makalah ti ascariasis

24
LAPORAN KASUS Anak Perempuan dengan Infeksi Cacing Kelompok III 030.07.271 Yanti Wijaya 030.07.348 Dimas Adi Bayu Dewo 030.09.076 Dyka Jafar Hutama Putra 030.09.081 Eva Natalia Manulang 030.10.020 Alice Melissa Simaela 030.10.022 Almirazada Zhes Putri 030.10.024 Amanda Kadar 030.10.025 Amelia Shadrina 030.10.026 Anak Agung Anom FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA

Upload: almirazada-zhes-putri

Post on 30-Nov-2015

306 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Ti Ascariasis

LAPORAN KASUS

Anak Perempuan dengan Infeksi Cacing

Kelompok III

030.07.271 Yanti Wijaya

030.07.348 Dimas Adi Bayu Dewo

030.09.076 Dyka Jafar Hutama Putra

030.09.081 Eva Natalia Manulang

030.10.020 Alice Melissa Simaela

030.10.022 Almirazada Zhes Putri

030.10.024 Amanda Kadar

030.10.025 Amelia Shadrina

030.10.026 Anak Agung Anom

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

13 Januari 2012

Page 2: Makalah Ti Ascariasis

BAB I

PENDAHULUAN

Cacingan masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia.

Prevalensi penyakit cacingan berkisar 60% - 90% tergantung lokasi, higine, sanitasi pribadi

dan lingkungan penderita. Tingginya prevalensi ini disebabkan oleh iklim tropis dan

kelembaban udara yang tinggi di Indonesia selain higine dan sanitasi yang rendah sehingga

menjadi lingkungan yang baik untuk perkembangan cacing. Penularan infeksi cacing yang

tergolong STH umumnya terjadi melalui cara tertelan telur infeksius atau larva menembus

kulit seperti cacing tambang. Disebut sebagai STH karena bentuk infektif cacing tersebut

berada di tanah. Infeksi cacing usus merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

penurunan kualitas sumber daya manusia, dalam hal ini, akan menghambat pertumbuhan

fisik, perkembangan, dan kecerdasan bagi anak yang terinfeksi. Berikut ini akan dibahas

lebih lanjut mengenai infeksi cacing usus, gejala klinis yang akan terjadi, beserta

penatalaksanaan yang tepat.

Page 3: Makalah Ti Ascariasis

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan usia 4 tahun dibawa ibunya ke puskesmas karena badannya

semakin kurus dan tidak nafsu makan sejak 2 bulan terakhir , kadang-kadang ada gejala diare.

Sejak 2 minggu yang lalu pasien batuk-batuk dan sesak nafas. Anak juga mengalami demam.

Demam telah dirasakan hilang timbul sejak 2 minggu yang lalu tetapi tetap tinggi selama 3

hari terakhir. Batuknya kering dan berbunyi. Keluarga pasien tinggal di daerah yang padat,

kumuh, dan tidak mempunyai jamban keluarga. Anak sering bermain di halaman tanpa

menggunakan alas kaki dan tidak mencuci tangan sebelum makan.

Pemeriksaan fisik

Kesadaran : kompos mentis, suhu : 39,0 oC , kulit tidak ditemukan petechiae, motorik

niormal, mata dan THT tidak ada kelainan, Jantung tidak ada kelainan. Pada auskultasi paru-

paru didapatkan wheezing. RR 20/menit. Abdomen tampak membuncit, Hepar dan Lien tidak

teraba.

Page 4: Makalah Ti Ascariasis

BAB III

PEMBAHASAN

Untuk menegakkan sebuah diagnosis dan memberikan tata laksana yang tepat pada

pasien maka perlu dilakukan beberapa langkah sebagai berikut.

I. Anamnesis

Status Pasien

Nama : -

Usia : 4 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : -

Keluhan Utama

Pasien datang dengan keluhan utama yang didapat dari ibunya berupa badannya

semakin kurus dan tidak nafsu makan sejak 2 bulan terakhir , kadang-kadang ada gejala diare.

