paper epilepsi

32
1 MAKALAH NEUROLOGI DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN EPILEPSI DISUSUN OLEH: OTNEIL KARNIANTA KELIAT NIM: 070100342 Pembimbing: dr. Haflin S. H, Sp.S DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SYARAF PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

Upload: otneil-k-keliat

Post on 11-Aug-2015

97 views

Category:

Documents


13 download

DESCRIPTION

Penataksanaan epilepsi

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Epilepsi

1

MAKALAH NEUROLOGI

DIAGNOSA DAN PENATALAKSANAAN EPILEPSI

DISUSUN OLEH:

OTNEIL KARNIANTA KELIATNIM: 070100342

Pembimbing:

dr. Haflin S. H, Sp.S

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SYARAFPROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN2012

Page 2: Paper Epilepsi

2

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kata epilepsi berasal dari kata Yunani yang berarti Epilepsia yang harus

diambil, disita atau diserang. Salah serorang ilmuwan dari Yunani Hippokrates (460-377

SM) menyatakan bahwa penyebab dari epilepsi berasal dari otak. Ilmuwan lain dari

Yunani juga yaitu Galen (130-210 A.D) menyatakan bahwa bangkitan kejang pada

epilepsi sebagai gejala dari disfungsi intrakranial atau penyakit sistemik, disebabkan

oleh akumulasi lendir di sistem pembuluh darah. Epilepsi didefinisikan sebagai suatu

keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure) berulang sebagai akibat dari adanya

gangguan fungsi otak secara intermiten, yang disebabkan oleh lepas muatan listrik

abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara paroksismal, dan disebabkan oleh

berbagai etiologi. ⁷

Selama Abad Pertengahan, epilepsi dianggap berhubungan dengan kekuatan

supranatural. Orang yang menderita epilepsi dianggap gila atau dirasuki setan, namun

pada abad ke 19, pemahaman tentang epilepsy yang berhubungan dengan supranatural

mulai ditinggalkan. Para dokter dari Calmeil membuat klasifikasi tentang serangan

epilepi pada tahun 1824. Ahli sarah John Hughlings Jackson juga telah menyatakan

klasifikasi epilepsi harus berdasarkan letak anatomis, proses fisiologis dan juga patologis.

John H. Jackson juga membuat perbedaan antara kejang parsial dan kejang umum

berdasarkan pengamatan klinis.

Electroenchepalography (EEG) yang diperkenalkan pada tahun 1929 oleh Jerman

Hans Berger sangat membantu kemajuan ulmu pengetahuan tentang patogenesis dari

epilepsi. Meskipun pada masa sekarang ilmu pengetahuan dan alat-alat pemeriksaan telah

mengalami kemajuan pesat, insiden epilepsi tetap terjadi.³ ¹º

Menurut WHO terdapat 50 juta orang diseluruh dunia menderita epilepsi, dan 85%

diantarang berada di negara berkembang, dan juga ditemui sekitar 2-4 juta kasus epilepsi

setiap tahunnya. Rata-rata prevalensi epilepsi di seluruh dunia mencapai 8,2 per 1000

penduduk. Sedankan angka insidensi epilepsi di negara berkembang mencapai 50-70

kasus per 100.000 penduduk. Prevalensi epilepsi pada bayi dan anak-anak cukup tinggi,

Page 3: Paper Epilepsi

3

menurun pada usia dewasa muda nda pertengahan kemudian meningkat lagi pada

kelompok usia lanjut.

Oleh karena itu saat ini telah berkembang terapi untuk para penderita epilepsi. Tujuan

utama terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup optimal untuk pasien sesuai

dengan perjalanan penyakit epilepsi dan disabilitas fisik maupun mental yang

dimilikinya.

Berdasarkan pemaparan diatas penulis merasa tertarik untuk mengetahui secara

mendalam tentang diagnosis dan penatalaksanaan epilepsi.

1.2 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini antara lain:

1. Untuk memahami tinjauan ilmu teoritis epilepsi

2. Untuk memahami tentang diagnosis dan penatalaksanaan epilepsi untuk

diaplikasikan dimasa yang akan datang.

