case ket andrea
TRANSCRIPT
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS OBSTETRIFAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDAJl. Arjuna Utara No. 6. Kebon Jeruk- Jakarta Barat
SMF OBSTETRI RS MARDI RAHAYU KUDUS
Nama : Andrea Susanti Tanda tangan
NIM : 11 2011 116
Dr pembimbing / penguji : Dr. FX. Widiarso,Sp.OG
IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Ny. K Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 26 Thun Suku bangsa : Jawa
Status perkawinan : kawin (GIIPIA0 ) Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu rumah tangga Pendidikan : SMP
Alamat : Ngemplik Wetan RT 03 RW 01
Karanganyar Demak
Masuk Rumah Sakit : 20 Mei 2012
Pukul 11.50 WIB
Pulang : 23 Mei 2012
Nama suami : Tn. S
Pekerjaan : Buruh Bangunan
Alamat : Ngemplik Wetan RT 03 RW 01 - Karanganyar Demak
A. A NAMNESIS :
Diambil dari : Autoanamnesis Tanggal : 20 Mei 2012 ; Jam : 12:10 WIB
Keluhan utama :
Perut terasa mules dan ada nyeri tekan pada bagian bawah sejak 1 hari SMRS.
Keluhan tambahan :
Keluar flek-flek darah dari jalan lahir sejak 2 hari SMRS dan darah sejak pagi hari
SMRS
1
Riwayat Penyakit Sekarang :
Dua hari SMRS, OS mengatakan keluar flek-flek darah pervaginam. Demam,
pusing, rasa mual, ataupun muntah tidak dirasakan pasien, karenanya pasien hanya
beristirahat. Namun pagi hari sebelum masuk RS OS mengatakan bahwa keluar darah
pervaginam.
Satu hari SMRS, flek-flek darah masih keluar namun tidak banyak. Perut OS juga
terasa kemeng (pegal), bahkan sore harinya mulai terasa sakit bila ditekan dan semakin
parah hingga keesokan harinya sehingga OS dating ke RS Mardi Rahayu. Di poliklinik,
OS mengatakan sudah di USG dan di diagnosis KET.
OS mengetahui dirinya hamil dengan plano test yang dilakukannya sendiri dan
pernah memeriksakan kehamilannya ke bidan.
Hewan ternak pemeliharaan seperti kucing, anjung, burung, ayam, dan lain-lain
tidak ada dirumah OS ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.
OS dan keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit jantung, hipertensi, hepatitis,
hipertiriod, dan diabetes mellitus. Rasa pusing, mual dan muntah ataupun keluhan lain
juga tidak dialami oleh OS.
Riwayat Haid
Menarche : 12 tahun
Siklus haid : 30 hari
Lamanya : 7 hari
Banyaknya : banyak dan encer
Haid terakhir (HPHT) : 12 April 2012
Taksiran partus (HPL) : 19 Januari 2013
Riwayat Perkawinan
Menikah 1 kali pada usia 20 tahun, selama 6 tahun.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
No Anak
ke
Tahun
Persalin
Jenis
Kelamin
Umur
Kehamil
Jenis
Persalin
Peno
long
Hidup
/ Mati
Riwayat
Nifas
Menetek
s/d umur
1. I 2007 Perem
puan
9 bulan Partus
spontan
bidan Hidup - 1 tahun
2
2. II 2012 Hamil ini
Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
( − ) Pil KB ( + ) Suntikan 3 bulan ( − ) IUD
( − ) Susuk KB ( − ) Lain-lain
Lamanya : 2 tahun dari kelahiran anak I
Penyakit Dahulu
( − ) Cacar ( − ) Malaria ( − ) Batu ginjal/saluran kemih
( − ) Cacar air ( − ) Disentri ( − ) Burut ( hernia )
( − ) Difteri ( − ) Hepatitis ( − ) Batuk rejan
( - ) Tifus abdominalis ( − ) Wasir ( − ) Campak
( − ) Diabetes ( − ) Sifilis ( − ) Alergi
( − ) Tonsilitis ( − ) Gonore ( − ) Tumor
( − ) Hipertensi ( − ) Penyakit pembuluh ( − ) Demam rematik akut
( + ) Ulkus ventrikuli ( − ) Pendarahan otak ( − ) Pneumonia
( − ) Ulkus duodeni ( − ) Psikosis ( - ) Gastritis
( − ) Neurosis ( − ) Tuberkulosis ( − ) Batu empedu
Lain-lain : ( − ) Operasi ( − ) Kecelakaan
Riwayat keluarga
Hubungan Umur Jenis kelamin Keadaan
kesehatan
Penyebab
meninggal
Ayah 51 tahun Laki-laki Hidup -
Ibu 49 tahun Perempuan Hidup -
Suami 28 tahun Laki-Laki Hidup -
Anak 1 5 tahun Perempuan Hidup -
Ada kerabat yang menderita :
Penyakit Ya Tidak Hubungan3
Alergi - √
Asma - √
Tuberkulosis - √
HIV - √
Hepatitis B - √
Hepatitis C - √
Hipertensi - √
Cacat bawaan - √
Lain – lain - √
Riwayat Operasi
Tidak ada
B. PEMERIKSAAN JASMANI
I. Pemeriksaan umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan Gizi : Baik
Tinggi badan : 158 cm
Berat badan : 58 kg
Tekanan darah : 110 / 80 mmHg
Nadi : 84 kali / menit
Suhu : 37 ⁰ C
Pernapasan : Suara Nafas vesikuler,
20 kali / menit, Jenis thoracoabdominal