Berdasarkan keluhan yang dialami pasien tersebut, maka hipotesis yang didapat adalah

berupa :

Hipotesis

1 . Ascariasis

Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing ascaris lumbricoides dengan manusia sebagai satu-satunya hospes . Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva . Gangguan karna larva biasanya terjadi pada saat berada di paru yang dapat menimbulkan batuk , demam, eosinofilia . Pada foto thoraks tampak infiltrat yang hilang dalam waktu 3 minggu yang disebut sindrom loeffler . Gangguan yang disebabkan oleh cacing dewasa seperti mual , diare , anoreksia .1

2. Necatoriasis dan Ankilostomiasis

Necatoriasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing necator americanus yang terdapat di indonesia . Gejala nekatoriasis bisaditimbulkan oleh stadium larva maupun dewasa . Gejala yang ditemukan pada stadium larva adalah ground itch yang diakibatkan

Page 5: Makalah Ti Ascariasis

karena masuknya larva filariform dengan menembus kulit. Infeksi A.duodenale menyebabkan gejala mual , muntah , batuk . Gejala yang ditimbulkan oleh stadium dewasa tergantung dari species dan jumlah cacing ,pada infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer dan eosinofilia . 1

3. Tuberkulosis

Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosa . Infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa pada anak-anak berbeda seperti pada orang dewasa karena pada anak-anak , gejala yang ditimbulkan seperti batuk non produktif , dispnea yang ringan merupakan gejala yang lazim . Keluhan sistemik seperti demam, keringan malam , anoreksia kurang sering terjadi . 2

4. Demam Tifoid

Penyakit demam tifoid merupakan suatu penyakit sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi . Gejala yang ditimbulkan penderita nampak lesu, letih, kembung, muntah, batuk, diare . 3

Diperlukan anamnesis lanjutan terhadap keluhan utama pasien demi menentukan

diagnosis yang tepat;

1. Apakah ada anggota keluarga yang menderita TBC ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis TBC)

2. Apakah ada demam lebih dari 2 minggu ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis TBC)

3. Apakah berat badan naik atau turun ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis TBC serta infeksi cacing)

4. Apakah ada rasa lemah , letih , lesu ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis infeksi cacing)

5. Apakah ada luka pada telapak kaki atau tangan ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis infeksi cacing)

6. Demamnya sejak kapan ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis demam tifoid)7. Bagaimana sifatnya ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis demam tifoid)8. Kapan waktu muncul demamnya ? (Anamnesis ini mengacu pada hipotesis demam

tifoid)

II. Pemeriksaan Fisik

1. Tanda vital

a. Suhu :39o C (febris : >37,2)

Page 6: Makalah Ti Ascariasis

b. Denyut nadi : -

c. Tekanan darah : -

d. Pernafasan : 20x/menit (N : 16-20x/pemenit)

e. BB : -

f. TB :-

Interpretasi Hasil : Pada pasien ini mengalami demam yang tinggi (febris),dan

pernafasannya normal

2. Keadaan umum

a. Kesan sakit : tampak sakit, lemas dan kurus

b. Kesadaran : compos mentis

3. Mata : tidak ada kelainan.

4. THT : tidak ada kelainan

5. Leher : tidak ada kelainan

6. Toraks

a. Paru-paru

Inspeksi : -

Palpasi : -

Perkusi :-

Auskultasi : wheezing (+)

Interpretasi : pada auskultasi di temukan suara wheezing. Suara wheezing

adalah jenis rhongki kering yang terdengar lebih nyaring. Rhongki kering

disebabkan terjadinya akibat udara melewati daerah yang sempit karena adanya

spasme bronkus.

7. Jantung : tidak ada kelainan

8. Abdomen : tampak membuncit (ascites)

9. Hepar dan Lien : tidak teraba

10. Ekstremitas : tidak ada kelainan

Page 7: Makalah Ti Ascariasis

III. Pemeriksaan penunjang

Darah Lengkap

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Keterangan

Hemoglobin 10 g/dl 12-14 g/dl Anemia

Leukosit 4500 5000-10.000 Leukopenia

Hematokrit 32% 34% - 39% Menurun

LED 25 mm/jam 0-20 mm/jam Meningkat

Trombosit 250.000 >200.000 Normal

Diff Count 0/15/4/25/40/6 0-1/1-3/2-6/5070/20-

40/2-8

- Eusinofil

meningkat

- Segmen

Menurun

Selain itu tidak di temukan sel muda pada darah tepi. Hal ini menunjukkan hasil

normal, sel muda akan ditemukan bila pasien mengalami leukositosis. Parasit malaria juga

tidak ditemukan pada pemeriksaan darah. Oleh karena itu, hipotesa malaria dapat dihapuskan.

