laporan akhir program p2m penerapan...

20
LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS SOSIALISASI KONTEN PEMBELAJARAN ANTIKORUPSI BAGI GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI KOTA SINGARAJA KABUPATEN BULELENG Oleh: Ratna Artha Windari, S.H., M.H. (Ketua) NIP: 198312152008122003 Drs. Ketut Sudiatmaka, M.Si (Anggota) NIP: 195812311982031045 Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. (Anggota) NIP: 196412221991021001 Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK Nomor: 023.04.2.552581/2015 Revisi 1 tanggal 5 Pebruari 2015 JURUSAN ILMU HUKUM FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015

Upload: letram

Post on 05-Aug-2019

234 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

LAPORAN AKHIR

PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS

SOSIALISASI KONTEN PEMBELAJARAN ANTIKORUPSI

BAGI GURU SEKOLAH DASAR (SD) DI KOTA SINGARAJA

KABUPATEN BULELENG

Oleh:

Ratna Artha Windari, S.H., M.H. (Ketua)

NIP: 198312152008122003

Drs. Ketut Sudiatmaka, M.Si (Anggota)

NIP: 195812311982031045

Drs. I Nyoman Pursika, M.Hum. (Anggota)

NIP: 196412221991021001

Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Universitas Pendidikan Ganesha

SPK Nomor: 023.04.2.552581/2015 Revisi 1 tanggal 5 Pebruari 2015

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2015

PRAKATA

Puji syukur dan segala hormat dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas Kasih

dan karunia-Nya sehingga laporan kemajuan program pengabdian kepada masyarakat dengan

judul “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota

Singaraja, Kabupaten Buleleng” dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Pada kesempatan yang berbahagia ini ijinkan kami mengucapkan terimakasih yang

sebesar-besarnya terhadap Lembaga Pengabdian Masyarakat (LPM) Universitas Pendidikan

Ganesha yang telah mempercayai program ini untuk dibiayai dan guru-guru sekolah dasar di

kota Singaraja yang telah menjadi mitra yang sangat baik bagi terlaksananya program ini,

serta semua pihak yang telah membantu pelaksanaan program ini.

Adapun laporan ini sangatlah kurang sempurna secara tata penulisan yang

kemungkinan besar belum dapat mewakili apa yang telah kami lakukan dalam pelaksanaan

program pengabdian kepada masyarakat ini, besar harapan kami adanya saran dan masukan

membangun bagi kesempurnaan laporan ini yang nantinya akan dikembangkan menjadi

laporan akhir.

Tim Penyusun

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ............................................................................................... i

Halaman Lembaran Pengesahan.................................................................. ii

Prakata ............................................................................................................ iii

Daftar Isi ......................................................................................................... iv

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

1.1. Analisis Situasi...................................................................................... 1

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah .................................................... 2

BAB II KERANGKA PEMECAHAN MASALAH DAN

KHALAYAK SASARAN ................................................................ 4

2.1. Kerangka Pemecahan Masalah ............................................................. 4

2.2. Khalayak Sasaran .................................................................................. 4

BAB III METODE PELAKSANAAN ......................................................... 6

3.1. Waktu dan Tempat ................................................................................ 6

3.2. Prosedur Pelaksanaan ........................................................................... 7

3.3. Rancangan Evaluasi ............................................................................. 7

BAB IV HASIL YANG DICAPAI................................................................ 9

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Analisis Situasi

Kota Singaraja sebagai ibu kota Kabupaten Buleleng yang terletak di Bali Utara,

memiliki iklim kondusif dalam pembentukan karakter anak melalui pendidikan. Luas kota

Singaraja adalah 27,98 km² dan penduduknya berjumlah 80.500 jiwa. Kepadatan

penduduknya adalah 2877 jiwa/km². Pola permukiman di kota Singaraja ini telah mengarah

pada perkotaan dengan tingkat heterogenitas yang cukup tinggi. Secara administratif, Kota

Singaraja terbagi menjadi 18 kelurahan dan 1 desa, yaitu kelurahan Banyuasri, kelurahan

Kaliuntu, kelurahan Kampung Anyar, kelurahan Kampung Bugis, kelurahan Kampung

Kajanan, kelurahan Kampung baru, kelurahan Banjar Bali, kelurahan Banjar Jawa, kelurahan

Banyuning, kelurahan Astina, kelurahan Kendran, kelurahan Singaraja, kelurahan Liligundi,

kelurahan Paket agung, kelurahan Banjar Tegal, kelurahan Bratan, kelurahan Penarukan,

kelurahan Sukasada, Desa Baktiseraga.