3. Memenuhi persyaratan dalam mengikuti kegiatan Kepaniteraan Klinik Senior

(KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Saraf RSUP H. Adam Malik Medan

1.3 Manfaat Penulisan

Beberapa manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini antara lain adalah;

1. Memperkokoh landasan teori di bidang Ilmu Penyakit Syaraf khususnya tentang

epilepsi.

2. Sebagai bahan informasi bagi penulis dan juga pembaca untuk mendalami

berbagai topik tentang epilepsi.

Page 4: Paper Epilepsi

4

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Epilepsi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang ditandai oleh bangkitan (seizure)

berulang sebagai akibat dari adanya gangguan fungsi otak secara intermitten, yang

disebabkan oleh lepas muatan listrik abnormal dan berlebihan di neuron-neuron secara

paroksismalm dan disebabkan oleh berbagai etiologi.

2.2. Etiologi

Idiopatik: Penyebabnya tidak diketahui, umumnya mempunyai predisposisi genetik⁷

Kriptogenik: Dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahu, termasuk

adalah sindrom West, sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinik

sesuai dengan ensefalopati difus. ⁷

Simtomatik: Disebabkan oleh kelainan / lesi pada SSP, misalnya cedera kepala,

infeksi SSP, kelainan kongenital, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak, toksis

(alcohol, obat), metabolik, kelainan neuro-degeneratif. ⁷

2.3 Klasifikasi

Klasifikasi ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi:

1. Berkaitan dengan letak fokus

1.1. Idiopatik (primer)

1.1.1 Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal

(Rolandik benigna )

1.1.2 Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital

1.1.3 Primary reading epilepsy

1.2. Simtomatik (sekunder)

1.2.1 Lobus temporalis

Page 5: Paper Epilepsi

5

1.2.2 Lobus frontalis

1.2.3 Lobus parietalis

1.2.4 Lobus oksipitalis

1.2.5 Kronik progresif parsialis kontinua

1.3. Kriptogenik

2. Umum

2.1. Idiopatik (primer)

2.1.1 Kejang neonatus familial benigna

2.1.2 Kejang neonatus benigna

2.1.3 Kejang epilepsi mioklonik pada bayi

2.1.4 Epilepsi absans pada anak

2.1.5 Epilepsi absans pada remaja

2.1.6 Epilepsi mioklonik pada remaja

2.1.7 Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga

2.1.8 Epilepsi tonik kionik dengan serangan acak

2.2. Kriptogenik atau simtomatik

2.2.1 Sindroma West (spasmus infantil dan hipsaritmia)

2.2.2 Sindroma Lennox Gastaut

2.2.3 Epilepsi mioklonik astatik

2.2.4 Epilepsi absans miokionik

2.3. Simtomatik

2.3.1 Etiologi non spesifik

- Ensefalopati miokionik neonatal

- Sindrom Ohtahara

2.3.2 Etiologi / sindrom spesifik

- Malformasi serebral

- Gangguan metabolism

3. Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum

3.1. Serangan umum dan fokal

- Serangan neonatal

Page 6: Paper Epilepsi

6

- Epilepsi miokionik berat pada bayi

- Sindroma Taissinare

- Sindroma Landau Kleffner

3.2. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum

4. Epilepsi berkaitan dengan situasi

4.1 Kejang demarn

4.2 Berkaitan dengan alkohol

4.3 Berkaitan dengan obat-obatan

4.4 Eklamsi

4.5 Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)

2.4. Patofisiologi

Serangan epilepsi terjadi apabila proses eksitasi di dalam otak lebih dominan dari

pada proses inhibisi. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi aferen, disinhibisi, pergeseran

konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-gated ion channel opening, dan menguatnya

sinkronisasi neuron sangat penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas

serangan epileptik. Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi ion di dalam ruang ekstraseluler

dan intraseluler, dan oleh gerakan keluar-masuk ion-ion menerobos membran neuron. ⁹

Serangan epilepsi akan muncul apabila sekelompok kecil neuron abnormal

mengalami depolarisasi yang berkepanjangan berkenaan dengan cetusan potensial aksi secara

tepat dan berulang-ulang. Cetusan listrik abnormal ini kemudian “mengajak” neuron-neuron

yang terkait di dalam proses. Secara klinis serangan epilepsi akan tampak apabila cetusan

listrik dari sejumlah besar neuron abnormal muncul secara bersamasama, membentuk suatu

badai aktivitas listrik di dalam otak. Badai listrik tadi menimbulkan bermacam-macam

serangan epilepsi yang berbeda (lebih dari 20 macam), bergantung pada daerah dan fungsi

otak yang terkena dan terlibat. Dengan demikian dapat dimengerti apabila epilepsi tampil

dengan manifestasi yang sangat bervariasi. ⁹

Sebagai penyebab dasar terjadinya epilepsi terbagi dalam 3 hal yaitu⁹:

1. Non Spesifik Predispossing Factor ( NPF ) yang membedakan seseorang peka tidaknya

terhadap serangan epilepsi dibanding orang lain. Setiap orang sebetulnya dapat dimunculkan

bangkitan epilepsi hanya dengan dosis rangsangan berbeda-beda.

Page 7: Paper Epilepsi

7

2. Specific Epileptogenic Disturbances (SED). Kelainan epileptogenik ini dapat diwariskan

maupun didapat dan inilah yang bertanggung jawab atas timbulnya epileptiform activity di

otak. Timbulnya bangkitan epilepsi merupakan kerja sama SED dan NPF.

3. Presipitating Factor (PF). Merupakan faktor pencetus terjadinya bangkitan epilepsi pada

penderita epilepsi yang kronis. Penderita dengan nilai ambang yang rendah, PF dapat

membangkitkan reactive seizure dimana SED tidak ada..

Ketiga hal di atas memegang peranan penting terjadinya epilepsi sebagai hal dasar.

Bangkitan epilepsi karena transmisi impuls yang berlebihan di dalam otak yang tidak

mengikuti pola yang normal, sehingga terjadi sinkronisasi dari impuls. Sinkronisasi ini dapat

terjadi pada sekelompok atau seluruh neuron di otak secara serentak, secara teori sinkronisasi

ini dapat terjadi.

1. Fungsi jaringan neuron penghambat ( neurotransmitter GABA dan Glisin ) kurang optimal

hingga terjadi pelepasan impuls epileptik secara berlebihan.

2. Keadaan dimana fungsi jaringan neuron eksitatorik ( Glutamat dan Aspartat ) berlebihan

hingga terjadi pelepasan impuls epileptik berlebihan juga.

Fungsi neuron penghambat bisa kurang optimal antara lain bila konsentrasi GABA (

gamma aminobutyric acid ) tidak normal. Pada otak manusia yang menderita epilepsi

ternyata kandungan GABA rendah. Hambatan oleh GABA dalam bentuk inhibisi potensial

postsinaptik ( IPSPs = inhibitory post synaptic potentials) adalah lewat reseptor GABA.

Suatu hipotesis mengatakan bahwa aktifitas epileptik disebabkan oleh hilang atau kurangnya

inhibisi oleh GABA, zat yang merupakan neurotransmitter inhibitorik utama pada otak.

Ternyata pada GABA ini sama sekali tidak sesederhana seperti yang disangka semula. Riset

membuktikan bahwa perubahan pada salah satu komponennya bias menghasilkan inhibisi tak

lengkap yang akan menambah rangsangan.

Sinkronisasi dapat terjadi pada sekelompok kecil neuron saja, sekelompok besar atau

seluruh neuron otak secara serentak. Lokasi yang berbeda dari kelompok neuron ini

menimbulkan manifestasi yang berbeda dari serangan epileptik. Secara teoritis ada 2

penyebabnya yaitu fungsi neuron penghambat kurang optimal ( GABA ) sehingga terjadi

pelepasan impuls epileptik secara berlebihan, sementara itu fungsi jaringan neuron eksitatorik

( Glutamat ) berlebihan. ⁹

Page 8: Paper Epilepsi

8

Berbagai macam penyakit dapat menyebabkan terjadinya perubahan keseimbangan

antara neuron inhibitor dan eksitator, misalnya kelainan heriditer, kongenital, hipoksia,

infeksi, tumor, vaskuler, obat atau toksin. Kelainan tersebut dapat mengakibatkan rusaknya

faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul epilepsi

bila ada rangsangan yang memadai. Daerah yang rentan terhadap kerusakan bila ada

abnormalitas otak antara lain di hipokampus. Oleh karena setiap serangan kejang selalu

menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, maka serangan kejang cenderung berulang dan

selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas. Pada pemeriksaan jaringan otak

penderita epilepsi yang mati selalu didapatkan kerusakan di daerah hipokampus. Oleh karena

itu tidak mengherankan bila lebih dari 50% epilepsi parsial, fokus asalnya berada di lobus

temporalis dimana terdapat hipokampus dan merupakan tempat asal epilepsi dapatan.

