kep.keluarga epilepsi
DESCRIPTION
jhshtwtwrrsfgsgahjaskdhdhTRANSCRIPT
LAPORA PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA
PADA PASIEN EPILEPSI
I. KONSEP DASAR PENYAKIT
A. Pengertian
Epilepsi adalah kejang yang menyerang seseorang yang tampak sehat
atau sebagai suatu ekserbasi dalam kondisi sakit kronis sebagai akibat oleh
disfungsi otak sesaat dimanisfestasikan sebagai fenomena motorik, sensorik,
otonomik, atau psikis yang abnormal. Epilepsi merupakan akibat dari
gangguan otak kronis dengan serangan kejang spontan yang berulang
(Satyanegara, 2010).
Epilepsy adalah gejala kompleks dari gangguan fungsi otak berat yang
dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Sehingga epilepsi bukan penyakit
tetapi suatu gejala (Brunner & Sudarth)
Epilepsi dapat diklasifikasikan sebagai idiopatik atau simtomatik
(Sylvia A. Price):
1. Pada epilepsi idiopatik atau esensial, tidak dapat dibuktikan adanya lesi
sentral
2. Pada epilepsi simtomatik atau sekunder, suatu kelainan otak
menyebabkan timbulnya respon kejang. Penyakit-penyakit yang
berkaitan dengan epilesi sekunder adalah cedera kepala, gangguan
metabolisme dan gizi (hipoglikemia, feniketonuria, defisiensi vitamin
B6), faktor toksik (uremia, intoksikasi alkohol, putus obat narkotik),
ensefalitis, stroke, hipoksia atau neoplasma otak, dan gangguan elektrolit
terutama hiponatremia dan hipokalsemia.
B. Etiologi
Masalah dasarnya diperkirakan dari gangguan listrik disritmia pada sel
saraf pada salah satu bagian otak, yang menyebabkan sel ini mengeluarkan
muatan listrik abnormal, berulang, dan tidak terkontrol (Brunner and
Sudarth).
Menurut Mansjoer Arif, etiologi dari epilepsi adalah:
1. Idiopatik; sebagian besar epilepsi pada anak adalah epilepsi idiopatik
2. Faktor herediter; ada beberapa penyakit yang bersifat herediter yang
disertai bangkitan kejang seperti sklerosis tuberose, neurofibromatosis,
hipoglikemi, hipopratiroidisme, angiomatosis ensefalotrigeminal,
fenilketonuria.
3. Faktor genetik; pada kejang demam dan breath holding spell
4. Kelainan kongenital otak; atrofi, poresenfali, agenesis korpus kolosum
5. Gangguan metabolic; hipernatremia, hiponatremia, hipokalsemia,
hipoglikemia
6. Infeksi; radang yang disebabkan bakteri atau virus pada otak dan
selaputnya, toksoplasmosis.
7. Trauma; kontusio serebri, hematoma subaraknoid, hematoma subdural
8. Neoplasma otak dan selaputnya
9. Kelainan pembuluh darah, malformasi, penyakit kolagen.
10. Keracunan; timbal (Pb), kamper (kapur barus), fenotiazin, air
11. Lain-lain; penyakit darah, gangguan keseimbangan hormone,
degenerasi serebral, dll.
C. Manifestasi Klinis
1. Gejala kejang yang spesifik akan tergantung pada macam kejangnya.
Jenis kejang dapat bervariasi antara pasien, namun cenderung serupa
2. Kejang komplek parsial dapat termasuk gambaran somatosensori atau
motor fokal.
3. Kejang komplek parsial dikaitkan dengan perubahan kesadaran
4. Ketiadaan kejang dapat tampak relatif ringan, dengan periode perubahan
kesadaran hanya sangat singkat (detik)
5. Kejak tonik klinik umum merupakan episode konvulsif utama dan selalu
dikaitkan dengan kehilangan kesadaran
(Yuliana Elin, 2009)
Berdasarkan tanda klinik dan data EEG, kejang pada epilepsi dibagi
menjadi: (Ali, Zaidin)
1. Kejang umum (generalized seizure); jika aktivasi terjadi pada kedua
hemisfer otak secara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas:
a. Tonic-clonic convulsion (grand mal)
Merupakan bentuk paling banyak terjadi pada pasien tiba-tiba jatuh,
kejang, nafas terengah-engah, keluar air liur, bisa terjadi sianosis,
ngompol, atau menggigit lidah terjadi beberapa menit, kemudian
diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala.
b. Absence attack/lena (petit mal)
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal
remaj. Penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip,
dengan kepala terkulai, kejadiannya cuma beberapa detik, dan bahkan
sering tidak disadari.
c. Myoclonic seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami
sentakan yang tiba-tiba. Jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa
terjadi pada pasien normal
d. Atonic seizure
Jarang terjadi pasien tiba-tiba kehilangann kekuatan otot jatuh, tapi
bisa segera recovered.
2. Kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang
parsial terbagi menjadi:
a. Simple partial seizure
Pasien tidak kehilangan kesadaran, terjadi sentakan-sentakan pada
bagian tertentu dari tubuh.
b. Complex partial seizure
Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali, gerakan
mengunyah, meringis, dan lain-lain tanpa kesadaran
D. Klasifikasi
Ada dua golongan utama epilepsi, yaitu serangan parsial atau fokal yang
mulai pada suatu tempat tertentu di otak, biasanya didaerah korteks serebri dan
serangan umum yang agaknya mencakup seluruh korteks serebri dan
diensefalon. (Price,1995)
1. Epilepsi parsial dapat dimanifestasikan dengan gejala-gejala dasar ataupun
kompleks. Epilepsi parsial dengan gejala-gejala dasar adalah yang
mencakup gejala-gejala motorik atau sensorik. Pada epilepsi parsial
sederhana, hanya satu jari atau tangan yang bergertar atau mulut dapat
tersentak tak terkontrol. Indivisu ini bicara yang tidak dapat
dipahami,pusing,mengalami sinar,bunyi,ban atau rasa yang tidak umum atau
tidak nyaman. Epilepsi parsial yang kompleks melibatkan gangguan
fungsional serebral pada tingkat yang lebih tinggi seperti proses ingatan dan
proses berpikir, individu tetap tidak bergerak atau bergerak secera otomatis
tetapi tidak tepat dengan waktu dan tepat atau mengalami emosi berlebihan
yaitu : marah, takut, kegirangan atau peka rangsangan. Fokus epileptik pada
jenis epilepsi ini sering kali pada lobus temporalis. Kedua jenis epilepsi
parsial tersebut dapat menyebar dan menjadi serangan umum ( motorik
umum )
2. Kejang umum lebih umum disebut sebagai kejang grand mall, melibatkan
kedua hemisfer otak yang menyebabkan kedua sisi tubuh bereaksi.
Mungkin ada kekakuan pada seluruh tubuh yang diikuti dengan kejang yang
bergantian dengan relaksasi dan kontraksi otot (kontraksi tonik-klonik
umum). Epilepsi tonik-klonik merupakan serangan epilepsi yang klasik.
Serangan epilepsi ini ditandai oleh adanya aura diikuti oleh hilangnya
kesadaran dan kejang tonik-klonik. Aura merupakan suatu indikasi sensorik
yang menyatakan akan datangnyaserangan epilepsi. Aura ini dapat berupa
suatu sensasi penglihatan, pendengaran atau penciuman yang hanya
berlangsung selama beberapa saat.
Serangan epilepsi dimulai dengan menghilangnya kesadaran secara
cepat. Klien kehilangan kemampuannya untuk tetap mempertahankan tubuh
dalam posisi yang tegak, gerakan tonik kemudian klonik,inkontinensia urine
dan feses, disertai dengan disfungsi otonom lainnya. Pada fase tonik, otot-
otot berkontraksi dan posisi tubuh dapat terganggu. Fase ini berlangsung
hanya beberapa detik. Fase klonik berupa kontraksi dan relaksasi kelompok
otot-otot yang berlawanan sehingga menimbulkan gerakan yang tersentak-
sentak. Kontaksi sedikit demi sedikit berkurang frekuensinya tetapi tidak
kekuatannya. Lidah dapat tergigit seperti yang terjadi pada sekitar separuh
dari klien yang mengalami kejang (spasme rahang dan lidah). Serangan itu
berlangsung sekitar 3-5 menit dan diikuti dengan periode tidak sadar yang
berlangsung selama beberapa menit sampai sekitar setengah jam. Klien yang
sadar kembali tampak bingung, stupor atau bodoh. Stadium ini disebut
stadium postikal. Biasanya klien tidak dapat mengingat serangan yang
telah dialaminya.
