ket gianyar

57
BAB I PENDAHULUAN Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang bila lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita. Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik 1 . Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan infundibulum tuba 1 . Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter, kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder. Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin. Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan composed ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan 1

Upload: arya-giri-prebawa

Post on 02-Aug-2015

96 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ket Gianyar

BAB I

PENDAHULUAN 

 

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai

dengan gejala akut abdomen. Kondisi ini merupakan kondisi yang gawat yang bila

lambat ditangani akan berakibat fatal bagi penderita.

Kehamilan ektopik terjadi bila telur yang dibuahi berimplantasi dan tumbuh di

luar endometrium kavum uteri. Kehamilan ekstrauterin tidak sinonim dengan kehamilan

ektopik karena kehamilan pada pars interstisialis tuba dan kanalis servikalis masih

termasuk dalam uterus, tapi jelas bersifat ektopik1. Sebagian besar kehamilan ektopik

berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis

servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter dan divertikel pada uterus. Berdasarkan

implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba,

kehamilan pars ismika tuba, kehamilan pars ampullaris tuba dan kehamilan

infundibulum tuba1.

Kehamilan di luar tuba ialah kehamilan ovarial, kehamilan intraligamenter,

kehamilan servikal, dan kehamilan abdominal yang bisa primer atau sekunder.

Kehamilan intrauterin dapat ditemukan bersamaan dengan kehamilan ekstrauterin.

Dalam hal ini dibedakan dua jenis, yaitu combined ectopic pregnancy dimana kehamilan

intrauterin terdapat pada waktu yang sama dengan kehamilan ekstrauterin dan composed

ectopic pregnancy yang merupakan kehamilan intrauterin pada wanita dengan

kehamilan ekstrauterin lebih dahulu dengan janin sudah mati dan menjadi litopedion1.

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di

Indonesia, laporan dari rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, angka kejadian

kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan atau 1 diantara

26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik dilaporkan antara 1:28

sampai 1:329 tiap kehamilan.

Gambaran klinis KET ditandai oleh trias klasik yaitu amenore, nyeri abdomen

akut dan perdarahan pervaginam. Namun kadang-kadang gambaran klinis KET tidak

khas, sehingga menyulitkan diagnosa. Yang perlu diingat adalah bahwa setiap wanita

dalam masa reproduksi dengan keluhan telat haid yang disertai dengan nyeri perut

bagian bawah perlu dipikirkan kemungkinan terjadinya KET1.

1

Page 2: Ket Gianyar

Seiring dengan kemajuan ilmu kedokteran, penderita KET telah dapat ditangani

secara adekuat, sehingga mengurangi angka kematian karena komplikasi penyakit

tersebut. Hal yang harus diingat ialah KET bisa dihadapi baik oleh dokter umum

maupun dokter spesialis, sehingga setiap dokter umum harus dapat mengenali tanda-

tanda KET, sehingga penderita dapat segera tertangani.3

2

Page 3: Ket Gianyar

BAB 2

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang terjadi di luar lokasi normal endometrium.

Kehamilan Ektopik tergangu (KET) merupakan kehamilan ektopik yang disertai dengan

gejala akut abdomen, dengan trias gambaran klasik yaitu amenore, nyeri abdomen akut

dan perdarahan pervaginam.1 Implantasi hasil konsepsi dapat terjadi pada tuba fallopii,

ovarium, dan kavum abdomen atau pada uterus namun dengan posisi yang abnormal

(kornu, serviks).2,3 Kehamilan tuba tidaklah sinonim untuk kehamilan ektopik melainkan

lebih merupakan tipe kehamilan ektopik yang paling sering dijumpai.3,4

Gb.1 Anatomi Organ Reproduksi Wanita

Bentuk-bentuk kehamilan ektopik yaitu kehamilan tuba, kehamilan kornu uteri,

kehamilan interstisial tuba, kehamilan servikal, kehamilan ovarial, kehamilan

abdominal, kehamilan uterus rudimenter dan kehamilan ektopik rudimenter.1,5

Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi pada tuba fallopi, di pars ampularis

80%, pars ismika 12%, fimbriae 5%, dan kornual 2%. Sangat jarang terjadi implantasi

pada ovarium (0,2%), rongga perut (1,4%), kanalis servikalis uteri (0,2%), kornu uterus

yang rudimenter dan divertikel pada uterus.3,6 Terbatasnya kemampuan tuba fallopi

untuk mengembang menyebabkan kehamilan ektopik mengalami ruptur tuba sehingga

dapat timbul perdarahan ke dalam kavum abdomen, keadaan ini biasa dikenal dengan

kehamilan ektopik terganggu.1 

3

Page 4: Ket Gianyar

Gb.2 Lokasi Kehamilan Ektopik

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Di

Amerika misalnya, insiden kehamilan ektopik telah meningkat secara dramatis dalam

beberapa dekade terakhir.4,5 Insidennya menurut CDC diperkirakan sebesar 1,9 %.

Sedangkan di Indonesia, laporan dari Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta,

angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah 153 diantara 4007 persalinan

atau 1 diantara 26 persalinan. Dalam kepustakaan, frekuensi kehamilan ektopik

dilaporkan antara 1:28 sampai 1:329 tiap kehamilan. Sebagian besar wanita yang

mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan rata-rata 30 tahun.

Sedangkan frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0 % -

14,6 % 1.

2.3 Etiologi

Kehamilan ektopik telah banyak diselidiki untuk mengetahui penyebabnya. Terdapat

kecenderungan yang kuat sebagai faktor risiko kehamilan ektopik, yakni umur ibu,

kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual, penggunaan alat-alat intrauterin, penyakit

radang panggul dan setelah pembedahan pada daerah pelvis.2,5,6,7 Penyebab yang paling

sering adalah salpingitis yang terjadi sebelumnya akibat penyakit menular seksual

seperti infeksi gonokokal, klamidia, atau salpingitis yang mengikuti abortus septik dan

sepsis puerperium.5

Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab terhadap aktivitas dalam tuba fallopi.

Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan ovum agar saling bertemu dan

membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan meningkatkan aktivitas otot

polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Proses penuaan menyebabkan

4

Page 5: Ket Gianyar

hilangnya aktivitas mioelektrik tuba fallopi secara progresif, sehingga bisa dijelaskan

terjadinya peningkatan insiden kehamilan tuba pada wanita perimenopause.8

Gb.3 Kehamilan Ektopik

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan kehamilan ektopik 4,6,8:

A. Faktor-faktor mekanis yang mencegah atau menghambat perjalanan ovum yang telah

dibuahi ke kavum uteri.

1. Salpingitis, khususnya endosalpingitis, yang menyebabkan aglutinasi lipatan

arboresen mukosa tuba dengan penyempitan lumen atau pembentukan kantong-

kantong buntu. Berkurangnya siliasi mukosa tuba akibat infeksi dapat turut

menyebabkan implantasi zigot dalam tuba fallopi. Pada laporan klasik Westrom,

wanita dengan riwayat salpingitis (yang dikonfirmasi dengan laparoskopi)

mempunyai risiko 4 kali lipat untuk menderita kehamilan ektopik. Bukti infeksi

Klamidia (antibodi dalam sirkulasi) berhubungan dengan peningkatan 2 kali lipat

risiko kehamilan ektopik.

2. Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus atau infeksi masa nifas, apendisitis

ataupun endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba dan penyempitan

lumennya.

3. Kelainan pertumbuhan tuba, khususnya divertikulum, ostium assesorius dan

hipoplasia. Kelainan semacam ini sangat jarang terjadi.

5

Page 6: Ket Gianyar

4. Kehamilan ektopik sebelumnya, dan sesudah sekali mengalami kehamilan

ektopik, insiden kehamilan ektopik berikutnya akan menjadi 7 hingga 15 persen.

Meningkatnya risiko ini kemungkinan disebabkan oleh salpingitis yang terjadi

sebelumnya.

5. Pembedahan sebelumnya pada tuba, entah dilakukan untuk memperbaiki patensi

tuba atau kadang-kadang dilakukan pada kegagalan sterilisasi. Wanita yang

pernah mengalami pembedahan tuba mempunyai risiko kehamilan ektopik yang

lebih tinggi. Wanita dengan kehamilan ektopik yang dilakukan pembedahan

konservatif mempunyai risiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan ektopik

berikutnya.

6. Abortus induksi yang dilakukan lebih dari satu kali akan memperbesar risiko

terjadinya kehamilan ektopik. Risiko ini tidak berubah setelah satu kali menjalani

abortus induksi, namun akan menjadi dua kali lipat setelah menjalani abortus

induksi sebanyak dua kali atau lebih, kenaikan risiko ini kemungkinan akibat

peningkatan insiden salpingitis.

7. Tumor yang mengubah bentuk tuba, seperti mioma uteri dan adanya benjolan

pada adneksa.

8. Penggunaan alat kontrasepsi dalam rahim yang digalakkan akhir-akhir ini telah

meningkatkan insiden kehamilan ektopik. Tapi harus diingat bahwa penggunaan

IUD modern seperti Copper T tidak meningkatkan risiko kehamilan ektopik dan

malahan merupakan proteksi terhadap kehamilan. Studi yang lebih besar yang

dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa pengguna IUD memiliki risiko kurang

dari 50 % untuk mengalami kehamilan ektopik dibandingkan dengan yang tidak

menggunakan kontrasepsi. Tetapi apabila pemakai IUD menjadi hamil maka

kehamilannya kemungkinan besar merupakan kehamilan ektopik. Sekitar 3-4 %

kehamilan pada pemakai IUD adalah ektopik.

