laporan kasus rgb fiks

232
LAPORAN KASUS RGB SEORANG LAKI-LAKI 26 TAHUN DENGAN FRAKTUR BASIS CRANII FOSSA ANTERIOR, EDEMA CEREBRI, CONTUSIONAL HEMORAGIK REGIO OCCIPITAL, FRAKTUR MAXILLA LE FORT II, FRAKTUR MANDIBULA, FRAKTUR ULNA SINISTRA, FRAKTUR FEMUR SINISTRA, DAN PNEUMOTHORAKS DEXTRA Oleh: Dokter Muda Stase Bedah Periode : 29 Desember 2014 – 22 Februari 2015 Pembimbing: dr. Darmawan Ismail, Sp.BTKV KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI

Upload: iinms

Post on 18-Nov-2015

321 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

jdhjsh

TRANSCRIPT

LAPORAN KASUS RGB

SEORANG LAKI-LAKI 26 TAHUN DENGAN FRAKTUR BASIS CRANII FOSSA ANTERIOR, EDEMA CEREBRI, CONTUSIONAL HEMORAGIK REGIO OCCIPITAL, FRAKTUR MAXILLA LE FORT II, FRAKTUR MANDIBULA, FRAKTUR ULNA SINISTRA, FRAKTUR FEMUR SINISTRA, DAN PNEUMOTHORAKS DEXTRA

Oleh:Dokter Muda Stase BedahPeriode : 29 Desember 2014 22 Februari 2015

Pembimbing:dr. Darmawan Ismail, Sp.BTKV

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU BEDAHFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2015

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PENDERITANama : Tn. THUmur : 26 tahunJenis Kelamin : Laki LakiPekerjaan: SwastaAgama : Islam Alamat : Laweyan, SurakartaTanggal masuk : 25 Januari 2015Tanggal pemeriksaan: 3 Februari 2015No. RM : 01287815

II. ANAMNESISA. Keluhan UtamaNyeri paha kiriB. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang dengan keluhan nyeri pada paha bagian kiri. Kira-kira 17 jam SMRS pasien mengalami kecelakaan tunggal di mana pasien terjatuh dari motor yang dikendarainya sewaktu melewati jalan berlubang pada saat hujan. Pasien menggunakan helm standar dan posisi jatuh pasien tidak diketahui.Nyeri pada paha bagian kiri terasa senut-senut, dirasakan terus menerus, sangat nyeri bila digerakkan. Pasien tidak dapat menggunakan kedua kakinya untuk berjalan. Pasien juga merasa nyeri yang dirasakan terus menerus dan terasa senut-senut pada rahang bawah kanan dimana pasien merasa sulit untuk membuka mulut. Pasien sempat tidak sadarkan diri kemudian dibawa ke klinik terdekat. Di klinik dilakukan penjahitan pada luka di dahi kiri. Riwayat muntah dan kejang setelah kecelakaan (-). Pasien telah sadar kembali dan dibawa ke RSDM untuk penanganan lebih lanjut.C. Riwayat Penyakit DahuluRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat DM: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat alergi: disangkalRiwayat penyakit jantung/ginjal/liver: disangkalRiwayat mondok: disangkal Riwayat Trauma sebelumnya: disangkalD. Riwayat Penyakit Keluarga dan LingkunganRiwayat hipertensi: disangkalRiwayat DM: disangkalRiwayat asma: disangkalRiwayat alergi: disangkalRiwayat penyakit jantung/ginjal/liver: disangkalE. Riwayat Sosial EkonomiPasien merupakan seorang pegawai swasta dan berobat menggunakan BPJS. F. Riwayat Kebiasaan Minum-minuman beralkohol: (+) 5 tahun Merokok: (+) 7 tahun, 1 bungkus perhari III. PRIMARY SURVEYA: BebasB: RR 20x/menit Inspeksi: Jejas (+) pada infraclavicula. Pengembangan dada kanan=kiriPalpasi : Fremitus raba kanan = kiri. Krepitasi (-/-)Perkusi : Sonor/sonorAuskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ , suara tambahan -/-C : Nadi : 70x/menit, Tekanan darah 110/70 mmHgD: GCS E4V5M6, pupil isokhor (3mm/3mm), VAS 7/10E: Suhu: 36.5oCSECONDARY SURVEYKepala:Lihat status lokalisMata: konjungtiva pucat (-/-), sclera ikterik (-/-), pupil isokor (3mm/3mm), oedem palpebra (-/-), refleks cahaya (+/+), diplopia (-/-), hematom periorbital (+/+)Hidung: deviasi septum (-), darah kering (+)Telinga: tragus pain (-/-) sekret (-/-), darah (-/-)Mulut: lihat status lokalis Leher: pembesaran kelenjar getah bening (-), battle sign (-)Thorax: bentuk normochest, ketertinggalan gerak (-), retraksi (-), nyeri tekan (+), jejas (+) pada infraclavicula dextra, flailchest (-)Jantung: Inspeksi: ictus cordis tidak tampakPalpasi: ictus cordis tidak kuat angkatPerkusi: batas jantung kesan tidak melebarAuskultasi: bunyi jantung I-II intensitas normal, regular, bising (-) Pulmo: Inspeksi: Pengembangan dada ka=kiPalpasi: Fremitus raba kanan=kiri. Krepitasi (-)Perkusi: sonor/sonorAuskultasi: SDV (+/+), ST Ronki (-/-) Abdomen: Inspeksi: distensi (-)Auskultasi: Bising usus (+) Perkusi: timpaniPalpasi: Nyeri tekan (-) Ekstremitas: Superior Dx: akral dingin (-), edema (-), nyeri (-), deformitas (-), krepitasi (-)Superior Sn: akral dingin (+), edema (+), nyeri (+), deformitas (-),parese (-)Inferior Dx: akral dingin (-), edema (-), nyeri (-), deformitas (-), krepitasi (-)Inferior Sn: akral dingin (+), edema (+), nyeri (+), deformitas (+), parese (-)

III. STATUS LOKALIS-Regio frontalis Inspeksi : Vulnus apparatum terjahit dengan benang silk 3.0 sebanyak 5 simpul pada region supraorbita (S)-Regio midfasialisInspeksi : edema (+/+)Palpasi : Hiperestesi infra orbita (-/-)-Regio intraoralInspeksi : maloklusi gigi 2.2 2.3 crossbite

-Regio Antebrachii sinistraLook : edema (+), deformitas (-) Feel : NT (+), NVD (-), CRT < 2 detikMove : ROM wrist terbatas karena nyeri -Regio Femur sinistraLook : edema (+) deformitas(+) eksorotasiFeel : NVD (-), CRT < 2 detikMove: ROM hip sinistra tidak diperiksa, terbatas karena nyeriApparent leg length: Dextra (89cm), Sinistra (87cm)True leg length: Dextra (81cm), Sinistra (79cm)Anatomical leg length: Dextra (41cm), sinistra (39cm)

IV. ASSESMENT IFractur Basis Cranii AnteriorCOR GCS E4V5M6CF Femur sinistraSuspect CF Os Ulna sinistra Fractur mandibulaVulnus apparatum terjahit region frontalis

V. PLANNING I1. IVFD NaCl 1500cc/24 jam2. O2 3 lpm3. Injeksi analgetik (metamizol 1 g/8 jam)4. Injeksi ranitidin 50 mg/12 jam5. Injeksi Ceftriaxon 1gr/12 jam6. Cek DR3, ureum, creatinin, albumin, elektrolit7. Rontgen Thoraks8. Rontgen Femur Sinistra9. Rontgen Kepala AP10.Rontgen Manus kiri11. Foto Waters12.CT scan kepala tanpa kontras13.Konsul Bedah Orthopedi14.Konsul Bedah Saraf15.Konsul Bedah Plastik16.Konsul Bedah BTKV

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANGA. Hasil Laboratorium (RSDM, 26 Januari 2015)PemeriksaanHasilSatuanRujukan

Hemoglobin11.3g/dL13,5 17,5

Hematokrit34%33 45

Leukosit16.9Ribu/l4,5 11,0

Trombosit227Ribu/l150 450

Eritrosit3.98Juta/l4,50 5,90

Golongan Daarah B

Creatinin1.1mg/dl 0.9-1.3

Ureum57mg/dl< 50

Kalium4.5Mmol/L3.3-5.1

Natrium133Mmol/L136-145

Klorida102Mmol/L98-105

HBsAgNon reactiveNon reactive

B. Foto Thorax PA (RSDM, 26 Januari 2015)

Cor: besar dan bentuk normal Pulmo: Tampak kolaps paru kanan kiri atas, pleural line (+) Sinus costophrenicus kanan kiri tajam Hemidiaphragma kanan kiri normal Trakea di tengah Tampak area luscent tanpa corakan paru di hemithoraks atas kanan kiri Tampak garis fracture costae 1 anterior kanan kiriKesimpulan : Pneumothoraks, Fracture costae 1 anterior kanan kiri

Foto Kepala AP dan Lateral (RSDM, 26 Januari 2015)

Tampak garis fracture os dinding anterior os maxilla kanan kiri Trabekulasi tulang diluar lesi normal Bentuk dan ukuran sella tursica dalam batas normal Tak tampak tanda-tanda peningkatan intracranial Calvaria intak Tak tampak erosi/destruksi tulang Tak tampak soft tissue mass/swelling Tampak deviasi septum nasi ke kiri Tampak hipertrofi conchae superior inferior kanan kiri Kesimpulan : Fracture os dinding anterior os maxilla kanan kiri, Deviasi septum nasi ke kiri Hipertofi conchae superior inferior kanan kiri

Foto Pelvis (RSDM, 26 Januari 2015)

Tampak fissure ramus inferior os pubis kanan Trabekulasi tulang diluar lesi normal Sacroilliac dan hip joint kanan kiri normal Shentons line kanan kiri simetris Tak tampak erosi/destruksi tulang Tak tampak soft tissue mass/swellingKesan : Fissure ramus inferior os pubis kanan

Foto Waters (RSDM, 26 Januari 2015) Tampak garis fracture dinding anterior os maxilla kanan kiri Sinus frontalis kanan kiri normal Tampak perselubungan sinus maxillaries kanan kiri Tampak penebalan mukosa cavum nasi dan hipertrofi conchae nasalis inferior kanan kiri Septum nasi deviasi ke kiriKesimpulan fracture dinding anterior os maxilla kanan kiri Hematosinus maxillaries bilateral Penebalan mukosa cavum nasi dan hipertrofi conchae nasalis bilateral Deviasi septum nasi ke kiriFoto Antebrachii kiri AP/Lateral (RSDM, 26 Januari 2015) Tampak garis fracture 1/3 distal os ulna kiri Trabekulasi tulang diluar lesi normal Celah dan permukaan sendi dalam batas normal Tak tampak kalsifikasi abnormal Tak tampak erosi/destruksi tulang Tak tampak soft tissue mass/swelling Pergeseran sendi (-)Kesimpulan Fracture 1/3 distal os ulna kiri

Foto manus kiri AP/Oblique (RSDM, 26 Januari 2015)

Tampak garis fracture 1/3 distal os ulna kiri Trabekulasi tulang diluar lesi normal Celah dan permukaan sendi dalam batas normal Tak tampak kalsifikasi abnormal Tak tampak erosi/destruksi tulang Tak tampak soft tissue mass/swelling Pergeseran sendi (-)Kesimpulan Fracture 1/3 distal os ulna kiri

Foto femur kiri AP/Lateral (RSDM, 26 Januari 2015)

Tampak fracture cominutive 1/3 distal os femur kiri dan garis fracture os patella kiri Trabekulasi tulang di luar lesi normal Celah dan permulaan sendi dalam batas normal Tak tampak kalsifikasi abnormal Tak tampak erosi/destruksi tulang Tak tampak soft tissue mass/swelling Pergeseran sendi (-)Kesimpulan Fracture cominutive 1/3 distal os femur kiri dan garis fracture os patella kiri

