lapsus ascariasis sumantara
DESCRIPTION
Lapsus Ascariasis SumantaraTRANSCRIPT
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
LAPORAN KASUS INDIVIDUASCARIASIS
OlehSumantara Raharja WaasH1A 008 021DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAMPUSKESMAS KEDIRI2015
KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat, rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Laporan kasus yang berjudul Ascariasis ini disusun dalam rangka mengikuti Kepaniteraan Klinik Madya di Bagian Ilmu Kesehatan Masyrakat.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Ika Primayanti dan semua pihak yang telah banyak memberikan bimbingan kepada penulis.Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan kasus ini.
Semoga laporan kasus ini dapat memberikan manfaat dan tambahan pengetahuan khususnya kepada penulis dan kepada pembaca dalam menjalankan praktek sehari-hari. Terima kasih.
Mataram, 7 Juni 2015
Penulis
DAFTAR ISIContents
1TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
iiKATA PENGANTAR
iiiDAFTAR ISI
1BAB I
3BAB II
32.1 Gambaran Penyakit ASCARIASIS di Puskesmas KEDIRI
32.2KONSEP PENYAKIT ASCARIASIS
3A.Defenisi Ascariasis
3B.Morfologi
4C.Epidemiologi
5D.Sumber Penularan (Reservoir)
5E.Lingkaran Hidup
7F.Patogenesis
8G.Gejala Klinis
9H.Diagnosis
10I.Penatalaksanaan
10J.Prognosis
11K.Pencegahan
122.3Pengendalian Penyakit Cacingan
12A.Tujuan Umum
12B.Tujuan Khusus
12C.Sasaran
122.4Kebijakan dan Strategi Pemerintah Mengendalikan Cacingan
12A.Kebijakan
13B.Strategi
131.Program Jangka Pendek
132.Program Jangka Panjang
16BAB III
163.1Identitas Pasien
16A.Nama : R
16B.Umur : 2 tahun 4 bulan
16C.Jenis Kelamin : Laki-laki
16D.Alamat : Kediri
16E.Kunjungan ke PKM : 5 Juni 2015
16F.Identitas keluarga : Anak kandung kedua
163.2Anamnesis
16A.Keluhan Utama:
16B.Riwayat Penyakit Sekarang :
16C.Riwayat Penyakit Dahulu :
17D.Riwayat Penyakit Keluarga :
17E.Riwayat Pengobatan
17F.Riwayat Persalinan dan Kehamilan
21G.Pemeriksaan Fisik
211.Vital sign
212.Status Gizi
233.Status Generalis
25H.Resume
26I.ASESSMENT
26J.Diagnosis banding
26K.Planning diagnosis
26L.Planning terapi
261.Pendekatan terapeutik untuk masalah yang diderita pasien
272.Tujuan Terapi
27M.Prognosis
28BAB IV
284.1Aspek Klinis
294.2Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
30A.Faktor Lingkungan
301.Pasien terpapar cacing pada tanah halaman dan sekitar rumah
302.Minuman dan makanan yang kurang bersih
31B.Perilaku
311.Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku dan kaki
312.Kurang efektifnya mencuci tangan
31C.Pelayanan Kesehatan
311.Kurangnya informasi mengenai pencegahan penyakit
322.Penyuluhan PHBS
323.Tidak ada program khusus untuk kecacingan
33BAB V
33A.KESIMPULAN
33B.SARAN
34DAFTAR PUSTAKA
BAB IPENDAHULUAN
Di dunia, ada lebih dari 2 milyar penduduk terinfeksi cacing. Terdapat 800 juta1 milyar penduduk terinfeksi Ascaris, 700900 juta terinfeksi cacing tambang, 500 juta terinfeksi trichuris Biasanya prevalensi kecacingan yang terdapat di negara-negara yang sedang berkembang. (CDC, 2013). Di Indonesia kecacingan merupakan masalah kesehatan masyarakat terbanyak setelah malnutrisi yaitu dengan prevalensi 60% 90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan (Ginting, 2009).Di Nusa Teggara Barat pernah dilakukan sebuah penelitian mengenai prevalensi kecacingan terhadap pengrajin gerabah di Desa Banyumulek. Penelitian ini menunjukkan bahwa 100 persen pengrajin gerabah yang menjadi sampel penelitian positif menderita kecacingan. Jumlah sampel yang diteliti sebanyak 400 pengrajin gerabah. Jenis cacing yang ditemukan antara lain cacing gelang (Ascaris lumbriscoides) sebanyak 52 persen, cacing cambuk dan cacing kremi sebanyak 48 persen. Penelitian tersebut mengungkapkan penyebab infeksi cacing tersebut karena setiap hari pengrajin gerabah bersentuhan dengan tanah dan pola hidup yang jauh dari standar sehat (Sujatmiko, 2005).Di Kecamatan Kediri, pada tahun 2011, 2012 dan 2013 kunjungan pasien kepuskesmasyang mengalami kecacingan masih tinggi. Pada tahun 2011 sebanyak 104 kasus, tahun 2012 sebanyak 132 kasus, tahun 2013 sebanyak 126 kasus. dan tahun 2014 sebanyak 121 pada pasien seluruh usia. Sedangkan kunjungan pasien yang mengalami kecacingan pada tahun 2015 (Januari Mei) sebanyak 44 kasus (Tim Penyusun, 2011;2012;2013;2014;2015). Grafik 1. Data Kunjungan Kecacingan (rawat jalan) di Puskesmas Kediri Tahun 2011 2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Gambaran Penyakit ASCARIASIS di Puskesmas KEDIRI
