laporan akhir program p2m penerapan iptek...
TRANSCRIPT
i
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEK
DIPA FAKULTAS
PELATIHAN PRAKTIKUM PENGAMATAN OBJEK
LANGIT MALAM BAGI GURU-GURU IPA SMP
DI KOTA SINGARAJA
Tim Pelaksana:
Dr. Ni Made Pujani, M.Si. (Ketua) NIDN. 0004116302
Putri Sarini, S.T., M.Pd. (Anggota) NIDN. 0002127805
Putu Prima Juniartina, S.Pd., M.Pd. (Anggota) NIDN. 0014068801
Dibiayai dari
Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha
Dengan SPK Nomor: 201d/UN48.9/PM/2019
tanggal 15 Pebruari 2019
JURUSAN FISIKA DAN PENGAJARAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
2019
ii
HALAMAN PENGESAHAN
LAPORAN AKHIR PROGRAM PENGABDIAN PADA MASYARAKAT
a.Judul Program : Pelatihan Praktikum Pengamatan Objek Langit Malam Bagi
Guru-Guru IPA SMP di Kota Singaraja
b. Jenis Program : Pelatihan
c. Bidang Kegiatan : Kependidikan
d. Identitas Pelaksana :
1. Ketua:
a) Nama : Dr. Ni Made Pujani, M.Si
b) NIP : 196311041988032001
c) NIDN : 0004116302
d) Pangkat/Gol. : Pembina Tk. I/ IVb
e) Alamat Kantor : Kampus Tengah Undiksha, Jln. Udayana Singaraja
f) Alamat Rumah : Jln. Parikesit II/3 Singaraja, 81117
2. Anggota 1:
a) Nama : Putri Sarini S.T., M.Pd.
b) NIP : 197812022014042001
c) NIDN : 0002127805
d) Pangkat/Gol. : Penata Muda Tk. I/ IIIb
e) Alamat Kantor : Kampus Tengah Undiksha, Jln. Udayana Singaraja
f) Alamat Rumah : Jln Pulau Bali Singaraja
3. Anggota 2:
a) Nama : Putu Prima Juniartina,S.Pd., M,Pd.
b) NIP : 19880614201541001
c) NIDN : 0014068801
d) Pangkat/Gol. : Penata Muda Tk. I/ IIIb
e) Alamat Kantor : Kampus Tengah Undiksha, Jln. Udayana Singaraja
f) Alamat Rumah : Desa Banjar Tegeha, Kec. Banjar, Kab. Buleleng
e. Jumlah Biaya yang diperlukan: Rp 7.000.000,- (tujuh juta rupiah)
f. Lama Kegiatan : 9 bulan (15 Februari s.d 15 November 2019)
Mengetahui:
Dekan Fakultas MIPA Undiksha,
Prof. Dr. I Nengah Suparta, M.Si NIP. 196507111990031003
Singaraja, 10 November 2019
Ketua Pelaksana,
Dr. Ni Made Pujani, M.Si.
NIP. 196311041988032001
Mengetahui,
Ketua LPPM Undiksha
Prof. Dr. I Gede Astra Wesnama, M.Si.
NIP. 196204251990031002
iii
TIM PELAKSANA
1. Ketua Pelaksana
a. Nama Lengkap : Dr. Ni Made Pujani, M. Si.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIP : 196311041988032001
d. Disiplin Ilmu : Pendidikan IPA (Fisika)
e. Pangkat/Golongan : Pembina Tk. I/IV b
f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Lektor Kepala
g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Fisika dan Pengajaran IPA
h. Waktu untuk Kegiatan ini : 10 jam/minggu
2. Anggota Pelaksana 1
a. Nama Lengkap : Putri Sarini, S.T., M.Pd.
b. Jenis Kelamin : Perempuan
c. NIP : 197812022014042001
d. Disiplin Ilmu : Pendidikan IPA
e. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk.1/ IIIb
f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Asisten Ahli / -
g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Fisika dan Pengajaran IPA
h. Waktu untuk Kegiatan ini : 8 jam/minggu
3. Anggota Pelaksana 2
a. Nama Lengkap : Putu Prima Juniartina, S.Pd.,M.Pd.
b. Jenis Kelamin : Laki-laki
c. NIP : 19880614201541001
d. Disiplin Ilmu : IPA (Fisika)
e. Pangkat/Golongan : Penata Muda Tk.1/ IIIb
f. Jabatan Fungsional/ Struktural : Penata Muda Tk.1/ IIIb
g. Fakultas/Jurusan : FMIPA/Fisika dan Pengajaran IPA
h. Waktu untuk Kegiatan ini : 8 jam/minggu
iv
PELATIHAN PRAKTIKUM PENGAMATAN OBJEK LANGIT
MALAM BAGI GURU-GURU IPA SMP DI KOTA SINGARAJA
Oleh
Ni Made Pujani, Putri Sarini dan Putu Prima Juniartina
Universitas Pendidikan Ganesha
ABSTRAK
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja dalam melaksanakan
praktikum pengamatan objek langit malam sebagai persiapan menuju Olimpiade
Astronomi. Sasaran kegiatan adalah 15 orang guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja.
Tempat kegiatan di Program Studi Pendidikan IPA Undiksha dengan melibatkan
MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng. Kegiatan dilakukan selama dua hari yaitu
tanggal 3 an 4 September 2019 dengan memberikan pelatihan melakukan pengamatan
langit malam dan pelatihan penyelesaian soal-soal praktikum Olimpiade Astronomi.
Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pelaksanaan pelatihan berjalan baik. Penguasaan
dan keterampilan guru dalam melakukan praktikum pengamatan objek langit setelah
pelatihan mengalami peningkatan. Tanggapan peserta adalah positif dan guru-guru
sangat antusias mengikuti pelatihan hingga selesai. Kendala yang ditemui dalam
pelaksanaan pelatihan adalah tinggkat kesukaran dalam mengoperasikan stellarium
relatif sulit sehingga diperlukan waktu lebih banyak dalam berlatih.
Kata Kunci: praktikum astronomi, objek langit malam, guru IPA
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena
berkat rakhmatNya-lah maka penulis dapat menyelesaikan laporan Pengabdian Kepada
Masyarakat, dengan judul: “Pelatihan Praktikum Pengamatan Objek Langit Malam Bagi
Guru-Guru IPA SMP di Kota Singaraja”.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak
yang telah memberikan kontribusi dalam perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai
dengan penulisan laporan ini, diantaranya kepada yth:
1. Ketua LPPM Undiksha, atas bantuan dana yang diberikan.
2. Ketua Prodi S1 Pendidikan IPA, yang telah mengijinkan kami untuk
memanfaatkan fasilitas ruang pertemuan yang ada di Prodi Pendidikan
IPAUndiksha.
3. Gede Someada, S.Pd., selaku Ketua MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng atas
dukungan dan kerjasamanya
4. Semau pihak yang telah membantu menyukseskan kegiatan P2M ini yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu.
Akhirnya, kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk
meningkatkan kualitas pendidikan melalui pelatihan bagi para guru. Masukan dari
pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan laporan ini.
Singaraja, 10 November 2019
Tim Pelaksana,
vi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL …………………………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. ii
TIM PELAKSANA ………………………………………………………. iii
ABSTRAK………………………………………………………………… iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………….. v
DAFTAR ISI ………………………………………………………………. vi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. viii
I PENDAHULUAN ………………………………………………………. 1
A. Analisis Situasi ……………………………………………………… 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ……………………………….. 4
C. Tujuan Kegiatan …………………………………………………….. 4
D. Manfaat Kegiatan …………………………………………………… 5
II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………………… 6
A. Hakekat IPA dan Implikasinya dalam Pembelajaran ……………… 6
B. Kualitas Guru ………………………………………………………. 7
C. Pengaruh Kualitas Guru terhadap Prestasi belajar Siswa ………….. 8
III METODE PELAKSANAAN ……………………………………..…… 11
A. Kerangka Pemecahan Masalah ……………………………….…… 11
B. Realisasi Pemecahan Masalah …………………………………...... 12
C. Khalayak Sasaran …………………………………………………. 12
D. Metode Pelaksanaan Kegiatan …………………………………...... 13
IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………... 15
A. Hasil Kegiatan ..……………………………………………………. 15
B. Pembahasan .............................................………………….........…. 17
V SIMPULAN DAN SARAN …………………………………………… 19
A. Simpulan …………………………………………………………... 19
B. Saran ………………………………………………………………. 19
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………... 20
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………… 22
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah …………………… 11
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran:
01 Foto Kegiatan …………………………………………………….... 23
02 Materi Pelatihan…….……………………………………………… 25
03 Kontrak P2M (SPK)...……………………………………………… 37
9
BAB I
PENDAHULUAN
A. ANALISIS SITUASI
Praktikum merupakan kegiatan istimewa yang berfungsi untuk melatih dan
memperoleh umpan balik serta meningkatkan motivasi belajar siswa (Utomo dan
Ruijter, 1990; Liem, 2007). Pembelajaran melalui kegiatan praktikum tidak hanya
meningkatkan ranah psikomotorik siswa, tetapi juga kognitif dan afektif. Seperti
dinyatakan oleh Pabelon and Mendosa (2000), bahwa: “Kerja laboratorium berperan
dalam mengembangkan kognitif, psikomotor, dan afektif”. Ranah kognitif antara lain
keterampilan berpikir, ranah psikomotorik antara lain keterampilan melaksanakan
kegiatan praktikum, dan ranah afektif antara lain belajar bekerja sama dengan orang lain
dan menghargai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, praktikum seyogianya
memperhatikan aspek-aspek itu dan guru pengajar IPBA perlu diberikan pelatihan
keterampilan praktikum.
Hasil penelitian Pujani dan Liliasari (2011) terhadap pembelajaran IPBA
menemukan bahwa pembelajaran IPBA (khususnya Astronomi) di sekolah-sekolah dan
di perguruan tinggi belum menyelenggarakan kegiatan laboratorium. Pembelajaran
IPBA didominasi oleh ceramah, tanya jawab dan penugasan. Hal ini sejalan dengan
temuan Depdiknas (2002), bahwa pembelajaran sains di sekolah umumnya bersifat
teoritis, melalui ceramah, diskusi, dan penyelesaian soal, tanpa eksperimen ataupun
demonstrasi. Terhadap hal ini banyak alasan umum yang dikemukakan, antara lain
karena guru tidak pernah dilatih melaksanakan praktikum IPBA, tidak adanya ruang
laboratorium, dan tidak ada alat-alat praktikum IPBA.
Hasil penelitian Balitbang (Rustad et al., 2004) menunjukkan bahwa sekitar 51%
guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan
10
alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolahnya, akibatnya tingkat pemanfaatan alat-
alat itu dalam pembelajaran cenderung rendah. Timbul dugaan bahwa inti persoalan
mengapa guru tidak melakukan pembelajaran dengan kegiatan praktikum terletak pada
kurangnya kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan praktikum
dan membuat alat-alat percobaan sederhana.
Pelatihan keterampilan praktikum bagi guru sejalan dengan pergeseran
paradigma dalam pembelajaran sains. Paradigma baru dalam belajar sains yaitu
pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari sains melalui
pengalaman langsung daripada hafalan, sehingga siswa dapat menggunakan
pengetahuan sainsnya tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Gallagher, 2007).
Pendidikan sains dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman dan
kebiasaan berpikir, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk menjamin
kelangsungan hidupnya (Rutherford and Ahlgren, 1990). Melalui pembelajaran sains
dengan kegiatan praktikum siswa akan memperoleh pengalaman secara langsung,
sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep, kemampuan memecahkan masalah
dan keterampilan-keterampilan ilmiah, memahami bagaimana sains dan ilmuwan
bekerja, menumbuhkan minat dan dan motivasi, serta melatih keterampilan berpikir
(Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007). Di sisi lain materi IPBA (khususnya
Astronomi) merupakan mata pelajaran yang sering dikompetisikan melalui kegiatan
Olimpiade, sehingga para guru IPBA dituntut untuk mampu membina para siswanya
memberikan pembekalan bidang teori dan keterampilan praktikum. Praktikum
astronomi yang diberikan pada olimpiade adalah pengamatan objek langit malam.
Dalam tes praktikum ini peserta diwajibkan mengetahui dan mengenali nama-nama
bintang, nama-nama rasi yang istimewa, mengamati fase-fase bulan, dan objek langit
lainnya.
Mencermati hal di atas perlu kiranya dilakukan pelatihan praktikum pengamatan
objek langit malam bagi siswa dan guru-guru SMP yang ada di Kota Singaraja sebagai
11
persiapan menuju olimpiade astronomi 2020. Dengan keterampilan yang dimiliki
diharapkan para guru mampu membina siswanya dalam menghadapi olimpiade
astronomi.