E. Patofisiologi
Adanya predisposisi yang memungkinkan gangguan pada sistem listrik dari
sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak akan menjadikan sel-sel tersebut
memberikan muatan listrik yang abnormal,berlebihan,secara berulang dan
tidak terkontrol (disritmia). Aktivitas serangan epilepsi dapat terjadi setelah
suatu gangguan pada otak dan sebagian ditentukan oleh derajat dan lokasi dari
lesi. Lesi pada mesensefalon, talamus, dan korteks serebri kemungkinan besar
bersifat epileptogenik sedangkan lesi pada serebllum dan batang otak biasanya
tidak menimbulkan serangan epilepsi (Brunner,2003)
Pada tingkat membran sel, neuron epileptik ditandai oleh fenomena
biokimia tertentu. Beberapa diantaranya adalah :
1. Ketidastabilan membran sel saraf sehingga sel lebih mudah diaktifkan.
2. Neuron hipersensitif dengan ambang yang menurun sehingga mudah
terangsang dan dapat terangsang secara berlebihan
3. Terjadi polarisasi yang abnormal (polarisasi berlebihan, hiperpolarisasi, atau
terhentinya repolarisasi)
4. Ketidakseimbangan ion yang mengubah lingkungan kimia dari neuron. Pada
waktu serangan, keseimbangan elektrolit pada tingkat neuronal mengalami
perubahan. Ketidakseimbangan ini akan menyebabkan membran neuron
mengalami depolarisasi.
F. Pathway
Faktor Predisposisi :
pascatrauma kelahiran, asfiksia neonatarum,pascacedera kepala.
riwayat bayi dari ibu yang menggunakan obat antikonvulsan.
riwayat ibu yang memiliki resiko tinggi
Adanya riwayat penyakit infeksi pada masa kanak-kanak
Adanya riwayat keracunan
riwayat gangguan sirkulasi serebral
riwayat demam tinggi
riwayat gangguan metabolismedan nutrisi/gizi
riwayat intoksikasi, obat-obatan atau alkohol
riwayat tumor otak, abses, dan kelainan bentuk bawaan
riwayat keturunan epilepsi
Gangguan pada sistem listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu bagian otak
Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan secara berulang dan tidak terkontrol ( distribusi)
Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan
Aktivitas kejang umum lama akut , tanpa perbaikan kesadaran penuh diantara serangan
Status epileptikus
Kebutuhan metabolik besar
Gangguan pernafasan
Hipoksia Otak Kerusakan otak permanen
Edema
Petitmal
Hilang tinus otot
Hambatan Mobilitas fisik
Gangguan perilaku, alam ,perasaan, sensasi dan persepsi
Kejang Parsial
Peka rangsang
Kejang berulang
Resiko Tinggi Injuri
Penurunan Kesadaran
Kejang Umum
Respons pascakejang (postikal)
Respon Fisik: konfusi dan sulit bangun serta keluhan sakit kepala atau otot
Nyeri Akut
Defisit Perawatan Diri
Perubahan status kesehatan
Defisiensi Pengetahuan
G. Pemeriksaan penunjang
a. Elektroensefalografi (EEG)
Pemeriksaan EEG merupakan pemeriksaan penunjang yang paling
sering dilakukan dan harus dilakukan pada semua pasien epilepsi untuk
menegakkan diagnosis epilepsi. Terdapat dua bentuk kelaianan pada EEG,
kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di
otak. Sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan
kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik. Rekaman EEG
dikatakan abnormal bila :
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua
hemisfer otak
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat dibanding
seharusnya
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal,
misalnya gelombang tajam, paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan
gelombang lambat yang timbul secara paroksimal.
Pemeriksaan EEG bertujuan untuk membantu menentukan prognosis
dan penentuan perlu atau tidaknya pengobatan dengan obat anti epilepsi
(OAE).26
b. Neuroimaging
Neuroimaging atau yang lebih kita kenal sebagai pemeriksaan
radiologis bertujuan untuk melihat struktur otak dengan melengkapi data EEG.
Dua pemeriksaan yang sering digunakan Computer Tomography Scan (CT
Scan) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Bila dibandingkan dengan CT
Scan maka MRI lebih sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci.
MRI bermanfaat untuk membandingkan hippocampus kiri dan kanan.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dalam epilepsi, secara umum ada 2 hal yaitu :
a. Tatalaksana fase akut (saat kejang)
Tujuan pengelolaan pada fase akut adalah mempertahankan oksigenasi otak
yang adekuat, mengakhiri kejang sesegera mungkin, mencegah kejang
berulang, dan mencari faktor penyebab. Serangan kejang umumnya
berlangsung singkat dan berhenti sendiri. Pengelolaan pertama untuk
serangan kejang dapat diberikan diazepam per rektal dengan dosis 5 mg bila
berat badan anak < 10 kg atau 10 mg bila berat badan anak > 10 kg. Jika
kejang masih belum berhenti, dapat diulang setelah selang waktu 5 menit
dengan dosis dan obat yang sama. Jika setelah dua kali pemberian diazepam
per rektal masih belum berhenti, maka penderita dianjurkan untuk dibawa
ke rumah sakit.
b. Pengobatan epilepsi
Tujuan utama pengobatan epilepsi adalah membuat penderita epilepsi
terbebas dari serangan epilepsinya. Serangan kejang yang berlangsung
mengakibatkan kerusakan sampai kematian sejumlah sel-sel otak. Apabila
kejang terjadi terus menerus maka kerusakan sel-sel otak akan semakin
meluas dan mengakibatkan menurunnya kemampuan intelegensi penderita.
Karena itu, upaya terbaik untuk mengatasi kejang harus dilakukan terapi
sedini dan seagresif mungkin. Pengobatan epilepsi dikatakan berhasil dan
penderita dinyatakan sembuh apabila serangan epilepsi dapat dicegah atau
dikontrol dengan obatobatan sampai pasien tersebut 2 tahun bebas kejang.
Secara umum ada tiga terapi epilepsi, yaitu:
1) Terapi medikamentosa
Merupakan terapi lini pertama yang dipilih dalam menangani penderita
epilepsi yang baru terdiagnosa. Jenis obat anti epilepsi (OAE) baku yang
biasa diberikan di Indonesia adalah obat golongan fenitoin,
karbamazepin, fenobarbital, dan asam valproat. Obat-obat tersebut harus
diminum secara teratur agar dapat mencegah serangan epilepsi secara
efektif. Walaupun serangan epilepsi sudah teratasi, penggunaan OAE
harus tetap diteruskan kecuali ditemukan tanda-tanda efek samping yang
berat maupun tanda-tanda keracunan obat. Prinsip pemberian obat
dimulai dengan obat tunggal dan menggunakan dosis terendah yang
dapat mengatasi kejang.
2) Terapi bedah
Merupakan tindakan operasi yang dilakukan dengan memotong bagian
yang menjadi fokus infeksi yaitu jaringan otak yang menjadi sumber
serangan. Diindikasikan terutama untuk penderita epilepsi yang kebal
terhadap pengobatan. Berikut ini merupakan jenis bedah epilepsi
berdasarkan letak fokus infeksi :
a. Lobektomi temporal
b. Eksisi korteks ekstratemporal
c. Hemisferektomi
d. Callostomi
3) Terapi nutrisi
Pemberian terapi nutrisi dapat diberikan pada anak dengan kejang berat
yang kurang dapat dikendalikan dengan obat antikonvulsan dan dinilai
dapat mengurangi toksisitas dari obat. Terapi nutrisi berupa diet
ketogenik dianjurkan pada anak penderita epilepsi. Walaupun mekanisme
kerja diet ketogenik dalam menghambat kejang masih belum diketahui
secara pasti, tetapi ketosis yang stabil dan menetap dapat mengendalikan
dan mengontrol terjadinya kejang. Hasil terbaik dijumpai pada anak
prasekolah karena anak-anak mendapat pengawasan yang lebih ketat dari
orang tua di mana efektivitas diet berkaitan dengan derajat kepatuhan.
