sistem biliaris ss
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BATU EMPEDUTRANSCRIPT

SISTEM BILIARIS
ANATOMI
Sistem biliaris disebut juga sistem empedu. Sistem biliaris dan hati tumbuh bersama.
Berasal dari divertikulum yang menonjol dari foregut, dimana tonjolan tersebut akan menjadi hepar
daan sistem biliaris. Bagian kaudal dari divertikulum akan menjadi gaall bladder (kandung
empedu), ductus cysticus, ductus biliaris communis (ductus choledochus) dan bagian cranialnya
menjadi hati dan ductus hepaticus biliaris.
Kandung empedu berbentuk buah pear kecil yang diliputi oleh peritoneum dan menempel
ke permukaan bawah dari lobus kanan dan lobus quadratus hati. Kandung empedu panjangnya ± 10
cm, diameter 3-5 cm dan menganduing 30-60 cc bile. Secara anatomis, kandung empedu terbagi
menjadi : fundus (ujung), corpus, infundibulum dan leher yang berhubungan dengan ductus
cysticus.
Ductus cysticus berjalan dari hati ke arah kandung empedu, panjangnya 1-2 cm, diameter 2-
3 cm, diliputi permukaan dalam dengan mukosa yang banyak sekali membentuk duplikasi (lipatan-
lipatan) yang disebut VALVE OF HEISTER, yang mengatur pasase bile ke dalam kandung empedu
dan menahan alirannya dari kandung empedu. Ductus cysticus bergabung dengan ductus hepaticus
communisv menjadi ductus biliaris communis (ductus choledochus).
Ductus choledochus panjangnya 10 – 15 cm dan berjalan menuju duodenum dari sebelah
belakang, akan menembus pankreas dan bermuara di sebelah medial dari duodenum descendens.
Tempat muaranya ini disebut PAPILLA VATERI. Dalam keadaan normal, ductus choledochus
akan bergabung dengan ductus pancreaticus WIRSUNGI (baru mengeluarkan isinya ke duodenum)
Tapi ada juga keadaan di mana masing-masing mengeluarkan isinya, pada umumnya bergabung
dulu. Pada pertemuan (muara) ductus choledochus ke dalam duodenum, disebut
choledochoduodenal junction (di tempat ini ada sphincter ani).
1

FISIOLOGI
1. Fungsi Empedu:
o Berperan untuk penyerapan lemak yaitu dalam bentuk emulsi, juga penyerapan
mineral. Contoh : Ca, Fe, Cu
o Merangsang sekresi enzim (Contoh: lipase pankreas)
o Penyediaan alkalis untuk menetralisir asam lambung di duodenum
o Membantu ekskresi bahan-bahan yang telah dimetabolisme di dalam hati
2. Fungsi sistem bilier ekstrahepatik (transport saluran empedu)
o Transportasi empedu dari hepar ke usus halus
o Mengatur aliran empedu
o Storage (penyimpanan) dan pengentalan dari empedu
Hati menghasilkan ± 600 – 1000 cc bile/ hari dengan BJ ± 1,011 yang 97%-nya air
Kandung empedu akan mengentalkan empedu 5 – 10 kali dengan cara menyerap air dan
mineral lalu mengekskresinya dengan BJ 1.040.
Kendati tidak terdapat makanan di dalam usus, hati tetap secara kontinu mensekresi bile yang
kemudian disimpan sementara di dalam saluran empedu oleh karena kontraksi dari sphincter
odi.
Bila tekanan dalam saluran empedu meningkatkan maka terjadi refleks dari empedu masuk ke
dalam kandung empedu di mana akan disimpan dan dikentalkan.
Begitu makanan masuk dari lambung ke duodenum maka akan keluar hormon cholecystokinin
2