2.2 KONSEP PENYAKIT ASCARIASISA. Defenisi Ascariasis Askariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, yang merupakan nematode usus terbesar. Angka kejadiannya di dunia lebih banyak dari infeksi cacing lainnya, diperkirakan lebih dari 1 milyar orang di dunia pernah terinfeksi dengan cacing ini. Infeksi paling sering pada anak prasekolah atau umur sekolah awal. Askariasis berada paling banyak pada negara bermusim panas. Meskipun demikian, didapati sekitar 4 juta individu, terutama anak, di Amerika Utara (Behrman, 2000). B. Morfologi Cacing dewasa berbentuk giling (silindris) memanjang, berwarna krem / merah muda keputihan dan panjangnya dapat mencapai 40cm. Ukuran cacing betina 20-35cm, diameter 3-6mm dan cacing jantan 15-31cm dan diameter 2,4mm. Mulut terdapat tiga tonjolan bibir berbentuk segitiga (satu tonjolan di bagian dorsal dan dua lainnya di ventrolateral) dan bagian tengahnya terdapat rongga mulut (buccal cavity). Cacing jantan mempunyai ujung posterior melengkung ke ventral seperti kait, mempunyai 2 buah copulatory spicule panjangnya 2mm yang muncul dari orifisium kloaka dan di sekitar anus terdapat sejumlah papillae. Cacing betina pula mempunyai ujung posterior tidak melengkung ke arah ventral tetapi luas. Cacing ini juga mempunyai vulva yang sangat kecil terletak di ventral antara pertemuan bagian anterior dan tengah tubuh dan mempunyai tubulus genitalis berpasangan terdiri dari uterus, saluran telur (oviduct) dan ovarium (Behrman, 2000). Telur Ascaris ditemukan dalam dua bentuk, yang dibuahi (fertilized) dan tidak dibuahi (unfertilized). Telur yang dibuahi berbentuk bulat lonjong, ukuran panjang 45-75 mikron dan lebarnya 35-50 mikron. Telur ini berdinding tebal terdiri dari tiga lapis; lapisan dalam dari bahan lipoid (tidak ada pada telur unfertile), lapisan tengah dari bahan glikogen, lapisan paling luar dari bahan albumin (tidak rata, bergerigi, berwarna coklat keemasan berasal dari warna pigmen empedu). Telur yang dibuahi ini mempunyai bagian dalam tidak bersegmen berisi kumpulan granula lesitin yang kasar. Kadang-kadang telur yang dibuahi, lapisan albuminnya terkelupas dikenal sebagai decorticated eggs. Telur yang tidak dibuahi mempunyai ukuran panjang 88 94 mikron dan lebarnya 44 mikron. Telur unfertile dikeluarkan oleh cacing betina yang belum mengalami fertilisasi atau pada periode awal pelepasan telur oleh cacing betina fertile (Gandahusada, 1998).
Telur A. lumbricoides
A. lumbricoidesC. EpidemiologiA.lumbricoides dijumpai di seluruh dunia dan diperkirakan 1,3 milyar orang pernah terkena infeksi ini. Tidak jarang dijumpai infeksi dengan cacing jenis lain, terutama Trichuris trchiura. Askariasis ditularkan melalui tanah, tergantung pada penyebaran telur ke dalam keadaan lingkungan yang cocok untuk pematangannya. Defekasi di tempat sembarangan dan menggunakan pupuk manusia merupakan praktik tidak higienis yang menyebabkan endemisitas askariasis. Manusia mendapat infeksi dengan cara tertelan telur cacing A.lumbricoides yang mengandung larva. Prevalensi tertinggi askariasis di daerah tropik pada usia 3-8 tahun (Behrman, 2000). Diperkirakan 1300 juta orang terinfeksi askariasis. Paling banyak ditemukan pada daerah tropis, tanah lembap, dan terlindung dari sinar matahari,ini merupakan kondisi yang baik untuk trasmisi askariasis secara terus menurus. Tanah liat merupakan tempat yang paling baik untuk perkembangan telur askaris dan tetap infektif dalam genangan air (Behrman, 2000).
D. Sumber Penularan (Reservoir) Transmisi atau penularan terutama masuk melalui air atau makanan (sayuran mentah dan buah terutama) yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Anak-anaknya yang suka bermain tanah yang terkontaminasi dapat tertular parasit askaris melalui tangan. Koinfeksi dengan penyakit parasit lain sering terjadi dikarenakan faktor predisposisi penularan yang sama (Behrman, 2000). E. Lingkaran HidupCacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan jantan kira-kira 4 cm. Bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat 1 spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10.000 butir (Soedarmo, 2010).Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada daerah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larv dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari (Soedarmo, 2010).
F. PatogenesisCacing dewasa hidup di dalam lumen usus kecil. Cacing Ascaris lumbricoides yang sangat aktif berkembang biak, mampu menghasilkan sehingga 240.000 telur per hari yang akan dijumpai di dalam feses orang yang terinfeksi. Telur Acaris lumbricoides yang sangat tahan terhadap lingkungan, menjadi infektif setelah beberapa minggu di dalam tanah dan masih dalam keadaan infektif untuk beberapa tahun. Setelah telur dalam bentuk infektif termakan oleh penderita, larva akan menetas di dalam usus dan menginvasi mukosa usus lalu, larva akan masuk ke sirkulasi dan bermigrasi ke paru-paru, kemudian masuk ke alveoli dan naik ke bronkus dan menjadi matur. Akibat tertelan, larva matur tadi akan kembali semula ke usus kecil dan membesar menjadi cacing dewasa. Terdapat 2 hingga 3 bulan selepas seseorang itu tertelan telur dalam bentuk infektif sehingga terhasilnya telur-telur Ascaris yang baru. Jangka hayat cacing dewasa adalah sekitar 1 hingga 2 tahun (Soedarmo, 2010).G. Gejala KlinisKurang lebih 85% kasus askariasis tidak menunjukan gejala klinis (asimtomatik), namun beberapa individu dengan keluhan rasa terganggu di abdomen bagian atas dengan intensitas bervariasi.