Kebutuhan makanan yang diberikan adalah makanan tinggi lemak. Rasio
kebutuhan berat lemak terhadap kombinasi karbohidrat dan protein
adalah 4:1. Kebutuhan kalori harian diperkirakan sebesar 75 – 80
kkal/kg. Untuk pengendalian kejang yang optimal tetap diperlukan
kombinasi diet dan obat antiepilepsi.
Pertolongan Pertama
Tahap – tahap dalam pertolongan pertama saat kejang, antara lain :
a. Jauhkan penderita dari benda - benda berbahaya (gunting, pulpen,
kompor api, dan
b. lain – lain).
b. Jangan pernah meninggalkan penderita.
c. Berikan alas lembut di bawah kepala agar hentakan saat kejang tidak
menimbulkan cedera kepala dan kendorkan pakaian ketat atau kerah baju
di lehernya agar pernapasan penderita lancar (jika ada).
d. Miringkan tubuh penderita ke salah satu sisi supaya cairan dari mulut
dapat mengalir keluar dengan lancar dan menjaga aliran udara atau
pernapasan.
e. Pada saat penderita mengalami kejang, jangan menahan gerakan
penderita. Biarkan gerakan penderita sampai kejang selesai.
f. Jangan masukkan benda apapun ke dalam mulut penderita, seperti
memberi minum, penahan lidah.
g. Setelah kejang selesai, tetaplah menemani penderita. Jangan
meninggalkan penderita sebelum kesadarannya pulih total, kemudian
biarkan penderita beristirahat atau tidur.
II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita epilepsi, yaitu:
ANAMNESA
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien
ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang.
Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada
keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien
mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja?
Mekanisme koping apa yang digunakan? Obsevasi dan pengkajian selama dan
setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan
penatalaksanaannya.
2. Selama serangan :
a. Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
b. Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
c. Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
d. Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik,
kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
e. Apakah pasien menggigit lidah.
f. Apakah mulut berbuih.
g. Apakah ada inkontinen urin.
h. Apakah bibir atau muka berubah warna.
i. Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
j. Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada
satu sisi atau keduanya.
3. Sesudah serangan
a. Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan
bicara
b. Apakah ada perubahan dalam gerakan.
c. Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum,
selama dan sesudah serangan.
d. Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi
denyut jantung.
e. Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3. Riwayat sebelum serangan
a. Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
b. Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
c. Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik,
olfaktorik maupun visual.
4. Riwayat Penyakit
a. Sejak kapan serangan terjadi.
b. Pada usia berapa serangan pertama.
c. Frekuensi serangan.
d. Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam,
kurang tidur, keadaan emosional.
e. Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai
dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
f. Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
g. Apakah makan obat-obat tertentu
h. Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. KU / kesadaran
b. Tanda Vital : TD, RR, N
c. Mata
d. THT
e. Leher
f. Jantung
g. Paru
h. Abdomen
i. Ekstremitas
2. Status Neurologis
a. Reflek fisiologis
b. Reflek patologis
B. Diagnosa
1. Hambatan Mobilitas fisik bd Penurunan kendali otot akibat epilepsi
2. Resiko tinggi injury
3. Nyeri akut bd respon pasca kejang
2. Defisit perawatan diri
3. Defisiensi Pengetahuan bd kurang informasi
C. Intervensi
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Defisit perawatan diri mandi
Definisi: hambatan kemampuan
untuk melakukan atau
menyelesaikan mandi/aktivitas
perawatan diri untuk diri sendiri
Batasan karakteristik:
a. Ketidakmampuan untuk
mengakses kamar mandi
NOC
a. Activity intolerance
b. Mobility: physical impaired
c. Self care deficit hygiene
d. Sensory perception,
auditory disturbed
Kriteria hasil:
a. Perawatan diri ostomi:
NIC
Self-care assistance:
bthing / hygiene
a. Pertimbangkan budaya
pasien dan keluarga
ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
b. Pertimbangkan usia
b. Ketidakmampuan mengeringkan
tubuh
c. Ketidakmampuan mengambil
perlengkapan mandi
d. Ketidakmampuan menjangkau
sumber air
e. Ketidakmampuan mengatur air
mandi
f. Ketidakmampuan membasuh
tubuh
Faktor yang berhubungan:
a. Gangguan kognitif
b. Penurunan motivasi
c. Kendala lingkungan
d. Ketidakmampuan merasakan
bagian tubuh
e. Ketidakmampuan merasakan
hubungan spasial
f. Gangguan muskuloskeletal
g. Gangguan neuromuskular
h. Nyeri
i. Gangguan persepsi
j. Ansietas berat
tindakan pribadi
mempertahankan ostomi
untuk eliminasi
b. Perawatan diri: aktivitas
kehidupan sehari-hari
(ADL) mampu untuk
melakukan aktivitas
perawatan fisik dan pribadi
secara mandiri atau dengan
dibantu oleh keluarga
c. Perawatan diri mandi:
mampu untuk
membersihkan tubuh sendiri
secara mandiri dengan atau
tanpa alat bantu
d. Perawatan diri hygiene:
mampu untuk
mempertahankan
kebersihan dan penampilan
yang rapi secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu
e. Perawatan diri hygiene oral:
mampu untuk merawat
mulut dan gigi secara
mandiri dengan atau tanpa
alat bantu
f. Mampu mempertahankan
mobilitas yang diperlukan
untuk ke kamar mandi dan
menyediakan perlengkapan
mandi
g. Membersihkan dan
pasien dan keluarga
ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
c. Menentukan jumlah dan
jenis bantuan yang
dibutuhkan keluarga dan
pasien untuk melakukian
perawatan diri mandi
d. Tempat handuk, sabun,
deodorant, alat pencukur,
dan aksesoris lainnya
yang dibutuhkan di
samping tempat tidur
atau di kamar mandi
e. Menyediakan artikel
pribadi yang diinginkan
pasien dan keluarga
(misalnya deodorant,
sikat gigi, sabun mandi,
sampo, lotion, dan
produk aromaterapi)
f. Menyediakan lingkungan
yang terapeutik dengan
memastikan hangat,
santai, pengalaman
pribadi dan personal
g. Memfasilitasi pasien
menyikat gigi dengan
sesuai
h. Memfasilitasi pasien
mandi
i. Memantau pembersihan
mengeringkan tubuh
h. Mengungkapkan secara
verbal kepuasan tentang
kebersihan tubuh dan
hygiene oral
kuku menurut
kemampuan perawatan
diri pasien
j. Memantau integritas
kulit pasien
k. Menjaga kebersihan
ritual
l. Memberikan healt
education kepada pasien
dan keluarga pasien
mengenai pentingnya
perawatan diri mandi
m. Memberikan healt
educatiin pada keluarga
pasien mengenai tatacara
perawatan diri pasien
2 Defisit perawatan diri eliminasi
Definisi: hambatan kemampuan
untuk melakukan atau menyelesaikan
aktivitas eliminasi sendiri
Batasan karakteristik
a. Ketidakmampuan melakukan
hygiene eliminasi yang tepat
b. Ketidakmampuan menyiram toilet
atau kursi buang air (commode)
c. Ketidakmampuan naik ke toilet
atau commode
d. Ketidakmampuan memanipulasi
pakaian untuk eliminasi
e. Ketidakmampuan berdiri dari
toilet atau commode
f. Ketidakmampuan untuk duduk di
NOC
a. Activity intolerance
b. Mobility: physical impaired
c. Fatique level
d. Anxiety self control
e. Ambulation
f. Self care deficit toileting
g. Self care deficit hygiene
h. Urinary incontinence :
functional
Kriteria hasil:
a. Pengetahuan perawatan
ostomy: tingkat pemahaman
yang ditunjukkan tentang
pemeliharaan ostomi untuk
eliminasi
NIC
Self-care assistance: toileting
a. Pertimbangkan budaya
pasien dan keluarga
ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
b. Pertimbangkan usia
pasien dan keluarga
ketika mempromosikan
aktivitas perawatan diri
c. Lepaskan pakaian yang
penting untuk
memungkinkan
penghapusan
d. Membantu pasien ke
toilet/commode/bedpan/f
toilet atau commode
Faktor yang berhubungan
a. Gangguan kognitif
b. Penurunan motivasi
c. Kendala lingkungan
d. Keletihan
e. Hambatan mobilitas
f. Hambatan kemampuan berpindah
g. Gangguan muskuloskeletal
h. Gangguan neuromuskular
i. Nyeri
j. Gangguan persepsi
k. Ansietas berat
l. Kelemahan
b. Perawatan diri: ostomi:
tindakan pribadi untuk
mempertahankan ostomi
untuk eliminasi
c. Perawatan diri: aktivitas
kehidupan sehari-hari
(ADL) mampu untuk
melakukan aktivitas
perawatan fisik dan pribadi
secara mandiri atau dengan
alat bantu
d. Perawatan diri hygiene:
mampu untuk
mempertahankan
kebersihan dan penampilan
yang rapi secara mandiri
dengan atau tanpa alat bantu
e. Perawatan diri eliminasi:
mampu untuk melakukan
aktivitas eliminasi secara
mandiri atau tanpa alat
bantu
f. Mampu duduk dan turun
dari kloset
g. Membersihkan diri setelah
eliminasi
h. Mengenali dan mengetahui
kebutuhan bantuan untuk
eliminasi
raktur pan/ urinoir pada
selang waktu tertentu
e. Memantau integritas
kulit pasien
f. Memberikan healt
education kepada pasien
dan keluarga pasien
mengenai pentingnya
kebersihan saat
eliminasi
g. Memberikan healt
educatiin pada keluarga
pasien mengenai tatacara
menjaga kebersihan
toileting
3 Resiko Cedera
Definisi : bereriko mengalami cedera
sebagai akibat kondisi
lingkungan yag berinteraksi
dengan sumber adaptif dan
sumber defensive individu.