CT Scan Kepala tanpa kontras (RSDM, 26 Januari 2015)

Tak tampak lesi hipo/iso/hiperdense di brain parenchyma Midline shifting(-) Sulci dan gyri tak tampak kelainan Pons, cerebellum dan cerebellopontine angle tak tampak kelainan Tak tampak kalsifikasi abnormal Tampak perselubungan di sinus maxillaries kanan kiri Orbita, sinus paranasalis diluar lesi dan mastoid kanan kiri tak tampak kelainan Craniocerebral space tak tampak melebar Calvaria intak Tampak garis fracture di dinding anterior os maxilaris kanan Tampak deviasi septum nasi ke kiriKesan : Tak tampak gambaran SOL/infark maupun perdarahan intracerebral Hematosinus maxillaries bilateral Fracture di dinding anterior os maxillaries kanan Deviasi septum nasi ke kiri

VII. BEDAH ORTOPEDIASSESMENT BEDAH ORTHOPEDI CF Ulna Sinistra 1/3 distal isolated CF intercondiler femur sinistra cominutiv CF patella sinistra pole superior tranverse PLAN ORTHOPEDI Imobilisasi ulna dengan spalk Imobilisasi femur dengan skin traksi beban 5kg Pro ORIF elektif

VIII. BEDAH SARAFASSESMENT BEDAH SARAF Edema cerebri Fractur Basis cranii anterior Contusional hemmoragik region occipital dextra Vulnus apparatum region frontalis+fraktur linier region frontale PLAN BEDAH SARAF Konservatif terapi Observasi KU/VS/GCS

IX. BTKVASSESMENT BTKV Pneumothorax Dextra CF costae I,III,IV PLAN BTKV Chest tube thoracostomy

X. BEDAH PLASTIKASSESMENT BEDAH PLASTIK Fracture Maxilla Le Fort II Fracture Parasimpisis Mandibula (D) Vulnus Appertum region Supraorbita (S) PLAN BEDAH PLASTIK Diet cair ORIF elektif join dengan TS bedah orthopedi bila TS bedah saraf acc

XI. LAPORAN OPERASI

1. Tanggal dilakukan operasi: 26/1/2015Leader Tim Operasi: dr.Soebandrijo, Sp. B, Sp. BTKV Asisten Operator: dr Ali, dr.HarisDiagnosa Pre operatif: Pneumothorax (D) DIagnosa Post operatif: Pneumothorax (D)Nama tindakan: Chest Tube ThoracotomyLaporan Operasi: 1. Pasien diposisikan setengah duduk, kemudian melakukan toilet medan operasi. Tutup dengan duk steril berlubang lalu anestesi lokal dengan lidocain2. Lakukan insisi pada SIC VI, sampai tandas tulang costa VII3. Masukkan chest tube toracostomy sampai dengan menembus pleura parietalis dengan arah ke cranial, keluar inisial buble (+) indulasi (+)4. Fiksasi chesttube dengan benang monofilament non absorbable no I, kemudian hubungkan chesttube dengan botol WSD5. Tutup luka operasi6. Operasi selesai

2. Tanggal dilakukan operasi: 29/1/2015Leader Tim Operasi: dr.Dewi H, SpBP-REAsisten Operator: dr.Farizal, dr.MuziranDiagnosa Pre operatif: Fracture Le Fort II dan Parasimpisis (D) Mandibula Vulnus Appertum region Supraorbita (S) Diagnosa Post operatif: Fracture Le Fort II dan Parasimpisis (D) MandibulaVulnus Appertum region Supraorbita (S) Nama Tindakan: ORIF Arch Barr (MMF) Laporan Operasi: 1. Pasien diposisikan supine dalam general anestesi2. Toilet medan operasi, ditutup dengan duksteril3. Insisi intraoral, perdalam sampai tandas tulang4. Didapatkan fraktur parasimpisis (D) mandibular5. Dilakukan reduksi dan fiksasi dengan mandibular plate 3 dan 4 hole6. Jahit luka operasi7. Cek oklusi, didapatkan cross bite8. Pasang archbarr atas bawah, oklusikan dan pasang rubber (MMF)9. Cek apakah oklusi tercapai10. Buka jahitan luka pada supraorbital (s)11. Didapatkan luka ukuran 4x1x1/2 dan 3x1x1/2, melawan garis layer. Dilakukan eksisi tepi luka12. Jahit luka13. Operasi selesai

3. Tanggal dilakukan operasi: 29/1/15Leader Tim Operasi: dr.Bintang S, Sp OT (K)Asisten Operator: dr.Bramono, dr.Bagus, dr.Warji, dr.ArisDiagnosa Pre Operatif: CF Intercondyler femur (S) communitif, CF ulna distal (S)Diagnosa Post Operatif: CF Intercondyler femur (S) communitif, CF ulna distal(S)Nama Tindakan: ORIF Femur (s) Bone GraftLaporan operasi:1. Pasien supine dalam general anestesi, toilet medan operasi, tutup dengan duk steril berlubang2. Insisi posterior approach, perdalam hingga fracture site3. Tampak fraktur ulna(s) 1/3 distal oblique4. Reduksi dan fiksasi fragmen fraktur dengan K-wire cross no 1,65. Cek stabilitas. 6. Stabil dan cuci luka operasi7. Jahit luka operasi8. Melanjutkan operasi os femur (s)9. Insisi lateral approach, perdalam hingga fraktur site10. Tampak fraktur intercondyler femur (s) komunitif, tampak ACL, PCL11. Reduksi dan fiksasi fragmen fraktur dengan condylarbultresplate 9 hole, cancelous screw diameter 4.5 6 buah, cortical screw diameter 4.5 7 buah, lag screw 4.5 1 buah12. Cek stabilitas: anterior drawer test unstable, posterior drawer test stable, varus valgus test stable13. Cuci luka operasi14. Pasang bone graft 15. Pasang drain16. Jahit luka operasi17. Operasi selesai18. Pasang Robert jones bandage

XII. FOLLOW UP 26 januari 2015Bedah SarafBedah JagaOrthopedi

S : Nyeri kepala (+), muntah (-), kejang (-), pingsan (-)O: KU sedang, CM, GCS E4V5M6Brill hematome (+/+), telecanthus (+) , reflek cahaya (+), pupil bulat isokor 3mm/3mm, Lateralisasi (-/-)Extremitas: motorik: Sup-inf kiri sdn

S : Luka lecet dan lebam di wajah O: KU Sedang , CM

S: -O: KU sedang, GCS E4V5M6TD 120/75 mm HgNadi : 104 x / menitRR 25 x/menitR. Antebrachii (S) : L : terpasang spalk, edema (+) minimal F : NT (+), NVD (-)M : ROM wrist terbatas karena nyeri Regio cruris femur (S) :L : terpasang skin traksi , edema (+) minimal F : nyeri tekan (+), NVD (-)M : ROM ankle terbatas

A: oedema cerebri FBC anteriorContusional hemoraghik regio occipital (D)Fr. Linier os frontalFr. Maxilla Lefort IIFr. Mandibula segmental CF ulna (s) 1/3 distal CF Intercondiler femur (S) cominutif CF Patella (S) pole sub transverse

A : post chest tube thorakotomi a. i. PneumothoraksFraktur lefort II Multiple fraktur

A: CF ulna (s) 1/3 distal isolatedCF Intercondiler femur (S) cominutif CF Patella (S) pole sub transverseFr. Maxilla Lefort IIFr. Mandibula segmental Post chest thoracostomy a.i pneumothoraksoedema cerebri FBC anteriorContusional hemoraghik regio occipital (D)Vulnus terjahit regio frontal

P : Inf NaCl 0,9 % 1500 cc/ 24 jamInj Ranitidine 50 mg / 12 jamInj metamizole 1 gr/ 8 jamInj piracetam 3 gr/ 8 jamAwasi KU, VS, GCS dan lateralisasi Terapi lain sesuai ortopedi dan bedah plastik

P : Inf NaCl 0,9 % 1500 cc/ 24 jamInj Cefazolim 1gr/ 12 jam Inj Ranitidine 50 mg / 12 jamInj ketorolac 1 amp/ 8 jam Advice dr. Dewi Sp. BP-REMRSDiet cairan Oral higieneORIF elektif Advice dr Titto SP. OTORIF elektifAdvice dr. Subandriyo Sp. BTKVChest tube thoracostomy

P : pertahankan imobilisasi ulna dengan spalk, dan femur skin traksi dengan beban 5 kgPro ORIF elektifInf NaCl 0,9 % 20 tpm Inj Cefazolim 1 gr/12 jamInj Ranitidin 50 mg / 12 jamInj ketorolac 30 mg / 8 jam Terapi lain sesuai bedah saraf, plastik, BTKV

Tanggal 27 januari 2015Bedah sarafS : Nyeri kepala (-), muntah (-), kejang (-), pingsan (-)O: KU sedang, CM, GCS E4V5M6Brill hematome (+/+), telecanthus (+) , reflek cahaya (+), pupil bulat isokor 3mm/3mm, Lateralisasi (-/-)Extremitas motorik S Sdn, Sensoris N N S Sdn N NR. Cruris Femur (S) : terpasang skin traksiR. Thorak : terpasang chest tube torakostomiA: FBC anteriorContusional hemoraghik regio occipital (D)Oedema cerebriP : Inf NaCl 0,9 % 1500 cc/ 24 jamInj Ranitidine 50 mg / 12 jamInj metamizole 1 gr/ 8 jamInj piracetam 3 gr/ 8 jamTerapi lain sesuai ortopedi dan bedah plastik

27 Januari 2015BTKV S : sesak (-)O: sakit sedang, GCS E4V5M6TD : 117/64 mmHgN : 64 x/menitRR : 18x/menitSpO2 : 97%Regio thoraks : Inspeksi : pengembangan dada kiri = kanan, WSD undulasi (+), buble (-)Palpasi : fremitus kanan CF costa III, IVFCS anteriorContusio hemoragik occipital dP: Rencana op hari iniInf Nacl 0,9% 2otpmInj Ceftriaxon 1g/12jINJ Ranitidin 50mg/12jInj Metamizol 1g/8j Pro ORIF Intercondyler femur s, ulna (s), patella (s)

30 Januari 2015Bedah plastikS: (-)O: GCS E4m5V6Terpasang arch bar, rubber (+) , oklusi (+)Oral hygiene baikAss : POSt orif + MMF Fr Parasimpisis d Mandibula + FR Lefart IIP: - oral hygiene dgn betadine kumur Diet cair 6x 200 cc

30 Januari 2015OrthoS: kaki kiri nyeriO: KU sedang Composmentis R. antebrachii S -L: terpasang split edema (+) ..... -F : nyeri tekan (+) , NVD (-) - M : Rom menurun, teraba nyeriR. cruris femur (s)L: terpasang skin traksi edema (+) beban 5kgF: Nyeri tekan (+) NVD (-)M : ROM fullProduk drain 100ml/24jAss: post orif CF isolated ulna (s) 1/3 distalPost orif CF intercondylus femur s komunitifCF patella s pole superior tansversePost orif Fr maxilla Lefat IIPost orif Fr mandibula Post chest tube thoracotomy ec PneumothoraxCF costa I -> CF costa III, IVFCS anteriorContusio hemoragik occipital dP: perawatan post opPertahankann drainInf Nacl 0,9% 2otpmInj Ceftriaxon 1g/12jINJ Ranitidin 50mg/12jInj Metamizol 1g/8j Post tranfusi PRC 2 kolf -> cek hbAcc pindah bangsal

30 Januari 2015B. SyarafS : kel O: ku baik , Compos mentis, GCS E4m5V6Mata R (+/+) pupil bulat isokor 3mm/3mm lateralisasi (-)A: Fraktur Basis Cranii Fossa anteriorOedema CerebriContusional Hemoragik R. OccipitalP: Inj Ranitidine 50mg/12 j Inj Metamizole 1g/8jInj piracetam 3g/8j

