendapat nilai 4 bukan 3)
M5: Dapat melokalisasi
nyeri (gerakan terarah dan
bertujuan ke arah rangsang
nyeri; misal tangan
menyilang dan mengarah
ke atas klavikula saat area

supraorbita ditekan
V3: Kata-kata tidak
berhubungan (Berkata-kata
acak atau berseru-seru,
namun tidak sesuai
percakapan
pada pasien nilai GCS
adalah 11 menunjukkan
pasien mengalami cedera
otak sedang.
Pemeriksaan diameter
pupil
kiri 3mm/ kanan 5 mm Pupil anisokor yang terjadi
karena adanya penekanan
pada nervus okulomotorius
(N III) pada sisi lateral
Refleks cahaya +/+ Normal
Refleks fisiologis positif Normal
Refleks patologis Babinski -/+ Menunjukkan adanya lesi
pada upper motor neuron
(UMN) menyebabkan
kelemahan respon motorik
kontralateral.
Tampak jejas hematom di
daerah parietal kanan dan
dada sebelah kanan bawah
Adanya perdarahan yang
sifatnya tertutup yang
kemungkinan disebabkan
adanya fraktur.
Tampak deformitas daerah
paha kanan disertai
hematom dan edema
Adanya pergesaran
fragmen pada fraktur
disertai perdarahan
menunjukkan fraktur
femur yang sudah berat
Glasgow Coma Scale (GCS) adalah skala yang menilai tiga fungsi, yaitu mata
(E=eyes), verbal (V), dan gerak motorik (M). Ketiga fungsi masing-masing dinilai

dan pada akhirnya dijumlahkan dan hasilnya merupakan derajat kesadaran. Semakin
tinggi nilai menunjukkan semakin baik nilai kesadaran. Nilai terendah adalah 3 (koma
dalam atau meninggal), dan yang tertinggi adalah nilai 15 (kesadaran penuh).
Respon Mata (Eyes)
1. Tidak dapat membuka mata
2. Mata membuka dengan rangsang nyeri. Biasanya rangsang nyeri pada dasar kuku-
kuku jari; atau tekanan pada supraorbita, atau tulang dada, atau tulang iga
3. Mata membuka dengan rangsang suara. (jangan keliru dengan pasien yang baru
terbangun dari tidur, pasien seperti demikian mendapat nilai 4 bukan 3)
4. Mata membuka spontan
Respon Verbal (V)
1. Tidak ada respon suara
2. Suara-suara tak berarti (mengerang/mengeluh dan tidak berbentuk kata-kata)
3. Kata-kata tidak berhubungan (Berkata-kata acak atau berseru-seru, namun tidak
sesuai percakapan
4. Bingung atau disorientasi (pasien merespon pertanyaan tapi terdapat kebingungan
dan disorientasi)
5. Orientasi baik (pasien merespon dengan baik dan benar terhadap pernyataan,
seperti nama, umur, posisi sekarang dimana dan mengapa, bulan, tahun, dsb)
Respon Motorik (M)
1. Tidak ada respon gerakan

2. Ekstensi terhadap rangsang nyeri (abduksi jari tangan, bahu rotasi interna, pronasi
lengan bawah,ekstensi pergelangan tangan)
3. Fleksi abnormal terhadap rangsang nyeri (adduksi jari-jari tangan, bahu rotasi
interna, pronasi lengan bawah, flexi pergelangan tangan)
4. Flexi/penarikan terhadap rangsang nyeri (fleksi siku, supinasi lengan bawah, fleksi
pergelangan tangan saat ditekan daerah supraorbita; menarik bagian tubuh saat dasar
kuku ditekan)
5. Dapat melokalisasi nyeri (gerakan terarah dan bertujuan ke arah rangsang nyeri;
misal tangan menyilang dan mengarah ke atas klavikula saat area supraorbita ditekan
6. Dapat bergerak mengikuti perintah (melakukan gerakan sederhana seperti yang
diminta)
3.5 PEMERIKSAANLABORATORIUM
Hasil normal Intepretasi
Hemoglobin 7,5 gr/dl 14-18 gr/dl Menurun
Eritrosit 4,450 jt/mm3 4,6-6,2 jt/mm3 Menurun
Lekosit 13,300/mm3 4000-10.000/
mm3
Meningkat
Trombosit 365.000/mcl 200-400
ribu/mcl
Normal
Gula Darah
Sewaktu
155 gr/dl <200 gr/dl Normal