Urinalisa

Pada hasil urinalisa didapatkan hasil protein (-) dan glukosa (-) yang menunjukkan

hasil normal. Dimana pasien ini tidak mengalami gangguan ginjal.

Pada pemeriksaan sedimen

Leukosit : 3-4 / LPB Normal

Eritrosit : 0/LPB Normal

Silinder : Negatif (-) Normal

Bakteri : Negatif (-) Normal

Page 8: Makalah Ti Ascariasis

Uji Feses

Pada pemeriksaan tinja didapatkan telur cacing yang berarti adanya infeksi cacing

pada pasien tersebut. Dilihat pada hasil pemeriksaan mikroskopis, ditemukan gambaran telur

bilayer, yang berisi larva, dan......

Morfologi telur ini merupakan telur

infektif/telur matang Ascaris

lumbricoides.

Pada hasil pemeriksaan tinja juga

didapatkan hasil eritrosit, leukosit, dan

darah samar didapatkan hasil negatif

yang berarti normal serta tidak

terdapatnya perdarahan pada GIT.

Uji Widal

Pada uji widal didapatkan hasil STO (-), STH (-), dan S. Parathpyii A/B/C (-).

Berdasarkan hasil tersebut maka hipotesa Demam Typhoid dapat dihapus.

Pemeriksaan Sputum

a. Pewarnaan gram tidak ditemukan bakteri

b. Pewarnaan tahan asam = BTA (-)

c. Pemeriksaan KOH 10% = Jamur (-)

d. Pewarnaan Wright/Giemsa = Eosinofilia

Dari hasil pemeriksaan sputum di atas, maka hipotesa TBC dapat dihapus serta

keadaan eosinofilia tersebut memperkuat hipotesa mengenai infeksi cacing pada pasien

tersebut.

Page 9: Makalah Ti Ascariasis

Interpretasi Hasil foto rontgen

Pada hasil foto thorax didapatkan

gambaran infiltrat seluruh lapangan paru

kiri dan kanan. Hal ini menunjukkan

terdapatnya sindroma Loeffler sebagai

gambaran khas penderita askariasis.

IV. Diagnosis

Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang,

maka diagnosa pada pasien ini ialah : Ascariasis dengan sindroma Loeffler.

V. Patofisiologi

Awal penyakit, telur yang tertelan melalui mulut akan melewati saluran cerna hingga

mencapai lumen usus halus, kemudian Larvanya menembus dinding usus halus menuju

pembuluh darah atau saluran limfe, dimana disini tubuh akan berespon dengan terjadinya

reaksi imun pertama. Larva ini akan ditangkap oleh APC(makrofag,dendritik sel,sel B) yang

kemudian akan membawanya ke limfanodulus untuk di presentasikan ke sel Th, yang akan

mengaktivasi sel Th memproduksi IL 4 yang bekerja pada sel Th sendiri sehingga sel Th

berdifferensiasi menjadi sel Th2. Kemudian sel Th2 akan mengeluarkan dua sitokin, yaitu:

IL-4 yang akan mengaktivasikan sel B menjadi sel plasma yang siap untuk memproduksikan

antibodi,yaitu IgE , Ige kemudian akan menempel ke sel mast sehingga berdegranulasi

sedangkan IL-5 berguna untuk aktivasi eosinofil. Kemudian Fc reseptor dari IgE yang lain

akan berikatan dengan eosinofil. Antigen-antigen larva akan berikatan pada Fab IgE dan

Page 10: Makalah Ti Ascariasis

menyebabkan cross-linking sehingga eosinofil tersensitisasi dan berdegranulasi

mengeluarkan granulanya yang akan membunuh larvanya.

