kep.keluarga fraktur
DESCRIPTION
askepgaTRANSCRIPT
KEPERAWATAN KELUARGA
"ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN FRAKTUR”
OLEH :
KELOMPOK 6
D-IV KEPERAWATAN TINGKAT 2 SEMESTER III
1. Ni Made Desi Sugiani (P07120214017)
2. Ni Ketut Ayu Pratiwi Catur Wahyuni (P07120214019)
3. Ni Nyoman Tria Sunita (P07120214020)
4. Ayu Indah Agustini (P07120214027)
5. Ayu Putu Eka Tusniati (P07120214032)
6. Putu Ayu Savitri (P07120214033)
7. Ni Putu Soniya Darmayanti (P07120214040)
POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
TAHUN AKADEMIK 2014/2015
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN FRAKTUR
A. KONSEP DASAR PENYAKIT
1. Pengertian
a. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai
jenis dan luasnya. (Smeltzer & Bare, 2002 : 2357).
b. Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. (Price & Wilson, 2006 : 1365).
c. Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang dan / atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh
rudapaksa. (Arif Mansjoer dkk,2000:346)
d. Fraktur adalah pemecahan suatu bagian, khususnya tulang ;
pecahan atau ruptur pada tulang (Dorland, 1998 : 446).
Jadi, kesimpulan fraktur adalah suatu cedera yang mengenai tulang
yang disebabkan oleh trauma benda keras.
2. Anatomi dan Fisiologis
a. Anatomi
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi
bentuk pada tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang
yang mendukung dan melindungi organ lunak, terutama dalam
tengkorak dan panggul. Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price
dan Wilson, 2006). Berikut adalah gambar anatomi tulang
manusia :
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh
dan tempat untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka
tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan
mengatur kalsium dan fhosfat. Tulang rangka orang dewasa terdiri
atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai syaraf
dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik
(terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan
kaku., tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang
membuatnya kuat dan elastis (Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan
pada batang tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31
pasang antra lain: tulang koksa, tulang femur, tibia, fibula, patella,
tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan Wilson, 2006).
1) Tulang Koksa (tulang pangkal paha)
OS koksa turut membentuk gelang panggul, letaknya disetiap
sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis dan membentuk
sebagian besar tulang pelvis.
2) Tulang Femur ( tulang paha)
Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam tulang kerangka
pada bagian pangkal yang berhubungan dengan asetabulum
membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris, disebelah
atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut
trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung
membentuk persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang
disebut kondilus lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini
terdapat lakukan tempat letaknya tulang tempurung lutut
(patella) yang di sebut dengan fosa kondilus.
3) Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis)
Merupakan tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang
membentuk persendian lutut dengan OS femur, pada bagian
ujungnya terdapat tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis
atau mata kaki luar. OS tibia bentuknya lebih kecil dari pada
bagian pangkal melekat 11 pada OS fibula pada bagian ujung
membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan terdapat
taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut
gambar anatomi os tibia dan fibula.
4) Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki)
Dihubungkan dengan tungkai bawah oleh sendi pergelangan
kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang banyaknya 5 yaitu
sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum,
kunaiformi.
5) Meta tarsalia (tulang telapak kaki)
Terdiri dari tulang- tulang pendek yang banyaknya 5 buah, yang
masing-masing berhubungan dengan tarsus dan falangus dengan
perantara sendi.
6) Falangus (ruas jari kaki)
Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang masing-
masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil
bentuknya bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).
b. Fisiologi
Sistem musculoskeletal adalah penunjang bentuk tubuh dan
peran dalam pergerakan. Sistem terdiri dari tulang sendi, rangka,
tendon, ligament, bursa, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur tersebut (Price dan Wilson, 2006). Tulang
adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel antara
lain : osteoblast, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang
dengan membentuk kolagen tipe 1 dan proteoglikan sebagai matriks
tulang dan jaringan osteoid melalui suatu proses yang di sebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid ,
osteoblas mengsekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang peran penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat
kedalam matriks tulang, sebagian fosfatase alkali memasuki aliran
darah dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah
dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang
setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke
tulang.
Ostesit adalah sel- sel tulang dewasa yang bertindak sebagai
suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat.
Osteklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan
mineral dan matriks tulang dapat di absorbsi. Tidak seperti osteblas
dan osteosit, osteklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghsilkan enzim-
enzim proteolotik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang
melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke
dalam aliran darah.