2.5. Diagnosis

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu⁷:

1. Langkah pertama : memastikan apakah kejadian yang bersifat paroksismal

menunjukkan bangkitan epilepsy atau bukan epilepsi

2. Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi, maka tentukanlah

bangkitan yang ada termasuk jenis bangkitan yang mana.

3. Langkah ketiga : tentukan etiologi, sindrom epilepsi apa yang ditunjukkan oleh

bangkitan tadi, atau epilepsy apa yang diderita oleh pasien.

Anamnesis (auto dan alo-anamnesis) ⁷

o Pola / bentuk bangkitan

o Lama bangkitan

o Gejala sebelum, selama dan pasca bangkitan

o Frekuensi bangkitan

o Faktor pencetus

o Ada/tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

o Usia pada saat terjadinya bangkitan pertama

o Riwayat pada saat dalam kandungan, kelahiran dan perkembangan bayi anak

o Riwayat terapi epilepsi sebelumnya

o Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

Page 9: Paper Epilepsi

9

Pemeriksaan fisik umum dan nerologik⁷

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsy, seperti

trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan congenital, gangguan neurologic

fokal difus, kecanduan alcohol atau obat terlarang dan kanker.

Pemeriksaan penunjang

o Electroenchepalography (EEG) ²

EEG merupakan salh sati pemeriksaan penunjang yang membantu dalam

diagnosis dan klasifikasi epilepsi. Rekaman EEG sebaiknya dilakukan pada sat

bangunm tidurm dengan stimulasi fotik, hiperventilasi, stimulasi tertentu

sesuai pencetus bangkitan (pada epilepsy refleks)

Sebuah gambaran EEG normal tidak menyingkirkan diagnosis epilepsi.

Kelainan EEG pada orang dewasa dapat ditemukan sebesar 29-38%. Pada

pemeriksaan ulang gambaran epileptiform dapat meningkat menjadi 69-77%.²

Bila EEG pertama normal sedangkan kecurigaan epilepsi sangat tinggi, maka

dapat dilakukan EEG ulangan dalam 24-48 jam setelah bangkitan atau

dilakukan dengan persyaratan khusus, misalnya kurangi tidur, atau dengan

menghentikan obat anti-epilepsi.

Indikasi pemeriksaan EEG:

Membantu menegakkan diagnosis epilepsy

Menentukan prognosis pada kasus tertentu

Pertimbangan dalam penghentian OAE

Membantu dalam menentukan letak focus

Bila ada perubahan bentuk bangkitan dari bangkitan sebelumnya.

Page 10: Paper Epilepsi

10

Gambar 1. Gambaran EEG normal

Gambar 2. Gambaran EEG abnormal saat bangkitan kejang.

Page 11: Paper Epilepsi

11

Pemeriksaan Pencitraan otak (brain imaging)

Pemeriksaan pencitraan otak mendeteksi lesi pada 21-37 % dari pasien

dengan diagnosa epilepsi

Indikasi:

Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan

structural

Adanya perubahan bentuk bangkitan

Terdapat deficit neurologik fokal

Epilepsi dengan bangkitan parsial

Bangkitan pertama di atas usia 25 tahun

Untuk persuapan tindakan pembedahan epilepsi

Contoh Pemeriksaan pencitraan otak antara lain Magnetic Resonance

Imaging (MRI), dan Computed Tomography (CT Scan).

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI merupakan prosedur pencitraan pilihan dengan epilepsi dengan

sensitivitas tinggi. Pemeriksaan MRI diindikasikan untuk epilepsi

yang sangat mungkin memerlukan terapi pembedahan.

Computed Tomography (CT Scan)

CT Scan memiliki peran dalam penilaian kejang dalam kasus-kasus

gawat darurat, atau ketika ada kontraindikasi dilakukan MRI,

missalnya pasien memiliki alat pacu jantung, tetapi CT Scan memiliki

tingkat spesifitas yang lebih rendah dibandingkan MRI.

o Pemeriksaan Laboratorium

Darah : pemeriksaan darah lengkap, apusan darah tepi, elektrolit,

kadar gula darah, fungsi hati (SGOT/SGPT), dan fungsi ginjal

(Ureum, Kreatinin).