Ureum 29 mg/dl 10-50 mg/dl Normal
Creatinin 1,1 mg/dl 0,6-1,3 mg/dl Normal
SGOT 38 U/L s/d 37 U/L Meningkat
SGPT 35 U/L s/d 42 U/L Normal
elektrolit dbn dbn Normal
Intepretasi :
1. Hemoglobin menurun disebabkan adanya anemia
2. Eritrosit menurun disebababkan kadar hb menurun
3. Lekosit meningkat disebabkan adanya proses inflamasi.dan ini telah melewati
13,000/mm3 menandakan adanya perdarahan atau hemoragie
4. SGOT meningkat < 3x normal menandakan adanya cerebrovascular accident
(CVA)
5. Pasien tidak melakukan pemeriksaan CT scan kepala disebabkan tidak punya
biaya
Interpretasi Pemeriksaan FOTO :
Foto polos kepala : dalam batas normal
Foto thoraks : gambaran fracture costae 7,8,9 menandakan adanta
fracture multiple
Foto femur : gambaran fracture femur dextra
3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diharuskan pada kasus ini :
1. CT Scan

Pemeriksaan CT scan dapat menunjukan lokasi, volume, dan potensi cedera
intrakranial lainnya. Pada epidural hematom biasanya pada satu bagian saja
tetapi dapat pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonveks,
paling sering di daerah temporoparietal. Densitas darah yang homogen
(hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat
pula garis fraktur pada area epidural hematoma, densitas yang tinggi pada
stage yang akut (60 sampai 90 HU) , ditandai dengan adanya peregangan dari
pembuluh darah.
2. Foto Rontgen Kepala
3. Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi antero posterior (AP), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film akan mencari adanya fraktur tulang yang
memotong sulcus arteria meningea media.
4. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser
posisi durameter, berada diantara tulang tengkorak dan durameter. MRI juga
dapat menggambarkan batas fraktur yang terjadi.
3.7 DIAGNOSIS KERJA
Melihat dari hasil anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab dan
foto rontgen diagnosis yang dapat ditegakkan adalah HEMATOMA EPIDURAL.

Diagnosa ini ditunjang dengan adanya “interval lucid” antara periode hilangnya awal
kesadaran pada waktu impaksi, dan tingkat kesadaran yang makin memburuk dan
juga amnesia pascatrauma. Interval lucid dan amnesia ini terlihat saat pasien sempat
pingsan beberapa saat setelah kecelakaan kemudian sadar dan mengelih nyeri kepala,
dada sebelah kanan terutama bila bernafas dan tidak dapat mengingat kejadian yang
menimpanya, namun dapat menjawab waktu ditanya nama dan alamat rumahnya. Dan
ditunjang juga saat pasien dalam perjalanan ke RS pasien sempat muntah satu kali.
Gejala nyeri kepala dan muntah ini makin menunjukan bahwa adanya hematoma
intracranial.
3.8 PATOFISIOLOGI
Hematome Epidural biasanya disebabkan oleh tekanan / benturan keras lurus
mengarah ke calvaria yang menyebabkan terpisahnya dura mater periosteal dari
tulang dan merusak pembuluh darah karena gesekan. Struktur dari arteri dan vena
bisa rusak, menyebabkan penyebaran cepat dari hematoma. Tapi, penyebaran yang
bersifat lambat bisa terjadi jika kerusakannya terjadi pada vena juga. Penyebaran dari
hematoma biasanya terbatas dari garis sutura.
Daerah temporoparietal dan Arteri meningeal media paling sering terlibat
dalam epidural hematoma, meskipun kerusakan di Arteria ethmoidal anterior bisa
terlibat dalam cedera frontal, sinus sigmoidal, sinus transversus, dan sinus sagittal
superior bisa terlibat juga.
Pada epidural hematoma, gejala yang paling sering adalah adanya Lucid
Interval dimana pada setelah kecelakaan, pasien belum mengalami penurunan
kesadaran, tetapi kemudian penurunan kesadaran terjadi secara tiba-tiba dan
seringkali pasien kehilangan kesadaran. Ini disebabkan karena progresivitas ekspansi
dari hematoma maupun edema cerebri yang menekan formatio reticularis di medulla
oblongata yang menyebabkan terjadinya kehilangan kesadaran.