Factor Resiko :
Eksternal
a. Biologis (mis., tingkat
imunisasi komunitas,
mikroorganisme)
b. Zat kimia (mis., racun, polutan,
obat, agenens farmasi, alcohol,
nikotin, pengawet kosmetik,
pewarna)
c. Manusia (mis., agens
nosokomial, polaketegangan,
atau factor kognitif, afektif,
dan psikomotor)
d. Cara pemindahan / transport
e. Nutrisi (mis.,desain, struktur
dan pengaturan komunitas,
bangunan dan atau peralatan.
Internal
a. Profil darah yang abnormal
( mis., leukositosis /
leucopenia, gangguan factor
koagulasi, trombositopenia, sel
sabit, talasemia, penurunan
hemoglobin)
b. Disfungsi biokimia
c. Usia perkembangan ( fisiologis
NOC
a. Risk Control
Kriteria Hasil
a. Klien terbebas dari
cedera
b. Klien mampu
menjelaskan cara /
metode untuk mencegah
injury/ cedera
c. Klien mampu enjelaskan
factor resiko dari
lingkungan / perilaku
personal
d. Mampu memodifikasi
gaya idup untuk
mencegah injury
e. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
f. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
NIC
Environment
Management
( Manajemen
lingkungan )
a. Sediakan lingkungan
yang aman untuk
pasien
b. Identifikasi
kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
c. Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan )
d. Memasang side rall
tempat tidur
e. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman
dan bersih
f. Menematkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien
g. Membatasi jumlah
pengunjung
h. Menganjurkan
psikososial)
d. Disfungsi efektor
e. Disfungsi imun-autoimun
f. Disfungsi integrative
g. Malnutrisi
h. Fisik (mis.,integritas kulit tidak
utuh, gangguan mobilitas)
i. Psikologis (orientasi afektif)
j. Disfungsi sensorik
k. Hipoksia jaringan
keluarga untuk
menemani pasien
i. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
j. Memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
k. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga aau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
4 Hambatan mobilitas fisik.
Definisi : keterbatasan pada
pergerakan fisik tubuh atau satu
atau lebih ekstremitas secara
mandiri dan terarah.
Batasan karakteristik :
a. Penurunan waktu reaksi
b. Kesulitan membolak balik
posisi
c. Melakukan aktivitas lain
sebagai pengganti pergerakan
{mis., meningkatkan perhatian
pada aktivitas orang lain,
mengendalikan perilaku, focus
pada ketunadayaan/aktivitas
sebelum sakit)
NOC
a. Joint Movement : Active
b. Mobility Level
c. Self Care : ADLs
d. Transfer Perfomance
Kriteria Hasil :
a. Klien mengingkat dalam
aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
d. Memperagakan
NIC
Exercise therapy :
ambulation
a. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
b. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
c. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan
d. Dispnea setelah beraktivitas
e. Perubahan cara berjalan
f. Gerakan gemetar
g. Keterbatasan kemampuan
melakukan keterampilan
motorik halus
h. Keterbatasan melakukan
keterampilan motorik kasar
i. Tremor akibat pergerakan
j. Ketidakstabilan postur
k. Pergerakan lambat
l. Pergerakan tidak terkoordinasi
Factor yg berhubungan :
a. Deficit visua parsial
b. Pelo
c. Sulit bicara
d. Gagap
e. Deficit penglihatan total
f. Bicara dengan kesulitan
g. Menolak bicara
Factor yg berhubungan :
a. Ketiadaan orang terdekat
b. Perubahan konsep diri
c. Perubahan system saraf pusat
d. Defek anatomis (mis., celah
palatum, perubahan
neuromuscular pada system
penglihatan,pendengaran dan
aparats fonatori)
e. Tumor otak
f. Harga diri rendah kronik
g. Perubahan harga diri
penggunaan alat
e. Bantu untuk mobilisasi
(walker)
cegah terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
e. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
f. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat banu jika
pasien memerlukan
i. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
Communication
Enchancement :
Hearing Deficit
Communication
Enchancement :
Visual Deficit
Anxiety Reduction
Active Listening
h. Perbedaan budaya
i. Penurunan sirkulasi ke otak
j. Perbedaan yg berhubungan
dengan usia perkembangan
k. Gangguan emosi
l. Kendala lingkungan
m. Kurang informasi
n. Hambatan fisik (mis.,
trakeostomi, intubasi)
o. Kondisi psikologi (mis,
psikosis, kurang stimulus)
p. Harga diri rendah situasional
q. Stress
r. Gaya hidup monoton
s. Gangguan sensori perseptual
5 Defisiensi Pengetahuan
Definisi : keadaan atau defisiensi
informasi kognitif yg berkaitan
dengan topic tertentu
Batasan Karakteristik :
a. Perilaku hiperbola
b. Ketidakakuratan mengikuti
perintah
c. Ketidakakuratan mengikuti tes
d. Perilaku tidak tepat (mis.,
hysteria, bermusuhan, agitasi,
apatis)
e. Pengungkapan masalah
Factor yg berhubungan :
a. Keterbatasan kognitif
NOC
a. Knowledge : disease
process
b. Knowledge : health
behavior
Kriteria Hasil
a. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahanan
tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan
program pengobatan
b. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yg dijelaskan
secara benar
NIC
Teaching : disease process
a. Berikan penilaian
tengtang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yg tepat
c. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa
b. Salah intepretasi informasi
c. Kurang pajanan
d. Kurang minat dalam belajar
e. Kurang dapat mengingat
f. Tidak familier dengan sumber
informasi.
c. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya.
muncul pada penyakit
dengan cara yg tepat
d. Gambarkan proses
penyakit dengan cara
yg tepat
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
f. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi dengan cara
yg tepat
g. Hindari jaminan yg
kosong
h. Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yg tepat
i. Diskusikan perubahan
gaya hidup yg
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan dating dan
atau proses
pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
k. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yg tepat atau
diindikasikan
l. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas local,
dengan cara yg tepat
m. Instruksikan pasien
mengenal tanda gejala
untuk melaporkan
pada pemberi
perawatan dengan
cara yg tepat.
6 Nyeri Akut
Definisi : pengalaman sensori dan
emosional yang tidak
menyenangkan yang muncul
akibat kerusakan jarngan yg
actual atau potensial atau di
digambarkan dalam hal
kerusakan sedemikian rupa
( International Association for
study of Pain ) : awitan yang
tiba-tiba atau lambat dari
intensitas ringan hingga berat
dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau prediksi dan
berlangsung < 6 bulan.
