laporan akhir program p2m penerapan...
TRANSCRIPT
1
LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS
PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN TEKNIS
PENGELOLAAN KEUANGAN DESA DALAM UPAYA
MEWUJUDKAN GOOD VILLAGE GOVERNANCE AND
CLEAN GOVERNMENT DI KECAMATAN SAWAN
KABUPATEN BULELENG
Oleh
I Gusti Ayu Purnamawati, SE, M.Si, Ak (Ketua)
NIP. 197911042008122003
Ni Ketut Sari Adnyani, S.Pd, M.Hum (Anggota)
NIP. 198202042009122004
Nyoman Dini Andiani, S.St.Par., M.Par. (Anggota)
NIP. 198304052008122001 Ni Putu Rai Yuliartini, S.H, M.H. (Anggota)
NIP. 198307162008122003
Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)
Universitas Pendidikan Ganesha dengan SPK Nomor:
/UN48.15/PM/2016
Tanggal 25 Februari 2016
JURUSAN AKUNTANSI PROGRAM DIPLOMA III
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
2016
2
3
DAFTAR ISI
Cover
Halaman Pengesahan……………………………………………………… i
Daftar Isi………………………………………………………………….. ii
Abstrak……………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ....……………………………………….................. 5
1.2. Analisis Situasi.……………………………………………………. 9
1.3. Identifikasi dan Perumusan Masalah……………………………….14
1.4. Tinjauan Pustaka…………….……………………………………...15
1.5. Tujuan Kegiatan………….…………………………………………19
1.6. Manfaat Kegiatan………….………………………………………..19
1.7. Kerangka Pemecahan Masalah …………………………………….20
1.8. Khalayak Sasaran………….………………………………………. 21
1.9. Keterkaitan ……………….………………………………………. 21
BAB II METODE PELAKSANAAN
2.1. Kerangka Pemecahan Masalah...…………………………………...21
2.2. Metode Pelaksanaan Program.……………………………………..22
2.3. Rancangan Evaluasi...................…………………………………...21
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil..................................................................................................27
3.2. Pembahasan......................................................................................29
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan.......................................................................................27
4.2. Saran.................................................................................................29
4
ABSTRAK
Latar belakang Program Pengabdian Masyarakat ini adalah dalam era
reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai perubahan
regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian bagaimana
suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan clean
goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik. Pengelolaan
keuangan daerah harus dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-
undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab. Selama
ini pembangunan di Desa dapat dikatakan “dipandang sebelah mata” atau
dilaksanakan “setengah hati” oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Ini terlihat dengan minimnya keahlian dan kompetensi Sumber Daya Manusia
(SDM), kurang optimalnya pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) dan
sedikitnya nilai tambah Sumber Daya Ekonomi (SDE) serta akses infrastruktur
yang sekedarnya. Adanya hal tersebut membawa masalah tidak hanya pada Desa,
tetapi juga pada kota.
Secara umum program pengabdian masyarakat ini bertujuan memberikan
pelatihan dan pendampingan untuk meningkatkan profesionalisme para aparatur
pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam mempelajari
secara teknis ketentuan dan tata cara penatausahaan administrasi keuangan desa
karena anggaran yang turun ke desa sangat besar yang harus di kelola desa
sehingga diperlukan penguatan SDM terutama kepada bendahara Desa yang
memang ranahnya pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang
berlaku agar menghindari kesalahan serta kerugian anggaran negara. Kegiatan ini
memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan pihak Badan Pemberdayaan
dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten Buleleng. Metode yang digunakan
dalam kegiatan ini adalah metode praktik langsung dimana materi atau soal-soal
telah disesuikan dengan kondisi kegiatan desa sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk
memberikan pemahaman bagi para Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan
Sawan Kabupaten Buleleng sehingga mampu untuk menerapkan dalam
pelaksanaannya. Luaran kegiatan ini adalah: panduan penatausahaan
(pengelolaan) keuangan Desa serta artikel ilmiah.
Adapun materi yang diberikan selama pelatihan dan pendampingan
meliputi : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa dengan pokok
pembahasan pelaksanaan pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku
pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang
akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Untuk mengukur
tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi
minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak
lanjut. Pada kegiatan pelatihan ini, Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan
Sawan Kabupaten Buleleng dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai akhir
kegiatan serta akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan
kegiatan, ikut serta dalam pelatihan sampai pada tahap uji coba produk pelatihan.
Kata Kunci: Good Village Governance, Pengelolaan Keuangan Desa
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sistem pemerintahan Indonesia terus mengalami perkembangan dari masa
ke masa. Indonesia pada awalnya menganut sistem sentralisasi lalu mulai beralih
ke sistem desentralisasi. Salah satu bentuk penyerahan wewenang dari pemerintah
pusat ke pemerintah daerah adalah penyerahan wewenang untuk mengatur
keuangan pemerintah daerah berdasarkan atas prakarsanya sendiri atau yang
dikenal dengan istilah desentralisasi fiskal. Daerah berhak untuk mengoptimalkan
potensi daerahnya guna meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Seiring
dengan perkembangan sistem pemerintahan yang berlaku, desentralisasi fiskal
juga mulai diberikan kepada pemerintah desa. Desa dapat melaksanakan
pembangunan desa berdasarkan atas prakarsa dan potensi desanya.
Selama ini pembangunan di Desa dapat dikatakan “dipandang sebelah
mata” atau dilaksanakan “setengah hati” oleh Pemerintah Pusat maupun
Pemerintah Daerah. Ini terlihat dengan minimnya keahlian dan kompetensi
Sumber Daya Manusia (SDM), kurang optimalnya pengelolaan Sumber Daya
Alam (SDA) dan sedikitnya nilai tambah Sumber Daya Ekonomi (SDE) serta
akses infrastruktur yang sekedarnya. Adanya hal tersebut membawa masalah tidak
hanya pada Desa, tetapi juga pada kota. Masalah tersebut berupa adanya
urbanisasi orang Desa ke Kota, Desa bukan lagi sebagai penopang dan penunjang
Kota, ketimpangan antara Desa dan Kota serta berbagai masalah lainnya. Adanya
alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang diperuntukkan
kepada Desa dengan anggaran yang cukup besar mau tidak mau dilirik oleh semua
pihak. Berbagai pihak tersebut, baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan
Pemerintah Kabupaten serta berbagai lembaga negara lainnya dan lembaga swasta
harus menjalin kerjasama yang sinergis, selaras dan berkelanjutan (Yabbar dan
Hamzah, 2015: 4).
Di era reformasi pengelolaan keuangan daerah sudah mengalami berbagai
perubahan regulasi dari waktu ke waktu. Perubahan tersebut merupakan rakaian
bagaimana suatu Pemerintah Daerah dapat menciptakan good governance dan
6
clean goverment dengan melakukan tata kelola pemerintahan dengan baik.
Keberhasilan dari suatu pembangunan di daerah tidak terlepas dari aspek
pengelolaan keuangan daerah yang di kelola dengan manajemen yang baik pula.
Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah.
Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 13 Tahun 20013 pasal 3 meliputi kekuasaan pengelolaan keuangan
daerah, azas umum dan struktur APBD, penyusunan rancangan APBD, penetapan
APBD, penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki
DPRD, pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan
keuangan daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD, pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian
daerah, dan pengelolaan keuangan BLUD. Pengelolaan keuangan daerah harus
dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien,
ekonomis, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan azas
keadilan, kepatutan, dan manfaat untuk masyarakat.