Dari segi sarana prasarana pendidikan, kota Singaraja memiliki begitu banyak sarana

pendidikan, khususnya pendidikan sekolah dasar yang berjumlah kurang lebih 35 SD yang

tersebar di 18 kelurahan. Kondisi demikian tentunya harus diimbangi dengan kualitas

pengajar yang baik dan mampu melakukan proses transfer ilmu kepada peserta didik

khususnya dalam hal peningkatan pemahaman dan kesadaran antikorupsi di usia dini.

Pendidikan anti korupsi untuk anak usia dini bertujuan membiasakan perilaku-perilaku baik

sejak dini. Hal tersebut diawali dengan menanamkan nilai-nilai kasih sayang (Pedagogy of

Love), memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar anak, seperti makanan sehat dan bergizi,

pembelajaran yang ramah anak, serta nilai-nilai dasar pembentuk karakter anak, seperti jujur,

peduli, disiplin, mandiri, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil. Semua itu

dibangun melalui proses internalisasi dan konstruktif. yang dapat digunakan untuk

menginternalisasi dan membangun karakter antikorupsi kepada anak sejak dini.

Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses

belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka

Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan

(kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran

moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku

korupsi. Dasar Pemikiran Pendidikan Anti Korupsi adalah sebagai berikut:

1. Realitas dan praktek korupsi di Indonesia sudah sangat akut, maka masalah tidak dapat

diselesaikan hanya melalui penegakan hukum.

2. Menurut Paulo Freire, pendidikan mesti menjadi jalan menuju pembebasan permanen

agar manusia menjadi sadar (disadarkan) tentang penindasan yang menimpanya, dan

perlu melakukan aksi-aksi budaya yang membebaskannya.

3. Perlawanan masyarakat terhadap korupsi masih sangat rendah dan jalur penyelenggaraan

Pendidikan Antikorupsi selama ini belum berjalan secara maksimal.

Singaraja sebagai pusat administrasi pemerintahan Kabupaten Buleleng memiliki

iklim pendidikan yang sangat menunjang. Hal ini ditandai dengan ketersediaan sarana dan

prasarana pendidikan baik di jenjang pendidikan dasar dan menengah maupun pendidikan

tinggi. Sehingga tak heran bila kota Singaraja dinobatkan sebagai salah satu kota pendidikan

yang ada di propinsi Bali. Berdasarkan observasi awal di lapangan menunjukkan bahwa

sebagian besar siswa sekolah dasar yang ada di kota Singaraja belum memiliki pemahaman

terkait pendidikan antikorupsi. Hal ini terbukti dari hasil wawancara yang dilakukan secara

informal kepada beberapa siswa sekolah dasar ternama di Singaraja, kecenderungan siswa

belum memahami apa itu korupsi dan pendidikan antikorupsi.

Dengan demikian, menjadi sangat penting untuk memberikan pemahaman bagi guru-

guru sekolah dasar sebagai aktor intelektual dalam pembentukan karakter antikorupsi kepada

siswa terkait penyampaian konten pembelajaran antikorupsi yang mudah dipahami oleh

peserta didik, baik sifatnya terintegrasi dalam mata pelajaran maupun diberikan secara

khusus melalui mata pelajaran antikorupsi dan budi pekerti. Rangkaian kegiatan tersebut

harus berkelanjutan dan terarah guna menjamin pembentukan karakter generasi penerus dan

pemimpin bangsa yang antikorupsi.

1.2. Identifikasi dan Perumusan Masalah

Pendidikan anti korupsi adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan proses

belajar mengajar yang kritis terhadap nilai-nilai anti korupsi. Dalam proses tersebut, maka

Pendidikan Anti korupsi bukan sekedar media bagi transfer pengalihan pengetahuan

(kognitif) namun juga menekankan pada upaya pembentukan karakter (afektif) dan kesadaran

moral dalam melakukan perlawanan (psikomotorik) terhadap penyimpangan perilaku

korupsi. Permasalahan yang seringkali terjadi adalah sekolah sebagai lingkungan pendidikan

formal bagi tumbuh kembang anak yang seharusnya mampu memberikan pembelajaran

antikorupsi justru terkadang melupakannya dan hanya fokus terhadap pembelajaran tekstual

semata. Padahal empat faktor utama yang harus diperhatikan dalam pembentukan karakter

unggul bagi peserta didik, yaitu: materi ajar, metodologi pembelajaran, guru, dan kultur

budaya sekolah.