Sianosis : Tidak ada
Edema umum : Ada
Habitus : Piknikus
Cara berjalan : Baik
Mobilisasi : Aktif4
Aspek kejiwaan
Tingkah laku : tenang
Alam perasaan : biasa
Proses pikir : wajar
Kulit
Warna : sawo matang
Effloresensi : tidak ada
Jaringan parut : tidak ada
Pigmentasi : tidak ada
Pertumbuhan rambut : normal
Pembuluh darah : tidak menonjol dan melebar
Suhu raba : normal, kulit Lembab
Keringat : setempat yaitu di kepala dan leher
Turgor : baik
Lapisan lemak : tebal
Ikterus : tidak ada
Edema : ada (kaki kanan dan kiri)
Kelenjar getah bening
Submandibula : tidak ditemukan pembesaran
Supraklavikula : tidak ditemukan pembesaran
Lipat paha : tidak ditemukan pembesaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran
Ketiak : tidak ditemukan pembesaran
Thorak
Bentuk : normal
Pembuluh darah : tidak tampak
Payudara : tidak ada pembesaran
ASI (-)
5
Paru – paru
Depan Belakang
Inspeksi kiri Bentuk dada normal tidak ada bekas luka
kanan Bentuk dada normal tidak ada bekas luka
Palpasi kiri sela iga normal, fremitus normal fremitus normal
kanan sela iga normal, fremitus normal fremitus normal
Perkusi kiri Tidak dilakukan (os kesakitan) tidak dilakukan
kanan Tidak dilakukan (os kesakitan) tidak dilakukan
Auskultasi kiri vesikuler vesikuler
kanan vesikuler vesikuler
Jantung
Palpasi Ictus cordis = tidak teraba
Perkusi Tidak dilakukan (OS tampak kesakitan)
Auskultasi Katup Mitral- ICS 5 midklav kanan
Katup Aorta – ICS 2 parasternal kanan
Katup Pulmonal – ICS 2 parasternal kiri
Katup Trikuspid – ICS 4 parasternal kanan
Abdomen
Inspeksi : dalam batas normal (tidak membesar)
Palpasi : Hati : dalam batas normal
Kandung empedu : dalam batas normal
Limpa : dalam batas normal
Ginjal : dalam batas normal
Kandung kencing : dalam batas normal
Auskultasi : Denyut Jantung anak ( - )
Bising usus ( + )
Ekstremitas
Luka : tidak ada
Varises : tidak ada
Edema : (-)
Refleks : ( + )
6
Sensibilitas : ( + )
Lain – lain : -
II. Pemeriksaan Ginekologi
Pemeriksaan Luar
Inspeksi :
Wajah : chloasma gravidarum (-)
Payudara : pembesara payudara (-), puting susu menonjol, cairan dari mammae (-)
Abdomen : pembesaran abdomen (-),
strie nigra (-),
strie livide (-),
strie albicans (-),
bekas operasi (-)
Palpasi : tidak teraba pembesaran uterus.
Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubik.
Pemeriksaan Dalam
Vaginal Toucher
Fluksus (+) , fluor (–)
V/U/V Tidak ada kelainan
Portio Licin dan terdapat nyeri goyang
Corpus uteri Sebesar telur ayam
Adneksa parametriumTeraba massa setengah padat sebesar telor ayam.
Cavum dougles: menonjol
C. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Darah Lengkap (pada tanggal 20 Mei 2012)
Hb 12,6 g/dl Ht 35,3 %
Leukosit 7,33/ul Trombosit 301.000/ul
Eosinofil 0,2 % Eritrosit 4,27 juta
Basofil 0,3 % RDW 12,4%
7
Segmen 56,8% PDW 13,0%
Limfosit 31,0 % MPV 10,5 ul/m3
Monosit 7,3 % LED 25/55 mm/jam
MCV 83,6 fl BT 1,30 menit
MCH 29,5 pg CT 4,30 menit
MCHC 35,3 g/dl
Pemeriksaan Plano Test (tanggal 20 Mei 2012)
Plano test : (+)
Pemeriksaan urine Lengkap
Albumin (-) Epitel ren (sedimen) 0
Reduksi (-) Epitel Sel 2
Bilirubin (-) Eritrosit 6
Reaksi /pH 6,0 leukosit 3
Urobilirogen Normal Silinder (-)
Benda keton (-) Parasit (-)
Darah Samar 2 Jamur (-)
Leukosit 1 bakteri (-)
Vit C (-) Kristal (-)
Berat jenis 1.015
Pemeriksaan USG
Kesan : kehamilan Ektopik Terganggu
D. RINGKASAN (RESUME)
8
OS wanita, GIIPIA0 berumur 26 tahun, hamil 13 minggu, datang ke RS Mardi
Rahayu dengan keluhan adanya nyeri tekan pada bagian perut bagian bawah yang
disertai rasa mules sejak 1 hari SMRS. Dua hari SMRS, OS mengatakan keluar flek-flek
darah pervaginam. Demam, pusing, rasa mual, ataupun muntah tidak dirasakan pasien.
Namun pagi hari sebelum masuk RS OS mengatakan bahwa keluar darah pervaginam.
Di poliklinik, OS mengatakan sudah di USG dan di diagnosis KET. OS mengetahui
dirinya hamil dengan plano test yang dilakukannya sendiri dan pernah memeriksakan
kehamilannya ke bidan. HPHT Os: 12 April 2012 dengan HPL :19 Januari 2013.
Riwayat penyakit hipertensi dan diabetes mellitus tidak ada pada OS maupun
keluarganya. Rasa pusing, ataupun keluhan lain juga tidak dialami oleh OS.