Peningkatan tekanan intrakranial yang disebabkan oleh hematoma yang terus
meluas dapat menyebabkan sakit kepala, gelisah, hemiparesis dengan peningkatan
refleks fisiologis, dan tanda Babinski. Denyut nadi seringkali rendah dengan
peningkatan dari tekanan darah sistolik (Efek Cushing). Pupil bisa berdilatasi pada
mata ipsilateral dari lesi. Dilatasi pupil disebabkan oleh penekanan dari N.III yang
kemudian membuat M. Ciliaris dan Sphincter Pupil tidak bekerja, menyebabkan pupil
anisokor (diameter dari kedua pupil tidak seragam).
3.9 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding pada kasus ini adalah HEMATOMA SUBDURAL.
Hematoma subdural adalah pendarahan terjadi akibat robeknya vena jembatan
(bridging veins) yang menghubungkan vena dipermukaaan otak dan sinus
venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Pendarahan yang
besar akan menumbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural.
3.10 PENATALAKSANAAN
Penanganan dari pasien dengan epidural hematoma, adalah memonitor dan
menstabilkan berbagai hal seperti berikut:
Airway
Breathing
Circulation
Disability
Temperatur
RESUSCITATION

a. Prioritas utama adalah resusitasi fisiologis yang cepat.
b. Jika tak ada ahli bedah syaraf, dokter bedah dan dokter emergensi boleh melakukan
resusitasi dan penanganan neurologis.
ii. Ketika stabil, rujuk ke rumah sakit yang bisa menangani bedah syaraf.
c. Sedasi dan blok neuromuskular dibutuhkan jika pasien ditransportasi.
d.Hypotensi dan hypoxia haru dihindari untuk memaksimalkan hasil akhir.
e. Hindari hyperventilasi yang tak dibutuhkan jika PaCO2 <26 dalam waktu 24 jam
setelah cedera.
INTRACRANIAL PRESSURE (ICP) AND CEREBRAL PERFUSION
PRESSURE (CPP)
a. Monitor ICP indikasi pada pasien dengan GCS lebih rendah dari 9, atau perubahan
CT scan, atau jika pasien tidak dapat menerima evaluasi neurologis lebih lanjut,
serta harus dilakukan posturisasi (tidur miring 30 derajat).
b. Penanganan agresif harus dilakukan jika ada bukti klinis perdarahan intrakranial.
Sertakan hyperventilasi, euvolemia dengan mannitol (jika tidak hipovolemik),
sampai monitoring ICP bisa dilakukan.

c. Sedasi, blokade neuromuskular dan drainase CSF (jika ventriculostomy
memungkinkan)
d. Interpretasi dan penanganan untuk menjaga ICP normal. Sebaiknya:
i. Jaga ICP kurang dari 20-25 mmHg
ii. Jaga MAP di atas 90 Maintain
iii. Jaga CPP di atau di atas 70mmHg
e. Hiperventilasi memungkinkan untuk menangani peningkatan ICP.
i. Hindari hiperventilasi profilaktik jika PaCO2 kurang dari 30mmHg, tanpa
adanya alat monitor ICP atau dengan ICP normal selama 24 jam setelah cedera,
untuk mencegah iskemi sekunder.
f. Opsi penggunaan mannitol pada pasien dengan peningkatan ICP:
i. Penggunaan jika tidak ada hipotensi atau herniasi.
ii. Volume harus stabil.
Pada fraktur femur dilakukan Traksi
Penyembuhan fraktur bertujuan mengembalikan fungsi tulang yang patah dalam
jangka waktu sesingkat mungkin
Tujuan : Perbaikan dislokasi, Mengurangi fraktur, Pada keadaan Emergency.
Dilakukan dengan menarik bagian tubuh.
Fraktur costae
Pada fase akut, pasien harus istirahat dan tidak melakukan aktivitas fisik
sampai nyeri dirasakan hilang oleh pasien. Pemberian Oksigen membantu proses