B. Faktor-faktor fungsional yang memperlambat perjalanan ovum yang telah dibuahi ke

dalam kavum uteri

1. Migrasi eksternal ovum mungkin bukan faktor yang penting kecuali pada kasus-

kasus perkembangan duktus mulleri yang abnormal, sehingga terjadi hemiuterus

dengan kornu uterina rudimenter dan tidak berhubungan. Risiko terjadinya

kehamilan ektopik dapat pula sedikit meningkat pada wanita dengan satu oviduk

6

Page 7: Ket Gianyar

kalau saja dia mengalami ovulasi dari ovarium sisi kontra lateralnya. Kelambatan

pengangkutan ovum yang telah dibuahi lewat saluran tuba atau oviduk akibat

migrasi eksternal akan meningkatkan sifat-sifat invasif blastokis sementara masih

berada di dalam oviduk. Peristiwa ini mungkin bukan faktor yang penting dalam

proses terjadinya kehamilan ektopik pada manusia.

2. Refluks menstrual pernah dikemukakan sebagai penyebab terjadinya kehamilan

ektopik. Kelambatan fertilisasi ovum dengan perdarahan menstruasi pada waktu

sebagaimana biasanya, secara teoritis dapat mencegah masuknya ovum ke dalam

uterus atau menyebabkan ovum tersebut berbalik ke dalam tuba. Bukti yang

mendukung fenomena ini tidak banyak.

3. Berubahnya motilitas tuba dapat terjadi mengikuti perubahan pada kadar

estrogen dan progesteron dalam serum. Perubahan jumlah dan afinitas reseptor

adrenergik dalam otot polos uterus serta tuba fallopi kemungkinan benar

menjadi penyebabnya. Segi praktisnya tampak pada peningkatan insiden

kehamilan ektopik yang dilaporkan setelah penggunaan preparat kontrasepsi oral

yang hanya mengandung progestin. Juga dilaporkan peningkatan insiden

kehamilan ektopik sebesar 4 hingga 13 persen di antara para wanita yang pernah

mendapatkan preparat dietilstilbestrol (DES) intrauteri. Kejadian ini mungkin

lebih disebabkan oleh berubahnya motilitas tuba daripada oleh abnormalitas

strukturnya.

4. Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang telah dibuahi.

Unsur-unsur ektopik endometrium dapat meningkatkan implantasi dalam tuba.

Meskipun para pengamat pernah melaporkan adanya fokus-fokus endometriosis

dalam tuba fallopi, namun hal ini merupakan keadaan yang jarang dijumpai.

 

2.4 Patofisiologi

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama dengan di

kavum uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada nidasi

yang kolumner, telur berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping.

Perkembangan telur selanjutnya dipengaruhi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya

telur mati secara dini dan dengan mudah dapat diresorbsi total. Pada nidasi

interkolumner, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi

tertutup, maka telur dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai

7

Page 8: Ket Gianyar

desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak

sempurna, dengan mudah villi korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam

lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan

janin selanjutnya bergantung pada beberapa faktor seperti tempat implantasi dan

tebalnya dinding tuba.1

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena

tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh

secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan terganggu pada umur

kehamilan antara 6-10 minggu.1,3

Gb.4 Kehamilan Ektopik Tuba

Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada

kehamilan muda. Sebaliknya ruptur pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan yang

lebih lanjut. Faktor utama yang menyebabkan ruptur adalah penembusan villi korialis ke

dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritonem. Ruptur dapat terjadi secara spontan

namun dapat pula karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan vaginal.1 Akibat

dari ruptur ini akan terjadi perdarahan dalam rongga perut, kadang-kadang sedikit

namun dapat pula banyak sampai menimbulkan syok dan kematian. 3,4,5

Bila pseudokapsularis ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen

tuba.3,4,5 Abortus ke dalam lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamilan pars

ampullaris. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan dalam

lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba abdominale. Pada

pelepasan hasil konsepsi yang tidak sempurna pada abortus, perdarahan akan terus

berlangsung, dari sedikit-sedikit oleh darah sehingga berubah menjadi mola kruenta.

Perdarahan yang berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiru-biruan

(hematosalping), dan selanjutnya darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba.

8

Page 9: Ket Gianyar

Darah ini akan berkumpul di kavum Douglas dan akan membentuk hematokel

retrouterina.1

Gb.5 Ruptur Tuba pada Kehamilan Ektopik

2.5 Patologi Anatomi

Dibawah pengaruh hormon estrogen daan progesteron dari corpus luteum graviditatis

dan tropoblas uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula

menjadi desidua. Dapat ditemukan perubahan-perubahan pada endometrium yang

disebut Fenomena Arias-Stella. Sel epitel membesar dengan intinya hipertropik,

hiperkromatik, lobuler, dan berbentuk tidak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-

lubang atau berbusa, dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Perubahan tersebut hanya

ditemukan pada sebagian kehamilan ektopik.

Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi dan kemudian

dikeluarkan berkeping-keping, tetapi kadang-kadang dilepaskan secara utuh. Perdarahan

yang dijumpai pada KET berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua

yang degeneratif.1

2.6 Gambaran Klinis

Kehamilan ektopik terganggu yang khas ditandai dengan trias klasik yaitu amenore,

nyeri perut mendadak serta perdarahan pervaginam.1,10 Meskipun demikian, gejala dan

tanda kehamilan ektopik sangat tergantung pada lamanya kehamilan ektopik terganggu,

abortus atau ruptur tuba, tuanya kehamilan, derajat pendarahan yang terjadi dan keadaan

umum penderita sebelum hamil. Hal ini menyebabkan gambaran klinis kehamilan

9

Page 10: Ket Gianyar

ektopik sangat bervariasi, dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut

sampai terdapatnya gejala yang tidak jelas sehingga sukar membuat diagnosisnya.4,5,6

Adapun gejala dan tanda dari kehamilan ektopik terganggu yang sering dijumpai

ialah sebagai berikut 1,4,6,8:

1. Nyeri perut bagian bawah

Merupakan keluhan utama pada kehamilan ektopik terganggu, yang terjadi pada 90 –

100 % penderita. Pada ruptur tuba, nyeri perut bagian bawah terjadi secara tiba-tiba dan

intensitasnya disertai dengan perdarahan yang menyebabkan penderita pingsan dan

masuk dalam keadaaan syok. Biasanya pada abortus tuba, nyeri tidak seberapa hebat dan

tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah

masuk ke dalam rongga perut, rasa nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut

bawah. Darah dalam rongga perut dapat merangsang diafragma, sehingga menyebabkan

nyeri bahu dan bila membentuk hematokel retrouterina dapat ,menyebabkan nyeri saat

defekasi.

2. Perdarahan pervaginam

Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya tidak

ditemukan; namun bila dukungan endokrin dari endometrium sudah tidak memadai lagi,

mukosa uterus akan mengalami perdarahan. Hal ini menunjukkan sudah terjadi kematian

janin dan berasal dari kavum uteri karena pelepasan desidua. Perdarahan yang berasal

dari uterus biasanya tidak banyak dan berwarna coklat tua. Frekuensi perdarahan

ditemukan dari 51 hingga 93 %. Perdarahan berarti gangguan pembentukan human

chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat dikeluarkan seluruhnya.

3. Amenore

Tidak adanya riwayat haid yang terlambat bukan berarti kemungkinan kehamilan tuba

dapat disingkirkan. Lamanya amenore tergantung pada kehidupan janin, sehingga dapat

bervariasi. Sebagian penderita tidak mengalami amenore karena kematian janin sebelum

haid berikutnya. Hal ini menyebabkan frekuensi amenore yang dikemukakan berbagai

penulis berkisar dari 23 hingga 97 %. Riwayat amenore tidak ditemukan pada

seperempat kasus atau lebih. Salah satu sebabnya adalah karena pasien menganggap

perdarahan pervaginam yang lazim terjadi pada kehamilan tuba sebagai periode haid

yang normal, dan dengan demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.

Sumber kesalahan diagnostik yang penting ini dapat diatasi pada banyak kasus bila

riwayat haid ditanyakan dengan teliti. Sifat haid terakhir harus ditanyakan secara terinci

10

Page 11: Ket Gianyar

berkenaan dengan waktu mulainya, lamanya serta banyaknya haid dan dianjurkan pula

untuk menanyakan apakah pasien merasa bahwa haidnya abnormal.

4. Syok karena hipovolemik

Pada ruptur tuba, dengan perdarahan banyak, dapat terjadi syok yang ditandai dengan

tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan lemah ( > 110 kali

permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas cepat (> 30 kali permenit),

cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.

5.Pembesaran uterus

Pada kehamilan ektopik terganggu, uterus juga membesar karena pengaruh hormon-

hormon kehamilan, terutama selama 3 bulan pertama, tetapi pada umumnya sedikit lebih

kecil bila dibandingkan dengan besar uterus pada kehamilan intrauterin pada usia

kehamilan yang sama. Konsistensinya juga serupa selama janin masih dalam keadaan

hidup. Uterus pada kehamilan ektopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh massa

ektopik tersebut.

6. Tumor dalam rongga panggul (massa pelvis)

Pada sekitar 20% pasien ditemukan massa lunak kenyal pada rongga panggul Timbulnya

massa pelvis disebabkan kumpulan darah di tuba dan sekitarnya. Keluhan nyeri dan

nyeri tekan kerapkali mendahului gejala massa yang ditemukan dengan palpasi.