Cairan Serebrospinal : Bila dicurigai ada infeksi SSP

Page 12: Paper Epilepsi

12

2.6. Diagnosis Banding⁷

Sinkope, dapat bersifat vasovagal attack, kardiogenik, hipovolumik, hipotens dan

sinkope saat miksi

Transient Ischemic Attack

Vertigo

Transient global amnesia

Narkolepsi

Bangkitan panic, psikogenik

Sindrom Menier

Tics

2.7. Gambaran Klinik⁷

1. Bentuk bangkintan

Bangkitan umum lena

Gangguan kesadaran mendadak berlangsung beberapa detik

Selama bangkitan kegiatan motorik terhenti dan pasien diam tanpa

reaksi

Mata memandang jauh ke depan

Mungkin terdapat automatisme

Pemulihan kesadaran segera terjadi tanpa perasaaan bingung

Sesudah itu pasien melanjutkan aktivitas semula

Bangkitan umum tonik-klonik

Dapat didahului prodromal seperti jeritan, sentakan, mioklonik

Pasien kehilangan kesadaran, kaku (fase tonik) selama 10-30 detik,

diikuti gerakan kejang kelojotan pada kedua lengan dan tungkai (fase

klonik) selama 30-60 detik, dapat disertai mulut berbusa.

Selesai bangkitan pasien menjadi lemas (fase flaksid) dan tampak

bingung

Pasein sering tidur setelah bangkitan selesai

Bangkitan parsial sederhana

Tidak terjadi perubahan kesadaran

Page 13: Paper Epilepsi

13

Bangkitan dimulai dari lengan, tungkai atau muka (unilateral/fokal)

kemudian menyebar pada sisi yang sama

Kepala mungkin berpaling kea rah bagian tubuh yang mengalami

kejang

Bangkitan parsial kompleks

Bangkitan fokal disertai terganggunya kesadaran

Sering diikuti oleh automatisme yang stereotipik seperti mengunyah,

menelan, tertawa dan kegiatan motorik lainnya tanpa tujuan yang jelas.

Kepala mungkin berpaling ke arah bagian tubuh yang mengalami

kejang (adversif)

Bangkitan umum sekunder

Berkembang dari bangkitan parsial sederhana atau kompleks dalam

waktu singkat menjadi bangkitan umum.

Bangkitan parsial dapat berupa aura

Bangkita umum yang terjadi biasanya bersifat kejang tonik-klonik.

2.8 Penatalaksanaan

Prinsip terapi epilepsi⁸:

Pemilihan obat : Disesuaikan dengan keadaan klini, efek samping, interaksi antar-

OAE (Obat anti epilepsi) , dan harga obat⁸

Strategi pengobatan : Dimulai dengan monoterapi OAE lini pertama sesuai dosis,

kemudian ditingkatkan dosisnya sampai bangkitan teratasi/didapat hasil yang optimal

dan konsentrasi plasma OAE pada kadar yang maksimal. Jika bangkitan masih tidak

teratasi, secara bertahap ganti ke OAE lini kedua sebelum pemberian politerapi.

Konseling: Beritahukan kepada keliarga dan pasien bahwa penggunaan OAE jangka

lama tidak akan menimbulkan perlambatan mental permanen dan pencegahan kejang

untuk 1-2 tahun dapat menurunkan kemungkinan bangkitan berulang. Perubahan obat

atau dosis harus sepengetahuan dokter.

Tindak lanjut : Periksa pasien secara berkala dan awasi adanya toksisitas OAE.

Pemeriksaan darah dan uji fungsi hati harus dilakukan secara periodic pada beberapa

OAE. Penting juga dilakukan evaluasi ulang fungsi neurologis secara rutin.

Penanganan jangka panjang: Teruskan pengobatan OAE sampai pasien bebas

bangkitan sekurang-kurangnya 1-2 tahun

Page 14: Paper Epilepsi

14

Penghentian pengobatan: Dilakukan secara bertahap. Jika pengehentian pengobatan

dilakukan secara tiba-tiba, pasien harus dalam pengawasan ketat karena dapat

mencetuskan bangkitan atau bahkan bangkitan status epileptikus. Jika bangkitan

timbul selama atau sesudah penghentian pengobatan, OAE harus diberikan lagi

sekurang-kurangnya 1-2 tahun.