UU No.32/2004 tentang pemerintahan daerah menyebutkan Desa (atau
dengan nama lain) sebagai sebuah pemeintahan yang otonom. Untuk
melaksanakan fungsinya, Desa diberikan dana oleh Pemerintah melalui
pemerintahan atasan Desa. Good governance dalam pengelolaan keuangan desa
meliputi: (1) Penyusunan APBDes dilakukan dengan melibatkan partisipasi
masyarakat; (2) Informasi tentang keuangan desa secara transparan dapat
diperoleh oleh masyarakat; (3) APBDes disesuaikan dengan kebutuhan desa; (4)
Pemerintah Desa bertanggungjawab penuh atas pengelolaan keuangan; (5)
Masyarakat baik secara langsung maupun lewat lembaga perwakilan melakukan
pengawasan atas pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh pemerintah desa.
Diterbitkannya Permendagri No.37/2007 tentang pengelolaan keuangan desa
memberikan landasan bagi semakin otonomnya desa secara praktik, bukan hanya
sekedar normatif. Rilis aturan ini kemudian diikuti dengan rilis Permendagri
No.66/2007 tentang perencanaan pembangunan desa, sehingga terdapat
kesinambungan antara aturan mengenai perencanaan dengan pengelolaan
7
keuangan desa. Beberapa pertanya kemudian muncul berkaitan dengan substansi,
urgensi, dan relevansi kedua aturan tersebut yaitu apakah aparatur Desa, terutama
Sekretaris Desa dan Bendahara, akan mampu melaksanakan fungsi perencanaan,
pelaksanaan, penatausahaan, dan pertanggungjawaban sesuai dengan yang diatur
dalam Permendagri No.37/2007 tsb? Keterbatasan SDM dan kebiasaan yang
berjalan selama ini harus dirubah dan diperbaikan sehingga kultur good village
governance (3G) dapat merasuk ke dalam administrasi dan birokrasi desa (Syukri,
2008). Dalam kaitan ini maka responsibilitas, transparansi dan akuntabilitas
pengelolaan keuangan desa diartikan sebagai bagian dari suatu sistem pengelolaan
keuangan daerah yang menyediakan informasi keuangan yang terbuka bagi
masyarakat dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik
dan mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepada unit organisasi pemerintah dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan melalui laporan keuangan pemerintah
secara periodik (Surya, 2013:3).
Beberapa persoalan lain akan muncul mengingat sangat beragamnya
karakteristik Desa di Daerah. Dalam hal penentuan besaran ADD, misalnya.
Apabila Pemerintah Kabupaten tidak bijak, dapat menimbulkan konflik antara
Pemerintah Desa-Pemkab atau antar-Desa sendiri. Beberapa Pemerintah Daerah
telah menyusun peraturan daerah (Perda) tentang pengelolaan keuangan desa.
Untuk mewujudkan Desa yang mandiri, sejahtera dan partisipatoris maka
diperlukan keterlibatan semua pihak dalam menyelenggarakan tata kelola
Pemerintahan Desa yang baik. Sebagai langkah awalnya yaitu dengan
meningkatkan keahlian dan kompetensi SDM di Desa, membenahi sistem
administrasi dan regulasi di Desa serta penataan kelembagaan Desa. Undang-
Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah diterjemahkan kembali
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015 sebagai perubahan atas
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa Yang Bersumber
Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara sebagai petunjuk pelaksanaannya
telah menjadi payung hukum buat perangkat desa dalam melakukan pengelolaan
dana desa. Untuk pengelolaan dana desa bukanlah hal yang mudah, namun
memerlukan sistem yang juga harus dibuat secara profesional. Mulai dari segi
8
perencanaan, desa harus membentuk musyawarah desa untuk menentukan belanja
bagi dana desa pada periode ke depan. Penatausahaannya pun harus menggunakan
sistem yang telah memanfaatkan teknologi informasi. BPKP telah
mengembangkan aplikasi SIMDA DESA dalam membantu perangkat desa
melakukan penatausahaan keuangan desa yang tidak hanya bersumber dari APBN
(dana desa), tetapi juga yang berasal dari APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Tidak
hanya sistem, Sumber Daya Manusia atau perangkat penyelenggara desa pun
harus memiliki kapabilitas dalam mengelola dana tersebut. Bukan pekerjaan yang
mudah dan cepat, mempersiapkan SDM desa agar kapabel dan profesional. Hal itu
memerlukan waktu, dana, tenaga, dan komitmen semua pihak terkait. BPKP
sebagai Auditor Presiden, siap membantu meningkatkan kapabilitas Aparat
Pengawasan Instansi Pemerintah (APIP) dalam mengawal keuangan desa. APIP
menjadi sangat berperan penting untuk memberikan asurrance dan konsultansi
bagi akuntabilitas dan pengelolaan keuangan desa. APIP harus dapat melihat
dimana titik kritis yang mungkin timbul dalam pengelolaan dana desa.
Dengan adanya dana desa yang tepat sasaran, tepat jumlah, dan tepat
waktu, serta dikelola dengan efisien, efektif, dan ekonomis, diharapkan
kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dengan cepat terutama bagi
masyarakat desa dalam peningkatan kesejahteraannya. Untuk menunjang
pelayanan prima kepada masyarakat di tingkat desa, dibutuhkan Kepala Desa serta
perangkatnya yang mampu dalam melayani kebutuhan masyarakat khususnya di
bidang administrasi. Pengetahuan administrasi di tingkat desa memang sangat
minim, terutama masalah administrasi anggaran bantuan sosial dan pembangunan
desa.
Arti penting dari program pengabdian pada masyarakat ini diharapkan
dapat memberikan manfaat terutama kepada Bendahara dan Aparatur Desa yang
terkait di Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng untuk memahami peran
strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan keuangan Desa
serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang berlaku dalam
rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa
yang baik) dan Clean Government.
9
1.2. Analisis Situasi
Kabupaten Buleleng terletak di belahan utara pulau Bali memanjang dari
barat ke timur dan mempunyai pantai sepanjang 144 km, secara geografis terletak
pada posisi 8° 03’ 40” – 8° 23’ 00” lintang selatan dan 114° 25’ 55” – 115° 27’
28” bujur timur, terdiri dari 9 kecamatan dengan 129 desa definitif dan 19
kelurahan (https://wordpress.com/gambaran-umum-wilayah-kabupaten-buleleng/).
Sawan adalah sebuah Kecamatan yang ada di Kabupaten Buleleng. Secara
Topografi Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng merupakan daerah landai
dengan ketinggian 0 s/d 50 meter diatas permukaan laut, curah hujan relatif
sedang. Secara umum, kecamatan Sawan memiliki wilayah yang mencakup 13
Desa. Dua diantaranya yaitu Desa Kerobokan dan Desa Sinabun.
Desa Kerobokan mempunyai luas Desa : 248 Ha. Batas wilayah administratif
yaitu: sebelah utara: laut Bali, sebelah selatan: Desa Sinabun, sebelah Barat
Kelurahan Penarukan, sebelah Timur: Desa Sangsit. Kepala Desa Kerobokan
adalah Putu Wisnu Wardana. Desa Kerobokan terdiri dari 3 (tiga) Banjar Dinas
yakni: Banjar Dinas Dalem: Kelian Banjar Dinasnya: Made Sudarma; Banjar
Dinas Baleagung: Kelian Banjar Dinasnya: Ketut Ardika, Banjar Dinas Kloncing:
Kelian Banjar Dinasnya: Gusti Nyoman Wijana. Kepala Desa Sinabun adalah
Nyoman Somenada.