7. Gangguan kencing

Kadang-kadang terdapat gejala beser kencing karena perangsangan peritoneum oleh

darah di dalam rongga perut.

8. Suhu tubuh

Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh bisa tetap normal atau bahkan menurun.

Suhu yang sampai 38 0C dan mungkin berhubungan dengan hemoperitonium dapat

terjadi; namun suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa adanya

infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk membedakan antara

kehamilan tuba yang mengalami ruptur dengan salpingitis akut; pada salpingitis akut,

suhu tubuh umumnya di atas 38 0C.

9. Pada pemeriksaan dalam

Nyeri goyang porsio, menonjol dan nyeri pada perabaan dengan jari, dijumpai pada lebih

dari tiga perempat kasus kehamilan tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur,

tetapi kadang-kadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadi.

11

Page 12: Ket Gianyar

10. Hematokel pelvis

Pada banyak kasus ruptur kehamilan tuba, terdapat kerusakan dinding tuba yang terjadi

bertahap, diikuti oleh perembesan darah secara perlahan-lahan ke dalam lumen tuba,

kavum peritoneum atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan bahkan

keluhan yang ringan dapat mereda. Namun darah yang terus merembes akan berkumpul

dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya perlengketan, dan akhirnya

membentuk hematokel pelvis. Pada sebagian kasus, hematokel pelvis akhirnya akan

terserap dan pasien dapat sembuh tanpa pembedahan. Pada sebagian lainnya, hematokel

dapat ruptur ke dalam kavum peritonei atau mengalami infeksi dan membentuk abses.

Kendati demikian, peristiwa yang paling sering terjadi adalah rasa tidak enak terus

menerus akibat adanya hematokel, dan akhirnya pasien akan memeriksakan diri ke

dokter beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan setelah ruptur yang asli terjadi.

Kasus-kasus semacam ini merupakan kasus yang tidak khas.4,5,6

Gejala KET sangat bervariasi, dari yang klasik dengan gejala perdarahan

mendadak dalam rongga perut dan ditandai adanya gejala akut abdomen sampai gejala-

gejala yang samar-samar sehingga sukar membuat diagnosa.4,5,6

a. Gambaran gangguan mendadak

Peristiwa ini jarang ditemukan. Biasanya setelah mengalami amenorea tiba-tiba

penderita akan merasa nyeri yang hebat di daerah perut bagian bawah dan sering

muntah-muntah. Nyeri yang hebat dapat membuat penderita pingsan, yang tak lama

kemudian akan masuk ke dalam keadaan syok akibat perdarahan. Selain itu juga

ditemukan seluruh perut agak membesar, nyeri tekan dan tanda-tanda cairan

intraperitoneal. Pada pemeriksaan vaginal ditemukan forniks posterior menonjol dan

nyeri goyang saat portio digerakkan, kadang-kadang uterus teraba sedikit membesar

disertai adanya suatu adneksa tumor di sebelahnya.

b. Gambaran gangguan tidak mendadak

Gambaran ini lebih sering ditemukan dan biasanya berhubungan dengan abortus tuba

atau yang terjadi perlahan-lahan. Setelah terlambat haid beberapa minggu, penderita

mengeluh rasa nyeri yang tidak terus menerus di perut bagian bawah. Tetapi dengan

adanya darah di dalam rongga peritoneal, rasa nyeri itu akan menetap. Tanda-tanda

anemia menjadi nyata. Mula-mula perut lembek, tetapi lama-lama dapat menggembung

karena terjadi ileus paralitik. Terdapat tumor di sebelah uterus (hematosalping) yang

kadang-kadang bersatu dengan hematokel retrouterina sehingga kavum Douglas sangat

12

Page 13: Ket Gianyar

menonjol dan nyeri raba, pergerakan serviks juga menyebabkan rasa nyeri. Penderita

juga mengeluh rasa penuh di daerah rektum dan merasa tenesmus, setelah seminggu

merasa nyeri biasanya terjadi perdarahan dari uterus dengan kadang-kadang disertai oleh

pengeluaran jaringan desidua.

c. Gambaran gangguan atipik

Kesulitan diagnosis biasanya terjadi pada kehamilan ektopik terganggu jenis atipik atau

menahun. Keterlambatan haid tidak jelas, tanda dan gejala kehamilan muda tidak jelas,

demikian pula nyeri perut tidak nyata dan sering penderita tampak tidak terlalu pucat.

Hal ini dapat terjadi apabila perdarahan berlangsung lambat. Dalam keadaan demikian,

alat bantu diagnosis amat diperlukan untuk memastikan diagnosis. 

2.7 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dikerjakan untuk menegakkan diagnosis kehamilan

ektopik ialah sebagai berikut:

1. Pemeriksaan laboratorium

a. Pemeriksaan Hb dan jumlah sel darah merah

Dapat diduga bahwa kadar hemoglobin turun pada kehamilan tuba yang

terganggu, karena perdarahan yang banyak ke dalam rongga perut, tapi turunnya

Hb disebabkan karena darah diencerkan oleh air dan jaringan untuk

mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Jadi

mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama, kadar Hb belum seberapa

turunnya, maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar

Hb pada pemeriksaan kadar Hb yang berturut-turut. Pada kasus jenis tidak

mendadak, biasanya ditemukan anemia tetapi harus diingat bahwa penurunan Hb

baru terlihat setelah 24 jam 4,5,6.

b. Perhitungan leukosit

Perdarahan juga menimbulkan naiknya leukosit, sedangkan pada perdarahan

sedikit demi sedikit, leukosit normal atau sedikit meningkat. Ini berguna dalam

menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-

tanda perdarahan dalam rongga perut. Untuk membedakan kehamilan ektopik

dan infeksi pelvik dapat diperhatikan jumlah leukosit, jika > 20.000 biasanya

menunjukkan adanya infeksi pelvik 4,5,6.

c. Tes kehamilan

13

Page 14: Ket Gianyar

Jaringan tropoblas pada kehamilan ektopik menghasilkan hCG dalam kadar yang

lebih rendah daripada kehamilan intrauterin normal, oleh sebab itu dibutuhkan

tes yang mempunyai tingkat sensitivitas yang lebih tinggi 2. Akan tetapi tes

negatif tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik terganggu karena

kematian hasil konsepsi dan degenerasi tropoblas menyebabkan hasil tes negatif.

Permasalahan yang timbul kemudian adalah bagaimana mendeteksi penanda

kehamilan ini dengan cara klinik yang terefektif.4,8

Tes kehamilan melalui urin merupakan slide test inhibisi aglutinasi lateks yang

paling sering dikerjakan, karena memiliki kepekaan terhadap korionik

gonadotropin yang berkisar dari 500 hingga 800 mIU per mL. Kemudahan

penggunaannya dan kecepatannya diimbangi dengan persentase kemungkinan

hasil positif yang besarnya hanya sekitar 50 hingga 60 persen pada wanita

dengan kehamilan ektopik. 4,8

2. Ultrasonografi (USG)

USG yang digunakan meliputi USG transabdominal dan USG transvaginal. Pada

USG transabdominal biasanya ditemukan kavum uteri yang tidak berisi kantong

gestasi, gambaran cairan bebas serta massa abnormal di daerah pelvis. Sedangkan

pada USG transvaginal digunakan setelah satu minggu telat haid yang dikombinasi

dengan pemeriksaan kadar ß-hCG serum.4,8 Sebuah kantung gestasi merupakan tanda

pada USG, yang berlokasi pada permukaan endometrial dan tampak dengan USG

transvaginal 30-35 hari setelah menstruasi terakhir. Terlihat daerah sonolusen di

tengah yang dikelilingi dengan lapisan ekogenik tebal, yang dibentuk oleh reaksi

desidual di sekeliling kantong korionik. Yolk sac sebagai struktur yang pertama kali

terlihat dalam kantong gestasi, tampak pada 5 minggu setelah menstruasi terakhir.

Gerakan jantung janin pertama kali terlihat saat umur kehamilan 5-6 minggu.

Kegagalan untuk dapat melihat kantong gestasi sampai 24 hari atau lebih setelah

konsepsi (38 hari atau lebih) biasanya menunjukkan adanya kehamilan ektopik.6,8

USG Doppler memiliki sensitivitas yang lebih baik dan secara tehnik lebih cepat.

Meskipun USG tradisional dapat menunjukkan massa adneksa, Doppler dapat

menunjukkan bahwa massa tersebut adalah massa ektopik dengan menunjukkan

adanya aktivitas vaskular abnormal pada massa tersebut dan juga gambaran vaskular

uterin yang tenang. Perbedaan USG Doppler dan USG standar ini sangat berarti pada

14

Page 15: Ket Gianyar

awal kehamilan, dan hal ini dapat mengarah kepada pengobatan medisinalis seawal

mungkin.6,8

3. Kombinasi USG dengan pengukuran serum ß-hCG

Bila pada USG transvaginal ditemukan uterus yang kosong, dan kadar ß-hCG serum

>1500 mIU/ml atau lebih, maka diagnosis kehamilan ektopik dapat dipastikan

dengan tingkat akurasi hampir 100 %.4 Kadar dkk (1981) mengemukakan empat

kemungkinan klinik berdasarkan nilai kuantitatif ß-hCG: 4

Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kantong kehamilan terlihat di dalam

uterus lewat pemeriksaan USG abdomen, maka diagnosis kehamilan normal pada

dasarnya bisa dipastikan.