bernapas. Namun tidak dianjurkan dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu
mekanisme bernapas.
Pengobatan yang diberikan analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu
pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi
dengan aspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. Blok nervus interkostalis dapat
digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae - Bupivakain (Marcaine)
0,5% 2 sampai 5 ml. Tujuan pengobatan adalah untuk mengontrol nyeri dan untuk
mendeteksi serta mengatasi cedera. Sedasi digunakan untuk menghilangkan nyeri
dan memungkinkan napas dalam dan batuk.
Untuk penanganan hipotensi bisa diberikan agen vasokontriksi seperti neosynephrine
Setelah pasien stabil dan tanda vital telah kembali ke normal, pasang bidai untuk
fiksasi pada yang fraktur seperti pada femurnya. Untuk fraktur pada costaenya dapat
diberikan anestesi blok. Kemudian setelah itu pasien siap untuk di rujuk ke dokter
spesialist.
3.11 KOMPLIKASI
Komplikasi pada epidural hematom :
1. Epilepsi
Terutama pada pasien yang mengalami kejang awal (dalam minggu pertama
setelah cedera) atau amnesia pascatrauma yang lama (lebih dari 24 jam),
fraktur depresi dan juga hematoma intracranial.
Early epilepsi
Late epilepsi

2. Infeksi
3. Gelisah
4. Aspirasi pneumonia
5. tromboemboli, emboli lemak
6. Edema pulmonum
3.12 PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad functionam : Dubia ad malam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 ANATOMI DAN VASKULARISASI OTAK
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :
1. Telensefalon (endbrain) yang terdiri atas : hemisfer serebri yang disusun oleh
korteks serebri,system limbic,basal ganglia dimana basal ganglia disusun
oleh ; nucleus kaudatum,nucleus lentikularis,klaustrum dan amigdala.
a. Korteks serebri berperan dalam : Persepsi sensorik, kontrol gerakan
volunter, bahasa, sifat pribadi, proses mental canggih mis. Berpikir,
mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan kesadaran diri.
b. Nucleus basal berperan dalam : Inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan
yang lambat dan menetap, penekanan pola – pola gerakan yang tidak
berguna.
2. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi
epitalamus,thalamus,subtalamus,dan hipotalamus.
a. thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps,
kesadaran kasar terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam
kontrol motorik. b.Hipotalamus berperan dalam : Mengatur banyak fgs
homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa haus, pengeluaran urin, dan asupan
makanan. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin, sangat
terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.
3. Mesensefalon (midbrain)corpora quadrigemina yang memiliki dua kolikulus
yaitu kolikulus superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari tegmentum yang
terdiri dari nucleus rubra dan substansia nigra.
4. Metensefalon (afterbrain) ,pons dan medulla oblongata memiliki peran: Asal
dari sebagian besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan kardiovaskuler,
respirasi dan pencernaan. Pengaturan refleks otot yang terlibat dalam
keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi semua masukan sinaps
dr korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum. Pusat
tidur.

5. Serebellum memiliki peran dalam Memelihara keseimbangan, peningkatan
tonus otot, koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.
Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam lobus-lobus
yang dibatasi oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :

Fungsi dari setiap lobus ada pada table berikut :
System sirkulasi otak :
Kebutuhan energy oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu
aliran darah ke otak absolute harus selalu berjalan mulus . suplai darah ke otak
seperti organ lain pada umumnya disusun oleh arteri – arteri dan vena-vena.
1. Arteri karotis : arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang
dari arteri karotis komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri
karotis kiri langsung bercabang dari arkus aorta ,tetapi arteri karotis
komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna
mendarahi wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis
eksterna yaitu arteria meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam
didaerah wajahdan mengirimkan satu cabang yang besar ke daerah
duramatter.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah
percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus karotikus
terdapat ujung-ujung saraf khususyang berespon terhadap perubahan
tekanan darah arteria,yang secara reflex mempertahankan suplai darah ke
otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi
kiasma optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri
media adalah lanjutan langsung dari arteri karotis interna. Segera setelah

masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabang-cabang,arteri karotis
interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member
suplai darah pada struktur-struktur seperti nucleus
kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum dan
bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus
temporalis,parietalis,dan frontalis korteks serebri dan membentuk
penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai kipas.Arteri ini
merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan postsentralis .
2. Arteri verebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang
sama. Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteri arteri
inomata ,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari
aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut
bersatu membentuk arteri basilaris.Tugasnya mendarahi sebahagian
diensefalon,sebahagian lobus oksifitalis dan temporalis ,apparatus
koklearis,dan organ-organ vestibular.
3. Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua
system arteri terpisah yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya
disatukan oleh pembuluh – pembuluh darah anastomosis yang sirkulus
arteriosus willisi .