Pengaruh hormon disertai dengan rangsang saraf akan menyebabkan kontraksi dinding kandung
empedu dan relaksasi sphincter odi sehingga menyebabkan bile mengalir ke usus
Lemak dan protein merangsang kuat terhadap kontraksi dari kandung empedu sedangkan
karbohidrat sedikit pengaruhnya
Nyeri yang timbul dari kandung empedu dan ductus empedu disebabkan karena distensi dan
sering disertai dengan nausea, muntah
Rasa nyeri itu diakibatkan oleh serat-serat sensoris simpatis yaitu dari segment T7-10 dan rasa
nyeri dirasakan di daerah epigastrium.
Nyeri yang timbul bersifat intermitten (Hilang timbul), berkaitan dengan tekanan di dalam
sistem biliaris.
Peradangan kandung empedu juga akan menyebabkan nyeri di daerah hypochondrium kanan,
daerah infra scapula, daerah substernal dan kadang-kadang berhubungan dengan rangsang
N.phrenicus sehingga menyebabkan nyeri di daerah puncak bawah bahu kanan.
Distensi kandung empedu dan salurannya secara refleks dapat mengakibatkan penurunan aliran
darah dalam A.coronaria sehingga menyebabkan aritmia jantung.
CHOLELITHIASIS
PENDAHULUAN
Batu empedu / cholelithiasis merupakan penyakit yang sering ditemukan di seluruh dunia
terutama pada wanita gemuk, umur > 40 tahun (Female, fat, forty), mempunyai banyak anak dan
sering pada penderita diabetes mellitus. Pada anak-anak jarang kecuali pada hemolitik anemia.
Insidensnya sangat tinggi pada Indian Amerika, diikuti oleh orang kulit putih dan akhirnya
orang Amerika dan Afrika. Wanita 4x laki-laki.
Angka kejadian penyakit batu empedu dan penyakit saluran empedu lainnya di Indonesia
diduga tidak jauh berbeda dengan angka di negara lain di Asia Tenggara.
PATOGENESIS
Batu empedu merupakan endapan 1 atau lebih komponen empedu : kolesterol bilirubin,
garam empedu, kalsium dan protein. Batu empedu dapat terbentuk dari bilirubin saja, kolesterol
saja atau dapat berupa batu campuran kolesterol. Batu campuran ini juga mengandung kalsium.
3

Kondisi klinis yang dikaitkan dengan insidens batu empedu yang tinggi adalah :
- Diabetes
- Sirosis hati
- Pankreatitis
- Kanker kandung empedu
- Penyakit atau reseksi ileum
- Hiperlipidemi tipe IV
- Obesitas
- Kehamilan
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu dan jarang pada bagian
saluran empedu lainnya. Etiologi batu empedu masih belum diketahui dengan sempurna, akan
tetapi faktor predisposisi yang paling penting adalah gangguan metabolisme yang disebabkan oleh
perubahan susunan empedu, statis empedu dan infeksi kandung empedu.
Perubahan susunan empedu, merupakan yang paling penting pada pembentukan batu empedu.
Sejumlah penyelidikan menunjukkan bahwa hati penderita penyakit batu kolesterol berlebihan
ini mengendap dalam kandung empedu dengan cara yang belum dimengerti sepenuhnya.
Stasis empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan susunan kimia dan
pengendapan unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu atau spasme Sfingter Oddi
atau keduanya dapat menyebabkan stasis. Faktor hormonal khususnya selama kehamilan, dapat
dikaitkan dengan perlambatan pengosongan kandung empedu. Jika ada statis maka reabsorbsi
akan meningkat, kemungkinan mengambil air lebih besar sehingga meningkatkan konsentrasi
kolesterol dan kolesterol menjadi mudah mengendap.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu berperan melalui peningkatan deskuamasi sel dan
pembentukan mukus. Mukus meningkatkan viskositas dan unsur selular atau bakteri dapat
berperanan sebagai pusat presipitasi. Tapi, infeksi mungkin lebih sering menjadi akibat
pembentukan batu empedu daripada sebab pembentukan batu empedu.
JENIS BATU
Menurut gambaran makroskopik dan komposisi kimianya terdapat 3 golongan besar batu
empedu :
1. Batu kolesterol
Proses pembentukan batu kolesterol melalui 4 tahap yaitu :
1) Penjenuhan empedu oleh kolesterol
Keadaan ini disebabkan oleh :
i. Bertambahnya sekresi kolesterol, dapat terjadi pada keadaan :
4