Hewan ternak pemeliharaan seperti kucing, anjung, burung, ayam, dan lain-lain
tidak ada dirumah OS ataupun di lingkungan tempat tinggalnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan TD Tekanan darah 110 / 80 mmHg, nadi 84
kali/menit suhu 37 ⁰ C, dan RR 20 kali/menit. Sedangkan pada pemeriksaan dalam
didapatkan nyeri goyang portio dan cavum dauglasi (+) perdarahan. Hasil USG
menunjukkan bahwa terjadi KET pada OS.
E. DIAGNOSIS
Diagnosis kerja dan dasar diagnosis
Diagnosis kerja : GIIPIA0 Umur 26 tahun, Hamil 6 minggu dengan Kehamilan Ektopik
Terganggu (KET)
Dasar diagnosis :
Plano test menunjukkan hasil positif
Terdapat nyeri tekan pada daerah suprapubik
Pada pemeriksaan dalam terdapat nyeri tekan portio dan cavum dauglasi (+)
perdarahan.
Pada USG terdapat menunjukkan hasil KET (+)
Diagonisis diferensial dan dasar diagnosis diferensial
Diagnosis diferensial :
1. Infeksi pelvik.
2. Abortus iminens atau insipiens
3. Ruptur korpus luteum
9
4. Torsi kista ovarium
5. Appendisitis akut
6. Salpingitis akut
7. Mioma submukosa yang terpelintir
8. Ruptur pembuluh darah mesenterium
Pemeriksaan yang dianjurkan
Pemeriksaan urin dan Hb post operasi.
Rencana Pengelolaan:
a. Medika Mentosa:
D 5% 20 tetes permenit
Pengobatan post Operasi Laparatomi :
Bactesyn 2 x 1 gr IV
Tradyl 2 x 1 amp IV
Alenamin F 2 x 1 amp IV
Ketoprofen supp rectal 2 x 100 mg
Vit C 1 x 1 gr IV
b. Non Medica Mentosa :
Bed rest
Puasa 6 jam setelah operasi
c. Tindakan : Operasi KET
Operasi dilakukan pada tanggal 20 Mei 2012 pukul 13.10 WIB.
Laporan Operasi :
- Insisi dinding abdomen pada linea mediana 2 jari diatas symphisis pubis kearah
pusat sepanjang 10 cm
- Insisi diperdalam lapis demi lapis hingga peritoneum terbuka
- Eksplorasi : tampak uterus dalam batas normal, terdapat darah pada peritoneum
berwarna merah 200 cc, dan terdapat kantung gestasi sebesar telur ayam pada tuba
pars ampularis kanan. Adnesa parametrium kiri dalam batas normal.
- Dilakukan salphingektomi dextra.
10
- Control perdarahan.
- Membersihkan cavum abdomen dari darah
- Jahit peritoneum dengan plan plain catgut no 2.0 secara jelujur terkait
- Jahit otot dengan plain catgut no 2.0
- Jahit fasia dengan safil no 1.0
- Jahit subcutan dengan plain catgut no 2.0
- Jahit kulit dengan safil no 4.0 secara subkutikuler
- Operasi selesai.
Prognosis :
Vitam : ad bonam
Fungsionam : ad bonam
Sanationam : ad malam
FOLLOW UP
Tanggal 21 Mei 2012, Jam 08.00 WIB
S : OS merasa pusing (+), demam (-), mual & muntah (-)
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 130/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Frekuensi nafas : 24 x/menit
Suhu : 37 ºC
PPV : (+)
Hasil lab. Hb : 11,7 g/dL
A : Post operasi Salphingektomi Dextra a/i KET hari 1
P : Secara Klinis keadaan pasien membaik
Lanjutkan terapi pengobatan :
Bactesyn 2 x 1 gr IV
Tradyl 2 x 1 amp IV
11
Alenamin F 2 x 1 amp IV
Ketoprofen supp rectal 2 x 100 mg
Vit C 1 x 1 gr IV
Menghentikan pemasangan kateter
Tanggal 22 Mei 2012, Jam 08.00 WIB
S : Keluhan (-)
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 18 x/menit
Suhu : 36,8 º
ASI : (+)
TFU : 1 jari diatas umbilicus
Vesica Urinaria : (-)
PPV : (+) bercak
A : Post operasi Salphingektomi Dextra a/i KET hari 2
P : Secara Klinis keadaan pasien membaik
Lanjutkan terapi pengobatan :
Bactesyn 2 x 1 gr IV
Tradyl 2 x 1 amp IV
Alenamin F 2 x 1 amp IV
Ketoprofen supp rectal 2 x 100 mg
Pelepasan Infus
Tanggal 23 Mei 2012, Jam 08.00 WIB
S : Keluhan (-)
12
O : Keadaan umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Frekuensi nafas : 20 x/menit
Suhu : 36,6 º
ASI : (+)
TFU : 1 jari dibawah umbilicus
Vesica Urinaria : (-)
PPV : (-) bercak
A : Post Operasi laparatomi a/i KET Hari ke 3
P : Secara Klinis keadaan pasien baik dan diijinkan pulang dengan
Lanjutkan terapi pengobatan :
Amoxicillin 500 mg + Clavulanic Acid 125 mg tablet PO (3 x 1 perhari)
Ketoprofen tablet 50 mg PO (2 x 1 perhari)
Zegavit kapsul 1 x 1 PO
Ganti balutan
13
Tinjauan Pustaka :
Kehamilan Ektopik Terganggu
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang
berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung
dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.
Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik
terganggu.
Kehamilan ektopik terganggu merupakan peristiwa yang dapat dihadapi semua
dokter, karena sangat beragamnya gambaran klinik kehamilan ektopik terganggu itu. Tidak
jarang yang mengahadapi penderita adalah dokter umum atau dokter ahli lainnya, maka dari
itu, perlu diketahui oleh setiap dokter klinik kehamilan ektopik terganggu serta diagnosis
diferensialnya. Hal yang perlu diingat ialah, bahwa pada setiap wanita masa reproduksi
dengan gangguan atau keterlambatan haid yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah,
perlu dipikirkan kehamilan ektopik terganggu.