Jarak Pemerintahan Desa Kerobokan ke Pusat kegiatan Pemerintahan adal
ah sebagai berikut : jarak Desa Kerobokan ke Kecamatan: 1 Km, jarak Desa
kerobokan ke Kabupaten: 7 Km, Jarak Desa Kerobokan ke Ibu Kota Provinsi: 89
Km. Luas Wilayah Desa Kerobokan 2,48 Km (http://sawan.bulelengkab.go.id).
Jarak Pemerintahan Desa Sinabun ke Pusat kegiatan Pemerintahan adalah sebagai
berikut: jarak Desa Sinabun ke Kecamatan: 2 Km, jarak Desa Sinabun ke
Kabupaten: 8 Km, Jarak Desa Sinabun ke Ibu Kota Provinsi: 90 Km. Luas
Wilayah Desa Sinabun 333.000 m2 Km dengan jumlah penduduk 5.334 Jiwa.
(http://sawan.bulelengkab.go.id).
Menurut observasi awal dan wawancara yang dilakukan ke Desa
Kerobokan Kabupaten Buleleng melalui Sekretaris Desa yaitu I Gusti Ketut
Arnawa mengatakan bahwa Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng memiliki
sistem pengelolaan dan penataausahaan administrasi yang belum disertai dengan
10
penerapan teknologi yang memadai. Dimana masih terdapat kekurangan dan
sistem pengelolaan keuangan dan administrasi Desa terutama dalam kaitannya
dengan penerapan Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang telah
diterjemahkan kembali dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2015
sebagai perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana
Desa Yang Bersumber Dari Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara. Sehingga
selama ini masih ada saja terdapat kendala dan kekurangan dalam hal penyusunan
laporan pertanggung jawaban yang diakibatkan kurangnya penerapan teknologi
dan pemahaman mengenai pengelolaan atau penatausahaan keuangan Desa.
Padahal keuangan desa itu sendiri merupakan segala sesuatu berupa uang dan
barang yang berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban desa. Seluruh
pendapatan desa diterima dan disalurkan melalui rekening kas desa dan
penggunaannya ditetapkan dalam APB Desa. Sebagai wujud akuntabilitas atas
pengelolaan keuangan, kepala desa diwajibkan menyampaikan laporan realisasi
pelaksanaan APB Desa kepada kepala daerah Tk.II. Pengelolaan kekayaan desa
merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan, pengamanan, pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan,
penatausahaan, pelaporan, penilaian, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
kekayaan milik Desa.
Dengan model pengelolaan keuangan desa yang ada saat ini, pemeriksaan/
evaluasi dan pengawasan hasil penggunaan keuangan desa masih ditemukan
berbagai permasalahan, seperti sulitnya dalam melakukan pemeriksaan keuangan
desa karena hilangnya bukti fisik administrasi (kwitansi, nota, dan lain-lain).
Kehilangan ini disebabkan oleh bukti tersebut masih diarsipkan secara manual
oleh pihak desa.
Berdasarkan latar belakang, dasar hukum dan karateristik pengelolaan
keuangan di Pemerintah maka diperlukan akuntabilitas melalui pencatatan
akuntansi dan pelaporan keuangan di tingkat Desa, terutama di Desa Kerobokan
Kabupaten Buleleng. Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah
pelaporan yang beragam serta adanya titik kritis dalam pengelolaan keuangan
desa tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah
Desa di Desa Kerobokan Kabupaten Buleleng. Oleh karena itu, Pemerintah Desa
11
harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan desa,
dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan Pemerintah Desa Kerobokan harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa sesuai ketentuan sehingga
terwujud Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik (Good Village Governance).
Pemerintah desa yang telah mewujudkan Good Village Governance,
memiliki indikator, antara lain: pertama, tata kelola keuangan desa yang baik.
Kedua, perencanaan desa yang partisipatif, terintegrasi dan selaras dengan
perencanaan daerah dan nasional. Ketiga, berkurangnya penyalahgunaan
kekuasaan/kewenangan yang mengakibatkan permasalahan hukum. Keempat,
mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat. Untuk dapat menerapkan prinsip
akuntabilitas tersebut diperlukan berbagai sumber daya dan sarana pendukung,
diantaranya SDM yang kompeten serta dukungan sarana teknologi informasi yang
memadai dan dapat diandalkan (Kurnia, 2015: 17).
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran penting
dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa baik dari sisi
Assurance maupun Konsultansi dengan melakukan identifikasi titik kritis dalam
pengelolaan keuangan desa dalam rangka menentukan langkah pengawalan sesuai
peran masing-masing.
Hingga 25 September 2015, secara nasional pemerintah telah menyalurkan
Dana Desa ke kabupaten/kota sebesar Rp16,69 triliun, atau sekitar 80 persen.
Namun demikian, baru sekitar 29 persen atau Rp2,45 triliun Dana Desa yang telah
disalurkan ke desa. Dari 189 kabupaten/kota, baru Rp2,45 triliun Dana Desa yang
telah disalurkan ke desa, atau 29 persen dari jumlah Dana Desa yang telah
diterima di rekening kas kabupaten/kota (Menteri Keuangan, Sosialisasi
Kebijakan Dana Desa di Kabupaten Buleleng, Bali, Jumat (25/9)). Ada beberapa
faktor yang menyebabkan lambatnya penyaluran Dana Desa dari kabupaten/kota
ke Desa, antara lain karena belum disampaikannya Peraturan Desa mengenai
Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) oleh desa kepada
kabupaten/kota. Mengingat pelaksanaan tahun anggaran 2015 tinggal beberapa
bulan, maka untuk mempercepat penyaluran dan penggunaan Dana Desa tahun
2015, Pemerintah telah menerbitkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri
Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Desa, Pembangunan Daerah
12
Tertinggal dan Transmigrasi. Sesuai dengan SKB yang ditetapkan pada 15
September 2015 tersebut, bupati/walikota, diminta untuk paling tidak
melaksanakan tiga hal. Pertama, membantu/membimbing desa dalam menyusun
APBDes, RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) dan
RKPDes (Rencana Kerja Pembangunan Desa). Kedua, segera menetapkan
peraturan bupati/peraturan walikota mengenai pengelolaan keuangan desa.
Terakhir, segera menyalurkan Dana Desa ke rekening kas Desa apabila Desa
sudah mempunyai Perdes APBDes. Sementara, kepala desa diminta untuk segera
menyusun dan menetapkan APBDes dan membuat laporan realisasi penggunaan
Dana Desa semester I dengan menggunakan contoh format sederhana yang telah
diberikan (http://www.kemenkeu.go.id).
Pagu anggaran Dana Desa yang telah mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat merupakan bagian dari anggaran Transfer ke Daerah dan
Desa: (1) Dana Desa setiap kabupaten/kota dihitung berdasarkan jumlah Desa; (2)
Dana Desa dialokasikan berdasarkan: a. alokasi dasar; dan b. alokasi yang
dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas
wilayah, dan tingkat kesulitan greogafis desa setiap kabupaten/kota; (3) Tingkat
kesulitan ditunjukkan oleh indeks kemahalan konstruksi; (4) Data jumlah
penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kemahalan konstruksi
bersumber dari kementerian yang berwenang, dan/atau lembaga yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang statistik; (5) Dana Desa setiap
kabupaten/kota ditetapkan dalam peraturan presiden mengenai rincian APBN.