OAE mulai diberikan bila⁷:

o Diagnosis epilepsi sudah dipastikan

o Terdapat minimum dua kali bangkitan dalam setahun

o Setelah pasien dan/atau keluarganya menerima penjelasan tentang tujuan

pengobatan

o Pasien dan/atau keluarganya telah dibertahu tentang kemungkinan efek

samping.

Jenis-jenis obat anti epilepsi dan mekanisme kerjanya.

Tabel 1. Mekanisme Kerja dan tempat ekskresi OAE¹ ¹

Obat Mekanisme Kerja Ekskresi

Karbamazepin Blok sodium channel konduktan pada neuron, bekerja

juga pada reseptor NMDA, monoamine dan asetilkolin

>95% hati

Fenitoin Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan

kalsium dan klorida dan neurotransmitter yang voltage

dependent

>90% hati

Fenobarbital Meningkatkan aktivitas reseptor GABA, menurunkan

eksitabilitas glutamate, menurunkan konduktan natrium,

kalium dan kalsium

75% hati

25% ginjal

Valproat Diduga aktivitas GABA glutaminergik, menurunkan

ambang konduktan kalsium dan kalium

>95% hati

Levetiracetam Tidak diketahuiu Cairan tubuh

Gabapentin Modulasi calcium channel tipe N 100% ginjal

Lamotrigin Blok konduktan natrium yang voltage dependent 85% hati

Okskarbazepin Blok sodium channel, meningkatkan konduktan kalium,

modulasi aktivitas channel kalsium

45% hati

45% ginjal

Page 15: Paper Epilepsi

15

Topiramat Blok sodium channel, meningkatkan influx GABA-

Mediated chloride, modulasi efek reseptor GABA,

bekerja pada reseptro AMPA

90% hati

Zonisamid Blok sodirum, potassioum, calcium channels, inhibisi

eksitasi glutamat

>90% hati

Tabel.2 Pemilihan OAE berdasarkan bentuk bangkitan.

Tipe Bangkitan OAE Lini pertama OAE Lini ke dua OAE Lini ke tiga

Lena VPA

LTG

ESM LEV

ZNS

Mioklonik VPA TPM

LEV

ZNS

LTG

CLB

CZP

PB

Tonik klonik VPA

CBZ

PHT

PB

LTG

OXC

TPM

LEV

ZMX

PRM

Atonik VPA LTG

TPM

FBM

Parsial CBZ

PHT

PB

OXC

LTG

TPM

GBP

VPA

LEV

ZNS

PGB

TGB

VGB

FBM

PRM

Tidak

terklasifikasikan

VPA LTG TPM

LEV

ZNS

Page 16: Paper Epilepsi

16

Keteragan: CBZ: Carbamazepine, CLB: Clobazam, CLZ: Clonazepam, ESM: Ethosuximide,

FBM: Felbarnate, GBP: Gabapentin, LEV: Levetiracetam, LTG: Lamotrigine, OXC:

Oxcarbazepine, PB: Phenobarbital, PGB: Pregabalin, PHT: Phenitoin, PRM: Pirimidon,

TGB: Tiagabine, TPM: Topiramate, VGB: Vigabirin, VPA: Sodium valproate,

ZNS:Zonisamide.

Tabel 3. Dosis OAE untuk orang dewasa.¹³ ¹

OAE Dosis

Awal

(mg/hari)

Dosis

Rumatan

(mg/hari)

Jumlah

dosis per

hari

Titrasi OAE Waktu

Paruh

Plasma

(Jam)