Migrasi pulmonal
Pada awal migrasi larva melalui paru-paru pada umumnya tidad menimbulkan gejala klinis, namun pada onfeksi berat dapat menyebabkan pneumonitis. Larva askaris dapat menimbulakan reaksi hipersensitif pulmonum, reaksi inflamasi dan pada individu yang sensitif dapat menyebabakan gejala seperti asma misalnya batuk, demam, dan sesak nafas. Reaksi jaringan karena migrasi larva yakni inflamasi eosinofilik, granuloma pada jaringan dan hipersensitifitas local menyebabakan peningkatan sekresi mucus, inflamasi bronkiolar dan eksudat serosa. Pada kondisi berat karena larva yang mati, menimbulkan vaskulitis dengan reaksi granuloma perivaskuler. Inflamasi eosinofilik dekenal dengan lofflers sindrom Gejala alergi lainnya seperti urtikaria kemerahan di kulit (skin rash), nyeri pada mata dan insomnia karena reaksi alergi terhadap:
- Ekskresi dan sekresi metabolik cacing dewasa - Cacing dewasa yang mati Infeksi intestinal
- Cacing dewasa menimbulkan gejala klinis ringan , kecuali pada infeksi berat. Gejala klinis yang sering timbul, gangguan abdominal, nausea, anoreksia dan diare.
- Komplikasi serius akibat migrasi cacing dewasa ke pencernaan lebih atas akan menyebabkan muntah (cacing keluar lewat mulut atau hidung) atau keluar lewat rectum. Migrasi larva dapat terjadi sebagai akibat rangsangan panas (38,9 0C).
- Sejumlah cacing dapat membentuk bolus (massa) yang dapat menyebabkan obstruksi intestinal secara parsial atau komplet dan menimbulkan rasa sakit pada abdomen, muntah dan kadang-kadang massa dapat di raba.
- Migrasi cacing ke kandung empedu, menyebabkan kolik biliare dan kolangitis. Migrasi pada saluran pankreas menyebabkan pankreatitis. Apendisitis dapat disebabkan askaris yang bermigrasi ke dalam saluran apendiks.
- Pada anak di bawah umur 5 tahun menyebabakan gangguan nutrisi berat karena cacing dewasa dan dapat di ukur secara langsung dari peningkatan nitrogen pada tinja. Gangguan absorpsi karbohidrat dapat kembali normal setelah cacing dieleminasi.
- Askaris dapat menyebabkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari.
- Efek terhadap ekonomi telah banyak diketahui orang, yaitu, menguras banyak uang, karena kemampuan A. lumbrikoides memakan karbohidrat yang cukup besar (Soedarmo, 2010). H. Diagnosis Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut. Telur dapat di temukan ditinja pada sedian basah apus tinja ( direct wet smear ) atau sedian basah dari sedimen pada metode konsentrasi. Jumlah eosinofil di dalam darah bisa jadi meningkat. Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bisa terlihat pada foto rontgen dada. Telur dapat di periksa dengan cara langsung atau dengan cara konsentrasi, larva dalam tinja dapat ditemukan pada pemeriksaan langsung atau dengan cara sedian tinja basah atau pada pembiakan (Soedarmo, 2010).I. Penatalaksanaan Untuk pengobatan askariasis dapat digunakan obat-obat sepreti :
Pirantel pamoat: dosis 10 mg/kg BB (maksimum 1 g) dapat diberikan dosis tunggal. Efek samping : gangguan gastrointestinal, sakit kepala, pusing, kemerahan pada kulit dan demam.
Mebendazol : dosis 100 mg dua kali per hari selama lebih dari 3 hari. Efek samping : diare rasa sakit pada abdomen, kadang kadang leucopenia. Mebendazol tidak di anjurkan pada wanita hamil karena dapat membahayakan janin.
Piperasin sitrat : dosis 75 mg/kg BB (maksimum 3,5 g/hari), pemeberian selama dua hari. Efek samping : kadang kadang menyebabkan urtikaria, gangguan gastrointestinal dan pusing.
Albendazol : dosis tunggal 400 mg,dengan angka kesembuhan 100% pada infeksi cacing Ascariasis (Soedarmo, 2010).
J. Prognosis Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai 70 hingga 99% (Soedarmo, 2010).K. PencegahanPencegahan askaris dapat terjadi secara oral, maka untuk pencegahannya hindari tangan dalam keadaan kotor, karena dapat menimbulkan adanya konstaminasi dari telur-telur askaris. Oleh karena itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan. Selain hal tersebut, hindaru juga mengkonsumsi sayuran mentah dan jangan membiarkan makanan terbuka begitu saja, sehingga debu-debu yang berterbangan dapat mengontaminasi makan tersebut ataupun dihinggapi serangga dimana membawa telur-telur tersebut. Untuk menekan volume dan lokasi dari aliran telur-telur melalui jalan ke penduduk, maka pencegahannya dengan mengadakan penyaluran pembuangan feses yang teratur dan sesuai dengan syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan dan tidak boleh mengotori air permukaan untuk mencegah agar tanah tidak terkontaminasi telur-telur askaris (Soedarmo, 2010). Mengingat tingginya prevalensi terjadinya askariasis pada anak, maka perlu diadakan pendidikan di sekolah-sekolah mengenai caicing askaris ini. Dianjurkan pula untuk membiasakan mencuci tangan sebelum makan, mencuci makanan dan memasaknya dengan baik, memakai alas kaki terutama diluar rumah. Untuk melengkapi hal tersebut perlu ditambah dengan penyediaan sarana air minum dan jamban keluarga, sehingga sebagaimana telah terjadi program nasional, rehabilitasi sarana perumahan juga merupakan salah satu perbaikan keadaan social-ekonomi yang menjurus kepada perbaikan kebersihan dan sanitasi.