Penyaluran Dana Desa dilakukan secara bertahap pada tahun berjalan dengan
ketentuan: a. Tahap I bulan April sebesar 40% (empat puluh persen); b. tahap II
pada bulan Agustus sebesar 40% (empat puluh persen); dan tahap III pada bulan
Oktober (sebelumnya November) sebesar 20% (dua puluh persen). Bagi
Bupati/Wali Kota dapat memberikan sanksi administratif jika SiLPA (Sisa Lebih
Penggunaan Anggaran) sebesar 30 persen berupa pemotongan Dana Desa pada
tahun berikutnya. Hal itu sesuai dengan Pasal 27 ayat (3) PP Nomor 22/2015.
Dana Desa dalam APBN diberikan secara bertahap dengan mekanisme sbagai
berikut: a. Tahun Anggaran 2015 paling sedikit sebesar 3% (tiga per seratus); b.
Tahun Anggaran 2016 paling sedikit 6% (enam per seratus); dan Tahun Anggaran
13
2017 dan seterusnya sebesar 10% (sepuluh per seratus) dari anggaran Transfer ke
Daerah. Dalam hal APBN belum dapat memenuhi alokasi anggaran Dana Desa
sebagaimana dimaksud, alokasi anggaran Dana Desa ditentukan berdasarkan
alokasi anggaran Dana Desa tahun anggaran sebelumnya atau kemampuan
keuangan negara (Warta Pengawasan, 2015: 11).
Penelitian Surya (2013) mengenai Evaluasi Penerapan Kebijakan Kepala
Desa Dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa Empunak Tapang Keladan
Kecamatan Ketungau Hulu Kabupaten Sintang melalui kegiatan yang meliputi:
Tahap Perencanaan Penganggaran, Tahap Pelaksanaan APBDes, Tahap Pelaporan
APBDes, dan Tahap Pertanggungjawaban APBDes dilihat dari Azas Umum
Pengelolaan Keuangan Desa (Azas Transparan, Azas Akuntabel dan Azas
Partisipatif). Metode Penelitian yang digunakan adalah Kualitatif. Hasil penelitian
menunjukan bahwa Pengelolaan APBDes dalam Perencanaan Penganggaran
belum dilibatkan masyarakat melalui kegiatan Musyawarah Desa untuk
menentukan Program kerja yang akan dilaksanakan dari dana APBDes.
Pelaksanaannya pada Pembangunan infrastruktur Desa sudah ada, hasilnya belum
memuaskan. Pelaporan secara Akuntabel sudah dilaksanakan walaupun masih
terdapat beberapa kekeliruan pada Pembukuannya, Transparan Belum adanya
pemberitahuan yang dilakukan secara Fisik melalui papan Pengumuman pada
Kantor Desa kepada Masyarakat. Pertanggungjawaban Hanya di laporkan ke
Pemerintah Sedangkan ke Masyarakat Belum terlaksana buktinya tidak ada
penyampaian Penggunaan Dana APBDes Melalui Musyawarah Kepada
Masyarakat.
Penelitian Lestari, dkk (2014) mengenai Membedah Akuntabilitas Praktik
Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman Kubutambahan, Kecamatan
Kubutambahan, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif Pada
Organisasi Publik Non Pemerintahan) menunjukkan bahwa 1) Proses pengelolaan
dan pertanggungjawaban keuangan di Desa Pakraman Kubutambahan tidak
melibatkan seluruh Krama Desa Pakramannya melainkan hanya melalui
perwakilan. 2) Akuntabilitas pengelolaan keuangan berlangsung secara konsisten
setiap bulan dengan menggunakan sistem akuntansi sederhana (sistem tiga kolom,
yaitu debet, kredit dan saldo). 3) Dengan adanya modal sosial khususnya
14
kepercayaan, Pengurus Desa Pakraman Kubutambahan menyadari bahwa
akuntansi merupakan instrumen akuntabilitas dan transparansi dalam pengelolaan
keuangan di Desa Pakraman.
Penelitian Manopo (2014) mengenai Pelaksanaan Akuntabilitas Dalam
Penyelenggaraan Pemerintah Desa (Studi Di Desa Warisa, Kecamatan Talawaan,
Kabupaten Minahasa Utara) menunjukkan bahwa Akuntabilitas sebagai salah satu
bentuk tanggung jawab pemerintah kepada masyarakat atas berbagai pengelolaan
dan pelaksanaan pemerintahan di desa dirasakan masih lemah, hal ini salah
satunya terlihat pada tingkat informasi yang diterima oleh masyarakat tentang
berbagai penyelenggaraan pemerintahan di Desa Warisa masih rendah. Hambatan
atau kendala dalam mewujudkan akuntabilitas pemerintahan desa yang sempurna
juga menjdai faktor penyebab lemahnya akuntabilitas pemerintahan di Desa
Warisa. Atasnya penelitian akan menggali lebih jauh mengenai prinsip
akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan Desa, di Desa Warisa Kecamatan
Talawaan, Kabupaten Minahasa Utara. Pelaksanaan atau pengelolaan anggaran
dan pembangunan telah menerapkan prinsip akuntabilitas, permasalahannya
masih sebatas pertanggungjawaban fisik, sedangkan sisi administrasi masih belum
sepenuhnya dilakukan dengan sempurna. Kompetensi sumber daya manusia
pengelola merupakan kendala utama.
1.3. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Berdasarkan analisis situasi dan kondisi empirik di atas, maka
permasalahan yang dialami oleh Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan
Kabupaten Buleleng adalah: minimnya pengetahuan administrasi di tingkat Desa,
padahal hal ini sangat penting bagi Kepala Desa dan aparaturnya dalam
memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam pengelolaan
keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-undang yang
berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola
Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government. Berdasarkan identifikasi
permasalahan tersebut, maka permasalahan pokok yang hendak dicarikan solusi
dalam pengabdian masyarakat ini adalah: “bagaimanakah caranya meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan
15
Sawan Kabupaten Buleleng dalam pengelolaan keuangan Desa sebagai upaya
mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang
baik) dan Clean Government?”. Melalui pelatihan dan pendampingan ini
diharapkan para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng dapat membuat (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa
pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2)
penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan
sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir
resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan
APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan
menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan
atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa,
termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4)
Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa
secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada
Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi
Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny)
16
BAB II
METODE PELAKSANAAN
2.1. Tujuan Kegiatan
Berdasarkan analisis siatuasi dan rumusan masalah di atas, maka yang
menjadi tujuan utama dalam program pegabdian pada masyarakat ini adalah untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para Aparatur Pemerintah Desa di
Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam pengelolaan keuangan Desa
sebagai upaya mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan
Desa yang baik) dan Clean Government. Secara rinci tujuan program pengabdian
masyarakat ini adalah untuk:
4.2.1.1. Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para Aparatur
Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam
membuat penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan
pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya,
4.2.1.2. Memberikan pelatihan dan pendampingan kepada para Aparatur
Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dalam
penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan
dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ)
4.2.1.3. Melalui pelatihan dan pendampingan pengelolaan keuangan Desa
diharapkan nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud dan resiko Bisnis
dalam pengelolaan keuangan Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng.
2.2. Manfaat Kegiatan
Berdasarkan tujuan program pengabdian masyarakat di atas, maka secara
realistik implementasi pelatihan dan pendampingan pengelolaan Keuangan Desa
di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. Bendahara dan Aparatur Desa yang terkait di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng dapat memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran
dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan
undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village
17
Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean
Government.