obesitas
diit tinggi kalori dan kolesterol
pemakaian obat yang mengandung estrogen dan klofibrat
ii. Penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid
Terjadi pada penderita :
Gangguan absorbsi di ileum
Gangguan daya pengosongan primer kandung empedu
Penjenuhan kolesterol yang berlebihan tidak dapat membentuk batu,
kecuali bila ada nidus dan ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi.
2) Pembentukan nidus
Nidus dapat berasal dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir, protein lain,
bakteria atau benda asing lain.
3) Kristalisasi
Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus akan terjadi pembentukan batu.
4) Pertumbuhan batu
Pertumbuhan batu terjadi karena pengendapan kristal kolesterol diatas matriks
inorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan
pengendapan. Struktur matriks berupa endapan mineral yang mengandung
garam kalsium.
2. Batu Kalsium Bilirubinat
Disebut juga batu lumpur atau batu pigmen. Batu ini sering ditemukan dalam
ukuran besar oleh karena batu kecil ini bersatu. Batu kalsium bilirubinat yang sangat
besar dapat ditemukan di dalam saluran empedu. Batu kalsium bilirubinat adalah batu
empedu dengan kadar kolesterol < 25 %. Pembentukan batu ini berhubungan jelas
dengan bertambahnya usia.
Pada penderita batu kalsium bilirubinat, tidak ditemukan empedu yang sangat jenuh
dengan kolesterol baik di dalam kandung empedu maupun di hati, konsentrasi bilirubin
yang tidak berkonjugasi meningkat baik di dalam kandung empedu maupun di dalam
hati.
Infeksi, stasis dekonjugasi bilirubin dan ekskresi kalsium merupakan faktor kausal.
Stasis disebabkan adanya disfungsi sfingter Oddi, striktur, operasi billier dan parasit
(Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica dan Ascaris lumbricoides).
5

Bila terjadi infeksi saluran empedu, khususnya E. coli, kada enzim glukoronidase
dari bakteri akan dihidrolisasi menjadi bilirubin bebas dan asam glukuronat. Kalsium
mengikat bilirubin menjadi kalsium bilirubinat yang tidak larut. Umumnya batu ini
terbentuk di saluran empedu dalam empedu yang terinfeksi.
3. Batu pigmen hitam / batu bilirubin
Batu ini banyak ditemukan pada pasien dengan gangguan keseimbangan metabolik
seperti anemia hemolitik dan sirosis hati tanpa didahului infeksi.
Batu pigmen ini terutama terdiri dari derivat polymerized bilirubin. Patogenesis
terbentuknya batu pigmen ini belum jelas. Umumnya terbentuk dalam kandung
empedu dengan empedu yang steril.
Kebanyakan batu ductus choledocus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga batu
yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik.
Tabel 1. Perbedaan 3 Jenis Batu
Batu Cholesterol Batu Calsium Bilirubinat Batu Pigmen Hitam
Bentuk Bulat / oval /
mulberry
Tidak teratur, rapuh Tidak berbentuk,
seperti bubuk
Ukuran Besar, soliter /
multiple
Kecil-kecil, banyak Kecil, majemuk
Warna Kuning pucat Coklat, kemerahan, hitam Hitam / hitam
kecoklatan
Komponen 70 % kolesterol,
sisanya : kalsium
karbonat, kalsium
palmitit, kalsium
bilirubinat
Kalsium bilirubinat,
kolesterol < 25 %
Derivat polymerized
bilirubin sisa zat hitam
yang tidak terekstrasi
Insidens
terbanyak di :
Negara barat : 80 % Umum di seluruh
dunia, banyak di Asia
Timur
6