Waktu

tercapainya

Steady State

Karbamazepin 400-600 400-1600 2-3x Mulai 100/200

mg/hr ↑ sampai

target dalam 1-4

minggu

15-25 2-7

Fenitoin 200-300 500-400 1-2x Mulai 100mg/hr ↑

sampai target

dalam 3-7 hari

10-80 3-15

Asam

Valproat

500-1000 500-2500 2-3x Mulai 500 mg/hari

↑ bila perlu setelah

7 hari

12-18 2-4

Fenobarbital 50-100 50-200 1 Mulai 30-50mg

malam hari ↑ bila

perlu setelah 10-15

hari

50-170 8-30

Klonazepam 1 4 1or2 20-60 2-10

Klobazam 10 10-30 1-2x Mulai 10 mg/hr

bila perlu ↑ sampai

20mg/har setelah

1-2 minggu

10-30 2-6

Okskarbazepin 600-900 600-3000 2-3x Mulai 300mg/hr ↑

sampai target

8-15 2-4

Page 17: Paper Epilepsi

17

dalam 1-3 minggu

Levetiracetam 1000-

2000

1000-

3000

2x Mulai 500/1000

mg/hr tiap 2

minggu

6-8 2

Topiramat 100 100-400 2x Mulai 25 mg.hr ↑

25-50 mg/hr tiap 2

minggu

20-30 2-5

Gabapentin 900-1800 900-3600 2-3x Mulai 300-900

mg.hr ↑ sampai 5-

10 hr

5-7 2

Lamotrigin 50-100 50-200 1-2x Mulai 25 mg/hr

selama 2 minggu ↑

sampai 50 mg/hr

selama 2 minggu,

↑ 50mg/2minggu

15-35 2-6

Efek Samping penggunaan OAE antara lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4. Efek Samping OAE ¹ ¹

Obat Efek Samping yang

mengancam jiwa

Efek samping minor

Karbamazepin Anemia aplastik,

hepatotoksisitas, Steven-

Johnson Syndrome.

Dizzines, ataksia, diplopia,

mual, kelelahan,

leucopenia,trombositopenia,

hiponatremia, ruam

Fenitoin Anemia aplastik, gangguan

fungsi hati, Steven Johnson

Syndrome

Hipertrofi gusi, hirsurtisme,

ataksia, nistagmus, diplopia,

ruam, anoreksia, mual

Fenobarbital Hepatotoksik, gangguan

jaringan ikat dan sumsum

tulang, Steven Johnson

Syndrom

Mengantuk, ataksia,

nistagmus, ruam kulit,

depresi, hiperaktif, gangguan

belajar.

Asam Valproat Hepatotoksisitas, Mual, muntah, rambut

Page 18: Paper Epilepsi

18

hiperamonemia, leucopenia,

trombositopenia, pankreatitis

menipis, tremor, amnore,

konstipasi

Levetiracetam Belum diketahui Mual, nyeri kepala,

kelemahan, mengantuk,

gangguan perilaku

Gabapentin Belum diketahui Somnolen, kelelahan, ataksia,

, dizziness.

Lamotrigin Steven Johnson Syndrom,

gangguan hepar akut,

kegagalan multi-organ

Ruam, dizziness, tremor,

ataksia, diplopia, pandangan

kabur, nyeri kepala, mual,

muntah, insomnia

Okskarbazepin Ruam kulit Dizzines, ataksia, nyeri

kepala, mual, kelelahan,

hiponatremia

Topiramat Batu ginjal, hipohidrosis,

gangguan fungsi hati

Gangguan kognitif,

dizziness, ataksia, nyeri

kepala, kelelahan,, penurunan

berat badan, mual, parestesia,

glukoma

Zonisamid Batu ginjal, hipohidrosis,

anemia aplastik

Mual, nyeri kepala,

dizziness, kelelahan,

parestesia, ruam, gangguan

berbahasa.

Penghentian Pemberian OAE ¹¹ ¹²

Setelah bangkitan terkontrol dalam jangka waktu tertentu, OAE dapat dihentikan

tanpa kekambuhan pada 60% pasien. Pada anak-anak penghentian OAE secara bertahap

dapat dipertimbangkan setelah 2 tahun bebas bangkitan, sedangkan pada dewasa diperlukan

waktu yang lebih lama (5 tahun).

Syara umum untuk menghentikan pemberian OAE adalah sebagai berikut:

Penghentian OAE dapat didiskusikan dengan pasien atau keluarganya setelah minimal