Singaraja sebagai salah satu kota di Bali Utara, sudah banyak melakukan
pembenahan untuk mendukung terwujudnya visi dan misi Kota Singaraja, diantaranya
menjadikan singaraja sebagai kota pendidikan. Realisasi dari hal itu telah dituangkan
dalam berbagai kebijakan daerah, antara lain dengan memfasilitasi pembangunan
lembaga pendidikan mulai dari jenjang taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan
tinggi (PT).
Berdasarkan hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah
satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kota Singaraja adalah
terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para guru. Di
sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada di
Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi IPA (Astronomi) di SMP banyak
yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya
kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar
Astronomi dan membimbong siswa melakukan praktik pengamatan objek langit malam.
Pembelajaran IPA (astronomi) sebagai bidang studi yang secara formal wajib
dibelajarkan pada jenjang pendidikan SMP, saat ini dihadapkan pada tantangan untuk
mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajarannya. Hal ini mengingat
bahwa mulai tahun 2005 Astronomi dilombakan dalam ajang bergengsi yaitu pada
olimpiade tingkat nasional. Khusus untuk Kabupaten Buleleng partisipasi di bidang
olimpiade astronomi bagi siswa SMP baru mulai tahun 2006, tetapi belum ada yang bisa
menembus hingga lulus di tingkat nasional, sebagaimana diinformasikan melalui
internet, untuk bidang olimpiade astronomi belum ada siswa SMP/SMA wakil dari
Kabupaten Buleleng atau pun wakil Propinsi Bali yang berhasil meraih medali
(www.olimpiade-sains.org). Oleh karena itu, Dinas Pendidikan bersama-sama dengan
12
seluruh SMP yang ada di Kabupaten Buleleng perlu sesegera mungkin melakukan
persiapan pembinaan bidang Astronomi SMP/SMA yang terprogram dan kontinu,
karena rendahnya prestasi belajar Astronomi bagi siswa SMP/SMA di wilayah
Kabupaten Buleleng tidak terlepas dari kurangnya pembinaan oleh guru (faktor guru)
dan karakteristik materi. Upaya pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam
sangat perlu dilakukan untuk mengantisipasi pelaksanaan Olimpiade Astronomi tahun
2020. Hal ini bermanfaat bagi perbaikan kualitas proses dan produk pendidikan pada
level SMP melalui refreshing program bagi guru-guru IPA SMP di Kabupatn Buleleng,
khususnya di Kota Singaraja.
Mencermati hal di atas perlu kiranya dilakukan kegiatan berupa “Pelatihan
Praktikum Pengamatan Objek Langit Malam bagi Guru-Guru IPA SMP di Kota
Singaraja”, agar guru-guru memiliki pengetahuan pengamatan objek langit malam yang
memadai. Lebih lanjut, dengan meningkatnya kemampuan guru diharapkan para guru
mampu membina siswanya dalam menghadapi olimpiade Astronomi.
B. IDENTIFIKASI DAN PERUMUSAN MASALAH
Dari paparan di atas dapat diidentifikasi hal-hal berikut:
(1) bahwa guru yang mengajar Astronomi di SMP yang ada di wilayah Kabupaten
Buleleng belum memiliki kemampuan dibidang penguasaan materi dan
keterampilan praktikum pengenalan objek langit malam. Oleh karena itu perlu
diadakan program re-freshing bagi guru-guru dalam upaya peningkatan kualitas
penguasaan bidang Astronomi.
(2) bahwa hasil belajar Astronomi siswa bergantung pada kualitas PBM yang
dilaksanakan guru. Mengingat Astronomi merupakan ilmu-ilmu dasar yang harus
ditanamkan secara benar sejak dini, maka diperlukan kualitas pelaksanaan PBM
yang baik. Hal ini dapat dilakukan dengan peningkatan kualitas pengetahuan guru
pengajar Astronomi (IPA). Bila kualitas pengetahuan guru tentang Astronomi
meningkat akan berimplikasi pada peningkatan kualitas pelaksanaan PBM, dan
13
akhirnya bermuara pada peningkatan prestasi belajar Astronomi siswa, sehingga
siswa memiliki peluang untuk tampil dalam event olimpiade.
Berdasarkan uraian dan identifikasi masalah di atas, maka permasalahan pokok
yang hendak diurai melalui program ini adalah: “Bagaimanakah cara meningkatkan
kemampuan Guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja dalam mengamati objek langit
malam sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi?
C. TUJUAN KEGIATAN
Berdasarkan analisis potensi dan rumusan masalah di atas, maka secara spesifik
tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-
guru IPA SMP di Kota Singaraja dalam melaksanakan praktikum pengamatan objek
langit malam sebagai persiapan menuju Olimpiade Astronomi.
D. MANFAAT KEGIATAN
Kegiatan ini nantinya diharapkan bermanfaat bagi:
1. Pemerintah Kabupaten Buleleng, khususnya Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng,
bahwa program ini dapat membantu merealisasikan salah satu program yang telah
disusun dalam rencana pembangunan pendidikan di Singarajai, khususnya pada
jenjang SMP, yaitu peningkatan pengetahuan dan keterampilan guru dalam
melakukan kegiatan-kegiatan akademis untuk mendukung tugas-tugas
profesionalnya, sehingga secara langsung berdampak bagi peningkatan produktivitas
pendidikan di Kabupaten Buleleng.
2. Guru-guru IPA SMP di Kabupaten Buleleng, program ini sangat bermanfaat dalam
meningkatkan kualitas penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka
dapat memiliki pengetahuan materi Astronomi yang memadai megingat pengajar
Astronomi SMP umumnya adalah guru IPA, serta mampu membina siswa dalam
persiapan menghadapi Olimpiade Astronomi.
14
3. Universitas Pendidikan Ganesha, program ini sangat bermanfaat dalam menjalin
kerjasama yang mutualis antara LPTK dengan kalangan masyarakat luas, sehingga
tenaga dan berbagai potensi yang ada dapat disumbangkan kepada khalayak luas,
khususnya yang berkenaan dengan sektor pendidikan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
15
A. Peranan Praktikum dalam Pembelajaran Sains/IPBA
Praktikum adalah suatu bentuk kerja praktek yang bertempat dalam lingkungan
yang disesuaikan dengan tujuan agar siswa terlibat dalam pengalaman belajar yang
terencana dan berinteraksi dengan peralatan untuk mengobservasi serta memahami
fenomena. Sejalan dengan itu, Hofstein and Mamlok-Naaman (2007), Rustaman et al.,
(2005) dan Margono (2000) menyatakan kegiatan laboratorium sebagai suatu kegiatan
praktikum, baik yang dilakukan di laboratorium maupun di luar laboratorium seperti di
kelas atau di alam terbuka, berkaitan dengan suatu bidang ilmu tertentu yang antara lain
ditujukan untuk menunjang pembelajaran teori.
Tujuan kegiatan praktikum adalah untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan ilmiah, pemahaman konsep, kemampuan kognitif, berpikir kreatif, dan
sikap ilmiah (Gangoli and Gurumurthy, 1995). Sementara itu menurut Hodson (1996)
tujuan kegiatan laboratorium dalam pembelajaran sains adalah untuk 1) memotivasi
siswa dan merangsang minat serta bakatnya, 2) mengajarkan keterampilan-keterampilan
yang harus dilakukan di laboratorium, 3) membantu perolehan dan pengembangan
konsep, 4) mengembangkan pemahaman terhadap sains dan mengembangkan
keterampilan dalam melaksanakan sains tersebut, dan 5) menanamkan sikap ilmiah.
Bentuk kegiatan praktikum yang efektif dilakukan ada tiga yaitu, kegiatan
praktikum yang bersifat latihan, memberi pengalaman, dan investigasi atau
penyelidikan (Van den Berg and Giddings, 1992; Woolnough dalam Rustaman et al.,
2005; Margono, 2000). Uraian ketiga bentuk kegiatan laboratorium tersebut sebagai
berikut.
1) Kegiatan Laboratorium Bentuk Latihan
Kegiatan laboratorium berbentuk latihan bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan dasar dan teknik seperti menggunakan alat, mengukur dan mengamati
16
(observasi). Contoh kegiatan laboratorium yang bersifat latihan adalah: menggunakan
teleskop, berlatih menggunakan peta langit, berlatih menggunakan perangkat lunak
“Stellarium”, dan berlatih merangkai alat dengan benar.
2) Kegiatan Laboratorium Bentuk Pengalaman
Kegiatan laboratorium pengalaman bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
materi pelajaran dengan cara memberikan pengalaman nyata secara langsung kepada
siswa terhadap fenomena alam. Contoh kegiatan laboratorium berbentuk pengalaman
adalah mengidentifikasi sifat fisis batuan dengan meraba permukaan batuan dan
mengamati warna mineral penyusun batuan, mempelajari dan memperhatikan gerakan
bayangan matahari. Pelaksanaan kegiatan laboratorium dapat secara induksi atau
verifikasi.
3) Kegiatan Laboratorium Bentuk Investigasi atau Penyelidikan.
Kegiatan laboratorium bentuk investigasi bertujuan untuk mengembangkan
kemampuan memecahkan masalah. Pada kegiatan laboratorium ini siswa dituntut dapat
bertindak sebagai seorang ilmuwan (Rustaman et al., 2005). Pelaksanaan kegiatan
laboratorium ini dapat menggunakan model inkuiri atau discovery, sehingga diperlukan
identifikasi masalah, perumusan masalah, hipotesis, perencanaan percobaan,
pelaksanaan percobaan, evaluasi hasil percobaan, dan pelaporan hasil percobaan.
Contoh materi untuk kegiatan laboratorium bentuk investigasi adalah: penyelidikan
faktor-faktor yang mempengaruhi erosi dan pelapukan, faktor-faktor yang
mempengaruhi efek rumah kaca dan pemanasan global.
Mencermati uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kegiatan praktikum dalam
pembelajaran sains memiliki peranan yang penting. Menurut Woolnough and Allsop
dalam Rustaman (2002); Hofstein and Mamlok-Naaman (2007), pentingnya kegiatan
praktikum dalam sains adalah: (1) membangkitkan minat dan motivasi belajar sains, (2)
mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melaksanakan eksperimen, (3)
menjadi wahana belajar pendekatan ilmiah, dan (4) menunjang pemahaman materi
17
pelajaran. Sementara itu, menurut Millar (2004), peran kegiatan kegiatan praktikum,
antara lain (1) mengajarkan pengetahuan ilmiah sebagai kemampuan berkomunikasi, (2)
pengalaman dalam kegiatan kegiatan praktikum sangat penting untuk memahami dunia,
(3) kegiatan kegiatan praktikum melibatkan kemampuan melakukan suatu tindakan dan
merefleksinya, dan (4) mengkaitkan dua domain pengetahuan yaitu domain objek real
dan sesuatu yang dapat diamati dengan domain ide-ide.
Sejalan dengan itu, Wiyanto (2008) menyatakan peranan kegiatan kegiatan
praktikum dalam sains diantaranya sebagai berikut. Pertama, sebagai wahana untuk
mengembangkan keterampilan dasar mengamati atau mengukur (menggunakan alat-alat
yang sesuai) dan keterampilan-keterampilan proses lainnya, seperti mencatat data,
membuat tabel, membuat grafik, menganalisis data, menarik kesimpulan,
berkomunikasi, dan bekerjasama dalam tim. Kedua, laboratorium dapat dijadikan
sebagai wahana memperjelas konsep yang telah dibahas sebelumnya. Ketiga,
laboratorium dapat dijadikan sebagai wahana untuk mengembangkan kemampuan
berpikir melalui proses pemecahan masalah dalam rangka siswa menemukan konsep
sendiri. Lebih lanjut Wiyanto (2008) menyatakan bahwa peran yang paling penting
tingkatannya dibandingkan dengan peran-peran lainnya adalah peran ketiga, yaitu
laboratorium untuk mengembangkan kemampuan berpikir, karena hal ini berarti
laboratorium telah dijadikan sebagai wahana untuk learning how to learn.
B. Hakekat IPA dan Implikasinya dalam Pembelajaran
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) pada hakekatnya mencakup dua dimensi yaitu
dimensi produk dan dimensi proses. Dimensi Produk mengandung sekumpulan
pengetahuan baik berupa konsep-konsep, prinsip-prinsip, maupun hukum-hukum
sebagai hasil penelitian dan pikiran para ilmuwan (saintis). Sedangkan dimensi proses
IPA berisi sekumpulan keterampilan-keterampilan dasar yang mencerminkan suatu
proses. Jadi keterampilan- keterampilan IPA meliputi: mengamati /mengobservasi,
18
mengklasifikasikan/ kategorisasi, mengukur/ melakukan pengukuran, mengajukan
pertanyaan, merumuskan hipotesis, merencanakan penyelidikan/ percobaan,
menginterpretasikan /menafsirkan hasil pengamatan, dan berkomunikasi.