LOKASI BATU EMPEDU
o Batu kandung empedu
Sebagian besar batu empedu, terutama batu kolesterol, terbentuk di dalam kandung empedu.
Kalau batu kandung empedu (kolesistolitiasis) ini berpindah ke dalam saluran empedu
ekstrahepatik, disebut batu saluran empedu sekunder atau koledokolitiasis sekunder. Istilah
kolelitiasis menunjukkan penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam kandung
empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua-duanya.
Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga batu
yang terbentuk primer di dalam saluran empedu ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu
primer saluran empedu, harus memenuhi kriteria sebagai berikut: ada masa asimptomatik
setelah kolesistektomi, morfologi cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada
duktus koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. Khusus untuk orang Asia,
dapat ditemukan sisa cacing askaris atau cacing jenis lain di dalam batu tersebut.
Morfologik batu primer saluran empedu antara lain bentuk ovoid, lunak, rapuh, seperti
lumpur atau tanah, dan warna coklat muda sampai coklat gelap.
Di dunia barat di mana yang predominan adalah batu kolesterol, batu kandung empedu
lebih banyak ditemukan pada usia muda di bawah 40 tahun. Pada usia yang lebih tua di atas 60
tahun, insidens batu saluran empedu meningkat.
Untuk kurun waktu puluhan tahun, jenis batu empedu yang predominan di wilayah Asia
Timur adalah batu kalsium bilirubinat, yang dapat primer terbentuk di mana saja di dalam
sistem saluran empedu, termasuk intrahepatik (hepatolitiasis). Tentu saja kedua jenis batu
empedu tersebut dapat saja ditemukan di wilayah manapun di dunia, yang berbeda barangkali
insidensnya saja.
Perubahan gaya hidup, termasuk perubahan makanan, berkurangnya infeksi parasit, dan
menurunnya frekuensi infeksi empedu, mungkin menimbulkan perubahan insidens
hepatolitiasis.
Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu dari awal
percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan tersebut mungkin terdapat
di luar parenkim hati. Batu tersebut umumnya berwarna coklat, lunak, bentuk seperti lumpur
7

dan rapuh, serta mengandung lebih dari 30 % bilirubin yang bersenyawa dengan kalsium.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis rekurens yang sering sulit penanganannya.
Batu kandung empedu dapat berpindah kedalam duktus koledokus melalui duktus
sistikus. Di dalam perjalanannya melalui duktus sistikus, batu tersebut dapat menimbulkan
sumbatan aliran empedu secara parsial atau komplit sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat menimbulkan
iritasi dan perlukaan sehingga dapat menimbulkan peradangan dinding duktus sistikus yang
selanjutnya dapat menimbulkan striktur. Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena
diameter batu yang terlalu besar atau tertahan oleh striktur, batu akan tetap berada disana
sebagai batu duktus sistikus.
o Batu duktus koledokus
Batu duktus koledokus dapat soliter atau multipel dan ditemukan pada 4-12 % kasus
yang akan dilakukan kolesistektomi. Pada kasus-kasus yang jarang, batu mulai terbentuk pada
duktus koledokus tersebut. Batu ini disebut batu primer, berbeda dengan batu sekunder yang
mulai terbentuk pada kandung empedu. Batu primer pada umumnya lunak, nonfaceted (tidak
bergerigi), berwarna coklat kekuning-kuningan, dan fruable. Pada pasien dengan infeksi parasit
seperti Clonorchis sinensis dan pada penduduk Asia, batu dapat terbentuk sendiri pada kandung
empedu dan duktus koledokus. Meskipun batu berukuran kecil, akan tetapi duktus koledokus
yang merupakan bagian tersempit (diameter 2-3 mm) dan mempunyai dinding yang tebal
dapat menghambat pasase batu tersebut. Edema, spasme, atau fibrosis pada bagian distal duktus
koledokus, sekunder dari iritasi kronik oleh batu selanjutnya akan menimbulkan obstruksi aliran
empedu. Kedua saluran empedu baik intrahepatik maupun ekstrahepatik akan berdilatasi. Juga
dapat ditemukan penebalan dinding duktus koledokus dan infiltrasi sel-sel inflamasi.
Obstruksi bilier kronik dapat menyebabkan sirosis empedu dengan pembentukan
trombus, proliferasi saluran-saluran empedu dan fibrosis dari saluran porta. Juga dapat
menimbulkan infeksi pada saluran-saluran empedu, kolangitis asendens, dan pada sebagian
kasus akan menjalar sampai ke hepar menimbulkan abses hepar. Mikroorganisme penyebab
infeksi adalah E. coli.
8