2. Dengan model pengelolaan keuangan desa berdasarkan prinsip-prinsip good
village governance maka nantinya pemeriksaan/ evaluasi dan pengawasan
hasil penggunaan keuangan desa dapat memudahkan Inspektorat Kabupaten
Buleleng, sehingga berbagai permasalahan yang ada dapat diminimalisir,
seperti sulitnya dalam melakukan pemeriksaan keuangan desa karena
hilangnya bukti fisik administrasi (kwitansi, nota, dan lain-lain). Kehilangan
ini disebabkan oleh bukti tersebut masih diarsipkan secara manual oleh pihak
desa.
3. Masyarakat Desa
Melalui pengelolaan keuangan Desa yang baik, maka diharapkan masyarakat
Desa khususnya di Desa yang ada di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng
dapat merasakan peningkatan dalam hal pelayanan publik dari aparatur
pemerintah Desa, sehingga nantinya dapat pula meningkatkan kesejahteraan
dan keadilan bagi seluruh masyarakat.
2.3. Kerangka Pemecahan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana
program ini akan dilaksanakan, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat
permasalahan yang saat ini dihadapi yaitu minimnya pengetahuan administrasi di
tingkat Desa, padahal hal ini sangat penting bagi Kepala Desa dan Aparaturnya
dalam memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran dalam
pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan undang-
undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village Governance (Tata
Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government. Melalui pelatihan
dan pendampingan ini diharapkan para aparatur Desa di Desa Kerobokan
Kabupaten Buleleng dapat membuat (1) penatausahaan administrasi keuangan
Desa berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku
pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang
18
akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat
meminimalisir resiko Fraud
Pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan dalam rangka
mewujudkan Good Village Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang
baik) dan Clean Government, akan diawali dengan orientasi lapangan, dilanjutkan
dengan identifikasi masalah, studi literatur, dan oprasionalisasi kegiatan. Orintasi
lapangan dan identifikasi masalah adalah cara untuk lebih mengenali masalah
yang dihadapi oleh para Aparatur Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan
Kabupaten Buleleng, sehingga dari sana bisa dicarikan alternatif pemecahan
masalahnya. Kegiatan selanjutnya adalah mencari solusi terhadap permasalahan
yang dialami oleh para Aparatur Pemerintah Desa melalui studi literatur. Terakhir
adalah pelaksanaan program sebagaimana telah disepakati bersama. Untuk
memperlancar pelatihan dan Pendampingan, maka para Aparatur Pemerintah Desa
di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng yang terdiri dari Bendahara dan
Sekretaris Desa akan mendapatkan paket pelatihan dengan materi yang disertai
dengan soft copy Dokumen-dokumen pendukungnya.
2.4. Khalayak Sasaran
Khalayak sasaran strategis dalam kegiatan ini adalah para Aparatur
Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng yang terdiri atas
Bendahara Desa dan Sekretaris Desa. Bendahara Desa yang ditunjuk oleh Kepala
Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan, dan mempertanggungjawabkan keuangan Desa dalam rangka
pelaksanaan APB Desa. Bendahara wajib melakukan pencatatan setiap
penerimaan dan pengeluaran serta melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara
tertib. Sedangkan Sekretaris Desa menyusun Rancangan Peraturan Desa
(Raperdes) tentang pertanggungjawaban Pelaksanaan APB Desa dan Rancangan
Keputusan Kepala Desa tentang Pertanggungjawaban Kepala Desa. Sekretaris
Desa menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas bersama BPD.
19
2.5. Keterkaitan
Kegiatan ini memiliki keterkaitan yang sangat mutualis dengan pihak
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kabupaten
Buleleng.
2.6. Metode Kegiatan
Sesuai dengan fokus masalah dan tujuan dari kegiatan ini, maka metode
yang digunakan adalah Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode
praktik langsung dimana materi atau soal-soal telah disesuikan dengan kondisi
kegiatan desa sehari-hari. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman bagi
para Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng
sehingga mampu untuk menerapkan dalam pelaksanaannya.
Adapun materi yang diberikan selama pelatihan dan pendampingan
meliputi : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa dengan pokok
pembahasan pelaksanaan pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku
pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang
akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ). Untuk mengukur
tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan dilakukan evaluasi
minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi tindak
lanjut. Pada kegiatan pelatihan ini, Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan
Sawan Kabupaten Buleleng akan dilibatkan secara kolaboratif dari awal sampai
akhir kegiatan serta akan dilibatkan dalam merencanakan program, penjadwalan
kegiatan, ikut serta dalam pelatihan sampai pada tahap uji coba produk pelatihan.
Program pelatihan dan pendampingan yang dilakukan secara demokratis, yang
diawali dengan pengenalan pengetahuan dan keterampilan tentang pengeloaan
keuangan Desa, kemudian dilanjutkan dengan praktek langsung membuat
dokumen pendukungnya dengan tutor dari Undiksha Singaraja (Ahli Akuntansi),
kemudian kepada mereka akan dikondisikan untuk bisa membuat penatausahaan
keuangan Desa secara mandiri dengan tetap didampingi oleh tim pelaksana/tutor.
Lama pelaksanaan kegiatan adalah 6 (enam) bulan yang dimulai dari tahap
pengajuan proposal, perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi dengan
melibatkan Bendahara dan Sekretaris Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten
20
Buleleng. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai
tanda bukti partisipasi mereka dalam kegiatan ini.
21
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan permasalahan yang dialami oleh Aparatur Pemerintah Desa
di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng adalah: minimnya pengetahuan
administrasi di tingkat Desa, padahal hal ini sangat penting bagi Kepala Desa dan
aparaturnya dalam memahami peran strategisnya sebagai hak pengguna anggaran
dalam pengelolaan keuangan Desa serta pembuatan pelaporan sesuai aturan
undang-undang yang berlaku dalam rangka mewujudkan Good Village
Governance (Tata Kelola Pemerintahan Desa yang baik) dan Clean Government.
Melalui pelatihan dan pendampingan ini diharapkan para Aparatur
Pemerintah Desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng dapat membuat (1)
penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa pencatatan pada buku kas
umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2) penyusunan kelengkapan bukti
pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan sebagai Surat Pertanggung
Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir resiko Fraud seperti: (1)
Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan APB Des tidak sesuai
aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan menyelenggarakan Siklus
Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan atau keterlambatan
penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa, termasuk Laporan
Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4) Pengelolaan Aset Desa
yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa secara tidak sah (Theft of
Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada Pengadaan Barang/Jasa. (7)
Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi Aparat Desa secara tidak Sah
(misuse atau larceny)
Pelatihan dan Pendampingan kegiatan P2M tersebut dilakukan pada bulan
Juni di Desa Kerobokan Kecamatan Sawan dengan mendatangkan tim pakar dari
Universitas Pendidikan Ganesha, khususnya pakar pembukuan dari jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi. Adapun alur pelatihan Pengelolaan Keuangan Desa
dimulai dari,
22
1) Tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan
administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan
koordinasi dengan para aparatur pemerintah desa di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng, (c) menyiapkan materi pelatihan, (d) menyiapkan narasumber yang
memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan (pakar Akuntansi),
dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) tahap pelaksanaan,
yang terdiri dari : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa
pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2)
penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan
sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir
resiko Fraud, 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi hasil pelatihan, (b)
koreksi dari pakar, dan (c) memberikan hasil membuat pembukuan serta laporan
keuangan.