30 Januari 2015BTKV S: sesal (-)O : KU sedang E4m5v6TD 117/84 rr: 20 x/mN: 64 sPo2 100%I : PD kanan = kiriP : Fremitus taktil kanan = kiriP: sonor = sonorA: SDV +/+WSD produksi (+), bubble (+) undulasi (+)A; post WSD ec Pneumothorax d ec CF costa I,II,III lat simple (D) Post orif + MMP Fr Lefaart II FBC fossa anterior , contusional hemoragik R. OccipitalP: ACC pindah bangsal

31 Januari 2015Bedah plastikS: keluhan -O: GCS E4m5V6Terpasang arch bar, rubber (+) , oklusi (+)Oral hygiene baikAss : POSt orif + MMF Fr Parasimpisis d Mandibula + FR Lefart IIP: - oral hygiene dgn betadine kumur Diet cair 6x 200 cc

31 Januari 2015B. SyarafS : kel O: ku baik , Compos mentis, GCS E4m5V6Mata R (+/+) pupil bulat isokor 3mm/3mm lateralisasi (-)A: Fraktur Basis Cranii Fossa anteriorOedema CerebriContusional Hemoragik R. OccipitalP: Inj Ranitidine 50mg/12 j Inj Metamizole 1g/8jInj piracetam 3g/8j

31 Januari 2015Bedah jagaS: nyeri rahang (+) VAS 3-4O: Ku sedang , Composmentis Mulut archbarr (+)A: Nyeri post opP: Inj ketoroloac 30mg/24j

31 Januari 2015OrthopediS: nyeri luka operasi (+)O: KU sedang Composmentis VS: TD 120/70 mmhg Suhu : 36,5 C N: 86 x/m Rr: 18 x/m R. antebrachii S, L: terpasang elastic band,luka post op (+),pus (+) F : NVD (-)M : Rom wrist (+) terbatas nyeri Rom elbow (+) fullR. cruris + femur (s)L: terpasang poliband + elastic band berlipat, luka post op (+), wound dehisiensi (-) drain (s) produksi 20cc/24jF: NVD (-)M : ROM knee terbatas nyeri ROM ankle + fullAss: post orif ai CF isolated ulna (s) 1/3 distal Post orif ai CF intercondylus femur s komunitifCF patella s pole superior tansversePost orif Fr maxilla Lefat IIPost orif Fr mandibula Post chest tube thoracotomy ec PneumothoraxCF costa I -> CF costa III, IVFCS anteriorContusio hemoragik occipital dP: perawatan post opPertahankann drainInf RL 2otpmInj Ceftriaxon 1g/12jInj Ketorolac 20mg/8jINJ Ranitidin 50mg/12jInj Metamizol 1g/8jPassive exercise

2 Februari 2015Bedah plastikS: keluhan -O: GCS E4m5V6Terpasang arch bar, rubber (+) , oklusi (+)Oral hygiene baikAss : POSt orif + MMF Fr Parasimpisis d Mandibula + FR Lefart IIP: - oral hygiene dgn betadine kumur Diet cair 6x 200 cc

2 Februari 2015OrthopediS: nyeri (-) demam (-)O: KU sedang Composmentis VS: TD 120/70 mmhg Suhu : 36,5 C N: 86 x/m Rr: 18 x/m R. antebrachii S, L: terpasang elastic band,luka post op (+),pus (+)F : NVD (-)M : Rom wrist (+) full Rom elbow (+) fullR. cruris + femur (s)L: terpasang poliband + elastic band berlipat, luka post op (+), wound dehisiensi (-) drain (s) produksi 20cc/24jF: NVD (-)M : ROM knee terbatas nyeriROM Hip fullROM ankle + fullAss: post orif ai CF isolated ulna (s) 1/3 distal Post orif ai CF intercondylus femur s komunitifPost orif CF patella s pole superior tansversePost orif Fr maxilla Lefat IIPost orif Fr mandibula Post chest tube thoracotomy ec PneumothoraxCF costa I -> CF costa III, IVFCS anteriorContusio hemoragik occipital dP: perawatan post opaff drainInf RL 2otpmInj Ceftriaxon 1g/12jInj Ketorolac 20mg/8jINJ Ranitidin 50mg/12jInj Metamizol 1g/8jactive rom exercise

2 Februari 2015BTKV S: sesal (-)O : KU sedang E4m5v6TD 117/84 rr: 20 x/mN: 64 sPo2 100% I : PD kanan = kiriP : Fremitus taktil kanan = kiriP: sonor = sonorA: SDV +/+WSD produksi (+), bubble (+) undulasi (+)A; post WSD ec Pneumothorax d ec CF costa I,II,III lat simple (D)P: Awasi patensi WSD

2 Februari 2015B. SyarafS : kel O: ku baik , Compos mentis, GCS E4m5V6Mata R (+/+) pupil bulat isokor 3mm/3mm lateralisasi (-)A: Fraktur Basis Cranii Fossa anteriorOedema CerebriContusional Hemoragik R. OccipitalP: Awasi penurunan GCSIUFD NACL 0,9% 20tpmInj Ranitidine 50mg/12 j Inj Metamizole 1g/8jInj piracetam 3g/8j

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. FRAKTUR

Fraktur merupakan istilah dari hilangnya kontinuitas tulang, baik yang bersifat total maupun sebagian, biasanya disebabkan oleh trauma. Terjadinya suatu fraktur lengkap atau tidak lengkap ditentukan oleh kekuatan, sudut dan tenaga, keadaan tulang, serta jaringan lunak di sekitar tulang. Secara umum, keadaan patah tulang secara klinis dapat diklasifikasikan sebagai fraktur terbuka, fraktur tertutup dan fraktur dengan komplikasi. Fraktur tertutup adalah fraktur dimana kulit tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh lingkungan/dunia luar. Fraktur terbuka adalah fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat terbentuk dari dalam maupun luar. Fraktur dengan komplikasi adalah fraktur yang disertai dengan komplikasi seperti malunion, delayed union, nounion dan infeksi tulang.Patah tulang terbuka menurut Gustillo dibagi menjadi tiga derajat, yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi. Tipe I: luka kecil kurang dari 1 cm, terdapat sedikit kerusakan jaringan, tidak terdapat tanda-tanda trauma yang hebat pada jaringan lunak. Fraktur yang terjadi biasanya bersifat simpel, tranversal, oblik pendek atau komunitif. Tipe II: laserasi kulit melebihi 1 cm tetapi tidak terdapat 4 kerusakan jaringan yang hebat atau avulsi kulit. Terdapat kerusakan yang sedang dan jaringan. Tipe III: terdapat kerusakan yang hebat pada jaringan lunak termasuk otot, kulit dan struktur neovaskuler dengan kontaminasi yang hebat. Dibagi dalam 3 sub tipe lagi tipe IIIA : jaringan lunak cukup menutup tulang yang patah, tipe IIIB : disertai kerusakan dan kehilangan janingan lunak, tulang tidak dapat di tutup jaringan lunak dan tipe IIIC : disertai cedera arteri yang memerlukan repair segera.Menurut Apley Solomon fraktur diklasifikasikan berdasarkan garis patah tulang dan berdasarkan bentuk patah tulang. Berdasarkan garis patah tulangnya: greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok, transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang, spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang, obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang. Berdasarkan bentuk patah tulangnya, komplet, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser, inkomplet, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang, fraktur kompresi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligament, communited (segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian. simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh, fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah, fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal, fraktur komplikata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.Berdasarkan lokasinya fraktur dapat mengenai bagian proksimal (plateau), diaphyseal (shaft), maupun distal. Berdasarkan proses osifikasinya, tulang panjang tediri dari diafisis (corpul/shaft) yang berasal dari pusat penulangan sekunder. Epifisis, terletak di ujung tulang panjang. Bagian dari diafisis yang terletak paling dekat dengan epifisis disebut metafisis, yaitu bagian dari korpus yang melebar. Fraktur dapat terjadi pada bagian-bagian tersebut.

1. Diagnosis FrakturGejala klasik fraktur adalah adanya riwayat trauma, rasa nyeri dan bengkak di bagian tulang yang patah, deformitas (angulasi, rotasi, diskrepansi), gangguan fungsi muskuloskeletal akibat nyeri, putusnya kontinuitas tulang, dan gangguan neurovaskuler. Apabila gejala klasik tersebut ada, secara klinis diagnose fraktur dapat ditegakkan walaupun jenis konfigurasinya belum dapat ditentukan. Anamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.Pada pemeriksaan fisik dilakukan tiga hal penting, yakni inspeksi / look: deformitas (angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan), bengkak. Palpasi / feel (nyeri tekan, krepitasi). Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah ekstremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi. Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi aretri, warna kulit, pengembalian cairan kapler, sensasi. Pemeriksaan gerakan / moving dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur. Pemeriksaan trauma di tempat lain meliputi kepala, toraks, abdomen, pelvis. Sedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Pemeriksaan penunjang yang diperlukan antara lain laboratorium meliputi darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa. Pemeriksaan radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two: dua gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral, memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur, memuat gambaran foto dua ekstremitas, yaitu ekstremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan. 2. Penyembuhan Fraktur

Pada kasus fraktur untuk mengembalikan struktur dan fungsi tulang secara cepat maka perlu tindakan operasi dengan imobilisasi. Imobilisasi yang sering digunakan yaitu plate and screw. Pada kondisi fraktur fisiologis akan diikuti proses penyambungan. Proses penyambungan tulang menurut Apley dibagi dalam 5 fase. Fase hematoma terjadi selama 1- 3 hari. Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar dan di dalam fraktur. Tulang pada permukaan fraktur, yang tidak mendapat pesediaan darah akan mati sepanjang satu atau dua milimeter. Fase proliferasi terjadi selama 3 hari sampai 2 minggu. Dalam 8 jam setelah fraktur terdapat reaksi radang akut disertai proliferasi dibawah periosteum dan didalam saluran medula yang tertembus ujung fragmen dikelilingi jaringan sel yang menghubungkan tempat fraktur. Hematoma yang membeku perlahan-lahan diabsorbsi dan kapiler baru yang halus berkembang dalam daerah fraktur. Fase pembentukan kalus terjadi selama 2-6 minggu. Pada sel yang berkembangbiak memiliki potensi untuk menjadi kondrogenik dan osteogenik jika diberikan tindakan yang tepat selain itu akan membentuk tulang kartilago dan osteoklas. Massa tulang akan menjadi tebal dengan adanya tulang dan kartilago juga osteoklas yang disebut dengan kalus. Kalus terletak pada permukaan periosteum dan endosteom. Terjadi selama 4 minggu, tulang mati akan dibersihkan. Fase konsolidasi terjadi dalam waktu 3 minggu 6 bulan. Tulang fibrosa atau anyaman tulang menjadi padat jika aktivitas osteoklas dan osteoblastik masih berlanjut maka anyaman tulang berubah menjadi tulang lamelar. Pada saat ini osteoblast tidak memungkinkan untuk menerobos melalui reruntuhan garis fraktur karena sistem ini cukup kaku. Celah-celah diantara fragmen dengan tulang baru akan diisi oleh osteoblas. Perlu beberapa bulan sebelum tulang cukup untuk menumpu berat badan normal. Fase remodelling terjadi selama 6 minggu hingga 1 tahun. Fraktur telah dihubungkan oleh tulang yang padat, tulang yang padat tersebut akan diresorbsi dan pembentukan tulang yang terus menerus lamelar akan menjadi lebih tebal, dinding-dinding yang tidak dikehendaki dibuang, dibentuk rongga sumsum dan akhirnya akan memperoleh bentuk tulang seperti normalnya. Terjadi dalam beberapa bulan bahkan sampai beberapa tahun.Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain: usia pasien, banyaknya displacement fraktur, jenis fraktur, lokasi fraktur, pasokan darah pada fraktur, dan kondisi medis yang menyertainya.