2 tahun bebas bangkitan

Gambaran EEG normal

Page 19: Paper Epilepsi

19

Harus dilakukan secara bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan

dalam jangka waktu 3-6 bulan

Bila digunakan lebih dari 1 OAE maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan

utama

2.9 Prognosis¹

Prognosis umumnya baik, 70 – 80% pasien yang mengalami epilepsy akan sembuh,

dan kurang lebih separo pasien akan bisa lepas obat 20 - 30% mungkin akan berkembang

menjadi epilepsi kronis dan pengobatan semakin sulit sehingga 5 % di antaranya akan

tergantung pada orang lain dalam kehidupan sehari-hari. Pasien dengan lebih dari satu jenis

epilepsi, mengalami retardasi mental, dan gangguan psikiatri dan neurologik dapat

menyebabkan prognosis yang buruk.¹

BAB 3

Page 20: Paper Epilepsi

20

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Epilepsi dapat terjadi pada siapa saja di seluruh dunia. Epilepsi berpotensi untuk

menimbulkan masalah sosio-ekonomi dan medikolegal yang secara keseluruhan dapat

menurunkan atau mengganggu kualitas hidup pasien epilepsi. Oleh karena itu perlu dilakukan

deteksi dini melalui anamneses, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang untuk

menegakkan diagnosa epilepsi dan dilakukan pemberian OAE yang sesuai dengan jenis

epilepsi untuk meningkatkan taraf hidup pasien epilepsi dimasa yang akan datang.

3.2 Saran

Apabila ada kecurigaan terhadap pasien yang dicurigai menderita epilepsy, maka

segera lakukan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosa, dan penanganan lebih lanjut bias

segera dilaksanakan. Aspek medikolegal epilepsy juga harus diperhatikan oleh para praktisi

kesehatan oleh karena kelalaian dan rekam medik yang kurang lengkap dapat mempersulit

proses penyembuhan pasien epilepsi, dan juga dapat menyebabkan dokter berurusan dengan

hukum.

Page 21: Paper Epilepsi

21

DAFTAR PUSTAKA

1. Ikawati Zulies. Epilepsi. Availalble at URL http://zulliesikawati.staff.ugm.ac.id/wp-

content/uploads/epilepsy.pdf (diakses 15 Maret 2012)

2. Scottush Intercollegiate Guidelines Networrk. Diagnosis and Management of

Epilepsy in Adults. 2003

3. Stokes T, Shaw EJ, Juarez-Garcia A, Camosso-Stefinovic J, Baker R. Clinical

Guidelines and Evidence Review for the Epilepsies: diagnosis and management in

adults and children in primary and secondary care London: Royal College of General

Practitioners. 2004

4. WHO. Epilepsy. http://www.who.int/mental_health/neurology/epilepsy/en/index.html

(diakses 14 Maret 2012)

5. The Commission on Classification and Terminology of the International League

Against Epilepsy. Proposal for Revised clinical and electroencephalographic

classification of epileptic seizures. Epilepsia 1981; 22:489-501

6. Brodie MJ, Dichter MA. Antiepileptic drugs. N Eng J Med. 1996;334:168-75

7. Kelompok Studi Epilepsi. Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Pedoman

Tatalaksana Epilepsi. Jakarta. 2008

8. Dewanto George, et al. Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Syaraf. Jakarta: ECG.

2007

9. Raharjo Tri Budi. Faktor-faktor Resiko Epilepsi Pada Anak Di bawah Usia 6 Tahun.

Tesis. Program Pendidikan Dokter Spesialis Syaraf Universitas Diponegoro.

Semarang 2007

10. Berendt M. Epilepsy. IVIS. New York. USA. 2004

Page 22: Paper Epilepsi

22

11. Pellegrino TR. Seizures and Status Epilepticus in Adult. In Tintinali JE, Ruiz E,

Krome RL. Emergency. New York: Mc Graw Hill 1996

12. Shorvon S. Handbook of Epilepsy Treatment. Toronto. Blackwell Science Ltd.2000

13. Perucha E. General Principles of Medical Treatment. In Shorvon S, Perucha E, Fish

D, Dodson E. The treatment of Epilepsy 2nd ed. USA Blacwell Science. 2004; 139-

160

14. Walker MC. Shorvon SD. Emergency Treatment of Seizures and Status Epilepticus in

The Treatment of Epilepsy 2nd ed. Blackwell Science USA 2004; 227-43

15. Karen Ballaban-Gill, Jacqueline A. French. Selection of Antiepileptic Drugs.

Continuum, August 2004. Vol 10 Issue 4; 80-99

16. Roger J. Porter, David C. Overview: General approach to treatment, in: Engel J.

Pedley TA. Epilepsy : A comperehensive textbook. Lippincort raven, Philadelphia.

1997; 1101-6