Kurang tersentuhnya peserta didik usia dini dari pembelajaran kontekstual yang

mengedepankan nilai-nilai budi pekerti dan antikorupsi secara tidak langsung telah

memberikan sumbangsih cukup besar bagi pembentukan calon pemimpin dan penerus bangsa

yang miskin akan pemahaman antikorupsi serta justru berbalik pada penciptaan individu yang

mudah terpengaruh oleh perilaku korupsi. Guru juga diharapkan mampu mengemas

pembelajaran antikorupsi secara menarik dengan menyesuaikan usia dan jenjang kelas

peserta didik agar tujuan pendidikan antikorupsi dapat terealisasi sebagaimana mestinya.

Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam

pengabdian masyarakat ini adalah: bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan guru sekolah dasar dalam menyampaikan pembelajaran

antikorupsi bagi peserta didik dengan menarik dan mudah dipahami sesuai dengan tingkatan

usia siswa.

BAB II

KERANGKA PEMECAHAN MASALAH

DAN KHALAYAK SASARAN

2.1. Kerangka Pemecahan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dilakukan di lokasi rencana program

pengabdian masyarakat, diperoleh kesimpulan bahwa ada seperangkat permasalahan yang

saat ini dihadapi oleh guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng,

khususnya menyangkut pengetahuan berkaitan dengan korupsi dan pendidikan antikorupsi,

serta untuk memberikan pemahaman konten pembelajaran antikorupsi bagi siswa sekolah

dasar.

Secara skematis alur kerja pemecahan masalah dalam kegiatan ini, dapat dijabarkan

sebagai berikut:

2.2. Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran strategis yang dituju dalam pengabdian masyarakat ini adalah guru-

guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng. Adapun rasionalnya adalah: (1)

Siswa sekolah dasar sebagai generasi penerus bangsa diharapkan mampu menjadi individu-

individu antikorupsi untuk menciptakan perubahan budaya korupsi di Indonesia melalui

Orientasi Lapangan

Identifikasi Masalah

Studi Literatur Ceramah

Terlaksananya

Pendidikan Antikorupsi

di jenjang sekolah dasar

Sosialisasi

Internalisasi

pengenalan pendidikan antikorupsi sejak dini di jenjang pendidikan formal; dan (2) Guru

sebagai aktor utama pembentuk karakter anak di bangku sekolah dasar diharapkan mampu

memiliki pemahaman yang terintegralistik berkaitan dengan konten pembelajaran antikorupsi

di sekolah dasar dengan pengemasan yang menarik dan mudah dipahami oleh siswa. maka

sasaran yang dipilih dan dipandang cukup visibel untuk diberikan sosialisasi adalah guru-

guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng.

BAB III

METODE PELAKSANAAN

3.1. Waktu dan Tempat

Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan,

dimulai dari 05 Maret sampai dengan 30 Nopember 2015. Tempat pelaksanaan kegiatan di

Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng Provinsi Bali.

3.2. Prosedur Pelaksanaan

Program ini dirancang sebagai bentuk jawaban dan antisipasi dari berbagai

permasalahan yang berkaitan dengan maraknya kasus korupsi yang terjadi di berbagai lini

kehidupan dan belum maksimalnya peran guru dalam memberikan pembelajaran antikorupsi

yang tepat bagi siswa khususnya di jenjang pendidikan dasar. Berangkat dari rasional

tersebut, maka program ini akan dilaksanakan dengan sistem jemput bola, dimana tim

pelaksana akan menyelenggarakan program sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi bagi

guru-guru sekolah dasar di kota Singaraja Kabupaten Buleleng. Model pelaksanaan kegiatan

ini akan dilakukan secara langsung (tatap muka) sebagaimana layaknya sistem pembelajaran

yang dilakukan di sekolah atau perguruan tinggi.

