ket

40
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan dan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabilka kehamilan ektopik terganggu 1 Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik 1 . Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan infundibulum tuba 1 . Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder. Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin 1

Upload: prabawayuda

Post on 28-Dec-2015

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ket

BAB I

PENDAHULUAN 

 

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan suatu kehamilan yang berbahaya bagi

wanita yang bersangkutan dan berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi

keadaan yang gawat. Keadaan gawat ini dapat terjadi apabilka kehamilan ektopik

terganggu1

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di

luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan

ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih

termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik1. Sebagian besar kehamilan ektopik

berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis

servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan

implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba,

kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan

infundibulum tuba1.

Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,

kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder.

Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.

Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan

intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan composed

ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan

kehamilan ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion1.

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di

Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian

kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara

26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28

sampai 1:329 tiap kehamilan.

Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen

akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak

khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita

dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut

bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET1.

1

Page 2: Ket

BAB 2

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi merimplantasi dan

tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Termasuk dalam kehamilan ektopik ialah

kehamilan tuba, kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan

kehamilan abdominal primer atau sekunder. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim

dengan kehamilan ektopik karena kehamilan di pars interstisialis tuba dan kanalis

servikalis masih termasuk kehamilan intrauterine tetapi jelas bersifat ektopik1,2

Kehamilan Ektopik

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba. Sangat jarang terjadi

implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang

rudimenter dan divertikel pada uterus.1,2 Berdasarkan implantasi hasil konsepsi tuba,

terdapat kehamilan pars interstitialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars

ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulun tuba. Terbatasnya kemampuan tuba fallopi

untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga

dapat timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan

kehamilan ektopik terganggu.1 

2

Page 3: Ket

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di Rumah

Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun

1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan2. Dalam

kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28 sampai 1:329 tiap

kehamilan. Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara

20-40 tahun dengan rata-rata 30 tahun. Sedangkan frekuensi kehamilan ektopik yang

berulang dilaporkan berkisar antara 0 % -14,6 % 1. Di Amerika Serikat diperkirakan

terdapat 108.800 kehamilan ektopik pada tahun 1992, atau sekitar 2 % dari seluruh

kehamilan4,5

2.3 Etiologi

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 1

1.Faktor dalam lumen tuba

Endosalpingitis dapat menyebabkan perlekatan endosalping, sehingga lumen

tuba menyempit atau membentuk kantong buntu

Pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk-lekuk dan hal ini sering

disertai gangguan silia endosalping

Operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebeb

lumen tuba menyempit

2. Faktor pada dinding tuba

Endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam tuba

Divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur

yang dibuahi di tempat itu.

3. Faktor di luar dinding tuba

Perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat

perjalanan telur

Tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba

4. Faktor lain 

Migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri atau

sebaliknya, dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus.

Pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi premature

3

Page 4: Ket

Fertilisasi in vitro.

2.4 Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di

kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi

yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.

Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya

telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi

interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi

tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai

desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak

sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam

lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan

janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan

tebalnya dinding tuba, dan banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas1

Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari corpus luteum

graviditatis dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah

pula menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang

disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,

hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-

lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya

ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan

yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua

yang degeneratif.1

Nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan

tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh

seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur kehamilan antara

6-10 minggu.1,2,6

4

Page 5: Ket

Kehamilan Ektopik Tuba

Hasil konsepsi dapat ati dini dan diresorbsi atau terjadi abortus ke dalam lumen

tuba. Abotus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampullarisRuptur

tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada kehamilan

muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang lebih lanjut.

Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke dalam

lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan namun

dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat dari

ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit namun

dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 1,6

2.5 Gambaran Klinis

Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore,

nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,7 Meskipun demikian, gejala dan

tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,

abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan

umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan

ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut

sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya1,2,6

Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai

ialah sebagai berikut 1,2,3,6,,7:

1. Nyeri perut bagian bawah

Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada 90 –

100 % penderita. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan

intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan

5

Page 6: Ket

masuk dalam keadaaan syok. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan

tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah

masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut

bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan

nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat

defekasi.

2. Perdarahan pervaginam

Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak

ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi,

mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian

janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal

dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan

ditemukan dari 51 hingga 93 %. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human

chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

3. Amenore

Tidak adanya riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba

dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat

bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum

haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai

penulis berkisar dari 23 hingga 97 %. Riwayat amenore tidak ditemukan pada

seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap

perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid

yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.

Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila

riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci

berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula

untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.

4. Syok karena hipovolemik

Pada ruptur tuba, dengan perdarahan banyak, dapat terjadi syok yang ditandai dengan

tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah ( > 110 kali

permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit),

cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.

5.Pembesaran uterus

6

Page 7: Ket

Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-

hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, tetapi pada umumnya sedikit lebih

kecil bila dibandingkan dengan besar uterus pada kehamilan intrauterin pada usia

kehamilan yang sama. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan

hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa

ektopik tersebut.

6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)

Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul Timbulnya

massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan

nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.

7. Gangguan kencing

Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh

darah di dalam rongga perut.

8. Suhu tubuh

Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun.

Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat

terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya

infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara

kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut,

suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.

9. Pada pemeriksaan dalam

Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada lebih

dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur,

tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.

10. Hematokel pelvis

Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang terjadi

bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,

kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan

keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan berkumpul

dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan akhirnya

membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya akan

terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel

dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses.

7

Page 8: Ket

Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus

menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke

dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi.

Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.1,2,

Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan

mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-

gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.1,2,3

a. Gambaran gangguan mendadak

Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba

penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering

muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama

kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga

ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan

intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan

nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar

disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.

b. Gambaran gangguan tidak mendadak

Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba

atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita

mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan

adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda

anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat menggembung

karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus (hematosalping) yang

kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga kavum Douglas sangat

menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Penderita

juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus, setelah seminggu

merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang disertai oleh

pengeluaran jaringan desidua.

c. Gambaran gangguan atipik

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau

menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,

demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat.

8

Page 9: Ket

Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian,

alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 

2.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan

ektopik ialah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah

Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang

terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya

Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk

mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi

mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa

turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar

Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak

mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb

baru terlihat setelah 24 jam 1,2

b. Perhitungan leukosit

Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan

sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-

tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik

dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya

menunjukkan adanya infeksi pelvik 1.

c. Tes kehamilan

Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang

lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan

tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi. Akan tetapi tes negatif

tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena

kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan hasil tes negatif.

Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda

kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.

9

Page 10: Ket

Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang

paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik

gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan

penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan

hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita

dengan kehamilan ektopik. 1

2. Ultrasonografi (USG)

USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Pada

USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong

gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan

pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi

dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.1 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda

pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG

transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di

tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi

desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali

terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir.

Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu.

Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah

konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik

USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.

Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat

menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan

adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular

uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada

awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal

mungkin

3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG

Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum

>1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan

dengan tingkat akurasi hampir 100 %. Kadar dkk (1981) mengemukakan empat

kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG:

10

Page 11: Ket

Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di dalam

uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada

dasarnya bisa dipastikan.

1. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,

maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang

dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.

2. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri

jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan

terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat

ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus

dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.

3. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong,

tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat

kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG

abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia

kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek

kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami

abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk

kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan

adanya kehamilan ektopik.

4. Kuldosintesis

Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavun Douglas ada

darah atau cairan lain. Namun prosedur ini tidak rutin dikerjakan, dilakukan dengan

menusukkan jarum dengan lumen yang agak besar (ukuran 16 atau 18) lewat forniks

posterior vagina ke dalam kavum Douglas, di garis tengah di belakang serviks uteri,

sebelumnya serviks ditarik ke atas dan keluar. Lalu dilakukan aspirasi cairan yang

ada di dalamnya. 1,2,3,6,7.

Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita

dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas

kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan

darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis

hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya

kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.1,2

11

Page 12: Ket

4. Kadar progesteron

Kadar progesteron tunggal mempunyai spektrum luas yang dapat memberikan hasil

yang tumpang tindih antara kehamilan normal dan kehamilan ektopik. Ukuran ini

hanya dipakai sebagai tambahan terhadap pemeriksaan kadar HCG dan USG.