Cara- cara perbaikan tersebut adalah :
Buang air pada jamban dan menggunakan air untuk membersihkannya.
Memakan makanan yang sudah di cuci dan dipanaskan serta menggunakan sendok garpu dalam waktu makan dapat mencegah infeksi oleh telur cacing.
Anak-anak dianjurkan tidak bermain di tanah yang lembab dan kotor, serta selalu memotong kuku secara teratur.
Halaman rumah selalu dibersihkan (Soedarmo, 2010).
2.3 Pengendalian Penyakit Cacingan
A. Tujuan Umum
Pengendalian penyakit Cacingan bertujuan untuk menurunkan prevalensi dan intensitas Penyakit Cacingan sehingga dapat menunjang peningkatan mutu sumber daya manusia, guna mewujudkan manusia Indonesia yang sehat. Dasar utama untuk pengendalian cacingan adalah memutuskan mata rantai lingkaran hidup cacing (KEPMENKES, 2006).B. Tujuan Khusus
1. Turunnya Prevalensi Cacingan menjadi < 10% pada tahun 2010
2. Meningkatkan kemitraan dalam penanggulangan Penyakit Cacingan di masyarakat dengan melibatkan LP/LS/LSM/Swasta/masyarakat secara aktif
3. Meningkatnya cakupan Program Pengendalian Penyakit Cacingan pada anak SD menjadi 75% pada tahun 2010 (KEPMENKES, 2006).
C. Sasaran
Populasi sasaran pengendalian Penyakit Cacingan adalah masyarakat dengan resiko tinggi terhadap infeksi cacing yaitu masyarakat yang sering berhubungan dengan tanah antara lain yaitu (KEPMENKES, 2006):1. Anak usia sekolah dasar (7-15 tahun )
2. Petani, nelayan, pekerja perkebunan dan pekerja pertambangan
3. Anak balita (1-5 tahun) dan pra sekolah
4. Masyarakat resiko tinggi lain (ibu hamil, tenaga kerja perusahaan)
Sedangkan sasaran lokasi antara lain meliputi daerah pertanian, perkebunan, pertambangan, daerah pantai dan pariwisata.
2.4 Kebijakan dan Strategi Pemerintah Mengendalikan Cacingan
A. Kebijakan
Kebijakan pembangunan nasional sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2005, Bab 28 tentang Peningkatan Aksesibilitas Pelayanan Kesehatan yang Berkualitas, ditetapkan antara program pencegahan dan pemberantasan penyakit (Sujiatmiko, 2005).
Penyakit Cacingan merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, terutama dikalangan anak usia sekolah dasar. Hal ini dapat merugikan proses belajar-mengajar, oleh karena itu Kebijakan Program Pengendalian Penyakit Cacingan diarahkan untuk (KEPMENKES, 2006):
1. Meningkatkan upaya pengendalian dengan menggali sumber daya secara kemitraan, lintas program dan sector
2. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam pengelolaan program yang lebih professional
3. Mengembangkan dan menyelenggarakan metode tepat guna
4. Meningkatkan upaya pencegahan yang efektif bersama program dan sector terkait
5. Melaksanakan bimbingan, pemantauan dan evakuasi
B. Strategi
Strategi Pengendalian Penyakit Cacingan yang dilakukan adalah memutus mata rantai penularan baik dalam tubuh maupun luar tubuh manusia.
Dalam memutus rantai penularan ini ada dua program yang dilakukan yaitu:
1. Program Jangka Pendek
Tujuan program ini untuk memutus rantai penularan di luar tubuh manusia, dengan demikian dapat menurunkan prevalensi dan intensitas infeksi Cacingan dengan cara pengobatan (oleh sector kesehatan).
2. Program Jangka Panjang
Tujuan program ini untuk memutus rantai penularan di luar tubuh manusia, yaitu dengan melaksanakan upaya pencegahan yang efektif.
Untuk mencapai hal-hal tersebut di atas yaitu program jangka pendek dan jangka panjang ada beberapa kegiatan yang harus dilakukan yaitu:
a. Penentuan prioritas lokasi sasaran maupun penduduk sasaran
b. Penegakkan diagnosis dengan melakukan pemeriksaan tinja secara langsung dengan menggunakan metode Kato-katz
c. Penanggulangan
Menurut rekomendasi WHO bahwa dalam penanggulangan penyakit cacingan ada tiga hal yang harus dilakukan yaitu:
1. Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan dua cara pendekatan yaitu Blanket Treatment dan Selective Treatment dengan menggunakan obatyang aman dan berspektrum luas, efektif, tersedia dan terjangkau harganya serta dapat membunuh cacing dewasa, larva dan telur.Pada awal pelaksanaan kegiatan pengobatan harus didahului dengan survey untuk mendapat data dasar. Bila pemeriksaan tinjadilakukan secara sampling dan hasil pemeriksaan tinja menunjukkan prevalensi 30% atau lebih, dilakukan pengobatan massal, sebaliknya bila < 30% maka dilakukan pemeriksaan tinjasecara menyeluruh (total screening). Apabila hasil pemeriksaan total screening menunjukkan prevalensi > 30% dilakukan pengobatan massal dan prevalensi < 30% dilakukan pengobatan selektif yaitu yang positif saja.