3. Prinsip Penanganan FrakturPengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran pada umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan didasari atas diagnosis yang tepat, pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu, mengikuti law of nature, pengobatan yang realistis dan praktis, dan memperhatikan setiap pasien secara individu. Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang dilakukan tidak harus mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan remodeling. Penatalaksanaan umum fraktur meliputi menghilangkan rasa nyeri, Menghasilkan dan mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur, Agar terjadi penyatuan tulang kembali, Untuk mengembalikan fungsi seperti semula. Untuk mengurangi nyeri tersebut, dapat dilakukan imobilisasi, (tidak menggerakkan daerah fraktur) dan dapat diberikan obat penghilang nyeri. Teknik imobilisasi dapat dilakukan dengan pembidaian atau gips. Bidai dan gips tidak dapat pempertahankan posisi dalam waktu yang lama. Untuk itu diperlukan teknik seperti pemasangan traksi kontinu, fiksasi eksteral, atau fiksasi internal. Berapa lama patah tulang diperlukan untuk bersatu dan sampai terjadi konsolidasi? Tidak ada jawaban yang tepat mungkin karena faktor usia, konstitusi, suplai darah, jenis fraktur dan faktor lain mempengaruhi sepanjang waktu diambil. Prediksi yang mungkin adalah timetable Perkins yang sederhana. Fraktur spiral pada ekstremitas atas menyatu dalam 3 minggu, untuk konsolidasi kalikan dengan 2; untuk ekstremitas bawah kalikan dengan 2 lagi; untuk fraktur transversal kalikan lagi oleh 2.Sebuah formula yang lebih sophisticated adalah sebagai berikut. Sebuah fraktur spiral pada ekstremitas atas memakan waktu 6-8 minggu untuk terjadinya konsolidasi. Ekstremitas bawah membutuhkan dua kali lebih lama. Tambahkan 25% jika bukan fraktur spiral atau jika melibatkan tulang paha. Patah tulang anak-anak, tentu saja, menyatu lebih cepat. Angka-angka ini hanya panduan kasar, harus ada bukti klinis dan radiologis terkait konsolidasi sebelum tekanan penuh diperbolehkan tanpa splintage. Imobilisasi yang lama akan menyebabkan mengecilnya otot dan kakunya sendi. Oleh karena itu diperlukan upaya mobilisasi secepat mungkin. Beberapa penatalaksanaan fraktur secara ortopedi meliputi proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi, Imobilisasi dengan fiksasi, Reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi, Reposisi dengan traksi, Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar, Reposisi secara nonoperatif diikuti dengan pemasangan fiksasi dalam pada tulang secara operatif. Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna, Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis. Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta, fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal.Pada imobilisasi dengan fiksasi dilakukan imobilisasi luar tanpa reposisi, tetapi tetap memerlukan imobilisasi agar tidak terjadi dislokasi fragmen. Contoh cara ini adalah pengelolaan fraktur tungkai bawah tanpa dislokasi yang penting. Tindakan reposisi dengan cara manipulasi diikuti dengan imobilisasi dilakukan pada fraktur dengan dislokasi fragmen yang berarti seperti pada fraktur radius distal. Reposisi dengan traksi dilakukan terus-menerus selama masa tertentu, misalnya beberapa minggu, kemudian diikuti dengan imobilisasi. Tindakan ini dilakukan pada fraktur yang bila direposisi secara manipulasi akan terdislokasi kembali dalam gips. Cara ini dilakukan pada fraktur dengan otot yang kuat, misalnya fraktur femur. Reposisi diikuti dengan imobilisasi dengan fiksasi luar dilakukan untuk fiksasi fragmen patahan tulang, dimana digunakan pin baja yang ditusukkan pada fragmen tulang, kemudian pin baja tadi disatukan secara kokoh dengan batangan logam di kulit luar. Beberapa indikasi pemasangan fiksasi luar antara lain fraktur dengan rusaknya jaringan lunak yang berat (termasuk fraktur terbuka), dimana pemasangan internal fiksasi terlalu berisiko untuk terjadi infeksi, atau diperlukannya akses berulang terhadap luka fraktur di sekitar sendi yang cocok untuk internal fiksasi n amun jaringan lunak terlalu bengkak untuk operasi yang aman, asien dengan cedera multiple yang berat, fraktur tulang panggul dengan perdarahan hebat, atau yang terkait dengan cedera kepala fraktur dengan infeksi. Reposisi dilakukan secara non-operatif diikuti dengan pemasangan fiksator tulang secara operatif, misalnya reposisi patah tulang pada fraktur kolum femur. Fragmen direposisi secara non-operatif dengan meja traksi, setelah tereposisi, dilakukan pemasangan prosthesis secara operatif pada kolum femur. Reposisi secara operatif dikuti dengan fiksasi patahan tulang dengan pemasangan fiksasi interna dilakukan, misalnya pada fraktur femur, tibia, humerus, atau lengan bawah. Fiksasi interna yang dipakai bisa berupa pen di dalam sumsum tulang panjang, bisa juga plat dengan skrup di permukaan tulang. Keuntungan reposisi secara operatif adalah dapat dicapai reposisi sempurna, dan bila dipasang fiksasi interna yang kokoh, sesudah operasi tidak diperlukan pemasangan gips lagi dan segera bisa dilakukan imobilisasi. Indikasi pemasangan fiksasi interna adalah fraktur tidak bisa di reduksi kecuali dengan operasi, fraktur yang tidak stabil dan cenderung terjadi displacement kembali setelah reduksi fraktur dengan penyatuan yang buruk dan perlahan (fraktur femoral neck), fraktur patologis, fraktur multiple dimana dengan reduksi dini bisa meminimkan komplikasi, fraktur pada pasien dengan perawatan yang sulit (paraplegia, pasien geriatri). Eksisi fragmen fraktur dan menggantinya dengan prosthesis dilakukan pada fraktur kolum femur. Caput femur dibuang secara operatif dan diganti dengan prosthesis. Tindakan ini diakukan pada orang tua yang patahan pada kolum femur tidak dapat menyambung kembali.Penanganan Fraktur Tebuka, Khusus pada fraktur terbuka, harus diperhatikan bahaya terjadi infeksi, baik infeki umum maupun infeksi lokal pada tulang yang bersangkutan. Empat hal penting yang perlu adalah antibiotik profilaksis, debridement urgent pada luka dan fraktur, stabillisasi fraktur, penutupan luka segera secara definitif.

B. FRAKTUR MAXILLA1. Anatomi Secara konseptual kerangka wajah terdiri dari empat pasang dindingpenopang (buttress) vertikal dan horizontal. Buttress merupakan daerah tulang yang lebih tebal yang menyokong unit fungsional wajah (otot, mata, oklusi dental airway) dalam relasi yang optimal dan menentukan bentuk wajah dengan cara memproyeksikan selubung soft tissue diatasnya. Vertical buttresses terdiri dari sepasang maksilari lateral (+ dinding orbital lateral) atau zygomatic buttress, maksilari medial (+ dinding orbital medial) atau nasofrontal buttress, pterygomaxillary buttress, dan posterior vertical buttress atau mandibular buttress. Horizotital buttresses juga terdiri dari sepasang maksilari tranversal atas ( +lantai orbital), maksilari transversal bawah (+ palatum), mandibular transversal atas danmandibulartranversalbawah.

Maksila terbentuk dari dua bagian komponen piramidal iregular yang berkontribusi terhadap pembentukan bagian tengah wajah dan bagian orbit hidung, dan palatum. Maksila berlubang pada aspek anteriornya untuk menyediakan celah bagi sinus maksila sehingga membentuk bagian besar dan orbit nasal fossa, oral cavity, dan sebagian besar palatum, nasal cavity, serta apertura piriformis Maksila terdiri dari badan dan empat prosesus, frontal zygomatic, palatine,dan alveolar. Badan maksila mengandung sinus maksila yang besar. Pada masa anak-anak: ukuran sinus ini masih kecil, tapi pada saat dewasa ukuran akan membesar dan menembus sebagian besar struktur sentral pada wajah.Surgical AnatomiMaksila dirancang untuk menyerap gaya yang timbul saat mengunyah dan menyediakan buttress vertikal oklusi gigi. Sesuai dengan karakterbuttress, beban didistribusikan menuju ke kerangka kraniofasial secara keseluruhan. Gaya tersebut didistribusikan melalui arkus palatum dan artikulasi maksila melawan sutura frontomaxilary, zygomaticomaxilary, dan ethmoidomaxilary. Fraktur dapat bervariasi mulai dari fraktur sederhana prosesus alveolar maksila sampai dengan fraktur comminuted pada keseluruhan area wajah bagian tengah. Poladan distribusi fraktur bergantung pada besar dan arah gaya (dari arah frontal atau lateral).Kontraksi muskular memegang peranan yang kurang penting dalam displacement maksila dibandmgkan dengan yang terlibat dalam fraktur mandibula. Ketika fraktur maksila dihubungkan dengan fraktur zygoma, otot masseter memegang peranan penting dalam displacement segmen fraktur karena perlekatannya yang kuat pada badan zygoma. Pada fraktur maksila atas, sistem nasolakrimal dapat pula terlibat. Kanal nasolakrimal senng kali terpotong oleh garis fraktur. Pada beberapa kasus fungsi drainase lakrimal dapat terganggu akibat malalignment fraktur atau proliferasitulang sekunder terhadap proses penyembuhan.2. KlasifikasiBerdasarkan eksperimen yang dilakukan oleh Rene Le Fort, terdapat tiga pola fraktur maksila, yaitu Le Fort I, II, dan III. Selain fraktur Le Fort terdapat pula fraktur alveolar, dan vertikal atau sagital maupun parasagital.