Secara umum fungsi tulang menurut Price dan Wilson (2006) antara
lain:
1) Sebagai kerangka tubuh
Tulang sebagai kerangka yang menyokong dan memberi bentuk
tubuh.
2) Proteksi
Sistem musculoskeletal melindungi organ- organ penting,
misalnya otak dilindungi oleh tulang-tulang tengkorak, jantung
dan paru-paru terdapat pada rongga dada (cavum thorax) yang di
bentuk oleh tulangtulang kostae (iga).
3) Ambulasi dan Mobilisasi
Adanya tulang dan otot memungkinkan terjadinya pergerakan
tubuh dan perpindahan tempat, tulang memberikan suatu system
pengungkit yang di gerakan oleh otot- otot yang melekat pada
tulang tersebut ; sebagai suatu system pengungkit yang
digerakan oleh kerja otot- otot yang melekat padanya.
4) Deposit Mineral
Sebagai reservoir kalsium, fosfor,natrium,dan elemen- elemen
lain. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor tubuh
5) Hemopoesis
Berperan dalam bentuk sel darah pada red marrow. Untuk
menghasilkan sel- sel darah merah dan putih dan trombosit
dalam sumsum merah tulang tertentu.
3. Epidemiologi
Insiden fraktur terbuka sebesar 4% dari seluruh fraktur dengan
perbandingan laki-laki dan perempuan sebesar 3,64 berbanding 1,
dengan kejadian terbanyak pada kelompok umur dekade kedua dan
ketiga yang relative mempunyai aktivitas fisik dan mobilitas yang
tinggi. Pada analisis epidemiologi menunjukkan bahwa 40% fraktur
terbuka terjadi pada ekstremitas bawah, terutama daerah tibia, dan
femur tengah.
4. Etiologi
Menurut Appley & Solomon (1995) yang dapat menyebabkan fraktur
adalah sebagai berikut:
a. Traumatik
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba
dan, yang dapat berupa pukulan, penghancuran penekukan,
penarikan berlebihan. Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat
patah pada tempat yang terkena dan jaringan lunaknya pun juga
rusak.
b. Kelelahan atau tekanan berulang-ulang
Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan
benda lain akibat tekanan yang berulang-ulang. Keadaan ini paling
banyak ditemukan pada tibia fibula, terutama pada atlit atau penari.
c. Kelemahan dan abnormal pada tulang (patologis)
Fraktur dapat terjadi pada tekanan yang normal jika tulang itu
lemah atau tulang itu sangat rapuh.
5. Klasifikasi
a. Klasifikasi klinis
1) Fraktur tertutup ( simple / closed fracture ).
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen
tulang dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena
kulit masih utuh) tanpa komplikasi. Pada fraktur tertutup ada
klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a) Tingkat 0 : fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera
jaringan lunak sekitarnya.
b) Tingkat 1 : fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit
dan jaringan subkutan.
c) Tingkat 2 : fraktur yang lebih berat dengan kontusio
jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
d) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak
yang nyata dan ancaman sindroma kompartement.
2) Fraktur terbuka ( compound / open fracture ).
Fraktur yang mempunyai hubungan dengan dunia luar melalui
luka pada kulit dan jaringan lunak, dapat berbentuk from within
(dari dalam) atau from without (dari luar).
Fraktur terbuka dapat dibagi atas tiga derajat (menurut R.
Gustillo), yaitu :
a) Derajat I
(1) Luka < 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka
remuk
(3) Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau koinutif
ringan
(4) Kontaminasi minimal
b) Derajat II
(1) Laserasi > 1 cm
(2) Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
(3) Fraktur kominutif sedang
(4) Kontaminasi sedang
c) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi
struktur kulit, otot, dan neurovascular serta kontaminasi
derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas :
(1) IIIA : Fragmen tulang masih dibungkus jaringan
lunak
(2) IIIB : Fragmen tulang tak dibungkus jaringan lunak
terdapat pelepasan lapisan periosteum, fraktur
kontinuitif
(3) IIIC : Trauma pada arteri yang membutuhkan
perbaikan agar bagian distal dapat diperthankan,
terjadi kerusakan jaringan lunak hebat.
3) Fraktur dengan komplikasi (compicated fracture)
Fraktur yang disertai dengan komplikasi misalnya malunion,
delayed union, infeksi tulang
(Arif Mansjoer dkk, 2000 : 346)
b. Klasifikasi Etiologis
1) Fraktur traumatik : terjadi karena trauma yang tiba-tiba.