4.2 HEMATOMA EPODURAL
Definisi
Hematom epidural merupakan suatu hematom yang cepat terakumulasi diantara
tulang tengkorak dan durameter, biasanya disebabkan oleh pecahnya arteri meningea
media. pengumpulan darah diantara tengkorak dengan duramater.
Etiologi
Yang menyebabkan terjadinya hematom epidural meliputi :
- Trauma kepala ( kecelakaan lalu lintas, jatuh, trauma tembak,dll ), yang biasanya
berhubungan denganfraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah

- Sobekan a/v meningea mediana
Klasifikasi
Berdasarkan kronologisnya hematom epidural diklasifikasikan menjadi :
- Akut : ditentukan diagnosisnya waktu 24 jam pertama setelah trauma.
- Subakut : ditentukan diagnosisnya antara 24 jam 7 hari
- Kronis : ditentukan diagnosisnya hari ke 7
Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria
meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di
daerah bersangkutan. Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital.
Arteri meningea media yang masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum
dan jalan antara durameter dan tulang di permukaan dan os temporale. Perdarahan
yang terjadi menimbulkan hematom epidural, desakan oleh hematoma akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom bertambah
besar. Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada
lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian
medial lobus mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini
menyebabkan timbulnya tanda-tanda neurologik. Tekanan dari herniasi unkus pada
sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di medulla oblongata
menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf cranial ketiga
(okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis
kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah

ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau
sangat cepat, dan tanda babinski positif. Dengan makin membesarnya hematoma,
maka seluruhisi otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan
intracranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial
antara lain kekakuan deserebrasi dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi
pernafasan. Karena perdarahan ini berasal dari arteri,maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbentur mungkin penderita
pingsan sebentar dan segera sadar kembali. Dalamwaktu beberapa jam , penderita
akan merasakan nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran
berangsur menurun. Masa antara dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar
setelah terjadi kecelakaan disebut interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi
karena cedera primer yang ringan pada Epidural hematom. Kalau pada subdural
hematomacedera primernya hamper selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung tidak sadarkan
diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.
Gejala klinis
- Interval lusid (interval bebas). Setelah periode pendek ketidaksadaran, ada interval
lucid yang diikuti dengan perkembangan yang merugikan pada kesadaran dan
hemispherecontralateral. Lebih dari 50% pasien tidak ditemukan adanya interval
lucid,dan ketidaksadaran yang terjadi dari saat terjadinya cedera. Sakit kepala yang
sangat sakit biasa terjadi, karena terbukanya jalan dura dari bagian dalam cranium,
dan biasanya progresif bila terdapat intervallucid. Interval lucid dapat terjadi pada
kerusakan parenkimal yang minimal.Interval ini menggambarkan waktu yang lalu
antara ketidaksadaran yang pertama diderita karena trauma dan dimulainya

kekacauan pada diencephalic karena herniasi transtentorial. Panjang dari interval
lucid yang pendek memungkinkan adanya perdarahan yang dimungkinkan berasal
dari arteri.
- Hemiparesis. Gangguan neurologis biasanya collateral hemipareis, tergantung dari
efek pembesaran massa pada daerah corticispinal. Ipsilateral hemiparesis
sampai penjendalan dapat juga menyebabkan tekanan pada cerebral
kontralateral peduncle pada permukaan tentorial.
- Anisokor pupil yaitu pupil ipsilateral melebar. Pada perjalananya, pelebaran pupil
akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya yang pada permulaan masih
positif akan menjadi negatif. Terjadi pula kenaikan tekanan darah
dan bradikardi.pada tahap ahir, kesadaran menurun sampai koma yang
dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua
pupiltidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian.
Gambaran Radiologi
- Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang
mengalami trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong
sulcus arteria meningea media. Fraktur impresi dan linier pada tulang parietal, frontal
dan temporal
- Computed Tomography (CT-Scan)
Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat
pula terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah

temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline
terdorong ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural
hematoma.
- Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat
menggambarkan batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis
pemeriksaan yang dipilih untuk menegakkan diagnosis.
Diagnosis Banding
Hematoma subdural. Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara
dura mater dan arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan
dengan hematoma epidural yang berkembang lambat. Bisa disebabkan oleh trauma
hebat pada kepala yang menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai
tulang sehingga merusak a. kortikalis. Biasanya disertai dengan perdarahan jaringan
otak. GambaranCT-Scan hematoma subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial
yang hiperdens berbentuk bulan sabit.
Terapi
- Terapi nonmedikamentosa
Elevasi kepala 30º dari tempat tidur setelah memastikan tidak ada cedera
spinal atau gunakan posisi trendelenburg terbalik untuk mengurang
tekanan intracranial dan meningkakan drainase vena
- Terapi medikamentosa
1. Memperbaiki/mempertahankan fungsi vital

Usahakan agar jalan nafas selalu babas, bersihkan lendir dan darah yang dapat
menghalangi aliran udara pemafasan. Bila perlu dipasang pipa naso/orofaringeal dan
pemberian oksigen. Infus dipasang terutama untuk membuka jalur intravena :
gunakan cairan NaC1 0,9% atau Dextrose in saline.
2. Mengurangi edema otak
Beberapa cara dapat dicoba untuk mengurangi edema otak:
a.Hiperventilasi.
b.Cairan hiperosmoler.
c.Kortikosteroid.
d.Barbiturat.
a.Hiperventilasi
Bertujuan untuk menurunkan paO2 darah sehingga mencegah vasodilatasi pembuluh
darah. Selain itu suplai oksigen yang terjaga dapat membantu menekan metabolisme
anaerob, sehingga dapat mengurangi kemungkinan asidosis. Bila dapat diperiksa,
paO2 dipertahankan > 100 mmHg dan paCO2 diantara 2530 mmHg.
b.Cairan hiperosmoler
Umumnya digunakan cairan Manitol 1015% per infus untuk “menarik” air dari ruang
intersel ke dalam ruang intra-vaskular untuk kemudian dikeluarkan melalui diuresis.
Untuk memperoleh efek yang dikehendaki, manitol hams diberikan dalam dosis yang

cukup dalam waktu singkat, umumnya diberikan : 0,51 gram/kg BB dalam 1030
menit.
Cara ini berguna pada kasus-kasus yang menunggu tindak-an bedah. Pada kasus
biasa, harus dipikirkan kemungkinan efek rebound; mungkin dapat dicoba diberikan
kembali (diulang) setelah beberapa jam atau keesokan harinya.
c.Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid telah diperdebatkan manfaatnya sejak beberapa waktu
yang lalu. Pendapat akhir-akhir ini cenderung menyatakan bahwa kortikosteroid
tidak/kurang ber-manfaat pada kasus cedera kepala. Penggunaannya berdasarkan pada
asumsi bahwa obat ini menstabilkan sawar darah otak.
Dosis parenteral yang pernah dicoba juga bervariasi :
Dexametason pernah dicoba dengan dosis sampai 100 mg bolus yang diikuti dengan 4
dd 4 mg. Selain itu juga Metilprednisolon pernah digunakan dengan dosis 6 dd 15 mg
dan Triamsinolon dengan dosis 6 dd 10 mg.
d.Barbiturat
Digunakan untuk mem”bius” pasien sehingga metabolisme otak dapat ditekan
serendah mungkin, akibatnya kebutuhan oksigen juga akan menurun; karena
kebutuhan yang rendah, otak relatif lebih terlindung dari kemungkinan kemsakan
akibat hipoksi, walaupun suplai oksigen berkurang. Cara ini hanya dapat digunakan
dengan pengawasan yang ketat.
e.Cara lain