1. Kalau nilai ß-hCG di atas 6000 mIU per ml dan kavum uteri tampak kosong,

maka kemungkinan adanya kehamilan ektopik sangat besar. Keadaan ini jarang

dijumpai dalam praktek klinik sebenarnya.

2. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan cincin kehamilan intrauteri

jelas terlihat, maka abortus spontan mungkin tengah terjadi atau segera akan

terjadi. Kehamilan ektopik masih menjadi suatu kemungkinan karena derajat

ultrasonik yang ada. Diagnosis keliru mengenai kantong kehamilan dalam uterus

dapat saja dibuat kalau ada bekuan darah atau silinder desidua.

3. Kalau nilai ß-hCG di bawah 6000 mIU per ml dan terlihat uterus yang kosong,

tidak ada diagnosis pasti yang dapat ditegakkan. Kegagalan untuk melihat

kantong kehamilan di dalam uterus sering terjadi pada pemeriksaan USG

abdomen yang dikerjakan sebelum usia kehamilan 5 minggu. Sayangnya usia

kehamilan yang tepat acapkali tidak diketahui pada wanita dengan suspek

kehamilan ektopik. Pada kasus-kasus ini, wanita tersebut dapat mengalami

abortus atau bisa mempertahankan kehamilannya dan kemudian terbentuk

kantong kehamilan, atau dapat pula memperlihatkan bukti yang menunjukkan

adanya kehamilan ektopik.

4. Kuldosintesis

Adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavun Douglas ada

darah atau cairan lain. Namun prosedur ini tidak rutin dikerjakan, dilakukan dengan

menusukkan jarum dengan lumen yang agak besar (ukuran 16 atau 18) lewat forniks

posterior vagina ke dalam kavum Douglas, di garis tengah di belakang serviks uteri,

15

Page 16: Ket Gianyar

sebelumnya serviks ditarik ke atas dan keluar. Lalu dilakukan aspirasi cairan yang

ada di dalamnya. 4,6,8.

Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita

dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas

kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan

darah dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis

hemoperitonium dan tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya

kehamilan ektopik dengan atau tanpa ruptur.4

4. Kadar progesteron

Kadar progesteron tunggal mempunyai spektrum luas yang dapat memberikan hasil

yang tumpang tindih antara kehamilan normal dan kehamilan ektopik. Ukuran ini

hanya dipakai sebagai tambahan terhadap pemeriksaan kadar HCG dan USG.

Konsentrasi serum progesteron biasanya rendah pada kehamilan ektopik. Nilai 25

ng/mL atau lebih, 98% merupakan kehamilan normal intrauteri, bila nilainya kurang

dari 5 ng/mL menunjukkan kehamilan yang non viabel, dengan tidak memandang

lokasi. Nilai serum progesteron membantu untuk mengambil keputusan tentang

kemungkinan viabilitas kehamilan intrauterine yang memerlukan tindakan kuretase.

Pada sebagian besar kasus, keputusan ini dapat dengan mudah dibuat dengan

kombinasi adanya gambaran klinis, titer HCG dan USG. Sebagian besar pasien

mempunyai kadar progesteron antara 10-20 ng/mL, sehingga penggunaannya dalam

klinis sangat terbatas. Nilai 25 ng/mL merupakan indikator adanya kehamilan

intrauteri normal pada wanita dengan ovulasi dan kehamilan spontan. Nilai untuk

wanita yang mendapat induksi ovulasi mungkin lebih tinggi, dan pada kasus-kasus

ini, penggunaan nilai progesteron lebih sempit lagi.6

6. Kuretase uterus

Manfaat kuretase uterus adalah untuk menentukan ada atau tidaknya vili yang

menandakan adanya kehamilan intrauterin yang non viabel. Pada sebagian besar

kasus, kuretase sangat menolong jika serum progesteron kurang dari 5 ng/mL dan

titer HCG yang tidak meningkat dan kurang dari 1000 IU/L. Kuretase dan

pemeriksaan hasilnya dapat digunakan untuk mencegah laparoskopi yang tidak perlu

pada pasien yang mengalami keguguran. Dengan melarutkan hasil kuretase pada

larutan salin, biasanya menunjukkan adanya vili, tetapi tidak selalu. Hasil kuretase

dalam larutan salin dapat mengalami kesalahan sebesar 6,6 % dari pasien yang

16

Page 17: Ket Gianyar

mengalami kehamilan ektopik dan kesalahan sebesar 11,3 % pada pasien dengan

kehamilan intrauterine. Karena ketidakakuratan ini, pemeriksaan patologi dan

pemantauan titer HCG sangat diperlukan untuk konfirmasi.4,6,8

7. Laparoskopi

Tehnik pemeriksaan ini memberikan sarana untuk mendiagnosis penyakit pada organ

pelvis, termasuk kehamilan ektopik. Sistem optis dan elektronik yang

disempurnakan telah mengatasi sebagian besar keberatan yang timbul dalam upaya

untuk menggunakan sonde transabdominal intraperitoneal yang dilengkapi dengan

cahaya untuk melihat organ-organ dalam panggul. Meskipun demikian, laparoskopi

yang aman dan berhasil memerlukan peralatan yang sempurna, operator yang

berpengalaman, ruang operasi dan biasanya tindakan anestesi seperti pada

pembedahan. Inspeksi lengkap rongga panggul mungkin tidak dapat dilakukan bila

terdapat inflamasi pelvik atau perdarahan yang baru atau sudah lama terjadi.

Kadang-kadang, pengenalan kehamilan tuba dini tanpa terjadinya ruptur sulit

dilakukan dengan laparoskopi, meskipun tuba bisa dilihat seluruhnya.4,8

Laparoskopi merupakan diagnosis definitif pada kebanyakan kasus. Selain itu

laparoskopi operatif juga digunakan sebagai jalan untuk memindahkan massa

ektopik dan sekaligus sebagai saluran untuk menyuntikkan kemoterapi 4.

8. Laparotomi

Jika masih terdapat keraguan, laparotomi harus dilakukan, karena kematian akibat

kelambatan atau ketidakmampuan dalam mengambil keputusan jauh lebih tragis

daripada pembedahan yang tidak diperlukan. Angka kematian yang berkaitan dengan

pembedahan yang terbatas pada insisi suprapubik yang dilakukan secara hati-hati

dan diperbaiki kembali, adalah sangat kecil. Di samping itu, diagnosis sering

dipermudah dengan inspeksi langsung dan palpasi organ pelvis yang dimungkinkan

lewat laparotomi. Hal yang mengesankan adalah bahwa laparotomi jangan ditunda

meskipun dilakukan laparoskopi pada wanita dengan kelainan serius dalam panggul

atau abdomen yang memerlukan tindakan pasti dan segera.4,8 Laparotomi

dikerjakan bila penderita secara hemodinamik tidak stabil, dan membutuhkan terapi

definitif secepatnya 4. 

17

Page 18: Ket Gianyar

2.8 Diagnosis

Diagnosis KET ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta

pemeriksaan penunjang1-9

1. Anamnesis

Pada anamnesis biasanya didapatkan trias KET klasik yaitu: amenorea, nyeri

perut yang biasanya bersifat unilateral serta perdarahan pervaginam. Gejala tak

spesifik lainnya seperti perasaan enek, muntah dan rasa tegang pada payudara

serta kadang-kadang gangguan defekasi.

2. Pemeriksaan fisik

a. Tanda-tanda syok : tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg), nadi cepat dan

lemah (> 110 kali permenit), pucat, berkeringat dingin, kulit yang lembab, nafas

cepat (> 30 kali permenit), cemas, kesadaran berkurang atau tidak sadar.

b. Gejala akut abdomen : perut tegang pada bagian bawah, nyeri tekan, nyeri ketok

dan nyeri lepas dari dinding perut.

c. Pemeriksaan ginekologi: biasanya didapatkan servik teraba lunak, nyeri tekan

dan nyeri goyang, korpus uteri normal atau sedikit membesar, kadang-kadang

sulit diketahui karena nyeri abdomen yang hebat, kavum Douglas menonjol oleh

karena terisi darah.

3. Pemeriksaan penunjang

a.Pemeriksaan laboratorium

Kadar Hb, jumlah sel darah merah dan leukosit, tes kehamilan

b. USG

c.Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG

d. Kuldosintesis

e.Kadar progesteron

f. Kuretase uterus

g. Laparoskopi

h. Laparotomi

2.9 Diagnosis Banding

Diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu ialah infeksi pelvis, abortus iminens,

kista folikel, korpus luteum yang pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai, serta

apendisitis. Penyakit-penyakit ini dapat memberikan gambaran klinis yang hampir sama

18

Page 19: Ket Gianyar

dengan KET. Perbedaan dari masing-masing penyakit tersebut adalah sebagai

berikut:4,5,6,7,8,10

1. Infeksi pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvis biasanya timbul waktu haid dan jarang

setelah amenore. Gejala tersebut berupa nyeri perut bawah dan tahanan yang

dapat diraba pada pemeriksaan vagina, yang pada umumnya bilateral. Pada

pemeriksaan fisik didapatkan perbedaan suhu rektal dan aksila melebihi 0,5 0C,

sedangkan pada pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis yang lebih

tinggi daripada KET serta tes kehamilan negatif. 