Pankreatitis yang disebabkan oleh batu empedu pada umumnya terjadi pada batu di
duktus koledokus. Pada pemeriksaan eksplorasi dapat ditemukan pankreas seluruhnya normal
atau dapat menunjukkan edema maupun nekrosis (necrotizing pancreatitis).
Riwayat hayati empedu litogenik
Empedu litogenik
RIWAYAT ALAMIAH BATU EMPEDU
Batu bisa memerlukan waktu selama 8 tahun untuk mencapai ukuran maksimum. Bisa
memerlukan waktu bertahun-tahun untuk timbulnya gejala setelah batu mulai terbentuk. Cara
terbaik untuk memeriksa riwayat alamiah batu empedu adalah dengan membagi pasien batu
empedu dalam 2 kategori simptomatik dan asimptomatik.
MANIFESTASI KLINIS
ANAMNESIS
½ sampai 2/3 penderita batu kandung empedu adalah simptomatik. Cholelithiasis
asimptomatik biasanya diketahui secara kebetulan, keluhan yang mungkin ada berupa dispepsia
yang kadang disertai intolerans terhadap makanan berlemak.
cholecystolithiasis
Choledocolithiasis sekunder
Pankreatitis Kolik Bilier Ikterus Obstruktif Cholangitis
Choledocolithiasis / Hepatolithiasis primer
Cholangiolitis
( Cholangitis suppurative )
9

Gejala timbul bila batu menyebabkan peradangan atau obstruksi pada ductus cysticus atau
common bile duct ( CBD ). Pada yang simptomatik, keluhan utama adalah nyeri di daerah
epigastrium, kuadran kanan atas subhepatic atau prekordium. Sumbatan batu dalam ductus cysticus
atau dinamakan kolik biliar terjadi > 15 menit, baru menghilang beberapa jam kemudian. Nyeri
menyebar ke punggung bagian tengah, skapula atau ke puncak bahu kanan, disertai mual dan
muntah. ¼ penderita melaporkan bahwa nyeri menghilang setelah makan antasid.
PEMERIKSAAN FISIK
Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti kolesistitis
akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung empedu, empiema kandung empedu atau
pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di daerah letak
anatomik kandung empedu.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tes Laboratorium
Batu kandung empedu yang asimptomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan
laboratorik. Bila terjadi peradangan akut terjadi leukositosis. Bila ada sindrom Mirizzi, ditemukan
kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan ductus choledocus oleh batu.
Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan batu di dalam ductus choledocus.
Bila obstruksi saluran empedu lengkap, bilirubin serum memuncak 25 sampai 30 mg per 100 ml.
Nilai > 30 mg per 100 ml berarti terjadi bersaamaan dengan hemolisis atau disfungsi ginjal atau sel
hati.
Alanin aminotransferase ( SGOT = Serum Glutamat – Oksalat Transaminase ) dan aspartat
aminotransferase ( SGPT = Serum Glutamat – Piruvat Transaminase ) merupakan enzym yang
disintesis dalam konsentrasi tinggi di dalam hepatosit. Peningkatan serum sering menunjukkan
kelainan sel hati, tapi bisa timbul bersamaan dengan penyakit saluran empedu terutama obstruksi
saluran empedu.
Fosfatase alkali disintesis dalam sel epitel saluran empedu. Kadar yang sangat tinggi,
sangat menggambarkan obstruksi saluran empedu karena sel ductus meningkatkan sintesis enzym
ini.
10