Batasan Karakteristik :
a. Perubahan selera makan
NOC
a. Pain level
b. Pain control
c. Comfort level
Kriteria Hasil :
a. Mampu mengontrol
nyeri ( tahu penyebab
nyeri, mampu
menggunakan teknik
nonfarmakologi untuk
mengurangi nyeri,
mencari bantuan )
b. Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan
menggunakan
manajemen nyeri
c. Mampu mengenali nyeri
NIC
Pain Manajemen
a. Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif
termasuk lokasi,
karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
dan factor presipitasi
b. Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan
c. Gunakan teknik
komunikasi terapiutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri
pasien
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan frekuensi
pernafasan
e. Laporan isyarat
f. Diaphoresis
g. Perilaku distraksi (mis.,
berjalan mondar-mandir,
mencari orang lain dan atau
aktivitas lain, aktivitas yang
berulang )
h. Mengekspresikan
perilaku(mis.,gelisah,
merengek, menangis)
i. Masker wajah (mis., mata
kurang bercahaya, tampak
kacau, gerakan mata berpencar,
atau tetap pada satu focus
meringis)
j. Sikap melindungi nyeri
k. Focus menyempit ( mis,.
gangguan persepsi nyeri,
hambatan proses berpikir,
penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
l. Indikasi nyeri yang dapat
diamati
m. Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
n. Sikap tubuh melindungi
o. Dilatasi pupil
p. Melaporkan nyeri secara verbal
( skala, intensitas,
frekuensi dan tanda nyeri
)
d. Menyatakan rasa aman
setelah nyeri berkurang.
d. Kaji kultur yg
memperngaruhi
respon nyeri
e. Evaluasi pengalaman
nyeri masa lampau
f. Evaluasi bersama
pasien dan tim
kesehatan lain tentang
ketidakefektifan
control nyeri masa
lampau
g. Bantu pasien dan
keluarga untuk
mencari dan
menentukan dukungan
h. Control lingkungan yg
dapat mempengaruhi
nyeri seperti suhu,
ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan
i. Kurangi factor
presipitasi nyeri
j. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
( farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
k. Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk
menentukan intervensi
l. Ajarkan tentang
q. Gangguan tidur.
Faktor yg berhubungan
a. Agen cedera (mis., biologis,
zat kimia, fisik, psikologis )
teknik non
farmakologi
m. Evaluasi keefektfan
control nyeri
n. Tingkatkan istirahat
Contoh Kasus
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KELUARGA
Tahap I
I. Data Umum
1. Nama Kepala Keluarga : Bapak AN
2. Alamat : Banjar Eka Buana, desa Tianyar,
kecamatan Kubu, kabupaten Karangasem
3. Telpon : 081933257668
4. Pekerjaan : Buruh
5. Komposisi Keluarga :
Nama Jk Hub dgn KK Umur Pendidi
kan
Status imunisasi Ket
B
C
G
Polio DPT Hepat
itis
Ca
mp
ak1 2 3 4 1 2 3 1 2 3
Bapak
AN
L Kepala
Keluarga
43
tahun
- - - - - - - - - - - - - Riwayat
imunisasi
tidak
diketahui
Ibu BN P Istri 40
tahun
SD - - - - - - - - - - - - Riwayat
imunisasi
tidak
diketahui
NF P Anak 18
tahun
SMA √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Anak
normal
KD L Anak 12
tahun
SD √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Anak
menderita
epilepsi
Genogram :
6. Tipe Keluarga : Terbuka, anak penurut
7. Suku : Bali
8. Agama : Hindu
9. Status Sosial Ekonomi: Menengah kebawah
Jumlah keluarga yang produktif sebanyak 3 orang dengan ayah
bekerja sebagai buruh dan ibu bekerja sebagai penjual canang, dan
kedua anaknya masih sekolah
10. Aktifitas Rekreasi keluarga :
Home Rekreatif : Makan,minum dan menonton TV
Tahap II Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
1. Tahap Perkembangan Keluarga
Keluarga Bapak AN berada dalam tahap V dimana di dalam keluarga
terdapat anak remaja
2. Tahap perkembangan keluarga yang belum dipenuhi: Memfokuskan
kembali hubungan perkawinan karena Bapak AN dan Ibu BN sama-
sama sibuk bekerja.
3. Riwayat Keluarga inti
Keluarga Bapak AN terdiri atas Bapak AN yang berperan sebagai ayah
dan suami, Ibu BN yang berperan sebagai ibu dan istri dan 2 orang
anak yakni NF dan KD. KD memiliki riwayat epilepsi sejak berusia 6
tahun akibat cedera kepala ringan yang dialaminya saat berusia 5 ½
tahun. Bapak AN dan Ibu BN tidak memiliki riwayat penyakit yang
sama dengan KD
4. Riwayat Keluarga sebelumnya
Keluarga orang tua dari Bapak AN tidak memiliki riwayat penyakit
epilepsi, begitu pula riwayat keluarga ibu BN.
Tahap III Pengkajian Lingkungan
1. Karakteristik Rumah
Keluarga bapak AN tinggal di rumah semi permanen dengan ukuran
7x6 meter terdiri atas 1 lantai, teras, ruang tamu seadanya, 2 kamar
tidur berukuran 2x2 meter, dapur, kamar mandi 1. Penerangan minim,
ventilasi udara terdapat di setiap ruangan, tembok tidak diplester,
lantai hanya menggunakan semen, tidak menggunakan plafon, atap
menggunakan asbes, Selokan terpantau tidak lancar,
2. Karakteristik Tetangga dan komunitas RW
Keluarga Bapak AN memiliki hubungan interaksi yang baik dengan
tetangga di sekitar rumahnya.
3. Mobilitas Geografis Keluarga
Keluarga Bapak AN tinggal di area pedesaan sepi penduduk. Akses
jalan ke rumah Bapak AN sempit dan hanya bisa dilalui kendaraan
roda dua.
4. Perkumpulan Keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Keluarga Bapak AN tergabung dalam Banjar Eka Buana dan sering
mengikuti kegiatan di banjar
5. Sistem Pendukung Keluarga
Keluarga Bapak AN sering dibantu oleh keluarga sekitar jika
mengalami kesusahan maupun kegawatan atau dibantu kakak Bapak
AN.
Tahap IV. Struktur Keluarga
1. Pola Komunikasi keluarga
Komunikasi keluarga terbuka dengan sistem pengambilan keputusan ada
pada pihak ayah
2. Struktur kekuatan keluarga
kehidupan keluarga didukung oleh ayah yang berprofesi sebagai buruh dan
berpenghasilan Rp. 1.500.000/ bulan dan ibu sebagai penjual canang
dengan pengahasilan Rp. 1.000.000/bulan. Keluarga ini memiliki kekuatan
ekonomi yang kurang kuat.
3. Struktur Peran
Ayah bekerja sebagai buruh bangunan dan berperan sebagai kepala
keluarga dan tulang punggung keluarga. Di masyarakat Bapak AN
berperan sebagai anggota banjar.
Ibu bekerja sebagai penjual canang dan berperan sebagai ibu rumah tangga
dan tulang punggung keluarga. Ibu BN tergabung dalam anggota ibu PKK
di banjar
NF berperan sebagai murid di SMA 1 Kubu, anak kandung pertama dari
Bapak AN dan Ibu BN. KD berperan sebagai murid di SD 1 Tianyar dan
anak kandung kedua dari Bapak AN dan Ibu BN
4. Nilai atau Norma keluarga :
Tahap V Fungsi Keluarga
1. Fungsi Afektif
Kasih sayang antar anggota keluarga cukup terjaga dengan selalu
mendukung edukasi anak, komunikasi yang terbuka, dan humor di sela-
sela waktu
2. Fungsi Sosialisasi
NF dan KD merupakan anak yang penurut karena selalu mematuhi aturan
yang telah disepakati bersama, misalnya selalu pulang tepat waktu
3. Fungsi Perawatan Kesehatan
Kebutuhan perkembangan fisik anggota keluarga Bapak AN masih
kurang. Hal ini dilihat dari kesan umum NF dan KD yang kurus. Bentuk
perawatan kesehatan keluarga masih rendah dibuktikan dengan keadaan
lingkungan dalam dan luar rumah yang masih kotor, PHBS yang masih
rendah, serta respon keluarga terhadap keadaan darurat yang masih kurang
dibuktikan dari tidak dikontrolnya kesehatan anak keduanya (KD) yang
memiliki penyakit epilepsi dan hanya akan dibawa ke puskesmas bila
kejang terjadi akibat aktivitas orang tua yang sibuk dan kurangnya dana
serta tidak adanya jaminan kesehatan.