2) Fraktur patologis : terjadi karena kelemahan tulang
sebelumnya akibat kelainan patologis di dalam tulang.
3) Fraktur stress : terjadi karena adanya trauma yang terus
menerus pada suatu tempat tertentu.
c. Klasifikasi komplit / tidak komplit
1) Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari
posisi normal)
2) Fraktur tidak komplit adalah patah hanya terjadi pada
sebagian dari garis tengah tulang
d. Klasifikasi menurut garis khusus fraktur
1) Greenstic, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang
sisi lainnya membengkok.
2) Transfersal,fraktur sepanjang garis tengah tulang.
3) Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
(lebih tidak stabil disbanding transfersal).
4) Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
5) Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.
6) Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
7) Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang).
8) Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendon
pada perlekatannya.
9) Epifiseal, fraktur melalui epifisis.
10) Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
(Smeltzer & Bare, 2002 : 2358)
e. Berdasarkan jumlah garis
1) Fraktur kominutif : garis patah lebih dari satu dan saling
berhubungan
2) Fraktur segmental : garis patah lebih dari satu tetapi tidak
berhubungan. Bila dua garis patah disebut pula fraktur bifokal
3) Fraktur multiple : garis patah lebih dari satu tetapi pada
tulang yang berlainan tempatnya, misalnya fraktur femur,
fraktur kruris, dan fraktur tulang belakang
f. Menurut hubungan antara fragmen dengan fragmen lainnya
1) Tidak bergeser (undisplaced), garis patah komplit tetapi kedua
fragmen tidak bergeser, periosteumnya masih utuh.
2) Bergeser (displaced), terjadi pergeseran fragmen-fragmen
fraktur yang juga disebut lokasi fragmen, terbagi :
a) Dislokasi ad longitudinam cum contractionum
(pergeseran searah sumbu dan overlapping)
b) Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut)
c) Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen
saling menjauhi)
(Arif Mansjoer dkk, 2000 : 346)
Gambar 1. Klasifikasi Fraktur
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas,
pemendekan ekstremitas, krepitus, pembengkakan local, dan
perubahan warna.
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat
fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai
2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang yang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya. (uji krepitus dapat mengakibatkan
kerusakan jaringan lunak yang lebih berat).
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah
cedera.
7. Pohon Masalah
Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis
Fraktur
Diskontinuitas tulang Pergeseran frakmen tulang Nyeri akut
Perub jaringan sekitar
Pergeseran frakmen tulang
Deformitas
Ggn fungsi ekstremitas
Hambatan mobilitas fisik
Laserasi kulit
Spasme otot
Peningkatan tek kapiler
Pelepasan histamin
Protein plasma hilang
Edema
Penekanan pembuluh darah
Kerusakan frakmen tulang
Tek sumsun tulang lebih tinggi dari kapiler
Melepaskan katekolamin
Metabolisme asam lemak
Bergabung dengan trombosit
Emboli
Menyumbat pembuluh darah
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
Kerusakan integritas kulit resiko infeksi
Putus vena/ arteri
Perdarahan
Kehilangan volume cairan
Resiko syok hipovolemik
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi / luasnya fraktur /
trauma
Fig. 1. — Showing the right sided comminuted clavicle fracture.
The signs of a pneumothorax are clearly visible.
Fig. 2. — Showing the pneumothorax on a conventional
Xthorax.There are no ribfractures
b. Scan tulang, tomogram, scan CT / MRI: memperlihatkan
fraktur; juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan
jaringan tulang.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vascular dicurigai.
d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada
sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel). Peningkatan
jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.
e. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk
klirens ginjal.
f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan
darah, tranfusi multiple atau cedera hati.
9. Penatalaksanaan
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi, dan
pengembalian fungsi dan kekuatan.
a. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk
menentukan diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada
tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak.
Kelainan bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas
integritas rangka.
b. Reduksi fraktur (setting tulang)
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan rotasi
anatomis. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
Reduksi terbuka dilakukan dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi alat fiksasi interna (ORIF) dalam bentuk pin,
kawat, sekrup, plat, paku, atau batangan logam untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
c. Imobilisasi fraktur
Setelah fraktur direduksi fragmen tulang harus diimobilisasi atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna (OREF) meliputi : pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu
pin, dan tehnik gips atau fiksator ekterna..Implan logam dapat
digunakan untuk fiksasi interna (ORIF) yang berperan sebagai
bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur yang dilakukan dengan
pembedahan.
d. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi.