Pemeriksaan Radionuklida
Asam dimetil iminodiasetat ditandai dengan taknetium 99 m ( 99m Tc-HIDA ) dan asam
parisopropil iminodiasetat ( Tc-PIPIDA ) merupakan zat pemancar gamma yang bila diberikan sel
intravena, cepat diekstraksi oleh hepatosit dan di sekresi ke dalam empedu. Fungsi primernya
dalam mendiagnosis kolesistitis akut bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksinya di ductus
cysticus.
Pemeriksaan Radiologi
1. Ultrasonografi ( USG )
Merupakan metode non invasif yang sangat bermanfaat, ketepatan mencapai 95 %.
Kriteria batu kandung empedu pada ultrasonografi yaitu acoustic shadowing dari gambaran
opasitas dalam kandung empedu. Dapat digunakan pada pasien ikterus dan mencegah
ketidakpatuhan pasien dan absorpsi zat kontras oral. Namun untuk mendiagnosis batu
saluran empedu relatif rendah.
2. Foto Polos Abdomen
Murah namun jarang dilakukan karena diagnostiknya rendah. Hanya 15 % batu
empedu mengandung cukup kalsium untuk memungkinkan identifikasi pasti. Jarang terjadi
kalsifikasi hebat dalam dinding vesika biliaris ( dinamai vesika biliaris porselen ) atau
empedu “ susu kalsium “
Udara di dalam lumen dan dinding vesika biliaris terlihat pada kolesistitis
“emfisematosa” yang timbul sekunder terhadap infeksi bakteri penghasil gas.
3. Kolesistografi Oral
Murah dan akurat, namun tidak dapat dikerjakan pada :
- Kadar bilirubin > 2 mg %
- Kehamilan
- Alergi terhadap kontras
- Mual, muntah, diare dan malabsorbsi
Merupakan standar yang paling baik bagi diagnosis penyakit vesika biliaris, zat
organik diyodinasi biasanya 6 tablet asam yopanoat ( Telepaque ) diberikan per oral pada
malam sebelumnya dan pasien dipuasakan. Obat diabsorpsi, diikat ke albumin, diekstraksi
oleh hepatosit, disekresi ke dalam empedu dan dipekatkan di dalam vesika biliaris,
opasifikasi vesika biliaris terjadi dalam 8 – 12 jam. Batu empedu atau tumor tampak
sebagai cacat pengisian.
11

4. Computed Tomography ( CT )
Metode yang akurat untuk menentukan adanya batu empedu, pelebaran empedu dan
choledocolithiasis.
5. Percutaneous Transhepatic Cholangiography ( PTC ) dan Endoscopic Retrograde
Cholangio Pancreaticography ( ERCP )
Bermanfaat untuk menentukan adanya obstruksi bilier dan penyebab obstruksinya
seperti choledocolithiasis.
ERCP melibatkan opasifikasi langsung batang saluran empedu dengan kanulasi
endoskopi ampulla Vateri dan suntikan retrograd zat kontras. Didapatkan radiografi yang
memuaskan dari anatomi ductus biliaris ( dan pankreatikus ). ERCP digunakan pada pasien
ikterus ringan atau bila lesi tidak menyumbat seperti batu ductus choledocus, cholongitis
scleroticans atau anomali kongenital dicurigai.
ERCP juga dapat digunakan utnuk terapi, dengan melakukan sfingterotomi ampula
Vateri diikuti ekstraksi batu. PTC merupakan tindakan invasif yang melibatkan pungsi
transhepatik perkutis pada susunan ductus biliaris intrahepatik yang menggunakan jarum
Chiba “Kurus” ( ukuran 21 ) dan suntikan prograd zat kontras. Penggunaan primernya
adalah dalam menentukan tempat dan etiologi ikterus obstruktif dalam persiapan bagi
intervensi bedah.
Resiko PTC :
Perdarahan interperitoneum atau kebocoran empedu di tempat tusukan ( 1 – 3 % )
Kolongitis ringan ( 5 – 10 % )
Hemobilia ( < 1 % )
Tusukan tak sengaja viskus lokal ( vesika biliaris, kavitas pleuralis )
Komplikasi ERCP :
Perdarahan pasca operasi
Injury to the bile ducts or right hepatic artery
Kebocoran empedu
Infeksi
Embolisme Pulmonary
Trombosis vena profunda
Infeksi traktus respiratorius atau urinarius
12