Namun, larva yang berhasil berevasi dari sistem imun dapat memasuki kapiler darah

menuju jantung dan paru, hingga ke laring. Respon imun yang berperan disini adalah

mukosa berupa sel dendritik dan makrofag yang menangkap larva dan memulai proses imun,

peristiwa respon imun yang terjadi hampir sama dengan saat pertama kali. Respon imun,

dimana pengeluaran histamin dari sel mast, leukotrien dan prostalglandin akan menyebabkan

bronkokonstriksi dari paru, sehingga akan menimbulkan suara wheezing.

Eosinofil yang melawan dan membunuh larva akan memunculkan gambaran klinis berupa

eosinofilia dan gambaran infiltrat yang kita kenal dengan Sindrom Looffler, ia juga akan

memicu rasa gatal yaitu histamin akan memunculkan refleks batuk, yang dapat

mengakibatkan tertelannya larva filariform sehingga dapat memasuki sistem gastrointestinal

melalui esofagus.

Saat di usus, sebagian besar cacing akan menghabiskan stadium akhir hidupnya di

bagian lumen dari usus. Reaksi pertahanan imun yang terjadi juga sama, tetapi pada saat telah

mencapai stadium dewasa, maltosa dari cacing tersebut yang akan di kenali oleh sel mast. Di

dalam usus kecil ini, cacing akan mengabsorbsi nutrisi makanan berupa (karbohidrat dan

protein) sehingga menyebabkan cairan intravaskuler tertarik keluar intertisial yang

menyebabkan acites pada bagian abdomen anak tersebut. Untuk mengeluarkan cacing maka

juga terjadi hiperperistaltik, diharapkan akhirnya cacing keluar dari usus. Ini merupakan efek

dari sel-sel yg bergranulasi, keadaan ini juga menimbulkan gejala klinis berupa diare.

Sel-sel yang bergranulasi adalah sel mast, netrofil, basofil, dan eosinofil. Sel mast

kemungkinan teraktivasi ketika molekul cacing terikat ke Toll-like receptors. Pada saat

aktivasi, sel mast melepaskan subtansi ke permukaan dari patogen. Beberapa subtansi

tersebut seperti histamin dan enzim proteolitik. Contoh lain yaitu prostaglandin dan

leukotriens, yg sebagian besar diproduksi dari metabolisme asam arakhidonat setelah sel mast

teraktivasi. Subtansi-subtansi ini menimbulkan efek seperti:

- Histamin dapat menyebabkan kontraksi dari otot polos di usus dan relaksasi otot polos di

pembuluh darah

- Enzim proteolitik untuk pemecahan C3 dan mengaktivasi jalur komplemen

Page 11: Makalah Ti Ascariasis

- Metabolisme asam arakhidonat (tromboksan, leukotriens, prostaglandin) mempunyai

banyak kegunaan

- Sitokin seperti IL-3 dan IL-8 mengaktivasi eosinofil dan sel-sel sistem imun adaptif.

Keuntungan dari mediator ini adalah sekresi mukus meningkat dan kontraksi otot polos yang

cukup memungkinkan untuk mengeluarkan cacing. Pembuluh darah juga ikut berdilatasi dan

sel leukosit lainnya tertarik ke tempat adanya cacing dengan kemotaksis. Siklusnya mirip

dengan makrofag yang menarik neutrofil ke tempat infeksi bakteri.

Salah satu sel yang ikut ke tempat adanya cacing adalah eosinofil. Sumsum tulang

memproduksi eosionofil yang akan meningkat oleh IL-3 dan IL-5. Leukotrien merupakan

kemotraktan untuk eosinofil dan menarik mereka ke tempat cacing.

Eosinofil melepaskan subtansi yang mirip dengan sel mast kecuali histamin. Lalu eosinofil

juga melepaskan 3 subtansi berbahaya:

- Peroksidase yang akan menghasilkan asam hipoklorus

- Protein dasar untuk menyerang lapisan terluar parasit

- Protein kationik yang juga akan merusak lapisan terluar cacing dan melumpuhkan sistem

saraf cacing

Dari kejadian dan keterangan di atas maka memungkinkan pasien tersebut untuk merasakan

batuk dan demam berulang hingga mencapai fase kronis.