Fraktur Le Fort I, II, dan IIIa. Fraktur Le Fort IFraktur Le Fort I dikenal jugadengan fraktur Guerin yang terjadi di atas level gigi yang menyentuh palatum, meliputi keseluruhan prosesus alveolar dari maksila, kubah palatum, dan prosesus pterigoid dalam blok tunggal. Fraktur membentang secara horizontal menyeberangi basis sinus maksila. Dengan demikian buttress maksilari transversal bawahakan bergeser terhadap tulang wajah lainnya maupun kranium.b. Fraktur Le Fort IIPukulan pada maksila atas ataupukulan yang berasal dari arah frontal menimbulkan fraktur dengan segmen maksilari sentral yang berbentuk piramida. Karena sutura zygomaticomaxillary dan frontomaxillary (buttress) mengalami fraktur maka keseluruhan maksila akan bergeser terhadap basis kranium.c. Fraktur Le Fort IIISelain pada pterygomaxillary buttress, fraktur terjadi pada zygomatic arch berjalan ke sutura zygomaticofrontal membelah lantai orbital sampai kesuturanasofrontal. Garis fraktur seperti itu akan memisahkan struktur midfasial dari kranium sehingga fraktur ini juga disebut dengan craniofacial dysjunction. Maksila tidak terpisah dari zygoma ataupun dari struktur nasal.Keseluruhan rangka wajah tengah lepas dari basis kranium dan hanya disuspensi oleh softtissue.d. Frktur AlveolarBagian dentoalveolar dari maksila dapat mengalami fraktur akibat pukulan langsung maupun secara tidak langsung pada mandibula. Sebagian dari prosesus alveolar dapat mengalami fraktur.e. Fraktur Maksila Sagital atau VertikalFraktur sagital biasanya dihubungkan dengan fraktur maksila lainnya. Fraktur seperti ini dapat meningkatkan lebar arkus denta dan wajah, dimana cukup sulit untuk ditangani.3. Diagnosis dan Manifestasi KlinisMobilitas dan maloklusi merupakan hallmark adanya fraktur maksila. Namun, kurang dari 10 % faktor Le Fort dapat terjadi tanpa mobilitas maksila. Gangguan oklusal biasanya bersifat subtle, ekimosis kelopak mata bilateral biasanya merupakan satu-satunya temuan fisik. Hal ini dapat terjadi pada Le Fort II dan III dimana disrupsi periosteum tidak cukup untuk menimbulkan mobilitas maksila.Anamnesis. Jika memungkinkan,riwayat cedera seharusnya didapatkan sebelum pasien tiba di departemen emergency.Pengetahuan tentang mekanisme cedera memungkinkan dokter untuk mencurigai cedera yang terkait selain cedera primer. Waktu diantara cedera atau penemuan korban dan inisiasi treatmentmerupakan informasi yang amat berharga yang mempengaruhi resusitasi pasien.Inspeksi. Epistaksis, ekimosis (periorbital konjungtival dan skleral),edema, dan hematoma subkutan mengarah pada fraktur segmen maksila kebawah dan belakang mengakibatkan terjadinya oklusi prematur pada pergigian posterior.Palpasi. Palpasi bilateral dapat menunjukkan step deformity pada sutura zygomaticomaxillary,mengindikasikan fraktur pada rima orbital inferior.Manipulasi Digital. Mobilitas maksila dapat ditunjukkan dengan cara memegang dengan kuat bagian anterior maksila diantara ibu jari dengan keempat jari lainnya, sedangkan tangan yang satunya menjaga agar kepala pasien tidak bergerak. Jika maksila digerakkan maka akan terdengar suara krepitasi jika terjadi fraktur.Cerebrospinal Rhinorrhea atau Otorrhea. Cairan serebrospinal dapat mengalami kebocoran dari fossa kranial tengah atau anterior (pneumochepalus) yang dapat dilihat pada kanal hidung ataupun telinga. Fraktur pada fossa kranial tengah atau anterior biasanya terjadi pada cedera yang parah. Hal tersebut dapat dilihat melalui pemeriksaaan fisik dan radiografi.Maloklusi Gigi. Jikamandibula utuh adanya maloklusi gigi menunjukkan dugaan kuat ke arah fraktur maksila. Informasi tentangkondisi gigi terutama pola oklusal gigi sebelumnya akan membantu diagnosis dengan tanda maloklusi ini. Pada LeFort III pola oklusal gigi masih dipertahankan, namun jika maksila berotasi dan bergeser secara signifikan ke belakang dan bawah akan terjadi maloklusi komplitdengan kegagalan gigi-gigi untuk kontak satu sama lain.Pemeriksaan Radiologi. Pada kecurigaan fraktur maksila yang didapat secara klinis, pemeriksaan radiologi dilakukan untuk mengkonfirmasi diagnosis. Pemeriksaan radiologi dapat berupa foto polos, namun CT scan merupakan pilihan untuk pemeriksaan diagnostik. Teknik yang dipakai pada fotopolos diantaranya :waters, caldwell, submentovertex, dan lateral view. Jika terjadi fraktur maksila, maka adabeberapa kenampakan yang mungkin akan kita dapat dari foto polos. Kenampakan tersebut diantaranya : opasitas pada sinus maksila, pemisahan pada rima orbita inferior, sutura zygomaticofrontal, dan daerah nasofrontal. Dari film lateral dapat terlihat fraktur pada lempeng pterigoid. Diantara pemeriksaan CT scan, foto yang paling baik untuk menilai fraktur maksila adalah dari potongan aksial. Namun potongan koronal pun dapat digunakan untuk mengamati fraktur maksila dengan cukup baik. Adanya cairan pada sinus maksila bilateral menimbulkan kecurigaan adanya fraktur maksila.Dibawah ini merupakan foto CT scan koronal yang menunjukkan fraktur Le Fort I, II, dan III bilateral. Dimana terjadi fraktur pada buttress maksilari medial dan lateral di superior maupun inferior (perpotongan antara panah hitam dan putih). Perlu dilakukan foto CT scan aksial untuk mengkonfirmasi diagnosis dengan mengamati adanya fraktur pada zygomatic arch dan buttress pterigomaksilari.Banyaknya komponen tulang yang terlibat dalam fraktur maksila, membuat klasifikasi ini cukup sulit untuk diterapkan. Untuk memudahkan tugas dalam mengklasifikasikan fraktur maksila, terdapat tiga langkah yang bisa diterapkan. Pertama, selalu memperhatikan prosesus pterigoid terutama pada foto CT scan potongan koronal. Fraktur pada prosesus pterigoid hampir selalu mengindikasikan bahwa fraktur maksila tersebut merupakan salah satu dari tiga fraktur Le Fort. Untuk terjadinya fraktur Le Fort, prosesus pterigoid haruslah mengalami disrupsi. Kedua, untuk mengklasiflkasikan fraktur tipe Le Fort, perhatikan tiga struktur tulang yang unik untuk masing-masing tipe yaitu margin anterolateral nasal fossa untuk Le Fort I, rima orbita inferior untuk Le Fort II, dan zygomatic arch untuk Le Fort III. Jika salah satu dari tulangini masihutuh, maka tipe Le Fort dimana fraktur pada tulang tersebut merupakan ciri khasnya, dapat dieksklusi. Ketiga, jika salah satu tipe fraktur sudah dicurigai akibat patahnya komponen unik tipe tersebut, maka selanjutnya lakukan konfirmasi dengan cara mengidentifikasi fraktur-frakturkomponen tulang lainnya yang seharusnya juga terjadi pada tipe itu.Skema dibawah ini menunjukkan komponen unik untuk masing-masing tipe Le Fort. Pada Le Fort I, margin anterolareral nasal fossa (tanda panah) mengalami fraktur, struktur ini tetap utuh pada Le Fort II dan III. Sedangkan pada Le Fort II, rima orbita inferior (tanda panah)yang mengalami fraktur, tapi utuh pada Le Fort I dan III. Pada Le Fort ini, yang mengalami fraktur adalah zygomatic arch (tanda panah) namun utuh pada Le Fort I dan II.4. PenatalaksanaanPenatalaksanaan pada fraktur maksila meliputi penegakan airway, kontrol pendarahan: penutupan luka pada soft tissue, dan menempatkan segmen tulang yang fraktur sesuai dengan posisinya melaluifiksasi intermaksilari.Sebelumnya, fraktur midface direkonstruksi dengan teknik yang pertama kali diperkenalkan oleh Milton Adams. Adam mendeskripsikan reduksi terbuka direk dan fiksasiinternal rima orbita serta kombinasi reduksi tertutup dengan fiksasi maksilomandibular midface bawah dan kompresi menggunakan kawat. Namun teknik ini menyebabkan wajah pasien memendek dan tetap mengalami retrusi. Sekarang initreatment fraktur Le Fort tidak hanya bertujuan untuk memperbaiki oklusi sebelum fraktur,tapi juga proyeksi, lebar, dan panjang wajah serta integritas kavitas nasal, orbita dan kontur soft tissue. Tujuan tersebut dicapai dengan melakukan CT scan potongan tipis, reduksi terbuka ekstensif semua fraktur, stabilisasi rigidmenggunakan plat dan sekrup, cangkok tulang apabila terdapat gap akibat hilangnya segmen tulang, danreposisi selubung soft tissue.Fiksasi Maksilomandibular. Teknik inimerupakan langkah pertama dalam treatment fraktur maksila untuk memungkinkan restorasi hubungan oklusal yang tepat dengan aplikasi arch bars serta kawat interdental pada arkus dental atas dan bawah. Prosedur ini memerlukan anestesi umum yang diberikan melalui nasotracheal tube. Untuk ahli bedahyang sudah berpengalaman dapat pula diberikan melalui oral endotracheal tube yang ditempatkan pada gigi molar terakhir. Tracheostomybiasanyadihindari kecuali terjadi perdarahan masif dan cedera pada kedua rahang, karena pemakaian fiksasi rigid akan memerlukan operasi selanjutnya untuk membukannya.Akses Fiksasi. Akses untuk mencapai rangka wajah dilakukan pada tempat-tempat tertentu dengan pertimbangan nilai estetika selain kemudahan untuk mencapaiya. Untuk mencapai maksila anterior dilakukan insisi pada sulkus gingivobuccal,rima infraorbital, lantai orbital, dan maksila atas melalui blepharoplasty (insisi subsiliari). Daerah zygomaticofrontal dicapai melalui batas lateral insisi blepharoplasty. Untuk daerah frontal, nasoethmoidal, orbita lateral, arkus zygomatic dilakukan melalui insisi koronal bila diperlukan.Reduksi Fraktur. Segmen-segmen fraktur ditempatkan kembali secara anatomis. Tergantung pada kompleksitas fraktur, stabilisasi awal sering dilakukan dengan kawat interosseous. CT scan atau visualisasi langsung pada fraktur membantu menentukan yang mana dari keempat pilar/buttress yang paling sedikit mengalami fraktur harus direduksi terlebih dahulu sebagai petunjuk restorasi yang tepat dari panjang wajah. Sedangkan fiksasi maksilomandibular dilakukan untuk memperbaiki lebar dan proyeksi wajah.Stabilisasi Plat dan Sekrup. Fiksasi dengan plat kecil dan sekrup lebih disukai. Pada Le Fort I, plat mini ditempatkan pada tiap buttress nasomaxillary dan zygomaticomaxillary.Pada Le Fort II, fiksasi tambahan dilakukan pada nasofrontal junction dan rima infraorbital. PadaLe Fort III, plat mini ditempatkan pada artikulasi zygomaticofrontal untuk stabilisasi. Plat mini yang menggunakan sekrup berukuran 2 mm dipakai untuk stabilisasi buttress maksila. Ukuran yang sedemikian kecil dipakai agar plat tidak terlihat dan teraba. Kompresi seperti pada metode yang diajukan oleh Adam tidak dilakukan kecuali pada daerah zygomaticofrontal. Sebagai gantinya maka dipakailah plat mini agar dapat beradaptasi secara pasif menjadi kontur rangka yang diinginkan. Pengeboran untuk memasang sekrup dilakukan dengan gurdi bor yang tajam dengan diameter yang tepat. Sebelumnya sekrup didinginkan untuk menghindari terjadinya nekrosis dermal tulang serta dilakukan dengan kecepatan pengeboran yang rendah. Fiksasi maksilomandibular dengan traksi elastis saja dapat dilakukan pada fraktur Le Fort tanpa mobilitas. Namun, apabila dalam beberapa hari oklusi tidak membaik, maka dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.Cangkok Tulang Primer. Tulang yang rusak parah atau hilang saat fraktur harus diganti saat rekonstruksi awal. Bila Gap yang terbentuk lebih dari 5 mm maka harus digantikan dengan cangkok tulang. Cangkok tulang diambil dari kranium karena aksesibilitasnya (terutama jika dilakukan insisi koronal), morbiditas tempat donor diambil minimal, dan memiliki densitas kortikal tinggi dengan volum yang berlimpah. Pemasangan cangkokan juga dilakukan dengan plat mini dan sekrup. Penggantian defek dinding antral lebih dari 1,5 cm bertujuan untuk mencegah prolaps soft tissue dan kelainan pada kontur pipi.Pelepasan Fiksasi Maksilomandibular. Setelah reduksi dan fiksasi semua fraktur dilakukan, fiksasi maksilomandibular dilepaskan, oklusi diperiksa kembali. Apabila terjadi gangguan oklusi pada saat itu,berarti fiksasi rigid harus dilepas. MMF dipasang kembali, reduksi dan fiksasi diulang.Resuspensi Soft tissue.Pada saat menutup luka,soft tissue yang telah terpisah dari rangka dibawahnya ditempelkankembali.Untuk menghindari dystopialateral kantal, displacement massa pipi malar ke inferior, dan kenampakan skleral yang menonjol dilakukan canthoplexy lateral dan penempelan kembali massa soft tissue pipi pada rima infraorbita.Fraktur Sagital dan Alveolar Maksila. Pada fraktur ini dapat terjadi rotasi pada segmen alveolar denta, dan merubah lebar wajah. Sebagian besar terjadi mendekati garis tengah pada palatum dan keluar di anterior diantara gigi-gigi kuspid. Fraktur sagital dan juga tuberosity dapat distabilkan setelah fiksasi maksilomandibular dengan fiksasi sekrup dan plat pada tiap buttress nasomaksilari dan zygomaticomaxillary.PerawatanPostoperative Fraktur Maksila. Manajemen pasca operasi terdiri dari perawatan secara umum pada pasien seperti kebesihan gigi dan mulut, nutrisi yang cukup, dan antibiotik selama periode perioperasi.5. PrognosisFiksasi intermaksilari merupakan treatment paling sederhana dan salah satu yang paling efektif pada fraktur maksila. Jika teknik ini dapat dilakukan sesegera mungkin setelah terjadi faktur, maka akan banyak deformitas wajah akibat fraktur dapat kita eliminasi. Mandibula yang utuh dalam fiksasi ini dapat membatasi pergeseran wajah bagian tengah menuju ke bawah dan belakangsehingga elongasi dan retrusi wajah dapat dihindari. Sedangkan fraktut yang baru akan ditangani setelah beberapa minggu kejadian, dimana sudah mengalami penyembuhan secara parsial. Hampir tidak mungkin untuk direduksi tanpa full open reduction, bahkan kalaupun dilakukan tetap sulit untuk direduksi.6. KomplikasiKomplikasi awal fraktur maksila dapat berupa pendarahan ekstensif serta gangguan pada jalan nafas akibat pergeseran fragmen fraktur, edema, dan pembengkakan soft tissue. Infeksi pada luka maksilari lebih jarang dibandingkan pada luka fraktur mandibular. Padahal luka terkontaminasi saat tejadi cedera oleh segmen gigi dan sinus yang juga mengalami fraktur. Infeksi akibat fraktur yang melewati sinus biasanya tidak akan terjadi kecuali terdapat obstruksi sebelumnya. Pada Le Fort II dan III, daerah kribiform dapat pula mengalami fraktur, sehingga terjadi rhinorrhea cairan serebrospinal. Selain itu, kebutaan juga dapat terjadi akibat pendarahan dalam selubung dural nervus optikus. Komplikasi akhir dapat berupa kegagalan penyatuan tulang yang mengalami fraktur, penyatuan yang salah, obstruksi sistem lakrimal, anestesia hipoeslesia infraorbita, devitalisasi gigi, ketidakseimbangan otot ekstraokuler, diplopia, dan enoftalmus. Kenampakan wajah juga dapat berubah (memanjang: retrusi).