6. Endoscopic Ultrasound
Metode yang sangat sensitif untuk mendeteksi batu di ampula.
7. MR Cholangiography
Berguna untuk melihat ductus pancreaticus dan saluran empedu.
TERAPI
1. Kolesistektomi
Kolesistektomi elektif ditujukan untuk :
- pasien simptomatik
- pasien yang pernah mengalami komplikasi dari cholelithiasis
- pasien dengan penyakit dasarnya dapat meningkatkan resiko terjadi komplikasi
(kalsifikasi atau porselen kandung empedu)
Laparaskopik kolesistektomi menyebabkan lesi yang minimal, dan prosedur ini lebih dipilih
pada kolesistektomi elektif.
2. Litolisis Sistemik
Terapi asam empedu oral yang dianjurkan adalah kombinasi :
- CDCA ( Chenodeoxy Cholic Acid ) : 8 – 10 mg / kg BB / hari ( 250 – 1500 mg /
hari ) mengurangi sintesis kolesterol hepatik.
- UDCA ( Ursodeoxycholic acid ) : 8 – 10 mg / kg BB / hari mengurangi penyerapan
kolesterol intestinal
Syarat litolisis oral :
- kepatuhan untuk berobat selama 2 tahun
- batu tipe kolesterol
- kandung empedu harus berfungsi pada kolesistografi oral
- batu tidak terlalu besar
13

Tidak dianjurkan pada :
Penderita cholelithiasis asimptomatik, batu non kolesterol dan bagi pasien yang vesika
biliarisnya tak berfungsi.
3. Litolisis Lokal
Memberikan Methyl Terbuthyl Ether ( MTBE ) yang dapat melaruntukan batu
kolesterol melalui kateter 5 FR yang dimasukkan melaui hati ke kandung empedu dengan
bimbingan ultrasound atau CT. MTBE diberikan sebanyak 3 – 7 cc untuk meliputi batu dan
biasanya batu akan larut dalam 4 – 16 jam.
4. Extra Corporeal Shock – Wave – Lithotripsy ( ESWL )
Batu empedu dapat dipecahkan dengan gelombang kejutan yang dihasilkan oleh alat
elektrohidrolik, elektromagnetik atau elektrik – Pieza. Biasanya digunakan ultrasonografi
untuk mengarahkan gelombang ke arah batu yang terletak di kandung empedu. Gelombang
akan melewati jaringan lunak dengan sedikit absorpsi dan batu akan menyerap energi dan
terpecahkan. Biasanya teknik ini diikuti dengan pemberian asam empedu oral CDCA atau
UDCA. ESWL dikerjakan bila terdapat kurang dari 3 batu cholesterol , diameter < 0.5 cm,
patent cystic duct, dan tidak ada inflamasi pada kandung empedu
DIAGNOSA BANDING
- Pancreatitis acute
- Perforasi ulcus ventriculi
- Abses hepar
KOMPLIKASI
- Hidrops vesica felea
- Cholesistitis akuta (Suppurative, Gangrenous, Perforated )
- Cholesistitis kronika
- Choledocholithiasis
- Peritonitis
- Cholangitis
14

DAFTAR PUSTAKA
1. Frank H Netter. Abdomen. Atlas of human anatomy. Edisi ke 4, 2006, hal 247-350
2. Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. Saluran Empedu dan Hati, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2,
EGC, Jakarta, 2005. Hal. 561-580.
3. Mansjoer, A , Kapita Selekta Kedokteran, jilid II, Medis Aesculapius. FKUI. 2002
4. Sabiston, Buku ajar Bedah, bagian 2, EGC, Jakarta : 1994.
15