2. Preventif
Tindakan preventif yaitu dengan melakukan pengendalian faktor resiko yang meliputi kebersihan lingkungan, keberhasilan pribadi, penyediaan air bersih yang cukup, semenisasi lantai rumah, pembuatan dan penggunaan jamban yang memadai, menjagakebersihan makanan, pendidikan kesehatan di sekolahbaik untukguru maupun murid.
3. Promotif
Pendidikan kesehatan dapat diberikan melalui penyuluhan kepada masyarakat pada umumnya atau kepada anak-anak sekolah yaitu melalui program UKS sedangkan untuk masyarakat dapatdilakukan penyuluhan secara langsung ataumelalui media massabaik cetak maupun media elektronik.
4. Kemitraan
Pengendalian Penyakit Cacingan bukan semata-mata merupakan tugas. Departemen Kesehatan melainkan menjadi tanggung jawab bersama baik pemerintah, masyarakat ataupun sektor lain sebagai mitra. Dalampelaksanaan program UKS telah diupayakan Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 menteri yaitu Departemen Kesehatan, Departemen Agama, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pendidikan Nasional. Untuk itu peningkatan kerjasama dan koordinasi lintas program dan lintas sector sangat penting dalam pengendalian penyakit cacingan.
Kemitraan dapat digolongkan dalam tiga kelompok:
1) Kemitraan antar instansi pemerintah baik lintas program (dalam satu departemen) dan lintas sector (lebih dari satu departemen)
2) Kemitraan di luar instansi pemerintah adalah swasta seperti LSM, Industri, Perkebunan, Pertambangan dan Perusahaan yang pekerjanya banyak terinfeksi cacing
3) Kemitraan masyarakat mandiri (peran serta aktif masyarakat sesuai dengan keadaan social budaya setempat) Hal ini adalah program jangka panjang (merubah perilaku) yang dapat dimulai dari murid sekolah dasar
d. Peningkatan sumber daya manusia
Peningkatan Sumber Daya Manusia dapat dilakukan baik melalui pendidikan formal maupun tidak formal misalnya melalui pelatihan. Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan bagi petugas kesehatan sangat diperlukan baik pengetahuan mengenai penyakitnya maupun ketrampilan dalam bidang laboratorium, hal ini sangat menunjang pelaksanaan program pengendalian penyakit cacingan.BAB IIILAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
A. Nama
: RB. Umur
: 2 tahun 4 bulanC. Jenis Kelamin
: Laki-lakiD. Alamat
: KediriE. Kunjungan ke PKM: 5 Juni 2015
F. Identitas keluarga: Anak kandung kedua
3.2 Anamnesis
A. Keluhan Utama:LemasB. Riwayat Penyakit Sekarang:Ibu pasien mengatakan pasien terlihat sering lemas tanpa sebab yang jelas sejak 2 minggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien kurang nafsu makan, dan perutnya membuncit. Selain itu ibu pasien merasa berat badan pasien berkurang (tambah kurus). BAB (+) frekuensi 2x sehari, darah (-), lendir (-), dan warna kuning. Ibu pasien menyangkal keluar cacing dari anusnya saat buang air besar. Mual, muntah, dan nyeri perut disangkal, demam (-),dan lemas (+). Keluhan batuk (-), sesak nafas (-), muntah/batuk cacing (-),Ibu pasien juga sering melihat pasien menggaruk-garuk pantatnya. BAK pasien normal, berwarna kuning, frekuensi 3-4 kali/hari. C. Riwayat Penyakit Dahulu :Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami hal serupa.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :Keluarga pasien tidak pernah mengalami hal serupa. Genogram Keluarga Pasien:
Pasien tinggal di rumah di Dusun Ombe Bebae, Kediri. Anggota keluarga pasien dalam satu rumag dapat dilihat pada skema di atas. E. Riwayat Pengobatan
Bila pasien sakit biasanya ibu membawa pasien berobat ke puskesmas. Adapun saat keluhan saat, pasien tidak diberi obat apapun di rumah dan pasien langsung dibawa ke puskesmas.
F. Riwayat Persalinan dan Kehamilan
Pasien adalah anak pertama dan satu-satunya. Usia ibu saat hamil adalah 26 tahun dan ayah berusia 28 tahun. Pasien lahir spontan di puskesmas, cukup bulan, langsung menangis, berat lahir 2800 gram, panjang badan 48 cm, lingkar kepala 31 cm. Riwayat kejang, biru, atau kuning setelah lahir disangkal.Selama mengandung pasien, ibu mengaku tidak pernah sakit berat selama masa kehamilannya dan rutin memeriksakan kehamilannya di puskesmas sebanyak > 5 kali. Nafsu makan ibu selama hamil biasa. Ibu pasien rutin mengkonsumsi vitamin yang diberikan oleh puskesmas selama kehamilan. Ibu pasien mengaku selama hamil jarang mengkonsumsi daging tapi mengkonsumsi susu, ibu pasien biasa mengkonsumsi sayur, telur, tahu, dan tempe. Riwayat minum obat-obatan maupun jamu-jamuan selama hamil disangkal.