Segala upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan
lunak. Latihan isometric dan setting otot diusahakan untuk
meminimalkan atrofi disuse dan meningkatkan aliran darah.
Partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari diusahakan untuk
memperbaiki kemandirian fungsi dan harga diri.
Gambar 2. Fiksasi interna
Gambar 3. Fiksasi Eksterna
11.Komplikasi
Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price
(2005) antara lain:
a. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler
nekrosis.
1) Syok
Syok hipovolemik atau traumatic, akibat perdarahan (banyak
kehilangan darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang
bias menyebabkan penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan
ekstra sel ke jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur
ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
2) Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur globula lemak dapat masuk kedalam
pembuluh darah karena tekanan sumsum tulang lebih tinggi dari
tekanan kapiler atau karena katekolamin yang di lepaskan oleh
reaksi stress pasien akan memobilisasi asam lemak dan
memudahkan terjasinya globula lemak pada aliran darah.
3) Sindroma Kompartement
Merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan dalam otot
kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini bisa
disebabkan karena penurunan ukuran kompartement otot karena
fasia yang membungkus otot terlalu ketat, penggunaan gibs atau
balutan yang menjerat ataupun peningkatan isi kompatement
otot karena edema atau perdarahan sehubungan dengan berbagai
masalah (misalnya : iskemi,dan cidera remuk).
4) Kerusakan
Arteri Pecahnya arteri karena trauma bias ditandai denagan tidak
ada nadi, CRT menurun, syanosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan
emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
5) Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial)
dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur
terbuka, tapi bias juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat.
6) Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang
rusak atau terganggu yang bias menyebabkan nekrosis tulang
dan di awali dengan adanya Volkman’s Ischemia (Smeltzer dan
Bare, 2001).
b. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain: mal
union, delayed union, dan non union.
1) Malunion
Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah
sembuh dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion
merupaka penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion
dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.
2) Delayed Union
Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan
dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.
Delayed union merupakankegagalan fraktur berkonsolidasi
sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk
menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah
ke tulang.
3) Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil
setelah 6-9 bulan. Nonunion di tandai dengan adanya
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk
sendi palsu atau pseuardoarthrosis.
Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price
dan Wilson, 2006).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur
merujuk pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada
berbagai macam meliputi:
a. Riwayat penyakit sekarang
Kaji kronologi terjadinya trauma yang menyebabkan patah tulang
kruris, pertolongan apa yang di dapatkan, apakah sudah berobat ke
dukun patah tulang. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
terjadinya kecelakaan, perawat dapat mengetahui luka kecelakaan
yang lainya. Adanya trauma lutut berindikasi pada fraktur tibia
proksimal. Adanya trauma angulasi akan menimbulkan fraktur tipe
konversal atau oblik pendek, sedangkan trauma rotasi akan
menimbulkan tipe spiral. Penyebab utama fraktur adalah kecelakaan
lalu lintas darat.
b. Riwayat penyakit dahulu
Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat ke dukun patah
tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit tertentu
seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga
tulang sulit menyambung. Selain itu, klien diabetes dengan luka di
kaki sangat beresiko mengalami osteomielitis akut dan kronik serta
penyakit diabetes menghambat penyembuhan tulang.
c. Riwayat penyakit keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang cruris
adalah salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan
kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik.
d. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat
Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena
(mungkin segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder,
dari pembengkakan jaringan, nyeri)
2) Sirkulasi
a) Hipertensi ( kadang – kadang terlihat sebagai respon nyeri
atau ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
b) Takikardia (respon stresss, hipovolemi)
c) Penurunan / tidak ada nadi pada bagian distal yang
cedera,pengisian kapiler lambat, pusat pada bagian yang
terkena.
d) Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi
cedera.
3) Neurosensori
a) Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot
b) Kebas/ kesemutan (parestesia)
c) Deformitas local: angulasi abnormal, pemendekan, rotasi,
krepitasi (bunyi berderit) Spasme otot, terlihat kelemahan/
hilang fungsi.
d) Angitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
4) Nyeri / kenyamanan
a) Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi
pada area jaringan / kerusakan tulang pada imobilisasi ),
tidak ada nyeri akibat kerusakan syaraf .
b) Spasme / kram otot (setelah imobilisasi)
5) Keamanan
a) Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan
warna
b) Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau
tibatiba).
6) Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat karena klien harus menjalani rawat inap.
7) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan
dan kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa
ketidak mampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal
dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
8) Pola sensori dan kognitif
Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal
fraktur, sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami
gangguan. Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
9) Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama
frekuensi dan konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oel
nyeri dan keterbatasan gerak yang di alami klien.
e. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi, cari apakah terdapat :
Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal,
angulasi, rotasi, dan pemendekan.
Fuction laesa (hilangnya fungsi), misalnya pada fraktur
cruris tidak bisa berjalan.
Pada fraktur terbuka lihat adanya kerusakan jaringan
Lihat adanya pembengkakan.
Lihat juga perbedaan ukuran panjang drai tulang
b. Palpasi, apakah terdapat nyeri tekan, cek capillary refill
Gerakan untuk mencari :
Krepitasi, terasabila fraktur digerakkan (baiknya tidak
dilakukan karena akan menambah trauma)
Nyeri bila digerakkan, baik pada gerakan aktif maupun
pasif
Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-
gerakan yang tidak mampu dilakukan, range of motion,
dan kekuatan
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut
2) Kerusakan integritas kulit
3) Hambatan mobilitas fisik
4) Resiko infeksi
5) Resiko syok (hipovolemik)
6) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
7) Defisit perawatan diri
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
1. Nyeri akut NOC :1. Pain level 2. Pain control3. Comfort level
Kriteria Hasil 1. Mampu mengontrol
nyeri (tahu penyebab nyer, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa
NIC :1. Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, furasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
2. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk mrncari dan menemukan dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu rungan,
nyeri berkurang dnegan menggunakan manajemen nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur
pencahayaan dan kebisingan
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
7. Ajarkan tentang teknik non farmakologi : napas dala, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin
8. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur
9. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik
2. Kerusakan integritas kulit
NOC1. Tissue Integrity :
Skin and Mucous Membranes
2. Hemodyalis Akses
Kriteria Hasil :1. Integritas kulit yang
baik bisa dipertahankan (sensasi, elastisitas, temperature, hidrasi,pigmentasi)
2. Tidak ada luka/ lesi pada kulit
3. Perfusi jaringan baik
4. Menunjukan pemahaman dalam proses perbaikan kulit dan mencegah terjadinya sedera berulang
5. Mampu melindungi kulit dan mempertahankan
NICPressure Management
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar
2. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan kering
3. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien) setiap dua jam sekali