Tahap VI. Tugas Perawatan Keluarga
1. Mengenal masalah keluarga
Mengambil keputusan
Pembuatan keputusan dalam keluarga diputuskan oleh Bapak AN
dengan sebelumnya diberikan masukan oleh anggota keluarga
Merawat anggota keluarga yang sakit
Selama ini perawatan terhadap KD yang mengalami penyakit epilepsi
masih minim. Terbukti dengan keluarga tidak memeriksakan KD secara
rutin ke pelayanan kesehatan terdekat dan frekuensi kejang KD yang
terjadi sebanyak 6 kali dalam setahun.
Memelihara lingkungan
Pemeliharaan lingkungan tempat tinggal masih rendah. Lingkungan
sekitar rumah Bapak AN masih kotor dan tidak terawat. Banyak benda
di rumah Bapak AN yang berpotensi menimbulkan cedera bila epilepsi
KD tiba-tiba kambuh
Menggunakan fasilitas/pelayanan kesehatan
Fasilitas pelayanan yang sering digunakan hanya puskesmas sedangkan
rumah sakit pernah digunakan saat KD berumur dibawah 5 tahun
karena keterbatasan biaya untuk merujuk KD ke rumah sakit. Keluarga
Bapak AN tidak memiliki jaminan kesehatan
Fungsi repoduksi :
Bapak AN dan Ibu BN mampu meneruskan keturunan dan
membesarkan anak
Fungsi ekonomi
Untuk memenuhi kebutuhan keluarga, Bapak AN dan ibu BN bekerja
sebagai buruh dan berjualan canang. Sumber dana keluarga Bapak AN
dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan primer, edukasi, spiritual, dan
tabungan pribadi.
Tahap VII Stress dan Koping Keluarga
1. Stress jangka pendek dan panjang
Stres yang dirasakan Bapak AN dan Ibu BN adalah ketidakmampuan
mereka untuk membiayai pengobatan anak keduanya dan biaya sekolah
anak-anaknya yang sebentar lagi akan lulus dan melanjutkn pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi. Selain itu keluarga tidak memiliki jaminan
kesehatan. Sehingga, keluarga harus berhutang di bank
Stres yang dirasakan NF adalah karena NF akan segera lulus SMA dan ia
ingin melanjutkan kuliah namun tidak ada biaya
Stres yang dirasakan KD adalah karena KD juga akan lulus SD dan
khawatir akan biaya sekolahnya yang tidak bisa ia penuhi dan khawatir
penyakitnya akan kambuh di saat yang tidak tepat
2. Kemampuan keluarga
Keluarga memiliki kesusahan dalam keuangan. Keluarga sampai saat ini
memiliki banyak hutang di bank untuk sekolah dan kesehatan anaknya
3. Strategi koping
Jika mengalami stres Bapak A cenderung untuk ngumpul dengan teman
atau tetangga dan membicarakan masalahnya sambil minum arak.
Jika Ibu BN mengalami setres cenderung untuk diam saja
Jika NF dan KD mengalami tekanan, biasanya pergi ke rumah teman atau
mengurung diri di kamar
Strategi adaptasi
Tuan AN dan Ibu BN beradaptasi dengan situasi saat ini dengan bekerja
keras
Pemeriksaan Fisik
Keadaan
Umum
Ayah Ibu NF KD
a. TTV TD: 120/70
S : 36.7 C
N : 60
R : 24
TD: 110/60
S : 36.4 C
N : 58
R : 20
TD: 130/70
S : 36.5 C
N : 70
R : 20
TD: 120/60
S : 36.7 C
N : 60
R : 24
b. Pemeriksa
an Cepalo
Caudal
Kurus Gemuk Kurus Kurus
1. Kepala
dan
rambut
Normochepale
(+)
Lesi (-)
Simetris (+)
Rambut hitam
dan tidak
rontok
Normochepale
(+)
Lesi (-)
Simetris (+)
Rambut hitam
dan tidak
rontok
Normochepale
(+)
Lesi (-)
Simetris (+)
Rambut hitam
dan tidak
rontok
Normochepale
(+)
Lesi (-)
Simetris (-)
Ada bekas luka
berupa
cekungan di
pelipis kanan
2. Hidung Normal
Sekret (-)
Polip (-)
Tarikan cuping
hidung (-)
Normal
Sekret (-)
Polip (-)
Tarikan cuping
hidung (-)
Normal
Sekret (-)
Polip (-)
Tarikan cuping
hidung (-)
Normal
Sekret (-)
Polip (-)
Tarikan cuping
hidung (-)
3. Telinga Normal
Tinnitus (-)
Sekret (+)
Normal
Tinnitus (-)
Sekret (-)
Normal
Tinnitus (-)
Sekret (+)
Normal
Tinnitus (-)
Sekret (+)
4. Mata Normal
Alat bantu (-)
Normal
Alat bantu (-)
Normal
Alat bantu (-)
Normal
Alat bantu (-)
Ikterik (-)
Konjungtiva
ananemis
Pupil isokor
(+)
Ikterik (-)
Konjungtiva
ananemis
Pupil isokor
(+)
Ikterik (-)
Konjungtiva
ananemis
Pupil isokor
(+)
Ikterik (-)
Konjungtiva
ananemis
Pupil isokor
(+)
5. Mulut,
gigi,
ludah,
tonsil, dan
pharing
Mukosa bibir
kering
Sianosis (-)
Stomatitis (+)
Gigi normal
Mukosa bibir
lembab
Sianosis (-)
Stomatitis (-)
Gigi normal
Mukosa bibir
lembab
Sianosis (-)
Stomatitis (-)
Gigi normal
Mukosa bibir
lembab
Sianosis (-)
Stomatitis (-)
Gigi normal
6. Leher dan
tengkorak
Pembesaran
tiroid (-)
Lesi (-)
Nadi karotis
teraba
Pembesaran
tiroid (-)
Pembesaran
tiroid (-)
Lesi (-)
Nadi karotis
teraba
Pembesaran
tiroid (-)
Pembesaran
tiroid (-)
Lesi (-)
Nadi karotis
teraba
Pembesaran
tiroid (-)
Pembesaran
tiroid (-)
Lesi (-)
Nadi karotis
teraba
Pembesaran
tiroid (-)
7. Dada/
thorak
Normal
Simetris (+)
Normal
Simetris (+)
Normal
Simetris (+)
Normal
Simetris (+)
a).
pemeriksa
an paru
Rekuensi nafas
teratur
Kualitas
normal
Rekuensi nafas
teratur
Kualitas
normal
Rekuensi nafas
teratur
Kualitas
normal
Rekuensi nafas
teratur
Kualitas
normal
(1) Inspeksi Simetris (+)
Retraksi otot
data (-)
Simetris (+)
Retraksi otot
data (-)
Simetris (+)
Retraksi otot
data (-)
Simetris (+)
Retraksi otot
data (-)
(2) Palpasi Konsolidasi (-)
Obstruksi (-)
Krepitasi (-)
Konsolidasi (-)
Obstruksi (-)
Krepitasi (-)
Konsolidasi (-)
Obstruksi (-)
Krepitasi (-)
Konsolidasi (-)
Obstruksi (-)
Krepitasi (-)
(3) Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
(4) Auskultas
i
Vesikuler (+)
Bronchial (+)
Vesikuler (+)
Bronchial (+)
Vesikuler (+)
Bronchial (+)
Vesikuler (+)
Bronchial (+)
b).Pemeri
ksaan
jantung
(1) Inspeksi Pericordial
bulging (-)
Iktuscordis (-)
Pericordial
bulging (-)
Iktuscordis (-)
Pericordial
bulging (-)
Iktuscordis (-)
Pericordial
bulging (-)
Iktuscordis (-)
(2) Palpasi Iktuscordis (-)
Vibrastion (-)
Iktuscordis (-)
Vibrastion (-)
Iktuscordis (-)
Vibrastion (-)
Iktuscordis (-)
Vibrastion (-)
(3) Perkusi Normal Normal Normal Noral
(4) Auskultas
i
Nadi
60x/menit
Nadi
58x/menit
Nasi 70x/menit Nadi 60/menit
8. Payudara Normal Normal
Menyusui (-)
Normal
Menyusui (-)
Normal
9. Pemeriksa
an
Abdomen
Simetris (+) Simetris (+) Simetris (+) Simetris (+)
(a) Inspeksi Asites (+) Asites (+) Asites (-) Asites (-)
(b) Auskultas
i
Bising usus
normal
Bising usus
normal
Bising usus
normal
Bising usus
normal
(c) Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
(d) Perkusi Tympani (+) Tympani (+) Tympani (+) Tympani (+)
10. Ekstrimita
s, kuku.