Konsentrasi serum progesteron biasanya rendah pada kehamilan ektopik. Nilai 25

ng/mL atau lebih, 98% merupakan kehamilan normal intrauteri, bila nilainya kurang

dari 5 ng/mL menunjukkan kehamilan yang non viabel, dengan tidak memandang

lokasi. Nilai serum progesteron membantu untuk mengambil keputusan tentang

kemungkinan viabilitas kehamilan intrauterine yang memerlukan tindakan kuretase.

Pada sebagian besar kasus, keputusan ini dapat dengan mudah dibuat dengan

kombinasi adanya gambaran klinis, titer HCG dan USG. Sebagian besar pasien

mempunyai kadar progesteron antara 10-20 ng/mL, sehingga penggunaannya dalam

klinis sangat terbatas. Nilai 25 ng/mL merupakan indikator adanya kehamilan

intrauteri normal pada wanita dengan ovulasi dan kehamilan spontan. Nilai untuk

wanita yang mendapat induksi ovulasi mungkin lebih tinggi, dan pada kasus-kasus

ini, penggunaan nilai progesteron lebih sempit lagi.

6. Kuretase uterus

Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang

menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar

kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan

titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan

pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu

pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada

larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase

dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang

mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan

kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan

pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.

7. Laparoskopi

Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ

pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang

disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya

untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan

12

Page 13: Ket

cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi

yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang

berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada

pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila

terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.

Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit

dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8

Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu

laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa

ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 1,2.

8. Laparotomi

Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat

kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis

daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan

pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati

dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering

dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan

lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda

meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul

atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi

dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi

definitif secepatnya 1. 

2.7 Diagnosis

Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang1,5,6, 9,10

1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri

perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak

spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara

serta kadang-kadang gangguan defekasi.

13

Page 14: Ket

2. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan

lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas

cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.

b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok

dan nyeri lepas dari dinding perut.

c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan

dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang

sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh

karena terisi darah.

3. Pemeriksaan penunjang

a.Pemeriksaan laboratorium

Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan

b. USG

c.Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG

d. Kuldosintesis

e.Kadar progesteron

f. Kuretase uterus

g. Laparoskopi

h. Laparotomi

2.8 Diagnosis Banding

Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,

kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta

apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama

dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai berikut:1,2,6

1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang

setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang

dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C,

sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih

tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif. 

14

Page 15: Ket

2. Abortus iminens atau insipiens

Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan

lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah

median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di

samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan

nyeri.

3. Ruptur korpus luteum

Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan

pervaginam, serta tes kehamilan (-).

4. Torsi kista ovarium dan apendisitis

Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan

pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada

kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada

gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney. 

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,3,6,7:

1. Segera dibawa ke rumah sakit

2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan

hipovolemia.

3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang

dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba

dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada

kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan

histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan

abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat

saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat

dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk

mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa

ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam

upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap

kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk

15

Page 16: Ket

mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan

dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik

pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba

fallopi.2

1. Salpingektomi

Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji

yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini

dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan

dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat

eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai

kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan

ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu

sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.

2. Ooforektomi ipsilateral

Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah

dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita

maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya.

Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada

tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum

oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta

kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut.

3. Sterilisasi

Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu

harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita

tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi

merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter

biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien

baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi

biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya,

semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin

hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada

kehamilan berikutnya cukup besar.

4. Menyelamatkan tuba fallopi

16

Page 17: Ket

Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah

kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat

tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur

pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan

memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa

tindakan bedah rekonstruksi tuba dibicarakan dibawah ini:

a. Salpingostomi

Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan

panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal

tuba fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada

batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini

biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan

dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau

laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.

b. Salpingotomi

Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi

langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan

forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi

dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik),

sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti

dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan

jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.

c. Reseksi segmental dan anastomosis

Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur

dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi

kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya

penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat,

mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan

implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan

demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut

kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang

vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini

sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika

17

Page 18: Ket

muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati

agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah

kekuatan pada lapisan pertama.

d. Evakuasi fimbria

Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk

mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap”

implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak

dianjurkan karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren

yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada

tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk

mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.

2.10 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa

syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 3. Komplikasi yang lain berupa

jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua hal

tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani terapi

bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat pasca

terapi.3

Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui

laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya

angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan

lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping

berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan

hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,

tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan

memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15

mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.

2.11 Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini

dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan

18

Page 19: Ket

kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami

kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.

Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-4,6 %. Untuk wanita

dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi

bilateralis.1

Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan

melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami

kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat,

dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF. 1,2,5 

 

 

 

 

 

 

 

BAB 3

LAPORAN KASUS

19

Page 20: Ket

I. Identitas Penderita

Nama : SUH

Umur : 30 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Bangsa : Indonesia

Suku : Jawa

Agama : Islam

Status Perkawinan : Sudah menikah

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Jalan Seroja gang Jambu No.8 Denpasar

MRS : 24 Januari 2007, pukul 15.00 Wita

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama : nyeri perut

Penderita datang dengan keluhan nyeri perut bawah sejak tanggal 20 Januari 2006.

Penderita juga mengeluh pendarahan pervaginam sejak tanggal 8 Januari 2007,

perdarahan dirasakan semakin lama semakin banyak. Riwayat pingsan pada tanggal

20 Januari, satu jam sebelum masuk rumah sakit. Penderita mengeluh merasa mual

sejak pukul 14.00 Wita. Ketika itu penderita juga muntah sebanyak satu kali.

Dikatakan penderita telat haid satu bulan. Penderita tidak pernah melakukan tes

kehamilan pada urin.

b. Riwayat menstruasi

Menarche umur 14 tahun, dengan siklus teratur setiap 28 hari, lamanya 3-5

hari tiap kali menstruasi.

Hari pertama haid terakhir 5 Januari 2006

Nyeri saat menstruasi tidak pernah dirasakan oleh penderita.

c. Riwayat perkawinan

Penderita menikah dua kali dengan suami yang sekarang selama satu bulan.

d. Riwayat persalinan

1. Perempuan, spontan, dukun, 21 tahun.

2. Laki-laki, spontan, dukun, 17 tahun.

e. Riwayat KB

Penderita tidak pernah memakai KB sebelumnya.

20

Page 21: Ket

f. Penderita tidak memiliki riwayat penyakit terdahulu dan riwayat penyakit dalam

keluarga seperti asma, penyakit jantung, hipertensi, diabetes melitus.

III. Pemeriksaan Fisik

a. Status Present

Keadaan umum : lemah

Kesadaran : composmentis

Tekanan darah : 80/50 mmHg

Nadi : 120 x/menit

Respirasi : 26 x/menit

Temperatur aksila : 37,1 C

b. Status General

Kepala : normochepali

Mata : anemis +/+

THT : kesan normal

Thorax :

Jantung : S1 S2 tgl reg murmur (-)

Paru : Ves +/+, rh +/+, wh -/-

Abdomen : sesuai status obstetri

Genetalia : sesuai status obstetri

Ekstremitas : edema (-)

c. Status Obstetri

Abdomen : Fundus uteri tidak teraba

Distensi (+)

Nyeri tekan (+)

Tanda cairan bebas (+)

Inspikulo : Fluksus (+), p (-), livide (+)

Vaginal toucher (VT) : Fluksus (+), P (-), nyeri goyang (+)

CUAF b/c > normal

AP ka/ki : nyeri +/+, massa -/-

CD : nyeri (+), menonjol (+)

21

Page 22: Ket

IV. Pemeriksaan Penunjang

Tanggal 24 Januari 2007, pukul 17.04 Wita :

Darah lengkap (DL) : WBC : 12,10.103/L

Hb : 5,3 g/dL

Hct : 16,6 %

Plt : 142.103/L

PPT (+)

Kuldosentesis : terlihat darah tua berwarna kecoklatan, tidak membeku.

V. Diagnosis Banding

1. KET

2. Abortus

VI. Diagnosis Kerja

KET + Anemia

VII. Penatalaksanaan

- Resusitasi cairan

- Laparotomi

- Transfusi PRC 2 kolf/hari Hb 8-10 g/dL

Terapi oral: Amoxycillin 3 x 500 mg

Asam mefenamat 3 x 500 mg

SF 2 x 200 mg

BAB 4

PEMBAHASAN

22

Page 23: Ket

Berdasarkan anamnesa, dikatakan bahwa penderita megeluhan nyeri perut bawah sejak

tanggal 20 Januari 2006. Penderita juga mengeluh pendarahan pervaginam sejak tanggal

8 Januari 2007, perdarahan dirasakan semakin lama semakin banyak. Riwayat pingsan

pada tanggal 20 Januari, satu jam sebelum masuk rumah sakit. Penderita mengeluh

merasa mual sejak pukul 14.00 Wita. Ketika itu penderita juga muntah sebanyak satu

kali. Dikatakan penderita telat haid satu bulan. Penderita tidak pernah melakukan tes

kehamilan pada urin. Keluhan subyektif ini sesuai dengan kepustakaan yaitu terdapatnya

gejala seperti kehamilan normal yaitu amenore, mual dan muntah, trias klasik berupa

amenore, perdarahan dan nyeri abdomen.