4. Monitor kulit akan adanya kemerahan
5. Oleskan lotion atau minyak /baby oil pada daerah yang tertekan
6. Monitor aktivitas dan mobilisasi pasien
7. Monitor status nutrisi pasien
8. Mandikan pasien dengan sabun dan air hangat
Insision site care1. Bersihkan, pantau,dan
tingkatkan proses penyembuhan pada luka
kelembapan kulit dan perawatan alami
yang ditutup dengan jahitan , klip atau straples
2. Monitor proses kesembuhan area insisi
3. Monitor tanda dan gejala infeksi pada area insisi
4. Bersihkan area sekitar jahitan atau staples, menggunakan lidi kapas steril
5. Gunakan preparat antiseptic, sesuai program
6. Ganti balutan pada interval waktu yang sesuai atau biarkan luka tetap terbuka (tidak dibalut ) sesuai program.
3. Hambatan mobilitas fisik
NOC1. Joint movement :
Active2. Mobility Level 3. Self care : ADLs4. Transfer performance
Kriteria hasil :1. Klien meningkat
dalam aktivitas fisik 2. Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas 3. Memverbalisasikan
perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan berpindah
4. Memperagakan penggunaan alat bantu untuk mobilisasi
NIC Exercise therapy : ambulation 1. Monitoring vital sign
sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
2. Ajarkan pasien dan keluarga tentang teknik ambulasi
3. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
4. Latih pasien dengan pemenuhan kebutuhan ADLs ps
5. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
6. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
7. Latih pasien dengan teknik ROM
4. Resiko infeksi NOC1. Immune Status2. Knowledge :
Infection Control
Infection Control1. Bersihkan lingkungan
setelah dipakai pasien lain
3. Risk Control
Kriteria Hasil :1. Klien bebas dari
tanda dan gejala infeksi
2. Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya
3. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
5. Menunjukkan perilaku hidup sehat
2. Pertahankan teknik isolasi3. Batasi pengunjung bila
perlu4. Instruksikan pada
pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
5. Gunakan sabun antimikroba untuk mencuci tangan
6. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan
7. Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung
8. Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
9. Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
10. Berikan terapi antibiotik bila perlu Infection Protection
11. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
12. Monitor hitung granulosit, WBC
13. Monitor kerentanan terhadap infeksi
14. Pertahankan teknik asepsis pada pasien berisiko
15. Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
16. Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
17. Ajarkan cara menghindari infeksi
5. Resiko syok (hipovolemik)
NOC1. Syok Prevention2. Syok Management
Syok prevention1. Monitor status sirkulasi BP,
warna kulit, suhu kulit,
Kriteria Hasil :1. Nadi dalam batas
yang diharapkan2. Irama jantung dalam
batas yang diharapkan
3. Frekuensi napas dalam batas yang diharapkan
4. Irama pernapasan dalam batas yang diharapkan
5. Natrium serum dbn 6. Kalium serum dbn7. Klorida serum dbn8. Kalsium serum dbn9. Magnesium serum
dbn10. PH darah serum dbn
Hidrasi1. Indicator2. Mata cekung tidak
ditemukan3. Demam tidak
ditemukan4. TD dbn5. Hematokrit dbn
denyut jantung, HR, dan ritme, nadi perifer, dan kapiler refill.
2. Monitor tanda inadekuat oksigenasi jaringan
3. Monitor suhu dan pernapasan
4. Monitor input dan output5. Pantau nilai labor : HB, HT,
AGD dan elektrolit6. Monitor hermodinamik
invasi yang sesuai7. Monitor tanda dan gejala
asites8. Monitor tanda awal syok9. Lihat dan pelihara
kepatenan jalan nafas10. Berikan cairan IV dan atau
oral yang tepat11. Berikan vasodilator yang
tepat12. Ajarkan keluarga dan pasien
tentang tanda dan gejala datangnya syok
13. Ajarkan keluarga dan pasien tentang langkah untuk mengatasi gejala syok
Syok management1. Monitor fungsi neurologis2. Monitor fungsi renal (e.g
BUN dan Cr Lavel)3. Monitor tekanan nadi4. Monitor status cairan, input
output 5. Catat gas darah arteri dan
oksigen di jaringan6. Monitor EKG7. Gambar gas darah arteri dan
memonitor jaringan oksigenasi
8. Monitor gejala gagal pernapasan (misalnya, rendah PaO2 peningkatan PaCO2 tingkat, kelelahan otot pernapasan)
9. Monitor nilai laboratorium
(misalnya, CBC dengan diferensial) koagulasi profil, ABC, tingkat laktat, budaya, dan profil kimia)
6. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
NOC1. Circulation Status2. Tissue Perfusion :
Cerebral
Kriteria Hasil :1. Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang ditandai dengan : a. Tekanan sistol
dan diastol dalam rentang yang diharapkan
b. Tidak ada orto-statik hipertensi
c. Tidak ada tanda-tandapeningkatan