Dan
kekuatan
otot
Clubbing (-)
5555 5555
5555 5555
Clubbing (-)
5555 5555
5555 5555
Clubbing (-)
5555 5555
5555 5555
Clubbing (-)
5555 5555
5555 5555
11. Genetalia
dn anus
Tidak
terobservasi
Tidak
terobservasi
Tidak
terobservasi
Tidak
terobservasi
12. Pemeriksa
an
Neurologi
GCS : 15
E4 V5 M6
Kaku kuduk (-)
Laseg : >70 / >
GCS : 15
E4 V5 M6
Kaku kuduk (-)
Laseg : >70 / >
GCS : 15
E4 V5 M6
Kaku kuduk (-)
Laseg : >70 / >
GCS : 15
E4 V5 M6
Kaku kuduk (-)
Laseg : >70 / >
70
Kernig : >135 /
>135
Reflek
patologis :
+2 +2
+2 +2
70
Kernig : >135 /
>135
Reflek
patologis :
+2 +2
+2 +2
70
Kernig : >135 /
>135
Reflek
patologis :
+2 +2
+2 +2
70
Kernig : >135 /
>135
Reflek
patologis :
+2 +2
+2 +2
Pemeriksaan Penunjang :
Tidak ada pemeriksaan penunjang ataupun hasil lab karena keluarga tidak
pernah memeriksakan penyakit epilepsi KD
Harapan Keluarga
Dengan adanya petugas kesehatan yang datang kerumahnya, Bapak AN
berharap agar bisa memberikan pengetahuan kepada keluarganya
tentangpenyakit anaknya dan membantu memperbaiki kehidupan
keluarganya
ANALISIS DATA
Nama Klien : KD
Masalah : Defesiensi Pengetahuan
Kelompok Data Etiologi
DS:
Keluarga tidak tahu tentang pengertian, penyebab, penanganan dan dampak dari epilepsi yang tidak ditangani
DO :
Px hanya dibiaarkan dan mulut diganjal sendok apabila epilepsi px kambuh dan terkadang dibawa ke pelayana kesehatan
Kurang informasi
Penanganan epilepsi yang salah, meyatakan ketidak tahuan mengenai penyakit epilepsi
Defesiensi pengetahuan
Masalah : Hambatan mobilitas fisik
Kelompok Data Etiologi
DS:
Kelurga px menyatakan pasien sering gemetar (kejang)
keluarga menyatakan tidak ada penangan khusus pada pasien saat terserang epilepsi
DO:
Px hanya dibiaarkan dan mulut diganjal sendok apabila epilepsi px kambuh dan terkadang dibawa ke
Gangguan pada sistem listrik dari sel-sel saraf pusat pada suatu
bagian otak
Sel-sel memberikan muatan listrik yang abnormal, berlebihan secara
berulang dan tidak terkontrol ( distribusi
Periode pelepasan impuls yang tidak diinginkan)
pelayana kesehatan
Aktivitas kejang umum lama akut , tanpa perbaikan kesadaran penuh
diantara serangan
Petitmal
Hilang tinus
Hambatan Mobilitas fisik
Masalah : Resiko injuri
Kelompok Data Etiologi
DS:
Keluarga pasien mengatakan pasien kurang pemantauan
DO:
Pasien sering mengalami kejang dan gerakan berlebih akibat epilepsi yang kambuh sewaktu waktu dan seketika
Pasien tidak dapat mengontrol keseimbanga apabila terserang epilepsi
Kejang Parsial
Peka rangsang
Kejang berulang
Resiko Tinggi Injuri
DIAGNOSA KEPERAWATAN KELUARGA
1. Defisiensi pengetahuan pada keluarga Tn. AN b/d kurangnya informasi
mengenai pengertian, penyebab, penanganan dan dampak epilepsi pada pasien
KD d/d bkeluarga tidak tahu tentang pengertian, penyebab, penanganan dan
dampak dari epilepsi yang tidak ditangani, pasien tidak ditangani. Ibu B hanya
dibiarkan dirawat dirumah seadanya, pasien sering mengalami kejang akibat epilepsi.
No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
1. Sifat masalah
Aktual
3 1 Masalah aktual karena sedang dialami klien dan ada data yang mendukung
2. Kemungkinan untuk diubah
Sebagian
1 2 Masalah tidak terlalu mudah untuk diatasi karena keterbatasan biaya
3. Potensial masalah untuk dicegah
Cukup
2 1 Masalah cukup dapat dicegah karena dalam keluarga terdapat anaknya yang berpendidikan SMA dan ibunya pernah dirawat di rumah sakit sehingga pernah terpapar informasi mengenai stroke
4. Menonjolnya masalah
Segera ditangani
2 1 Masalah ini harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
TOTAL
2. Hambatan mobilitas fisik pada keluarga Tn. AN khususnya pasien KD b/d
penurunan kendali otot akibat epilepsi yang di derita oleh pasien, gerakan
pasien sulit terkendali apabila pasien kejang, dan bahkan pasien dapat tidak
sadarkan diri dan juga beresiko mengalami komplikasi akibat gerakan yang tak
terkontrol.
No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
1. Sifat masalah
Aktual
3 1 Masalah aktual karena sedang dialami klien dan ada data yang mendukung
3. Kemungkinan untuk diubah
Tidak dapat
0 2 Masalah tidak dapat diatasi karena mobilitas pasien akan terhambat secara permanen, meskipun dapat ditangani akan menyebabkan sekuela
3. Potensial masalah untuk dicegah
Rendah
1 1 1/3 x 1 = 1/3
Masalah susah dicegah karena komplikasi berupa kontraktur sudah terjadi di kaki dan tangan kanan yang hemiparase
4. Menonjolnya masalah
Segera ditangani
2 1 2/2 x 1 = 1 Masalah ini harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
TOTAL 2 1/3
3. Risiko Injuri pada KD berhubungan dengan penyakit vaskular, d/d keluarga pasien kurang tau penanganan pasien saat terserang epilepsi, pasien juga kurang pengawasan dari pihak keluarga sehingga pasien berisiko jatuh saat terserang epilepsi yang dapat membahayakan nyawa pasien.
No Kriteria Skor Bobot Perhitungan Pembenaran
1. Sifat masalah
Aktual
3 1 Masalah aktual karena sedang dialami klien dan ada data yang mendukung
2. Kemungkinan untuk diubah
sebagian
2 2 2/2 x 2 =2 Masalah mudah diatasi karena keluarga pasien ada yang berpendidikan dan memiliki fasilitas untuk meningkatkan kebersihan diri pasien.
3. Potensial masalah untuk dicegah
cukup
2 1 2/3x1=2/3 Masalah cukup dapat dicegah karena kurangnya kesadaran dalam melakukan perawatan diri.
4. Menonjolnya masalah
Segera ditangani
2 1 Masalah ini harus segera ditangani untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
TOTAL 4 2/3
No. Diagnosa Skor
1. Defisiensi pengetahuan pada keluarga Tn. AN b/d
kurangnya informasi mengenai pengertian,
penyebab, penanganan dan dampak epilepsi
pada pasien KD d/d bkeluarga tidak tahu
tentang pengertian, penyebab, penanganan dan
dampak dari epilepsi yang tidak ditangani,
pasien tidak ditangani. Ibu B hanya dibiarkan
dirawat dirumah seadanya, pasien sering
mengalami kejang akibat epilepsi.
4 2/3
2. Hambatan mobilitas fisik pada keluarga Tn. AN
khususnya pasien KD b/d penurunan kendali
otot akibat epilepsi yang di derita oleh pasien,
gerakan pasien sulit terkendali apabila pasien
kejang, dan bahkan pasien dapat tidak
sadarkan diri dan juga beresiko mengalami
komplikasi akibat gerakan yang tak terkontrol.
2 2/3
3.Risiko Injuri pada KD berhubungan dengan penyakit
vaskular, d/d keluarga pasien kurang tau penanganan
pasien saat terserang epilepsi, pasien juga kurang
pengawasan dari pihak keluarga sehingga pasien
berisiko jatuh saat terserang epilepsi yang dapat
membahayakan nyawa pasien.