Pala 2448 jam pertama, pemberian cairan dibatasi sampai 1500-2000 ml/24 jam agar
tidak memperberat edema jaringan. Ada laporan yang menyatakan bahwa posisi tidur
dengan kepala (dan leher) yang diangkat 30° akan menurunkan tekanan intrakranial.
Posisi tidur yang dianjurkan, terutama pada pasien yang berbaring lama, ialah:
kepala dan leher diangkat 30°. sendi lutut diganjal, membentuk sudut 150°. telapak
kaki diganjal, membentuk sudut 90° dengan tungkai bawah
Terapi Lain
Perawatan luka dan pencegahan dekubitus harus mulai di-perhatikan sejak dini; tidak
jarang pasien trauma kepala juga menderita luka lecet/luka robek di bagian tubuh
lainnya. Anti-biotika diberikan bila terdapat luka terbuka yang luas, trauma tembus
kepala, fraktur tengkorak yang antara lain dapat me-nyebabkan liquorrhoe. Luka lecet
dan jahitan kulit hanya memerlukan perawatan lokal.
Hemostatik tidak digunakan secara rutin; pasien trauma kepala umumnya sehat
dengan fungsi pembekuan normal. Per- darahan intrakranial tidak bisa diatasi hanya
dengan hemostatik. Antikonvulsan diberikan bila pasien mengalami kejang, atau pada
trauma tembus kepala dan fraktur impresi; preparat parenteral yang ada ialah fenitoin,
dapat diberikan dengan dosis awa1250 mg intravena dalam waktu 10 menit diikuti
dengan 250-500 mg fenitoin per infus selama 4 jam. Setelah itu diberi- kan 3 dd 100
mg/hari per oral atau intravena. Diazepam 10 mg iv diberikan bila terjadi kejang.
Phenobarbital tidak dianjurkan ka-rena efek sampingnya berupa penurunan kesadaran
dan depresi pernapasan.
Terapi Operatif

Operasi di lakukan bila terdapat :
Volume hamatom > 30 ml ( kepustakaan lain > 44 ml)
Keadaan pasien memburuk
Pendorongan garis tengah > 5 mm
fraktur tengkorak terbuka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1
cm
EDH dan SDH ketebalan lebih dari 5 mm dan pergeseran garis tengah dengan
GCS 8 atau kurang
Tanda-tanda lokal dan peningkatan TIK > 25 mmHg
Indikasi operasi di bidang bedah saraf adalah untuk life saving dan untuk fungsional
saving. Jika untuk keduanya tujuan tersebut maka operasinya menjadi operasi
emergenci. Biasanya keadaan emergenci ini di sebabkan oleh lesi desak ruang.
Indikasi untuk life saving adalah jika lesi desak ruang bervolume :
> 25 cc : desak ruang supra tentorial
> 10 cc : desak ruang infratentorial
> 5 cc : desak ruang thalamus
Sedangkan indikasi evakuasi life saving adalah efek masa yang signifikan :
Penurunan klinis
Efek massa dengan volume > 20 cc dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.
Tebal epidural hematoma > 1 cm dengan midline shift > 5 mm dengan
penurunan klinis yang progresif.

Perawatan Pascabedah
Monitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan
dibuka pada hari ke 5-7. Tindakan pemasangan fragmen tulang atau
kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian. Perawatan luka dan
pencegahan dekubitus pada pasien post operasi harus mulai diperhatikan sejak dini.
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk
menilai apakah masih terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
Komplikasi
Epilepsi , Infeksi, GIT ( stress ulcer : gastritis erosi, lesi gastroduodenal berdarah ),
kelainan hematologis ( anemia, trombositopenia, hipo-hiperagregasi trombosit, DIC ),
Sesak nafak akut, Aspirasi.
Prognosis
tergantung pada :
Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )
Besarnya
Kesadaran saat masuk kamar operasi.
Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena
kerusakan otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-
15% dan kecacatan pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang
mengalami koma sebelum operasi.

BAB V
KESIMPULAN
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja,
beberapa keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya
benturan pada kepala pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat
trauma kepala, yang biasanya berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan
laserasi pembuluh darah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Traumatic Brain Injury Medical Treatmenr Guideline 17th edition. Braunwald
E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, eds. States Of
Colorado; 200.
2. Prof.DR.dr.S.M. Lumbantobing. Neurologi klinik pemeriksaan fisik dan
mental. 5th ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2008.
3. Lionel Ginsberg, Lecture Notes Neurologi. 8th ed. Jakarta: Erlangga Medical
Series; 2007
4. Dr. Harsono, DSS. Ed. Yogyakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada ; 2005
5. Richard S.Snell. Neuroanatomi Klinik untuk mahasiswa kedokteran. 5 th ed.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC: 2002