Definisi
Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar
endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik
karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis seviks masih termasuk dalam
uterus, tetapi jelas bersifat ektopik.
Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi
pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan
divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan
pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampularis tuba, dan
kehamilan infundibulum tuba.
Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan
servikal, dan kehamilan adominal yang bisa primer atau sekunder.
14
Kehamilan intrauterine dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.
Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan
intaruterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan compound
ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan kehamilan
ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion.
Epidemiologi
Frekuensi kehamilan ektopik yang sebenarnya sukar ditentukan. Gejala kehamilan
ektopik terganggu yang dini tidak selalu jelas, sehingga tidak dibuat diagnosisnya. Tidak
semua kehamilan ektopik berakhir dengan abortus dalam tuba atau rupture tuba. Sebagian
hasil konsepsi mati dan pada umur muda kemudian diresorbsi. Pada hal yang terakhir ini
penderita hanya mengeluh haidnya terlambat untuk beberapa hari.
Pemakaian antibiotika dapat meningkatkan frekuensi kehamilan ektopik. Antibiotika
dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi. Tetapi perlekatan
menyebabkan pergerakan silia dan peristaltis tuba terganggu dan menghambat perjalanan
ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim, sehingga implantasi terjadi pada tuba.
Kontrasepsi juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap jumlah
kelahiran di rumah sakit atau masyarakat. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa factor
predisposisi untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga
15
jumlah kelahiran turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relative
meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak
mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik.
Etiologi
Sebagian besar penyebab kehamilan ektopik tidak diketahui. Tiap kehamilan dimulai
dengan pembuahan telur di bagian ampula tuba, dan dalam perjalanan ke uterus telur
mengalami hambatan sehingga pada saat nidasi masih di tuba, atau nidasinya di tuba
dipermudah. Faktor – faktor yang memegang peranan dalam hal ini ialah sebagai berikut :
1. Faktor dalam lumen tuba :
- endosalpingitis dapat menyebabkan perlengketan endosalping, sehingga lumen
tuba menyempit atau membentuk kantong buntu
- pada hipoplasia uteri lumen tuba sempit dan berlekuk – lekuk dan hal ini
sering disertai gangguan fungsi silia endosalping
- operasi plastik tuba dan sterilisasi yang tak sempurna dapat menjadi sebab
lumen tuba menyempit
2. Faktor pada dinding tuba :
- endometriosis tuba dapat memudahkan implantasi telur yang dibuahi dalam
tuba
- divertikel tuba kongenital atau ostium assesorius tubae dapat menahan telur
yang dibuahi di tempat itu
3. Faktor di luar dinding tuba
- perlekatan peritubal dengan distorsi atau lekukan tuba dapat menghambat
perjalanan telur
- tumor yang menekan dinding tuba dapat menyempitkan lumen tuba
4. Faktor lain :
- migrasi luar ovum, yaitu perjalanan dari ovarium kanan ke tuba kiri – atau
sebaliknya – dapat memperpanjang perjalanan telur yang dibuahi ke uterus ;
pertumbuhan telur yang terlalu cepat dapat menyebabkan implantasi prematur
- fertilisasi in vitro
Patologi
16
Proses implantasi ovum yang dibuahi, yang terjadi di tuba pada dasarnya sama
dengan halnya di kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner.
Pada yang pertama telur berimplantasi pada sisi atau ujung jonjot endosalping.
Perkembangan telur selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati
secara dini kemudian diresorbsi. Pada nidasi secara interkolumner telur bernidasi antara 2
jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba
oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena
pembentukan desidua di tuba tidak sempurna malahan kadang - kadang tidak tampak,
dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot – otot
tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
bergantung pada beberapa faktor, seperti tempat implantasi, tebalnya dinding tuba, dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasu trofoblas.
Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum graviditatis
dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek ; endometrium dapat berubah pula menjadi
desidua. Dapat ditemukan pula perubahan – perubahan pada endometrium yang disebut
fenomena Arias – Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik,
lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang – lubang atau berbusa, dan
kadang – kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya ditemukan pada sebagian
kehamilan ektopik.
Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian
dikeluarkan berkeping – keping, tetapi kadang – kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan
yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh
pelepasan desidua yang degeneratif.
Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba
bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh
seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6
sampai 10 minggu.
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena vaskularisasi
kurang, dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini penderita tidak
mengeluh apa – apa, hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
17
Perdarahan yang terjadi karena pembukaan pembuluh – pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersama – sama dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini
dapat terjadi sebagian atau seluruhnya, tergantung pada derajat perdarahan yang
timbul. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam
lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale.
Frekuensi abortus dalam tuba tergantung pada implantasi telur yang dibuahi. Abortus
ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars ampularis, sedangkan
penembusan dinding tuba oleh vili korialis ke arah peritonium biasanya terjadi pada
kehamilan pars ismika. Perbedaan ini disebabkan karena lumen pars ampularis lebih
luas, sehingga dapat mengikuti lebih mudah pertumbuhan hasil konsepsi
dibandingkan dengan bagian ismus dengan lumen sempit.
Pada pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan
terus berlangsung, dari sedikit – sedikit oleh darah, sehingga berubah menjadi mola
kruenta. Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru
– biruan (hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui
ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan ajan membentuk
hematokel retrouterina.
3. Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
18
yang lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur ialah penembusan vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonium. Ruptur dapat terjadi
secara spontan, atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.