Riwayat ImunisasiIbu mengatakan bahwa pasien telah memperoleh imunisasi bcg, hepatitis B, Polio, dan campak.Riwayat NutrisiPasien mendapat ASI langsung setelah lahir hingga 6 bulan dan tidak pernah diberi susu formula. Saat berusia 6 bulan, pasien juga diberikan bubur instan yang biasa dijual di warung. Saat berumur 10 bulan pasien baru mulai diberi nasi dengan lauk berupa tahu, tempe, sayur, daging dan ikan.Riwayat Tumbuh dan Kembang
Pasien saat ini sudah berjalan dengan baik, bahkan melompat. Pasien juga bisa memainkan benda-benda kecil seperti membuka lembaran buku, memegang gelas sendiriRiwayat Sosial, Ekonomi dan Lingkungan :
Pasien tinggal dengan 2 anggota keluarga di rumahnya yang terdiri dari ibu dan ayah pasien. Nenek pasien juga tinggal bersama pasien jika ayah pasien sedang bekerja di luar kota. Pasien merupakan anak pertama dan satu-satunya
Biaya kehidupan keluarga dan untuk pengambilan keputusan diserahkan kepada ayah pasien selaku kepala rumah tangga. Penghasilan keluarga sekitar dari Rp. 3000.000 per bulan. Ayah pasien bekerja sebagai kontraktor yang diberi gaji Rp. 3.000.000 per bulan
Rumah yang dihuni saat ini terdiri dari 1 kamar tidur, 1 dan 1 kamar mandi di dalam rumah. Jarak rumah pasien dengan rumah tetangga hanya dibatasi tembok langsung. Sampah dibuang di halaman yang dikumpulkan kemudian di bakar. Tembok rumah menyatu dengan tembok tetangga. Ventilasi kurang baik, walaupun memiliki jendela, namun memiliki lubang ventilasi yang minim. Sehingga saat jendela ditutup, maka sirkulasi udara akan jelek. Langit-langit Langit berupa atap yang terbuat dari genteng.Untuk MCK, keluarga pasien menggunakan kamar mandi di rumahnya yang sumber airnya dari sumur gali milik keluarga pasien. Air dari sumur gali juga digunakan untuk minum dan memasak. Untuk minum, pasien membeli air gallon dan kadang-kadang jika air habis pasien dan keluarga pasien langsung meminum air dari sumur dengan dimasak terlebih dahulu.Denah Rumah An.R
G. Pemeriksaan Fisik
1. Vital sign
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran
: compos mentis
Frek. Nadi
: 120 x/menit
Frek. Nafas
: 28 x/menit
Suhu
: 37,1 0C
2. Status Gizi
Usia
: 2 tahun 4 bulan
Berat badan
: 9,8 kg
Panjang badan
: 81 cm
BB/U :
PB/U :
BB/PB :
3. Status Generalisa. Kepala :
Ekspresi wajah : normal. Bentuk dan ukuran : normal. Rambut : normal. Edema (-); malar rash (-); nyeri tekan kepala. (-)a. Mata : Simetris; alis normal; exopthalmus (-/-); ptosis (-/-); nystagmus (-/-); strabismus (-/-); edema palpebra (-/-); konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-); sclera : ikterus (-/-), hiperemia (-/-), pterigium (-/-); pupil : isokor, bulat, refleks cahaya (+/+); kornea : normal; lensa : normal, katarak (-/-).
b. Telinga :
Bentuk : normal; lubang telinga : normal, sekret (-/-); nyeri tekan (-/-)
Pendengaran : normal pada kedua telinga.
c. Hidung :
Simetris, deviasi septum (-); napas cuping hidung (-); perdarahan (-), sekret (-).
Penciuman normal.
d. Mulut :
Simetris; bibir : sianosis (-), stomatitis angularis (-); gusi : hiperemia (-), perdarahan (-); lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-); gigi : karang gigi (-), caries (+); mukosa : normal.
Faring dan laring : tidak dapat dievaluasi.e. Leher : Kaku kuduk (-); scrofuloderma (-); pembesaran KGB (-)
Trakea : tidak ada deviasi; JVP : tidak meningkat
Otot bantu nafas SCM aktif (+), hipertrofi (+)
Pembesaran tiroid (-)
f. Thorax :
1. Pulmo :
i. Inspeksi :
Bentuk asimetris, dada kanan lebih kecil, barel chest (-)
Pergerakan dinding dada simetris Permukaan dinding dada: hiperpigmentasi (-), spidernevi (-), vena kolateral (-)
Penggunaan otot bantu nafas (-)
Fossa supraklavikula dan infraklavikula dbn, Fossa jugularis simetris, deviasi trakea (-), Sela iga simetris
Tipe pernapasan torakoabdominal
ii. Palpasi
Pergerakan dinding dada simetris
Fremitus raba simetris tde Deviasi trakea (-)
Nyeri tekan (-)
iii. Perkusi :
Sonor tde
Batas paru hepar tde Nyeri ketok tdeiv. Auskultasi :
vesikuler (+ /+), ronchi (-/-), wheezing (-/-).
2. Cor :
i. Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak ii. Palpasi : Iktus kordis teraba iii. Perkusi : batas kanan jantung : tde batas kiri jantung : tdeiv. Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-)g. Abdomen :1. Inspeksi : Bentuk: distensi (-)
Umbilicus: masuk merata
Permukaan kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-), caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-)
2. Auskultasi : BU (+) meningkat, metallic sound (-), bising aorta (-)3. Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-), hepar/lien/renal : tidak teraba 4. Perkusi : timpani, shifting dullness (-)h. Extremitas :Hangat (+); edema (-); feformitas (-); tremor (-); clubbing finger (-); sianosis (-); petechie (-); dissuse atrofi (-)
i. Genitourinaria : tidak dievaluasi
H. ResumePasien anak laki-laki usia 2 tahun 4 bulan datang ke Puskesmas bersama ibunya yang mengatakan pasien terlihat sering lemas tanpa sebab yang jelas sejak 2 minggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien kurang nafsu makan, dan perutnya membuncit. Selain itu ibu pasien merasa berat badan pasien berkurang (tambah kurus). Ibu pasien juga sering melihat pasien menggaruk-garuk pantatnya. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada pasien, pemeriksaan abdomen didapatkan kelainan berupa perut pasien membesar, bising usus yang meningkat dan nyeri tekan pada abdomen. Hal ini mengindikasikan memang terdapat gangguan pada saluran pencernaan pasien akibat cacing dan diare akut yang dialami pasien.