2. Abortus iminens atau insipiens

Pada abortus iminens maupun insipiens, perdarahan umumnya lebih banyak dan

lebih merah sesudah amenore. Rasa nyeri yang muncul berlokasi di daerah

median. Sedangkan pada pemeriksaan fisik tidak dapat diraba tahanan di

samping atau di belakang uterus serta gerakan servik uteri tidak menimbulkan

nyeri.

3. Ruptur korpus luteum

Terjadi pada pertengahan siklus haid dan biasanya tanpa disertai perdarahan

pervaginam, serta tes kehamilan (-).

4. Torsi kista ovarium dan apendisitis

Umumnya tidak ada gejala dan tanda kehamilan muda, amenore dan perdarahan

pervaginam. Torsi kista ovarii biasanya lebih besar dan lebih bulat daripada

kehamilan ektopik. Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada

gerakan serviks kurang nyata, serta lokasi nyeri perutnya di titik McBurney. 

2.10 Penatalaksanaan

Prinsip umum penatalaksanaan kehamilan ektopik terganggu ialah 1,2,4,5,6,8:

1. Segera dibawa ke rumah sakit

2. Transfusi darah dan pemberian cairan untuk mengoreksi anemia dan

hipovolemia.

3. Operasi segera dilakukan setelah diagnosis ditegakkan. Jenis operasi yang

dikerjakan antara lain berupa salpingektomi yang dilakukan pada kehamilan tuba

dan oovorektomi atau salpingoovorektomi pada kehamilan di kornu. Pada

kehamilan di kornu jika pasien berumur >35 tahun sebaiknya dilakukan

19

Page 20: Ket Gianyar

histerektomi, bila masih muda sebaiknya dilakukan fundektomi. Pada kehamilan

abdominal, bila kantong gestasi dan plasenta mudah diangkat sebaiknya diangkat

saja tetapi bila besar dan susah diangkat maka anak dilahirkan dan tali pusat

dipotong dekat plasenta, plasenta ditinggalkan dan dinding perut ditutup.

Penanganan terhadap kehamilan tuba paling sering berupa salpingektomi untuk

mengangkat tuba fallopi yang koyak dan mengalami perdarahan, dengan atau tanpa

ooforektomi ipsilateral. Tujuan penanganan tersebut harus dan tetap terletak dalam

upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu. Akhir-akhir ini, penanganan terhadap

kehamilan ektopik telah berubah dari salpingektomi menjadi prosedur untuk

mempertahankan fungsi tuba. Pembedahan yang dahulunya lebih radikal akan

dijelaskan pertama dan kemudian diikuti dengan uraian mengenai teknik

pembedahan yang lebih baru untuk mempertahankan kelangsungan fungsi tuba

fallopi.4,6,8

1. Salpingektomi

Dalam pengangkatan tuba fallopi, dianjurkan untuk membuat eksisi berbentuk baji

yang tentu saja tidak lebih dari sepertiga luar pars interstisialis tuba (tindakan ini

dinamakan reseksi kornu), untuk memperkecil kemungkinan terjadinya kehamilan

dalam puntung tuba (jarang dijumpai) tanpa melemahkan miometrium di tempat

eksisi tersebut. Harus dihindari reseksi yang terlampau luas agar tidak mengenai

kavum uteri; kalau tidak, cacat yang ditimbulkan oleh reseksi akan menimbulkan

ruptura uteri pada kehamilan intrauteri berikutnya. Bahkan dengan reseksi kornu

sekalipun, kehamilan interstisial selanjutnya tidak dapat dicegah.

2. Ooforektomi ipsilateral

Pengangkatan ovarium di sebelahnya pada saat dilakukan salpingektomi pernah

dianjurkan sebagai prosedur yang mungkin dapat memperbaiki kesuburan penderita

maupun menurunkan kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik berikutnya.

Dengan demikian, ovulasi selalu akan terjadi dari ovarium yang paling dekat pada

tuba fallopi yang masih tertinggal. Keadaan ini mempermudah pengambilan ovum

oleh tuba dan menghindari kemungkinan terjadinya migrasi eksterna ovum serta

kehamilan ektopik yang bisa timbul akibat telur yang peripatetik tersebut.

3. Sterilisasi

Sebelum dilakukan pembedahan eksplorasi untuk kecurigaan kehamilan ektopik, ibu

harus ditanya dahulu apakah ia menginginkan kehamilan selanjutnya. Jika wanita

20

Page 21: Ket Gianyar

tersebut sudah tidak ingin mempunyai anak lagi dan kehamilan ektopik yang terjadi

merupakan akibat tindakan kontrasepsi yang gagal, keputusan yang diambil dokter

biasanya ke arah tindakan sterilisasi. Jika diputuskan demikian, dan keadaan pasien

baik, dokter dapat mempertimbangkan histerektomi. Kalau tidak, tubektomi

biasanya dapat dilakukan dengan cepat tanpa meningkatkan risiko. Sebaliknya,

semua organ ini perlu diselamatkan sedapat mungkin pada wanita yang masih ingin

hamil lagi, sekalipun risiko kehamilan ektopik yang akan dihadapinya pada

kehamilan berikutnya cukup besar.

4. Menyelamatkan tuba fallopi

Karena adanya kemungkinan yang besar untuk terjadi kemandulan setelah

kehamilan tuba yang ditangani dengan salpingektomi, cara lain untuk mengangkat

tuba harus dipertimbangkan. Penggunaan teknik diagnostik dan prosedur

pembedahan yang lebih mutakhir untuk mempertahankan tuba yang rusak akan

memberikan hasil akhir yang lebih baik lagi dalam kehamilan berikutnya. Beberapa

tindakan bedah rekonstruksi tuba dibicarakan dibawah ini:

a. Salpingostomi

Teknik ini digunakan untuk mengangkat kehamilan yang kecil dengan

panjang yang biasanya kurang dari 2 cm dan terletak dalam sepertiga distal

tuba fallopi. Suatu insisi linier sepanjang 2 cm atau kurang dilakukan pada

batas antimesenterik di dekat kehamilan ektopik. Implantasi ektopik ini

biasanya akan menonjol keluar dari lubang insisi sehingga dapat dikeluarkan

dengan hati-hati. Tempat perdarahan dikendalikan dengan elektrokauter atau

laser, dan luka insisi dibiarkan tanpa penjahitan sampai sembuh sendiri.

b. Salpingotomi

Suatu insisi longitudinal dilakukan pada batas antimesenterik tuba fallopi

langsung di daerah implantasi ektopik. Hasil konsepsi diangkat dengan

forseps atau diisap dengan hati-hati dan tuba yang terbuka lalu diirigasi

dengan larutan ringer laktat (jangan memakai larutan salin isotonik),

sehingga tempat perdarahan dapat dikenali dan dikendalikan seperti

dijelaskan di atas. Penutupan luka yang paling dianjurkan dilakukan dengan

jahitan satu lapis memakai benang vicryl 7-0 yang dipasang satu persatu.

c. Reseksi segmental dan anastomosis

21

Page 22: Ket Gianyar

Prosedur ini dianjurkan untuk kehamilan ektopik yang mengalami ruptur

dalam bagian isthmus tuba, mengingat salpingotomi atau salpingostomi

kemungkinan akan menimbulkan jaringan parut dan selanjutnya

penyempitan lumen tuba yang kecil ini. Setelah segmen tuba terlihat,

mesosalping di bawah tuba diinsisi, dan bagian isthmus tuba yang berisikan

implantasi ektopik tersebut direseksi. Mesosalping lalu dijahit dan dengan

demikian merapatkan kembali kedua puntung tuba. Segmen tuba tersebut

kemudian dianastomosiskan satu sama lain secara berlapis dengan benang

vicryl 7-0 yang dijahit satu per satu (jahitan terputus); penjahitan ini

sebaiknya dilakukan dengan pembesaran. Tiga jahitan dibuat pada tunika

muskularis dan tiga lagi pada tunika serosa yang dilakukan dengan hati-hati

agar tidak mengenai lumen tuba. Penjahitan lapisan serosa akan menambah

kekuatan pada lapisan pertama.

d. Evakuasi fimbria

Pada kehamilan tuba yang implantasinya di bagian distal diusahakan untuk

mengosongkan hasil konsepsi dengan cara ”mengurut” atau “mengisap”

implantasi ektopik tersebut dari dalam lumen tuba. Tindakan ini tidak

dianjurkan karena akan disertai dengan angka kehamilan ektopik rekuren

yang besarnya dua kali lipat bila dibandingkan dengan salpingotomi. Pada

tindakan ini juga terdapat angka pembedahan reeksplorasi yang tinggi untuk

mengatasi perdarahan rekuren akibat jaringan trofoblastik persisten.

2.11 Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu antara lain berupa

syok yang irreversibel, perlekatan dan obstruksi usus 1,4,5,6,8,10. Komplikasi yang lain

berupa jaringan trofoblastik persisten dan kehamilan ektopik persisten . Namun kedua

hal tersebut biasanya terjadi pada kehamilan ektopik yang belum pecah dan menjalani

terapi bedah konservatif (salpingostomi), sehingga diperlukan pemantauan yang ketat

pasca terapi.4,5,6,8

Risiko kehamilan ektopik persisten dengan pembedahan konservatif melalui

laparotomi sebesar 5 %. Laparoskopi salpingostomi dihubungkan dengan tingginya

angka jaringan tropoblas persisten; kira-kira 15 % pasien memerlukan pengobatan

lanjutan. Risiko jaringan trofoblastik persisten sangat bermakna dengan hematosalping

22

Page 23: Ket Gianyar

berdiameter lebih besar dari 6 cm, titer HCG lebih besar dari 20.000 IU/L dan

hemoperitonium lebih dari 2000 ml. Meskipun reoperasi merupakan pengobatan pilihan,

tetapi methotrexate lebih disukai. Pengobatan profilaksis dapat diberikan dengan

memberikan dosis multipel methotrexate (1 mg/kg) atau dosis tunggal methotrexate (15

mg/m2) dapat diberikan setelah diagnosis ditegakkan.4,6,8  

2.12 Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini

dan persediaan darah yang cukup. Pada umumnya, kelainan yang menyebabkan

kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami

kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.

Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0-4,6 %. Untuk wanita

dengan anak yang sudah cukup, sebaiknya pada operasi dilakukan salpingektomi

bilateralis.4,5,6,8

Setelah mengalami kehamilan ektopik, kemungkinan untuk mengandung dan

melahirkan anak sebesar 85% pada kehamilan berikutnya. Setelah 2 kali mengalami

kehamilan ektopik, risiko kehamilan ektopik berikutnya meningkat menjadi 10 kali lipat,

dan harus dipertimbangkan dalam memberikan IVF.6 

 

 

 

 

 

 

23

Page 24: Ket Gianyar

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : Made Budiani

Umur : 30 tahun

Suku/Bangsa : Indonesia

Agama : Hindu

Pendidikan : Tamat SD

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Status Perkawinan : Menikah

Alamat : Br Pande Beng

MRS : 10 Juni 2012 pukul 07.00 WITA

3.2 Anamnesis

Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan nyeri perut bagian bawah.

Pasien adalah pasien rujukan dari klinik swasta dengan diagnosis awal suspek KET.

Pasien datang dengan keluham utama nyeri perut bagian bawah dan flek-flek berwarna

kecoklatan sejak sehari sebelum MRS tanggal 9 Juni 2012 pukul 22.00 WITA. Pasien

ada riwayat telat haid dan menyangka dirinya hamil. Pasien mengatakan merasakan

mual namun tidak disertai muntah, rasa tegang pada payudara, badannya terasa lemas,

dan sakit kepala.

HPHT : 23 April 2012

Riwayat Menstruasi : Menarche : 13 tahun

Siklus haid : tidak teratur

Lama : 3-5 hari

Riwayat Perkawinan : 1x dengan umur perkawinan 10 tahun

Riwayat Persalinan : Anak I. ♀/ 2800 gram/ Pspt B /bidan/ 9 tahun

II. ♀/ 3000 gram/ Pspt B /bidan/ 6 tahun

III. ♂/ 2900 gram/ Pspt B /bidan/ 2 tahun

IV. Ini

24

Page 25: Ket Gianyar

Riwayat Kontrasepsi : Suntik 3 bulan selama 4 tahun, namun os mengatakan terlambat

suntik 2 bulan yang lalu.

Riwayat penyakit dahulu :

Hipertensi (-)

Penyakit ginjal disangkal

Diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Asma (-)

Riwayat penyakit Keluarga :

Hipertensi (-)

Penyakit ginjal disangkal

Diabetes mellitus (-)

Riwayat penyakit jantung (-)

Asma (-)

Riwayat alergi obat : -

3.3 Pemeriksaan Fisik

Status Present

Keadaan umum : Lemah

Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital : Tekanan darah 110/70 mmHg

Nadi 92x / menit

Nafas 20x / menit

Suhu 36,8 oC

Berat badan : 55 kg

Tinggi badan : 152 cm

Status Generalis

Mata : Anemis ( +/+ ), Ikterus ( -/- ), Reflek cahaya (+/+)

THT : Kesan tenang

25

Page 26: Ket Gianyar

Jantung : S1S2 tunggal, regular, murmur (-)

Paru : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen : ~ Status Ginekologi

Ekstremitas : Odem (-)/(-) pada kedua tungkai bawah

Akral hangat pada semua ekstremitas

Status Ginekologi

Pemeriksaan Luar :

Abdomen : Palpasi : Tinggi fundus uteri tidak teraba, distensi (-),

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Vagina : Inspekulo(v/v) : flx (+), fl (-), Pø (-), livide (+), nyeri (+), CUAF

b/c normal, APCD : massa -/-, nyeri +/-, CD : menonjol

: VT : Po: Flx (+), fl (-), P (-), nyeri goyang (+), CU: AF b/c N, AP: massa -/-, nyeri +/+, CD: menonjol

3.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Pemeriksaan 10/6/2012 Satuan

DARAH RUTIN

WBC 12,60 103/µL

RBC 2,30 106/µL

HGB 6,8 gr/dl

PLT 269 103/µL

HCT 21,9 %

BT 2’20”

CT 8’10”

URINE

PPT (+)

Ultrasonografi

Kandung kencing terisi cukup, gestasional sac diluar kandungan, dan cairan bebas (+)

Kuldosintesis

Darah pada kavum douglas (+)

26

Page 27: Ket Gianyar

3.5 Diagnosis

G4P3003, UK 6-7 minggu, KET

3.6 Penatalaksanaan

Pdx : Pemeriksaan Lab: DL, PPT

Tx : - MRS

- Bed rest

- Pasang infuse 2 line

- Pasang DC

- Cefotaxime i.v. 2 gr

- Laparotomi

Mx : Obs Vital sign dan keluhan

KIE : Pasien dan keluarga bahwa kehamilan terjadi diluar uterus

Durante Operasi :

- Os Diposisikan dalam posisi supine

- Asepsis / antisepsis

- Insisi midline infraumbilicus menembus kulit, fascia, otot, dan peritonium

- Stolsel (+), darah (+), identifikasi uterus dan lokasi ektopi.Klem perdarahan,

evaluasi fallopian tube kontralateral dari kedua ovari

- Ditemukan ruptur tuba pars intertisial dekstra

- Dilakukan Salfingektomi Dextra dan Cornual resection

- Dilakukan jahitan fenton 2 layer pada cornu uterus menembus endometrium

dan myometrium

- Evaluasi perdarahan

- Abdomen ditutup lapisan per lapisan

- Prosedur Selesai

- Total perdarahan : stoelcel: 500 cc, perdarahan: 1000 cc

3.7 Perjalanan penyakit

Follow up

Tgl S O A P

10/6/2012

(11.00)

Telah

dilakukan

Post cornual

resection dan

Pdx: PA

DL 6 jam post op

27

Page 28: Ket Gianyar

salpingektomi

dextra dan

cornual

resection

total

salphingektomi

dextra hari ke

0

Tx:

IUFD + analgesik

Cefotaxime 3x1gr

Puasa 6 jam post op

DC 24 jam

11/6/12

(06.00)

Nyeri perut

bagian bawah,

BAK (+) DC,

BAB (-),

makan/minum

(+)/(+)

mobilisasi (+)

St present

To= 90/60

mmHg

N= 90x/mnt

RR= 20x/mnt

Tax = 37,9°C

St general

Mata= an +/+, ikt -/-

THT= kesan

tenang

Thx= Cor SiS2

tgl, reg,

Murmur(-) Po

Ues +/+, Rh -/- ,

Luh-/-

St ginekologi

Abd : TFU ttb,

distensi(-),

BU(+)NU/U = Flx(+),

fl(-) pendarahan

aktif(-)

Post cornual

resection and

total

salphingektomi

dextra e.c

ruptur tuba

graviditas

dextra hari ke I

Tx:

Aff DC

Cefadroxil 2x500mg

SF 1x1

Asam Mefanamat

3x500mg

Mx:

Keluhan, VS

KIE

28

Page 29: Ket Gianyar

12/6/12

(06.00)

Nyeri perut

bagian

bawah(+)

berkurang,

mual(+),

muntah(-)

BAK (+) ,

BAB (-),

makan/minum

(+)/(+)

mobilisasi (+)

St present

To= 120/80

mmHg

N= 72x/mnt

RR= 18x/mnt

Tax = 36,2°C

St general

Mata= an +/+, ikt -/-

THT= kesan

tenang

Thx= Cor S1S2

tgl, reg,

Murmur(-) Po

Ues +/+, Rh -/- ,

Luh-/-

Abd = statis

St ginekologi

Abd= TFU ttb,

distensi(-),

BU(+)N

Post cornual

resection and

total

salphingektomi

dextra e.c

ruptur tuba

grauditas

dextra hari ke

II

Tx:

PRC s/d Hb 7/8 mg/dl

Cefadroxil 2x500mg

SF 1x1

Asam Mefanamat

3x500mg

Mx:

Keluhan, VS

KIE

13/6/12

(06.00)

Keluhan

subjektif (-),

BAK (+) ,

BAB (+),

makan/minum

(+)/(+)

mobilisasi (+)

St present

To= 110/70

mmHg

N= 80x/mnt

RR= 18x/mnt

Tax = 36,7°C

St general

Mata= an -/-, ikt -/-

THT= kesan

tenang

Post cornual

resection and

total

salphingektomi

dextra e.c

ruptur tuba

grauditas

dextra hari ke

III

Tx:

Aff Infuse

Cefadroxil 2x500mg

SF 1x1

Asam Mefanamat

3x500mg

Mx:

Keluhan, VS

KIE mobilisasi

BPL

29

Page 30: Ket Gianyar

Thx= Cor S1S2

tgl, reg,

Murmur(-) Po

Ues +/+, Rh -/- ,

Luh-/-

Abd = statis

St ginekologi

Abd= TFU ttb,

distensi(-),

BU(+)N

Perkembangan laboratorium.