Pada pelatihan pengelolaan Keuangan Desa terlebih dahulu diberikan
pemahaman mengenai pentingnya penggunaan pembukuan sebagai bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan desa. Jika dilihat dari fenomena yang
ada maka sebagian besar aparatur pengelola keuangan desa belum memiliki
kualitas Sumber daya Manusia yang memadai dalam pengelolaan keuangan. Jika
dilihat secara teoritis, pembukuan merupakan proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan suatu
perusahaan atau organisasi. Pencatatan itu meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau
jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca , dan
laporan laba rugi untuk periode tahun fiskal tersebut. Pembukuan dapat digunakan
sebagai alat kontrol keuangan usaha. Kita dapat mengetahui biaya-biaya mana
yang tidak perlu, biaya mana yang merupakan pemborosan (inefisiensi). Sehingga
biaya tersebut dipotong dan akan mengefisienkan usaha dengan lebih baik. Tanpa
adanya pembukuan, hal tersebut tidak akan mungkin bisa dilakukan, karena secara
nyata angka itu tidak pernah tercatat. Pembukuan dapat dijadikan alat
pengambilan keputusan. Mengapa demikian? Karena dengan melihat
perkembangan keuangan dari tahun ke tahun, kita dapat melihat, haruskah
perusahaan berinvestasi kembali ke alat-alat produksi misalnya (jika memiliki
23
banyak uang kas), atau fokus pada pemasaran (jika angka penjualan turun) atau
keputusan-keputusan lainnya, yang didasarkan pada kondisi keuangan saat ini.
Dengan melakukan pembukuan berarti kita sudah berperan sebagai warga negara
yang baik, yaitu dengan melaporkan pajak hasil usaha yang dilakukan.
Perhitungan pajak didasarkan pada laporan keuangan usaha yaitu dari neraca dan
laporan laga rugi. Pembukuan usaha, yang nantinya berakhir ke dalam bentuk
laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar, layak tidaknya usaha tersebut
jika menerima tambahan modal dari pihak lain seperti investor, pihak perbankan,
dan perusahaan ventura. Dasar laporan keuangan ini merupakan ketentuan wajib
bagi lembaga keuangan untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, karena laporan
keuangan ini menunjukkan baik tidaknya kondisi perusahaan, dilihat dari untung-
rugi, efisien-boros, dan pengelolaan aset usaha.
Kendala-kendala yang dihadapi oleh aparatur desa dalam pengelolaan
keuangan di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng yaitu (1) Kurangnya Sumber
Daya manusia yang ada dalam Pengelolaan Keuangan Desa, dimana rata-rata
memiliki pemahaman yang kurang mengenai penyusunan laporan keuangan dan
kurangnya pemahaman mengenai aturan-aturan yang ada, (2) Dana yang
dikucurkan ke Desa jumlahnya sangat besar, sedangkan Sumber Daya Manusia
yang menangani hanya satu orang saja dan belum memahami mengenai teknik
penghitungan pajaknya, (3) beberapa bukti transaksi yang diterima belum
seluruhnya dilengkapi seperti surat kerjasama dengan rekanan, dan lain-lain, (4)
kurangnya pemahaman pengelola keuangan desa mengenai cara penyusunan
Rancangan Anggaran Biaya (RAB).
Keuangan Desa adalah semua hak dan kewajiban dalam rangka
penyelenggaraan pemerintahan desa yang dapat dinilai dengan uang termasuk
didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban
desa tersebut. Pengelolaan Keuangan Desa adalah keseluruhan kegiatan yang
meliputi perencanaan, penganggaran, penatausahaan, pelaporan, pertanggung-
jawaban dan pengawasan keuangan Desa. Pemegang Kekuasaan Pengelolaan
Keuangan Desa adalah Kepala Desa yang karena jabatannya mempunyai
kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan desa.
Pelaksana Teknis Pengelolaan Keuangan Desa yang selanjutnya disebut PTPKD
24
adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa untuk melaksanakan
pengelolaan keuangan desa. Bendahara adalah perangkat desa yang ditunjuk oleh
Kepala Desa untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan,
membayarkan dan mempertanggung-jawabkan keuangan desa dalam rangka
pelaksanaan APBDesa. Rencana Pembangunan Jangka Pendek (tahunan) yang
selanjutnya disebut Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKPDesa) adalah hasil
musyawarah masyarakat desa tentang program dan kegiatan yang akan
dilaksanakan untuk periode 1 (satu) tahun. Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa yang selanjutnya disingkat RPJMDes adalah dokumen
perencanaan desa untuk periode 5 (lima) tahun.
APBDesa adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan desa yang
dibahas dan disetujui bersama oleh Kepala Desa dan BPD, dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa. Fungsi APBDesa adalah: (1) Fungsi otorisasi: APBDesa menjadi
target fiskal yang menggambarkan keseimbangan antara belanja, pendapatan, dan
pembiayaan yang diinginkan sebagai dasar untuk melaksanakan pendapatan dan
belanja desa pada tahun yang bersangkutan. (2) Fungsi perencanaan: APBDesa
merupakan pernyataan kebijakan publiksebagai pedoman bagi manajemen dalam
merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. (3) Fungsi pengawasan:
APBDesa menjadi pedoman pengendalian yang memiliki konsekuensi hukum
untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan.(4) Fungsi alokasi: APBDesa harus diarahkan
untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan
sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian desa. (5)
Fungsi distribusi: kebijakan APBDesa harus memperhatikan rasa keadilan dan
kepatutan masyarakat. (6) Fungsi akuntabilitas: APBDesa memberi landasan
penilaian kinerja pemerintah desa.
Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang
beragam serta adanya titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa tentunya
menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat Pemerintah Desa. Oleh
karena itu, Pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan penyelenggaraan
Pemerintah Desa harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat desa
25
sesuai ketentuan sehingga terwujud Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Baik
(Good Village Governance). Pemerintah desa yang telah mewujudkan Good
Village Governance, memiliki indikator, antara lain: pertama, tata kelola
keuangan desa yang baik. Kedua, perencanaan desa yang partisipatif, terintegrasi
dan selaras dengan perencanaan daerah dan nasional. Ketiga, berkurangnya
penyalahgunaan kekuasaan/ kewenangan yang mengakibatkan permasalahan
hukum. Keempat, mutu pelayanan kepada masyarakat meningkat. Untuk dapat
menerapkan prinsip akuntabilitas tersebut diperlukan berbagai sumber daya dan
sarana pendukung, diantaranya SDM yang kompeten serta dukungan sarana
teknologi informasi yang memadai dan dapat diandalkan.
Kepala Desa dalam melaksanakan penatausahaan keuangan Desa harus
menetapkan Bendahara Desa. Penetapan Bendahara Desa harus dilakukan
sebelum dimulainya tahun anggaran bersangkutan dan berdasarkan keputusan
Kepala Desa. Bendahara adalah perangkat Desa yang ditunjuk oleh Kepala Desa
untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, membayarkan, dan
mempertanggungjawabkan keuangan Desa dalam rangka pelaksanaan APB Desa.
Bendahara wajib melakukan pencatatan setiap penerimaan dan pengeluaran serta
melakukan tutup buku setiap akhir bulan secara tertib.