Untuk itu perlu mengetahui apakah benar terinfeksi cacing dan untuk menentukan jenis cacing melalui pemeriksaan penunjang berupa feses lengkap.
I. ASESSMENTAscariasisJ. Diagnosis bandingAscariasis
Enterobius vermicularisOksuriasis
K. Planning diagnosisDarah lengkap
Feses lengkapL. Planning terapi
1. Pendekatan terapeutik untuk masalah yang diderita pasien
Pirantel pamoat
Vitamin B komplex2. Tujuan Terapia. Mengeradikasi cacing dewasa dan telur cacing di dalam usus b. Edukasi : Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan yang tinggi kalori dan tinggi protein serta berserat. Menjaga kebersihan makanan, mengurangi kebiasaan makan dan minum di luar rumah yang kebersihannya diragukan dan membiasakan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan menjaga kebersihan kuku.
c. Edukasi kepada keluarga atau orang yang kontak dengan pasien: diberikan penjelasan mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan cuci tangan yang efektif, terutama sekali setelah BAB dan BAK, dan sebelum menyiapkan makanan atau makan, agar memasak air terlebih dahulu sebelum diminum, dan tidak menggunakan air untuk mencuci tangan secara bersama-sama dalam satu wadah,.
M. PrognosisDubia ad bonamBAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Aspek Klinis
Pasien anak laki-laki usia 2 tahun 4 bulan datang ke Puskesmas bersama ibunya yang mengatakan pasien terlihat sering lemas tanpa sebab yang jelas sejak 2 minggu yang lalu. Ibu pasien juga mengatakan pasien kurang nafsu makan, dan perutnya membuncit. Selain itu ibu pasien merasa berat badan pasien berkurang (tambah kurus). Ibu pasien juga sering melihat pasien menggaruk-garuk pantatnya. Sedangkan dari pemeriksaan fisik pada pasien, pemeriksaan abdomen didapatkan kelainan berupa perut pasien membesar, bising usus yang meningkat dan nyeri tekan pada abdomen. Hal ini mengindikasikan memang terdapat gangguan pada saluran pencernaan pasien akibat cacing dan diare akut yang dialami pasien.
Untuk itu perlu mengetahui apakah benar terinfeksi cacing dan untuk menentukan jenis cacing melalui pemeriksaan penunjang berupa feses lengkap.
Sehingga diagnosis pada pasien adalah kecacingan (Ascariasis). Dimana pengobatan yang diberikan adalah Pirantel Pamoat 125 mg sebanyak 3/4 tablet.
Makanan yang dianjurkan pada pasien ini adalah makanan mengandung kalori dan tinggi protein. Diet tersebut cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit ini karena makanan yang kurang bergizi akan menurunkan keadaan umum dan gizi pasien sehingga proses penyembuhan akan semakin lama.4.2 Aspek Ilmu Kesehatan Masyarakat
Suatu penyakit dapat terjadi oleh karena adanya ketidakseimbangan faktor-faktor utama yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat. Paradigma hidup sehat yang diperkenalkan oleh H. L. Blum mencakup 4 faktor yaitu faktor genetik (keturunan), perilaku (gaya hidup) individu atau masyarakat, faktor lingkungan (sosial ekonomi, fisik, politik) dan faktor pelayanan kesehatan (jenis, cakupan dan kualitasnya). Ascariasis juga menjadi masalah di mayarakat disebabkan oleh karena faktor-faktor berikut :
A. Faktor Lingkungan 1. Pasien terpapar cacing pada tanah halaman dan sekitar rumahDari anamnesis yang dilakukan diketahui bahwa pasien sering bermain bersama teman sebaya di halaman rumah dan sekitar rumah tanpa menggunakan sandal. Yang menjadi sumber utama infeksi cacing Ascariasis adalah tanah yang lembab, karena tanah yang lembab merupakan tempat infektif dan tempat yang baik untuk cacing karena dapat bertahan hidup. Selain itu, pasien sering bermain tanah sehingga telur cacing dapat masuk melalui sela-sela kulit dan kuku yang tidak dipotong. Ini menyebabkan pasien mudah terkena infeksi cacing (Ascariasis).
2. Minuman dan makanan yang kurang bersihMinuman yang tidak dimasak dan makanan yang tidak bersih dapat menjadi sumber infeksi dari cacing Ascariasis. Telur cacing dapat hidup pada air yang tercemar dan makan yang tercemar oleh cacing Ascariasis. Panularan cacing ini dapat melalui air yang tidak dimasak sebelum diminum dan pengolahan makanan yang tidak dicuci sebelum dimasak dan tidak dimasak hingga matang, seperti sayr-sayuran yang dimasak setengah matang. Dimana dari keterangan ibu pasien, keluarga pasien memang meminum air kemasan gallon, akan tetapi jika habis dan belum sempat membeli, keluarga pasien meinum air sumur. Selain itu keluarga pasien juga sering memakan makanan yang setengah matang serta jarang dicuci.
B. Perilaku
1. Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku dan kakiIbu pasien masih kurang memperhatikan kebersihan kuku dan kaki, terbukti pasien memiliki kuku yang cukup panjang dan kotor serta jarang menggunakan sandal Hal ini dapat menjadi penyebaran penyakit yang bersifat silent, karena tidak diketahuinya terdapat bakteri-bakteri yang tersimpan di kuku dan kaki tersebut.