Untuk dapat mengajarkan IPA dengan baik dan tepat maka seorang guru
haruslah memahami tentang pengertian dan hakekat dari IPA. Mengajar sains
merupakan upaya guru dalam membelajarkan siswanya tentang sains. Mengajar dalam
pengertian ini berarti memberi arah sekaligus mengembangkan pemerolehan konsep-
konsep sains oleh siswa sendiri. Oleh sebab itu proses mengajar lebih didasari oleh
kepentingan siswa dalam mendapatkan konsep-konsep, prinsip, keterampilan serta sikap
yang dilandasi metode ilmiah. Trowbridge (dalam Suastra dan Pujani, 1999)
menjelaskan tentang mengajar yang berorientasi pada belajar penemuan (discovery),
bahwa dengan upaya mengajar diharapkan terjadi personal meaning tentang sains pada
diri siswa.
Belajar sains atau mempelajari sains bagi pebelajar tidak lagi sebagai
penerimaan informasi tentang sains akan tetapi merupakan suatu proses pengembangan
keterampilan berpikir mengenai konsep sains. Dengan demikian strategi belajar yang
digunakanpun harus dikondisikan pada kegiatan-kegiatan yang berdimensi fisik dan
psikis kognitif. Piaget sebagaimana disitir oleh Labinowict, 1980 (dalam Suastra dan
Pujani, 1999) menyatakan bahwa pengetahuan sains akan baik jika dipelajari dengan
cara active construction. Ini berarti bahwa siswa diarahkan untuk membangun
pengetahuannya secara aktif. Untuk itu strategi belajar hendaknya ditujukan kepada
student centered, sehingga siswa sepenuhnya terlibat pada proses pembelajarannya.
Kreativitas dalam sains juga terjadi bila siswa melakukan penemuan ilmiah
untuk mereka sendiri walaupun informasi semacam itu telah diketahui orang lain
(Adang, 1985 dalam Suastra dan Pujani, 1999). Prinsip-prinsip dasar itu pasti tercantum
dalam buku teks, tetapi penerapan khusus atau inovasi-nya perlu ditentukan oleh siswa.
19
Lebih lanjut Adang (1985), menyatakan bahwa untuk melatih berfikir kreatif siswa
hendaknya diberi kesempatan:
1. Mengajukan pertanyaan yang mengundang berpikir selama PBM berlangsung.
2. Membaca buku-buku yang mendorong untuk melakukan studi lebih lanjut.
3. Merasakan kemudahan dalam mengambil isu atau menyatakan ide atau proses.
4. Memodifikasi atau menolak usulan yang orisinil dari seseorang tanpa
mencemoohnya.
5. Merasa bebas dalam mengajukan tugas pengganti yang mempunyai potensi kreatif.
6. Menerima pengakuan yang sama untuk berpikir kreatif seperti juga untuk hasil
belajar yang berupa mengingat.
Dari uraian di atas maka pengajaran IPA yang memungkinkan siswa untuk
mengembangkan kreativitas berpikirnya adalah pengajaran IPA dengan melibatkan
keterampilan-keterampilan proses IPA. Hal ini akan dapat dilakukan melalui pengajaran
IPA dengan pendekatan keterampilan proses IPA (Ratna Wilis Dahar 1989:13)
C. Kualitas Guru
Guru adalah merupakan sub sistem pengelola yang sangat menentukan
keberhasilan suatu PBM. Oleh karena itu guru dituntut memiliki kemampuan untuk
mengelola kelas dengan suatu metode serta pendekatan mengajar yang mesti
diterapkannya. Namun, mengajar adalah serangkaian aktivitas yang sangat kompleks,
oleh karenanya sangat sulit untuk menentukan guru yang bagaimana guru yang
berkualitas. Ada kalanya guru berhasil dalam mengajar IPA di Sekolah Dasar, tetapi
tidak berhasil jika dia ditugaskan mengajar IPA di SMP, atau sebaliknya. Demikian pula
guru yang memiliki gelar sarjana, belum tentu akan menjamin keberhasilannya dalam
mengelola PBM di kelas. Dan ada kalanya guru yang telah mengajar dalam waktu yang
relatif lama merasa belum berhasil mengelola PBM, dan baru setelah mereka mendapat
pelatihan atau mengikuti penataran menemukan suatu strategi mengajar, sehingga KBM
20
menjadi lebih baik. Walaupun demikian, kualitas guru bidang studi IPA (astronomi)
yang mencerminkan kemampuan profesional (kualitas) guru sesungguhnya dapat
diperoleh melalui beberapa cara diantaranya melalui pendidikan (kuliah) di suatu
LPTK, melalui pengalaman mengajar, melalui penataran-penataran/pelatihan, dan
melalui peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA (Astronomi).
Tingkat pendidikan guru yang dimaksud adalah tingkat pendidikan terakhir,
yang dapat dikategorikan sebagai berikut: SD, SLTP, SPG/KPG, SMA non keguruan,
PGSLP, D1, D2, D3, Sarjana Muda, Sarjana, dan Pascasarjana. Kualitas tingkat
pendidikan ditentukan berdasarkan lamanya pendidikan itu berlangsung yang
dinyatakan dalam tahun.
Pengalaman mengajar adalah lamanya guru bersangkutan melakukan pekerjaan
mengajar dihitung dari tahun pengangkatan. Pengalaman mengajar dapat dinyatakan
dalam interval: 0-4 tahun, 5-8 tahun, 9-12 tahun, 13-16 tahun dan 17-20 tahun atau
lebih. Interval pengalaman mengajar selama 4 tahun ini ditetapkan berdasarkan konsep
pemikiran kenaikan pangkat tetap bagi seorang guru berlangsung setiap empat tahun.
Penataran yang dimaksud adalah penataran yang berkaitan dengan proses belajar
mengajar IPA di SMP atau setidak-tidaknya penataran yang menunjang proses belajar
mengajar secara umum. Kualitasnya ditentukan oleh lamanya penataran itu diikuti yang
dinyatakan dalam hari.
Di samping itu, kualitas guru IPA juga dapat dilihat dari kualitas penguasaannya
terhadap bidang studi IPA tersebut. Hal ini dapat diketahui setelah guru menjawab
seperangkat tes IPA yang tingkat kesukarannya setaraf guru.
D. Pengaruh Kualitas Guru terhadap Prestasi Belajar Siswa
Sesuai uraian di atas, indikator kualitas (kemampuan profesional) guru dapat
dilihat melalui pendidikan, pengalaman mengajar, penataran, dan melalui pelatihan
peningkatan penguasaan guru pada bidang studi IPA. Baik secara terpisah maupun
21
bersama-sama indikator kualitas guru ini akan terkait dengan prestasi yang dapat
dicapai oleh siswa.
Pendidikan
Pendidikan terakhir seorang guru sangat menentukan kewenangannya dalam
mengajar.Ijazah tertinggi seorang guru merupakan salah satu faktor terpenting dalam
menentukan kualitas suatu sekolah. Di mana kualitas sekolah tidak dapat terlepas dari
predikat lulusan yang melibatkan prestasi belajar siswanya..Sedangkan untuk
menentukan kewenangannya, pendidikan terakhir seorang guru hanya berlaku pada
tingkatan-tingkatan sekolah tertentu.Guru SD minimal tamatan SPG/KPG, guru SMP
minimal tamatan PGSLP, dan guru SMU minimal lulusan sarjana muda keguruan
(Parluhutan Tobing, 1983). Artinya, semakin tinggi jenjang pendidikan keguruan yang
dimiliki guru dihitung dari persyaratan minimal, akan semakin siap mereka menjadi
tenaga pendidik (guru). Pada gilirannya diharapkan mereka dapat meningkatkan prestasi
belajar IPA siswa.
Pengalaman Mengajar
Lamanya masa kerja seorang guru IPA di SMP akan menunjukkan kuantitas
pengalaman yang mereka miliki selama bekerja di lapangan. Melalui pengalaman
mengajar, guru-guru dapat meningkatkan kemampuan profesionalnya, misalnya dari
kesalahannya membimbing dalam membuat rumusan masalah, membuat kesimpulan
dan lain sebagainya guru bersangkutan kemudian membenahinya. Guru IPA yang baik
adalah mereka yang mau mengevaluasi KBM yang pernah mereka lakukan, sehingga
KBM berikutnya dapat meningkatkan hasil belajar IPA siswa yang lebih berkualitas.
Hal ini sesuai dengan pepatah ”pengalaman adalah guru yang terbaik”.
Penataran
Penataran guru-guru IPA yang dilaksanakan oleh pemerintah baik di tingkat
regional maupun nasional bertujuan untuk meningkatkan kemampuan profesional
guru.Dalam penataarn ini guru dipersiapkan untuk menguasai materi pelajaran, metode
22
mengajar dan cara-cara dalam mengelola PBM.Jika tujuan penataran ini telah tercapai
dan dapat dilaksanakan oleh guru yang pernah mengikuti penataran maka guru
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan mengajarnya. Dengan demikian siswa
akan menjadi lebih giat dan senang belajar dalam usaha meningkatkan prestasi belajar.
Tingkat Penguasaan Guru pada Bidang Studi IPA(Astronomi)
Kemampuan guru dalam mengajar IPA sebenarnya merupakan faktor yang
paling sentral dalam meningkatkan prestasi belajar IPA siswa. Prestasi siswa pada
bidang studi IPA secara konsisten dipengaruhi oleh seberapa jauh siswa diekspose
terhadap pelajaran IPA yang diajarkan oleh guru dengan menggunakan metode belajar
mengajar yang menyenangkan melalui pemecahan masalah. Terdapat suatu
kecendrungan bahwa kualitas proses belajar mengajar di kelas sangat ditentukan oleh
tingkat penguasaan guru terhadap materi pelajaran dan metode belajar mengajar itu
sendiri (Depdikbud, 1989).
Berdasarkan uraian di atas dapat dimengerti bahwa semakin baik tingkat
penguasaan guru SD terhadap materi bidang studi IPA yang diajarkan, maka diharapkan
dia dapat menunjukkan kemampuan mengajar yang lebih baik. Pada gilirannya guru
IPA diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berarti dalam meningkatkan prestasi
belajar IPA siswa.
Berdasarkan semua deskripsi teoritis seperti disajikan di atas dapat mengindikasi
bahwa kualitas guru berpengaruh positif terhadap prestasi belajar siswa. Dalam kaitan
dengan kegiatan pengabdian masyarakat ini, maka peningkatan kualitas penguasaan
bidang studi Astronomi bagi guru-guru IPA (Fisika) SMP/SMA di Kabupaten Buleleng
akan berpengaruh positif terhadap peningkatan prestasi belajar IPA (Astronomi) siswa.
23
BAB III
METODE KEGIATAN
A. KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
Secara skematis kerangka pemecahan masalah yang dikembangkan terlihat pada
Gambar 1 berikut.
Keterangan:
__________ alur kegiatan
- - - - - - - - - alur pengkajian
Gambar 1: Skema Alur Kerja Pemecahan Masalah
Orientasi Lapangan
Identifikasi Masalah
Studi Literatur Ceramah, Diskus
Praktikum/Pengamatan
Produk
Menambah Keterampilan
pengamatan objek langit makam
Mampu Membina /mempersiapkan Siswa
untuk menghadapi olimpiade Astronomi
24
Berdasarkan skema di atas, kegiatan diawali dengan orientasi lapangan oleh tim
pelaksana. Masalah yang ada di lapangan kemudian diidentifikasi sehingga ditemukan
ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu ketidak sesuaian kualifikasi guru
astronomi dengan materi yang diajar merupakan salah satu penyebab ketidakberhasilan
pembinaan bidang Astronomi pada siswa SMP di Kabupaten Buleleng khususnya di
kota Singaraja. Setelah itu dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang
visibel untuk dilaksanakan yaitu melalui program refreshing berupa pemberian
pelatihan Astronomi untuk meningkatkan kualitas penguasaan guru. Penyegaran materi
dilakukan dengan ceramah/presentasi, untuk pendalaman materi yang diharapkan dapat
meningkatkan kemampuan/pemahaman guru tentang Astronomi (objek langit malam).
Selanjutnya diberikan pelatihan melaksanakan praktikum pengamatan langit malam
agar guru memiliki keterampilan dalam membina siswa yang nantinya diturunkan
sebagai tim olimpiade Astronomi SMP 2020, minimal di tingkat Provinsi.
B. REALISASI PEMECAHAN MASALAH
Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai
permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru IPA SMP di Kabupaten Buleleng,
khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi
pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai
pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini dilaksanakan
dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan kualitas penguasaan bidang
astronomi khususnya pada keterampilan praktikum pengamatan objek langit malam
bagi guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja. Model pelaksanaan kegiatan ini dilakukan
secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua)
topik dasar yaitu, wawasan dan pengetahuan guru tentang objek langit seperti rasi
bintang dan pelatihan praktikum pengamatan objek langit menggunakan peta bintang
dan software Stellarium.