Jenis pemeriksaan 10/6/2012

(07.52)

10/6/2012

(11.39)

11/6/2012

(05.58)

12/6/2012

(09.03)

Satuan

WBC 12,60 16,9 7,9 5,6 103/µL

RBC 2,30 2,03 2,48 2,72 106/µL

HGB 6,8 5,7 7,3 8,2 gr/dl

PLT 269 264 184 203 103/µL

HCT 21,9 18,8 23,6 25,2 %

BT 2’20”

CT 8’10”

30

Page 31: Ket Gianyar

BAB 4

PEMBAHASAN

Pasien 30 tahun,bangsa Indonesia, agama Hindu, datang ke RSU Gianyar dan

didiagnosis G4P3003, UK 6-7 minggu, KET.

Hal yang akan dibahas dalam kasus ini adalah :

1. Diagnosis

2. Diagnosis Banding

3. Penatalaksanaan

4. Komplikasi

5. Prognosis

4.1. DIAGNOSIS

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu (KET) dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Berikut adalah perbandingan antara teori

dan temuan-temuan klinis yang dijumpai pada pasien yang mendukung diagnosis KET

pada pasien.

No. Teori Pasien1. Anamnesis

1. Trias klasik KET- Amenorea- Nyeri perut- Perdarahan pervaginam

2. Tanda-tanda hamil muda- Mual-muntah- Rasa tegang pada payudara

Anamnesis- Riwayat telat haid (+) dengan HPHT

(23-4-2012).- Nyeri perut mendadak di seluruh perut

bawah yang berat dan terus menerus.- Flek-flek berwarna kecoklatan sejak

sehari sebelum MRS.- Pasien tidak meyadari dirinya hamil

dan tidak menngelukan adanya keluhan mual, muntah, rasa tegang di payudara.

- Pasien menyangka dirinya hamil, pasien mengatakan merasakan mual namun tidak disertai muntah, badannya terasa lemas, dan rasa tegang di payudara

2. Pemeriksaan Fisik1. Tanda-tanda syok:

- Tekanan darah menurun (sistolik < 90 mmHg)

- Nadi cepat dan lemah (> 110 kali permenit)

- Pucat, berkeringat dingin, kulit

Pemeriksaan Fisik- Tidak dijumpai tanda-tanda syok,

keadaan umum pasien masih relatif baik dengan tensi, nasi, dan respirasi masih dalam batas normal.

- Status Ginekologi:Abdomen: Fut ttb, distensi (+), BU

31

Page 32: Ket Gianyar

yang lembab- Nafas cepat (> 30 kali permenit)- Cemas, kesadaran berkurang atau

tidak sadar.2. Gejala akut abdomen

- Nyeri tekan- Defance musculare

3. Pemeriksaan ginekologi- Servik teraba lunak, - Nyeri goyang, - Korpus uteri normal atau sedikit

membesar, - Kavum Douglas menonjol oleh

karena terisi darah.

(+) N, nyeri (+)Defance musculare (+)

Tanda cairan bebas (+) Nyeri tekan (+)

Vagina :(Insp) : Flx (+), fl (-), P (-),

livide (+)(VT) : Po: Flx (+), fl (-), P (-),

nyeri goyang (+)CU: AF b/c > NAP: massa -/-, nyeri +/+CD: menonjol, nyeri +

3. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

- Hb menurun- Leukosit normal/meningkat- PPT (+)

2. USG - GS (-) intrauterin, (+) di

ekstrauterin- Tanda cairan bebas pada kavum

abdomen- Massa abnormal di daerah pelvis

3. Kombinasi USG dengan pemeriksaan kuantitatif ß-hCG - GS (-) intrauterin- Kadar ß-hCG serum 1500

mIU/ml atau lebih,4. Kuldosintesis

- Darah (+) di cavum Douglass5. Laparoskopi 6. Laparotomi

Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium

- HGb: 6,8 g/dL - WBC: 12,6 . 103/Ul- PPT (+)

2. USG : -3. Kuldosintesis : (+) ditemukan darah

pada aspirasi cavum douglas.4. Pemeriksaan lain tidak dilakukan.

Berdasarkan tabel diatas, pada kolom anamnesis dapat dilihat bahwa pasien memenuhi

semua kriteria anamnesis untuk KET. Dari HPHT didapatkan umur kehamilan pada saat

pemeriksaan adalah 6-7 minggu, dan hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan

bahwa sebagian besar kehamilan ektopik pada tuba akan terganggu pada umur

kehamilan antara 6 – 10 minggu.1,3 Hal ini terjadi karena tuba bukan tempat ideal untuk

pertumbuhan hasil konsepsi, dimana pada umur kehamilan 6 – 10 minggu vili korialis

dengan mudah dapat menembus endosalphing (karena pembentukan desidua tuba yang

tidak sempurna) dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan

32

Page 33: Ket Gianyar

pembuluh darah. Proses ini selanjutnya akan diikuti dengan terjadinya abortus tuba atau

ruptur dari tuba yang menyebabkan berakhirnya kehamilan.

Dari anamnesis juga didapatkan bahwa pasien mengalami nyeri perut yang

mendadak dan berat. Pada umumnya nyeri seperti ini terjadi pada ruptur tuba akibat

darah yang mengalir deras ke dalam kavum peritonei. Jika yang terjadi adalah abortus

tuba, nyeri yang timbul tidak seberapa hebat dan tidak terus menerus. Rasa nyeri mula-

mula terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke dalam rongga perut, rasa

nyeri menjalar ke bagian tengah atau ke seluruh perut bawah. Dari kondisi ini,

disimpulkan kemungkinan pasien mengalami ruptur tuba.

Flek-flek yang dialami oleh pasien merupakan tanda penting kedua pada

kehamilan ektopik. Flek-flek ini merupakan akibat dari perdarahan yang berasal dari

uterus. Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus biasanya

tidak ditemukan. Perdarahan uterus akan terjadi bila dukungan endokrin terhadap

endometrium sudah tidak memadai lagi, dan ini terjadi jika janin telah mati. Pada

keadaan telah terjadi kematian janin pembentukan hormon hCG akan terganggu dan

akan diikuti dengan terjadinya pelepasan desidua yang bermanifestasi dalam bentuk

perdarahan uterus.

Pasien tidak mengeluhkan adanya muntah, namun pasien mengeluh adanya rasa

mual. Mual-munta h pada awal kehamilan dipengaruhi oleh peningkatan kadar ß-hCG

serum. Akan tetapi masing-masing wanita hamil memilki respon yang berbeda-beda,

tidak semua wanita hamil akan mengalami mual muntah meskipun kadar ß-hCG

serumnya meningkat. Pada umumnya, makin tinggi peningkatan kadar ß-hCG, mual-

muntah yang terjadi akan semakin berat. Jaringan trofoblas, sebagai penghasil ß-hCG,

pada kehamilan ektopik menghasilkan ß-hCG yang lebih rendah daripada kehamilan

intrauterin normal, oleh sebab itulah kejadian mual muntah pada wanita dengan

kehamilan ektopik jarang atau terjadi lebih ringan dibandingkan wanita dengan

kehamilan normal. Hal ini sesuai dengan apa yang dialami oleh pasien.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien yang relatif baik yang

ditandai dengan tensi, nadi dan respirasi yang masih dalam batas normal. Hal ini

merupakan tanda bahwa perdarahan ke dalam rongga perut yang masif, komplikasi yang

paling sering terjadi pada pasien dengan KET, belum terjadi pada pasien. Atau bisa saja

telah terjadi perdarahan, namun karena pasien cepat datang ke RSUD, perdarahan yang

33

Page 34: Ket Gianyar

terjadi masih minimal. Untuk mencegah terjadinya perburukan kondisi pasien dan juga

untuk diagnostik, laparatomi cito merupakan terapi definitif yang tepat.

Pemeriksaan pada abdomen pasien, ditemukan fundus uteri yang masih tidak

teraba, hal ini sesuai dengan umur kehamilan pasien 6 minggu. Pada kehamilan ektopik,

uterus juga membesar karena pengaruh hormon-hormon kehamilan, terutama selama 3

bulan pertama, dimana tetap terjadi pertumbuhan uterus hingga mencapai ukuran yang

hampir mendekati ukuran uterus pada kehamilan intrauteri. Konsistensinya juga serupa

selama janin masih dalam keadaan hidup. Pada pemeriksaan juga didapatkan adanya

distensi, defance musculare, nyeri tekan, dan tanda cairan bebas dalam kavum abdomen.

Berdasarkan hasil ini dapat disimpulkan telah terjadi akumulasi cairan (dalam hal ini

darah) di dalam kavum abdomen yang kemungkinan berasal dari perdarahan akibat

ruptur tuba yang masuk ke dalam rongga peritoneum.

Pemeriksaan dalam pada vagina juga mendukung bahwa pasien memang dalam

keadaan hamil (porsio yang livide), ditunjang dengan pemeriksaan PPT yang positif.

Nyeri goyang pada porsio, nyeri pada adneksa dan parametrium, serta perabaan cavum

Douglass yang menonjol dan terasa nyeri , dijumpai pada lebih dari tiga perempat kasus

kehamilan ektopik tuba yang sudah atau sedang mengalami ruptur. Nyeri goyang pada

porsio mendukung adanya rangsangan (iritasi) oleh darah pada peritoneum. Tidak

terdapat massa pada adneksa parametrium. Hal ini bisa terjadi bila sudah terdapat ruptur

dari tuba, didukung lagi oleh adanya nyeri sekitar adneksa. Ditemukan kavum Doglas

dalam keadaan menonjol, menunjukan adanya pendesakan oleh cairan dalam rongga

pelvis, dimana cairan tersebut dapat berupa darah akibat ruptur tuba.