Dalam hal ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang – kadang sedikit,
kadang – kadang banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila
pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah
dapat mengalir ke dalam rongga perut melalui ostium tuba abdominale.
Bila pada abortus dalam tuba ostium tuba tersumbat, ruptur sekunder dapat terjadi.
Dalam hal ini dinding tuba, yang telah menipis oleh invasi trofoblas, pecah karena
tekanan darah dalam tuba. Kadang – kadang ruptur terjadi di arah ligamentum latum
dan terbentuk hematoma intraligamenter antara 2 lapisan ligamentum itu. Jika janin
hidup terus, terjadi kehamilan intraligamenter.
Pada ruptur ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila robekan
tuba kecil, perdarahan terjadi pada hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba. Bila penderita
dioperasi dan tidak meninggal karena perdarahan, nasib janin bergantung pada
kerusakan yang diderita dan tuanya kehamilan. Bila janin matu dan masih kecil, dapat
diresorbsi seluruhnya ; bila besar, kelak dapat diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi oleh kantong amnion dan
dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut, sehingga
akan terjadi kehamilan abdominal sekunder. Untuk mencukupi kebutuhan makanan
bagi janin, plasenta dari tuba akan meluaskan implantasinya ke jaringan sekitarnya,
misalnya ke sebagian uterus, ligamentum latum, dasar panggul, dan usus.
19
Diagnosa dan gejala – gejala klinik
1. Anamnesis : terjadi amenorea, yaitu haid terlambat mulai beberapa hari sampai
beberapa bulan atau hanya haid yang tidak teratur. Kadang – kadang dijumpai
keluhan hamil muda dan gejala hamil lainnya
2. Bila terjadi kehamilan ektopik terganggu (KET) :
- Pada abortus tuba keluhan dan gejala kemungkinan tidak begitu berat, hanya
rasa sakit di perut dan perdarahan pervaginam. Hal ini dapat dikacaukan denga
abortus biasa
- Bila tejadi ruptur tuba, maka gejala akan lebih hebat dan dapat membahayakan
jiwa si ibu
3. Perasaan nyeri dan sakit yang tiba – tiba di perut, seperti diiris dengan pisau dan
disertai muntah dan bisa jatuh pingsan
4. Tanda - tanda akut abdomen : nyeri tekan yang hebat (defiance musculair),
muntah, gelisah, pucat, anemis, nadi kecil dan halus, tensi rendah atau tidak
terukur (syok)
5. Nyeri bahu : karena perangsangan diafragma
6. Tanda cullen : sekitar pusat atau linea alba kelihatan biru hitam dan lebam
7. Pada pemeriksaan ginekologik (periksa dalam) terdapat :
- Adanya nyeri ayun : dengan menggerakkan porsio dan serviks ibu akan
merasa sakit yang sangat
- Douglas crise : rasa nyeri hebat pada penekanan cavum douglasi
- Kavum Douglasi teraba menonjol karena terkumpulnya darah, begitu pula
teraba masa retrouterin (masa pevis)
8. Pervaginam keluar desidual cast
9. Pada palpasi perut dan pada perkusi : ada tanda – tanda perdarahan intra
abdominal (shifting dullness)
10. Pemeriksaan lab :
- Pemeriksaan hemoglobin seri setiap 1 jam menunjukkan penurunan kadar Hb
- Adanya lekositosis
11. Kuldosentesis (Douglas pungsi)
- Untuk mengetahui adakah darah dalam kavum Douglasi
20
- Bila keluar darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau
hanya berupa bekuan – bekuan kecil di atas kain kasa maka hal ini dikatakan
positif (fibrinasi) dan menunjukkan adanya hematoma retrouterina
- Bila darah segar berwarna merah dan dalam beberapa menit membeku ; hasil
negatif karena darah ini berasal dari arteri atau vena yang kena tusuk
12. Dengan cara diagnostik laparoskopik
13. Dengan cara USG
Diagnosis diferensial
1. Infeksi pelvik.
2. Abortus iminens atau insipiens
3. Ruptur korpus luteum
4. Torsi kista ovarium
5. Apendisitis akut
6. Salpingitis akut
7. Mioma submukosa yang terpelintir
8. Ruptur pembuluh darah mesenterium
Penatalaksanaan
1. Penderita yang disangka KET harus dirawat inap di rumah sakit untuk
penanggulangannya
2. Bila ibu dalam keadaan syok, perbaiki keadaan umumnya dengan pemberian cairan
secukupnya dan tranfusi darah
3. Setelah diagnosa jelas atau sangat disangka KET, dan keadaan umum baik atau
lumayan, segera lakukan laparotomi untuk menghilangkan sumber perdarahan :
dicari, diklem, dan dieksisi sebersih mungkin (salpingektomi), kemudian diikat sebaik
– baiknya
4. Sisa – sisa darah dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya penyembuhan
lebih cepat
5. Berikan antibiotika yang cukup dan obat anti inflamasi
Komplikasi yang mungkin terjadi
21
1. Pada pengobatan konservatif, yaitu bila ruptur tuba telah lama berlangsung (4 – 6
minggu), terjadi perdarahan ulang (reccurent bleeding). Ini merupakan indikasi
operasi
2. Infeksi
3. Sub ileus karena massa pelvis
4. Sterilitas
Prognosis
Kematian karena KET cenderung turun dengan diagnosis dini dan fasilitas yang cukup.