25
C. KHALAYAK SASARAN
Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru IPA
SMP yang ada di Kota Singaraja. Di sisi lain, permasalahan mendasar dan aktual yang
terjadi pada sektor pendidikan di Kabupaten Buleleng adalah rendahnya prestasi belajar
Astronomi siswa SMP serta sebagai persiapan pembinaan menuju olimpiade astronomi.
Permasalahan ini salah satunya disinyalir dapat diantisipasi dan dieliminir melalui
peningkatan kualitas penguasaan bidang studi Astronomi bagi guru IPA SMP, sehingga
sejak awal guru dapat mempersiapkan dan mengelola proses belajar mengajar dengan
lebih baik. Berdasarkan rasional tersebut, maka sasaran yang dipilih dipandang cukup
visibel dan prediktif bagi penyebarluasan informasi atau hasil dari kegiatan ini secara
berkelanjutan dan terstruktur
Jumlah guru yang akan dilibatkan adalah sebanyak 15 orang guru SMP yang
mengajar IPA (Astronomi) di Kota Singaraja. Penentuan subjek didasarkan pada
proporsi jumlah guru IPA SMP di kota Singaraja yang berpotensi mengikuti olimpiade
astronomi. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru IPA SMP
yang mewakili akan diberikan pelatihan. Mereka dijadikan kader dipersyaratkan agar
mampu dan mau bekerja sama, serta dapat menyebarkan hasil kegiatan kepada guru
lainnya
D. METODE KEGIATAN
Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai
permasalahan menyangkut kualitas dan kinerja guru IPA SMP di Kota Singaraja,
khususnya pada bidang peningkatan kualitas guru yang saat ini tengah berkonsentrasi
pada pembangunan berbagai institusi pendidikan dan tenaga kependidikan di berbagai
pelosok wilayahnya. Berangkat dari rasional tersebut, maka program ini akan
dilaksanakan dengan menyelenggarakan pelatihan untuk meningkatkan penguasaan
26
guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja pada bidang Astronomi. Model pelaksanaan
kegiatan ini dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian pelatihan
praktikum pengamatan objek langit malam sebagai antisipasi pelaksanaan olimpiade
Astronomi.
Lama pelaksanaan kegiatan adalah 2 (dua) hari yaitu tanggal 3 dan 4 September
2019 dengan melibatkan MGMP IPA Kabupaten Buleleng dan perwakilan guru IPA
SMP Negeri di wilayah Kota Singaraja. Pada pelatihan pertama diberikan materi
astronomi secara teori tentang pengenalan objek langit dan alat-alat yang dibutuhkan
dalam melakukan pengamatan, seperti teleskop, sedangkan pada hari kedua diberikan
pelatihan melakukan praktikum pengamatan objek langit dengan peta langit dan
menggunakan Software Stellarium. Di akhir program setiap peserta diberikan sertifikat
sebagai tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Dengan demikian, diharapkan
para guru IPA SMP memperoleh penyegaran wawasan dan peningkatan kualitas
pengetahuan Astronomi khususnya praktikum pengamatan objek langit untuk
kepentingan tugas dan profesinya sebagai pengembang dan pelaksana kurikulum.
E. RANCANGAN EVALUASI
Pola dan tahapan evaluasi disesuaikan dengan metode yang digunakan dalam
upaya mencapai tujuan. Beberapa metode yang digunakan dalam kegiatan P2M ini
adalah presentasi, diskusi dan praktikum pengamatan objek langit malam. Setiap
metode dipilih sesuai dengan relevansinya terhadap pencapaian tujuan. Adapun rincian
metode yang digunakan adalah sebagai berikut.
Jenis Kegiatan Tujuan yang ingin dicapai
Presentasi dilanjutkan Tanya
jawab
Untuk menambah wawasan guru tentang
perbintangan dan instrumen pengamatan.
Diskusi Untuk memantapkan pemahaman peserta terhadap
materi yang dibahas
Paktikum pengamatan objek Untuk memberi keterampilan praktikum
27
langit malam pengamatan objek langit dengan menggunakan peta
bintang dan software Stellarium, terkait ujian
praktikum olimpiade Astronomi.
Sesuai dengan metode kegiatan di atas, maka evaluasi dilaksanakan pada awal,
akhir dan selama pelaksanaan kegiatan (directed evaluation/ proccess evaluation).
Indikator yang digunakan sebagai parameter keberhasilan program ini adalah,
antusiasme guru mengikuti kegiatan pelatihan dan terjadinya peningkatan keterampilan
guru dalam melakukan praktikum pengamatan objek langit dengan peta bintang atau
pun dengan software „stellarium‟. Indikator dilihat dari respon peserta selama pelatihan,
kehadiran, dan kelancaran dalam melaksanakan pengamatan dan mengoperasikan
stellarium.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
28
Pada bagian ini dipaparkan tentang hasil atas perlakuan yang diberikan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi oleh masyarakat dan rencana kegiatan berikutnya.
A. HASIL KEGIATAN
Hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan P2M yang sudah dilakukan adalah
sebagai berikut.
Pertama, Kegiatan pelatihan sudah terlaksana dengan baik. Kegiatan dilakukan 2
kali yaitu tanggal 3 dan 4 September 2019. Jumlah peserta yang direncanakan sebanyak
15 orang guru IPA SMP, dengan tingkat kehadiran mencapai 100%. Hal ini berkat
dukungan pihak sekolah dan MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng.
Kedua, penyajian materi oleh pelatih direspon positif oleh peserta pelatihan.
Kegiatan diskusi berjalan dengan lancar. Nara sumber berhasil mengantarkan materi
dengan baik. Cakupan materi terdiri dari: Pengenalan Rasi Bintang, Pengenalan
peralatan untuk melakukan pengamatan, Pengenalan peta langit, dan pengenalan
stellarium. Setelah pelatihan dilanjutkan dengan melakukan pengamatan rasi bintang
sebagai objek langit malam sesuai LKM 1.
Ketiga, pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam sesuai LKM 2
dengan menggunakan peta langit dan stellarium berjalan lancar. Pelatihan dimulai
dengan mengenali arah pengamatan, bentuk rasi, bintang terterang di rasi yang diamati,
dan mengenali skymark langit seperti rasi penanda musim dan rasi penanda arah. Materi
disesuaikan dengan kisi-kisi ujian praktikum pada olimpiade astronomi SMP.
Demikian dilakukan selama 2 hari, dan kegiatan diakhiri dengan memberikan quis
sebagai alat evaluasi keberhasilan program p2m ini.
B. PEMBAHASAN
29
Terjadinya peningkatan penguasaan guru terhadap keterampilan melakukan
pengamatan onjek langit didukung eberapa hal. Diawali adanya persiapan yang matang
oleh tim pelaksana. Persiapan yang sudah dilakukan adalah: penyiapan materi pelatihan,
menyiapkan LKM, peminjaman tempat, penyusunan surat undangan, mengedarkan
surat undangan, dan penyiapan petugas lapangan. Dengan persiapan yang baik
diharapkan diperoleh hasil yang baik pula.
Selain itu capaian hasil P2M ini juga dipengaruhi teknik pengemasan kegiatan.
Teknik penyajian materi oleh narasumber tentang pengamatan objek langit dibagi 2
bagian: 1) pembekalan materi terkait pengenalan rasi bintang dan berbagai benda langit
(LKM 1), 2) pengenalan alat-alat yang diperlukan dalam pengamatan, dan 3) praktikum
pengenalan rasi bintang dan objek langit malam menggunakan peta lagit dan stellarium
(LKM 2). Hari pertama dikaji mengenai materi 1) dan 2); hari kedua dikaji materi 3).
Sebagai tindak lanjut tim pelaksana memberikan beberapa soal praktikum olimpiade
astronomi untuk didiskusikan dalam MGMP IPA secara berkelanjutan. Sistematika ini
memungkinkan guru melakukan pendalaman materi olimpade secara bertahap. Setelah
pembekalan ini diharapkan para guru mampu melakukan pembinaan kepada siswanya.
Pembahasan selama P2M sesungguhnya terjadi cukup alot. Pada kegiatan hari
pertama tanggal 3 September 2019, peserta merasa sulit memahami tentang rasi
bintang.. Kendala guru disebabkan materi ini dipandang abstrak, dan guru-guru masih
agak sulit membayangkan garis-garis hayal di bola langit. Namun karena diberi
pengulangan-pengulangan dan didampingi dengan sabar, akhirnya secara signifikan
menunjukkan adanya peningkatan pemahaman guru. Pada hari kedua (tanggal 4
September 2019) guru-guru diberikan pelatihan praktikum pengenalan rasi bintang dan
objek langit lainnya. Bagian yang agak lama dipahami adalah ketika mengenali dan
memahami cara kerja alat pengataman, dan mengenali rasi dan bintang terang yang
akan diamati.
30
Walaupun sudah dipecah menjadi beberapa bagian, masing-masing bagian
sungguhnya mengandung sub-sub bagian yang masih luas cakupan materinya. Karena
itu, tidak semua materi dapat diselesaikan dengan tuntas. Untuk mengantisipasi hal itu,
tim menyerahkan 2 (dua) paket buku olimpiade astronomi standar nasional untuk
dijadikan bahan diskusi dalam pertemuan di MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng,
yang hingga saat ini masih rutin dilakukan.
Ditinjau dari kehadiran peserta, dari 15 orang guru peserta, semua bisa hadir
sampai acara selesai, sehingga kehadiran peserta mencapai 100%. Dengan demikian
target peserta terpenuhi sesuai rencana. Demikian pula selama pelaksanaan kegiatan,
respon guru sangat positif, di mana guru-guru tetap mengikuti kegiatan ini hingga
selesai.
Berdasarkan capaian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan
pelatihan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang cukup besar bagi para guru IPA
SMP, serta tepat sasaran. Hal ini terlihat dari respon peserta yang begitu antusias
mengikuti pelatihan. Kerjasama pada saat melakukan praktikum sangat solid. Guru
melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh sehingga para guru merasa cukup
memiliki pemahaman tentang cara melakukan pengamatan objek langit malam dengan
benar. Guru juga sangat antusias mendengarkan paparan dari pemakalah, Dr. Ni Made
Pujani, M.Si. dosen Jurusan Fisika dan Pengajaran IPA yang juga ditugaskan mengelola
Prodi S1 Pendidikan IPA FMIPA Undiksha. Capaian ini sejalan dengan kegiatan P2M
sejenis yang pernah dilakukan di Kabupaten Buleleng (Pujani, dkk., 2014 dan 2015), di
Kota Amlapura (Pujani, dkk, 2017) dan di kota Klungkung (Pujani, dkk., 2018).
31
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam bagi guru IPA SMP di
Kota Singaraja berjalan lancar. Pembekalan materi praktikum astronomi bagi guru IPA
SMP ini merupakan kebutuhan yang mendesak bagi sekolah, terlebih dengan adanya
olimpiade Astronomi. Untuk mengantisipasi kebutuhan ini pelatihan berupa praktikum
pengamatan objek langit bagi guru merupakan alternatif yang tepat agar guru dapat
menyiapkan siswanya lebih dini dalam menghadapi olimpiade. Hasil kegiatan
32
menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan keterampilan guru dalam mengenali rasi
bintang, mengenali peralatan untuk pengamatan, dan meningkatkan keterampilan guru
IPA SMP dalam melakukan praktikum pengamatan objek langit malam menggunakan
stellarium, untuk mendukung pembinaan olimpiade astronomi bagi siswa SMP.
B. Saran
Berdasarkan pembahasan kendala-kendala yang dihadapi dalam pelatihan ini,
maka dapat disarankan agar pihak terkait, seperti LPPM Undiksha, Dinas Pendidikan
Kabupaten Buleleng, Kepala Sekolah, MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng
disarankan menyelenggarakan pelatihan lanjutan agar keterampilan yang sudah dimiliki
para guru dapat dikembangkan lebih jauh. Pelatihan yang sejenis agar diselenggarakan
untuk para guru di Kabupaten lain di Bali dan perlu dibuatkan suatu wadah dimana para
guru dapat sharing pengetahuan tentang praktikum pengamatan objek langit malam
untuk mendukung olimpiade astronomi tingkat SMP, misalnya membentuk tim pembina
olimpiade Astronomi atau membentuk Club Astronomi.
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1989. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta:
Universitas Terbuka
Departemen P dan K. 1984.Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku
IA. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas Terbuka.