C. FRAKTUR MANDIBULA1. Anatomi MandibulaMandibula merupakan tulang yang besardan paling kuat pada daerah muka. Dibentuk oleh dua bagian simetris yang mengadakan fusi dalam tahun pertama kehidupan. Tulang ini terdiri dari korpus, yaitu suatu lengkungan tapal kuda dan sepasang ramus yang pipih dan lebar yang mengarah keatas pada bagian belakang dari korpus. Pada ujung dari masing-masing ramus didapatkan dua buah penonjolan disebut prosesus kondiloideus dan prosesus koronoideus. Prosessus kondiloideus terdiri dari kaput dan kolum. Permukaan luar dari korpus mandibula pada garis median, didapatkan tonjolan tulang halus yang disebut simfisis mentum yang merupakan tempat pertemuan embriologis dari dua buah tulang. Bagian korpus mandibula membentuk tonjolan disebut prosesus alveolaris yang mempunyai 16 buah lubang untuk tempat gigi. Bagian bawah korpus mandibula mempunyai tepi yang lengkung dan halus. Pada pertengahan korpus mandibula kurang lebih 1 inchi dari simfisis didapatkan foramen mentalis yang dilalui oleh vasa dan nervus mentalis. Permukaan dalam dari korpus mandibula cekung dan didapatkan linea milohiodea yang merupakan origo m. Milohioid. Angulus mandibula adalah pertemuanan antara tepi belakang ramus mandibula dan tepi bawah korpus mandibula. Angulus mandibula terletak subkutan dan mudah diraba pada 2-3 jari dibawah lobules aurikularis. Secara keseluruhan tulang mandibula ini berbentuk tapal kuda melebar di belakang, memipih dan meninggi pada bagian ramus kanan dan kiri sehingga membentuk pilar, ramus membentuk sudut 1200 terhadap korpus pada orang dewasa. Pada yang lebih muda sudutnya lebih besar dan ramusnya Nampak lebih divergens.Dari aspek fungsinya, merupakan gabungan tulang berbentuk L bekerja untuk mengunyah dengan dominasi (terkuat) m. Temporalis yang berinsersi disisi medial pada ujung prosesus koronoideus dan m. Masseter yang berinsersi pada sisi lateral angulus dan ramus mandibula. M. Pterigodeus medial berinsersi pada sisi medial bawah dari ramus dan angulus mandibula. M masseter bersama m temporalis merupakan kekuatan untuk menggerakkan mandibula dalam proses menutup mulut. M pterigoideus lateral berinsersi pada bagian depan kapsul sendi temporo-mandibular, diskus artikularis berperan untuk membuka mandibula. Fungsi m pterigoid sangat penting dalam proses penyembuhan pada fraktur intrakapsuler.Pada potongan melintang tulang mandibula dewasa level molar II berbentuk seperti U dengan komposisi korteks dalam dan korteks luar yang cukup kuat. Ditengahnya ditancapi oleh akar-akar geligi yang terbungkus oleh tulang kanselus yang membentuk sistem haversian (osteons) diantara dua korteks tersebut ditengahnya terdapat kanal mandibularis yang dilewati oleh syaraf dan pembuluh darah yang masuk dari foramen mandibularis dan keluar kedepan melalui foramen mentalis.Lebar kanalis mandibula tersebut sekitar 3 mm ( terbesar) dan ketebalan korteks sisi bukal yang tertipis sekitar 2.7mm sedang pada potongan level gigi kaninus kanalnya berdiameter sekitar 1mm dengan ketebalan korteks sekitar 2.5-3mm. Posisis jalur kanalis mandibula ini perlu diingat dan dihindari saat melakukan instrumentasi waktu reposisi dan memasang fiksasi interna pada fraktur mandibula.

2. Definisi Fraktur MandibulaFraktur mandibula adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang pada mandibula. Hilangnya kontinuitas pada rahang bawah (mandibula), dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan benar. Fraktur mandibula dapat dibagi menjadi dua kelompok utama : a. Fraktur tanpa terbukanya tulang dan tanpa kerusakan jaringan lunak b. Fraktur dengan terbukanya tulang disertai dengan kerusakan yang hebat dari jaringan lunak Mandibula mudah terkena cedera karena posisinya yang menonjol, sehingga mandibula mudah menjadi sasaran pukulan dan benturan. Daerah yang lemah pada mandibula adalah daerah subkondilar, angulusmandibula, dan daerah mentalis.3. EtiologiBenturan yang keras pada wajah dapat menimbulkan fraktur mandibula. Toleransi mandibula terhadap benturan lebih tinggi daripada tulang-tulang wajah yang lain. Fraktur mandibula lebih sering terjadi daripada fraktur tulang wajah yang lain karena bentuk mandibula yang menonjol sehingga sensitif terhadap benturan. Pada umumnya fraktur mandibula disebabkan oleh karena trauma langsung.Fraktur mandibula dapat disebabkan oleh trauma maupun proses patologik..1. Fraktur traumatik disebabkan oleh : a. Kecelakaan kendaraan bermotor (50.8%) b. Terjatuh (22.3%) c. Kekerasan atau perkelahian (18.8%) d. Kecelakaan kerja (2.8%) e. Kecelakaan berolahraga (3.7%) f. Kecelakaan lainnya (1.6%) 2. Fraktur patologik Fraktur patologik dapat disebabkan oleh kista, tumor tulang, osteogenesis imperfekta, osteomieleitis, osteoporosis, atropi atau nekrosis tulang.

4. Klasifikasi Secara umum klasifikasi fraktur mandibula dapat diklasifikasikan berdasarkan terminologi, yaitu : 1. Tipe fraktur a. Fraktur simple atau fraktur tertutup, yaitu keadaan fraktur dengan jaringan lunak yang terkena tidak terbuka. b. Fraktur kompoun atau fraktur terbuka, yaitu keadaan fraktur yang berhubungan dengan lingkungan luar, yakni jaringan lunak seperti kulit, mukosa atau ligamen periodontal terpapar di udara. c. Fraktur komunisi, yaitu fraktur yang terjadi pada satu daerah tulang yang diakibatkan oleh trauma yang hebat sehingga mengakibatkan tulang hancur berkeping-keping disertai kehilangan jaringan yang parah. d. Fraktur greenstick, yaitu fraktur tidak sempurna dimana pada satu sisi dari tulang mengalami fraktur sedangkan pada sisi yang lain tulang masih terikat. Fraktur ini sering dijumpai pada anak-anak. e. Fraktur patologis, yaitu fraktur yang diakibatkan oleh adanya penyakit pada mandibula, seperti osteomielitis, tumor ganas, kista atau penyakit tulang sistemik. Proses patologis pada mandibula menyebabkan tulang lemah sehingga trauma yang kecil dapat mengakibatkan fraktur.

Tipe fraktur mandibula. A. Greenstick B. Simple C.Kominuisi D. Kompound2. Lokasi fraktur Klasifikasi fraktur mandibula berdasarkan pada letak anatomi dari fraktur mandibula dapat terjadi pada daerah-daerah sebagai berikut : a. Dentoalveolarb. Kondilusc. Koronoideusd. Ramus e. Sudut mandibulaf. Korpus mandibulag. Simfisish. Parasimfisis