NICPeripheral Sensation Management1. Monitor adanya daerah 2. tertentu yang hanya peka 3. terhadap panas/dingin/4. tajam/tumpul 5. Monitor adanya paratese6. Instruksikan keluarga
untuk mengobservasi kulit jika ada lesi atau laserasi
7. Gunakan sarung tangan8. untuk proteksi9. Batasi gerakan pada kepala,
leher, dan punggung10. Monitor kemampuan BAB11. Kolaborasi pemberian
analgetik12. Monitor adanya
tromboplebitis13. Diskusikan mengenai
penyebab perubahan sensasi
7. Defisit perawatan diri
NOC1. Activity intolerance2. Mobility: physical
impaired3. Self care deficit
hygiene4. Self care deficit
toileting5. Self care: dressing6. Ambulation
Kriteria hasil :1. Perawatan diri
ostomi: tindakan pribadi mempertahankan ostomi untuk eliminasi
2. Perawatan diri: aktivitas kehidupan
NICSelf-care assistance: bthing/hygiene1. Pertimbangkan budaya
pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
2. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
3. Tempat handuk, sabun, deodorant, alat pencukur, dan aksesoris lainnya yang dibutuhkan di samping tempat tidur atau di kamar mandi
4. Memfasilitasi pasien menyikat gigi dengan sesuai
5. Memfasilitasi pasien mandi
sehari-hari (ADL) mampu untuk melakukan aktivitas perawatan fisik dan pribadi secara mandiri atau dengan alat bantu
3. Perawatan diri mandi: mampu untuk membersihkan tubuh sendiri secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
4. Perawatan diri hygiene: mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
5. Perawatan diri hygiene oral: mampu untuk merawat mulut dan gigi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu
6. Mampu mempertahankan mobilitas yang diperlukan untuk ke kamar mandi dan menyediakan perlengkapan mandi
7. Mampu duduk dan turun dari kloset
8. Mengenali dan mengetahui kebutuhan bantuan untuk eliminasi
9. Mampu untuk mengenakan pakaian dan berhias
6. Memantau pembersihan kuku menurut kemampuan perawatan diri pasien
7. Memantau integritas kulit pasien
Self-care assistance: toileting1. Pertimbangkan budaya
pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
2. Pertimbangkan usia pasien ketika mempromosikan aktivitas perawatan diri
3. Lepaskan pakaian yang penting untuk memungkinkan penghapusan
4. Membantu pasien ke toilet/commode/bedpan/fraktur pan/ urinoir pada selang waktu tertentu
5. Pertimbangkan respon pasien terhadap kurangnya privasi
6. Menyediakan privasi selama eliminasi
7. Menyiram toilet/membersihkan penghapusan alat (commode, pispot)
8. Menyediakan alat bantu (misalnya, kateter eksternal atau urinal)
9. Memantau integritas kulit pasien
Self care assistance: dressing/grooming1. Pantau tingkat kekuatan dan
toleransi aktivitas2. Pantau peningkatan dan
penurunan kemampuan untuk berpakaian dan melakukan perawatan rambut
sendiri secara mandiri atau tanpa alat bantu
10. Menggunakan pakaian secara rapi dan bersih
11. Mampu melepas pakaian, kaus kaki dan sepatu
12. Menunjukkan rambut yang rapi dan bersih
13. Menggunakan tata rias
3. Sediakan pakaian pasien pada tempat yang mudah dijangkau (di samping tempat tidur)
4. Fasilitasi pasien untuk menyisir rambut, bila memungkinkan
5. Dukung kemandirian dalam berpakaian, berhias, bantu pasien jika diperlukan
6. Pertahankan privasi saat pasien berpakaian
7. Bantu pasien untuk menaikkan, mengancingkan, dan meresleting pakaian, jika diperlukan
8. Gunakan alat bantu tambahan (missal sendok, pengait kancing, dan penarik resleting) untuk menarik pakaian jika diperlukan
9. Beri pujian atas usaha untuk berpakaian sendiri
10. Gunakan terapi fisik dan okupasi sebagai sumber dalam perencanaan tindakan pasien dalam perawatan pasien dengan alat bantu
4. Implementasi
Pelaksanaan atau implementasi merupakan realisasi dari rangkaian dan
penetuan diagnosa keperawatan. Tahap pelaksanaan dimulai setelah
rencana tindakan disusun untuk membantu klien mencapai tujuan yang
diharapkan.
5. Evaluasi
Evaluasi yang diharapkan pada pasien fraktur yaitu:
1. Nyeri pasien dapat berkurang
2. Klien dapat kembali melakukan aktivitas fisik secara normal tanpa menggunaka alat bantu
DAFTAR PUSTAKA
Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA NIC-NOC. Yogyakarta : MediAction
Heather, Herdman. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2012-
2014. Jakarta: EGC
Nurhidayah. 2015. Konsep Dasar.
Available:http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/135/jtptunimus-gdl-
nurhidayah-6731-2-babii.pdf. Diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015 pukul
18.00 WITA
Putrii,Trisnaning.2010.Laporan pendahuluan Asuhan keperawatan pada pasien
dengan Fraktur. Available :
https://www.academia.edu/6942703/
LAPORAN_PENDAHULUAN_ASUHAN_KEPERAWATAN_PADA_PA
SIEN_DENGAN_FRAKTUR. Diakses pada Rabu, 20 Oktober 2015 pukul
06.00 WITA
Widyaningrum, Jtri. 2007. Konsep Dasar.
Available : http://eprints.ums.ac.id/16698/2/BAB_I.pdf.
Diakses pada Rabu, 21 Oktober 2015 pukul 18.30 WITA