---------. 1987. Studi Mutu Pendidikan Dasar. Dasar-dasar Konsepsi Studi Mutu
Pendidikan Dasar. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan
33
---------. 1989. Studi Mutu Pendidikan Dasar, Status, Variansi dan Determinasi
Prestasi Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.
Iskandar, Srini M. dan Eddy M. Hidayat. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam.
Dirjen Pendidikan Tinggi: Proyek Penegmbangan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar.
Jiyono.1987. Studi Kemampuan Guru IPA Sekolah Dasar. Jakarta. Puslit Balitbang,
Depdikbud.
Memes, Wayan, Ketut Tika dan Ni Made Pujani. 2001. Pengembangan Model
Pembelajaran IPA (Fisika) dengan Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses
untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Siswa SLTP Negeri di
Singaraja Tahiun Ajaran 2001/2002. Laporan Penelitian Research Grant.
Proyek DUE-like IKIP Negeri Singaraja.
Parluhutan Tobing. 1983. Pengembangan Profil Guru-guru SMP dan SMA 1981/1982.
Analisis Pendidikan, Tahun III No.3. Jakarta: Departemen P dan K.
Pujani. N.M. 2010. Pembekalan Keterampilan Laboratorium Kebumian Berbasis
Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru Fisika. Laporan Hasil Penelitian,
Hibah Disertasi Doktor, Tidak dipublikasi. LPPM UPI, Bandung.
Pujani, N.M. 2011. Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis
Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor. Tidak
dipublikasi. UPI, Bandung.
Pujani, N. M., dkk. 2012. Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota
Singaraja Menuju Olimpiade Astronomi. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat.
LPM Universitas Pendidikan Ganesha.
Pujani, N.M., Suswandi, I, dan Atmaja, D.M.. 2013. Pengembangan Perangkat
Praktikum IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains untuk Meningkatkan
Keterampilan Laboratorium Calon Guru Fisika (Tahun I). Laporan Penelitian
Hibah Bersaing. tidak dipublikasi. Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan
Ganesha.
34
Pujani, N. M, dkk.2014. Penyegaran Materi Astronomi bagi guru-guru SMA di
Kabupaten Buleleng menuju Olimpiade Astronomi 2014. Laporan Pengabdian
Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha.
Pujani, N. M, dkk.2015. Penyegaran Materi Astronomi (Astrofisika) bagi guru-guru
SMP/SMA di Kabupaten Buleleng.Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM
Universitas Pendidikan Ganesha.
Suastra dan Made Pujani. 1999. Pengembangan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan
Guru sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas I
SLTP N 6 Singaraja. Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas, DIKS STKIP
Singaraja.
Tim Pembina Olimpiade Astronomi. 2010. Bahan Ajar Menuju Olimpiade Sains
Nasional/Internasional SMA, Astronomi. Bandung
The Liang Gie. 1980. Filsafat Matematika. Yogyakarta: Super
35
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran 01: Foto-foto Kegiatan
Gambar 1. Pembukaan P2M oleh Ketua LPPM (diwakili ketua Jurusan Fisika dan
Pengajaran IPA, didampingi Ketua MGMP IPA Kabupaten Buleleng)
Gambar 2 Peltihan Praktikum Astronomi menggunakan Peta Langit
36
Gambar 3. Peserta Praktikum dengan Stellarium
Gambar 3 Peserta melakukan praktikum dengan peta langit
Gambar 4 Pelatihan Praktikum Pengamatan Objek Langit menggunakan “Stellarium”
Gambar 5 Guru-guru IPA Peserta Pelatihan
37
Lampiran 02: Materi Pelatihan
LKM-1
TELESKOP DAN PETA BINTANG
A. TUJUAN:
1. Memahami prinsip kerja teleskop
2. Dapat mengoperasikan teleskop celestron
3. Memahami penggunaan peta bintang
4. Mengenal rasi bintang dan zodiak
5. Menggambarkan konfigurasi bintang-bintang pada rasi scorpio, orion, crux, ursa
mayor dan rasi lainnya.
B. TEORI
TELESKOP
Teleskop optik adalah instrumen yang paling fundamental dalam peralatan
astronomi. Bagian terpenting sebuah teleskop optik adalah objektifnya yang digunakan
untuk mengumpulkan cahaya bintang atau benda langit lainnya pada fokus teleskop.
Ada dua tipe teleskop, yaitu refraktor yang menggunakan lensa untuk mengumpulkan
cahaya dan reflektor yang menggunakan cermin cekung untuk mengumpulkan cahaya.
Untuk melihat benda dengan teleskop yang diamati secara visual (dengan mata)
38
diperlukan sebuah lensa kecil yang disebut okuler. Prinsip kerja refraktor dan reflektor
dilukiskan pada gambar 1.
Gambar 1 Teleskop refraktor (a) dan teleskop reflektor (b)
Refraktor menggunakan lensa cembung sebagai objektif untuk mengumpulkan
cahaya dan membentuk citra. Cahaya dari sebuah sumber titik yang jauh (misalnya
bintang) tiba pada objektif sebagai berkas sinar paralel. Berkas sinar yang memasuki
pusat lensa, dalam arah yang tegak lurus permukaannya dibiaskan tanpa pembelokan.
Tetapi karena permukaan lensa melengkung, semua berkas sinar yang lain yang masuk
membentuk sudut, dibiaskan dan mengarah ke satu titik, yaitu fokus lensa, pada mana
citra titik bintang terbentuk. Berkas sinar dari sebuah obyek dengan diameter tertentu
seperti bulan atau planet membentuk citra (terbalik) dengan diameter tertentu.
Reflektor menggunakan cermin cekung - cermin primer - untuk mengumpulkan
berkas sinar ke titik fokusnya dengan cara yang sama. Cermin ini biasanya terbuat dari
bahan gelas atau keramik yang dilapisi dengan lapisan tipis logam pemantul pada
permukaan depannya. Cahaya yang ipantulkan dari permukaan ini memusat membentuk
sebuah citra pada fokus di depan cermin.
Diameter lensa objektif atau cermin primer disebut aperture, dan jarak antara
pusat lensa atau pusat permukaan depan cermin dengan fokusnya disebut panjang fokus.
Makin besar panjang fokusnya, makin besar citranya. Rasio panjang fokus dengan
aperture (D) disebut focal ratio. Contoh: sebuah lensa dengan panjang fokus 1000 mm
dan aperture 100 mm akan mempunyai focal ratio 1000/100 = 10, ditulis sebagai f:10.
Salah satu fungsi utama teleskop adalah mengumpulkan lebih banyak cahaya
daripada dengan mata telanjang. Jumlah cahaya yang diterima oleh lensa atau cermin
sebanding dengan luas permukaannya. Makin besar luas permukaannya, makin banyak
jumlah cahaya yang akan memasuki teleskop. Karena luas permukaan lingkaran
sebanding dengan kuadrat diameternya, maka pengumpulan cahaya teleskop sebanding
dengan kuadrat aperturenya (D2). Bila sebuah teleskop aperturenya dua kali aperture
39
teleskop yang lain, pengumpulan cahaya dari teleskop yang lebih besar adalah 22=4 kali
teleskop yang lebih kecil.
Aperture mata kita dapat membesar sampai 7 mm untuk keadaan gelap total.
Teleskop optik terbesar di dunia diameternya 10 m. Teleskop ini dapat mengumpulkan
cahaya sekitar 2 juta kali lebih banyak daripada mata telanjang. Proses terbentuknya
bayangan pada teleskop dilukiskan pada gambar 2.
Gambar 2 Jalan sinar pada proses pembentukan citra dari sumber titik (a) dan benda
berdimensi (b) pada lensa cembung dan atau cermin cekung
(a1) Berkas sinar dari sumber titik (bintang) dibiaskan ke fokus oleh lensa cembung dan
(a2) dipantulkan ke fokus oleh cermin cekung;
(b) berkas dari objek berdimensi (dengan ukuran tertentu) membentuk citra yang
terbalik dari sumber pada bidang fokus dari lensa(atau cermin).
Pembesaran
Citra yang terbentuk oleh lensa objektif atau cermin primer dapat direkam langsung
dengan emulsi fotografik atau detektor elektronik yang ditempatkan pada bidang fokus.
Dalam menggunakan teleskop untuk pengamatan visual diperlukan lensa okuler atau
lensa sekunder yang disebut eyepiece. Eyepiece adalah sebuah lensa dengan panjang
fokus yang pendek yang menghasilkan citra yang diperbesar yang kemudian dapat
dilihat dengan mata atau diproyeksikan pada emulsi fotografik, detektor elektronik, atau
Bidang fokus (b)
40
layar. Untuk pengamatan visual, eyepiece ditempatkan pada jarak yang dekat
dibelakang fokus dari lensa objektif atau cermin. Idealnya jarak ini sama dengan
panjang fokus eyepiece. Tetapi dalam prakteknya, posisi yang tepat bergantung pada
eyepiece dan mata pengamat. Eyepiece biasanya ditempatkan dalam tabung geser yang
dapat digeser keluar masuk sampai diperoleh fokus yang paling tepat.
Pembesaran yang diperoleh dengan menggunakan teleskop disebut juga daya
pembesaran teleskop. Perhatikan gambar 3, besar sudut benda yang dilihat tanpa
teleskop adalah α dan bila dilihat dengan teleskop adalah β. Misalkan panjang fokus
lensa objektif adalah f1 dan panjang fokus lensa okuler atau eyepiece adalah f2, maka
daya pembesaran teleskop adalah
M = β/α = f1/f2.
Gambar 3 Skema prinsip kerja teleskop (a), foto sebuah teleskop astronomi (b)
Dari persamaan di atas dapat dikatakan bahwa daya pembesaran teleskop merupakan
perbandingan besar sudut β dengan α atau ratio antara diameter sudut semu objek kalau
dilihat melalui teleskop dengan diameter sudut semu kalau dilihat tanpa teleskop.
(a)
(b)
Keterangan:
(1) lensa objektif
(2) lensa okuler
(3) finder
(4) tombol pengatur
(5) tripod
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
41
Pembesaran juga dapat dihitung dengan membagi panjang fokus lensa objektif atau
cermin dengan panjang fokus eyepiece.
Untuk mengubah-ubah daya pembesaran dapat dilakukan dengan mengubah-
ubah panjang fokus eyepiece. Daya pembesaran terbesar yang bisa digunakan adalah
bila detail-detail terlembut yang masih terpisah dapat terlihat jelas, pembesaran yang
lebih besar dari itu tak ada gunanya karena akan memperbesar kekaburan maupun pola
difraksi. Contoh: jika panjang fokus lensa objektif adalah 1000 mm dan panjang fokus
eyepiece 20 mm, pembesarannya (M) adalah M = 1000/20 = 50 kali (sering ditulis 50X
atau X50. Teleskop yang sama jika digunakan dengan eyepiece yang panjang fokusnya
10 mm akan menghasilkan pembesaran M = 1000/10 = 100X.
Daya Pisah
Daya pisah teleskop yang disebut juga resolusi sebuah teleskop adalah ukuran
kemampuan teleskop untuk mengungkap detil citra. Betapapun sempurna sebuah
teleskop, tidaklah mungkin membentuk bayangan yang sempurna ketajamannya. Bila
mengamati benda berupa titik cahaya (misalnya bintang) maka bayangan yang terbentuk
tidak akan berupa titik cahaya, tetapi berupa bayangan pusat yang dikelilingi oleh
lingkaran-lingkaran difraksi yang sangat lemah. Dua sumber titik akan terlihat terpisah
bila bayangan benda yang satu letaknya paling sedikit pada lingkaran difraksi pertama
bayangan benda lainnya. Hal ini terpenuhi bila jarak sudut kedua benda (dilihat dari
pusat objektif) sedikitnya adalah
R = 2,52 x 105 ( λ/D)
λ = panjang gelombang cahaya, D= diameter objektif dan R = daya pisah teleskop yaitu
sudut terkecil yang mampu dipisah oleh suatu teleskop, dinyatakan dalam satuan detik
busur (arcsec). Makin kecil R makin kuat daya pisah suatu teleskop dan untuk itu
diperlukan D yang besar. Jika sudut antara kedua citra titik tersebut lebih kecil dari R,
kedua citra tersebut akan lebur ke dalam satu titik. Cahaya kasat mata mempunyai
panjang gelombang efektif 5500 Ao, maka daya pisah teleskop untuk cahaya ini adalah
R = 14,1/D
R dalam detik busur dan D dalam cm. Bila sebuah teleskop dengan aperture 141 mm
akan mempunyai daya pisah teoritis sebesar 1 detik busur, dan pada prinsipnya mampu
membedakan dua buah bintang yang terangnya kira-kira sama seperti objek yang
terpisah oleh sudut paling sedikit 1 detik busur. Ia juga mampu melihat kawah-kawah di
bulan yang diameternya lebih besar dari 2 km.