Lama pelaksanaan kegiatan adalah 8 (delapan) bulan yang dimulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan sampai pada proses evaluasi dengan melibatkan guru-guru sekolah

dasar se-kota Singaraja, yang terdiri atas kurang lebih 35 sekolah dan masing-masing sekolah

akan diwakili 2 orang guru dengan proporsi berimbang, sehingga jumlah pesertanya sebanyak

70 orang. Pada akhir program setiap peserta akan diberikan sertifikat sebagai tanda bukti

partisipasi mereka dalam kegiatan ini. Melalui program ini, diharapkan guru-guru sekolah

dasar mendapatkan pengetahuan dan penyamaan persepsi berkaitan dengan konten

pembelajaran antikorupsi yang digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah

3.3. Rancangan Evaluasi

Untuk mengukur tingkat keberhasilan kegiatan yang telah dilakukan, maka akan

dilakukan evaluasi minimal 3 (tiga) kali, yaitu evaluasi proses, evaluasi akhir, dan evaluasi

tindak lanjut. Kegiatan evaluasi ini akan melibatkan tutor/pakar dari Undiksha Singaraja.

Kriteria dan indikator pencapaian tujuan dan tolak ukur yang digunakan untuk menjustifikasi

tingkat keberhasilan kegiatan dapat diuraikan pada tabel berikut :

Tabel 01. Indikator Keberhasilan Program

No Jenis Data Sumber

Data

Indikator Kriteria

Keberhasilan

Instrumen

1. Pengetahuan

tentang Korupsi

secara umum

dan pendidikan

antikorupsi

Guru-

guru

Sekolah

Dasar

Pengetahuan

guru-guru

sekolah dasar

di kota

Singaraja

Terjadi

perubahan yang

positif terhadap

pengetahuan

tentang Korupsi

secara umum

dan pendidikan

antikorupsi

Tes obyektif

2. Pengetahuan

tentang konten

pembelajaran

antikorupsi bagi

peserta didik

usia dini

Guru-

guru

Sekolah

Dasar

Pengetahuan

guru-guru

sekolah dasar

di kota

Singaraja

Terjadinya

perubahan yang

positif

pengetahuan

guru-guru

sekolah dasar

tentang konten

pembelajaran

antikorupsi bagi

peserta didik

usia dini

Pedoman

wawancara

dan format

observasi

BAB IV

HASIL YANG DICAPAI

Kegiatan Pengabdian kepada Masyarakat “Sosialisasi Konten Pembelajaran

Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng” telah

dilaksanakan 100% program yaitu: Identifikasi dan Analisis masalah terkait pemahaman

siswa dan guru sekolah dasar terhadap pendidikan antikorupsi Pengembangan model dan alur

birokrasi dengan pihak sekolah melalui kepala sekolah dasar di kota Singaraja, pelaksanaan

Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar di kota Singaraja

yang saat ini terkatagori sebagai salah satu kota pendidikan dan taha internalisasi dalam

bentuk kegiatan Focus Group Discussion (FGD) serta evaluasi program.

Pada tahap awal pelaksanaan program dilaksanakan kegiatan berupa perancangan

desain dan kegiatan sosialisasi, persiapan tutor, persiapan sarana dan prasarana, dan

sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Kegiatan sosialisasi dilaksanakan bersama tim

pengusul didasari oleh analisis situasi yang dibuat berdasarkan identifikasi masalah

penyampaian konten pendidikan antikorupsi yang muncul dikalangan guru-guru sekolah

dasar. Perancangan ini dilaksanakan pada akhir bulan Maret dan awal Mei 2015 yang juga

melibatkan peran serta aktif peserta program pengabdian kepada masyarakat. Perencanaan

ini berjalan dengan sangat baik berkat peranan aktif tim pelaksana dan peserta yang menjadi

mitra program.

Tahap persiapan dilaksanakan pada awal kegiatan untuk mematangkan kembali

program yang akan dilaksanakan kepada masyarakat, sehingga terjadi sinergi yang baik

dalam kegiatan ini. Persiapan ini meliputi: koordinasi awal dengan pihak sekolah, observasi

kesiapan guru-guru sekolah dasar sebagai peserta, dan persiapan bahan sosialisasi. Dalam

rangka penyamaan persepsi dan waktu pelaksanaan kegiatan pengabdian kepada masyarakat,

maka dilaksanakan kegiatan sosialisasi dan koordinasi dengan peserta. Hal ini dilaksanakan

untuk mendapatkan kesepakatan waktu dalam pelaksanaan program, sangat disyukuri peserta

kegiatan sangat antusias dalam menerima sosialisasi program sehingga tidak ada halangan

yang berarti dalam pelaksanaan kegiatan ini.

Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD)

dilaksanakan pada tanggal 16 April 2015, bertempat di Ruang Seminar Fakultas Ilmu Sosial

UNDIKSHA. Dalam pelaksanaan sosialisasi ini tidak ditemukan kendala yang berarti

karena respon yang sangat bagus dari peserta dalam mengikuti pelaksanaan kegiatan ini.

Peserta juga memperoleh CD dan buku panduan pendidikan anti korupsi yang diperuntukkan

bagi siswa SD kelas 1, 2, dan 3, serta buku panduan bagi guru. Pada proses sosialisasi para

peserta sangat antusias mendengarkan dan memahami berbagai penjelasan umum terkait

tindak pidana korupsi dan penegakan hukum yang menjadi dasar dalam pelaksanaan

pendidikan antikorupsi.

Secara etimologis korupsi berarti “sesuatu yang busuk” (corumpe). Istilah korupsi

berasal dari kata Latin “corruptus” atau Corruptio. Kata "corruptus" yang semula berarti : to

abuse (menyalah-gunakan“ atau “to deviate” (menyimpang). Dalam bahasa Belanda, korupsi

berasal dari kata corruptie, yang turun ke dalam bahasa Indonesia menjadi kata korupsi.

Secara sederhana, korupsi dapat diartikan busuk, palsu, dan suap (KPK,2006). Dalam

perkembangan semantisnya, kata korupsi diartikan sesuai perspektif yang dipergunakannya.

Dalam dunia politik, korupsi sering diartikan sebagai “abuse of public power” untuk

kepentingan pribadi atau kelompok (Choirul Fuad Yusuf, 2010). Dari sisi moralitas atau

humanitas, korupsi dikonotasikan sebagai mode of conduct yang menyimpang dari standar

nilai-nilai kemanusiaan dan norma-norma kemasyarakatan (Martiman Projohamidjoyo,

2009). Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan

resmi untuk keuntungan pribadi. Dengan demikian, korupsi merupakan tindakan mengambil

secara tidak jujur perbendaharaan milik publik atau barang untuk kepentingan dirinya sendiri,

keluarga atau kelompok tertentu (Martawiansyah, 2007). Titik ujung korupsi adalah

kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura

bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.

Pengertian korupsi secara umum dapat dirumuskan sebagai penyalahgunaan

kekuasaan untuk kepentingan sendiri. “Kepentingan” yang dimaksud disini adalah meliputi

kepentingan yang bersifat materiil berupa harta benda dengan segala wujud, maupun non

materiil seperti misalnya popularitas, persaudaraan, persahabatan, politik, ilmu pengetahuan

dan lain-lain.

Secara lebih luas, terdapat tiga lapis korupsi sebagaimana diuraikan melalui tabel

berikut:

Tabel 01: Tiga Lapis Korupsi

(Kerangka Teoritis Alatas, Chambliss dan Djilas)

Lapis Korupsi Jenis Korupsi

Lapis Pertama Persentuhan langsung antara warga dan birokrasi. Bentuk

korupsi: Suap (bribery), ketika inisiatif datang dari warga;

Pemerasan (extortion), ketika prakarsa untuk mendapatkan

dana datang dari aparatur negara.

Lapis Kedua Nepotisme (diantara mereka yang punya hubungan darah

dengan pejabat publik); Kronisme (diantara mereka yang

tidak punya hubungan darah dengan pejabat publik); “Kelas

Baru” (terdiri dari semua partai pemerintah dan keluarga

mereka yang menguasai semua pos basah, pos ideologis dan

pos yuridis penting).

Lapis Ketiga Jejaring (cabal), baik regional, nasional ataupun

internasional, yang meliputi unsur pemerintahan, politisi,

pengusaha, dan aparat penegak hukum.

Sumber: George Junus Aditjondro, 2002, Korupsi Kepresidenan.

Selain tiga lapis korupsi diatas, dari aspek motivasi korupsi dapat dikelompokkan

menjadi dua terminologi sederhana, pertama adalah korupsi yang didorong karena

kemiskinan (corruption driven by proverty) dan kedua adalah korupsi yang di dorong karena

kerakusan (corruption driven by greed).

Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah mengalami

4 (empat) kali perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

tindak pidana korupsi, yakni :

1. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi;

2. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi;

3. Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana

korupsi; dan

4. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang

pemberantasan tindak pidana korupsi.