2 2/3
DIAGNOSA DAN PRIORITAS DIAGNOSA
1. Defisiensi pengetahuan pada keluarga Tn. AN b/d kurangnya informasi
mengenai pengertian, penyebab, penanganan dan dampak epilepsi pada pasien
KD d/d bkeluarga tidak tahu tentang pengertian, penyebab, penanganan dan
dampak dari epilepsi yang tidak ditangani, pasien tidak ditangani. Ibu B hanya
dibiarkan dirawat dirumah seadanya, pasien sering mengalami kejang akibat
epilepsi.
2. Hambatan mobilitas fisik pada keluarga Tn. AN khususnya pasien KD b/d
penurunan kendali otot akibat epilepsi yang di derita oleh pasien, gerakan
pasien sulit terkendali apabila pasien kejang, dan bahkan pasien dapat tidak
sadarkan diri dan juga beresiko mengalami komplikasi akibat gerakan yang tak
terkontrol.
3. Risiko Injuri pada KD berhubungan dengan penyakit vaskular, d/d keluarga
pasien kurang tau penanganan pasien saat terserang epilepsi, pasien juga
kurang pengawasan dari pihak keluarga sehingga pasien berisiko jatuh saat
terserang epilepsi yang dapat membahayakan nyawa pasien.
INTERVENSI
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1 Defisiensi pengetahuan pada
keluarga Tn. AN b/d kurangnya
informasi mengenai pengertian,
penyebab, penanganan dan dampak
epilepsi pada pasien KD d/d
bkeluarga tidak tahu tentang
pengertian, penyebab, penanganan
dan dampak dari epilepsi yang
tidak ditangani, pasien tidak
ditangani. Ibu B hanya dibiarkan
dirawat dirumah seadanya, pasien
sering mengalami kejang akibat
epilepsi.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pasien dan
keluarga mampu
meningkatkan
pengetahuan tentang
penyakitnya dengan
criteria hasil:
a. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahanan
tentang penyakit,
kondisi, prognosis, dan
program pengobatan
b. Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan
prosedur yg dijelaskan
secara benar
c. Pasien dan keluarga
mampu menjelaskan
kembali apa yang
dijelaskan perawat/ tim
kesehatan lainnya.
a. Berikan penilaian
tengtang tingkat
pengetahuan pasien
tentang proses
penyakit yang spesifik
b. Jelaskan patofisiologi
dari penyakit dan
bagaimana hal ini
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi,
dengan cara yg tepat
c. Gambarkan tanda dan
gejala yang biasa
muncul pada penyakit
dengan cara yg tepat
d. Gambarkan proses
penyakit dengan cara
yg tepat
e. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan
cara yang tepat
f. Sediakan informasi
pada pasien tentang
kondisi dengan cara
yg tepat
g. Hindari jaminan yg
kosong
h. Sediakan bagi
keluarga atau SO
informasi tentang
kemajuan pasien
dengan cara yg tepat
i. Diskusikan perubahan
gaya hidup yg
mungkin diperlukan
untuk mencegah
komplikasi di masa
yang akan dating dan
atau proses
pengontrolan penyakit
j. Diskusikan pilihan
terapi atau
penanganan
k. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
opinion dengan cara
yg tepat atau
diindikasikan
l. Rujuk pasien pada
grup atau agensi di
komunitas local,
dengan cara yg tepat
m. Instruksikan pasien
mengenal tanda gejala
untuk melaporkan
pada pemberi
perawatan dengan
cara yg tepat.
2 Hambatan mobilitas fisik pada Setelah dilakukan asuhan a. Monitoring vital sign
keluarga Tn. AN khususnya pasien
KD b/d penurunan kendali otot
akibat epilepsi yang di derita oleh
pasien, gerakan pasien sulit
terkendali apabila pasien kejang,
dan bahkan pasien dapat tidak
sadarkan diri dan juga beresiko
mengalami komplikasi akibat
gerakan yang tak terkontrol.
keperawatan selama
2x24 jam diharapkan
pasien tidak mengalami
keterbatasan dalam
mobilitas fisik dengan
KH:
a. Klien mengingkat dalam
aktivitas fisik
b. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
c. Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah
d. Memperagakan
penggunaan alat
e. Bantu untuk mobilisasi
(walker)
sebelum/sesudah
latihan dan lihat
respon pasien saat
latihan
b. Konsultasikan dengan
terapi fisik tentang
rencana ambulasi
sesuai dengan
kebutuhan
c. Bantu klien untuk
menggunakan tongkat
saat berjalan dan
cegah terhadap cedera
d. Ajarkan pasien atau
tenaga kesehatan lain
tentang teknik
ambulasi
e. Kaji kemampuan
pasien dalam
mobilisasi
f. Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan
ADLs secara mandiri
sesuai kemampuan
g. Damping dan bantu
pasien saat mobilisasi
dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs
pasien
h. Berikan alat banu jika
pasien memerlukan
i. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan.
3 Risiko Injuri pada KD berhubungan
dengan penyakit vaskular, d/d
keluarga pasien kurang tau
penanganan pasien saat terserang
epilepsi, pasien juga kurang
pengawasan dari pihak keluarga
sehingga pasien berisiko jatuh saat
terserang epilepsi yang dapat
membahayakan nyawa pasien.
Setelah dilakukan asuhan
keperawatan selama 2x24
jam diharapkan pasien
tidak mengalami cidera
fisik dengan KH:
a. Klien terbebas dari
cedera
b. Klien mampu
menjelaskan cara /
metode untuk mencegah
injury/ cedera
c. Klien mampu enjelaskan
factor resiko dari
lingkungan / perilaku
personal
d. Mampu memodifikasi
gaya idup untuk
mencegah injury
e. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada
f. Mampu mengenali
perubahan status
kesehatan
a. Sediakan lingkungan
yang aman untuk
pasien
b. Identifikasi
kebutuhan keamanan
pasien, sesuai dengan
kondisi fisik dan
fungsi kognitif pasien
dan riwayat penyakit
terdahulu pasien
c. Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya (misalnya
memindahkan
perabotan )
d. Memasang side rall
tempat tidur
e. Menyediakan tempat
tidur yang nyaman
dan bersih
f. Menematkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien
g. Membatasi jumlah
pengunjung
h. Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien
i. Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
j. Memindahkan
barang-barang yang
dapat membahayakan
k. Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga aau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.
Implementasi
Pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari rencana tindakan
untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
tindakan disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan. Dari kasus tersebut tindakan yang harus
dilakukan memberikan HE kepada keluarga mengenai penyebab dan cara
mengatasi penyakit epilepsi
Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan. Disini criteria hasil yang diharapkan
perawat sebagai pembuat rencana keperawatan adalah Pasien tidak mengalami
cedera, tidak jatuh, tidak ada memar Tidak ada obstruksi lidah, pasien tidak
mengalami apnea dan aspirasi, Pasien dapat berinteraksi kembali dengan
lingkungan sekitar, pasien tidak menarik diri (minder), Pola napas normal, TTV
dalam batas normal, Pasien toleran dengan aktifitasnya, pasien dapat melakukan
aktifitas sehari- hari secara normal, Organ sensori dapat menerima stimulus dan
menginterpretasikan dengan normal, Ansietas pasien dan keluarga berkurang,
pasien tampak tenang, Status kesadaran pasien membaik
DAFTAR PUSTAKA
A. Setiaji.2014. Epilepsi. (online) Eprints.Undip.ac.id. (Diakses 19 Oktober 2015)
Dychan. 2008. Epilepsi.(online) www.medicastore.com. (Diakses 19 Oktober 2015).
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan sistem
Persyarafan. Jakarta; Salemba Medika
NANDA NIC-NOC. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis & NANDA. Jogjakarta: Mediaction.
NANDA, 2001, Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2001-2002,
Philadelphia, North American Nursing Diagnosis Association
Piogama. 2009. Epilepsi.(online) www.wikipedia.com. (Diakses 19 Oktober 2015).
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi:Konsep Klinis proses-
proses penyakit Edisi $. Jakarta; EGC
Ro, Cahyanti. 2014. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Epilepsi. (online)
Eprints.ums.ac.id. (diakses 19 Oktober 2015)
Turana, Yuda. 2007. Epilepsi dan gangguan fungsi kognitif.(online)
www.medikaholistikcom. (Diakses 19 Oktober 2015).