Dalam praktek turbulensi dari variasi kerapatan dalam atmosfer bumi
menyebabkan bintang tampak berkelip dan bergoyang sehingga teleskop yang besar
dengan tempat pengamatan bagus jarang mencapai resolusi lebih baik dari 1 detik
busur. Bahkan instrumen yang paling baik pada tempat paling baikpun jarang dapat
memisahkan dua titik lebih kecil daripada 0,25 detik busur kecuali teknik yang canggih
diterapkan untuk mengkompensasi efek yang mengganggu dari atmosfer. Sebagai
akibatnya, walaupun teleskop yang lebih besar akan mengungkap obyek yang lebih
42
lemah daripada teleskop yang lebih kecil, ia tidak selalu bisa memperlihatkan detil yang
lebih banyak. Jadi pada kenyataannya daya pisah teleskop kurang dari daya pisah
menurut teorinya akibat adanya turbulensi udara.
PETA BINTANG
Peta bintang adalah peta yang menggambarkan posisi bintang-bintang di langit. Peta ini
dibuat berdasarkan pengamatan selama ribuan tahun mulai dari nenek moyang kita dulu
sampai sekarang. Dengan peta ini, kita bisa mengetahui posisi bintang-bintang yang
bergerak baik karena rotasi bumi (siang/malam) maupun revolusi bumi (awal
tahun/akhir tahun).
Peta bintang dibuat agar memudahkan kita untuk megetahui posisi benda-benda
langit. Software gratisan yang sangat bagus untuk mempelajari peta langit dan
konstelasi bintang bisa didownload di : www.stellarium.com.
C. ALAT DAN BAHAN
1. Teleskop biasa 1 set
2. Teleskop celestron 1 set
3. Peta bintang
D. PROSEDUR KEGIATAN
D.1 Menentukan Daya Pembesaran Teleskop
1) Pilihlah lokasi yang akan digunakan untuk tempat pengamatan (bila kita akan
mengadakan pengamatan terhadap bintang, pilih tempat yang terbuka karena
cahaya malam hari sangat minimal).
2) Tentukan objek yang akan diamati, misalnya bintang (percobaan malam hari)
atau objek berskala yang digantung dipohon pada jarak tertentu (percobaan siang
hari).
3) Perkirakan tingginya objek dari atas tanah, kemudian hitung besar sudut
pengamatan dengan mata telanjang (α).
4) Arahkan teleskop ke objek yang diamati tadi dari jarak yang sama dengan (2)
(sebelumnya periksa terlebih dahulu sekrup yang ada pada pijakan agar posisi
pijakan sebaik mungkin).
5) Atur keseimbangan teleskop dengan menyetel bagian depan dan bagian
belakang pipa (teleskop) agar sama beratnya.
6) Pasang lensa okuler/eyepiece dengan panjang fokus 12,5 mm pada teleskop,
usahakan pemasangannya tidak miring.
7) Atur fokus teleskop dengan menggeser pengatur teleskop ke belakang ke depan
sampai terbentuk bayangan objek yang jelas dan tajam.
43
8) Amati bayangan yang dibentuk oleh teleskop tersebut, perkirakan tingginya dan
bagaimana sifat bayangannya.
9) Tentukan besar sudut dari medan pengamatan dengan menggunakan teleskop
(β).
10) Ulangi langkah (3) sampai (9) minimal 5 kali pengamatan.
11) Lakukan lagi langkah (2) sampai (10) dengan eyepiece yang lain (panjang
fokusnya 8 mm, atau lainnya yang tersedia).
12) Catat hasil pengamatan pada tabel 1.
13) Analisis data yang diperoleh
14) Bandingkan M hasil pengamatan dan M secara teoritis
15) Tentukan kesalahannya
Tabel 1 Tabel pengamatan daya pembesaran teleskop No. fokus
objektif
f1
(mm)
fokus
okuler
f2
(mm)
Mteori=
f1/f2
Jarak
objek
Pengamatan
mata telanjang
Pengamatan
dengan teleskop
Mreal=
β/α
tinggi Α(..o) tinggi β(..
o)
1 900 12,5 ....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
2 900 8 ....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
....... ....... ....... .......
D.2 Mempersiapkan teleskop celestron
Pada kegiatan ini saudara melakukannya bersama-sama asisten/dosen, jangan
melakukannya sendiri.
1. Pasang tripod/kaki teleskop pada bidang yang keras dan mendatar.
2. Pasang mounting teleskop pada tripod, dengan arah utara selatan, atur
kemiringan mounting sesuai dengan lintang lokasi pengamatan.
3. Pasang bandul/beban penyeimbang pada mounting.
4. Pasang teleskop. Penempatan teleskop dan mounting posisinya harus tepat
sedemikian rupa sehingga sistem dalam keadaan setimbang.
5. Pasang finder teleskop. Atur posisinya sehingga sejajar dengan sumbu teleskop.
44
6. Pasang sky sensor pada mounting dan hubungkan dengan adapter 12 V.
7. Atur posisi awal teleskop, harus mengarah tepat ke arah timur
8. Sambungkan adapter pada sumbu PLN 220V
9. Nyalakan sky sensor. Masukkan data lokasi waktu pengamatan, dan zona
waktunya. Untuk lokasi di UPI koordinatnya adalah 107o40‟ dan -0,6
o35‟LS.
Teleskop siap dipergunakan.
Gambar 4 teleskop celestron
Keterangan:
1. Tripod
2. Ekuator mount
3. Beban
4. Tabung teleskop
5. Finder
6. Sky sensor
7. Adapter
D.3 Mengamati rasi bintang dengan peta bintang
1. Putarlah peta bintang sehingga menunjukkan belahan langit selatan.
2. Identifikasi dan lukis rasi bintang yang bisa diamati pada belahan langit selatan.
Rasi bintang apa yang bisa digunakan sebagai skymark langit selatan.
3. Putarlah peta bintang sehingga menunjukkan belahan langit utara.
4. Identifikasi dan lukis rasi bintang yang bisa diamati pada belahan langit utara.
Rasi apa yang bisa digunakan sebagai skymark langit utara.
5. Atur peta bintang sehingga menunjukkan langit Selatan di bulan Maret sampai
Agustus (musim panas)
45
6. Identifikasi rasi dan zodiak yang tampak sekitar bulan Maret sampai Agustus
mulai dari Timur ke Barat. Rasi apa yang menjadi penanda musim panas.
7. Putar peta bintang sehingga menunjukkan langit antara bulan Oktober sampai
Februari (musim dingin)
8. Identifikasi rasi dan zodiak yang tampak sekitar bulan Oktober sampai Februari
mulai dari Timur ke Barat. Rasi apa yang menjadi penanda musim dingin.
9. Dari pengamatan yang anda lakukan, apakah selalu tampak rasi bintang yang
sama ataukah berbeda setiap melakukan pengamatan? Mengapa?
E. TUGAS
E.1Tugas sebelum praktikum
1) Lukislah proses pembentukan bayangan pada sebuah teleskop pembias dengan
lensa cembung sebagai objektif dan okuler.
2) Lukislah proses pembentukan bayangan pada sebuah teleskop pemantul dengan
cermin cekung sebagai objektif dan lensa cembung sebagai okuler.
E.2 Tugas Setelah Praktikum
Buat laporan tentang kegiatan yang dilakukan.
7. Rujukan
1) Winardi Sutantyo. (1984). Astrofisika Mengenal Bintang. Bandung: Penerbit ITB.
2) Chaisson, E dan Steve McMillan. (2005). Astronomy Today. New Jersey: Pearson
Prentice Hall.
LKM-2
PENGAMATAN LANGIT MALAM
A. TUJUAN
1) Menentukan titik zenith dan arah SBUT di kubah langit malam
2) Menentukan posisi Kutub Langit Utara dan Kutub Langit Selatan di kubah langit
malam
3) Menghitung tinggi kutub langit pengamat
4) mengamati rasi pari sebagai ”skymark” langit selatan
5) mengamati rasi biduk besar sebagai ”skymark” langit utara.
46
6) Menghitung dan menunjukkan jarak zenith (z) dan tinggi transit (a) untuk
bintang Antares di rasi Scorpio dan bintang alpha centauri di rasi Pari.
7) menentukan posisi bintang acturus di rasi Bootes, bintang Spica di rasi Virgo,
dan bintang Regulus di rasi Leo.
B. TEORI
MENGIDENTIFIKASI BINTANG LANGIT MALAM
Untuk mengidentifikasi dan menentukan posisi suatu objek di kubah langit malam,
dapat digunakan tanda langit atau ”skymark” yang sudah umum dan mudah dikenali
sebagai patokan, dan dari sana dapat ditarik garis khayal di bola langit untuk menelusuri
bintang atau rasi bintang yang menarik atau mudah diidentifikasi.
Untuk langit malam bulan Juni terdapat dua skymark yang dapat digunakan
yaitu rasi bintang Pari atau Crux di langit Selatan, dan rasi bintang Biduk Besar atau
Ursa Mayor di langit utara. Kedua rasi itu muncul dan tampak jelas di langit pada
periode bulan April, Mei, Juni. Dari kedua skymark ini bisa ditelusuri posisi beberapa
bintang atau rasi bintang penting lainnya, seperti bintang Acturus di rasi Bootes, Spica
di rasi Virgo, rasi Mahkota Utara atau Corona Borealis, Antares di rasi Scorpio, rasi
Sagitarius, dan rasi Libra. Pada lampiran petunjuk pengamatan ini dilampirkan peta
bintang langit selatan dan langit utara pada bulan Juni.
Posisi bintang secara lebih pasti dapat ditetapkan dengan mengetahui koordinat
bintang yaitu assensiorecta (α) dan deklinasi (δ) dari bintang yang bersangkutan . Selain
itu juga harus diketahui tinggi kutub (φ) dari si pengamat. Dalam peredarannya bintang
ini akan melintasi meridian langit, dan saat bintang sampai di meridian dikatakan dia
mencapai kulminasi atau transit atas. Jarak bintang dari zenit ke titik transit atasnya
dinamakan jarak zenit (z) bintang, sedangkan jarak dari horison hingga ke titik transit
atas bintang dinamakan tinggi transit (a) suatu bintang. Gambar berikut ini
memperlihatkan posisi dan hubungan antara zenit, tinggi kutub, titik transit, jarak zenit,
dan tinggi transit suatu bintang untuk pengamat yang ada di 8° Lintang Selatan seperti
untuk kota Singaraja.
47
Gambar 1 Kubah Langit
Hubungan antara tinggi transit, jarak zenit dengan tinggi kutub pengamat adalah
z = ф – δ dan a = 90° - z
Misalnya bintang Antares deklinasinya -26° yang diamati dari kota Singaraja yang
letaknya 8°LS, maka jarak zenithnya adalah:
z = (-8°) – ( -26°) = + 16° atau 16° S
Tinggi transit
a = 90° - z = 90° - 16° = 74° S
Untuk jarak zenith positif berarti bintang berada di sebelah selatan zenith, dan bila
jarak zenithnya negatif, berarti letak bintang di sebelah utara zenith.
Tinggi kutub untuk pengamat di belahan bumi selatan harganya negatif (-) dan
untuk pengamat di belahan bumi utara harganya positif (+). Misalnya bintang Antares di
rasi Scorpio deklinasinya adalah -26° (δ=-26° ). Untuk pengamat di kota Singaraja
yang terletak pada 8° LS berarti tinggi kutub selatan langit dari horison adalah 8o atau =
-8o, maka jarak zenith ke titik transit atasnya z adalah
z = ф – δ = (-8°) – ( -26°) = + 16°
Berarti Antares itu transit pada 8° di sebelah selatan titik zenith
Tinggi transitnya
a = 90° - z = 90° - 16° = 74° S
Ini berarti Antares transit pada ketinggian 74° S dari horison Selatan.
Dengan perhitungan asensiorecta atau α bintang Antares adalah α = 16‟ 28”
maka akan didapat bahwa bintang antares itu transit pada tanggal 14 Juli pukul 09.00
malam atau pada bulan Agustus pukul 07.00 malam. Dengan demikian kita akan dapat
memastikan dimana letak bintang antares itu saat sekarang ini.
48
C. Alat dan Bahan
1. lampu senter
2. Teleskop
3. Peta bintang
D. KEGIATAN
Langkah kegiatan yang dilakukan adalah:
1. Berdirilah di lapangan terbuka dan jangan lupa membawa peta bintang anda
2. Putarlah badan agar tepat menghadap ke arah titik selatan
3. Mendongaklah agak ke atas sampai ketinggian sekitar 35o di atas horison
selatan, lalu perhatikanlah bintang-bintang terang di daerah itu dan cocokkanlah
dengan peta bintang yang anda pegang. Catatlah hasil pengamatan anda itu.