Penatausahaan penerimaan wajib dilakukan oleh bendahara Desa
dengan menggunakan: (a) Buku kas umum. (b) Buku kas pembantu kegiatan. (c)
Buku kas pembantu pajak. (d) Buku bank. Bendahara Desa wajib
mempertanggungjawabkan penerimaan uang yang menjadi tanggung jawabnya
melalui laporan pertanggung jawaban penerimaan kepada Kepala Desa setiap
bulan dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan
pertanggungjawaban penerimaan tersebut, dilampiri dengan: (a) Buku kas umum.
(b) Buku kas pembantu kegiatan. (c) Buku kas pembantu pajak. (d) Buku bank.
(e) Bukti penerimaan lainnya yang sah.
Penatausahaan pengeluaran wajib dilakukan oleh bendahara Desa
dengan menggunakan: (a) Buku kas umum. (b) Buku kas pembantu kegiatan. (c)
Buku pembantu pajak. (d) Buku bank. Bendahara Desa wajib
mempertanggungjawabkan pengeluaran uang yang menjadi tanggung jawabnya
26
melalui laporan pertanggung jawaban pengeluaran kepada Kepala Desa setiap
bulan dan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Setelah diberikan pelatihan dan pendampingan para aparatur pemerintah
desa yang ada di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng mengakui mereka
memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam membuat
pertanggungjawaban yang digunakan untuk menghitung aliran masuk dan
keluarnya dana. Adapun hasil dari kegiatan pelatihan pengelolaan keuangan desa
di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, yaitu: sebagian besar para aparatur
pemerintah desa dapat membuat: (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa
berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2)
penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan
sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir
resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan
APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan
menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan
atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa,
termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4)
Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa
secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada
Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi
Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny).
Tabel 2. Indikator Keberhasilan Kegiatan
No Jumlah
Aparatur
Desa
Indikator Target
Keberhasilan
Instrumen Produk
1. 12 Orang Pengetahuan
dan
keterampilan
para Aparatur
Desa
Terjadi perubahan
yang positif
terhadap
pengetahuan dan
keterampilan para
Aparatur Desa
Pedoman
wawancara
Modul
tentang
pengelolaan
dana desa
2. 12 Orang Keterampilan
para Aparatur
Desa
Terjadinya
perubahan yang
positif terhadap
keterampilan para
Pedoman
wawancara
dan format
observasi
Buku Kas
Umum,
Buku
Pajak,
27
Aparatur Desa Buku Bank,
RAB, SPJ
3. 12 orang Pengetahuan
dan
keterampilan
para Aparatur
Desa
Terjadinya
perubahan
kemampuan dan
keterampilan para
aparatur desa
Pedoman
wawancara
dan format
observasi
Buku Kas
Umum,
Buku
Pajak,
Buku Bank,
RAB, SPJ
Table 3. Catatan Kegiatan P2M
No Tanggal Kegiatan
1 1 Maret 2016 Menandatangani Surat Perjanjian Kerja Pengabdian
Kepada Masyarakat
2 3 Juni 2016 Melakukan koordinasi (observasi) ke Desa
Kerobokan Kecamatan Sawan (tempat
dilaksanakannya kegiatan)
Transport Observasi 3 Orang @ Rp 110.000
= Rp 330.000
3 10 Juni 2016 Negosiasi ijin pelaksanaan pengabdian kepada
masyarakat pada Kepala Desa Kerobokan
Kecamatan Sawan (penjajakan tempat
dilaksanakannya kegiatan)
Transport Penjajakan 2 Orang @ Rp 110.000
= Rp 220.000
4 11 Juni 2016 Persiapan Koordinasi dengan tim pelaksana mengenai
jadwal serta sarana dan prasarana yang akan
digunakan untuk kegiatan P2M
Transport Persiapan 3 Orang @ Rp 110.000
= Rp 330.000
Pembelian ATK sejumlah: Rp 2.760.000,- yang terdiri
atas:
Kertas A4 70 gr 5 Rim @ Rp 38.000 = Rp 190.000
Kertas F4 70 gr 5 Rim @ Rp 40.000 = Rp 200.000
Chatridge Canon PG 811 (B) 2 Buah @ Rp 250.000 =
Rp 500.000
Chatridge Canon PG 811 (C) 2 Buah @ Rp 250.000
=Rp 500.000
Flashdisk 8 GB 3 Buah @ Rp 150.000 = Rp 450.000
CDRW Verbatim 8 Buah @ Rp15.000 = Rp 120.000
Ballpoint 20 Buah @ Rp 3.000 = Rp 60.000
Block Note 20 Buah @ Rp 8.000 = Rp 160.000
Pensil 20 Buah @ Rp 2.000 = Rp 40.000
Penghapus 20 Buah @ Rp 1.000 = Rp 20.000
Penggaris 20 Buah @ Rp 2.000 = Rp 40.000
28
Map Plastik 20 Buah @ Rp 5.000 = Rp 100.000
Stipo 10 Buah @ Rp 6.500 = Rp 65.000
Amplop 1 Box @ Rp 20.000 = Rp 20.000
Staples Kenko HD 50 1 Box @ Rp 85.000 = Rp
85.000
Isi Staples Max No. 3 3 Box @ Rp 70.000 = Rp
210.000
Spanduk 2 buah @ Rp 250.000 = Rp 500.000
5 17 Juni 2016 Melaksanakan pelatihan pertama: Pelatihan Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya
Mewujudkan Good Village Governance And Clean
Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng
Konsumsi Pelatihan:
Snack 30 Kotak @ Rp 10.000 = Rp 300.000,-
Nasi 15 Kotak @ Rp 25.000 = Rp 375.000,-
Air Mineral @ Rp 3.000 = Rp 45.000,-
Total Konsumsi Pelatihan = Rp 720.000,-
6 18 Juni 2016 Melaksanakan pelatihan kedua: Pelatihan Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya
Mewujudkan Good Village Governance And Clean
Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng
7 24 Juni 2016 Melakukan pendampingan pertama: Pendampingan
Teknis Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya
Mewujudkan Good Village Governance And Clean
Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng
Konsumsi Pendampingan:
Snack 30 Kotak @ Rp 10.000 = Rp 300.000,-
Nasi 15 Kotak @ Rp 25.000 = Rp 375.000,-
Air Mineral @ Rp 3.000 = Rp 45.000,-
Total Konsumsi Pendampingan = Rp 720.000,-
8 1 Juli 2016 Melakukan pendampingan kedua: Pelatihan Teknis
Pengelolaan Keuangan Desa Dalam Upaya
Mewujudkan Good Village Governance And Clean
Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng
9 15 Juli 2016 Melakukan evaluasi terhadap kemampuan dan
keterampilan para pengelola Keuangan Desa Dalam
Upaya Mewujudkan Good Village Governance And
Clean Government Di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng
Konsumsi Evaluasi:
Snack 30 Kotak @ Rp 10.000 = Rp 300.000,-
29
Nasi 15 Kotak @ Rp 25.000 = Rp 375.000,-
Air Mineral @ Rp 3.000 = Rp 45.000,-
Total Konsumsi Evaluasi = Rp 720.000,-
11 18 Juli 2016 Menyusun Laporan Kemajuan Kegiatan P2M beserta
penggunaan anggaran (70%)
12 9 Agustus 2016 Mengunggah Laporan Kemajuan Kegiatan P2M
beserta penggunaan anggaran (70%)
13 19 Agustus s/d
30 September
2016
Menyusun laporan pengabdian kepada masyarakat
tentang Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan
Desa Dalam Upaya Mewujudkan Good Village
Governance And Clean Government di Kecamatan
Sawan Kabupaten Buleleng
14 1 Oktober s/d
9 Oktober 2016
Mengunggah laporan pengabdian kepada masyarakat
tentang Pelatihan Teknis Pengelolaan Keuangan Desa
Dalam Upaya Mewujudkan Good Village Governance
And Clean Government Di Kecamatan Sawan
Kabupaten Buleleng
30
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Pelatihan dan Pendampingan kegiatan P2M tersebut dilakukan pada bulan
Juni di Desa Kerobokan Kecamatan Sawan dengan mendatangkan tim pakar dari
Universitas Pendidikan Ganesha, khususnya pakar pembukuan dari jurusan
Akuntansi Fakultas Ekonomi. Adapun alur pelatihan Pengelolaan Keuangan Desa
dimulai dari, 1) Tahap persiapan, yang terdiri dari tahap : (a) penyiapan bahan
administrasi sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan pelatihan, (b) melakukan
koordinasi dengan para aparatur pemerintah desa di Kecamatan Sawan Kabupaten
Buleleng, (c) menyiapkan materi pelatihan, (d) menyiapkan narasumber yang
memiliki kompetensi sesuai dengan target dan tujuan pelatihan (pakar Akuntansi),
dan (e) menyiapkan jadwal pelatihan selama 1 hari efektif, 2) tahap pelaksanaan,
yang terdiri dari : (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa berupa
pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2)
penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan
sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir
resiko Fraud, 3) tahap evaluasi, yang terdiri dari (a) persentasi hasil pelatihan, (b)
koreksi dari pakar, dan (c) memberikan hasil membuat pembukuan serta laporan
keuangan.