2. Kurang efektifnya mencuci tanganKeefektifan mencuci tangan pada saat sebelum makan, sesudah makan, sebelum mempersiapkan makanan, sesudah BAK dan BAB pada masih kurang, ini di tekankan pada ibu pasien. Cuci tangan tetap dilakukan, namun pasien tidak menggunakan sabun. Hal ini dapat memudahkan penyebaran penyakit
Budaya cuci tangan yang benar adalah kegiatan terpenting. Setiap tangan kontak dengan feses, urin, dubur dan tanaha harus dicuci dengan sabun dan kalau perlu disikat, hal ini diperlukan untuk memutuskan rute transmisi penyakit.
Penyebaran infeksi cacing pada keluarga pasien juga semakin meningkat karena adanya kebiasaan keluarga pasien yang mencuci tangan menggunakan satu wadah secara bersama sebelum makan setelah beraktivitas. Sehingga, cacing yang mungkin saja terdapat pada tangan salah satu anggota keluarga, dapat juga menginfeksi anggota keluarga lainnya.C. Pelayanan Kesehatan
1. Kurangnya informasi mengenai pencegahan penyakitPerlu penyuluhan oleh petugas kesehatan untuk memberi pengetahuan tentang berbagai hal tentang Ascariasis seperti penyebab, rute transmisi dan pencegahan penyakit. Cara-cara tersebut perlu disosialisasikan kepada masyarakat agar mereka dapat mencegah timbulnya Ascariasis di lingkungan tempat tinggal mereka. Informasi mengenai Ascariasis terutama pencegahan penyakit tersebut dapat mencegah penyebaran penyakit menular di masyarakat. Namun hal ini juga harus diperhitungkan dari segi waktu, dana dan tenaga.2. Penyuluhan PHBSPenyuluhan tentang PHBS juga sangat diperlukan agar masyarakat lebih peduli lagi tentang kebersihan individu dan lingkungan, sehingga dapat mengurangi infeksi cacing baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat.
3. Tidak ada program khusus untuk kecacingan
Saat ini belum ada surveilance kasus kecacingan maupun tindakan pencegahan berupa program pembagian tablet obat cacing di masyarakat di Puskesmas Kediri. Sedangkan pasien yang datang ke Puskesmas merupakan pasein yang sudah memiliki gejala kecacingan yang disadari berupa keluarnya cacing, perut kembung dan badan kurus, namun banyak gejala lain yang tidak disadari pasien seperti anemia kronis, penurunan daya konsentrasi, dll. Yang tidak diperiksakan ke Puskesmas, sehingga tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan.BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
B. KESIMPULAN
1. Angka kejadian kecacingan di Kediri terbukti masih tinggi dan terjadi peningkatan kasus setiap tahunnya. 2. Terdapat beberapa faktor resiko yang mempengaruhi terjadinya penyakit serta penyebaran penyakit pada pasien, berdasarkan konsep kesehatan masyarakat yaitu dari lingkungan, perilaku, sarta pelayanan kesehatan.
C. SARAN
1. Perlunya peningkatan edukasi terhadap masyarakat mengenai Ascariasis baik dari segi gejala, rute transmisi serta cara pencegahannya. 2. Peningkatan edukasi terhadap pasien dan masyarakat mengenai PHBS dapat membudayakan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun serta menjaga kebersihan lingkungan.
3. Pengadaan program untuk pencegahan kecacingan untuk pemberian obat cacing pada masyarakat sebanyak 2 kali selama satu tahun, yang disesuaikan dengan anggaran Puskesmas.
DAFTAR PUSTAKA
x
1.Behrman , Kliegman , Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. In. Jakarta: EGC; 2000. p. 1220-1230.
2.CDC. Communicable Disease Management Protocol Ascariasis. [Online]. [cited 2015 June 5. Available from: HYPERLINK "http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/ascariasis.pdf" http://www.gov.mb.ca/health/publichealth/cdc/protocol/ascariasis.pdf .
3.Ginting SA. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Kecacingan Pada Anak Sekolah Dasar Di Desa Suka Kecamatan Tiga Panah, Kabupaten Karo, Propinsi Sumatera Utara. [Online].; 2009 [cited 2015 June 5. Available from: HYPERLINK "http://www.USU digital library" Error! Hyperlink reference not valid. .
4.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 424/MENKES/SK/VI/2006 tentang Pedoman Pengendalian Cacingan. 2006..
5.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2015..
6.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2014..
7.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2013..
8.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2012..
9.Tim Penyusun. Profil Puskesmas Kediri. 2011..
10.Soedarmo , Garna S, Hadinegoro S. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: FKUI; 2010.
11.Sujatmiko. 100% Perajin Gerabah di Lombok Cacingan. [Online].; 2005 [cited 2015 June 5. Available from: HYPERLINK "www.Tempointeraktif.com" www.Tempointeraktif.com .
xx
Anak
Ayah
Ibu
Kakek
Kakek
nenek
nenek
Keterangan:
: Laki-Laki
: Perempuan
: Laki-laki telah meninggal
: perempuan telah meninggal
pintu
pintu
Dapur
sumur
pintu
Kamar tidur
Dapur
PERILAKU
LINGKUNGAN
Pasien terpapar cacing pada tanah sawah
Kurangnya memperhatikan kebersihan kuku dan kaki
ASCARIASIS
Minuman yang kotor dan makanan yang kurang bersih
Kebiasaan meminum air PAM yang belum dimasak
Kurang efektifnya kebiasaan mencuci tangan dan sering menggunakan air dalam satu wadah untuk cuci tangan
Tidak ada penyuluhan PHBS
Kurangnya informasi mengenai rute tranmisi, gejala-gejala, dan pencegahan ascariasis
Tidak ada program Kecacingan
PELAYANAN
KESEHATAN
1