4. Putarlah kepala anda sehingga menghadap arah ke Tenggara dan lihatlah agak
ke atas pada ketinggian sekitar 70o di atas horison, dan perhatikanlah bintang-
bintang yang ada di daerah itu, lalu cocokkan lagi dengan peta bintang yang
anda pegang. Catatlah bintang dan atau rasi bintang apa yang anda lihat di
daerah tersebut. Setelah anda selesai memperhatikan dan mencatat kegiatan 1-5,
maka kini putarlah badan anda 180o dan menghadaplah tepat ke arah titik utara
langit.
5. Kini arahkanlah pandangan anda pada ketinggian sekitar 32o di atas horison, dan
perhatikanlah bintang terang yang ada di daerah itu, lalu cocokkan dengan peta
bintang untuk langit utara di bulan Juni yang anda pegang itu.
6. Catatlah bintang atau rasi bintang apa yang anda amati itu?
7. Perhatikanlah baik-baik tangkai penggayung Biduk Besar itu, lalu tariklah garis
khayal lengkung yang ke arah atas, maka garis lengkung ini akan melalui suatu
bintang terang di rasi Bootes, dan inilah bintang Antares dengan cahaya terang
kekuningan, dan merupakan bintang terterang nomor tiga setelah Sirius dengan
magnitudo -0,06.
8. Bila garis lengkung ini diteruskan lagi maka akan sampai pada suatu bintang
terang bercahaya keputihan dengan magnitudo 0,9. Inilah bintang terterang di
rasi Virgo, yaitu bintang Spica dengan kelas spektrum B1.
9. Selanjutnya melalui garis δ – γ di mangkok penciduk dari rasi Biduk Besar ini
bila ditarik garis lurus seterusnya sekitar 6 x panjang sisi δ – γ ini maka anda
akan bertemu dengan bintang terang keputihan dengan magnitudo 1,36, Inilah
bintang terterang di rasi Leo yaitu bintang Regulus.
10. Selanjutnya rangkumlah hasil pengamatan anda dari butir 1–9 dan
kumpulkanlah laporan pengamatan anda pada instruktur.
E. TUGAS
E.1 Tugas Rumah
49
1. Bintang apa sajakah di daerah anda yang sering dijadikan sebagai petunjuk arah?
2. Adakah bintang yang digunakan sebagai petunjuk penting lainnya? Beri contoh!
E.2 Tugas Setelah Praktikum
1. Buat laporan hasil pengamatanmu di lapangan pada langit malam di bulan Juni.
Skymark apa saja yang anda temukan, serta apa manfaatnya.
F. LAMPIRAN
Lampiran 1
Gambar 2 Rasi bintang di belahan langit selatan (malam di bulan Juni)
50
Gambar 3l Rasi bintang di belahan langit utara (malam di bulan Juni)
Lampiran 2.
Tabel 1
Koordinat dan Tinggi Transit Dua Puluh Bintang Paling Terang
(untuk kota Singaraja 8oLS)
Nama
Bintang
Simbol Koordinat Magnitudo Kelas
Spekt
Jarak
(t.c)
Transit
α
(J.m)
δ
(o.m)
Visual Mutlak Tinggi
(a)
Waktu
Sirius αCMa 06.44 -16.42 -1,47 +1,45 A1 8,7 79oS 16 Feb
Canopus αCar 06.24 -52.41 -0,72 -3,1 F0 98 41oS 11 Feb
Arcturus αBoo 14.15 +19.17 -0,06 -0,3 K2 36 65oU 17 Juni
αCentauri αCen 14.38 -60.46 -0,01 +3,7 G2 4,3 35oU 16 Juni
Vega αLyr 18.36 +38.46 0,04 +0,5 A0 26,5 45oU 15 Agst
Capella αAur 05.15 +45.59 0,05 -0,6 G8 45 38oU 24 Jan
Rigel αOri 05.13 -08.13 0,14 -7,1 B8 900 88oS 24 Jan
Procyon αCMi 07.38 +05.17 0,37 +2,7 F5 11,3 79oU 2 Mart
Betelgeuse βOri 05.54 +07.24 0,41 -5,6 M2 520 77oU 5 Feb
Achernar αEri 01.37 -57.20 0,51 -2,3 B3 118 39oS 28 Nop
βCentauri βCenβ 14.02 -60.16 0,63 -5,2 B1 490 36oS 23 Juni
51
Altair αAql 19.50 +08.49 0,77 +2,2 A7 16,5 75oU 3 Sept
αCrucis αCru 12.25 -62.59 1,39 -3,9 370 33oS 13 Mei
Aldebaran αTau 04.35 +16.28 0,86 -0,7 K5 68 67oU 14 Jan
Spica αVir 13.24 -11.03 0,91 -3,3 B1 220 85oS 24 Mei
Antares αSco 16.28 -26.23 0,92 -5,1 M1 520 70oS 14 Juli
Pollux βGem 07.44 +28.05 1,16 +1,0 K0 35 56oU 3 Mart
Femalhaut αPsA 22.56 -29.44 1,15 +2,0 A3 226 66oS 17 Okt
Deneb αCyg 20.41 +45.12 1,26 -7,1 A2 1600 39oU 16 Sept
βCrucis βCru 12.47 -59.35 1,28 -4,6 B ½ 490 36oS 20 Mei
Regulus αLeo 10.07 +12.04 1,36 -0,7 B7 84 70oU 10 Aprl
Bellatrix γOri 05.24 +06.20 1,64 -4,2 B2 470 76oU 25 Jan
52
Lampiran 03: SPK
53
Lampiran 04: Draft Artikel
ARTIKEL P2M DIPA 2019
PELATIHAN PENGAMATAN OBJEK
LANGIT MALAM BAGI GURU-GURU IPA SMP
Ni Made Pujani1, Prima Juniartina1, Putri Sarini1 1Jurusan Fisika dan Pengajaran IPA
Universitas Pendidikan Ganesha e-mail: (made.pujani, prima.juniartina, putri.sarini)@undiksha.ac.id.
ABSTRAK
Kegiatan pengabdian pada masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja dalam melaksanakan praktikum pengamatan objek langit malam. Kegiatan dilakukan selama dua hari yaitu tanggal 3 an 4 September 2019 dengan memberikan pelatihan pengamatan langit malam berbantuan peta langit dan software “stallarium”. Hasil kegiatan menunjukkan bahwa pelaksanaan pelatihan berjalan baik. Penguasaan dan keterampilan guru dalam melakukan pengamatan objek langit setelah pelatihan mengalami peningkatan. Tanggapan peserta adalah positif dan guru-guru sangat antusias mengikuti pelatihan hingga selesai.
Kata Kunci: praktikum astronomi, objek langit malam, guru IPA
ABSTRACT
This P2M activity aims to improve the knowledge and skills of science teacher at Junior High School at Singaraja City in the observing night sky objects. The training has been held in two days which occured at September 3
rd and September 4
th, 2019. The activities are done by providing some
training in observing the night sky assisted with sky map and "stallarium" software. The result of this activity shows that the implementation of training lasted smoothly. The quality of the teachers in mastering knowledge and skills in the observing night sky objects has increased. The response of participants was positive and the teachers are very enthusiastic attended the training until finish.
Keywords: astronomics practicall, night sky object, natural science teachers
PENDAHULUAN Praktikum merupakan kegiatan
istimewa yang berfungsi untuk melatih dan memperoleh umpan balik serta meningkatkan motivasi belajar siswa
(Utomo dan Ruijter, 1990; Liem, 2007). Pembelajaran melalui kegiatan praktikum tidak hanya meningkatkan ranah psikomotorik siswa, tetapi juga kognitif dan afektif. Seperti dinyatakan
54
oleh Pabelon and Mendosa (2000), bahwa: “Kerja laboratorium berperan dalam mengembangkan kognitif, psikomotor, dan afektif”. Ranah kognitif antara lain keterampilan berpikir, ranah psikomotorik antara lain keterampilan melaksanakan kegiatan praktikum, dan ranah afektif antara lain belajar bekerja sama dengan orang lain dan menghargai hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, praktikum seyogianya memperhatikan ketiga aspek tersebut dan guru pengajar IPBA perlu diberikan pelatihan keterampilan praktikum.
Hasil penelitian terdahulu dari Pujani dan Liliasari (2011) terhadap pembelajaran IPBA menemukan bahwa pembelajaran IPBA (khususnya Astronomi) di sekolah-sekolah dan di perguruan tinggi belum menyelenggarakan kegiatan laboratorium. Pembelajaran IPBA didominasi oleh ceramah, tanya jawab dan penugasan. Hal ini sejalan dengan temuan Depdiknas (2002), bahwa pembelajaran sains di sekolah umumnya bersifat teoritis, melalui ceramah, diskusi, dan penyelesaian soal, tanpa eksperimen ataupun demonstrasi. Terhadap hal ini banyak alasan umum yang dikemukakan, antara lain karena guru tidak pernah dilatih melaksanakan praktikum IPBA, tidak adanya ruang laboratorium, dan tidak ada alat-alat praktikum IPBA.
Hasil penelitian Balitbang (Rustad et al., 2004) menunjukkan bahwa sekitar 51% guru IPA SMP dan sekitar 43% guru fisika SMA di Indonesia tidak dapat menggunakan alat-alat laboratorium yang tersedia di sekolahnya, akibatnya tingkat pemanfaatan alat-alat itu dalam pembelajaran cenderung rendah.
Timbul dugaan bahwa inti persoalan mengapa guru tidak melakukan pembelajaran dengan kegiatan praktikum terletak pada kurangnya kemampuan guru dalam merancang dan melaksanakan kegiatan praktikum dan membuat alat-alat percobaan sederhana.
Pelatihan praktikum bagi guru sejalan dengan pergeseran paradigma dalam pembelajaran sains. Paradigma baru dalam belajar sains yaitu pembelajaran yang menuntut siswa untuk lebih banyak mempelajari sains melalui pengalaman langsung daripada hafalan, sehingga siswa dapat menggunakan pengetahuan sainsnya tersebut dalam kehidupan sehari-hari (Gallagher, 2007). Pendidikan sains dapat membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman dan kebiasaan berpikir, sehingga siswa mempunyai kemampuan untuk menjamin kelangsungan hidupnya (Rutherford and Ahlgren, 1990). Melalui pembelajaran sains dengan kegiatan praktikum siswa akan memperoleh pengalaman secara langsung, sehingga dapat meningkatkan penguasaan konsep, kemampuan memecahkan masalah dan keterampilan-keterampilan ilmiah, memahami bagaimana sains dan ilmuwan bekerja, menumbuhkan minat dan motivasi, serta melatih keterampilan berpikir (Hofstein and Mamlok-Naaman, 2007). Di sisi lain materi IPBA (khususnya Astronomi) merupakan mata pelajaran yang sering dikompetisikan melalui kegiatan Olimpiade, sehingga para guru IPBA dituntut untuk mampu membina para siswanya memberikan pembekalan bidang teori dan keterampilan
55
praktikum. Praktikum astronomi yang diberikan pada olimpiade adalah pengamatan objek langit malam. Dalam tes praktikum ini peserta diwajibkan mengetahui dan mengenali nama-nama bintang, nama-nama rasi yang istimewa, mengamati fase-fase bulan, dan objek langit lainnya.
Hasil survai oleh tim pelaksana, diperoleh gambaran bahwa salah satu permasalahan yang saat ini dihadapi oleh Dinas Pendidikan Kota Singaraja adalah terbatasnya dana untuk melaksanakan program in-service training bagi para guru. Di sisi lain, kualifikasi dan profesionalisme para tenaga pendidik (guru) yang ada di Kabupaten Buleleng, khususnya guru bidang studi IPA (Astronomi) di SMP banyak yang belum sesuai dengan bidang tugasnya, termasuk pula masih kurangnya kemampuan dan keterampilan-keterampilan profesional guru dalam mengajar Astronomi dan membimbing siswa melakukan praktik pengamatan objek langit malam. Oleh karea itu, perlu kiranya dilakukan pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam bagi siswa dan guru-guru SMP yang ada di Kota Singaraja sebagai persiapan menuju Olimpiade Astronomi 2020. Dengan keterampilan yang dimiliki diharapkan para guru mampu membina siswanya dalam menghadapi olimpiade astronomi.