Berdasarkan UU No. 20 Tahun 2001, korupsi dirumuskan kedalam 30 bentuk/jenis

tindak pidana korupsi. Ketentuan tersebut menerangkan secara terperinci mengenai perbuatan

yang bisa dikenakan sanksi pidana karena korupsi. Secara lebih spesifik, berikut adalah

bentuk/jenis tindak pidana korupsi yang diatur dalam undang-undang tindak pidana korupsi:

Tabel 02: Bentuk/Jenis Tindak Pidana Korupsi

dalam UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001

Bentuk/Jenis

Tipikor

Dasar Hukum Konsekuensi Yuridis

1. Kerugian

keuangan Negara

Pasal 2, Pasal 3 Pidana penjara maksimal 20 tahun

atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.

2. Suap-menyuap Pasal 5 ayat (1)

huruf a dan b

Pidana penjara maksimal 5 tahun

atau denda maksimal Rp. 250 Juta.

Pasal 5 ayat (2) Pidana penjara maksimal 5 tahun

atau denda maksimal Rp. 250 Juta.

Pasal 6 ayat (1)

huruf a dan b,

Pasal 6 ayat (2)

Pidana penjara maksimal 15 tahun

atau denda maksimal Rp. 750 Juta.

Pasal 11 Pidana penjara maksimal 5 tahun

atau denda maksimal Rp. 250 Juta.

Pasal 12 huruf a,

b, c, d

Pidana penjara maksimal 20 tahun

atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.

Pasal 13 Pidana penjara maksimal 3 tahun

atau denda maksimal Rp. 150 Juta.

3. Penggelapan

dalam jabatan

Pasal 8 Pidana penjara maksimal 15 tahun

atau denda maksimal Rp. 750 Juta.

Pasal 9 Pidana penjara maksimal 5 tahun

atau denda maksimal Rp. 250 Juta.

Pasal 10 huruf a,

b, dan c

Pidana penjara maksimal 7 tahun

atau denda maksimal Rp. 350 Juta.

4. Pemerasan Pasal 12 huruf e

dan f

Pidana penjara maksimal 20 tahun

atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.

5. Perbuatan curang Pasal 7 ayat (1)

huruf a, b, c dan

d, Pasal 7 ayat (2)

Pidana penjara maksimal 7 tahun

atau denda maksimal Rp. 350 Juta.

Pasal 12 huruf h Pidana penjara maksimal 20 tahun

atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.

6. Benturan

kepentingan

Pasal 12 huruf i Pidana penjara maksimal 20 tahun

dalam pengadaan atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.

7. Gratifikasi Pasal 12 huruf b

dan c

Pidana penjara maksimal 20 tahun

atau denda maksimal Rp. 1 Milyar.

Setelah diberikan sosialisasi oleh tim pakar hukum dari Undiksha Singaraja, para

peserta mengetahui pengetahuan umum tentang Anti korupsi yang pada prinsipnya adalah

semua tindakan yang melawan, memberantas, menentang, dan mencegah korupsi. Pendidikan

anti korupsi merupakan upaya memberikan pemahaman dan penanaman nilai-nilai kepada

peserta didik agar berperilaku anti korupsi (Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan

Kemendikbud). Pendidikan anti korupsi penting guna mencegah aksi korupsi. Pendidikan anti

korupsi harus diberikan sejak dini dan dimasukkan dalam proses pembelajaran mulia dari

tingkat pendidikan dasar, menengah dan pendidikan tinggi. Hal ini sebagai upaya membentuk

perilaku peserta didik yang anti korupsi. Inti dari materi pendidikan antikorupsi ini adalah

penanaman nilai-nilai luhur yang terdiri dari Sembilan nilai yang disebut dengan Sembilan

Nilai Anti Korupsi. Sembilan tersebut adalah: tanggung jawab, disiplin, jujur, sederhana,

mandiri, kerja keras, adil, berani, dan peduli.

Selanjutnya pada tanggal 12 Mei 2015dilaksanakan kegiatan Focus Group Discussion

(FGD) dan evaluasi program dengan indikator keberhasilan program meliputi:

1. Terjadi perubahan yang positif terhadap pengetahuan tentang Korupsi secara umum

dan pendidikan antikorupsi.

2. Terjadinya perubahan yang positif perihal pengetahuan guru-guru sekolah dasar

tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi peserta didik usia dini.