VARIAN-VARIAN KEHAMILAN EKTOPIK
Kehamilan Abdominal
Hampir semua kasus kehamilan abdominal merupakan kehamilan ektopik sekunder
akibat ruptur atau aborsi kehamilan tuba atau ovarium ke dalam rongga abdomen. Implantasi
primer di dalam rongga abdomen amatlah jarang. Mortalitas akibat kehamilan abdominal
22
tujuh kali lebih tinggi daripada kehamilan tuba, dan 90 kali lebih tinggi daripada kehamila
intrauterin. Morbiditas maternal dapat disebabkan perdarahan, infeksi, anemia, koagulasi
intravaskular diseminata (DIC), emboli paru atau terbentuknya fistula antara kantong amnion
dengan usus. Pada kehamilan abdominal yang khas, plasenta yang telah menembus dinding
tuba secara bertahap membuat perlekatan baru dengan jaringan serosa di sekitarnya, namun
juga mempertahankan perlekatannya dengan tuba. Pada beberapa kasus, setelah ruptur tuba
plasenta mengadakan implantasi di tempat yang terpisah dari tuba dalam rongga abdomen.
Kehamilan abdominal dapat juga terjadi akibat ruptur bekas insisi seksio sesaria, dan pada
kasus ini kehamilan berlanjut di balik plika vesikouterina. Diagnosis kehamilan abdominal
berawal dari indeks kecurigaan yang tinggi. Temuan-temuan ultrasonografik berikut,
meskipun tidak patognomonis, harus segera membuat kita berpikir akan suatu kehamilan
abdominal:
1) tidak tampaknya dinding uterus antara kandung kemih dengan janin,
2) plasenta terletak di luar uterus,
3) bagian-bagian janin dekat dengan dinding abdomen ibu,
4) letak janin abnormal, dan
5) tidak ada cairan amnion antara plasenta dan janin. MRI dan CT-scan dapat
memberikan visualisasi yang jauh lebih baik daripada USG.
Kehamilan ekstrauterin lanjut memiliki peluang kelahiran hidup sebesar 10-25%,
namun angka malformasi kongenital pada bayi ekstrauterin cukup tinggi akibat
oligohidramnios, dan hanya 50%-nya dapat bertahan hidup lebih dari satu minggu. Kelainan
kongenital yang ditemukan umumnya berupa abnormalitas wajah, kranium dan ekstremitas.
Kehamilan abdominal pula memberikan ancaman-ancaman kesehatan bagi si ibu. Oleh sebab
itu, terminasi sedini mungkin sangat dianjurkan. Janin yang mati namun terlalu besar untuk
diresorbsi dapat mengalami proses supurasi, mumifikasi atau kalsifikasi. Karena letak janin
yang sangat dekat dengan traktus gastrointestinal, bakteri dengan mudah mencapai janin dan
berkembang biak dengan subur. Selanjutnya, janin akan mengalami supurasi, terbentuk abses,
dan abses tersebut dapat ruptur sehingga terjadi peritonitis. Bagian-bagian janin pun dapat
merusak organ-organ ibu di sekitarnya. Pada satu atau dua kasus yang telah dilaporkan, janin
23
yang mati mengalami proses mumifikasi, menjadi lithopedion, dan menetap dalam rongga
abdomen selama lebih dari 15 tahun. Penanganan kehamilan abdominal sangat berisiko
tinggi. Penyulit utama adalah perdarahan yang disebabkan ketidakmampuan tempat
implantasi plasenta untuk mengadakan vasokonstriksi seperti miometrium. Sebelum operasi,
cairan resusitasi dan darah harus tersedia, dan pada pasien harus terpasang minimal dua jalur
intravena yang cukup besar. Pengangkatan plasenta membawa masalah tersendiri pula.
Plasenta boleh diangkat hanya jika pembuluh darah yang mendarahi implantasi plasenta
tersebut dapat diidentifikasi dan diligasi. Karena hal tersebut tidak selalu dapat dilaksanakan,
dan lepasnya plasenta sering mengakibatkan perdarahan hebat, umumnya plasenta
ditinggalkan in situ. Pada sebuah laporan kasus, plasenta yang lepas sebagian terpaksa dijahit
kembali karena perdarahan tidak dapat dihentikan dengan berbagai macam manuver
hemostasis. Dengan ditinggalkan in situ, plasenta diharapkan mengalami regresi dalam 4
bulan. Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi adalah ileus, peritonitis, pembentukan
abses intraabdomen dan infeksi organ-organ sekitar plasenta, serta preeklamsia persisten.
Regresi plasenta dimonitor dengan pencitraan ultrasonografi dan pengukuran kadar β-hCG
serum. Pemberian methotrexate untuk mempercepat involusi plasenta tidak dianjurkan,
karena degradasi jaringan plasenta yang terlalu cepat akan menyebabkan akumulasi jaringan
nekrotik, yang selanjutnya dapat mengakibatkan sepsis. Embolisasi per angiografi arteri-
arteri yang mendarahi tempat implantasi plasenta adalah sebuah alternatif yang baik.
Kehamilan Ovarium
Kehamilan ektopik pada ovarium jarang terjadi. Pada tahun 1878, Spiegelberg
merumuskan criteria diagnosis kehamilan ovarium: 1) tuba pada sisi ipsilateral harus utuh, 2)
kantong gestasi harus menempati posisi ovarium, 3) ovarium dan uterus harus berhubungan
melalui ligamentum ovarii, dan 4) jaringan ovarium harus ditemukan dalam dinding kantong
gestasi. Secara umum faktor risiko kehamilan ovarium sama dengan faktor risiko kehamilan
tuba. Meskipun daya akomodasi ovarium terhadap kehamilan lebih besar daripada daya
akomodasi tuba, kehamilan ovarium umumnya mengalami ruptur pada tahap awal.