Hasil penelitian Wirta, dkk., 1990 (dalam Pujani, 2014) menemukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan bermakna antara kualitas guru dengan prestasi belajar siswanya. Khusus dalam bidang Kebumian dan Astronomi (IPBA), hasil penelitian Pujani (2010, 2011) menemukan bahwa pembekalan keterampilan
laboratorium IPBA bagi calon guru fisika dapat meningkatkan keterampilan calon guru dalam merancang, melaksanakan dan melaporkan praktikum IPBA serta dapat meningkatkan kemampuan generik sains dan penguasaan materi IPBA. Hasil penelitian hibah bersaing Pujani, dkk. (2013, 2014, dan 2015) juga menemukan bahwa pembelajaran IPBA dengan menggunakan alat peraga praktikum sederhana dapat meningkatkan penguasaan konsep calon guru sains.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok yang hendak diurai melalui program ini adalah: “Perlukah peningkatan kemampuan Guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja dalam mengamati objek langit malam sebagai persiapan menuju olimpiade Astronomi? Adapun tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan guru-guru IPA SMP di Kota Singaraja dalam melaksanakan praktikum pengamatan objek langit malam sebagai persiapan menuju Olimpiade Astronomi., sedangkan manfaat kegiatan bagi guru-guru IPA SMP adalah dapat meningkatkan kualitas penguasaan bidang Astronomi sehingga nantinya mereka dapat memiliki pengetahuan dan keterampilan pengamatan objek langit malam yang memadai megingat pengajar Astronomi SMP umumnya adalah guru IPA, serta mampu membina siswa dalam persiapan menghadapi Olimpiade Astronomi.
METODE
Kegiatan P2M diawali dengan orientasi lapangan oleh tim pelaksana. Masalah yang ada di lapangan
56
kemudian diidentifikasi sehingga ditemukan ada masalah yang perlu mendapat penanganan yaitu guru kurang terampil dalam melakukan praktikum pengamatan objek langit malam. Setelah itu dilakukan pengkajian literatur, ditemukan alternatif yang visibel untuk dilaksanakan yaitu melalui program refreshing berupa pemberian pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam.
Khalayak sasaran antara yang strategis dalam kegiatan ini adalah para guru IPA SMP yang ada di Kota Singaraja.Jumlah guru yang dilibatkan sebanyak 15 orang yang mengajar IPA di SMP yang ada di Kota Singaraja. Kegiatan pelatihan ini dilaksanakan dengan sistem kader. Guru IPA SMP perwakilan yang ditunjuk akan diberikan pelatihan. Mereka yang dijadikan kader dipersyaratkan agar mampu dan mau bekerja sama, serta
dapat menyebarkan hasil kegiatan kepada guru lainnya. Model pelaksanaan kegiatan ini dilakukan secara langsung (tatap muka) dengan bidang kajian yang terkonsentrasi pada 2 (dua) hal yang mendasar yaitu, praktikum pengamatan dengan menggunakan peta langit, praktikum ppengamatan menggunakan program stellarium. Lama kegiatan adalah 2 (dua) hari bekerjasama dengan MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng. Pada akhir program setiap peserta akan dites pengetahuannya terkait bentuk rasi bintang, fase bulan dan hal-hal lain terkait objek langit malam. Dengan demikian, diharapkan para guru IPA SMP memperoleh penyegaran wawasan dan peningkatan keterampilan melakukan pengamatan objek langit malam. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut.
Tabel 1. Metode Kegiatan
Jenis Kegiatan Tujuan yang ingin dicapai
Presentasi dilanjutkan Tanya
jawab
Untuk menambah wawasan guru tentang
perbintangan dan instrumen pengamatan.
Diskusi Untuk memantapkan pemahaman peserta
terhadap materi yang dibahas
Paktikum pengamatan objek
langit malam
Untuk memberi keterampilan praktikum
pengamatan objek langit dengan menggunakan
peta bintang dan software Stellarium, terkait ujian
praktikum olimpiade Astronomi.
Sesuai dengan metode kegiatan
di atas, maka evaluasi dilaksanakan selama pelaksanaan kegiatan (directed evaluation/ proccess evaluation). Indikator dilihat dari respon peserta
selama pelatihan, kehadiran, dan kelancaran dalam melaksanakan pengamatan dan mengoperasikan stellarium.
57
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil-hasil yang diperoleh dari kegiatan P2M yang sudah dilakukan adalah sebagai berikut.
Pertama, Kegiatan pelatihan sudah terlaksana dengan baik. Kegiatan dilakukan 2 kali yaitu tanggal 3 dan 4 September 2019. Jumlah peserta yang direncanakan sebanyak 15 orang guru IPA SMP, dengan tingkat kehadiran mencapai 100%. Hal ini berkat dukungan pihak sekolah dan MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng.
Kedua, penyajian materi oleh pelatih direspon positif oleh peserta pelatihan. Kegiatan diskusi berjalan dengan lancar. Nara sumber berhasil mengantarkan materi dengan baik. Cakupan materi terdiri dari: Pengenalan Rasi Bintang, pengenalan stellarium. Setelah pelatihan dilanjutkan dengan melakukan pengamatan rasi bintang sebagai objek langit malam sesuai LKM 1.
Ketiga, pelatihan praktikum pengamatan objek langit malam sesuai LKM 2 dengan menggunakan peta langit dan stellarium berjalan lancar. Pelatihan dimulai dengan mengenali arah pengamatan, bentuk rasi, bintang terterang di rasi yang diamati, dan mengenali skymark langit seperti rasi penanda musim dan rasi penanda arah. Materi disesuaikan dengan kisi-kisi ujian praktikum pada olimpiade astronomi SMP. Demikian dilakukan selama 2 hari, dan kegiatan diakhiri dengan memberikan quis sebagai alat evaluasi keberhasilan program P2M ini.
Terjadinya peningkatan penguasaan guru terhadap keterampilan melakukan pengamatan onjek langit didukung eberapa hal. Diawali adanya persiapan yang matang
oleh tim pelaksana. Persiapan yang sudah dilakukan adalah: penyiapan materi pelatihan, menyiapkan LKM, peminjaman tempat, penyusunan surat undangan, mengedarkan surat undangan, dan penyiapan petugas lapangan. Dengan persiapan yang baik diharapkan diperoleh hasil yang baik pula.
Selain itu capaian hasil P2M ini juga dipengaruhi teknik pengemasan kegiatan. Teknik penyajian materi oleh narasumber tentang pengamatan objek langit dibagi 2 bagian: 1) pembekalan materi terkait pengenalan rasi bintang dan berbagai benda langit (LKM 1), 2) pengenalan alat-alat yang diperlukan dalam pengamatan, dan 3) praktikum pengenalan rasi bintang dan objek langit malam menggunakan peta lagit dan stellarium (LKM 2). Hari pertama dikaji mengenai materi 1) dan 2); hari kedua dikaji materi 3). Sebagai tindak lanjut tim pelaksana memberikan beberapa soal praktikum olimpiade astronomi untuk didiskusikan dalam MGMP IPA secara berkelanjutan. Sistematika ini memungkinkan guru melakukan pendalaman materi olimpade secara bertahap. Setelah pembekalan ini diharapkan para guru mampu melakukan pembinaan kepada siswanya.
Pembahasan selama P2M sesungguhnya terjadi cukup alot. Pada kegiatan hari pertama tanggal 3 September 2019, peserta merasa sulit memahami tentang rasi bintang.. Kendala guru disebabkan materi ini dipandang abstrak, dan guru-guru masih agak sulit membayangkan garis-garis hayal di bola langit. Namun karena diberi pengulangan-pengulangan dan didampingi dengan
58
sabar, akhirnya secara signifikan menunjukkan adanya peningkatan pemahaman guru. Pada hari kedua (tanggal 4 September 2019) guru-guru diberikan pelatihan praktikum pengenalan rasi bintang dan objek langit lainnya. Bagian yang agak lama dipahami adalah ketika mengenali dan memahami cara kerja alat pengataman, dan mengenali rasi dan bintang terang yang akan diamati.
Walaupun sudah dipecah menjadi beberapa bagian, masing-masing bagian sungguhnya mengandung sub-sub bagian yang masih luas cakupan materinya. Karena itu, tidak semua materi dapat diselesaikan dengan tuntas. Untuk mengantisipasi hal itu, tim menyerahkan 2 (dua) paket buku olimpiade astronomi standar nasional untuk dijadikan bahan diskusi dalam pertemuan di MGMP IPA SMP Kabupaten Buleleng, yang hingga saat ini masih rutin dilakukan.
Ditinjau dari kehadiran peserta, dari 15 orang guru peserta, semua bisa hadir sampai acara selesai, sehingga kehadiran peserta mencapai 100%. Dengan demikian target peserta terpenuhi sesuai rencana. Demikian pula selama pelaksanaan kegiatan, respon guru sangat positif, di mana guru-guru tetap mengikuti kegiatan ini hingga selesai.
Berdasarkan capaian di atas, secara umum dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pelatihan berjalan baik, dapat memberi manfaat yang cukup besar bagi para guru IPA SMP, serta tepat sasaran. Hal ini terlihat dari respon peserta yang begitu antusias mengikuti pelatihan. Kerjasama pada saat melakukan praktikum sangat solid. Guru melakukan pengamatan dengan
sungguh-sungguh sehingga para guru merasa cukup memiliki pemahaman tentang cara melakukan pengamatan objek langit malam dengan benar. Guru juga sangat antusias mendengarkan paparan dari pemakalah, Dr. Ni Made Pujani, M.Si. dosen Jurusan Fisika dan Pengajaran IPA yang juga ditugaskan mengelola Prodi S1 Pendidikan IPA FMIPA Undiksha. Capaian ini sejalan dengan kegiatan P2M sejenis yang pernah dilakukan di Kabupaten Buleleng (Pujani, dkk., 2014 dan 2015), di Kota Amlapura (Pujani, dkk, 2017) dan di kota Klungkung (Pujani, dkk., 2018).
DAFTAR PUSTAKA
Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1989.
Interaksi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka
Departemen P dan K. 1984.Materi Dasar Pendidikan Program Akta Mengajar V, Buku IA. Filsafat Ilmu. Jakarta: Universitas Terbuka.
---------. 1987. Studi Mutu Pendidikan Dasar. Dasar-dasar Konsepsi Studi Mutu Pendidikan Dasar. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan
---------. 1989. Studi Mutu Pendidikan Dasar, Status, Variansi dan Determinasi Prestasi Belajar Matematika. Jakarta: Pusat Informatika. Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan.
Iskandar, Srini M. dan Eddy M. Hidayat. 1997. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam. Dirjen
59
Pendidikan Tinggi: Proyek Penegmbangan Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
Jiyono.1987. Studi Kemampuan Guru IPA Sekolah Dasar. Jakarta. Puslit Balitbang, Depdikbud.
Memes, Wayan, Ketut Tika dan Ni Made Pujani. 2001. Pengembangan Model Pembelajaran IPA (Fisika) dengan Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses untuk Meningkatkan Sikap Ilmiah dan Hasil Belajar Siswa SLTP Negeri di Singaraja Tahiun Ajaran 2001/2002. Laporan Penelitian Research Grant. Proyek DUE-like IKIP Negeri Singaraja.
Parluhutan Tobing. 1983. Pengembangan Profil Guru-guru SMP dan SMA 1981/1982. Analisis Pendidikan, Tahun III No.3. Jakarta: Departemen P dan K.
Pujani. N.M. 2010. Pembekalan Keterampilan Laboratorium Kebumian Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru Fisika. Laporan Hasil Penelitian, Hibah Disertasi Doktor, Tidak dipublikasi. LPPM UPI, Bandung.
Pujani, N.M. 2011. Pembekalan Keterampilan Laboratorium IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains Bagi Calon Guru. Disertasi Doktor. Tidak dipublikasi. UPI, Bandung.
Pujani, N. M., dkk. 2012. Pelatihan Praktikum IPBA Bagi Guru SMP/SMA di Kota Singaraja Menuju Olimpiade Astronomi.
Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha.
Pujani, N.M., Suswandi, I, dan Atmaja, D.M.. 2013. Pengembangan Perangkat Praktikum IPBA Berbasis Kemampuan Generik Sains untuk Meningkatkan Keterampilan Laboratorium Calon Guru Fisika (Tahun I). Laporan Penelitian Hibah Bersaing. tidak dipublikasi. Lembaga Penelitian Universitas Pendidikan Ganesha.
Pujani, N. M, dkk.2014. Penyegaran Materi Astronomi bagi guru-guru SMA di Kabupaten Buleleng menuju Olimpiade Astronomi 2014. Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha.
Pujani, N. M, dkk.2015. Penyegaran Materi Astronomi (Astrofisika) bagi guru-guru SMP/SMA di Kabupaten Buleleng.Laporan Pengabdian Pada Masyarakat. LPM Universitas Pendidikan Ganesha.
Suastra dan Made Pujani. 1999. Pengembangan Alat-alat Percobaan Sederhana Buatan Guru sebagai Upaya Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas I SLTP N 6 Singaraja. Laporan Hasil Penelitian Tindakan Kelas, DIKS STKIP Singaraja.
Tim Pembina Olimpiade Astronomi. 2010. Bahan Ajar Menuju Olimpiade Sains Nasional/Internasional SMA, Astronomi. Bandung
The Liang Gie. 1980. Filsafat Matematika. Yogyakarta: Super
1