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan bahwa penderita dengan keadaan

umum lemah, dengan tensi yang rendah dan nadi yang meningkat, serta peningkatan

frekuensi respirasi. Dari pemeriksaan fisik pada mata, tampak penderita anemia, pada

pemeriksaan abdomen didapatkan fundus uteri tidak teraba, terdapat distensi dan nyeri

tekan, serta terdapat tanda cairan bebas. Pada pemeriksaan inspikulo terlihat adanya

fluksus, tidak ada pembukaan osteum uteri, livide (+), pada vaginal toucher

(VT)didapatkan adanya fluksus, tidak ada pembukaan osteum uteri, terdapat nyeri

goyang, besar dan konsistensi uterus lebih dari normal, adneksa parametrium kanan dan

kiri nyeri, pada pemeriksaan cavum douglasi terlihat menonjol dan terdapat nyeri.

Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan, penderita mengalami

anemia, PPT (+) dimana dapat dijadikan salah satu penunjang diagnosa terhadap adanya

kehamilan. Pada Kuldosentesis tampak darah tua berwarna kecoklatan yang tidak

membeku, merupakan petunjuk adanya hematokel retrouterina.

Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang

mengarah pada Kehamilan Erktopik Terganggu dan Anemia. Penderita dirawat di rumah

sakit, dilberikan resusitasi cairan, kemudian dilakukan laparotomi, diberikan pula

transfusi PRC 2 kolf/hari hingga Hb 8-10 g/dL. Untuk terapi oral diberikan Amoxycillin

3 x 500 mg bsebagai antibiotik, Asam mefenamat 3 x 500 mg sebagai analgetik, SF 2 x

200 mg untuk memperbaiki keadaan anemia penderita.

BAB 5

RINGKASAN

23

Page 24: Ket

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang

bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.

Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan

ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka

kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor

predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik ini antara lain gangguan

transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan penyebab yang masih diperdebatkan.

Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya

dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti

infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang

pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.

Tindakan operasi dilakukan sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik

terganggu. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah

terjadi syok irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak

cukup sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah

kehamilan ektopik berulang. 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 25: Ket

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kebidanan; Jakarta;

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999; h.323-34

2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta; Yayasan

Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2000; h.198-204

3. Saifuddin A.B.Kehamilan Ektopik Terganggu. Buku Acuan Nasional Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono

Prawirohardjo, 2001; h. 152-156

4. Sepilian V. Ectopic Pregnancy. Available at :

http://www.emedicine.com/med/topic3212.htm. Accessed : January 28 th, 2007.

Last Updated : October 10 th, 2005.

5. Healthcare Technologies. Ectopic Pregnacy. Available at :

http://www.womenshealth.org/a/ectopic_pregnancy.htm. Accessed:January 28 th,

2007.

6. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Ilmu Kandungan. Jakarta; Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999; h. 250-261

7. Karkata K. Kehamilan Ektopik. Pedoman Diagnosis Terapi dan Bagan Alir

Pelayanan Pasien. Denpasar; Lab/ SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas

Kedokteran Universitas Udayana Rumah Sakit Sanglah, 2003; h. 85-86

8. Bourgon D. Ectopic Pregnancy. Available at :

http://www.emedicine.com/radio/topic231.htm. Accessed : January 28 th, 2007,

Last Updated : December 2 nd, 2005

9. Rusdianto E. Kehamilan Ektopik. Catatan Kuliah Obstetri Ginekologi. Available

at: http://www.geocities.com/Yosemite/Rapids/1744/cklobpt7.html. Accessed:

January, 28th 2007.

10. Saifuddin A.B. Kehamilan Ektopik Terganggu. Buku Panduan Praktis Pelayanan

Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002;h. M15-M16

25

Page 26: Ket

26