Manifestasi klinik kehamilan ovarium menyerupai manifestasi klinik kehamilan tuba atau
perdarahan korpus luteum. Umumnya kehamilan ovarium pada awalnya dicurigai sebagai
kista korpus luteum atau perdarahan korpus luteum. Kehamilan ovarium terganggu ditangani
24
dengan pembedahan yang sering kali mencakup ovariektomi. Bila hasil konsepsi masih kecil,
maka reseksi parsial ovarium masih mungkin dilakukan. Methotrexate dapat pula digunakan
untuk terminasi kehamilan ovarium yang belum terganggu.
Kehamilan Serviks
Kehamilan serviks juga merupakan varian kehamilan ektopik yang cukup jarang.
Etiologinya masih belum jelas, namun beberapa kemungkinan telah diajukan. Burg
mengatakan bahwa kehamilan serviks disebabkan transpor zigot yang terlalu cepat, yang
disertai oleh belum siapnya endometrium untuk implantasi. Dikatakan pula bahwa
instrumentasi dan kuretase mengakibatkan kerusakan endometrium sehingga endometrium
tidak lagi menjadi tempat nidasi yang baik. Sebuah pengamatan pada 5 kasus kehamilan
serviks mengindikasikan adanya hubungan antara kehamilan serviks dengan kuretase
traumatik dan penggunaan IUD pada sindroma Asherman. Hubungan serupa juga tercermin
pada fakta bahwa Jepang, di mana angka kuretase juga tinggi, memiliki angka kehamilan
serviks yang tertinggi di antara negara-negara lain. Kehamilan serviks juga berhubungan
dengan fertilisasi in-vitro dan transfer embrio. Pada kehamilan serviks, endoserviks tererosi
oleh trofoblas dan kehamilan berkembang dalam jaringan fibrosa dinding serviks. Lamanya
kehamilan tergantung pada tempat nidasi. Semakin tinggi tempat nidasi di kanalis servikalis,
semakin besar kemungkinan janin dapat tumbuh dan semakin besar pula tendensi perdarahan
hebat. Perdarahan per vaginam tanpa rasa sakit dijumpai pada 90% kasus, dan sepertiganya
mengalami perdarahan hebat. Kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu.
Prinsip dasar penanganan kehamilan serviks, seperti kehamilan ektopik lainnya, adalah
evakuasi. Karena kehamilan serviks jarang melewati usia gestasi 20 minggu, umumnya hasil
konsepsi masih kecil dan dievakuasi dengan kuretase. Namun evakuasi hasil konsepsi pada
kehamilan serviks sering kali mengakibatkan perdarahan hebat karena serviks mengandung
sedikit jaringan otot dan tidak mampu berkontraksi seperti miometrium. Bila perdarahan
tidak terkontrol, sering kali histerektomi harus dilakukan. Hal ini menjadi dilema, terutama
bila pasien ingin mempertahankan kemampuan reproduksinya. Beberapa metode-metode
nonradikal yang digunakan sebagai alternatif histerektomi antara lain pemasangan kateter
Foley, ligasi arteri hipogastrika dan cabang desendens arteri uterina, embolisasi arteri dan
terapi medis. Kateter Foley dipasang pada kanalis servikalis segera setelah kuretase, dan
25
balon kateter segera dikembangkan untuk mengkompresi sumber perdarahan. Selanjutnya
vagina ditampon dengan kasa. Beberapa pakar mengusulkan penjahitan serviks pada jam 3
dan 9 untuk tujuan hemostasis (hemostatic suture) sebelum dilakukan kuretase. Embolisasi
angiografik arteri uterina adalah teknik yang belakangan ini dikembangkan dan memberikan
hasil yang baik, seperti pada sebuah laporan kasus kehamilan serviks di Italia24. Sebelum
kuretase dilakukan, arteri uterina diembolisasi dengan fibrin, gel atau kolagen dengan
bantuan angiografi. Pada kasus tersebut, perdarahan yang terjadi saat dan setelah kuretase
tidak signifikan. Seperti pada kehamilan tuba, methotrexate pun digunakan untuk terminasi
kehamilan serviks. Methotrexate adalah modalitas terapeutik yang pertama kali digunakan
setelah diagnosis kehamilan serviks ditegakkan. Namun pada umumnya methotrexate hanya
memberikan hasil yang baik bila usia gestasi belum melewati 12 minggu. Methotrexate dapat
diberikan secara intramuskular, intraarterial maupun intraamnion.
Kehamilan Ektopik Heterotipik
Kehamilan ektopik di sebuah lokasi dapat koeksis dengan kehamilan intrauterin.
Kehamilan heterotipik ini sangat langka. Hingga satu dekade yang lalu insidens kehamilan
heterotipik adalah 1 dalam 30,000 kehamilan, namun dikatakan bahwa insidensnya sekarang
telah meningkat menjadi 1 dalam 7000, bahkan 1 dalam 900 kehamilan, berkat
perkembangan teknik-teknik reproduksi. Kemungkinan kehamilan heterotipik harus
dipikirkan pada kasus-kasus sebagai berikut: 1) assisted reproduction technique, 2) bila hCG
tetap tinggi atau meningkat setelah dilakukan kuretase pada abortus, 3) bila tinggi fundus
uteri melampaui tingginya yang sesuai dengan usia gestasi, 4) bila terdapat lebih dari 2
korpus luteum, 5) bila terdeteksi pada USG adanya kehamilan ektra- dan intrauterin.
Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi
kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari
penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan
kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya
penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan
penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.
26
Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi
baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant
management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.