Dari pemeriksaan laboratorium, hasil pemeriksaan hemoglobin (Hb) saat pasien

baru datang diperoleh kadar Hb sebesar 6,8 g/dl. dari penurunan kadar Hb ini dapat

disimpulkan bahwa telah terjadi perdarahan dalam tubuh pasien. Karena terjadinya

penurunan Hb pada pasien ini juga didiagnose dengan anemia.

Pada pasien ini ditemukan hasil kuldosintesis positif dimana ditemukan adanya

darah pada aspirasi cavum douglas. Kuldosintesis Adalah suatu cara pemeriksaan untuk

mengetahui apakah dalam kavum Douglas ada darah atau cairan lain. Serviks ditarik ke

arah simfisis dengan tenakulum, kemudian sebuah jarum panjang ukuran 16 atau 18

dimasukkan lewat forniks posterior vagina ke dalam kavum Douglas dan kemudian

dilakukan aspirasi cairan yang ada di dalamnya. Jika darah yang diaspirasi kemudian

membeku, darah ini mungkin berasal dari pembuluh darah yang mengalami perforasi

34

Page 35: Ket Gianyar

bukan dari kehamilan ektopik yang mengalami perdarahan kecuali terjadi perdarahan

cepat dari tempat ruptur dan darah dapat diaspirasi dari kavum Douglas sebelum sempat

membeku. Kuldosintesis mungkin tidak memberikan hasil yang memuaskan pada wanita

dengan riwayat salpingitis dan peritonitis pelvik, mengingat kavum Douglas

kemungkinan sudah mengalami obliterasi. Jadi, kegagalan untuk mendapatkan darah

dari kavum Douglas tidak meniadakan kemungkinan diagnosis hemoperitonium dan

tentu saja bukan merupakan bukti yang menentang adanya kehamilan ektopik dengan

atau tanpa ruptur.4

Pemeriksaan penunjang lain tidak dilakukan karena mengingat kondisi akut

abdomen pasien yang cukup berat dan membutuhkan penanganan segera. Pertimbangan

lainnya adalah karena hasil pemeriksaan penunjang yang telah ada sudah cukup

mendukung diagnosa KET.

4.2. DIAGNOSIS BANDING

Pasien didiagnosis banding dengan abortus iminens oleh karena adanya nyeri perut

disertai dengan adanya riwayat keluar darah dari vagina serta hasil PPT (+). Diagnosis

abortus akhirnya disingkirkan oleh karena pada abortus biasanya darah yang keluar lebih

banyak, berwarna merah segar, dan tidak hanya berupa flek-flek. Ditemukan adanya

nyeri goyang porsio dan penonjolan kavum douglas menunjukkan tanda-tanda adanya

darah yang terkumpul pada rongga pelvis, dimana hal ini mendukung diagnosis ke arah

KET.

4.3. PENATALAKSANAAN

Setelah mendapat persetujuan dari keluarga dilakukan tindakan laparatomi untuk

menghentikan perdarahan yang terjadi yang diduga disebabkan oleh karena ruptur tuba.

Tindakan laparatomi yang dilakukan bersifat sebagai alat diagnostik sekaligus

terapeutik. Saat abdomen dibuka terdapat darah kurang lebih sebanyak 500 cc, hal ini

membuktikan adanya perdarahan yang terkumpul di rongga abdomen. Setelah ditelusuri

didapatkan ruptur tuba graviditas pars ampularis sinistra. Setelah tuba diklem, dilakukan

salfingektomi sinistra. Setelah mendapatkan perawatan selama 5 hari kondisi pasien

membaik dan pasien diijinkan untuk pulang.

35

Page 36: Ket Gianyar

4.4. KOMPLIKASI

Pada pasien ini belum di temukan komplikasi berupa syok yang ireversibel, atau

perlengketan dengan usus.

4.5. PROGNOSIS

Pasien sebelumnya menggunakan kontrasepsi KB suntik 3 bulan selama 4 tahun

yang hanya mengadung progesteron. Hal ini mungkin adalah salah satu faktor risiko

terjadinya KET pada pasien ini dimana Aktivitas mioelektrik bertanggung jawab

terhadap aktivitas dalam tuba fallopi. Aktivitas ini membantu pergerakan sperma dan

ovum agar saling bertemu dan membantu zigot menuju ke kavum uteri. Estrogen akan

meningkatkan aktivitas otot polos dan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. KB

suntik 3 bulan hanya mengandung progesterone jadi kemungkinan dapat meningkatkan

kemungkinan terjadinya KET.

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis

dini dan persediaan darah yang cukup. Pada pasien ini, pemulihan berlangsung dengan

baik. Mengenai kehamilan selanjutnya, pada umumnya, kelainan yang menyebabkan

kehamilan ektopik bersifat bilateral. Sebagian wanita menjadi steril setelah mengalami

kehamilan ektopik atau dapat mengalami kehamilan ektopik lagi pada tuba yang lain.

Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0 - 4,6 %.

Pada pasien telah dilakukan pemeriksaan terhadap tuba kanan, dan didapatkan

hasil tuba ini dalam keadaan normal, dan kemungkinan untuk hamil masih ada. Akan

tetapi berdasarkan literatur yang ada, hanya 60% wanita yang pernah mengalami

kehamilan ektopik terganggu dapat hamil lagi, pasien masih memiliki risiko untuk

mengalami kehamilan ektopik lagi di masa yang akan datang, sehingga prognosis pasien

adalah dubius ad malam.

36

Page 37: Ket Gianyar

BAB 5

RINGKASAN

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang

bersangkutan, berhubungan dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.

Keadaan gawat ini dapat terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan

ektopik terganggu adalah kehamilan dimana sel telur yang dibuahi berimplantasi dan

tumbuh di luar endometrium kavum uterus dan menimbulkan keadaan gawat. Angka

kejadiannya dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Sedangkan faktor-faktor

predisposisi yang bisa menyebabkan kehamilan ektopik ini antara lain gangguan

transportasi hasil konsepsi, kelainan hormonal dan penyebab yang masih

diperdebatkan.1,2,4

Untuk menegakkan diagnosis kehamilan ektopik terganggu selain berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan ginekologis kita juga perlu membedakannya

dengan keadaan patologi lainnya yang memberikan gambaran yang hampir sama seperti

infeksi pelvis, abortus iminens atau insipiens, kista folikel dan korpus luteum yang

pecah, kista ovarium dengan putaran tangkai dan apendisitis.1,6,8

Kalau diagnosis sudah ditegakkan maka harus dioperasi. Operasi dilakukan

sesuai dengan lokasi dari kehamilan ektopik terganggu. Komplikasi yang dapat

ditimbulkan oleh kehamilan ektopik terganggu adalah terjadi syok irreversibel,

perlekatan dan obstruksi usus. Untuk wanita dengan anak cukup sebaiknya pada operasi

dilakukan salpingektomi bilateral untuk mencegah kehamilan ektopik berulang.2,4,6

 

 

 

37

Page 38: Ket Gianyar

DAFTAR PUSTAKA

1. Prawirohardjo S , Wiknjosastro H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Kebidanan;

Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 1999; 323-34

2. Wiknjosastro,H. Kehamilan Ektopik. Dalam Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta;

Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo, 2000; 198-204

3. Delfi L. Kehamilan Ektopik. Sinopsis Obstetri; jakarta; Penerbit Buku

Kedokteran EGC, 1998; 226-37

4. Cunningham FG, gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, haulth JC, Wenstrom KD.

Ectopic Pregnancy. In: William Obstetrics, 21thed; USA; Mc graw hill; 2001;

pp 883-910

5. Lipscomb GH. Ectopic Pregnancy. Obstetric and Gynecology Principles for

Practice.In: Ling FW,Duff P editor. International edition;USA. Mc Graw Hill;

2001;pp 54-56

6. Speroff L, Glass RH, Kase NG. Ectopic Pregnancy In Clinical Gynecologic

Endocrinology and Infertility, 6thed.Philadelphia.Lippincot William & Wilkins,

1999,pp 1149-1164

7. Chapin DS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Friedman EA, Acker DB, Scachs BP.

Seri Diagnosis dan Penatalaksanaan Obstetri. Jakarta; Binarupa Aksara; 2000.

Hal 54-56.

8. Berek JS. Ectopic Gestasion. In Novak’s Gynecology. 13thed.Philadelphia

Lippincot Williams & Wilkins, 2002, pp510-534

9. Nn. Ectopic Pregnancy Trust. Available from :

http://catalog.nucleusinc.com/generateexhibit.php?ID=9336 Accessed : Sept

11th 2005.

10. Pearson J, Rooyen JV. Ectopic Pregnancy. In: Bandowski BJ, Hearne AE,

Lambrou BJC, For HE, Wallase EE editor. The Jhons Hopkins Manual Of

Gynecology and Obstetric; 2nded. Philadelphia. Lippincott William & Wilkins;

2002;pp 305-13.

11. Ling, F.W, Duff, P. Obstetric and Gynaecology, Principles for Practice.

McGraw-Hill Co. New York. 2001. Hal : 1134-1147.

38