VI. Penatalaksanaan

Medikamentosa

Obat-obat yang dapat digunakan untuk membasmi cacing adalah :

-Albendazol

Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis tunggal 400 mg.

-Mebendazol

Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 100 mg, 2 kali sehari selama 3 hari.

Page 12: Makalah Ti Ascariasis

-Pirantel Pamoat

Obat ini cukup efektif bila diberikan dengan dosis 10 mg/kg berat badan, maksimum 1 g.

Efek samping obat ini adalah rasa mual, mencret, pusing, ruam kulit dan demam.

Non-Medikamentosa

Penatalaksanaan non-medikamentosa dapat dilakukan dengan memberikan edukasi, berupa :

1. Menjaga kebersihan lingkungan sekitar rumah

2. Membiasakan diri mencuci tangan dan memakai alas kaki

3. Membuat fasilitas MCK yang memadai

4. Memasak makanan dengan matang

VII. Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan-pun,

penyakit ini dapat sembuh sendiri namun dalam jangka waktu yang lama yaitu 1,5 tahun.

Namun, dengan pengobatan angka kesembuhan 70-90%. Maka jika pasien ini mendapat

penatalaksanaan yang baik dan tepat maka prognosisnya baik ad vitam, ad sanationam,

maupun ad fungsionam adalah Ad Bonam.

Page 13: Makalah Ti Ascariasis

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

Nematoda

Nematoda mempunyai jumlah spesies terbanyak diantara cacing-cacing yang hidup

sebagai parasit. Cacing tersebut berbeda-beda dalam habitat, daur hidup, dan hubungan

hospes-parasit. Nemmatoda terbagi menjadi nematoda usus dan nematoda jaringan . Manusia

merupakan hospes beberapa nematoda usus. Sebagian besar nematoda tersebut menyebabkan

masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Diantara nematoda usus, terdapat sejumlah

spesies yang ditularkan melalui tanah disebut soil transmitted helminths. Cacing yang

terpenting bagi manusia adalah Ascaris lumbricoides, Necator americanus, Ancylostoma

duodenale, Trichuris trichiura, Strongiloides stercoralis, dan beberapa spesies

Trichostrongylus. Nematoda usus lainnya bagi manusia adalah Oxyuris vermicularis dan

Trichinella spiralis yang merupakan non soil transmitted helminths.

Ascaris Lumbricoides

Prevalensi Ascaris lumbricoides masih cukup tinggi di Indonesia sekitar 60-90 %.

Kurangnya pemakaian jamban keluarga menimbulkan pencemaran tanah dengan tinja

disekitar halaman rumah, dibawah pohon, ditempat mencuci, dan dibawah tempat

pembuangan sampah. Dinegara-

negara tertentu terdapat kebiasaan

memakai tinja sebagai pupuk.

Tanah liat, kelembapan tinggi dan

suhu 25-30oC merupakan kondisi

yang sangat baik untuk

berkembangnya telur ascaris

lumbrocoides menjadi bentuk

infektif. Penyakit yang

disebabkannya disebut Ascariasis.

Morfologi dan Daur Hidup

Page 14: Makalah Ti Ascariasis

Cacing jantan berukuran lebih kecil dari cacing betina. Stadium dewasa hidup di rongga

usus kecil. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 – 200.000 butir sehari.

Terdiri atas telur yang dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang dibuahi berkembang menjadi

bentuk invektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bila telur ini tertelan manusia, maka

menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus ke pembuluh darah atau

saluran limfe lalu dialirkan ke jantung kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di

paru menembus dinding pembuluh darah lalu dinding alveolus masuk rongga alveolus

kemudian naik ke trakhea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakhea larva menuju faring

sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan tersebut

dan larva akan tertelan ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus. Di usus halus larva

berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur

dibutuhkan waktu kurang lebih 2-3 bulan.

Patologi dan Gejala Klinis

Gejala yang timbul pada penderita dapat disebabkan oleh cacing dewasa dan larva.

Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat berada di paru. Pada orang yang rentan

akan terjadi perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru yang

disertai batuk, demam, dan eosinofilia. Pada foto torax tampak infiltrat yang menghilang

dalam waktu 3 minggu (sindrom Loofler). Gangguan yang disebabkan cacing dewasa

biasanya ringan, kadang penderita mengalami gangguan seperti mual, nafsu makan

berkurang, diare, dan konstipasi. Pada infeksi berat terutama pada anak dapat terjadi

malabsorbsi sehingga terjadi memperberat keadaan malnutrisi dan penurunan status kognitif.

Efek yang serius ialah ketika cacing menggumpal dalam usus dan menimbulkan obstruksi.

Pada keadaan tertentu cacing dewasa dapat mengembara ke saluran empedu, appendix atau

ke bronkus yang menimbulkan keadaan gawat darurat dan terkadang perlu tindakan operatif.

Diagnosis

Cara menegakkan diagnosis penyakit ini adalah pemeriksaan tinja secara langsung.

Adanya telur dalam tinja memastikan diagnosis ascariasis. Selain itu diagnosis dapat dibuat

apabila cacing dewasa keluar sendiri baik melalui mulut atau hidung karena muntah maupun

melalui tinja.

Page 15: Makalah Ti Ascariasis

Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan secara perorangan atau secara masal. Untuk perorangan

dapat digunakan bermacam-macam obat misalnya piperasin, pirantel pamoat 10 mg/kg berat

badan, dosis tunggal mebendazol 500 mg atau albendazol 400 mg.

Oksantel-pirantel pamoat adalah obat yang dapat digunakan untuk infeksi campuran

A.lumbricoides dan T.trichiura. Untuk pengobatan masal perlu beberapa syarat, yaitu :

Obat mudah diterima masyarakat

Aturan pemakaian sederhana

Mempunyai efek samping yang minim

Bersifat polivalen, sehingga berkhasiat terhadap beberapa jenis cacing

Harganya murah

Pengobatan masal dilakukan oleh pemerintah pada anak sekolah dasar dengan

pemberian albendazol 400 mg 2 kali setahun.

Prognosis

Pada umumnya askariasis mempunyai prognosis baik. Tanpa pengobatan, penyakit

dapat sembuh sendiri dalam waktu 1,5 tahun. Dengan pengobatan, angka kesembuhan 70-

99%.

Page 16: Makalah Ti Ascariasis

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,dan hasil laboratorium, kelompok kami

menyimpulkan bahwa pasien ini mengalami infeksi cacing Ascaris lumbricoides dengan

Sindroma Loeffler. Hal ini dikarenakan kebiasaan pasien yang tidak mencuci tangan sebelum

makan serta tidak memakai alas kaki. Sehingga dapat dengan mudah terkena Askariasis.

Penatalaksanaan pada pasien ini dapat berupa medikamentosa dengan pemberian obat cacing,

serta non medikamentosa dengan memberikan edukasi. Prognosis umumnya baik.

Page 17: Makalah Ti Ascariasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Supali T , Margono S . Nematoda usus . Sutanto I , Ismid I , Sjarifuddin P ,

Sungkar S . Parasitologi kedokteran . edisi keempat . jakarta : Universitas

Indonesia ; 2009 . p . 6 ; 13 .

2. Starke J . Tuberkulosis . Wahab S . ilmu kesehatan anak . edisi 15 volume 2 .

jakarta : EGC ; 2000 . p 1030 .

3. Nasronudin . demam tifoid . Hadi U , Vitanata , Suharto , Bramantono .

penyakit infeksi di indonesia . jakarta : Universitas airlangga ; 2007 . p 138.

4. Sutanto Inge. Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2008.

5. Priyana Adi. Patologi Klinik untuk Kurikulum Pendidikan Dokter berbasis

Kompetensi. Jakarta: Universitas Trisakti; 2010.

6. Sudoyo Aru W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta:

Interna Publishing; 2009.

7. Sumarmo, Garna H, Hadinegoro S. Infeksi dan Penyakit Tropis Buku Ajar

Ilmu Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: FKUI ; 2002.

8. Rampengan TH, Laurentz IR. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta:

EGC; 1993.

9. Baratawijaya KG. Imunologi Dasar Edisi IX. Jakarta: FKUI; 2010.