Setelah diberikan pelatihan dan pendampingan para aparatur pemerintah
desa yang ada di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng mengakui mereka
memiliki kemampuan dan keterampilan yang memadai dalam membuat
pertanggungjawaban yang digunakan untuk menghitung aliran masuk dan
keluarnya dana. Adapun hasil dari kegiatan pelatihan pengelolaan keuangan desa
di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, yaitu: sebagian besar para aparatur
pemerintah desa dapat membuat: (1) penatausahaan administrasi keuangan Desa
berupa pencatatan pada buku kas umum (BKU) dan buku-buku pembantunya, (2)
penyusunan kelengkapan bukti pembayaran (pengeluaran) yang akan dijadikan
sebagai Surat Pertanggung Jawaban (SPJ) sehingga nantinya dapat meminimalisir
resiko Fraud seperti: (1) Program dan Kegiatan pada RPJMDes, RKPDes, dan
31
APB Des tidak sesuai aspirasi/kebutuhan masyarakat desa; (2) Kegagalan
menyelenggarakan Siklus Pengelolaan Keuangan Desa yang sehat. (3) Kegagalan
atau keterlambatan penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Desa,
termasuk Laporan Pertanggungjawaban Realisasi Pelaksanaan APBDes. (4)
Pengelolaan Aset Desa yang tidak efisien dan efektif. (5) Penggunaan Kas Desa
secara tidak sah (Theft of Cash on Hand). (6) Mark up dan atau Kick Back pada
Pengadaan Barang/Jasa. (7) Penggunaan Aset Desa untuk kepentingan pribadi
Aparat Desa secara tidak Sah (misuse atau larceny).
4.2. Saran
Berdasarkan pada proses pelatihan dan pendampingan yang dilakukan
pada pengelolaan keuangan desa di Kecamatan Sawan Kabupaten Buleleng, ada
beberapa hal yang bisa dijadikan rekomendasi dari pelaksanaan pengabdian
masyarakat ini yaitu:
1. Pemberian dana ke desa yang begitu besar, jumlah pelaporan yang
beragam serta adanya titik kritis dalam pengelolaan keuangan desa
tentunya menuntut tanggung jawab yang besar pula oleh Aparat
Pemerintah Desa. Pengelolaan keuangan tersebut hendaknya dilakukan
oleh Sumber Daya Manusia yang memiliki pemahaman dan pengetahuan
mengenai hal tersebut untuk menghindari terjadinya fraud. Oleh karena
itu, Pemerintah Desa harus bisa menerapkan prinsip akuntabilitas dalam
pengelolaan keuangan desa, dimana semua akhir kegiatan
penyelenggaraan Pemerintah Desa harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat desa sesuai ketentuan sehingga terwujud Tata Kelola
Pemerintahan Desa yang Baik (Good Village Governance).
2. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) memiliki peran penting
dalam pengawalan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa baik dari sisi
Assurance maupun Konsultansi dengan melakukan identifikasi titik kritis
dalam pengelolaan keuangan desa dalam rangka menentukan langkah
pengawalan sesuai peran masing-masing.
32
DAFTAR PUSTAKA
Abdillah, T., dan Tuloli, M, S. 2014. Rancang Bangun Aplikasi Kontrol
Pengelolaan Keuangan Desa. Laporan Akhir Penelitian Hibah Bersaing.
Universitas Gorontalo.
Hamzah, A. 2013. Perspektif Kritis-Konsep dan Aplikasi Penyusunan Laporan
Keuangan Berbasis PP Nomor 71 Tahun 2010 beserta Analisis Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah, Pengukuran Kinerja Organisasi Sektor
Publik, pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba. Surabaya: CV
Pustaka.
Kurnia, B. 2015. Waspadai Titik Kritis, Wujudkan Good Village Governance.
Warta Pengawasan 14 VOL XXII/ Edisi HUT ke -70 RI/ 2015 hal 16-17.
Lestari, A, K, D., Atmadja, A, T., dan Adiputra, I, M, P. 2014. Membedah
Akuntabilitas Praktik Pengelolaan Keuangan Desa Pakraman
Kubutambahan, Kecamatan Kubutambahan, Kabupaten Buleleng,
Provinsi Bali (Sebuah Studi Interpretif Pada Organisasi Publik Non
Pemerintahan). e-Journal Vol: 2 No:1 Tahun 2014. Universitas
Pendidikan Ganesha Jurusan Akuntansi Program S1
Manopo, D, C. 2015. Pelaksanaan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan
Pemerintah Desa (Studi Di Desa Warisa, Kecamatan Talawaan,
Kabupaten Minahasa Utara). Download: http//www.google.com.
Simanjuntak, B, H. 2015. Standar Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Dorong
Akuntabilitas Desa. Warta Pengawasan 14 VOL XXII/ Edisi HUT ke -70
RI/ 2015 hal 14-15.
Surya, K., Tomas, Y., dan Genjik, B. 2013. Evaluasi Penerapan Kebijakan Kepala
Desa Dalam Pengelolaan Administrasi Keuangan Desa Empunak
Tapang Keladan. Artikel Penelitian Universitas Tanjungpura Pontianak.
Yabbar, R., dan Hamzah, A. 2015. Tata Kelola Pemerintahan Desa-Dari
Peraturan di Desa Hingga Pengelolaan Badan Usaha Milik Desa-
Dari Perencanaan Pembangunan Desa Hingga Pengelolaan
Keuangan Desa. Surabaya: Pustaka.
https://wordpress.com/gambaran-umum-wilayah-kabupaten-buleleng
http://sawan.bulelengkab.go.id
https://syukriy.wordpress.com/2008/06/16/pengelolaan-keuangan-desa-apa-yang-
baru/
33
LAMPIRAN-LAMPIRAN
34
35
36
37