Penatalaksanaan Ekspektasi
Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% pasien dengan
kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar β-hCG. Pada penatalaksanaan
ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar β-hCG yang stabil atau cenderung turun
diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat
menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada keadaan-
keadaan berikut: 1) kehamilan ektopik dengan kadar β-hCG yang menurun, 2) kehamilan
tuba, 3) tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik tidak
melebihi 3.5 cm. Sumber lain menyebutkan bahwa kadar β-hCG awal harus kurang dari 1000
mIU/mL, dan diameter massa ektopik tidak melebihi 3.0 cm. Dikatakan bahwa
penatalaksanaan ekspektasi ini efektif pada 47-82% kehamilan tuba.
Penatalaksanaan Medis
Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan
dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-
syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada
aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas,
harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan
pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada
kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang
normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini
akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.
Methotrexate
Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan,
termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak
27
sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate
diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan
tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada
umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis
dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal. Harus diketahui pula bahwa terapi
methotrexate maupun medis secara umum mempunyai angka kegagalan sebesar 5-10%, dan
angka kegagalan meningkat pada usia gestasi di atas 6 minggu atau bila massa hasil konsepsi
berdiameter lebih dari 4 cm. Pasien harus diinformasikan bahwa bila terjadi kegagalan terapi
medis, pengulangan terapi diperlukan, dan pasien harus dipersiapkan untuk kemungkinan
menjalani pembedahan. Selain itu, tanda-tanda kehamilan ektopik terganggu harus selalu
diwaspadai. Bila hal tersebut terjadi, pasien harus sesegera mungkin menjalani pembedahan.
Senggama dan konsumsi asam folat juga dilarang.
Tentunya methotrexate menyebabkan beberapa efek samping yang harus diantisipasi,
antara lain gangguan fungsi hepar, stomatitis, gastroenteritis dan depresi sumsum tulang.
Beberapa prediktor keberhasilan terapi dengan methotrexate yang disebutkan dalam literatur
antara lain kadar β-hCG, progesterone, aktivitas jantung janin, ukuran massa hasil konsepsi
dan ada/tidaknya cairan bebas dalam rongga peritoneum. Namun disebutkan dalam sumber
lain bahwa hanya kadar β-hCG-lah yang bermakna secara statistik. Untuk memantau
keberhasilan terapi, pemeriksaan -hCG serial dibutuhkan. Pada hari-hari pertama setelah
dimulainya pemberian methotrexate, 65-75% pasien akan mengalami nyeri abdomen yang
diakibatkan pemisahan hasil konsepsi dari tempat implantasinya (separation pain), dan
hematoma yang meregangkan dinding tuba. Nyeri ini dapat diatasi dengan analgetik
nonsteroidal. Β-hCG umumnya tidak terdeteksi lagidalam 14-21 hari setelah pemberian
methotrexate. Pada hari-hari pertama pula massa hasil konsepsi akan tampak membesar pada
pencitraan ultrasonografi akibat edema dan hematoma, sehingga jangan dianggap sebagai
kegagalan terapi. Setelah terapi berhasil, kadar β-hCG masih perlu diawasi setiap minggunya
hingga kadarnya di bawah 5 mIU/mL.
Methotrexate dapat diberikan dalam dosis tunggal maupun dosis multipel. Dosis
tunggal yang diberikan adalah 50 mg/m2 (intramuskular), sedangkan dosis multipel yang
diberikan adalah sebesar 1 mg/kg (intramuskular) pada hari pertama, ke-3, 5, dan hari ke-7.
Pada terapi dengan dosis multipel leukovorin ditambahkan ke dalam regimen pengobatan
dengan dosis 0.1 mg/kg (intramuskular), dan diberikan pada hari ke-2, 4, 6 dan 8. Terapi 28
methotrexate dosis multipel tampaknya memberikan efek negatif pada patensi tuba
dibandingkan dengan terapi methotrexate dosis tunggal 9. Methotrexate dapat pula diberikan
melalui injeksi per laparoskopi tepat ke dalam massa hasil konsepsi. Terapi methotrexate
dosis tunggal adalah modalitas terapeutik paling ekonomis untuk kehamilan ektopik yang
belum terganggu.
Actinomycin
Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari
berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi
methotrexate sebelumnya.
Larutan Glukosa Hiperosmolar
Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi
medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan
keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba.
Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan
dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang
digunakan.
Penatalaksanaan Bedah
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba
yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik
terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin.
Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu
pembedahan konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di
mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal
sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di
29
atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke
dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.
Salpingostomi
Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang
berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini
dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan
antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan
dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan
elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per
sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per
laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu.
Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi
methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama
daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani
masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini
lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka
kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara
bermakna.
Salpingotomi
Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada
salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada
perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara
salpingostomi dan salpingotomi.
Salpingektomi
30
Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang
sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi.
Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:
1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu),
2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif,
3) terjadi kegagalan sterilisasi,
4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya,
5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,
6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi,
7) kehamilan tuba berulang,
8) kehamilan heterotopik, dan
9) massa gestasi berdiameter lebih dari 5 cm.
Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada
kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada
salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan
lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering
kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada
salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan
kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi,
sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari
mesosalping.
Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi
Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae
tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat
31
aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya.
Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak
dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.
DAFTAR PUSTAKA
Mochtar. R, Lutan. D. Kelainan letak kehamilan (kehamilan ektopik) : Sinopsis Obstetri edisi
kedua hal 226 – 237, 1998
Manuaba I.B.G, Manuaba I.B. Chandranita. Kehamilan ektopik : Pengantar Kuliah Obstetri,
hal 106-120, 2007
Hauth. C. John, dkk: Kehamilan ektopik, Obstetri Williams, Ed 21, vol 2, 982 – 1013, 2006
Wiknosastro H. Kehamilan ektopik. Editor Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmihadhi T,
dalam Ilmu Kebidanan edisi kedua, cetakan keempat, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta, 2005, 323 – 328
32