3. Pola fraktura. Fraktur unilateral adalah fraktur yang biasanya tunggal pada satu sisi mandibula saja. b. Fraktur bilateral adalah fraktur yang sering terjadi akibat kombinasi trauma langsung dan tidak langsung, terjadi pada kedua sisi mandibula. c. Fraktur multipel adalah variasi pada garis fraktur dimana bisa terdapat dua atau lebih garis fraktur pada satu sisi mandibula. Lebih dari 50% dari fraktur mandibula adalah fraktur multipel.5. Diagnosis Fraktur MandibulaDidalam penegakan diagnosis fraktur mandibula meliputi anamnesa, apabila merupakan kasus trauma harus diketahui mengenai mekanisme traumanya (mode of injury), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang..Pada kasus trauma, pemeriksaan penderita dengan kecurigaan fraktur mandibula harus mengikuti kaidah ATLS, dimana terdiri dari pemeriksaan awal (primar survey) yang meliputi pemeriksan airway, breathing, circulation dan disability. Pada penderita trauma dengan fraktur mandibula harus diperhatikan adanya kemungkinan obstruksi jalan nafas yang bisa diakibatkan karena fraktur mandibula itu sendiri ataupun akibat perdarahan intraoral yang menyebabkan aspirasi darah dan clot.Setelah dilakukan primary survey dan kondisi penderita stabil, dilanjutkan dengan dengan pemeriksaan lanjutan secondary survey yaitu pemeriksaan menyeluruh dari ujung rambut sampai kepala.1. anamnesa ; meliputi ada tidaknya alergi, medikamentosa, penyakit sebelumnya, last meal dan events/enviroment sehubungan dengan injurinya.2. Pemeriksaan fisik ; dari inspeksi dilihat ada tidaknya deformitas, luka terbuka dan evaluasi susunan / konfigurasi gigi saat menutup dan membuka mulut, menilai ada/tidaknya maloklusi. Dilihat juga ada/tidaknya gigi yang hilang atau fraktur. Pada palpasi dievaluasi daerah TMJ dengan jari pada daerah TMJ dan penderita disuruh buka-tutup mulut, menilai ada tidaknya nyeri, deformitas atau dislokasi. Untuk memeriksa apakah ada fraktur mandibula dengan palpasi dilakukan evaluasi false movement dengan kedua ibujari di intraoral, korpus mandibula kanan dan kiri dipegang kemudian digerakkan keatas dan kebawah secara berlawanan sambil diperhatikan disela gigi dan gusi yang dicurigai ada frakturnya. Bila ada pergerakan yang tidak sinkron antara kanan dan kiri maka false movement +, apalagi dijumpai perdarahan disela gusi.3. pemeriksaan penunjang ; pada fraktur mandibula dapat dilakukan pemeriksaan penunjang foto Rontgen untuk mengetahui pola fraktur yang terjadi. Setiap pemeriksaan radiologis diharapkan menghasilkan kualitas gambar yang meliputi area yang dicermati yaitu daerah patologis berikut daerah normal sekitarnya. Gambar yang dihasilkan seminimal mungkin mengalami distorsi, hal ini bisa dicapai dengan proyeksi yang dekat (film dan sumber x-ray sedekat mungkin dengan obyek) dan densitas serta kontras gambar foto optimal (diatur dari mA dan kVp serta waktu penyinaran dan proses pencuciannya). (6)Dari gambaran radiologis adanya fraktur mandibula dapat dilihat sebagai berikut :a. tulang alveolar -gambaran garis radiolusen pada alveolus, uncorticated- garis fraktur kebanyakan horizontal- letak segmen gigi yang tidak pada tempatnya- ligamen periodontal yang melebar- bisa didapatkan gambaran fraktur akar gigib. corpus mandibula- terlihat celah radiolusen bila arah sinar x-ray sejajar garis fraktur- gambaran tersebut diatas bisa kurang jelas bila garis x-ray tidak sejajar garis fraktur- step defect- biasanya terdapat fraktur pada caputcondylus lateralc. condylus mandibula- caputcondylus biasanya sharedoff- step defect- overlap dari garis trabecular, tampak berupa gambaran garis radioopaque- deviasi mandibula pada sisi yang fraktBeberapa tehnik Roentgen dapat digunakan untuk melihat adanya fraktur mandibula antara lain ;- foto skull AP/Lateral- foto Eisler ; foto ini dibuat untuk pencitraan mandibula bagian ramus dan korpus, dibuat sisi kanan atau sisi kiri sesuai kebutuhan. - Townesview ; dibuat untuk melihat proyeksi tulang maksila, zigoma dan mandibula- reverseTownesview ; dilakukan untuk melihat adanya fraktur neckcondilusmandibula terutama yang displaced ke medial dan bias juga melihat dinding lateral maksila- Panoramic ; disebut juga pantomografi atau rotationalradiography dibuat untuk mengetahui kondisi mandibula mulai dari kondilus kanan sampai kondilus kiri beserta posisi geliginya termasuk oklusi terhadap gigi maksila. Dibuat film didepan mulut pada alat yang rotasi dari pipi kanan ke pipi kiri, sinar-x juga berlawanan arah rotasi dari arah tengkuk sehingga tercapai proyeksi dari kondulus kanan sampai kondilus kiri.Keuntungan panoramic adalah ; cakupan anatomis yang luas, dosis radiasi rendah, pemeriksaan cukup nyaman, bisa dilakukan pada penderita trismus,. Kerugiannya tidak bisa menunjukkan gambaran anatomis yang jelas daerah periapikal sebagaimana yang dihasilkan foto intra oral- Temporomandibular Joint ; pada penderita trauma langsung daerah dagu sering didapatkan kondisi pada dagu baik akan tetapi terjadi fraktur pada daerah kondilusmandibula sehingga penderita mengeluh nyeri pada daerah TMJ bila membuka mulut, trismus kadang sedikit maloklusi. Pada pembuatan foto TMJ yang standard biasanya di lakukan proyeksi lateral buka mulut (Parma) dan proyeksi lateral tutup mulut biasa (Schuller). Biasanya dibuat kedua sendi kanan dan kiri untuk perbandingan.- orbitocondylarview ; dilakukan untuk melihat TMJ pada saat buka mulut lebar, menunjukkan kondisi struktur dan kontur dari kaputkondilus tampak dari depanCT Scan Pemeriksaan ini pada kasus emergency masih belum merupakan pemeriksaan standart. Centre yang telah maju dalam penggunaan modalitas ini telah menggunakan CT Scan terutama untuk fraktur maksilofasial yang sangat kompleks. Pemeriksaan ini membirak banyak informasi mengenai cidera di bagian dalam.MRIPemeriksaan MRI untuk fraktur maksilofasial tidak pernah dilakukan di RSUD drSoetomo. Pemeriksaan ini terutama untuk melihat kerusakan pada jaringan lunak. (6)

6. Penatalaksanaan Fraktur MandibulaPrinsip dasar umum dalam perawatan fraktur mandibula ialah sebagai berikut. Evaluasi klinis secara keseluruhan dengan teliti, pemeriksaan klinis fraktur dilakukan secara benar, kerusakan gigi dievaluasi dan dirawat bersamaan dengan perawatan fraktur mandibula, mengembalikan oklusi merupakan tujuan dari perawatan fraktur mandibula. Apabila terjadi fraktur mulitple di wajah, fraktur mandibula lebih baik dilakukan perawatan terlebih dahulu dengan prinsip dari dalam keluar, dari bawah keatas. Waktu penggunaan fiksasi intermaksiler dapat bervariasi tergantung tipe, lokasi, jumlah dan derajat keparahan fraktur mandibula serta usia dan kesehatan pasien maupun metode yang akan digunakan untuk reduksi dan imobilisasi. Penggunaan antibiotik untuk kasus compoundfractures, monitor pemberian nutrisi pasca operasi. Penanganan fraktur mandibula secara umum dibagi menjadi 2 metode yaitu reposisi tertutup dan terbuka.Reposisi tertutup (closedreduction) patah tulang rahang bawah ; penanganan konservatif dengan melukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan melakukan imobilisasi dengan interdentalwiring atau eksternal pin fixation.Reposisi terbuka (openreduction) ; tindakan operasi untuk melakukan koreksi defromitas-maloklusi yang terjadi pada patah tulang rahang bawah dengan melakukan fiksasi dengan interosseuswiring serta imobilisasi dengan menggunakan interdentalwiring atau dengan mini plat+skrup.(19)Indikasi untuk closedreduction antara lain ;a. fraktur komunitif, selama periosteum masih intak masih dapat diharapkan kesembuhan tulangb. fraktur dengan kerusakan softtissue yang cukup berat, dimana rekonstruksi softtissue dapat digunakan rotationflap, freeflap ataupun granulasipersecundum bila luka tersebut tidak terlalu besarc. edentulousmandibula ; closedreduction dengan menggunakan protese mandibula gunningsplint dan sebaiknya dikombinasikan dengan kawat circummandibula- circumzygomaticumd. Fraktur pada anak-anak ; karena openreduction dapat menyebabkan kerusakan gigi yang sedang tumbuh. Apabila diperlukan openreduction dengan fiksasi internal, maka digunakan kawat yang halus dan diletakkan pada bagian paling inferior dari mandibula. Closedreduction dilakukan dengan splintacrylic dan kawat circum-mandibular dan circumzygomaticum bila memungkinkane. Fraktur condylus ; mobilisasi rahang bawah diperlukan untuk menghindari ankylosis dari TMJ. Pada anak, moblisasi ini harus dilakukan tiap minggu, sedangkan dewasa setiap 2 minggu.Tehnik yang digunakan pada terapi fraktur mandibula secara closedreductionadalah fiksasi intermaksiler. Fiksasi ini dipertahankan 3-4 minggu pada fraktur daerah condylus dan 4-6 minggu pada daerah lain dari mandibulaBeberapa tehnik fiksasi intermaksilaris ;a. Tehnik gilmer ; merupakan tehnik yang mudah dan efektif tetapi mempunyai kekurangan yaitu mulut tidak dapat dibuka untuk melihat daerah fraktur tanpa mengangkat kawat. Kawat tersebut dilingkarkan pada leher gigi, kemudian diputar searah jarum jam sampai tegang. Dilakukan pada gigi atas dan bawah sampai oklusi baik. Kemudian kedua kawat atas dan bawah digabungkan dan diputar dengan hubungan vertika maupun silang, untuk mencegah tergelincir ke anterior dan posteriorb. Tehnik eyelet (ivyloop) ; keuntungan tehnik ini bahan mudah didapat dan sedikit menimbulkan kerusakan jaringan periodontal serta rahang dapat dibuka dengan hanya mengangkat ikatan intermaksilaris. Kerugiannya kawat mudah putus waktu digunakan untuk fiksasi intermaksilerc. Tehnik continousloop (stoutwiring) ; terdiri dari formasi loop kawat kecil yang mengelilingi arkusdentis bagian atas dan bawah, dan menggunakan karet sebagai traksi yang menghubungkannyad. Tehnik ericharch bar ; indikasi pemasangan arch bar antara lain gigi kurang/ tidak cukup untuk pemasangan cara lain, disertai fraktur maksila, didapatkan fragmen dentoalveolar pada salah satu ujung rahang yang perlu direduksi sesuai dengan lengkungan rahang sebelum dipasang fiksasi intermaksilaris. Keuntungan penggunaan arch bar ialah mudah didapat, biaya murah, mudah adaptasi dan aplikasinya. Kerugiannya ialah menyebabkan keradangan pada ginggiva dan jaringan periodontal, tidak dapat digunakan pada penderita dengan edentulous luas.e. Tehnik kazanjia ; dengan menggunakan kawat yang kuat untuk tempat karet dipasang mengelilingi bagian leher gigi. Tehnik ini untuk gigi yang hanya sendiri atau insufisiensi pada bagian dari pemasangan arch bar.Indikasi untuk reposisi terbuka (openreduction) :a. Displaced unfavourable fracture melalui angulusb. displaced unfavourable fracture dari corpus atau parasymphysis. Bila dikerjakan dengan reposisi tertutup, fraktur jenis ini cenderung untuk terbuka pada batas inferior sehingg mengakibatkan maloklusic. multiple fraktur tulang wajah ; tulang mandibula harus difiksasi terlebih dahulu sehingga menghasilkan patokan yang stabil dan akurat untuk rekonstruksid. fraktur midfacedisertai displaced fraktur condylus bilateral. Salah satu condylus harus di buka untuk menghasilkan dimensi vertical yang akurat dari wajahe. malunions diperlukan osteotomieKontraindikasi penggunaan MMF ; penderita epilepsy, gangguan jiwa dan gangguan fungsi paru (20)Tehnik operasi open reduction; merupakan jenis operasi bersih kontaminasi, memerlukan pembiusan umum dengan intubasinasotrakeal, usahakan fiksasi pipa nasotrakeal ke dahi. Posisi penderita telentang, kepala hiperekstensidenga meletakkan bantal dibawah pundak penderita, meja operasi diatur headup 20-25 derajat. Desinfeksi dengan batas atas garis rambut pada dahi, bawah pada klavikula,lateral tragus ke bawah menyusur tepi anterior m. trapesius kanan kiri.Adapun insisi yang dilakukan bisa dua cara yaitu pendekatan intraoral sedikit diatas bucoginggival fold pada mukosa bawah bibir. Panjang sayatan sesuai kebutuhan atau pendekatan ekstraoral ; submandibular 2 cm di kaudal dan sejajar dari margo inferior mandibula dengan titik tengahnya adalah garis fraktur dan panjang sayatan sekitar 6 cm. insisi diperdalam sampai memotong muskulusplatisma, sambil perdarahan dirawat. Identifikasi r. marginalismandibulanervusfacialis. Cari arteri dan vena maksilariseksterna pada level insisi, bebaskan ligasi pada dua tempat dan potong diantaranya. Benang ligasistomp distal diklem dan dielevasi ke cranial dengan demikian r. Marginalis mandibula akan selamat oleh karena ia berjalan melintang tegak lurus superficial terhadap vasamaksilariseksterna. Pada bagian profundanya dibuat flap ke atas sampai pada periosteum mandibula. Periosteum mandibula diinsisi, selanjutnya dengan rasparatorium periosteum dibebaskan dari tulang. Dengan alat kerok atau knabel dilakukan pembersian dari kedua ujung fragmen tulang. Lakukan reposisi dengan memperhatikan oklusi gigi yang baik. Bila digunakan wire, bor tulang mandibula pada 2 tempat, 1 cm dari garis fraktur dan 1 cm dari margo mandibula. Kemudian digunakan snaar wire stainless steel diameter 0.9mm, ikatan tranversal dan figure of 8. pada penggunaan plat mini linier pada fraktur mandibula bagian mentum diantara dua foramen mentales maka digunakan 2 buah plat masing-masingminimal 4 lobang sehingga didapatkan hasil fiksasi dan antirotasi.Tolak ukur keberhasilan operasi pemasangan plat mini maupun IOID wiring pada mandibula adalah oklusi yang baik, tidak trismus. Jangan tergesa melakukan fiksasi sebelum yakin oklusinya sudah sempurna. Posisi plat jangan terlalu tinggi karena sekrup akan menembus saraf/akar gigi. Permukaan tulang bersih dari jaringan ikat dan jaringan lunak sehingga plat betul-betul menempel pada tulang mandibula. Untuk penggunaan bor, sebaiknya arah matabor tangensial, stabil dan arah obeng juga sesuai dengan arah bor sebelumnya. Gunakan mata bor diameter 1.5mm dengan kecepatan rendah menembus 1 korteks dikukur kedalamannya kemudian dipasang sekrup yang panjangnya sesuai dengan tebal satu korteks.Pemasangan sekrup dimulai dari satu sisi terlebih dahulu kemudian menyebrang menyilang pada sisi plat satunya.Keuntungan dari reposisi tertutup adalah lebih efisien, angka komplikasi lebih rendah dan waktu operasi yang lebih singkat. Tehnik ini dapat dikerjakan di tingkat poliklinis. Kerugiannya meliputi fiksasi yang lama, gangguan nutrisi karena adanya MMF, resiko ankilosis TMJ dan problem airway. Keuntungan dari ORIF antara lain ; mobilisasi lebih dini dan reaproksimasi fragmen tulang yang lebih baik. Kerugiannya adalah biaya lebih mahal dan diperlukan ruang operasi dan pembiusan untuk tindakannya.Dalam menangani fraktur mandibula umumnya digunakan lebih dari satu modalitas sebab terdapat banyak variasi biomekanik dan problem klinis untuk mencapai mobilitas fiksasi di regio fraktur. Ada 5 metode yang umum digunakan yaitu dengan biocortical transfacial compression platespada bagian inferior dengan atau tanpa tension band plate, monocortical transoral miniplates pada bagian superior, paired miniplates, lag screws dan noncompression stabilization plates pada bagian inferior. Hasil yang didapatkan dari pemakaian monocortical osteosynthesis adalah tercapainya netralisasi kekuatan tensi dan kompresi serta rotasi pada garis fraktur sehingga diperoleh reduksi anatomis yang fisiologis, kompresi pada fragmen fraktur dan imobilisasi yang rigid serta perbaikan kekuatan self kompresi fisiologis.Pada angulus mandibula, plat paling baik diletakkan pada permukaan yang paling luas dan setinggi mungkin di daerah linea oblique eksterna. Pada regio anterior, diantara kedua foramen mentalis, disamping plat subapikal perlu juga ditambahkan plat lain di dekat batas bawah mandibula untuk menetralkan kekuatan rotasi pada daerah simfisis tersebut. Pada daerah di belakang foramen mentalis sampai mendekati daerah angulus cukup digunakan satu plat yang dipasang tepat dibawah akar gigi dan diatas nervus alveolaris inferior. Penempatan plat didaerah sepanjang tension trajectory ternyata juga menghasilkan suatu fiksasi yang paling stabil bila ditinjau dari prinsip biomekaniknya.Pada bagian mandibula yang bergigi, archbar sudah cukup berfungsi menetralkan kekuatan tension, sedangkan pada daerah angulus dan ramus mandibula fungis tersebut baru bisa didapatkan dengan menggunakan plat yang kecil. Fraktur pada daerah angulus mandibula merupakan problem khusus pada perawatan dengan menggunakan rigid internal fixation. Angulus merupakan bagian yang sulit dicapai lewat intraoral karena adanya otot-otot pengunyah dan otot-otot daerah suprahyoid. Batas inferior dari angulus sangat tipis dan tidak mungkin dilakukan suatu kompresi. Adanya gigi molar 3 menyebabkan fraktur mudah terjadi, distraksi dari kontak tulang menghambat reduksi dan vaskular dari sisi fraktur dan dapat menjadi sumber infeksi. Penggunaan rigid internal fixation untuk mencegah hilangnya kontrol segmen proksimal, delayed union dan malunion yang dapat terjadi bila digunakan terapi lain. 7. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi akibat fraktur mandibula antara lain adanya infeksi, dengan kuman patogen yang umum adalah staphylococcus, streptococcus dan bacterioides. Terjadi malunion dan delayed healing, biasanya disebabkan oleh infeksi, reduksi yang inadekuat, nutrisi yang buruk, dan penyakit metabolik lainnya. Parasthesia dari nervus alveolaris inferior, lesi r marginalis mandibulae n. fasialis bisa terjadi akibat sayatan terlalu tinggi. Aplikasi vacuum drain dapat membantu untuk mencegah timbulnya infeksi yang dapat terjadi oleh karena genangan darah yang berlebihan ke daerah pembedahan. Fistel orokutan bisa terjadi pada kelanjutan infeksi terutama pada penderita dengan gizi yang kurang sehingga penyembuhan luka kurang baik dan terjadi dehisensi luka.D. FRAKTUR COSTA1. DefinisiFraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena). Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.