Kegiatan tersebut dilaksanakan pada guru-guru sekolah dasar di Kota Singaraja,

Kabupaten Buleleng dengan baik dan tanpa kendala apapun. Berbagai masukan diperoleh

dari kegiatan FGD dan evaluasi program, salah satunya adalah keinginan para guru agar

kegiatan pengabdian kepada masyarakat seperti ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan

sehingga tercipta sekolah berkarakter anti korupsi.

Berdasarkan evaluasi tindak lanjut yang dilakukan, ditemukan bahwa para peserta

yang mengikuti sosialisasi konten pembelajaran antikorupsi memiliki pengetahuan yang

konsisten mengenai pengetahuan umum tentang tindak korupsi, jenis-jenis tindak pidana

korupsi beserta ketentuan hukumnya, hakekat pendidikan antikorupsi, dan cara menerapkan

konten pembelajaran antikorupsi bagi siswa sekolah dasar sehingga mudah dipahami sesuai

tingkatan usia peserta didik. Disamping itu, beberapa manfaat praktis yang diperoleh oleh

peserta sosialisasi yaitu: (1) mereka mendapatkan informasi yang jelas dan utuh mengenai

pengetahuan tentang Korupsi secara umum dan pendidikan antikorupsi, (2) para peserta

sosialisasi memperoleh penyamaan persepsi tentang konten pembelajaran antikorupsi bagi

peserta didik usia dini, (3) Peserta juga memperoleh CD dan buku panduan pendidikan anti

korupsi yang diperuntukkan bagi siswa SD kelas 1, 2, dan 3, serta buku panduan bagi guru.

Dengan demikian, sesuai dengan kriteria keberhasilan program pelatihan ini, maka kegiatan

ini dinilai berhasil apabila mampu meningkatkan pengetahuan peserta dalam menerapkan

konten pembelajaran anti korupsi sejak dini bagi siswa sekolah dasar di kota Singaraja.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan program pengabdian kepada

masyarakat “Sosialisasi Konten Pembelajaran Antikorupsi Bagi Guru Sekolah Dasar (SD) di

Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng”, adalah:

1. Tingkat partisipasi yang tinggi dari mitra program pengabdian kepada masyarakat

memberikan dampak positif bagi pelaksanaan program, terlihat dari sosialisasi konten

pembelajaran antikorupsi yang dihadiri oleh peserta dapat berjalan dengan baik.

2. Pelaksanaan program mampu menghasilkan luaran-luaran yang diharapkan oleh

program pengabdian kepada masyarakat ini, hingga terlaksananya kegiatan Focus

Group Discussion (FGD) dan evaluasi program.

5.2. Saran

Tingginya partisipasi dan animo guru-guru sekolah dasar di Kota Singaraja

Kabupaten Buleleng, perlu terus dipupuk dengan pendampingan, sehingga guru-guru sekolah

dasar sebagai ujung tombak pendidikan mampu menanamkan dan memberikan pemahaman

akan arti pentingnya karakter antikorupsi kepada anak-anak sejak dini.

DAFTAR PUSTAKA

Ade Irawan, dkk. 2004. Mendagangkan Sekolah. Jakarta : Indonesia Corruption Watch

Bawa Atmaja, Nengah, (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif : (Makalah) disampikan

Pada Sosialisasi Dosen Muda Lemlit Undiksha Singaraja.

Buchori, Muchtar, 2007, Pendidikan Anti Korupsi, dimuat dalam Harian Kompas, 21

Februari 2007

Bali Post, “Menanamkan Budaya Antikorupsi, Perlunya Panutan dari Guru dan Orangtua”,

Edisi Minggu 7 September 2014

Direktorat Pendidikan dan pelayanan masyarakat-KPK. 2014. ”Buku Pendidikan

Antikorupsi”. Dalam www.acch.kpk.go.id, accessed 15 September 2014.

Martiman Projohamidjoyo, 2009. Panduan Penyelenggaraan Pendidikan Antikorupsi di

Indonesia. Diakses dalam www.kemenag.go.id , tanggal 15 September 2014.

Severe, Sal. 2001. Bagaimana Bersikap Pada Anak Agar Anak Bersikap Baik.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Sadia, Wayan. (2001). Pedoman Penyusunan Proposal Penelitian. Singaraja: Lembaga

Penelitian IKIP Negeri Singaraja

Soehartono. (1995). Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Remaja Rosdakarya.

Sugyono. (2006). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta

Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140.

Undang-Undang No.20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31

Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Lembaran Negara

Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 4150.

www.asiarisk.com/No.871, “Corruption’s Impact on the Business Environment”, accessed 15

september 2014