GOLDEN DIAGNOSISNyeri tekan dada dan bertambah sewaktu batuk, bernafas dalam/bergerak, sesak nafas, krepitasi, deformitas.2. EtiologiSecara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :Disebabkan traumaa. Trauma tumpul Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain: Kecelakaan lalulintas, kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar yang keras atau akibat perkelahian. b. Trauma TembusPenyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembakDisebabkan bukan traumaYang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.3. Klasifikasi FrakturPenampilkan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis , dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu:1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi. b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.2. Berdasarkan komplit atau tidak komplitnya fraktur.a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa di bawahnya.3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi pada tulang panjang.3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupaka akibat trauma angulasi atau langsung.b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan meruakan akibat trauma angulasijuga.c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah permukaan lain.e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada tulang.4. Berdasarkan jumlah garis patah.a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang sama.5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih utuh.6. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi atas:a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)

7. Berdasarkan posisi frakurSebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :a. 1/3 proksimalb. 1/3 medialc. 1/3 distal8. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.9. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.10. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman sindroma kompartement.

KLASIFIKASI FRAKTUR IGA1. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :a. Fraktur simple b. Fraktur multiple2. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :a. Fraktur segmental b. Fraktur simple c. Fraktur comminutif3. Menurut letak fraktur dibedakan : a. Superior (costa 1-3 ) b. Median (costa 4-9) c. Inferior (costa 10-12 ).4. Menurut posisi : a. Anteriorb. Lateral c. Posterior.5. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapulaa. Akibat dari tenaga yang besarb. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besarc. Mortalitas sampai 35%.6. Fraktur Costae tengah (4-9) :a. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat ditangani pada rawat jalan.b. MRS jika pada observasi c. Penderita dispneud. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkane. Penderita berusia tuaf. Memiliki preexisting lung function yang buruk.7. Fraktur Costae bawah (10-12) : Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen4. PatofisiologiFraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping ataupun dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada akan terjadi fraktur costa.Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.Fraktur costa yang displace akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya.

Costae tulang pipih dan memiliki sifat yang lentur. Pada anak costae masih sangat lentur sehingga sangat jarang dijumpai fraktur iga pada anak. Costae merupakan salah satu komponen pembentuk rongga dada yang berfungsi memberikan perlindungan terhadap organ di dalamnya dan yang lebih penting adalah mempertahankan fungsi ventilasi paru. Fraktur costae dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan, samping, ataupun dari belakang. Costae, tulang yang sangat dekat dengan kulit dan tidak banyak memiliki pelindung akibatnya trauma dada trauma costae.

Iga 1 3 paling jarang fraktur, karena dilindungi oleh struktur tulang dari bahu, tulang skapula, humerus, klavikula, dan seluruh otot-otot. Kalo fraktur kemungkinan cedera pembuluh darah besar. Iga 4 9 paling sering fraktur, kemungkinan cedera jantung dan paru Iga 10 12 agak jarang fraktur, karena costae 10-12 ini mobil, tapi kalo fraktur kemungkinan cedera organ intraabdomen.

Gerakan dinding dada terhambat/asimetrisLengkung iga akan lebih melengkung lagi ke arah lateralFraktur igaTerjadi pendorongan ujung-ujung fraktur masuk ke rongga pleuraKerusakan struktur & jaringanTrauma kompresi anteroposterior dari rongga thoraxStimulasi sarafNyeri dadaGangguan ventilasiSesak nafasHemotoraks Pneumothoraks Krepitasi

5. Tanda Dan Gejalaa. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada b. Adanya gerakan paradoksal c. Tandatanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.d. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyerie. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.f. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batukg. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara udara yang dihisap masuk ke dalam rongga dada. h. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok. 6. Diagnosis

Sebanyak 25% dari kasus fraktur costae tidak terdiagnosis dan baru terdiagnosis setelah timbul komplikasi, sperti hematothoraks dan pneumothoraks.

1. Anamnesis Nyeri dada biasanya menetap pada satu titik, bertambah berat saat bernafas.Bernafas (inspirasi) rongga dada mengembang menggerakkan fragmen costa yang patah menimbulkan gesekan antara ujung fragmen dengan jaringan lunak sekitar rangsangan nyeri Sesak nafas atau bahkan saat batuk keluar darah mengindikasikan adanya komplikasi cedera pada paru. Mekanisme trauma

2. Pemeriksaan fisik Airway look benda2 asing di jalan nafas, fraktur tulang wajah, fraktur laring, fraktur trakea listen Dapat bicara, ngorok, berkumur-kumur, stridor feel Breathing Look pergerakan dinding dada (asimetris/simetris), warna kulit, memar, deformitas, gerakan paradoksal. Listen vesikular paru, suara jantung, suara tambahan Feel krepitasi, nyeri tekan Ciculation Tingkat kesadaran Warna kulit Tanda-tanda laserasi Perlukaan eksternal Disability Tingkat kesadaran Respon pupil Tanda-tanda lateralisasi Tingkat cedera spinal Exposure

3. Pemeriksaan penunjang Rontgen standar Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae. Foto oblique diagnosis fraktur multiple. EKG Monitor laju nafas, analisis gas darah Pulse oksimetri

7. Diagnosis Banding Contusio dinding dada Fraktur sternum Flail chest

8. Penatalaksanaan1. Primary surveya. Airway dengan kontrol servikalPenilaian:1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)2) Penilaian akan adanya obstruksiManagement:3) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi 4) Bersihkan airway dari benda asing.b. Breathing dan ventilasiPenilaian1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi 2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya.4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor5) Auskultasi thoraks bilateralManagement:1) Pemberian oksigen2) Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi denganaspirin atau asetaminofen setiap 4 jam. 3) Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur costae a) Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera b) Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru 4) Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.c. Circulation dengan kontrol perdarahanPenilaian1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal2) Mengetahui sumber perdarahan internal3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.5) Periksa tekanan darahManagement:1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal 2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat4) Transfusi darah jika perdarahan m